PERAN PEMERINTAH DESA DALAM PEMETAAN DAN …digilib.unila.ac.id/37318/3/SKRIPSI TANPA BAB...
-
Upload
hoangthuan -
Category
Documents
-
view
234 -
download
1
Transcript of PERAN PEMERINTAH DESA DALAM PEMETAAN DAN …digilib.unila.ac.id/37318/3/SKRIPSI TANPA BAB...
PERAN PEMERINTAH DESA DALAM PEMETAAN DAN PENDATAAN
DESA RAWAN NARKOBA
(Studi Desa Kejadian Kecamataan Tegineneng Kabupaten Pesawaran)
(Skripsi)
Oleh
RANGGA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PERAN PEMERINTAH DESA DALAM PEMETAAN DAN PENDATAAN
DESA RAWAN NARKOBA
(Studi Pada Desa Kejadian Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran)
Oleh:
Rangga
Masalah Narkotika dan Obat-obatan terlarang (narkoba) saat ini sudah menjadi
masalah yang akut di dalam masyarakat. Saat ini, di Indonesia, masalah
penyalahgunaan narkotika sangat memprihatinkan. Terdapat 42 warga kejadian
yang wajib dibina Jumlah kasus penyalahgunaan narkotika disetiap tahunnya
selalu mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat pada table dibawah ini : 2015
sebanyak 1.251 orang, 2016 sebanyak 1.682 orang, 2017 1.966 orang. Salah satu
daerah yang tingkat narkobanya tinggi adalah Desa Kejadian Kecamatan
Tegineneng Kabupaten Pesawaran, peneliti memiliki tujuan untuk menjawab
bagaimana Peran Pemerintah Desa Dalam Pemetaan dan Pendataan Desa Rawan
Narkoba. Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode kualitatif, teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara,observasi dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Peran Pemerintah Desa Kejadian Dalam
Mewujudkan Zona Anti Narkoba Sudah berhasil karena: 1. Upaya pendataan dan
pemetaan sudah dilakukan, oleh Pemerintah Desa dan Polda Lampung, ini sudah
sesuai dengan tugas pemerintah desa. 2. Upaya pembinaan serta pemasangan
spanduk-spanduk dan sticker sudah dilakukan dengan baik oleh pemerintah.
Pemerintah desa telah menjalankan upaya tersebut dengan benar, upaya
pendataan, pemetaan, pembinaan serta pemasangan spanduk- sapanduk dan
seticker, hal ini didukung dengan dokumen yang ada dilaporan desa serta Reserse
Narkoba Polda Lampung. Berdasarkan upaya yang telah dilakukan pemerintah
desa, tingkat pemakai dan pengedar di desa tersebut menjadi berkurang bahkan
hampir tidak ada lagi, ditahun 2018 tidak ada lagi penggerebekan serta
penangkapan di Desa Kejadian.
Kata Kunci : Peran Pemerintah Desa, Zona Anti Narkoba, Pemetaan dan
Pendataan
ABSTRACT
THE ROLE OF THE VILLAGE GOVERNMENT IN MAPPING AND
ADMINISTRATION OF DRUG VILLAGES
(Study in Kejadian Village, Tegineneng Subdistrict, Pesawaran District)
By:
Rangga
Narcotics and illegal drugs problems are now an acute problem in society. This
period in Indonesia, problem of narcotics abuse is very concerning. There are 42
residents who are obliged to be fostered. The number of narcotics abuse cases in
every year has always increased, it can be seen in the table below through many
year: in 2015 there were 1,251 people, in 2016 there were 1,682 people, and 2017
for about 1,966 people fall through this case. One of the areas with high levels of
narcotics is Kejadian Village, Tegineneng Subdistrict, Pesawaran District, the
researchers have a purpose to answer how the Role of the Village Government in
Mapping and Data Collection of Narcotics-prone Villages. The method used in
this study is a qualitative method, data collection techniques are carried out by
means of interviews and documentation. The results of this study indicate that the
Role of the Village Government of Events in Realizing the Anti Narcotics Zone
has been successful because: 1. The data collection and mapping efforts have been
carried out, by the Lampung Village and Polda Government, this is in accordance
with the task of the village government. 2. Guidance and installation of banners
and stickers has been done well by the government. The village government has
carried out these efforts correctly, efforts to collect, map, guide and install banners
and labels, this is supported by the documents in the village reports and the
Lampung Police Narcotics Investigation. Based on the efforts that have been
made by the village government, the level of users and dealers in the village has
decreased even almost no longer, in 2018 there were no more raids and arrests in
the Village of Genesis.
Keywords: Role of Village Government, Anti Narcotics Zone, Mapping and
Data Collection
PERAN PEMERINTAH DESA DALAM PEMETAAN DAN PENDATAAN
DESA RAWAN NARKOBA
(Studi Desa Kejadian Kecamataan Tegineneng Kabupaten Pesawaran)
Oleh
Rangga
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA ILMU PEMERINTAHAN
Pada
Jurusan Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Rangga beragama Islam lahir di Kotabumi
Lampung Utara pada tanggal 18 April 1994. Penulis
merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan
bapak Muhammad Rizani, SE.MM. dan Ibu Yuliyantini.
Penulis mengenyam pendidikan di taman kanak-kanak
Muslimin kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2001. Pada Tahun 2007 penulis
menyelesaikan pendidikan pada Sekolah dasar Negeri (SDN) 02 Kampung Baru
Kotabumi dan melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama
(SMPN) 06 Kotabumi yang diselesaikan pada tahun 2010, setelah itu
menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) YP Unila Bandar
Lampung pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis menjadi mahasiswa Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, Penulis Mengambil Jurusan
Ilmu Pemerintahan Program Studi Sarjana (SI).
MOTO
Sesungguhnya ALLAH menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
Berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum
diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
(QS. An-Nisa : 58)
Sebuah hidup yang tenang dan sederhana akan membawa lebih banyak
kebahagian ketimbang terus menerus mengejar sukses namun selalu diliputi
kegelisahan.
(Albert Einstein)
Jangan katakan “masih ada waktu” atau “nanti saja” lakukan segera dan
gunakan waktumu dengan bijaksana.
(Rangga)
SANWACANA
Segala puji hanyalah bagi Allah SWT atas nikmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat
menyusun skripsi yang berjudul “Peran Pemerintah Desa Dalam Pemetaan dan Pendataan
Desa Rawan Narkoba “ sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu
Pemerintahan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sebagai akibat dari
keterbatasan yang ada pada diri penulis.
Pada kesempatan ini, penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telas banyak
membantu dalam penyusunan skripsi ini antara lain, yaitu:
1. Bapak Dr. Syarief Makhya selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas
Lampung.
2. Bapak Drs.R. Sigit Krisbintoro, M.IP. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas
Ilmu Politik Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Hi. Aman Toto, D,M.H. dan bapak Budi Harjo, S.Sos.M.IP. selaku
pembimbing yang telah sabar membimbing dan memberikan saran demi terciptanya
skripsi ini. Terima kasih semangat dan motivasi sehingga penulis mampu menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP. selaku pembahas dosen yang telah memberikan
kritik, saran dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen dan Staff Ilmu Pemerintahan FISIP Unila, terima kasih atas ilmu dan
waktu yang telah di berian kepada penulis selama di jurusan Ilmu Pemerintahan.
6. Orang yang selalu memberikan perhatian, semangat dan dukungan moral maupun
material kedua orang tua bapak dan umi serta abang dan aying, terima kasih banyak atas
semua yang telah diberikan kepada saya.
7. Teman –teman seperjuanganku Yones, Riki, Oca, Qibil, Hesti, terima kasih telah
membantu serta memberikan semangat untuk saya dalam mengerjakan sekripsi ini.
Teman-teman kobumsqued Syva, lania, cana, atika dinda, dilla, adon, ari, ook, ara,
Nabila, terima kasih karna telah memberikan dukungan yang tidak henti dan sudah susah
payah mau menemani saya dalam segala hal semoga kita semua mendapat masa depan
yang cerah AMIN.
8. Teman-teman kampusku jejen, ciw, aldo, dani, ardy, iqbal, ika, lusita, ridwan, irwansyah,
darma , abdi, serta seluruh teman-teman angkatan 2013 yang tidak mungkin saya
sebutkan satu persatu, semoga kita bertemu dalam kesuksesan AMIN.
9. Teman –teman SMA Dini, Ayu D, Ayu W, Ridho, terimakasih sudah mau disibukan
dengan urusan skripsi sy, semoga kita sukses selalu.
10. Teman Sekelompok KKN Desa Sidorejo Selama 40 hari (namuri, widi, fajar, della, anisa,
bara) semoga KKN kita menjadi cerita yang indah di masa tua AMIN.
Semoga Allah SWT membalas amal baik kita semua dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat.
Bandar Lampung, 12 Oktober 2018
Rangga
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. i
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 14
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 15
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 15
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Peran ................................................................................... 16
B. Tinjauan Tentang Pemerintah Desa ................................................... 19
1. Pemerintah Desa ........................................................................ 19
2. Pengertian Desa .......................................................................... 21
3. Tinjauan Tentang Otonomi Desa ................................................. 22
C. Tinjauan Tentang Narkoba ................................................................ 26
1. Jenis-Jenis Narkoba .................................................................... 30
2. Bahaya Penyalahgunaan Narkoba .............................................. 34
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Narkoba ........ 36
4. Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba ........................... 38
5. Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba .................... 44
D. Kerangka Pikir .................................................................................. 44
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian ................................................................................... 48
B. Fokus Penelitian ................................................................................. 49
C. Lokasi Penelitian ................................................................................ 50
D. Jenis Data ........................................................................................... 51
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 53
F. Informan ............................................................................................. 54
G. Teknik Analisis Data.......................................................................... 55
H. Teknik Keabsahan Data ..................................................................... 56
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian ................................................................................ 59
B. Situasi dan kondisi Desa Kejadian ..................................................... 59
1. Luwas Wilayah Desa Kejadian ................................................... 59
2. Penduduk ................................................................................... 59
3. Pendidikan ................................................................................. 60
4. Potensi Desa ............................................................................... 60
5. Tugas Kepala Desa .................................................................... 61
6. Zona Anti Narkoba .................................................................... 62
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .................................................................................. 72
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................................ 81
B. Saran .................................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Data Kasus Narkoba............................................................................ 8
Tabel 2 Data Desa ............................................................................................ 10
Tabel 3 Data Informan ..................................................................................... 54
Tabel 4 Profil Informan .................................................................................... 73
Tabel 5 Triangulasi ......................................................................................... 83
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kerangka Pikir................................................................................. 46
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Data Kasus Narkoba............................................................................ 8
Tabel 2 Data Desa ............................................................................................ 10
Tabel 3 Data Informan ..................................................................................... 54
Tabel 4 Profil Informan .................................................................................... 73
Tabel 5 Triangulasi ......................................................................................... 83
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kerangka Pikir................................................................................. 46
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) bukan lagi hal yang
tabu bagi masayarakat Indonesia saat ini. Narkotika terdiri dari zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi
sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan, apabila narkotika tersebut digunakan tanpa
pembatasan dan pengawasan yang seksama dapat membahayakan kesehatan
bahkan jiwa pemakainya. (Jurnal : Makarao. Muh. Taufik. Tindak Pidana
Narkotika. 2003).
Proses produksi, permintaan, dan perdagangan narkotika dan obat-obatan
berbahaya lainnya (narkoba) ilegal menjadi ancaman bagi kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat. Selain dapat memengaruhi stabilitas ekonomi, juga
memiliki dampak buruk bagi tata kehidupan sosial masyarakat yang
berbudaya. Perdagangan narkoba ilegal juga memberikan keuntungan
finansial bagi pihak-pihak tertentu, serta mendorong munculnya kejahatan
trans-nasional. Dengan demikian, kepemilikan, penanaman, dan pembelian,
narkoba ilegal merupakan kasus kriminal yang memerlukan tindakan hukum.
2
Penyelundupan narkoba bukan saja dikategorikan sebagai isu domestik. Saat
ini, pemberantasan narkoba ilegal sudah menjadi bagian penting dalam
agenda internasional. (Jurnal: Kartaatmaja. Menuju ASEAN Bebas Narkoba
2015. 2014).
Narkoba berperan besar dalam proses penghancuran sebuah negara. Efeknya
sangat buruk sehingga pecandu narkoba sering disebut sebagai just
generation. Biasanya mereka yang sudah mengkonsumsi narkoba sangat
sedikit yang bisa melepaskan diri dari narkoba atau sangat tergantung pada
barang haram tersebut. Pada saat krisis seperti sekarang ini narkoba menjadi
obat penenang sehingga bisa menjadi sarana orang untuk melupakan
kesusahan yang dirasakan. Barang terlarang itu seringkali muncul dalam obat
yang mengandung zat adiktif. Maraknya peredaran narkoba membuat
Presiden Jokowi menyatakan bahwa Indonesia Darurat Narkoba. Pernyataan
ini bermakna sangat dalam. Menggambarkan keseriusan permasalahan yang
dihadapi Bangsa Indonesia. Makna darurat bisa diartikan harus segera
ditangani, dan akan mengakibatkan masalah yang serius apabila tidak segera
diatasi. (sumber:http://jogja.tribunnews.com/2017/09/24/indonesia-darurat-
narkoba).
Peredaran Gelap dan Penyalahgunaan Narkoba di lndonesia semakin
mengkhawatirkan, berbagai macam dampak buruknya dapat mengancam
generasi muda dan masa depan bangsa lndonesia. Tahun 2015 diperkirakan
angka prevalensi pengguna narkoba mencapai 5,1 juta orang dan angka
kematian akibat penyalahgunaan narkoba. Kondisi ini dinilai akan semakin
3
merusak moral para pelajar dan generasi muda (sumber:
https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/08/22/ocayad384-
penyalahgunaan-narkoba-di-indonesia-mengerikan).
Hasil survei yang dilakukan oleh BNN (Badan Narkotika Nasional) dan Pusat
Penelitian Kesehatan (Puslitkes) UI tahun 2008 diperoleh angka prevalensi
mencapai 1,9% dan pada tahun 2011 meningkat hingga 2,2% atau lebih
kurang 4 juta penduduk Indonesia usia 10 sampai dengan 60 tahun sebagai
penyalahguna narkotika. Pada tahun 2011 data dari United Nation Office on
Drugs and Crime (UNODC) diperkirakan bahwa antara 167 juta sampai 315
juta atau3,6% sampai dengan 6,9%penduduk dunia usia 15-64 tahun
menggunakan narkotika minimal sekali dalam setahun. Perlu kita waspadai
meningkatnya narkotika jenis baru atau New Psychoactive Substances (NPS)
di dunia, dimana saat ini terdapat 354 jenis NPS dan di Indonesia ditemukan
29 NPS. Tahun 2017 juga terdapat narkotika jenis baru yaitu Gorila danflakka
(sumber: https://www.merdeka.com/peristiwa/budi-waseso-penyalahgunaan-
narkoba-sudah-menjalar-ke-sd-sampai-sma.html).
Jenis Narkotika yang paling banyak disalah gunakan adalah ganja, shabu dan
ekstasi. Jenis Narkotika tersebut sangat terkenal bagi pelajar/mahasiswa,
pekerja, dan rumah tangga. Sebagian besar penyalahgunaan berada pada
kelompok coba pakai terutama pada kelompok pekerja. Alasan penggunaan
Narkotika karena pekerjaan yang berat, kemampuan social ekonomi, dan
tekanan lingkungan teman kerja merupakan factor pencetus terjadinya
4
penyalahgunaan Narkotika pada kelompok pekerja. (Mastufa. Rizka.
Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika di Kabupaten Pesawaran. 2017).
Dalam dunia medis, penggunaan narkoba dalam proses pengobatan bukan
merupakan pelanggaran hukum. Tetapi ketika digunakan tanpa pengawasan
yang tepat, narkoba dapat menyebabkan ketergantungan atau kecanduan,
merusak organ tubuh, mengganggu kemampuan berpikir seseorang dan
mengakibatkan kerusakan mental. Penyalahgunaan narkoba juga dapat
menyebabkan kematian. Dampak yang lebih luas akibat penggunaan narkoba
ilegal adalah berkurangnya produktivitas masyarakat dan meningkatnya
jumlah kejahatan. (Kartaatmaja : 2014).
Korban penyalahgunaan narkoba di lndonesia semakin bertambah dan tidak
terbatas pada kalangan kelompok masyarakat yang mampu, mengingat harga
narkoba yang tinggi, tetapi juga sudah merambah ke kalangan masyarakat
ekonomi rendah. Tidak hanya di kota, bahkan kampung dan hingga pelosok
desa. Masalah penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang sangat
kompleks dan memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif
dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta
masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
konsekuen, dan konsisten. Meskipun dalam kedokteran sebagian besar
narkoba masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau
digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi
bila disertai peredaran di jalur ilegal akan berakibat sangat merugikan bagi
individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. (sumber:
5
http://mediaindonesia.com/read/detail/144732-indonesia-darurat-narkotika-
2018-ini-faktanya).
Peredaran narkoba di Indonesia menjadi ancaman yang serius bagi
masyarakat. Hal tersebut terekam dalam hasil survei Litbang Kompas pada 2-
4 Agustus 2017 lalu. Sebanyak 88,4 persen responden menganggap peredaran
narkoba sudah pada tahap sangat mengancam ketahanan bangsa. Sementara
itu, sebanyak 7,5 persen responden menjawab bahwa peredaran narkoba
mengancam, namun masih tahap awal. Sebanyak 2,8 persen responden
lainnya menyatakan tidak mengancam, dan 1,3 persen responden menjawab
tidak tahu atau tidak menjawab. Selain itu, pada survei, sebanyak 51,5
responden mengaku memiliki kerabat atau anggota keluarga yang pernah
menyalahgunakan narkoba. Data BNN menyebutkan, dua dari 100 pelajar dan
mahasiswa di Indonesia menggunakan narkoba. Terpaparnya pecandu
narkoba berusia muda ini jadi ancaman yang serius dan berpotensi merusak
semangat dan mental generasi muda membangun bangsa, Generasi muda
yang mengonsumsi psikotropika tak akanbisa produktif karenasistem saraf
otaknya rusak. (sumber: https://kompas.id/baca/utama/2018/03/01/rp-64-
triliun-hasil-narkoba/).
Berdasarkan survei lanjutan BNN, sebagian besar responden, yaitu 31,6
persen, menganggap kondisi darurat narkoba tersebut akibat pengaruh gaya
hidup dan pergaulan. Gaya hidup bebas serta perkembangan teknologi
informasi membuat peredaran mudah luput dari pengawasan. Sementara itu,
25,5 persen responden menganggap narkoba masih menjadi ancaman karena
6
aparat hukum belum maksimal. Selebihnya berpendapat bahwa hal ini karena
minimnya pendidikan bahaya narkoba (6,4 persen), peredaran narkoba masih
bebas (6,4 persen), aturan hukum kurang mendukung (5,8 persen), hukuman
tidak memberi efek jera (4,9), serta alasan lainnya (11,3 persen). Peredaran
narkoba berkembang dengan di dukung oleh lokasi tempat yang strategis
sebagai jalur lalu lintas seperti halnya kota Medan yang merupakan jalur
masuk lalu lintas yang dekat dengan Malaysia maupun Singapura. (sumber:
https://kompas.id/baca/utama/2018/03/01/rp-64-triliun-hasil-narkoba/).
Pada tahun 2012 lalu, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Banten
menangkap empat orang yang sedang mengonsumsi sabu dan ganja di sebuah
apartemen di Tangerang. Mereka adalah seorang pilot, pramugara, pramugari,
dan seorang ibu rumah tangga. Pada pertengahan 2011, Muhammad Nasri
pilot Lion Air, membuat pengakuan yang mengagetkan. Nasri mengaku
sering mengonsumsi narkotika saat melaksanakan tugas di udara. Nasri
tertangkap basah tengah berpesta sabu bersama rekannya yang merupakan
kopilot, Husni Thamrin dan Imron. Ketiganya dibekuk di Apartemen The
Colour, Modernland, Kota Tangerang atas kepemilikan dan penggunaan
narkotika jenis sabu dan 4 butir ekstasi (Britagar.id : 2015)
Salah satu upaya serta bentuk perhatian pemerintah demi mengefektifkan
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana narkotika yang terjadi di
Indonesia adalah dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika sebagai perubahan atas UU Nomor 35 Tahun 1997.
Telah disebutkan dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika (Pasal 7) bahwa “Narkotika hanya dapat digunakan untuk
7
kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan serta
teknologi”, oleh karena itu, segala kegiatan penggunaan narkotika, baik itu
menanam, memelihara, menyediakan, memiliki, atau menyimpan, dalam
penggunaannya bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan maupun
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dengan
jelas hal tersebut dilarang. Bagi yang terbukti menyalahgunakan narkotika
untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan orang lain maka
akan dikenakan hukuman pidana maupun denda.
Sudah menjadi tugas bagi pihak kepolisian dalam menangani kasus ini.
Namun sayangnya, pada saat ini tak jarang lagi terjadi kasus oknum polisi
terlibat dalam kasus narkoba tersebut. Pada tanggal 09 April, 2016 lalu,
seorang Brigpol, Supardi tertangkap menyembunyikan sabu seberat 3,4
kilogram di rumahya, di kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Tak hanya itu
saja beberapa rekannya pun masuk dalam daftar pencarian orang oleh
Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat. Menurut Barung, Kepala
Bidang Humas Polda Sulselbar, mengatakan bahwa Brigpol Edi Candra
menjadi DPO karena masuk dalam sindikat narkoba. Ia berkata bahwa hal
tersebut terungkap setelah mereka melakukan pengembangan sindikat
narkoba dari Supardi yang membuka mulut terkait adanya beberapa sindikat
narkoba (Harmawati : 2016).
Saat ini, di Indonesia, masalah penyalahgunaan narkotika sangat
memprihatinkan. Jumlah kasus penyalahgunaan narkotika disetiap tahunnya
selalu mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
8
Tabel 1. Data Kasus Narkoba
NO Tahun2015 Tahun2016 Tahun2017
1 1.251 Orang 1.682 Orang 1.966 Orang
Sumber : Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung
Peredaran narkotika saat ini sudah sangat meluas dan terjadi di seluruh
lapisan masyarakat. Kondisi seperti ini semakin parah dikarenakan banyak
sekali ditemukannya kasus penyalahgunaan narkotika khususnya pada
golongan remaja, pelajar, pengusaha, bahkan pejabat-pejabat negara serta
aparat penegakhukum pun saat ini banyak yang ikut terjerat dalam kasus
penyalahgunaan narkoba.
Salah satu kota di Indonesia yang kasus penyalahgunaan narkotika terbanyak
adalah Lampung. Provinsi Lampung menempati peringkat 10 besar dari 34
provinsi di Indonesia dalam penyalahgunaan narkoba. Bedasar kancatatan
Narkoba Polda Lampung pada Bulan Desember 2017 sebanyak 89.046 orang
yang terlibat penyalahgunaan narkoba. Provinsi Lampung juga merupakan
salah satu provinsi yang berada di zona merah tingkat peredaran narkoba, hal
ini dibuktikan dengan banyaknya berita tentang penangkapan pengguna
narkoba. Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung berhasil
mengamankan dua tersangka bandar narkoba asal jaringan Medan, Sumatera
Utara. Salah satu tersangka terpaksa ditembak mati lantaran melawan
petugas. Keduanya diamankan di SPBU Jalan Soekarno-Hatta (by pass),
Bandar Lampung, Kamis (25/1/2018), dinihari sekitar pukul 00.20 WIB
(sumber:https://lampungpro.com/post/9927/bnn-lampung-tangkap-dua-
tersangka-narkoba-satu-ditembak). Salah satu daerah yang selalu bermasalah
9
dengan penyalahgunaan narkoba terdapat di Desa Kejadian Kecamatan
Tegineneng Kabupaten Pesawaran.
“Pemerintah Provinsi Lampung dan Polda Lampung bersama
stakeholder terkait gencar mencegah dan memberantas narkoba
secara masif dan komprehensif. Deklarasi Zona Bebas Narkoba di
Desa Kejadian, Tegineneng, Pesawaran merupakan salah satu bentuk
pencegahan dan pemberantasan narkoba. Salah satu bentuk zona
tersebut dilakukan pemetaan dan pendataan warga di Desa Kejadian,
Kecamatan Tegineneng, pada 6–20 Oktober 2017, melibatkan 37
personel gabungan Polda Lampung dan Polres Pesawaran. Selain itu,
digelar sosialisasi dan penyuluhan. Sebanyak 59 warga yang terdiri
dari 42 warga Desa Kejadian dan 17 wargaNegararatu, terdata untuk
dibina” (sumber:http://www.taktiklampung.com/2017/10/tegineneng-
pesawaran-dideklarasi-jadi.html, diakses pada tanggal 10 febuari
2018)
Deklarasi ini dapat menjadi momentum mewujudkan Desa Kejadian menjadi
Zona Bebas Narkoba yang diharapkan dapat diikuti daerah lain. Pada
akhirnya, seluruh daerah di Lampung terbebas dari narkoba.Kapolda
Lampung menargetkan tahun depan angka kriminal di Lampung lebih rendah
dari tahun ini. "Penandatanganan Zona Bebas Narkoba barangkali yang
pertama di Republik ini. Ini bagian kontemplasi bagaimana dapat bermanfaat
bagi Provinsi Lampung. Kegiatan ini diharapkan menjadi momentum
pencegahan dan pemberantasan narkoba. Atas dasar permasalahan diatas,
saya tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul ”Peran Pemerintah
dalam mewujudkan zona anti narkoba”.
Berbagai upaya sudah dilakukan oleh banyak pihak, baik pemerintah, polisi,
lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun berbagai pakar serta organisasi
yang memiliki perhatian khusus terkait masalah narkotika di Indonesia.
Namun, dari sekian banyaknya upaya-upaya yang telah dilakukan ternyata
10
masih belum dapat untuk mengatasi masalah penyalahgunaan narkotika di
Indonesia sampai saat ini.
Pasal 64 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
telah dinyatakan bahwa dalam rangka pencegahan dan pemberantasan serta
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan dengan Undang-Undang
ini dibentuk Badan Narkotika Nasional (BNN). Ayat (2) menyatakan bahwa
BNN sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan lembaga pemerintah
non kementerian yang berkedudukan di bawah Presiden dan
bertanggungjawab kepada Presiden. BNN berkedudukan di ibukota negara
dengan wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
BNN mempunyai perwakilan di daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Sebagai komitmen dalam upaya pemberantasan narkoba ini, polda Lampung
mencanangkan deklarasi zona bebas narkoba diwilayah bumi ruwai jurai.
Deklarasi ini serentak dilakukan di 12 Kabupaten Provinsi Lampung yaitu:
Tabel 2. Data Desa
No Kabupaten
1 Desa Ampai Kabupaten Bandar Lampung
2 Desa Sakau Kabupaten Lampung Barat
3 Desa Tanah Miring Kabupaten Lampung Utara
4 Desa Negri Subing Kabupaten Lampung Tengah
5 Desa Talang Padang Kabupaten Tanggamus
6 Menggala Kabupaten Tulang Bawang
7 Jabung Kabupaten Lampung Timur
8 Kedaton Kabupaten Lampung Selatan
9 Mulya Jati Kota Metro
10 Desa Kejadian Kabupaten Pesawaran
11 Sri Tanjung Kabupaten Way Kanan
12 Tanjung Raya Kabupaten Mesuji
Sumber : Direktorat Reserse Narkoba Polda Lampung
11
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal 1 no 12 menyatakan
pemberdayaan masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian
dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber
daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan
yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.
Menurut UU NO 06 Pasal 26 Kepala Desa Bertugas Menyelenggarakan
Pemerintah Desa, Melaksanakan Pembangunan Desa, Pembinaan
Kemasyarakat Desa, dan Pemberdayaan masyarakat desa. Serta Membina
ketentraman dan ketertiban masyaraka.
Deklarasi Zona Anti narkoba di Desa Kejadian, Tegineneng Pesawaran
merupakan salah satu bentuk pencegahan dan pemberantasan narkoba. Salah
satu bentuk zona tersebut dilakukan pemetaan dan pendataan warga di Desa
Kejadian, Kecamata Tegineneng, Kabupaten Pesawaran, pada 6-20 Oktober
2017, melibatkan 37 personil gabungan Polda Lampung dan polres
pesawaran. Selain itu, digelar sosialisasi dan penyuluhan.Sebanyak 42 warga
Desa Kejadian terdata untuk dibina. (sumber:
http://www.taktiklampung.com//2017/10/tegineneng-pesawaran -dideklarasi-
jadi.html).
Sedangkan Bupati Pesawaran Dendi Romadhona menjelaskanbahwa
pembinaan melalui peningkatan keterampilan sesuai kemampuan warga di
zona bebas narkoba pasca deklarasi bersih nakoba ini, kami akan
12
memfasilitasi keinginan warga zona bebas narkoba dalam penigkatan
ekonomi keluarga termasuk pendanaan dan pembinaan. Akan ada pos
anggaran untuk membuka lapangan kerja, sentra industri niaga, dan usaha,
sehingga dapat meningkatkan status perekenomian dalam kehidupan
masyarakat. (sumber:http://www.taktiklampung.com/2017//10/tegineneng-
pesawaran-dideklarasi-jadi.html).
Peran serta masyarakat sebagaimana termaktub dalam UU No 35/2009 Pasal
104, Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan
serta membantu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Pasal 105 UU No
35/2009 menyebutkan bahwa masyarakat mempunyai hak dan tanggung
jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dan pasal 107,
menyebutkan bahwa masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang
berwenang atau BNN jika mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Ketentuan hukum ini
mengisyaratkan, bahwa masyarakat turut bertangung jawab dalam pencapaian
keberhasilan pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
hal ini pemerintah berperan penting dalam mewujudkan desa zona anti
narkoba seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 pasal 1 no 12 yang menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat desa
adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan dalam
kehidupan bermasyarakat serta meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber
13
daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan
yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat.
Pemerintah Desa Kejadian Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran
juga sudah melakukan berbagai upaya dalam bentuk himbauan kepada
masyarakat setempat dan juga memasang spanduk-spanduk disepanjang jalan
desa yang bertujuan agar masyarakat setempat dapat mengerti bahwa
pentingnya peran pemerintah desa dalam mewujudkan desa zona anti
narkoba. Jaya Sakti selaku Kepala Desa Kejadian menjelaskan bahwa Desa
Kejadian terbagi menjadi dua wilayah yaitu dusun satu dan dusun dua, dari
dua dusun tersebut memiliki sepuluh rukun tetangga (RT) yang rata-rata
jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 40-60 kepala keluarga jumlah
keseluruhan warga desa kejadian 448 kepala keluarga (KK). Dua dusun
tersebut memiliki etnis yang berbeda yaitu dusun satu masyarakat peribumi
sedangkan dusun dua masyarakat pendatang yang menurut Kepala Desa
Kejadian penyebaran narkoba lebih banyak di dusun 1. Mengenai pendidikan
desa ini rata-rata lulusan SMA. Dilihat dari letak geografisnya Desa Kejadian
Perbatasan langsung dengan Kabupaten Lampung Selatan dan Lampung
Tengah. Pekerjaan masyarakatnya kebanyakan wiraswasta.
Masalah-masalah di atas menjadi bukti bahwa permasalahan narkoba sudah
menjadi masalah yang sangat besar. Masyarakat bahkan oknum yang bertugas
bahkan bertanggung jawab atas masalah narkoba tersebut pun terlibat dalam
sindikat narkoba. Maka dari itu penanganan atas permasalahan naroba ini
perlu didukung oleh berbagai pihak bahkan dari elemen masyarakat. Adanya
14
otonomi desa yang dibentuk oleh pemerintah kabupaten, menuntut
masyarakat untuk lebih aktif dalam memajukan kesejahteraan dan
menciptakan keamanan serta kenyamanan masyarkat serta lingkungan
terutama dalam penanggulangan kasus narkoba yang marak terjadi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pentingnya peran pemerintah
dalam mewujudkan desa zona anti narkoba. Hal ini masih banyaknya desa-
desa yang terancam masyarakatnya masih memakai narkoba karena dari
beberapa faktor yaitu kurangnya latar pendidikan yang baik, dari segi
ekonomi yang rendah sehingga mereka menjual narkoba tersebut sebagai
mata pencahaian mereka, dan dilihat dari segi letak geografisnya Desa
Kejadian terletak pada perbatasan antara Kabupaten Lampung Selatan dan
Kabupaten Lampung Tengah sehingga perbatasan tersebut mempermudah
masuk dan keluarnya barang narkoba tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat disimpulkan
masalahnya sebagai berikut:
“Bagaimana Peran Pemerintah Desa Kejadian Kecamatan Tegineneng
Kabupaten Pesawaran Dalam Pemetaan dan Pendataan Desa Rawan
Narkoba ?”
15
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Peran Pemerintah Desa Dalam Pemetaan dan Pendataan
Desa Rawan Narkoba di Desa Kejadian.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi
pemikirian, informasi, dan pengetahuan bagi studi Ilmu Pemerintahan,
masyarakat, Pemerintah Desa, Pemerintah Daerah, mengenai peran
pemerintah dalam mewujudkan desa zona anti narkoba.
2. Secara Praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi
pemikiran bagi mahasiswa Jurusan Ilmu Permerintahan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Peran
Peran adalah suatu system kaidah-kaidah yang berisikan patokan–patokan
perilaku, pada kedudukan–kedudukan tertentu dalam masyarakat, kedudukan
dimana dapat dipunyai pribadi atau kelompok-kelompok. Peran itu bersifat
sosiologis, pribadi yang mempunyai peran dinamakan pemegang peranan
(role occupant) dan perilakunya adalah berperannya pemegang peranan,
dapat sesuai atau mungkin berlawanan dengan apa yang ditentukan didalam
kaidah-kaidah. Dikatakan juga bahwa pemegang peranan adalah subjek
hukum (Soekanto, 2006: 60).
Suatu peran dapat diuraikan dalam unsur-unsur sebagai berikut :
1. Peran yang Ideal (ideal role)
Peran ideal, dapat diterjemahkan sebagai peran yang diharapkan
dilakukan oleh pemegang peranan tersebut. Misalnya Dinas Sosial
sebagai suatu organisasi formal tertentu diharapkan berfungsi sebagai
pengayom bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan ketertiban,
keamanan yang mempunyai tujuan akhir kesejahteraan masyarakat,
artinya peranan yang nyata.
17
2. Peran Yang Seharusnya (expected role)
Peranan yang seharusnya adalah peranan yang dilakukan seseorang atau
lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma yang berlaku pada
kehidupan masyarakat.
3. Peran yang Sebenarnya Dilakukan (Actual Role).
Peranan yang sebenarnya dilakukan adalah seseorang atau lembaga yang
didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau di
masyarakat sosial yang terjadi secara nyata
Peran adalah kegiatan organisasi yang berkaitan dengan menjalankan tujuan
untuk mencapai hasil yang diharapakan. Peran ditujukan pada hal yang
bersifat kolektif dalam masyarakat seperti himpunan atau organisasi, berarti
perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh organisasi yang
berkedudukan dalam sebuah masyarakat (Taneko, 1986: 23).
Pengertian peran yaitu peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status),
apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Berdasarkan hal diatas
lebih lanjut di lihat pendapat lain tentang peran yang telah ditetapkan
sebelumnya disebut sebagai peranan normatif. Sebagai peran normatif dalam
hubungannya dengan tugas dan kewajiban dinas sosial dalam penegakan
hukum mempunyai arti penegakan hukum secara total enforcement, yaitu
penegakan hukum secara penuh (Soekanto, 2002: 243) Batasan bahwa peran
adalah orang yang memegang pimpinan utama apabila akan terjadinya
18
sesuatu atau peristiwa. Peran merupakan yang memegang pimpinan utama
apabila akan terjadinya sesuatu atau peristiwa (Poerwadarminta, 2003: 735)
Lima aspek penting dari peran, yaitu:
a. Peran itu bersifat impersonal: posisi peran itu sendiri akan menentukan
harapannya, bukan individunya.
b. Peran itu berkaitan dengan perilaku kerja (task behavior): yaitu, perilaku
yang diharapkan dalam suatu pekerjaan tertentu.
c. Peran itu sulit dikendalikan (role clarity dan role ambiguity)
d. Peran itu dapat dipelajari dengan cepat dan dapat menghasilkan beberapa
perubahan perilaku utama.
e. Peran dan pekerjaan (jobs) itu tidaklah sama: seseorang yang melakukan
satu pekerjaan bisa saja memainkan beberapa peran (Scott et al. 1981
dalam Kanfer, 1987: 197)
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai
dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara
informal. Peran didasarkan pada preskripsi ( ketentuan ) dan harapan peran
yang menerangkan apa yang individu individu harus lakukan dalam suatu
situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan mereka sendiri atau
harapan orang lain menyangkut peran-peran tersebut, (Hermansyah dalam
jurnal Peran Kepala Desa Dalam Pelaksanaan Pembangunan Daerah. 2015).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa peran adalah aspek dinamis (tindakan atau perilaku) yang diharapkan
19
seseorang yang menduduki posisi tertentu untuk melaksanakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya dalam suatu sistem sosial.
Subjek hukum pembahasan ini adalah pemegang peranan yaitu Pemerintah
Desa Kejadian , yang berperan Mewujudkan Zona Anti Narkoba.
B. Tijauan Tentang Pemerintah Desa
1. Pemerintah desa
Pemerintahan Desa merupakan suatu kegiatan dalam rangka
penyelenggaraan Pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa
yaitu kepala desa dan perangkat desa. Pemerintahan Desa menurut HAW.
Widjaja (2003: 3) dalam bukunya “Otonomi Desa” Pemerintahan Desa
diartikan sebagai :
“Penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan Subsistem dari sistem
penyelenggaraan pemerintah, sehingga desa memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Kepala Desa
bertanggung jawab kepada Badan Permusyawaratan Desa dan
menyampaikan laporan pelaksanaan tersebut kepada Bupati”.
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
Pemerintahan desa adalah kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemerintah desa yaitu kepela desa dan perangkat desa.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 pasal 01 nomor
12 tentang pemberdayaan masyarakat desa adalah upaya
mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan
20
meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan,
kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan
kebijakan, program kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan
esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa. Kepala Desa
Bertugas Menyelenggarakan Pemerintah Desa, Melaksanakan
Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakat Desa, dan Pemberdayaan
masyarakat desa. Serta Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat
desa UU Pasal 26.
Mubarak (2010:33) pembedayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk
memulihkan atau meningkatkan kemampuan suatu komunitas untuk
mampu berbuat sesuai dengan harkat dan martabat mereka dalam
melaksanakan hak-hak dan tanggung jawabnya selaku anggota
masyarakat. Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007:38)
pemberdayaan adalah sebuah proses yang akan memjadi, bukan sebuah
proses yang instan. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga
tahapan yaitu, penyadaran, pengkapasitasan serta pendayagunaan.
Berdasarkan pemaparan diatas, prinsip dari pemberdayaan menempatkan
masyarakat sebagai actor atau subyek yang kompeten dalam mnjangkau
sumber-sumber dan kesempatan dalam proses pemberdayaan.
Sedangkan dalam tahapannya, terdapat tiga tahapan yaitu penyadaraan,
pengkapasitasan, pendayagunaan.
21
2. Pengertian Desa
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal usul dan
adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di
Daerah Kabupaten. Ini tercermin dalam undang-undang nomor 32 Tahun
2004.
Menurut HAW. Widjaja (2003: 3) dalam bukunya yang berjudul
“Otonomi Desa” menyatakan bahwa “Desa adalah sebagai kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal
usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai
Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli,
demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat”.
Desa menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
mengartikan desa sebagai berikut :
“Desa atau yang disebut nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui
dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik
Indonesia; (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 12).
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menggambarkan
itikad negara untuk mengotomikan desa, dengan berbagai kemandirian
22
pemerintahan desa seperti pemilihan umum calon pemimpin desa,
anggaran desa, semacam DPRD desa, dan kemandirian pembuatan
peraturan desa semacam perda, menyebabkan daerah otonomi NKRI
menjadi provinsi, kabupaten atau kota, dan desa. Reformasi telah
mencapai akarnya, kesadaran konstitusi desa dan dusun diramalkan akan
mendorong proses reformasi berbasis otonomi daerah bersifat hakiki.
Pengertian Desa menurut HAW. Widjaja (2003: 3) dan UU nomor 32
tahun 2004 di atas sangat jelas sekali bahwa desa merupakan Self
Community yaitu komunitas yang mengatur dirinya sendiri, Dengan
pemahaman bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengurus dan
mengatur kepentingan masyarakatnya sesuai dengan kondisi dan sosial
budaya setempat, maka posisi desa yang memiliki otonomi asli sangat
strategis sehingga memerlukan perhatian yang seimbang terhadap
penyelenggaraan otonomi daerah, karena dengan otonomi desa yang kuat
akan mempengaruhi secara signifikan perwujudan otonomi daerah.
3. Tinjauan Tentang Otonomi Desa
Bagi masyarakat desa, otonomi desa bukanlah menunjuk pada otonomi
Pemerintah desa semata-mata tetapi juga otonomi masyarakat desa dalam
menentukan diri mereka dan mengelola apa yang mereka miliki untuk
kesejahteraan mereka sendiri. Otonomi desa berarti juga memberi ruang
yang luas bagi inisiatif dari desa. Kebebasan untuk menentukan dirinya
sendiri dan keterlibatan masyarakat dalam semua proses baik dalam
pengambilan keputusan berskala desa, perencanaan dan pelaksanaan
23
pembangunan maupun kegiatan-kegiatan lain yang dampaknya akan
dirasakan oleh masyarakat desa sendiri.
Keberadaan otonomi desa mengacu pada konsep komunitas, yang tidak
hanya dipandang sebagai suatu unit wilayah, tetapi juga sebagai sebuah
kelompok sosial, sebagai suatu sistem sosial, maupun sebagai suatu
kerangka kerja interaksi. Akhir-akhir ini, tuntutan daerah untuk diberi
otonomi yang seluas-luasnya makin menonjol. Kondisi seperti ini
sebagian orang dinilai sebagai benih-benih terjadinya disintegrasi bangsa
dan disisi lain sebagian orang menilai bahwa pemberian otonomi yang
seluas-luasnya ini merupakan satu-satunya jalan keluar untuk
mempertahankan integrasi nasional. Dalam sejarah ketatanegaraan
Indonesia, fenomena tentang daerah yang memiliki otonomi seluas-
luasnya tadi sesungguhnya bukan hal yang baru bahkan bukan lagi
sesuatu yang membahayakan keutuhan bangsa dan negara. Demikian
pula, keberadaan desa-desa adat yang memiliki susunan asli ternyata
tidak menimbulkan gagasan pemisah diri dari unit pemerintahan yang
begitu luas, oleh karena itu, otonomi luas sesungguhnya bukan paradoksi
bagi integrasi bangsa dan sebaliknya. Artinya cita-cita memberdayakan
daerah melalui kebijakan otonomi luas tidak perlu disertai dengan sikap
“buruk sangka” yang berlebihan tentang kemungkinan perpecahan
bangsa.
24
Kekhawatiran ini justru akan menunjukkan bahwa pemerintahan pusat
memang kurang memiliki Kekuatan poltik yang kuat untuk
memberdayakan daerah. Ide untuk kembali menyeragamkan sistem
pemerintahan daerah dengan alasan untuk menjaga keutuhan dan
persatuan bangsa antara lain melalui penghapusan “daerah istimewa” dan
penyeragaman pemerintahan desa adalah sangat tidak kontekstual dan
tidak konseptual. Perubahan kebijakan tentang penyelenggaraan
pemerintahan daerah (termasuk pemerintahan desa) dari Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979
menjadi UU Nomor 22 Tahun 1999, UU No 32 tahun 2004 serta yang
terbaru dengan adanya perubahan Undang-Undang Pemerintahan Daerah
melalui penetapan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, membawa
implikasi yang sangat besar. Salah satu implikasi tersebut adalah bahwa
desa tidak sekedar merupakan wilayah administratif sebagai kepanjangan
tangan pemerintahan pusat di daerah (pelaksana asas dekonsentrasi),
tetapi memiliki lebih merupakan kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki otonomi luas.
Berdasarkan kerangka waktunya, perkembangan otonomi pada kesatuan
hukum masyarakat terkecil (desa) mengalami pergeseran yang sangat
fluktuatif, pada satu desa memiliki otonomi yang sangat luas (most
desentralized), sedang disaat lain desa tidak memiliki otonomi sama
sekali dan hanya berstatus sebagai wilayah administratif (most
centralized). Pada awalnya, terbentuknya suatu komunitas bermula dari
berkumpul dan menetapnya individu-individu di suatu tempat terdorong
25
oleh alasan-alasan yang mereka anggap sebagai kepentingan bersama.
Alasan-alasan untuk membentuk masyarakat yang masih bersifat
sederhana atau tradisional ini adalah pertama untuk hidup, kedua untuk
mempertahankan hidupnya terhadap ancaman dari luar, dan ketiga untuk
mencapai kemajuan dalam hidupnya.
Kumpulan individu-individu yang membentuk desa dan merupakan
sebuah daerah hukum ini, secara alami memiliki otonomi yang sangat
luas, lebih luas daripada otonomi daerah-daerah hukum di atasnya yang
lahir di kemudian hari, baik yang terbentuk oleh bergabungnya desa-desa
dengan sukarela atau yang dipaksakan oleh pihak-pihak yang lebih kuat.
Otonomi atau kewenangan desa itu antara lain meliputi hak untuk
menentukan sendiri hidup matinya desa itu, dan hak untuk menentukan
batas daerahnya sendiri. Selanjutnya disebutkan juga bahwa masyarakat
sebagai daerah hukum, menurut hukum adat mempunyai norma-norma
sebagai berikut : berhak mempunyai wilayah sendiri yang ditentukan
oleh batas-batas yang sah, berhak mengurus dan mengatur pemerintahan
dan rumah tangganya sendiri, berhak memilih dan mengangkat kepala
daerahnya atau majelis pemerintahan sendiri, berhak mempunyai harta
benda dan sumber keuangan sendiri, berhak atas tanah sendiri, dan
berhak memungut pajak sendiri.
Selanjutnya pada masa pemerintahan Republik Indonesia, pengaturan
penyelenggaraan pemerintahan desa mendapat landasan yuridis pada
Pasal 18 UUD 1945 yang mengakui kenyataan historis bahwa sebelum
26
proklamasi kemerdekaan, di Indonesia sudah terdapat daerah-daerah
Swapraja yang memiliki berbagai hak dan wewenang dalam
penyelenggaraan berbagai urusan di wilayahnya. Ini berarti, desa secara
teoritis juga memiliki hak yang bersifat telah dimiliki sejak sebelum
daerah itu merupakan bagian dari Negara Indonesia. Namun dalam
penyusunan peraturan tentang pemerintahan desa sebagaimana tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979, kenyataannya desa bukan
lagi dianggap sebagai kesatuan masyarakat hukum yang otonom,
khususnya dalam masalah administrasi pemerintahan secara umum.
Terlebih lagi dengan pembentukan kelurahan, maka kesatuan masyarakat
desa ini hanya berstatus wilayah administratif yang ditempatkan sebagai
kepanjangan tangan pemerintah pusat (pelaksana asas dekonsentrasi).
C. Tinjauan Tentang Narkoba
Narkoba disebut juga NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika, Dan Zat
Adiktif Lainnya.) adalah obat, bahan, atau zat bukan makanan yang jika
diminum, dihisap, dihirup, ditelan, atau disuntikan, dapat berpengaruh pada
kerja otak (susunan saraf pusat) dan sering kali menimbulkan ketergantungan
serta dapat menyebabkan gangguan pada fisik, psikis dan fungsi sosial.
(sumber: Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika).
Istilah NAPZA dirasakan lebih tepat. Oleh karena termasuk di dalamnya kata-
kata psikotropika yaitu obat yang digunakan untuk mengatasi keadaan
gangguan kesehatan jiwa, namun obat ini termasuk obat yang sering
27
disalahgunakan dan dapat menimbulkan adiksi (ketagihan) (Rizali & Putra,
2000: 46).
Narkoba atau Napza adalah obat, bahan, dan zat bukan makanan, yang jika
diminum, dihisap, dihirup, ditelan atau disuntikkan berpengaruh pada kerja
otak (susunan saraf pusat) dan sering menyebabkan
ketergantungan.Akibatnya, kerja otak berubah (meningkat atau menurun);
demikian pula fungsi vital organ tubuh lain (jantung, peredaran darah,
pernafasan, dan lain-lain) (Martono & Joewana. 2008: 5).
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (UU
No.35/2009 tentang Narkotika).
Psikotropika merupakan zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun
sintesis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas normal
dan perilaku.
Narkoba dapat menyebabkan ketagihan, gangguan pada bagian saraf atau
mampu tidak sadarkan diri.Pengertian Narkotika secara umum adalah obat-
obatan yang mampu membius. Dengan kata lain, narkotika adalah obat-
obatan yang mampu menggangu sistem kerja saraf tubuh untuk tidak
merasakan sakit atau rangsangan. Narkotika pada awalnya ada tiga yang
terbuat dari bahan organik, yaitu Candu (Papaper Somniferum), kokain
28
(Erythroxyion coca) dan ganja (Cannabis sativa). Sekarang narkoba jenis
narkotika adalah Opium atau Opioid atau Opiat atau Candu, Codein,
Methadone (MTD), LSD, PC, mescalin, barbiturat, demerol, petidin, dan
lainnya (Partodiharjo, 2000: 11).
Berdasarkan cara pembuatannya, narkotika dibedakan ke dalam 3 (tiga) jenis
yaitu: narkotika alami, narkotika semi sintetis, dan narkotika sintetis.
Narkotika alami adalah narkotika yang zat adiktifnya diambil dari tumbuh-
tumbuhan (alam) seperti :
a. Ganja, adalah tanaman dengan daun yang menyerupai daun singkong
yang tepinya bergerigi dan berbulu halus dengan jumlah jari yang selalu
ganjil (5,7 dan 9), bisa tumbuh di daerah tropis. Di Indonesia tanaman ini
banyak tumbuh di beberapa daerah, seperti Aceh, Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Pulau Jawa, dan lain-lain. Cara penyalahgunaanya
adalah dengan dikeringkan dan dijadikan rokok yang dibakar dan
dihisap. Nama jalanan yang sering digunakan ialah: grass, cimeng, ganja
dan gelek.
b. Hasis, adalah tanaman serupa ganja yang tumbuh di Amerika Latin dan
Eropa yang biasanya digunakan para pemadat kelas tinggi.
Penyalahgunaannya adalah dengan menyuling daun hasis/ganja untuk
diambil sarinya dan digunakan dengan cara dibakar.
c. Koka, adalah tanaman perdu mirip dengan pohon kopi dengan buah yang
yang berwarna merah seperti biji kopi. Wilayah kultivasi tumbuhan ini
berada di Amerika Latin (Kolombia, Peru dan Brazilia). Koka diolah dan
29
dicampur dengan zat kimia tertentu untuk menjadi kokain yang memiliki
daya adiktif yang lebih kuat.
d. Opium, adalah bunga dengan bentuk dan warna yang indah, dimana
getahnya dapat menghasilkan candu (opiat). Opium tumbuh didaerah
yang disebut dengan Segitiga Emas (Burma-Laos, Thailand). Opium
pada masa lalu digunakan oleh masyarakat Mesir dan Cina untuk
mengobati penyakit, memberikan kekuatan, dan menghilangkan rasa
sakit pada tentara yang terluka sewaktu berperang atau berburu.
Narkoba semi-sintetis adalah berbagai jenis narkotika alami yang diolah dan
diambil zat adiktifnya agar memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan kedokteran. Beberapa jenis semi-sintetis
yang disalahgunakan adalah sebagai berikut :
a. Kodein, adalah alkaloida yang terkandung dalam opium dan banyak
dipergunakan untuk keperluan medis. Dengan khasiat analgesic yang
lemah, kodein dipakai untuk obat penghilang (peredam) batu.
b. Morfin, adalah getah opium yang diolah dan dicampur dengan zat kimia
tertentu yang memiliki daya analgesic yang berbentuk kristal, berwarna
putih dan berubah menjadi kecoklatan serta tidak berbau. Biasa dipakai
di dunia kedokteran sebagai penghilang rasa sakit atau pembiusan pada
operasi (pembedahan).
c. Kokain, adalah serbuk kristal berwarna putih yang diperoleh dari sari
tumbuhan koka yang memiliki dampak ketergantungan yang tinggi. Cara
pemakaiannya dengan membagi setumpuk kokain menjadi beberapa
30
bagian berbaris lurus diatas permukaan kaca atau benda-benda yang
mempunyai permukaan datar kemudian dihirup dengan menggunakan
penyedot seperti sedotan.
Narkoba sintetis adalah narkotika palsu yang dibuat dari bahan kimia dan
digunakan untuk pembiusan atau pengobatan bagi mereka yang mengalami
ketergantungan narkoba. Narkotika sintetis berfungsi sebagai pengganti
sementara untuk mencegah relapse sehingga penyalahguna dapat
menghentikan ketergantungannya. Adapun contoh dari narkotika sintetis
adalah :
a. Petidin, obat yang digunakan untuk pengobatan rasa sakit tingkat
menengah hingga kuat. Petidin adalah obat yang aman untuk digunakan
karena memiliki resiko ketergantungan yang rendah.
b. Methadone, adalah opioida sintetis yang digunakan secara medis sebagai
analgesic. Methadone juga dapat digunakan untuk terapi rasa sakit yang
kronis dalam jangka panjang dengan biaya yang sangat rendah.
Kegunaan methadone dalam pengobatan ketergantungan memberikan
hasil yang dapat menstabilisasi para pasien dengan menghentikan gejala
putus obat (withdrawal syndrome) dan juga pada akhirnya menghentikan
ketergantungan mereka terhadap opioida.
1. Jenis-Jenis Narkoba
Dalam penggolongannya terdapat beberapa jenis-jenis narkoba yaitu:
a. Narkotika
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika
disebut bahwa istilah narkotika diartikan dengan zat atau obat yang
31
berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi
sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan
kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-
Undang ini (UU No. 22/1997 Tentang Narkotika) atau yang
kemudian ditetapkan dengan keputusan Menteri Kesehatan. Dalam
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 6 disebutkan bahwa
narkotika dibagi menjadi tiga golongan yaitu:
1) Narkotika Golongan I adalah Narkotika yang hanya dapat
digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan
tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat
tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Heroin, Kokain,
Ganja, Putaw (Heroin tidak murni berupa bubuk)
2) Narkotika Golongan II adalah Narkotika berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : morfin, petidin dan turunannya.
3) Narkotika Golongan III adalah Narkotika berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh : codein dan
turunannya
32
b. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika, yang berkasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat dan menyebabkan perubahan khas pada
aktifitas mental dan perilaku, digunakan untuk mengobati gangguan
jiwa (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1997).
Menurut Undang-Undang No. 5 tahun 1997, narkoba jenis
psikotropika dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Golongan I sangat tinggi menimbulkan ketergantungan dan
selain untuk ilmu pengetahuan dinyatakan sebagai barang
terlarang, sehingga dilarang keras digunakan atau diedarkan di
luar ketentuan hukum. Contoh ekstasi (MDMA) dan (LSD) yang
banyak disalahgunakan.
2. Golongan II berpotensi tinggi menimbulkan ketergantungan
dengan cara selektif dan digunakkan pada pengobatan. Contoh
Ritalin amfetamin dan metamfetamin
3. Golongan III mempunyai potensi sedang dalam menyebabkan
ketergantungan, dapat digunakan untuk pengobatan tetapi harus
dengan resep dokter. Contoh: amorbarbital, brupronorfina, dan
mogadon (sering disalahgunakan).
4. Golongan IV, mempunyai potensi ringan dalam menyebabkan
ketergantungan, dapat digunakan untuk pengobatan tetapi harus
dengan resep dokter. Contoh: diazepam, nitrazepam, lexotan
33
(sering disalahgunakan), pil koplo (sering disalahgunakan), obat
penenang (sedativa), dan obat tidur (hipnotika).
c. Zat Adiktif Lain
Zat Adiktif adalah zat yang dapat menimbulkan adiksi (addiction)
yaitu ketagihan sampai pada dependensi (dependency) yaitu
ketergantungan, misalnya zat atau bahan yang tergolong
amphetamine, sedativa/hipnotika, termasuk tembakau atau rokok.
Bahan Adiktif merupakan zat-zat yang tidak termasuk dalam
narkotika dan psikotropika, tetapi memiliki daya adiktif atau dapat
menimbulkan ketergantungan. Biasanya ketergantungan seseorang
terhadap zat atau bahan adiktif ini merupakan pintu gerbang
kemungkinan adiksi mereka terhadap narkotika dan psikotropika.
Zat psikoaktif lain adalah zat atau bahan lain bukan narkotika dan
psikotropika yang berpengaruh terhadap kerja otak, yang sering
disalahgunakan adalah sebagai berikut :
1) Alkohol pada minuman keras, terdiri dari golongan A dengan
kadar etanol 1-5%, contoh bir golongan B dengan kadar etanol
5-20%, contoh sebagai jenis minuman anggur golongan C
dengan kadar etanol 20-45%, contoh Whiskey, Vodka, TKW,
Mansion House, Johny Walker, dan Kamput.
2) Inhalasi atau Solven, yaitu gas atau zat pelarut yang mudah
menguap berupa senyawa organik yang sering digunakan untuk
berbagai keperluan industri, kantor, bengkel, toko, dan rumah
tangga, seperti lem, thiner, aceton, aerosol, bensin. Zat ini
34
disalahgunakan dengan cara dihirup, terutama pada anak usia 9-
14 tahun.
3) Nikotin terdapat pada tembakau. Rokok mengandung 4.000 zat.
Yang paling berbahaya adalah nikotin merupakan bahan
penyebab ketergantungan.
2. Bahaya Penyalahgunaan Narkoba
Bahaya dan akibat dari penyalahgunaan narkoba dapat bersifat bahaya
pribadi bagi pemakainya dan dapat pula berupa bahaya sosial terhadap
masyarakat atau lingkungan. Secara umum, dampak kecanduan narkoba
dapat terlihat pada keadaan fisik, psikis maupun keadaan sosial
seseorang, adapun bahaya tersebut yaitu:
a. Secara Fisik :
1) Gangguan pada system syaraf (neurologis) seperti: kejang-
kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi.
2) Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler)
seperti: infeksi akut otot jantung, gangguan peredaran darah.
3) Gangguan pada kulit (dermatologi) seperti : penanahan (abses),
alergi.
4) Gangguan pada paru-paru (pulmoner) seperti: penekanan fungsi
pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru.
5) Sering sakit kepala, mual-mual dan muntah, suhu tubuh
meningkat, pengecilan hati dan sulit tidur.
35
6) Akan berakibat fatal apabila terjadi over dosis yaitu konsumsi
narkoba melebihi kemampuan tubuh untuk menerimanya. over
dosis dapat menyebabkan kematian
7) Dampak kesehatan reproduksi pada remaja laki-laki dapat
mengakibatka terjadinya penurunan kadar hormon testosteron,
penurunan dorongan seks, disfungsi ereksi, hambatan ejakulasi,
pengecilan ukuran penis dan gangguan sperma.
8) Dampak terhadap kesehatan reproduksi pada remaja perempuan
terjadi penurunan dorongan seks, gangguan pada hormon
estrogen dan progesteron, kegagalan orgasme, hambatan
menstruasi, pengecilan payudara, gangguan sel telur, serta pada
wanita hamil dapat menyebabkan kekurangan gizi sehingga bayi
yang dilahirkan juga dapat kekurangan gizi, berat badan bayi
rendah, bayi cacat serta dapat menyebabkan bayi keguguran.
9) Bagi pengguna narkoba melalui jarum suntik, khususnya
pemakaian jarum suntik secara bergantian, resikonya adalah
tertular penyakit seperti hepatitis B, C dan HIV yang hingga saat
ini belum ada obatnya.
b. Secara Psikologi
1) Kerja menjadi lamban dan ceroboh, sering tegang dan gelisah.
2) Hilang rasa percaya diri, apatis, pengkhayal, penuh curiga.
3) Agitatif, menjadi ganas dan tingkah laku yang brutal.
4) Sulit berkonsentrasi, perasaan kesal dan tertekan.
36
5) Cenderung menyakiti diri, perasaan tidak aman, bahkan bunuh
diri.
c. Secara Sosial
1) Gangguan mental
2) Anti-sosial dan asusila
3) Dikucilkan oleh lingkungan
4) Merepotkan dan menjadi beban keluarga
5) Pendidikan menjadi terganggu dan masa depan suram.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Narkoba
Menurut Alatas Husein.H (2001:23) ada beberapa faktor yang
menyebabkan individu mengkonsumsi narkoba. Pada dasarnya dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian besar. Pertama, sebab-sebab yang
berasal dari faktor individu dan kedua sebab-sebab yang berasal dari
lingkungannya. Faktor individual yaitu meliputi:
a. Faktor Internal
1) Kepribadian individu memiliki peranan yang besar dalam
penyalahgunaan Narkoba. Individu yang memiliki kepribadian
yang lemah (mudah kecewa, tidak mampu menerima kegagalan)
lebih rentan terhadap penyalahgunaaan narkoba dibandingkan
dengan individu yang memiliki kepribadian yang kuat (individu
mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, berani
mengatakan tidak, tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain).
37
2) Intelegensi. Dalam konseling sering dijumpai bahwa kecerdasan
pemakai narkoba lebih banyak berada pada taraf rat-rata dan
dibawah rata-rata kelompok seusianya.
3) Usia mayoritas pemakai narkoba adalah kaum remaja. Hal ini
disebabkan karena kondisi sosial psikologis yang butuh
pengakuan, identitas dan kelabilan emosi sementara individu
yang berada pada usia yang lebih tua menggunakan narkoba
sebagai penenang.
4) Dorongan kenikmatan narkoba dapat memberikan kenikmatan
yang unik dan tersendiri. Perasaan enak mulanya diperoleh dari
mulai coba-coba lalu lama-lama akan menjadi suatu kebutuhan.
5) Perasaan ingin tahu adalah kebutuhan setiap orang. Proses awal
terbentuknya seorang pemakai diawali dengan coba-coba karena
rasa ingin tahu, kemudian menjadi iseng, menjadi pemakai tetap
dan pada akhirnya akan menjadi seorang pemakai yang
tergantung.
6) Memecahkan persoalan kebanyakan para pemakai menggunakan
narkoba untuk menyelesaikan persoalan. Pengaruh narkoba
dapat menurunkan tingkat kesadaran pemakai dan membuatnya
lupa pada persoalan yang dialaminya.
b. Faktor Eksternal
1) Faktor lingkungan meliputi:
a) Ketidakharmonisan keluarga banyak pemakai yang berasal
dari keluarga yang broken karena keputusasaan dan kecewa
38
maka pemakai terdorong untuk mencari dunianya yang lain
yaitu menggunakan narkoba sebagai pelarian.
b) Pekerjaan pada umumnya pemakai menggunakan narkoba
karena mereka lebih mudah untuk memperoleh narkoba
tersebut menggunakan uang yang mereka peroleh dari hasil
mereka bekerja.
2) Faktor masyarakat meliputi :
a) Kelas sosial ekonomi pada umumnya pemakai berasal dari
sosial ekomoni menengah keatas. Hal inimungkin terjadi
karena mereka mudah mendapatkan informasi dan relatif
memiliki uang yang cukup untuk membeli narkoba.
b) Tekanan kelompok kebanyakan pemakai mulai mengenal
narkoba dari teman sekelompoknya. Bila kelompok
pemakai narkoba menekankan anggotanya berbuat hal yang
sama maka penolakan terhadap tekanan tersebut dapat
mengakibatkan anggota yang menolak akan dikucilkan dan
akan dikeluarkan dari kelompok.
4. Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba
Faktor penyebab resiko menggunakan narkoba di kalangan remaja dan
anak-anak sekolah maupun pemuda adalah pertama kali hanya sekedar
ingin mencoba karena pergaulan lingkungan yang kurang baik dan
contoh dari teman-temannya. Rasa ingin mencoba narkotika inilah yang
menjadi pintu masuk pertama dan penyebab kalangan muda terjerumus
39
dalam pengaruh dampak negatif penyalahgunaan narkotika dan obat-
obatan terlarang ini yang membahayakan kesehatan pada nantinya.
Berikut beberapa cara menghindari narkoba yang dilansir dalam website
Badan Narkotika Nasional (BNN) antara lain adalah sebagai berikut :
a. Jangan pernah untuk mencoba-coba menggunakan narkotika, kecuali
atas dasar pertimbangan medis atau dokter.
b. Mengetahui akan berbagai macam dampak buruk narkoba.
c. Memilih pergaulan yang baik dan jauhi pergaulan yang bisa
mengantarkan kita pada penyalahgunaan narkotika.
d. Memiliki kegiatan-kegiatan yang positif, berolahraga atau pun
mengikuti kegiatan kegiatan organisasi yang memberikan pengaruh
positif baik kepada kita.
e. Selalu ingatkan bahwawasannya ancaman hukuman untuk penyalah
guna Narkoba, apalagi bagi pengedar Narkoba adalah Lembaga
Pemasyarakatan.
f. Gunakan waktu dan tempat yang aman, jangan keluyuran malam-
malam. Bersantailah dengan keluarga, berkaraoke, piknik, makan
bersama, masak bersama, beres-beres bersama nonton bersama
keluarga.
g. Bila mempunyai masalah maka cari jalan keluar yang baik dan
jangan jadikan narkoba sebagai jalan pelarian. Selain itu terdapat
pula beberapa cara, kiat atau tips pencegahan dan menghindari
penggunaan dan penyalahgunaan Narkotika dan Obat Berbahaya
40
serta NAPZA Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif menurut BNN
antara lain :
1) Menanamkan Sejak Dini Akan Arti Makna Hidup Sehat
Bila seseorang telah terjerumus pada penggunaan narkoba maka
akan sulit untuk melepas dari jeratan narkotika ini.
Membutuhkan waktu kesabaran ketekunan dan rehabilitasi yang
baik dan tepat pada korban-korban narkotika. Contoh perilaku
orang tua dalam kehidupan sehari-hari dalam mempraktekkan
hidup sehat juga perlu dilakukan. Orang tua seyogyanya menjadi
role-model bagi anak-anak mereka, harus memberikan contoh
yang baik bila ingin anaknya berperilaku baik. Sering kali kita
sebagai orang tua lupa bahwa anak kita belajar dari tingkah laku
dan perilaku kita yang mereka lihat dan perhatikan setiap
harinya dari bayi sampai remaja. Anak-anak kita belajar,
meniru, dari orang yang sehariannya berada paling dekat dengan
mereka. Maka seharusnya kita tidak merokok atau minum
minuman beralkohol bila kita tidak mau anak-anak kita meniru
kita atau bahkan mencoba-coba dan menyalahgunakan narkoba.
2) Informasi Yang Benar Tentang Bahaya Narkoba
Memberikan informasi dan pengetahuan yang benar dan jelas
mengenai bahaya penyalahgunaan narkoba ini kepada anak-anak
generasi muda kita sebelum anak-anak mengetahui dari teman-
temannya yang bisa jadi memberikan pengertian yang salah atau
malah sebaliknya. Seharusnya pemberian informasi yang akurat
41
dan jelas harus juga diberikan oleh sekolah-sekolah sebagai
salah satu sub-kurikulum yang wajib diikuti oleh setiap anak.
Seperti informasi mengenai jenis-jenis narkoba, dampak bila
menggunakannya, dampaknya bagi organ-organ tubuh kita serta
dampak dari segi hukumnya bila tertangkap memiliki,
menggunakan atau mengedarkan narkoba, dan penyakit yang
dapat diderita sebagai akibat pemakaian narkoba.
3) Peduli Pada Lingkungan Sekitar
Orang tua selalu tanggap lingkunga di rumah mereka sendri, di
mana anak-anak mereka tumbuh. Orang tua harus selalu sadar
akan perubahan-perubahan kecil dari perilaku sang anak.
Perubahan-perubahan masa puber dan peralihan anak menjadi
remaja, remaja menjadi dewasa, tidak sama dengan perubahan
perilaku seorang anak yang mulai terekspos pada narkoba, atau
yang sudah terpengaruh akibat dampak kecanduan narkoba.
Orangtua juga perlu waspada dan mengetahui akan ciri tanda
anak mulai menggunakan narkoba sehingga bisa secara lebih
dini diobati dan direhabilitasi secepatnya.
4) Bekerjasama Dengan Lingkungan Rumah
Kita sebaiknya bekerjasama dengan lingkungan rumah kita
seperti dengan ketua RT, RW, dsb. Terutama dengan tetangga
yang mempunyai anak seusia atau yang lebih tua dari anak kita.
Menjalin hubungan yang baik dengan para tetangga selalu
mendatangkan kenyamanan dan keamanan bagi kita. Kita bisa
42
membuat sistem pemantauan keamanan bersama tetangga
lainnya yang juga melibatkan ketua RT untuk memantau
keamanan umum dan memantau bila ada anak-anak di RT kita
yang disinyalir menggunkan narkoba. Bila sistem yang
dibangun bersama para tetangga itu kuat, dijamin gejala-gejala
penyalahgunaan narkoba di pemukiman kita akan terdeteksi dan
dapat tertanggulangi dengan cepat dan baik
5) Menjalin Hubungan Interpersonal Yang Baik
Hubungan interpersonal yang baik dengan pasangan dan juga
dengan anak-anak kita, akan memungkinkan kita melihat gejala-
gejala awal pemakaian narkoba pada anak-anak kita. Kedekatan
hubungan batin dengan orang tua akan membuat anak merasa
nyaman dan aman, menjadi benteng bagi keselamatan mereka
dalam mengarungi kehidupan mereka nanti. Bila orang tua
sering ribut, cekcok, maka itu bisa memengaruhi sang anak
secara psikologis. Kegalauan ini bisa memancingnya untuk
mencoba narkoba dengan berbagai macam alasan yang dicarinya
sendiri. Misalnya supaya diperhatikan, sikap masa bodoh
terhadap hidupnya, untuk mengatasi kemarahan,
ketidaksenagan, atau kesedihan yang timbul dari melihat orang
tua mereka yang selalu bertengkar. Dari beberapa upaya yang
disebutkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam rangka
pencegahan dari bahaya narkoba maka perlunya perhatian orang
tua terhadap tingkahlaku anak dalam bergaul dan perlunya untuk
43
menanamkan arti hidup sehat serta bahaya penggunaan narkoba
sedini mungkin, dan kitapun harus pandai-pandai dalam
memilih teman dalam bergaul, karena teman dan lingkungan
dapat membawa pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan
kita.
Kebanyakan zat dalam narkoba sebenarnya digunakan untuk pengobatan
dan penefitian. Tetapi karena berbagai alasan mulai dari keinginan untuk
coba-coba, ikut gaya, lambang status sosial, ingin melupakan persoalan.
Maka narkoba kemudian disalahgunakan. Penggunaan terus menerus dan
berlanjut akan menyebabkan ketergantungan atau dependensi, disebut
juga kecanduan. Tingkatan penyalahgunaan biasanya sebagai berikut:
a. Coba-coba.
b. Senang-senang.
c. Menggunakan pada saat atau keadaan tertentu.
d. Penyalahgunaan.
e. Ketergantungan.
Bila narkoba digunakan secara terus menerus atau melebihi takaran yang
telah ditentukan akan mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan inilah
yang akan mengakibatkan gangguan fisik dan psikologis, karena
terjadinya kerusakan pada sistem syaraf pusat (SSP) dan organ-organ
tubuh seperti jantung, paru-paru, hati dan ginjal.
44
5. Upaya Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba
Bahaya penggunaan narkoba dapat menyebar keseluruh lapisan
masyarakat apabila dibiarkan begitu saja, pencegahan merupakan upaya
yang sangat penting untuk melindungi remaja dari bahaya narkoba untuk
itu diperlukan beberapa cara untuk menanggulangi masalah tersebut,
berikut merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
penyalahgunaan narkoba:
D. Kerangka Pikir
Pemerintah berperan penting dalam mewujudkan desa zona anti narkoba
seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 pasal
1 no 12 menyatakan pemberdayaan masyarakat desa adalah upaya
mengembangkan kemeandirian dan Kesejahteraan masyarakat dengan
meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan,
kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,
program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan
prioritas kebutuhan masyarakat.
Dalam hal tersebut Pemerintah Desa Kejadian Kecamatan Tegineneng sudah
melakukan berbagai upaya dalam bentuk himbauan kepada masayarat
setempat dan juga memasang spanduk-spanduk disepanjang jalan desa yang
bertujuan untuk agar masyarakat setempat bias mengerti bahwa pentingnya
peran pemerintah desa dalam mewujudkan Desa Zona anti narkoba.
45
Namun dalam kenyataan nya masyarakat di Desa Kejadian belum merasakan
adanya pemberdayaan atau pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah desa
setempat maka dari itu masih banyaknya masyarakat desa setempat yang
masih belum mengerti arti pentingnya dalam mewujudkan desa zona anti
narkoba.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori (Soekanto, 2006: 60). Suatu
peran dapat diuraikan dalam unsur-unsur sebagai berikut :
1. Peran yang Ideal (ideal role)
Peran ideal, dapat diterjemahkan sebagai peran yang diharapkan
dilakukan oleh pemegang peranan tersebut. Misalnya dinas sosial
sebagai suatu organisasi formal tertentu diharapkan berfungsi sebagai
pengayom bagi masyarakat dalam rangka mewujudkan ketertiban,
keamanan yang mempunyai tujuan akhir kesejahteraan masyarakat,
artinya peranan yang nyata.
2. Peran Yang Seharusnya (expected role)
Peranan yang seharusnya adalah peranan yang dilakukan seseorang atau
lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma yang berlaku pada
kehidupan masyarakat.
3. Peran yang Sebenarnya Dilakukan (Actual Role).
Peranan yang sebenarnya dilakukan adalah seseorang atau lembaga yang
didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau di
masyarakat sosial yang terjadi secara nyata.
Untuk lebih jelas kerangka pikir ini dapat dilihat pada gambar 1 dibawah
ini:
46
Gambar 1. Kerangka Fikir
Peran Pemerintah
Peran yang ideal
(ideal role)
Peran yang seharusanya
(expected role)
Peran yang
sebenarnya (actual
role)
Berperan Tidak berperan
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Adapun dalam penelitian ini,peneliti menggunakan metode penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Sugiyono (2009:9) metode
penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskanpada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah
(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualiatif, dan hasil penelitian lebih
menekankan makna daripada generalisasi. Denzin dan Lincoln dalam
Moleong (2009:5) mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian dengan menggunakan latar belakang alamiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan
berbagai metode yang ada.
Moleong (2009:6), mengungkapkan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan
lain-lain, secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata
48
dan bahasa, pada sutu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Menurut Sugiyono (2009:29) metode deskriptif adalah metode yang berfungsi
untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti
melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya, tanpa
melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.
Sedangkan, Sukmadinata (2006:72) menyatakan bahwa metode penelitian
deskriptif adalah sebuah metode yang berusaha mendeskripsikan,
menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada,
pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek
yang terjadi atau tentang kecenderungan yang sedang berlangsung.
Moleong (2009:8) mengemukakan terdapat 11 karakteristik dari penelitian
kualitatif, salah satunya yakni deskriptif. Deskriptif, yaitu data yang
dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Oleh
karna itu, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi
gambaran penyajian laporan tersebut.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa peneilitian
deskriptif dengan pendekatan kualiatatif adalah penelitian yang bermaksud
menafsirkan fenomena yang terjadi dan memahami fenomena tentang apa
yang dialami subjek penelitian dan memberi gambaran melalui data atau
sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya.
49
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian memberikan batasan dalam studi dan pengumpulan data,
sehingga penelitian ini akan fokus dalam memahami masalah-masalah yang
menjadi tujuan penelitian.
Fokus penelitian mempunyai peranan yang sangat penting dalam
membimbing dan mengarahkan jalannya penelitian Melalui fokus penelitian
ini suatu informasi dilapangan dapat dipilah-pilah sesuai konteks
permasalahannya, sehingga rumusan masalah fokus penelitian ini saling
berkaitan.
Penelitian ini memfokuskan pada peran Pemerintah dalam mewujudkan zona
anti narkoba menggunakan teori Soekanto yaitu:
1. Peran yang ideal (ideal role)
Dengan indikator Peran yang Ideal Pemerintah Desa Kejadian telah
melakukan berbagai upaya dengan cara memberikan pengarahan atau
sosialisasi kepada msyarakat dalam bentuk arahan maupun spanduk,
dengan demikia artinya Peran yang Ideal tersebut Peran yang diharapkan
oleh masyarakat di Desa Kejadian
Mengetahui tentang :
Pengarahan anggota kepolisian kepada mantan narkoba
2. Peran yang seharusnya (expected role)
Dengan indikator Peran yang Seharusnya Pemerintah DesaKejadian
sudah melakukan pembentukan suatu Organisasi yang menggambarkan
para pengedar narkoba menjadi satu kesatuan untuk membuat suatu
50
perubahan. Mengacu pada UU No 06 Pasal 1 nomor 12 dan Pasal 26
mengatakan bahwa pemberdayaan masyarakat Desa adalah upaya
mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat Kepala
Desa. Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintah Desa,
melaksanakan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakat Des, dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa.
3. Peran yang sebenarnya (actual role)
Dengan indikator Peran yang Sebenarnya adalah dimana Pemerintah Desa
Kejadian melakukan berbagai upaya diantaranya sosialisasi kepada
masyarakat dalam bentuk spanduk, arahan, dan juga sudah membentuk
suatu Organisasi Kelompok para mantan pengedar narkoba.
C. Lokasi Penelitian
Moleong (2009:128), lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti
melakukan penelitian terutama dalam menangkap fenomena atau peristiwa
yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dalam rangka mendapatkan
data-data penelitian yang akurat.Dalam penentuan lokasi penelitian, lokasi
pada penelitian ini yaitu di Pemerintaha Desa Kejadian dalam mewujudkan
Zona anti narkoba.Peneliti melihat Desa Kejadian mempunyai jumlah
pengedar narkoba yang lebih banyak yaitu 42 warga, dan juga Desa Kejadian
menjadi tempat pendeklarasian Zona Anti Narkoba serta menjadi pilot project
untuk tingkat Provinsi Lampung.
51
D. Jenis Data
Menurut Lofland dalam Moleong (2009:157) sumber data utama dalam
penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal ini, jenis data
dibagi ke dalam kata-kata, tindakan, sumber data tertulis, foto, dan
lainnya.Data adalah bahan keterangan dalam suatu objek penelitian yang
diperoleh. Oleh karna itu, sumber data dalam penelitian ini dapat digolongkan
kedalam dua jenis data, yaitu:
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari informan di
lapangan melalui wawancara mendalam (indept interview) dan observasi
partisipasi. Data primer dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Peran yang ideal (ideal role)
Dengan indikator Peran yang Ideal Pemerintah Desa Kejadian telah
melakukan berbagai upaya dengan cara memberikan pengarahan
atau sosialisasi kepada msyarakat dalam bentuk arahan maupun
spanduk, dengan demikia artinya Peran yang Ideal tersebut Peran
yang diharapkan oleh masyarakat di Desa Kejadian
Mengetahui tentang :
Pengarahan anggota kepolisian kepada mantan narkoba
b. Peran yang seharusnya (expected role)
Dengan indikator Peran yang Seharusnya Pemerintah Desa Kejadian
sudah melakukan pembentukan suatu Organisasi yang
52
menggambarkan para pengedar narkoba menjadi satu kesatuan untuk
membuat suatu perubahan. Mengacu pada UU No 06 Pasal 1 nomor
12 dan Pasal 26 mengatakan bahwa pemberdayaan masyarakat Desa
adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan
masyarakat Kepala Desa. Kepala Desa bertugas menyelenggarakan
Pemerintah Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, Pembinaan
Kemasyarakat Des, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.
c. Peran yang sebenarnya (actual role)
Dengan indikator Peran yang Sebenarnya adalah dimana Pemerintah
Desa Kejadian melakukan berbagai upaya diantaranya sosialisasi
kepada masyarakat dalam bentuk spanduk, arahan, dan juga sudah
membentuk suatu Organisasi Kelompok para mantan pengedar
narkoba
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari
informan dilapangan, seperti dokumen dan sebagainya.Dokumen tersebut
dapat berupa buku-buku dan literature lainnya yang berkaitan serta
berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti. Data sekunder dalam
penelitian ini yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
2. https://lampungpro.com/post/9927/bnn-lampung-tangkap-dua-
tersangka-narkoba-satu-ditembak
53
3. http://www.taktiklampung.com/2017/10/tegineneng-pesawaran-
dideklarasi-jadi.html
4. Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 tentang Pemerintah Desa
E. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Abdurrahmat Fathoni (2011:104) secara metodologis dikenal
beberapa macam teknik pengumpulan data diantaranya :
a. Observasi
Peneliti melakukan observasi atau pengamatan langsung dengan cara
peneliti secara langsung berkunjung di lokasi penelitian yaitu di
Pemerintah Desa Kejadian. Melalui observasi peneliti mencari informasi
lebih banyak.
b. Wawancara
Wawancara adalah pengumpulan data primer yang diperoleh langsung
dari hasil tanya jawab dengan informan. Esterberg dalam Sugiyono
(2009:317) mengemukakan bahwa wawancara adalah pertemuan dua
orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga
dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Tujuan dari
wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih
terbuka, yaitu pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-
idenya. Hal lain yang perlu dipersiapkan untuk wawancara yaitu alat
perekam suara (voice recorder) dan beberapa alat tulis bila diperlukan
untuk pencatatan.
54
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan
catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti,
sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah dan bukan berdasarkan
perkiraan. Dokumen yang digunakan dapat berupa peraturan perundang-
undangan, buku harian, laporan kegiatan, panduan pelaksanaan kegiatan,
arsip-arsip, foto-foto, dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan
penelitian. Teknik dokumentasi dilakukan untuk melengkapi data yang
tidak didapatkan dari proses wawancara agar data yang diperoleh
peneliti dapat teruji kebenarannya, dokumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dokumen yang berkaitan dengan peran pemerintah
desa kejadian dalam mewujudkan zona anti narkoba.
F. Informan
Informan adalah orang-orang atau pihak yang terkait dan dinilai memiliki
informasi.Informan yang telah dipilih tersebut adalah:
Tabel 3. Data informan
No Nama Jabatan
1. Jaya Sakti Kepala Desa Kejadian
2. Sholic Saadi. M Seketaris Desa Kejadian
3. Rizky
Pujiantho. SH
Kasubbag Minipos Reserse
Narkoba Polda Lampung
Sumber: olahan peneliti tahun 2018
55
G. Teknik Analisis Data
Bogdan dalam Sugiyono (2009:244) menyatakan bahwa analisis data
kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,
sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat di informasikan
kepada orang lain. Data yang terkumpul dalam penelitian kualitatif banyak
sekali yang biasanya meliputi ratusan bahkan ribuan halaman. Data yang
terkumpul secepatnya dianalisis dan ditafsirkan oleh peneliti sehingga data
yang menjadi dingin atau kadaluarsa tidak akan terjadi. Jadi dalam penelitian
kualitatif analisis data harus dimulai sejak awal.Data yang diperoleh dari
lapangan harus segera dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis.
Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2009:246)), mengemukakan bahwa
aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung terus menerus sampai tuntas, hingga datanya jenuh. Aktivitas
tersebut adalah reduksi data (data reduction), penyajian data (data display),
dan penarikan simpulan (conclusiondrawing)
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data adalah analisis data yang dilakukan dengan memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya.Data yang diperoleh di dalam lapangan ditulis/diketik dalam
bentuk uraian atau laporan yang terperinci.
56
2. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan
antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.Miles dan Huberman,
menyatakan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif.
3. Penarikan Simpulan (Conclusion drawing)
Berdasarkan data yang diperoleh, kemudian dikategorikan, dicari tema
dan polanya kemudian ditarik kesimpulan. Kesimpulan awal yang
dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif
merupakan temuan baru yang belum ada.
H. Teknik Keabsahan Data
Menurut Sugiyono (2009:267) uji keabsahan data dalam penelitian, sering
hanya ditekankan pada uji validitas dan reabilitas.Validitas merupakan
derajad ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data
yang dapat dilaporkan oleh peneliti.Dengan demikian data yang valid adalah
data “yang tidak berbeda” antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan
data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian.
57
Sugiyono (2009:366) menyatakan, bahwa uji keabsahan data pada penelitian
kualitatif meliputi uji validitas internal (credibility), validitas eksternal
(transferability), reliabilitas (dependentbility), dan obyektivitas
(confirmability).
1. Uji Validitas Internal (Credibility)
Uji validitas internal dilaksanakan untuk memenuhi nilai kebenaran dari
data dan informasi yang dikumpulkan.Artinya, hasil penelitian harus
dapatdipercaya oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden
sebagai informan.Kriteria ini berfungsi melakukan inquiry sedemikian
rupa sehingga kepercayaan penemuannya dapat dicapai.
2. Validitas Eksternal (Transferability)
Uji validitas eksternal dilaksanakan apakah hasil penelitian yang
dilakukan dalam konteks (setting) tertentu dapat ditransfer ke subyek lain
yang memiliki tipologi yang sama. Validitas eksternal sebagai persoalan
empiris bergantung kepada kebersamaan antara konteks pengiring dan
penerima.
3. Reliabilitas (Dependability).
Uji reliabilitas dilaksanakan untuk menilai apakah proses penelitian
kualitatif bermutu atau tidak, dengan mengecek apakah si peneliti sudah
cukup hati-hati, apakah membuat kesalahan dalam
mengkonseptualisasikan rencana penelitiannya, pengumpulan data, dan
pengintepretasiannya.
58
4. Obyektivitas (Confirmability)
Uji obyektivitas dilaksanakan dengan menganalisa apakah hasil
penelitian disepakati banyak orang atau tidak.Penelitian dikatakan
obyektif jika disepakati banyak orang.
59
IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Desa Kejadian adalah salah satu Desa yang berada di Kecamatan Tegineneng
Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung. Desa Kejadian saat ini terdiri dari 2
Dusun dan 10. Jarak Desa Kejadian ke kecamatan berjarak 8 Km dan Jarak
Desa Kejadian ke Kabupaten berjarak 30 Km. Luas Desa Kejadian adalah
431 Ha. Total jumlah penduduk di Desa Kejadian mencapai 1.752 jiwa
dengan rincian, laki-laki sebanyak 809 jiwa dan perempuan 770 jiwa.
B. Situasi dan Kondisi Desa Kejadian.
1. Luas wilayah Desa Kejadian kec. Tegineneng :
- Luas wilayah : 431 hektar
- Pembagian wilayah
Jumlah Dusun : 2 dusun
Jumlah Rt : 10 rt
2. Penduduk
- Jumlah penduduk : 1.752 orang
- Jumlah KK : 400 KK
- Mata pencaharian
Tani/kebun : 115 orang
60
Dagang : 20 orang
Pns : 12 orang
Buruh : 54 orang
3. Pendidikan
Tidak tamat SD : 46 orang
Tamat SD : 65 orang
Tamat SLTP : 58 orang
Tamat SLTA : 42 orang
Tamat D 3 : 7 orang
Tamat S1 : 5 orang
4. Potensi Desa
Sumber daya alam adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar dapat hidup
lebih sejahtera, dan terdapat di sekitar alam lingkungan hidup kita.
Sumber daya alam bisa terdapat di mana saja seperti di dalam tanah, air,
permukaan tanah, udara, dan lain sebagainya.
Desa Kejadian memiliki beberapa potensi sumber daya alam dari berbagai
bidang diantaranya pertanian, peternakan dan perikanan. Dalam bidang
pertanian terdapat beberapa komoditas tanaman yang dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat yaitu tanaman-tanaman pangan seperti Singkong, jagung
dan kacang tanah. Tanaman singkong merupakan tanaman yang sangat
61
populer di Desa Kejadian karena dapat dijadikan produk olahan yang
menghasilkan nilai ekonomis yang cukup tinggi. Namun karena jumlah
lahan yang kurang memadai potensi di Desa Kejadian sangat kurang
produktif.
5. Tugas Kepala Desa
Menegnai tugas Kepala Desa Kejadian, tugas dan wewenang mencakup
tugas seperti yang tertera dalam undang-undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa, yang mana tugas mencakup:
1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa
2. Mengangkat dan memberhentikan perangkat desa
3. Memegang kekuasaan pengelola keuangan dan aset desa
4. Menetapkan peraturan desa
5. Menetapkan anggaran dan pendapatan desa
6. Membina kehidupan masyarakat desa
7. Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat desa
8. Membina, meningkatkan perekonomian serta mengintegrasikannya
agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya
kemakmuran masyarakat desa
9. Mengembangkan sumber pendapatan desa
10. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa
11. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa
12. Memanfaatkan teknologi tepat guna
13. Mengordinasikan pembangunan desa secara partisipatif
62
14. Mewakili desa didalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa
hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan melaksanakan wewenang lain yang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
6. Zona Anti Narkoba
Provinsi Lampung yang berada di ujung selatan sumatra masuk dalam
zona darurat narkoba. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung dan
Polda Lampung gencar mencegah dan memberantas perdearan narkoba
secara masif dan komprehensif. Provinsi Lampung masuk situasi darurat
narkoba. Pemerintah Provinsi Lampung dan Polda Lampung bersama
stakeholder terkait grncar mencegah dan memberantas narkoba secara
masif dan komprehensif, Asisten Bidang Pemerintahan dan Kersa
Pemprov Lampung Heri Suliyanto Pada Deklarasi Zona Anti Narkoba di
Desa Kejadian, Kecamatan Tegineneng, Kabupaten Pesawaran, Lampung.
Polda Lampung membentuk tim gabungan dalam membentuk Zona Anti
Narkoba yang bertugas :
a. Melakukan pemetaan dan pendataan di Desa yang termasuk Zona
merah
b. Bertugas membina dan melakukan sosialisasi dan penyuluhan
c. Melibatkan personel gabungan Polda Lampung dan Polres setempat
81
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh tiga peranan yang
dilakukan pemerintah yang meliputi,
1. Melakukan sosialisasi dan pembianaan terhadap masyarakat di Desa
Kejadian.
2. Melakukan pemasangan spanduk-spanduk anti narkoba di lingkungan
Desa Kejadian
3. Mengamati dan menertibkan jika ada pergerakan yang dirasa
mencurigakan pada masyarakat di Desa Kejadian.
Berdasarkan peranan-peranan yang dilakukan oleh pemerintah di atas, dapat
disimpulkan bahwa Pemerintahan Desa Kejadian Kecamatan Tegineneng
Kabupaten Pesawaran beperan dalam menanggulangi dan memberantas
permasalahan tentang narkoba di desa tersebut.
B. Saran
Saran yang ingin penulis sampaikan di dalam penelitian ini yaitu,
1. Pemerintah melakukan peninjaun ulang terhadap kegiatan yang
diselenggarakan di desa tersebut serta menambah aktivitas yang
82
bermanfaat bagi warga sekitar. Selain itu, diharapkan pemerintah dapat
membuka suatu lapangan pekerjan guna mencegah agar tidak adanya
penggunaan narkotika di kalangan masyarakat.
2. Diperlukan adanya kerja sama yang lebih terorganisir antara Pemerintah,
Polri, dan masyarakat desa yang tergabung dalam ormas maupun
organisasi sosial lainnya sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan
narkoba agar desa tersebut benar-benar bebas dari peredaran narkoba.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alatas, Husein, dan Bambang Madiyono. 2001. Penanggulangan Korban
Narkoba: Meningkatkan Peran Keluarga dan Lingkungan. Jakarta: FKUI.
HAW. Widjaja. 2003. OtonomiDesa. Jakarta
Martono, Lydia Harlina dan Satya Joewana. 2008. Membantu Pemulihan Pecandu
Narkoba dan Keluarganya. Jakarta: Balai Pustaka.
Moleong, L.J. 2002.Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Partodiharjo, Subagyo. 2000. Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya.
Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Rizali H., dan Putra. 2000. Aids dan Narkoba. Medan: Yayasan Humaniora
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali
Soekanto, Soerjono. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
Taneko, Soleman B. 1986. Konsepsi sytem sosial dan system sosial
Indonesia.Jakarta: Fajar Agung.
Jurnal:
Oktaviani. Dini. 2007. Bahaya Penyalahgunaan Narkoba
Siboro. Resika. Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika di Kabupaten
Tanggamus
Makaro. Moh. Taufik, Dkk. Tindak Pidana Narkotika. 2013
Mastufa. Rizka. Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika di Kabupaten
Tanggamus
Kartaatmaja. A. M. 2014. Menuju ASEAN Bebas Narkoba 2015 Situasi
Penyalahgunaan Narkoba di Indonesia.
Harmawati. 2016. Peran Pemerintah Dalam Menanggulangi Penyalahgunaan
Narkoba Di Makasar Sulawesi Selatan.
Sumber lain:
1. Undang-UndangNomor 35 Tahun 2009 tentangNarkotika
2. Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa
3. https://lampungpro.com/post/9927/bnn-lampung-tangkap-dua-
tersangka-narkoba-satu-ditembak
4. http://www.taktiklampung.com/2017/10/tegineneng-pesawaran-
dideklarasi-jadi.html
5. http://jogja.tribunnews.com/2017/09/24/indonesia-darurat-narkoba
6. https://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/08/22/ocayad3
84-penyalahgunaan-narkoba-di-indonesia-mengerikan
7. https://www.merdeka.com/peristiwa/budi-waseso-penyalahgunaan-
narkoba-sudah-menjalar-ke-sd-sampai-sma.html
8. http://mediaindonesia.com/read/detail/144732-indonesia-darurat-
narkotika-2018-ini-faktanya