Peran Pendamping Sosial

23
MAKALAH MENGGERAKKAN DAN MEMBERDAYAKAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM KESEHATAN 22:08 Rafless bencoolen Pemberdayaan Masyarakat dalam Promosi Kesehatan I. Pendahuluan Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan merupakan sasaran utama dari promosi kesehatan. Masyarakat atau komunitas merupakan salah satu dari strategi global promosi kesehatan pemberdayaan (empowerment) sehingga pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk dilakukan agar masyarakat sebagai primary target memiliki kemauan dan kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com II. Pembahasan Tujuan pemberdayaan masyarakat Pemberdayaan masyarakat ialah upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2007). Batasan pemberdayaan dalam bidang kesehatan meliputi upaya untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan sehingga secara bertahap tujuan pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk: · Menumbuhkan kesadaran, pengetahuan, dan pemahaman akan kesehatan individu, kelompok, dan masyarakat. · Menimbulkan kemauan yang merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan atau sikap untuk meningkatkan kesehatan mereka. · Menimbulkan kemampuan masyarakat untuk mendukung terwujudnya tindakan atau perilaku sehat.

Transcript of Peran Pendamping Sosial

Page 1: Peran Pendamping Sosial

MAKALAH MENGGERAKKAN DAN MEMBERDAYAKAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM KESEHATAN

22:08 Rafless bencoolen

 

Pemberdayaan Masyarakat dalam Promosi Kesehatan

I. Pendahuluan

Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan merupakan sasaran utama dari promosi kesehatan. Masyarakat atau komunitas merupakan salah satu dari strategi global promosi kesehatan pemberdayaan (empowerment) sehingga pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk dilakukan agar masyarakat sebagai primary target memiliki kemauan dan kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka.

http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com

II. Pembahasan

Tujuan pemberdayaan masyarakat

Pemberdayaan masyarakat ialah upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi, dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2007). Batasan pemberdayaan dalam bidang kesehatan meliputi upaya untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan sehingga secara bertahap tujuan pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk:

· Menumbuhkan kesadaran, pengetahuan, dan pemahaman akan kesehatan individu, kelompok, dan masyarakat.

· Menimbulkan kemauan yang merupakan kecenderungan untuk melakukan suatu tindakan atau sikap untuk meningkatkan kesehatan mereka.

· Menimbulkan kemampuan masyarakat untuk mendukung terwujudnya tindakan atau perilaku sehat.

Suatu masyarakat dikatakan mandiri dalam bidang kesehatan apabila:

1) Mereka mampu mengenali masalah kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan terutama di lingkungan tempat tinggal mereka sendiri. Pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan tentang penyakit, gizi dan makanan, perumahan dan sanitasi, serta bahaya merokok dan zat-zat yang menimbulkan gangguan kesehatan.

2) Mereka mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri dengan menggali potensi-potensi masyarakat setempat.

Page 2: Peran Pendamping Sosial

3) Mampu memelihara dan melindungi diri mereka dari berbagai ancaman kesehatan dengan melakukan tindakan pencegahan.

4) Mampu meningkatkan kesehatan secara dinamis dan terus-menerus melalui berbagai macam kegiatan seperti kelompok kebugaran, olahraga, konsultasi dan sebagainya.

Prinsip pemberdayaan masyarakat

1) Menumbuhkembangkan potensi masyarakat.

2) Mengembangkan gotong-royong masyarakat.

3) Menggali kontribusi masyarakat.

4) Menjalin kemitraan.

5) Desentralisasi.

Peran petugas kesehatan dalam pemberdayaan masyarakat

1) Memfasilitasi masyarakat melalui kegiatan-kegiatan maupun program-program pemberdayaan masyarakat meliputi pertemuan dan pengorganisasian masyarakat.

2) Memberikan motivasi kepada masyarakat untuk bekerja sama dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan agar masyarakat mau berkontribusi terhadap program tersebut.

3) Mengalihkan pengetahuan, keterampilan, dan teknologi kepada masyarakat dengan melakukan pelatihan-pelatihan yang bersifat vokasional.

Ciri pemberdayaan masyarakat

1) Community leader: petugas kesehatan melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat atau pemimpin terlebih dahulu. Misalnya Camat, lurah, kepala adat, ustad, dan sebagainya.

2) Community organization: organisasi seperti PKK, karang taruna, majlis taklim, dan lainnnya merupakan potensi yang dapat dijadikan mitra kerja dalam upaya pemberdayaan masyarakat.

3) Community Fund: Dana sehat atau Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang dikembangkan dengan prinsip gotong royong sebagai salah satu prinsip pemberdayaan masyarakat.

4) Community material : setiap daerah memiliki potensi tersendiri yang dapat digunakan untuk memfasilitasi pelayanan kesehatan. Misalnya, desa dekat kali pengahsil pasir memiliki potensi untuk melakukan pengerasan jalan untuk memudahkan akses ke puskesmas.

5) Community knowledge: pemberdayaan bertujuan meningkatkan pengetahuan masyarakat dengan berbagai penyuluhan kesehatan yang menggunakan pendekatan community based health education.

Page 3: Peran Pendamping Sosial

6) Community technology: teknologi sederhana di komunitas dapat digunakan untuk pengembangan program kesehatan misalnya penyaringan air dengan pasiratau arang.

Masalah teoretis kunci

Pertanyaan yang harus diajukan dalam pendekatan pemberdayaan masyarakat di dalam promosi kesehatan adalah:

Pertama, siapakah masyarakat yang menjadi konteks program ; Pengenalan karakter masyarakat ini penting dan dilatar belakangi oleh bukti-bukti bahwa masyarakat bersifat heterogen dan memiliki energi, waktu, motivasi, dan kepentingan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, dalam sebuah kasus promosi kesehatan, terdapat lokasi-lokasi tertentu yang tidak memiliki ketua RT, misalnya di perumahan yang penghuninya baru pulang setelah jam 8 malam. Dapat diperkirakan bahwa rencana program penyuluhan secara oral kepada mereka akan sulit dilaksanakan. Dengan demikian, pendekatan lain bisa dilakukan misalnya melalui situs jika mereka mudah mengakses internet, atau menggunakan fasilitas mobile messaging.

Pertanyaan kedua berkaitan dengan faktor-faktor apa saja yang sekiranya dapat mempengaruhi pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan penelitian Laverack, faktor-faktor tersebut antara lain partisipasi, kepemimpinan, analisis masalah, struktur organisasi, mobilisasi sumber daya, link (tautan) terhadap yang lain, manajemen program, dan peran dari pihak luar.

Pertanyaan ketiga adalah apakah pemberdayaan masyarakat ini merupakan proses atau merupakan outcome. Dalam hal ini, banyak literatur yang menyebutkan bahwa jawabannya adalah bisa kedua-duanya. Hampir semua bersepakat bahwa pemberdayaan masyarakat adalah proses yang dinamis dan melibatkan berbagai hal, seperti pemberdayaan personal, pengembangan kelompok kecil yang bersama-sama, organisasi masyarakat, kemitraan, serta aksi sosial politik. Sebagai outcome, pemberdayaan merupakan perubahan pada individu maupun komunitas yang bersifat saling mempengaruhi.

Indikator hasil pemberdayaan masyarakat

1) Input, meliputi SDM, dana, bahan-bahan, dan alat-alat yang mendukung kegiatan pemberdayaan masyarakat.

2) Proses, meliputi jumlah penyuluhan yang dilaksanakan, frekuensi pelatihan yang dilaksanakan, jumlah tokoh masyarakat yang terlibat, dan pertemuan-pertemuan yang dilaksanakan.

3) Output, meliputi jumlah dan jenis usaha kesehatan yang bersumber daya masyarakat, jumlah masyarakat yang telah meningkatkan pengetahuan dan perilakunya tentang kesehatan, jumlah anggota keluarga yang memiliki usaha meningkatkan pendapatan keluarga, dan meningkatnya fasilitas umum di masyarakat.

4) Outcome dari pemberdayaan masyarakat mempunyai kontribusi dalam menurunkan angka kesakitan, angka kematian, dan angka kelahiran serta meningkatkan status gizi masyarakat.

III. Kesimpulan

Page 4: Peran Pendamping Sosial

Pemberdayaan masyarakat merupakan sasaran utama dalam promosi kesehatan yang bertujuan untuk memandirikan masyarakat agar mampu memelihara dan meningkatkan status kesehatannya menjadi lebih baik dengan menggunakan prinsip pemberdayaan dimana petugas kesehatan berperan untuk memfasilitasi masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan, kemauan dan kemampuannya untuk memlihara dan meningkatkan status kesehatannnya.

Strategi penggerakan dan pemberdayaan masyarakat yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan, meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang telah disediakan oleh pemerintah, mengembangkan berbagai cara untuk menggali dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat untuk pembangunan kesehatan, mengembangkan berbagai bentuk kegiatan pembangunan kesehatan yang sesuai dengan kultur budaya masyarakat setempat dan mengembangkan manajemen sumber daya yang dimiliki masyarakat secara terbuka (transparan).

Pengertian penggerakan dan pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat persuasif dan melalui memerintah yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahun, sikap, perilaku, dan kemampuan masyarakat dalam menemukan, merencanakan serta memecahkan masalah menggunakan sumber daya/potensi yang mereka miliki termasuk partisipasi dan dukungan tokoh-tokoh masyarakat serta LSM yang ada dan hidup di masyarakat.

Penggerakan dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan akan menghasilkan kemandirian masyarakat di bidang kesehatan dengan demikian penggerakan dan pemberdayaan masyarakat merupakan proses sedangkan kemandirian merupakan hasil, karenanya kemandirian masyarakat di bidang kesehatan bisa diartikan sebagai kemampuan untuk dapat mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada di lingkungannya, kemudian merencanakan dan melakukan cara pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat tanpa tergantung pada bantuan dari luar.

Pembinaan peran serta masyarakat adalah salah satu upaya pengembangan yang berkesinambungan dengan tetap memperhatikan penggerakan dan pemberdayaan masyarakat melalui model persuasif dan tidak memerintah, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, perilaku, dan mengoptimalkan kemampuan masyarakat dalam menemukan, merencanakan, dan memecahkan masalah. Pembinaan lokal merupakan serangkaian langkah yang diterapkan guna menggali, meningkatkan dan mengarahkan peran serta masyarakat setempat. menggunakan sumber daya/potensi yang mereka miliki termasuk partisipasi dan dukungan tokoh-tokoh masyarakat serta LSM yang ada dan hidup di masyarakat.

A. PRINSIP-PRINSIP PENGGERAKAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

1. Menumbuhkembangkan kemampuan masyarakat

Di dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat sebaiknya secara bertahap sedapat mungkin menggunakan sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat, apabila diperlukan bantuan dari luar bentuknya hanya berupa perangsang atau pelengkap sehingga tidak semata-mata bertumpu pada bantuan tersebut.

Page 5: Peran Pendamping Sosial

2. Menumbuhkan dan atau mengembangkan peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan.

Peran serta masyarakat di dalam pembangunan kesehatan dapat diukur dengan makin banyaknya jumlah anggota masyarakat yang mau memanfaatkan pelayanan kesehatan seperti memanfaatkan Puskesmas, Pustu, Polindes, mau hadir ketika ada kegiatan penyuluhan kesehatan, mau menjadi kader kesehatan, mau menjadi peserta Tabulin, JPKM, dan lain sebagainya.

3. Mengembangkan semangat gotong royong dalam pembangunan kesehatan .

Semangat gotong royong yang merupakan warisan budaya masyarakat Indonesia hendaknya dapat juga ditunjukkan dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Adanya semangat gotong royong ini dapat diukur dengan melihat apakah masyarakat bersedia bekerjasama dalam peningkatan sanitasi lingkungan, penggalakan gerakan 3M (Menguras¬, Menutup, Menimbun) dalam upaya pemberantasan penyakit demam berdarah, dan lain sebagainya.

4. Bekerja bersama masyarakat .

Setiap pembangunan kesehatan hendaknya pemerintah/petugas kesehatan menggunakan prinsip bekerja untuk dan bersama masyarakat. Maka akan meningkatkan motivasi dan kemampuan masyarakat karena adanya bimbingan, dorongan, alih pengetahuan dan keterampilan dari tenaga kesehatan kepada masyarakat.

5. Menggalang kemitraan dengan LSM dan organisasi kemasyarakatan yang ada dimasyarakat.

Prinsip lain dari penggerakan dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan adalah pemerintah/tenaga kesehatan hendaknya memanfaatkan dan bekerja sama dengan LSM serta organisasi kemasyarakatan yang ada di tempat tersebut. Dengan demikian upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat lebih berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efisien).

6. Penyerahan pengambilan keputusan kepada masyarakat

Semua bentuk upaya penggerakan dan pemberdayaan masyarakat termasuk di bidang kesehatan apabila ingin berhasil dan berkesinambungan hendaknya bertumpu pada budaya dan adat setempat. Untuk itu penga'mbilan keputusan khususnya yang menyangkut tata cara pelaksanaan kegiatan guna pemecahan masalah kesehatan yang ada di masyarakat hendaknya diserahkan kepada masyarakat, pemerintah/tenaga kesehatan hanya bertindak sebagai fasilitator dan dinamisator. Sehingga masyarakat merasa lebih memiliki tanggung jawab untuk melaksanakannya, karena pada hakekatnya mereka adalah subyek dan bukan obyek pembangunan. dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat lebih berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efisien).

7. Penyerahan pengambilan keputusan kepada masyarakat

Semua bentuk upaya penggerakan dan pemberdayaan masyarakat termasuk di bidang kesehatan apabila ingin berhasil dan berkesinambungan hendaknya bertumpu pada budaya

Page 6: Peran Pendamping Sosial

dan adat setempat. Untuk itu pengambilan keputusan khususnya yang menyangkut tata cara pelaksanaan kegiatan guna pemecahan masalah kesehatan yang ada di masyarakat hendaknya diserahkan kepada masyarakat, pemerintah/tenaga kesehatan hanya bertindak sebagai fasilitator dan dinamisator. Sehingga masyarakat merasa lebih memiliki tanggung jawab untuk melaksanakannya, karena pada hakekatnya mereka adalah subyek dan bukan obyek pembangunan.

B. CIRI-CIRI PENGGERAKAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

1. Upaya yang berlandaskan pada penggerakan dan pemberdayaan masyarakat.

2. Adanya kemampuan/kakuatan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.

3. Kegiatan yang segala sesuatunya diatur oleh masyarakat secara sukarela.

C. KEMAMPUAN KEKUATAN YANG DIMILIKI OLEH MASYARAKAT

1. Tokoh-tokoh masyarakat

Yang tergolong sebagai tokoh masyarakat adalah semua orang yang memiliki pengaruh di masyarakat setempat baik Kampung, Kepala Dusun, Kepala Desa) maupun tokoh non formal (tokoh agama, adat, tokoh pemuda, kepala suku). Tokoh-tokoh masyarakat ini merupakan kekuatan yang sangat besar yang mampu menggerakkan masyarakat di dalam setiap upaya pembangunan.

2. Organisasi kemasyarakatan

Organisasi yang ada di masyarakat seperti TPKK, Lembaga Persatuan Pemuda (LPP), pengajian, dan lain sebagainya merupakan wadah berkumpulnya para angggota dari masing-masing organisasi tersebut, sehingga upaya penggerakan dan pemberdayaan masyarakat akan lebih berhasil guna apabila pemerintah/tenaga kesehatan memanfaatkannya dalam upaya pembangunan kesehatan.

3. Dana masyarakat

Pada golongan masyarakat tertentu, penggalangan dana masyarakat merupakan upaya yang tidak kalah pentingnya. Tetapi pada golongan masyarakat yang tidak ekonominya pra-sejahtera, penggalangan dana masyarakat hendaknya dilakukan sekedar agar mereka merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab terhadap upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatannya. Cara lain yang dapat ditempuh adalah dengan model tabungan-tabungan atflu sistem asuransi yang bersifat subsidi silang.

4. Sarana dan material yang dimiliki masyarakat

Pendayagunaan sarana dan material yang dimiliki oleh masyarakat seperti peralatan, batu kali, bambu, kayu dan lain sebagainya untuk pembangunan kesehatan akan menumbuhkan rasa tanggung jawab dan ikut memillki masyarakat. Kampung, Kepala Dusun, Kepala Desa) maupun tokoh non formal (tokoh agama, adat, tokoh pemuda, kepala suku). Tokoh-tokoh masyarakat ini merupakan kekuatan yang sangat besar yang mampu menggerakkan masyarakat di dalam setiap upaya pembangunan.

Page 7: Peran Pendamping Sosial

5. Pengetahuan masyarakat

Masyarakat memiliki pengetahuan yang bermanfaat bagi pembangunan kesehatan masyarakat, seperti pengetahuan tentang obat tradisional (asli Indonesia), pengetahuan mengenai penerapan teknologi tepat guna untuk pembangunan fasilitas kesehatan di wilayahnya misalnya penyaluran air menggunakan bambu, dll. Pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut akan meningkatkan keberhasilan upaya pembangunan kesehatan.

6. Teknologi yang dimiliki masyarakat

Masyarakat juga telah memiliki teknologi tersendiri dalam memecahkan masalah yang dialaminya, teknologi ini biasanya bersifat sederhana tapi tepat guna. Untuk itu pemerintah sebaiknya memanfaatkan tekonologi yang dimiliki oleh masyarakat tersebut dan apabila memungkinkan dapat memberikan saran teknis guna meningkatkan hasil gunanya.

7. Pengambilan keputusan

Apabila tahapan penemuan masalah dan perencanaan kegiatan pemecahan masalah kesehatan telah dapat dilakukan oleh masyarakat, maka pengambilan keputusan terhadap upaya pemecahan masalahnya akan lebih baik apabila dilakukan oleh masyarakat sendiri. Dengan demikian kegiatan pemecahan masalah kesehatan tersebut akan berkesinambungan karena masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap kegiatan yang mereka rencanakan sendiri.

Dalam memfasilitasi penggerakan dan memberdayaan masyarakat yang perlu diketahui adalah bagaimana mengidentifikasi potensi sumber daya, mencari peluang yang ada di Kampung, Kepala dusun, Kepala desa) maupun tokoh non formal (tokoh agama, adat, tokoh pemuda, kepala suku). Tokoh-tokoh masyarakat ini merupakan kekuatan yang sangat besar yang mampu menggerakkan masyarakat di dalam setiap upaya pembangunan.

D. PEMBINAAN DUKUN BAYI

1. Pengertian

a. Dukun bayi adalah seorang anggota masyarakat pada umumnya seorang wanita yang mendapat kepercayaan serta memiliki ketrampilan menolong persalinan secara turun menurun, belajar secara praktis atau cara lain yang menjurus kearah peningkatan ketrampilan tersebut serta memiliki petugas kesehatan.

b. Pembinaan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang, masyarakat, pemerintah dalam rangka meningkatkan keterampilan dan mempersempit kewenangan sesuai dengan fungsi dan tugasnya.

c. Kemitraan adalah kerjasama yang didasarkan atas kesepakatan¬ kesepakatan bersama antara beberapa pihak yang terkait.

2. Peran Dukun Bayi

Perbedaan antara peran dukun bayi jaman sekarang dan jaman dulu.

Page 8: Peran Pendamping Sosial

a. Jaman Dahulu

1) Melakukan pemeriksaan ibu hamil.

2) Menolong persalinan.

3) Merawat ibu nifas dan bayi.

4) Menganjurkan ibu hamil dan nifas untuk berpantang makanan tertentu.

5) Melarang ibu untuk ber KB sebelum 7 bulan pasca persalinan.

6) Melarang bayi diimunisasi.

b. Jaman Sekarang.

1) Merujuk ibu hamil ke petugas kesehatan.

2) Merujuk ibu bersalin ke petugas kesehatan dan tidak boleh menolong persalinan.

3) Membantu merawat ibu nifas dan bayi.

4) Melarang ibu berpantang makanan tertentu sesuai dengan petunjuk kesehatan.

5) Memotivasi ibu untuk segera berKB, ASI eklusif dan segera imunisasi.

3. Tujuan Pembinaan dan Kemitraan Dukun Bayi dan Bidan

Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia utamanya mempercepat penurunan AKI dan AKB.

4. Manfaat Pembinaan dan Kemitraan Dukun Bayi

a. Meningkatkan mutu ketrampilan dukun bayi dalam memberikan pelayanan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

b. Meningkatkan ke~asama antara dukun bayi dan bidan.

c. Meningkatkan cakupan persalinan dengan petugas kesehatan.

5. Program pembinaan dukun bayi meliputi :

a. Fase I : Pendaftaran dukun

1) Semua dukun yang berpraktek didaftar dan diberikan tanda terdaftar.

2) Dilakukan assesment mengenai pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka dalam penanganan kehamilan dan persalinan.

b. Fase II : Pelatihan

Page 9: Peran Pendamping Sosial

1) Dilakukan pelatihan sesuai dengan hasil assesment.

2) Diberikan sertifikat.

3) Dilakukan penataan kembali tugas dan wewenang dukun dalam pelayanan kesehatan ibu.

4) Yang tidak dapat sertifikat tidak diperkenankan praktek.

c. Fase III : Pelatihan oleh tenaga terlatih

1) Persalinan hanya boleh ditolong oleh tenaga terlatih.

2) Pendidikan bidan desa diprioritaskan pada anak/keluarga dukun.

Referensi :

Depkes. (2007). Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan Pengembangan Desa Siaga. Depkes. Jakarta.

Depkes RI. (2007) Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes RI. (2006). Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.

Effendy Nasrul. (1998). Dasar – Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

Syahlan, J.H. (1996). Kebidanan Komunitas. Yayasan Bina Sumber Daya Kesehatan.

Marasabessy, N.B,. (2007). Program pemberdayaan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pemberantasan malaria di kabupaten Maluku tengah.pdf. Universitas Gadjah Mada.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi kesehatan & ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

Wass, A. (1995). Promoting health: the primary health approach. Toronto: W.B. Sanders.

Page 10: Peran Pendamping Sosial

 PENDAMPINGAN SOSIAL DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN: KONSEPSI DAN STRATEGI

PENDAMPINGAN SOSIAL DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN: KONSEPSI DAN STRATEGI

Oleh Edi Suharto, PhD

 Dosen STKS, UNPAS dan UNLA Bandung. International Policy Analyst,

 Centre for Policy Studies (CPS), Central European University, Hungary)

 

PENDAMPINGAN SOSIAL

       Pemberdayaan masyarakat dapat didefinisikan sebagai tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimilikinya. Dalam kenyataannya, seringkali proses ini tidak muncul secara otomatis, melainkan tumbuh dan berkembang berdasarkan interaksi masyarakat setempat dengan pihak luar atau para pekerja sosial baik yang bekerja berdasarkan dorongan karitatif maupun perspektif profesional. Para pekerja sosial ini berperan sebagai pendamping sosial. 

         Masyarakat miskin seringkali merupakan kelompok yang tidak berdaya baik karena hambatan internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari lingkungannya. Pendamping sosial kemudian hadir sebagai agen perubah yang turut terlibat membantu memecahkan persoalan yang dihadapi mereka. Pendampingan sosial dengan demikian dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara kelompok miskin dan pekerja sosial untuk secara bersama-sama menghadapi beragam tantangan seperti; (a) merancang program perbaikan kehidupan sosial ekonomi, (b) memobilisasi sumber daya setempat (c) memecahkan masalah sosial, (d) menciptakan atau membuka akses bagi pemenuhan kebutuhan, dan (e) menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang relevan dengan konteks pemberdayaan masyarakat. 

        Pendampingan sosial sangat menentukan kerberhasilan program penanggulangan kemiskinan. Mengacu pada Ife (1995), peran pendamping umumnya mencakup tiga peran utama, yaitu: fasilitator, pendidik, perwakilan masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat miskin yang didampinginya. 

 1. Fasilitator. Merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motivasi, kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat. Beberapa tugas yang berkaitan dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus bersama, serta melakukan pengorganisasian dan pemanfaatan sumber.

 2. Pendidik. Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat yang didampinginya. Membangkitkan kesadaran masyarakat, menyampaikan informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan peran pendidik.

Page 11: Peran Pendamping Sosial

 3. Perwakilan masyarakat. Peran ini dilakukan dalam kaitannya dengan interaksi antara pendamping dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan demi kepentingan masyarakat dampingannya. Pekerja sosial dapat bertugas mencari sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan media, meningkatkan hubungan masyarakat, dan membangun jaringan kerja.

 4. Peran-peran teknis. Mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat praktis. Pendamping dituntut tidak hanya mampu menjadi ‘manajer perubahan” yang mengorganisasi kelompok, melainkan pula mampu melaksanakan tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti; melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi, memberi konsultasi, dan mencari serta mengatur sumber dana.

 

DIMENSI DAN INDIKATOR KEMISKINAN

         Berdasarkan definisi kemiskinan dan fakir miskin dari BPS dan Depsos (2002), jumlah penduduk miskin pada tahun 2002 mencapai 35,7 juta jiwa dan 15,6 juta jiwa (43%) diantaranya masuk kategori fakir miskin. Secara keseluruhan, prosentase penduduk miskin dan fakir miskin terhadap total penduduk Indonesia adalah sekira 17,6 persen dan 7,7 persen. Ini berarti bahwa secara rata-rata jika ada 100 orang Indonesia berkumpul, sebanyak 18 orang diantaranya adalah orang miskin, yang terdiri dari 10 orang bukan fakir miskin dan 8 orang fakir miskin (Suharto, 2004:3). 

 Pengertian Kemiskinan 

 · Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos, 2002:3).

 · Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (BPS dan Depsos, 2002:4).

 · Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi pendapatan dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntunan non-material yang diterima oleh seseorang. Secara luas kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat (SMERU dalam Suharto dkk, 2004).

 · Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan (Depsos, 2001).

Page 12: Peran Pendamping Sosial

 · Kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi: (a) modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan), (b) sumber keuangan (pekerjaan, kredit), (c) organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial), (d) jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa, (e) pengetahuan dan keterampilan, dan (f) informasi yang berguna untuk kemajuan hidup (Friedman dalam Suharto, dkk.,2004:6).

 Dimensi Kemiskinan 

 Kemiskinan merupakan fenomena yang berwayuh wajah. David Cox (2004:1-6) membagi kemiskinan kedalam beberapa dimensi: 

 · Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan pemenang dan pengkalah. Pemenang umumnya adalah negara-negara maju. Sedangkan negara-negara berkembang seringkali semakin terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi.

 · Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsisten (kemiskinan akibat rendahnya pembangunan), kemiskinan pedesaan (kemiskinan akibat peminggiran pedesaan dalam proses pembangunan), kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang sebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan).

 · Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak, dan kelompok minoritas.

 · Kemiskinan konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk.

 Menurut SMERU (2001), kemiskinan memiliki berbagai dimensi: 

 · Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan).

 · Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).

 · Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).

 · Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.

 · Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan sumber alam.

 · Tidak dilibatkannya dalam kegiatan sosial masyarakat.

 · Tidak adanya akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.

 · Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

Page 13: Peran Pendamping Sosial

 · Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak telantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil)(Suharto, dkk, 2004:7-8).

 DIMENSI DAN INDIKATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 

 Salah satu pendekatan yang kini sering digunkan dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan mengangkat harkat martabat keluarga miskin adalah pemberdayaan masyarakat. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena memberikan perspektif positif terhadap orang miskin. Orang miskin tidak dipandang sebagai orang yang serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat, kurang dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan belaka. Melainkan sebagai orang yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk perbaikan hidupnya. Konsep pemberdayaan memberi kerangka acuan mengenai matra kekuasaan (power) dan kemampuan (kapabilitas) yang melingkup aras sosial, ekonomi, budaya, politik dan kelembagaan. 

 Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol. Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai sesuatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah. Kekuasaan sesungguhnya tidak terbatas pada pengertian di atas. Kekuasaan tidak vakum dan terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antar manusia. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal: (1) Bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun; dan (2) Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.

 Pengertian Pemberdayaan 

 · Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung (Ife, 1995: 56).

 · Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial (Swift dan Levin (1987: xiii).

 · Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya (Rappaport, 1984: 3).

 · Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parsons, et al., 1994:106).

Page 14: Peran Pendamping Sosial

 · Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah, untuk (a) memiliki akses terhadap sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-baran dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (b) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.

 Beragam definisi pemberdayaan menjelaskan bahwa pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagi tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses. 

 Indikator Pemberdayaan 

 Agar para pendamping mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan, maka perlu diketahui berbagai indikator yang dapat menunjukkan seseorang itu berdaya atau tidak. Sehingga ketika pendampingan sosial diberikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan (keluarga miskin) yang perlu dioptimalkan. Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index atau indeks pemberdayaan (Girvan, 2004): 

 · Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah tetangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian.

 · Kemampuan membeli komoditas ‘kecil’: kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak tanah, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, sabun mandi, rokok, bedak, sampo). Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.

 · Kemampuan membeli komoditas ‘besar’: kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator di atas, poin tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin pasangannya; terlebih jika ia dapat membeli barang-barang tersebut dengan menggunakan uangnya sendiri.

 · Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputuan rumah tangga: mampu membuat keputusan secara sendiri mapun bersama suami/istri mengenai keputusan-keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, pembelian kambing untuk diternak, memperoleh kredit usaha.

Page 15: Peran Pendamping Sosial

 · Kebebasan relatif dari dominasi keluarga: responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang (suami, istri, anak-anak, mertua) yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa ijinnya; yang melarang mempunyai anak; atau melarang bekerja di luar rumah.

 · Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desa/kelurahan; seorang anggota DPRD setempat; nama presiden; mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris.

 · Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes: seseorang dianggap ‘berdaya’ jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya, terhadap suami yang memukul istri; istri yang mengabaikan suami dan keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah.

 · Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, asset produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya.

 Keberhasilan pemberdayaan keluarga miskin dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis jenis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu: ‘kekuasaan di dalam’ (power within), ‘kekuasaan untuk’ (power to), ‘kekuasaan atas’ (power over), dan ‘kekuasaan dengan’ (power with). Tabel 1 di bawah ini memperlihatkannya. 

 PENDAMPINGAN SOSIAL SEBAGAI STRATEGI PEMBERDAYAAN 

 Bagi para pekerja sosial di lapangan, kegiatan pemberdayaan di atas dapat dilakukan melalui pendampingan sosial. Terdapat lima kegiatan penting yang dapat dilakukan dalam melakukan pendampingan sosial: 

 1. Motivasi. Keluarga miskin dapat memahami nilai kebersamaan, interaksi sosial dan kekuasaan melalui pemahaman akan haknya sebagai warga negara dan anggota masyarakat. Rumah tangga miskin perlu didorong untuk membentuk kelompok yang merupakan mekanisme kelembagaan penting untuk mengorganisir dan melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat di desa atau kelurahannya. Kelompok ini kemudian dimotivasi untuk terlibat dalam kegiatan peningkatan pendapatan dengan menggunakan sumber-sumber dan kemampuan-kemampuan mereka sendiri.

 2. Peningkatan kesadaran dan pelatihan kemampuan. Peningkatan kesadaran masyarakt dapat dicapai melalui pendidikan dasar, pemasyarakatan imunisasi dan sanitasi. Sedangkan keterampilan-keterampilan vokasional bisa dikembangkan melalui cara-cara partsipatif. Pengetahuan lokal yang biasanya diperoleh melalui pengalaman dapat dikombinasikan dengan pengetahuan dari luar. Pelatihan semacam ini dapat membantu masyarakat miskin untuk menciptakan matapencaharian sendiri atau membantu meningkatkan keahlian mereka untuk mencari pekerjaan di luar wilayahnya.

 3. Manajemen diri. Kelompok harus mampu memilih pemimpin mereka sendiri dan mengatur kegiatan mereka sendiri, seperti melaksanakan pertemuan-pertemuan, melakukan

Page 16: Peran Pendamping Sosial

pencatatan dan pelaporan, mengoperasikan tabungan dan kredit, resolusi konflik dan manajemen kepemilikan masyarakat. Pada tahap awal, pendamping dari luar dapat membantu mereka dalam mengembangkan sebuah sistem. Kelompok kemudian dapat diberi wewenang penuh untuk melaksanakan dan mengatur sistem tersebut.

 4. Mobilisasi sumber. Merupakan sebuah metode untuk menghimpun sumber-sumber individual melalui tabungan reguler dan sumbangan sukarela dengan tujuan menciptakan modal sosial. Ide ini didasari pandangan bahwa setiap orang memiliki sumbernya sendiri yang, jika dihimpun, dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi secara substansial. Pengembangan sistem penghimpunan, pengalokasian dan penggunaan sumber perlu dilakukan secara cermat sehingga semua anggota memiliki kesempatan yang sama. Hal ini dapat menjamin kepemilikan dan pengelolaan secara berkelanjutan.

 5. Pembangunan dan pengembangan jaringan. Pengorganisasian kelompok-kelompok swadaya masyarakat perlu disertai dengan peningkatan kemampuan para anggotanya membangun dan mempertahankan jaringan dengan berbagai sistem sosial di sekitarnya. Jaringan ini sangat penting dalam menyediakan dan mengembangkan berbagai akses terhadap sumber dan kesempatan bagi peningkatan keberdayaan masyarakat miskin.

 Dalam kaitannya dengan masyarakat miskin, lima aspek pemberdayaan di atas dapat dilakukan melalui lima strategi pemberdayaan yang dapat disingkat menjadi 5P, yaitu: Pemungkinan, Penguatan, Perlindungan, Penyokongan dan Pemeliharaan (Suharto, 1997:218-219): 

 1. Pemungkinan: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat miskin berkembang secara optimal. Pemberdayaan harus mampu membebaskan masyarakat miskin dari sekat-sekat kultural dan struktural yang menghambat.

 2. Penguatan: memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat miskin dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan harus mampu menumbuh-kembangkan segenap kemampuan dan kepercayaan diri masyarakat miskin yang menunjang kemandirian mereka.

 3. Perlindungan: melindungi masyarakat terutama kelompok-kelompok lemah agar tidak tertindas oleh kelompok kuat, menghindari terjadinya persaingan yang tidak seimbang (apalagi tidak sehat) antara yang kuat dan lemah, dan mencegah terjadinya eksploitasi kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Pemberdayaan harus diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil.

 4. Penyokongan: memberikan bimbingan dan dukungan agar masyarakat miskin mampu menjalankan peranan dan tugas-tugas kehidupannya. Pemberdayaan harus mampu menyokong masyarakat miskin agar tidak terjatuh ke dalam keadaan dan posisi yang semakin lemah dan terpinggirkan.

 5. Pemeliharaan: memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.