peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

20
JURNAL PERAN ORANGTUA PADA TERAPI BIOMEDIS UNTUK ANAK AUTIS RATNADEWI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA ABSTRAKSI Istilah autisme sudah cukup populer dikalangan masyarakat. Autisme merupakan gangguan yang dimulai dan dialami pada masa kanak-kanak. Berbagai usaha telah dijalankan para orangtua dalam menanggulangi gejala autisme. Namun, penanganan pada tiap individu autis berbeda. Banyak diantara mereka yang mengalami gangguan pencernaan, mempunyai kecenderungan alergi, daya tahan tubuh yang rentan, dan mengalami keracunan logam berat. Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak. Pengalaman dan penelitian mengungkapkan untuk menanggulangi gejala-gejala autisme yang harus dibenahi adalah metabolisme tubuh anak autis, yaitu melalui terapi biomedis. Orangtua memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan anak autis. Untuk itu orangtua dituntut mengerti hal-hal seputar autisme dan mampu mengorganisir kegiatan penyembuhan terapi biomedis untuk anak autis. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kesulitan orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, bagaimana peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, dan mengapa perannya seperti itu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kualitatif berupa studi kasus. Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak autis dan mengikuti terapi biomedis. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah metode wawancara semiterstruktur dan observasi nonpartisipan. Sedangkan alat bantu pengumpulan data penelitian menggunakan pedoman wawancara, pedoman observasi, alat perekam dan alat tulis. Setelah dilakukan penelitian dapat disimpulkan bahwa kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, gambaran peran orangtua dan faktor-faktor yang menyebabkan peran orangtua demikian adalah subjek A mengalami kesulitan dalam pengawasan pola makan anak karena anak sering mencuri makanan, sedangkan subjek B mengalami kesulitan dalam pelaksanaan terapi karena anak sering mencuri makanan, anak sudah besar sehingga anak sudah mengenal jenis-jenis makanan, peran orangtua belum optimal dalam melaksanakan terapi dikarenakan subjek A banyak menghandalkan pasangannya dan kurang inisiatif, sedangkan subjek B tidak tegas, merasa kasihan pada anak dan kurang berinisiatif mencari tahu secara lengkap tentang terapi biomedis. Kata Kunci : Peran Orangtua, Terapi Biomedis, Untuk Anak Autis. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autisme merupakan gangguan yang dimulai dan dialami pada masa kanak- kanak. Autisme infantil (autisme pada masa kanak-kanak) adalah gangguan ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukan dengan penguasaan yang tertunda, echolalia (meniru/membeo), mutism (kebisuan, tidak mempunyai kemampuan untuk berbicara), pembalikan kalimat dan kata (menggunakan kamu untuk saya), adanya aktivitas bermain yang repetitif dan stereotipik, rute ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk

Transcript of peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

Page 1: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

JURNAL PERAN ORANGTUA PADA TERAPI

BIOMEDIS UNTUK ANAK AUTIS

RATNADEWI

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA

ABSTRAKSI

Istilah autisme sudah cukup populer dikalangan masyarakat. Autisme merupakan gangguan yang dimulai dan dialami pada masa kanak-kanak. Berbagai usaha telah dijalankan para orangtua dalam menanggulangi gejala autisme. Namun, penanganan pada tiap individu autis berbeda. Banyak diantara mereka yang mengalami gangguan pencernaan, mempunyai kecenderungan alergi, daya tahan tubuh yang rentan, dan mengalami keracunan logam berat. Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak. Pengalaman dan penelitian mengungkapkan untuk menanggulangi gejala-gejala autisme yang harus dibenahi adalah metabolisme tubuh anak autis, yaitu melalui terapi biomedis. Orangtua memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan anak autis. Untuk itu orangtua dituntut mengerti hal-hal seputar autisme dan mampu mengorganisir kegiatan penyembuhan terapi biomedis untuk anak autis.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kesulitan orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, bagaimana peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, dan mengapa perannya seperti itu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kualitatif berupa studi kasus. Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah orangtua yang memiliki anak autis dan mengikuti terapi biomedis. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah metode wawancara semiterstruktur dan observasi nonpartisipan.

Sedangkan alat bantu pengumpulan data penelitian menggunakan pedoman wawancara, pedoman observasi, alat perekam dan alat tulis.

Setelah dilakukan penelitian dapat disimpulkan bahwa kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis, gambaran peran orangtua dan faktor-faktor yang menyebabkan peran orangtua demikian adalah subjek A mengalami kesulitan dalam pengawasan pola makan anak karena anak sering mencuri makanan, sedangkan subjek B mengalami kesulitan dalam pelaksanaan terapi karena anak sering mencuri makanan, anak sudah besar sehingga anak sudah mengenal jenis-jenis makanan, peran orangtua belum optimal dalam melaksanakan terapi dikarenakan subjek A banyak menghandalkan pasangannya dan kurang inisiatif, sedangkan subjek B tidak tegas, merasa kasihan pada anak dan kurang berinisiatif mencari tahu secara lengkap tentang terapi biomedis. Kata Kunci : Peran Orangtua, Terapi Biomedis, Untuk Anak Autis. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Autisme merupakan gangguan yang

dimulai dan dialami pada masa kanak-

kanak. Autisme infantil (autisme pada masa

kanak-kanak) adalah gangguan

ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan

orang lain, gangguan berbahasa yang

ditunjukan dengan penguasaan yang

tertunda, echolalia (meniru/membeo),

mutism (kebisuan, tidak mempunyai

kemampuan untuk berbicara), pembalikan

kalimat dan kata (menggunakan kamu untuk

saya), adanya aktivitas bermain yang

repetitif dan stereotipik, rute ingatan yang

kuat, dan keinginan obsesif untuk

Page 2: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

mempertahankan keteraturan di dalam

lingkungannya, rasa takut akan perubahan,

kontak mata yang buruk, lebih menyukai

gambar dan benda mati (Kaplan dkk, 1994).

Klasifikasi autisme sedang dan

berat sering kali disimpulkan setelah anak

didiagnosa autisme. Klasifikasi ini dapat

diberikan melalui Childhood Autism Rating

Scale (CARS). Skala ini menilai derajat

kemampuan anak untuk berinteraksi dengan

orang lain, melakukan imitasi, memberi

respon emosi, penggunaan tubuh dan objek,

adaptasi terhadap perubahan, memberikan

respon visual, pendengaran, pengecap,

penciuman dan sentuhan. Selain itu,

Childhood Autism Rating Scale juga menilai

derajat kemampuan anak dalam perilaku

takut/gelisah melakukan komunikasi verbal

dan non verbal, aktivitas, konsistensi respon

intelektual serta penampilan menyeluruh

(Schopler dkk dalam Berkell, 1992).

Akhir-akhir ini kasus autisme

menunjukkan peningkatan di Indonesia. Bila

Amerika dapat menentukan bahwa kejadian

di negaranya adalah 1:150 (satu anak autis

per seratus lima puluh anak) dan Inggris

berani mengeluarkan angka 1:100, tidak

demikian dengan Indonesia. Meskipun

beberapa profesional memperkirakan angka

tersebut tidak banyak berbeda dengan di

Indonesia, tapi hal tersebut tidak mungkin

dipastikan tanpa data-data yang akurat.

Saat ini di Indonesia sedang melakukan

pendataan mengenai jumlah penderita

autisme melalui Yayasan Autisma

Indonesia.

Setiap orangtua menginginkan

anaknya berkembang sempurna. Namun

demikian, sering terjadi keadaan dimana

anak memperlihatkan suatu gejala atau

masalah perkembangan sejak usia dini.

Orangtua yang memperhatikan

perkembangan anaknya dan cukup memiliki

informasi mengenai kriteria perkembangan

anak, umumnya dapat merasakan dalam

hati kecilnya bila anaknya mengalami

penyimpangan dalam perkembangan sejak

masa bayi. Misalnya ada gangguan di otak

(McCandless, 2003).

Gangguan di otak tidak dapat

disembuhkan tapi masih dapat

ditanggulangi, dengan melakukan terapi

lebih awal, terpadu, dan intensif. Terjadinya

gangguan di otak merupakan salah satu

penyebab autisme, tetapi gejala-gejala

autisme dapat dikurangi, bahkan dihilangkan

sehingga anak dapat bergaul secara normal,

tumbuh sebagai orang dewasa yang sehat,

berkarya, bahkan membina keluarga. Jika

anak autis tidak atau terlambat mendapat

intervensi hingga dewasa maka gejala

autisme semakin parah, bahkan tidak

tertanggulangi. Melalui beberapa terapi,

anak autis akan mengalami kemajuan

seperti anak normal lainnya (Widyawati dkk,

2003).

Berbagai usaha telah dijalankan

para orangtua dalam menanggulangi gejala

autisme. Namun, seringkali hasil yang

Page 3: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

dicapai masih sulit diukur, lagi pula

penanganan pada tiap individu berbeda.

Banyak temuan yang menunjukkan bahwa

fisik anak autis jauh dari sempurna. Banyak

diantara mereka yang mengalami gangguan

pencernaan, mempunyai kecenderungan

alergi, daya tahan tubuh yang rentan, dan

mengalami keracunan logam berat.

Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya

mempengaruhi fungsi otak. Banyak

pengalaman dan penelitian mengungkapkan

bahwa untuk menanggulangi gejala-gejala

autisme maka yang terlebih dahulu harus

dibenahi adalah metabolisme tubuh anak-

anak penyandang autis. Caranya, dengan

menerapkan terapi biomedis (Budhiman dkk,

2002).

Peran orangtua pada terapi

biomedis untuk anak autis sangat penting,

terutama pada pemberian food supplement

(pemakaian obat, vitamin dan mineral) dan

program diet yang akan dilakukan.

Pemakaian obat atau food supplement

harus dipahami benar apa, bagaimana, dan

sesuaikah dengan kebutuhan anak.

Orangtua harus mengetahui bahwa obat dan

food supplement terbuat dari zat kimia

(Widyawati dkk, 2003).

Salah satu bentuk keberhasilan

terapi biomedis seperti yang terjadi pada

pasien Dr. Melly Budhiman setelah

mengikuti terapi biomedis, anak autis

mengalami perkembangan pesat dalam

kemampuan bersosialisasi, anak menjadi

mandiri, konsentrasi anak membaik,

hiperaktif berkurang, postur tubuh anak

berkembang semakin proporsional, adanya

kontak mata dengan lawan bicara, dapat

meniru kata-kata yang diajarkan, jam tidur

menjadi teratur dan dapat mengejar

ketinggalan dari anak-anak lain (Budhiman

dkk, 2002).

Orangtua memiliki peran dominan

dalam upaya penyembuhan karena

orangtua merupakan orang yang paling

dapat mengerti dan dimengerti anak

penyandang autis. Untuk itu orangtua tetap

dituntut untuk berbuat sesuatu yang

bermanfaat bagi kesembuhan anaknya.

Dalam persoalan ini orangtua dituntut

mengerti hal-hal seputar autisme dan

mampu mengorganisir kegiatan

penyembuhan terapi biomedis untuk anak

autis. Para ahli tidak akan dapat bekerja

tanpa peran serta orangtua dan terapi tidak

akan efektif bila orangtua tidak dapat

bekerja sama, karena umumnya para ahli

tersebut bekerja berdasarkan data yang

diperoleh dari orangtua yang paling

memahami dan berada paling dekat serta

hidup bersama anak penyandang autis

(McCandless, 2003).

Berdasarkan penjelasan-penjelasan

diatas menjadi alasan bagi peneliti untuk

melihat bagaimana peran orangtua pada

terapi biomedis untuk anak autis, dan peran

orangtua dalam tahap-tahap terapi biomedis

untuk menangani anak autis. Dengan

adanya peran orangtua pada terapi

biomedis untuk anak autis memungkinkan

Page 4: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

dilakukannya deteksi dan intervensi dini

sehingga dapat mempercepat langkah-

langkah apa saja yang harus diambil

selanjutnya, sehingga dapat mempercepat

dan mengoptimalkan jalannya terapi

biomedis.

B. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan dalam penelitian ini

adalah :

1. Apa kesulitan orangtua pada terapi

biomedis untuk subjek penelitian?

2. Bagaimana peran orangtua pada terapi

biomedis untuk subjek penelitian?

3. Mengapa perannya seperti itu ?

C. Tujuan penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui apa kesulitan

orangtua pada terapi biomedis untuk anak

autis, bagaimana peran orangtua pada

terapi biomedis untuk anak autis, dan

mengapa peran seperti itu.

D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki

dua manfaat, yaitu :

1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi yang bermanfaat

bagi peneliti, orangtua dan masyarakat

mengenai peran orangtua pada terapi

biomedis untuk anak autis dan menjadi

masukan bagi orangtua, anak autis

untuk lebih bisa berperan serta dalam

penanganannya.

2. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberi

masukan yang bermanfaat bagi ilmu

psikologi khususnya psikologi anak

khusus dengan memberikan tambahan

data tentang peran orangtua pada terapi

biomedis untuk anak autis dan menjadi

bahan acuan bagi penelitian berikutnya

yang meminati topik mengenai peran

orangtua, terapi biomedis dan anak

autis.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anak Autis 1. Pengertian Autisme

Autisme berasal dari kata Yunani “autos”

yang berarti self (diri). Kata autisme ini

digunakan didalam bidang psikiatri untuk

menunjukkan gejala menarik diri (Budhiman,

2002).

2. Jenis-jenis Terapi Autisme Ada beberapa terapi yang

digunakan untuk penanganan anak autis

yaitu:

a. Terapi Medikamentosa adalah terapi

dengan obat-obatan bertujuan

memperbaiki komunikasi, memperbaiki

respon terhadap lingkungan, dan

menghilangkan perilaku aneh serta

diulang-ulang.(Widyawati dkk, 2003).

b. Terapi biomedis adalah terapi bertujuan

memperbaiki metabolisme tubuh melalui

Page 5: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

diet dan pemberian suplemen.

(Widyawati dkk, 2003).

c. Terapi Wicara adalah terapi untuk

membantu anak autis melancarkan otot-

otot mulut sehingga membantu anak

autis berbicara lebih baik (Suryana,

2004).

d. Terapi Perilaku adalah metode untuk

membentuk perilaku positif pada anak

autis, terapi ini lebih dikenal dengan

nama ABA (Applied Behavior Analysis)

atau metode Lovass.(Handojo, 2003).

e. Terapi Okupasi adalah terapi untuk

melatih motorik halus anak autis. Terapi

okupasi untuk membantu menguatkan,

memperbaiki koordinasi dan

keterampilan ototnya (Suryana, 2004).

f. Terapi Bermain adalah proses terapi

psikologik pada anak, dimana alat

permainan menjadi sarana utama untuk

mencapai tujuan. (Sutadi dkk, 2003).

g. Terapi Sensory Integration adalah

pengorganisasian informasi melalui

sensori-sensori (sentuhan, gerakan,

keseimbangan, penciuman,

pengecapan, penglihatan dan

pendengaran) yang sangat berguna

untuk menghasilkan respon yang

bermakna (Sutadi dkk, 2003).

h. Terapi Auditory Integration adalah terapi

untuk anak autis agar pendengarannya

lebih sempurna (Suryana, 2004).

3. Klasifikasi Autisme

Klasifikasi autisme sedang dan

berat sering kali disimpulkan setelah anak

didiagnosa autisme. Klasifikasi ini dapat

diberikan melalui Childhood Autism Rating

Scale (CARS).(Schopler dkk dalam Berkell,

1992)

4. Penyebab Autisme Ada beberapa penyebab autisme,

dugaan penyebab autisme dan diagnosis

medisnya yaitu faktor biologis, gangguan

perkembangan susunan saraf, dan kelainan

fungsi luhur otak: (Budhiman dkk, 2002;

Budhiman dalam Suryana, 2004; Yatim

dalam Suryana, 2004).

5. Karakteristik Anak Autisme Anak Autis mempunyai karakteristik

dalam bidang komunikasi, interaksi sosial,

sensoris, pola bermain, perilaku dan emosi:

(Suryana, 2004)

a. Komunikasi

1). Perkembangan bahasa lambat atau

sama sekali tidak ada.

2). Anak tampak seperti tuli, sulit

berbicara, atau pernah bicara tapi

kemudian sirna.

3). Kadang kata-kata yang digunakan

tidak sesuai artinya.

4). Mengoceh tanpa arti berulang-ulang

dengan bahasa yang tidak dapat

dimengerti orang lain.

5). Bicara tidak dipakai untuk alat

komunikasi.

6). Senang meniru atau membeo

(echolalia).

Page 6: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

7). Bila senang meniru, dapat hafal

betul kata-kata atau nyanyian

tersebut tanpa mengerti artinya.

8). Sebagian dari anak ini tidak

berbicara (non verbal) atau sedikit

berbicara (kurang verbal) sampai

usia dewasa.

9). Senang menarik-narik tangan orang

lain untuk melakukan apa yang ia

inginkan, misalnya bila ingin

meminta sesuatu.

b. Interaksi Sosial

1). Penyandang autistik lebih suka

menyendiri.

2). Tidak ada atau sedikit kontak mata

atau menghindari untuk bertatapan.

3). Tidak tertarik untuk bermain

bersama teman.

4) Bila diajak bermain, ia tidak mau

dan menjauh.

c. Gangguan Sensoris

1). Sangat sensitif terhadap sentuhan,

seperti tidak suka dipeluk.

2). Bila mendengar suara keras

langsung menutup telinga.

3). Senang mencium-cium, menjilat

mainan atau benda-benda.

4). Tidak sensitif terhadap rasa sakit

dan rasa takut.

d. Pola Bermain

1). Tidak bermain seperti anak-anak

pada umumnya.

2). Tidak suka bermain dengan anak

sebayanya.

3). Tidak kreatif, tidak imajinatif.

4). Tidak bermain sesuai fungsi

mainan, misalnya sepeda dibalik

lalu rodanya diputar-putar.

5). Senang akan benda yang berputar

seperti kipas angin, roda sepeda.

6). Dapat sangat lekat dengan benda-

benda tertentu yang dipegang terus

dan dibawa kemana-mana.

e. Perilaku

1). Dapat berperilaku berlebihan

(hiperaktif) atau kekurangan

(deficit).

2). Memperlihatkan perilaku stimulasi

diri seperti bergoyang-goyang,

mengepakan tangan, berputar-putar

dan melakukan gerakan yang

berulang-ulang.

3). Tidak suka pada perubahan.

4). Dapat pula duduk bengong dengan

tatapan kosong.

f. Emosi

1). Sering marah-marah tanpa alasan

yang jelas, tertawa-tawa, menangis

tanpa alasan.

2). Tempertantrum (mengamuk tak

terkendali) jika dilarang tidak

diberikan keinginannya.

3). Kadang suka menyerang dan

merusak.

4). Kadang-kadang anak berperilaku

yang menyakiti dirinya sendiri.

5). Tidak mempunyai empati dan tidak

mengerti perasaan orang lain.

Page 7: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

Namun gejala tersebut diatas tidak

harus ada pada setiap anak penyandang

autisme. Pada anak penyandang autisme

berat mungkin hampir semua gejala ada tapi

pada kelompok yang ringan mungkin hanya

terdapat sebagian saja (Suryana, 2004).

B. Terapi Biomedis 1. Pengertian Terapi Biomedis

Terapi biomedis adalah suatu

bentuk terapi yang bertujuan memperbaiki

metabolisme tubuh melalui diet dan

pemberian suplementasi. Terapi ini

dilakukan berdasarkan banyaknya

gangguan pencernaan, alergi, daya tahan

tubuh rentan, dan keracunan logam berat.

Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya

mempengaruhi fungsi otak (Widyawati dkk,

2003).

2. Tahap-tahap Terapi Biomedis Menurut Shattock (2002), protokol

terapi biomedis terdiri dari 3 tahapan dan

ditambah dengan 1 tahap intervensi

tambahan, yaitu:

a. Tahapan Genjatan Senjata (Ceasefire)

Tahap ini dilakukan dengan diet

susu dan gandum. Anak autis diduga

mengalami kelebihan opioid dalam

tubuhnya. Opioid berkumpul di otak,

bereaksi dan berfungsi seperti morfin

sehingga mengacaukan otak anak.

Opioid berasal dari kasein (protein dari

susu sapi atau domba) dan glutein

(protein dari gandum) yang dikonsumsi

anak lewat makanan sehari-hari. Pada

anak yang memiliki pencernaan normal,

protein dari susu sapi dan gandum

dapat dicerna sempurna sehingga rantai

protein terurai total. Namun, anak yang

pencernaannya tidak sempurna sulit

mencerna sehingga rantai protein tidak

terurai total, melainkan menjadi rantai-

rantai pendek asam amino, yang disebut

peptida. Di dalam otak, peptida akan

diikat opioid reseptor (penerima opioid),

yang kemudian berfungsi dan bereaksi

seperti morfin.

b. Menilai Problem dan Mencari

Persamaan

Tahap ini dilakukan dengan

menggunakan buku harian makanan

dan pemeriksaan laboratorium. Buku

harian makanan (food diary), diisi

dengan mencatat apa saja yang

dikonsumsi anak setiap hari, juga

perilaku, dan kemampuan yang dicapai

anak.

Setelah melakukan diet bebas

kasein dan bebas glutein, anak

melakukan tes laboratorium. Hasil tes

akan lebih akurat setelah tubuh bersih

dari kasein dan glutein. Biasanya hasil

uji laboratorium sebelum dan sesudah

tes akan menunjukkan hasil yang

berbeda. Setelah kasein dan glutein

dibuang dari menu anak terlihat

perbaikan fungsi usus sehingga vitamin

dan mineral terserap lebih baik,

penurunan jumlah alergi, dan

Page 8: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

menunjukkan adanya kesembuhan

infeksi jamur.

c. Proses Membangun Kembali

(Rekonstruksi)

Tujuan akhir dari terapi biomedis

adalah agar anak dapat mengkonsumsi

makanan senormal mungkin. Jika kadar

peptida yang merusak bisa mengurangi

di dalam usus maka daya rembes

dinding usus dan sawar otak (blood

brain barrier) dapat diperbaiki. Dengan

demikian, resiko buruk dapat dikurangi.

Inilah tujuan akhir dari fase

reskonstruksi.

Pada tahap ketiga ini ahli medis

akan merekomendasikan pemberian

suplemen atau makanan tambahan

berdasarkan hasil uji laboratorium.

Dengan demikian, penanganan anak

autis satu dengan yang lainnya berbeda.

d. Intervensi Tambahan

Intervensi tambahan sengaja

ditempatkan dibagian akhir prosedur

karena walaupun ditunjang teori maupun

eksperimen, pemakaian supplemen,

seperti hormon sekretin pada intervensi

tambahan masih dalam tahap

percobaan.

Pemakaian vitamin B6 (piridoksin) dosis

tinggi banyak ditentang, karena secara

teoritis mengandung resiko. Begitu juga

pemakaian DMG (dimethyl glycine),

meski efektif, belum dapat diterangkan

cara kerjanya.

3. Cara Pemeriksaan Metabolisme Pada Terapi Biomedis

Menurut Budhiman (2002), Untuk

menjalankan terapi biomedis terlebih dahulu

anak harus menjalani pemeriksaan di

laboratorium khusus. Pemeriksaan

laboratorium bertujuan mencari gangguan

metabolisme pada anak yang bisa

memperberat gejala autisme atau juga

pencetus gejala ini. Adapun bahan yang

diperiksa adalah feses, urine, darah, dan

rambut.

4. Program Kelasi Pada Terapi Biomedis Program kelasi merupakan proses

pembersihan racun. Program ini kadang

digunakan dalam terapi biomedis karena

dari hasil tes labolatorium ditemukan anak

keracunan logam berat. Jika logam berat

tidak segera dikeluarkan, ada kemungkinan

sel-sel otak anak mengalami kerusakan

permanen. Untuk mengeluarkan logam berat

dari tubuh dan otak. (Shattock, 2002)

C. Peran Orangtua 1. Pengertian Peran Orangtua Pada Terapi biomedis Untuk anak Autis

Peran orangtua pada terapi

biomedis adalah melakukan

pengawasan yang ketat pada pola

makan anak, mencatat makanan dan

minuman yang dikonsumsi oleh anak

agar orangtua dapat mengetahui jenis

makanan yang dapat menimbulkan

alergi pada anak, memenuhi kebutuhan

Page 9: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

anak khususnya menyediakan makanan

dan minuman yang tidak mengandung

glutein dan kasein (Puspita, 2004)

2. Faktor-faktor Peran Orangtua Menurut Mawardi (1990), ada tiga

faktor-faktor peran orangtua yang

bertanggungjawab dalam pengasuhan

anak adalah sebagai berikut:

a. Pengawasan yang Membimbing

b. Pemberian Contoh yang Baik

c. Pendekatan Pribadi

3. Bentuk-bentuk Peran Orangtua Dalam Penanganan Anak Autis

Menurut Puspita (2004), ada dua

bentuk-bentuk peran orangtua dalam

penanganan anak autis adalah sebagai

berikut:

a. Memahami keadaan anak apa adanya

b. Mengupayakan alternatif penanganan

sesuai kebutuhan anak

4. Ciri-ciri Peran Orangtua Menurut Maccoby dalam Puspita

(2004), ciri-ciri peran orangtua dalam

penanganan anak autis yaitu

mengungkapkan perasaan, pikiran, serta

sikap terhadap anaknya adalah sebagai

berikut:

a. Orangtua yang Menerima Anak

1). Orangtua yang hangat

2). Komunikasi orangtua dan anak yang

lancar, hangat, dan terbuka

3). Menghargai anak

b. Sikap Orangtua yang Menolak Anak

c. Sikap Orangtua yang Keras

6. Faktor-faktor yang Menentukan Keberhasilan Orangtua dalam Menghadapi Anak dengan Gangguan Autisme

Menurut Safaria (2005), adapun

faktor-faktor yang menentukan keberhasilan

orangtua dalam menghadapi anak dengan

gangguan autisme adalah sebagai berikut:

a. Hubungan Harmonis

Mampu membina hubungan yang

harmonis melalui komunikasi yang

terbuka, berempati, saling menghargai,

saling mendukung dan menghindari

perilaku menimpakan kesalahan pada

salah satu pihak atas masalah anak.

Adapun hal-hal yang menjadi fondasi

utama dari hubungan perkawinan yang

harmonis dan bermakna adalah sebagai

berikut:

1). Visi Bersama

Visi mampu menghubungkan antara

apa yang terjadi saat ini di dalam

pengasuhan hubungan cinta dan

perkawinan dengan keinginan yang

akan dibangun di masa depan.

2). Membina Kebersamaan

Hubungan cinta yang sehat

dilandasi oleh kebersamaan

3). Menjadi Positif dan Produktif

Hubungan cinta yang sehat adalah

hubungan cinta yang menghasilkan

Page 10: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

energi positif bagi pasangan dan diri

sendiri.

4). Penghargaan Tanpa Syarat

Hubungan cinta yang sehat

dilandasi oleh penghargaan positif

tanpa syarat, dimana pribadi-pribadi

menerima kekurangan masing-

masing dan menghargainya sebagai

sebuah realitas manusiawi.

5). Kesediaan Meminta Maaf dan

Memaafkan

Melalui kesediaan untuk meminta

maaf dan mengakui kesalahan

dengan sepenuh hati. Kesediaan

untuk meminta maaf ini berarti

memiliki komitmen untuk

memperbaiki diri dan janji untuk

tidak mengulangi perbuatan yang

sama.

6). Komitmen

Komitmen diartikan sebagai

kemauan tersebar untuk

mengikatkan diri dalam prinsip-

prinsip, perjanjian dan persetujuan

bersama untuk memastikan

tercapainya tujuan bersama di masa

depan.

7. Kesulitan-kesulitan Yang Umumnya Dihadapi Oleh Orangtua Pada Pelaksanaan Terapi Biomedis

Dari beberapa kasus di dalam

Budiman (2002), dapat ditarik

kesimpulan mengenai kesulitan-

kesulitan yang umumnya dihadapi oleh

orangtua pada pelaksanaan terapi

biomedis adalah sebagai berikut:

a. Mengalami kesulitan keuangan,

untuk pengobatan anak autis

membutuhkan biaya yang cukup

banyak.

b. Kesulitan menghadapi anak ketika

anak autis menolak untuk

melaksanakan terapi biomedis, anak

autis menjadi tidak mau makan,

sehingga sebagai orangtua menjadi

kwatir dengan asupan gizi untuk

anak menjadi berkurang.

c. Orangtua kesulitan mencari menu

makanan yang sesuai untuk anak

autis.

d. Orangtua kesulitan ketika

melakukan diet untuk anak autis di

luar rumah, karena anak sulit

dikendalikan oleh orangtua disaat

ada kerabat yang memberikan

makanan dan minuman yang

mengandung glutein dan kasein.

Dalam permasalahan ini orangtua

harus tegas pada anak dan disiplin

pada terapi ini demi kesembuhan

anak.

D. Dinamika Peran Orangtua Pada Terapi Biomedis Untuk Anak Autis Orangtua adalah orang terdekat

yang paling besar peranannya pada

perkembangan anak. Orangtua sangat

berperan dalam merawat dan membesarkan

anak, memenuhi kebutuhan fisiologis dan

Page 11: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

psikis, membimbing dan mengarahkan,

memberikan contoh dan teladan yang baik,

memberikan afeksi atau kasih sayang yang

menimbulkan kehangatan, rasa aman dan

terlindungi yang diperlukan oleh anak

(Gunarsa, 1991).

Setiap orangtua menginginkan

anaknya berkembang sempurna. Namun

demikian, sering terjadi keadaan dimana

anak memperlihatkan suatu gejala atau

masalah perkembangan sejak usia dini.

Orangtua yang memperhatikan

perkembangan anaknya dan cukup memiliki

informasi mengenai kriteria perkembangan

anak, umumnya dapat merasakan dalam

hati kecilnya bila anaknya mengalami

penyimpangan dalam perkembangan sejak

masa bayi. Misalnya ada gangguan di otak

yaitu autisme (Puspita, 2004).

Autisme adalah gangguan

perkembangan neurobiologis yang berat,

terjadi pada anak dalam 3 tahun pertama

kehidupannya. Masalahnya ini bisa dimulai

sejak janin berusia 6 bulan dalam

kandungan, dan dapat terus berlanjut

semasa hidupnya bila tidak dilakukan

intervensi secara dini, intensif, optimal, dan

komprehensif (Sutadi dkk, 2003).

Berbagai usaha telah dijalankan

para orangtua dalam menanggulangi gejala

autisme. Namun, seringkali hasil yang

dicapai masih sulit diukur, lagi pula

penanganan pada tiap individu berbeda.

Banyak temuan yang menunjukkan bahwa

fisik anak autis jauh dari sempurna. Banyak

diantara mereka yang mengalami gangguan

pencernaan, mempunyai kecenderungan

alergi, daya tahan tubuh yang rentan, dan

mengalami keracunan logam berat.

Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya

mempengaruhi fungsi otak. Banyak

pengalaman dan penelitian mengungkapkan

bahwa untuk menanggulangi gejala-gejala

autisme maka yang terlebih dahulu harus

dibenahi adalah metabolisme tubuh anak-

anak penyandang autis. Caranya, dengan

menerapkan terapi biomedis (Budhiman dkk,

2002).

Terapi biomedis adalah suatu

bentuk terapi yang bertujuan memperbaiki

metabolisme tubuh melalui diet dan

pemberian suplemen. Terapi ini dilakukan

berdasarkan banyaknya gangguan

pencernaan, alergi, daya tahan tubuh

rentan, dan keracunan logam berat.

Berbagai gangguan fungsi tubuh ini akhirnya

mempengaruhi fungsi otak (Widyawati dkk,

2003).

Peran orangtua pada terapi

biomedis untuk anak autis sangat penting,

terutama pada pemberian food supplement

(pemakaian obat, vitamin dan mineral) dan

program diet yang akan dilakukan.

Pemakaian obat atau food supplement

harus dipahami benar apa, bagaimana, dan

sesuaikah dengan kebutuhan anak.

Orangtua harus mengetahui bahwa obat dan

food supplement terbuat dari zat kimia

(Widyawati dkk, 2003).

Page 12: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

Setelah mengikuti terapi biomedis,

anak autis mengalami perkembangan pesat

dalam kemampuan bersosialisasi, anak

menjadi mandiri, konsentrasi anak membaik,

hiperaktif berkurang, postur tubuh anak

berkembang semakin proporsional, adanya

kontak mata dengan lawan bicara, dapat

meniru kata-kata yang diajarkan, jam tidur

menjadi teratur dan dapat mengejar

ketinggalan dari anak-anak lain (Budhiman

dkk, 2002).

Orangtua memiliki peran dominan

dalam upaya penyembuhan karena

orangtua merupakan orang yang paling

dapat mengerti dan dimengerti anak

penyandang autis. Untuk itu orangtua tetap

dituntut untuk berbuat sesuatu yang

bermanfaat bagi kesembuhan anaknya.

Dalam persoalan ini orangtua dituntut

mengerti hal-hal seputar autisme dan

mampu mengorganisir kegiatan

penyembuhan terapi biomedis untuk anak

autis. Para ahli tidak akan dapat bekerja

tanpa peran serta orangtua dan terapi tidak

akan efektif bila orangtua tidak dapat

bekerja sama, karena umumnya para ahli

tersebut bekerja berdasarkan data yang

diperoleh dari orangtua yang paling

memahami dan berada paling dekat serta

hidup bersama anak penyandang autis

(McCandless, 2003).

Pada anak autis yang telah diterapi

dengan baik dan memperlihatkan

keberhasilan yang mengembirakan anak

autis dapat dikatakan sembuh dari gejala

autismenya. Ini terlihat bila anak autis sudah

dapat mengendalikan perilakunya sehingga

tampak berperilaku normal, berkomunikasi

dan berbicara normal serta mempunyai

wawasan akademik yang cukup sesuai

dengan anak seusianya (Djamaluddin,

2004).

METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini mengunakan

pendekatan kualitatif yang berbentuk studi

kasus. Menurut Poerwandari (2001), untuk

mendapatkan pemahaman yang mendalam

dan khusus atas suatu fenomena serta

untuk dapat memahami manusia dalam

segala kompleksitasnya sebagai makhluk

subjektif, maka pendekatan kualitatif

merupakan metode yang paling sesuai

untuk digunakan.

1. Pengertian Studi Kasus Menurut Heru Basuki (2006), studi

kasus adalah suatu bentuk penelitian

(inguiry) atau studi tentang suatu masalah

yang memiliki sifat kekhususan

(particularity), dapat dilakukan baik dengan

pendekatan kualitatif maupun kuantitatif,

dengan sasaran perorangan (individual)

maupun kelompok, bahkan masyarakat luas.

2. Jenis-jenis Studi Kasus Menurut Heru Basuki (2006), ada

tiga macam jenis-jenis studi kasus adalah

sebagai berikut:

a. Studi kasus intrinsik

b. Studi kasus intrumental

Page 13: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

c. Studi kasus kolektif B. Subjek Penelitian

1. Karakteristik Subjek Penelitian Peneliti menetapkan karakteristik

subjek penelitian ini adalah pasangan

suami istri sebagai orangtua yang

mempunyai anak penyandang autisme

yang mengikuti terapi biomedis.

2. Jumlah Subjek Penelitian Dalam penelitian ini peneliti

berencana untuk menggunakan 1

pasangan orangtua yang mempunyai

anak autis yang mengikuti terapi

biomedis untuk lebih mendapatkan

gambaran yang mendalam mengenai

peran orangtua pada terapi biomedis

untuk anak autis.

C. Tahap-tahap Penelitian Tahap persiapan dan pelaksanaan yang

akan di lakukan dalam penelitian,

meliputi beberapa tahapan, yaitu :

1. Tahap Persiapan Penelitian

Langkah awal yang

dilakukan oleh peneliti adalah

membuat proposal penelitian,

membuat pedoman wawancara

yang disusun berdasarkan teori-teori

yang relevan dengan masalah

penelitian ini.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Sebelum melaksanakan

wawancara, peneliti perlu

mengkonfirmasikan ulang para

calon subjek penelitian untuk

memastikan kesediaan mereka dan

membuat kesepakatan mengenai

waktu dan tempat pelaksanaan

wawancara.

D. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini wawancara yang

digunakan yaitu wawancara semiterstruktur

dimana fihak yang diajak wawancara diminta

pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan

wawancara peneliti perlu mendengarkan

secara teliti dan mencatat apa yang

dikemukakan oleh informan.

Dalam pengamatan ini peneliti

menggunakan bentuk observasi non

partisipan dimana peneliti hanya mengamati

tingkah laku subjek tanpa ikut aktif dalam

kegiatan subjek, karena peneliti hanya

sebagai pengamat.

E. Alat Bantu Pengumpulan Data Menurut Poerwandari (2001), penulis

sangat berperan dalam seluruh proses

penelitian mulai dari memilih topik,

mendekati topik, mengumpulkan data,

analisis, interpretasi dan menyimpulkan hasil

penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan empat instrumen sebagai alat

bantu untuk mengumpulkan data-data yang

dibutuhkan, yaitu:

1. Pedoman Wawancara

2. Pedoman Observasi

Page 14: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

Menurut Moleong (2005), pedoman

observasi yang digunakan dalam bentuk

catatan lapangan.

3. Alat Perekam (Tape Recorder)

4. Alat Tulis

F. Keakuratan Penelitian Untuk mencapai keakuratan dalam

suatu penelitian dengan metode kualitatif,

digunakan tehnik trianggulasi. Trianggulasi

adalah suatu tehnik pemeriksaan

keakuratan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain diluar data untuk

keperluan pengecekan atau sebagai

pembanding terhadap data itu (Moleong,

2005).

Denzin (dalam Moleong, 2005),

mengemukakan empat macam triangulasi

sebagai teknik pemeriksaan untuk mencapai

keakuratan penelitian, yaitu :

1. Triangulasi Sumber

2. Triangulasi Pengamat (Investigator

Triangulation)

3. Triangulasi Teori (Theory Triangulation)

4. Triangulasi Metode (Methodological

Triangulation)

Selain itu, penelitian ini juga

menggunakan kontrak konfirmabilitas,

dimana hasil temuan penelitian dapat

dikonfirmasikan pada subjek (Poerwandari,

2001).

G. Teknik Analisis Data Menurut Poerwandari (2001), dalam

menganalisa penelitian kualitatif terdapat

beberapa tahapan yang perlu dilakukan.

Tahapan-tahapan tersebut adalah:

1. Mengorganisasikan Data

2. Pengelompokan Berdasarkan Kategori,

Tema dan Pola Jawaban

3. Menulis Hasil Penelitian

HASIL PENELITIAN I. Pembahasan 1. Kesulitan orangtua pada terapi

biomedis untuk anak autis a. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi

subjek A saat melaksanakan terapi

biomedis adalah anak sering kali

mencuri makanan adiknya tanpa

sepengetahuan orangtua, sehingga

subjek kesulitan menerapkan terapi

karena perlu pengawasan ketat

terhadap anak.

Subjek A mengalami hal

yang sama pada umumnya

orangtua yang melaksanakan terapi

biomedis, hal ini didukung dari

beberapa kasus di dalam Budhiman

(2002), bahwa pada umumnya

orangtua yang melaksanakan terapi

biomedis mengalami kesulitan

dalam penerapan terapi biomedis

misalnya mengalami kesulitan

keuangan untuk pengobatan anak

yang membutuhkan biaya cukup

banyak, kesulitan menghadapi anak

ketika anak menolak untuk

melaksanakan terapi biomedis, anak

autis menjadi tidak mau makan,

Page 15: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

sehingga sebagai orangtua menjadi

kwatir dengan asupan gizi untuk

anak menjadi berkurang. Orangtua

kesulitan mencari menu makanan

yang sesuai untuk anak. Orangtua

kesulitan ketika melakukan diet

untuk anak di luar rumah, karena

anak sulit dikendalikan oleh

orangtua disaat ada kerabat yang

memberikan makanan dan minuman

yang mengandung glutein dan

kasein. Dalam permasalahan ini

orangtua harus tegas pada anak

dan disiplin pada terapi ini demi

kesembuhan anak.

b. Adapun kesulitan-kesulitan yang

dihadapi subjek B saat

melaksanakan terapi biomedis

adalah subjek kesulitan

melaksanakan terapi biomedis untuk

anak terutama untuk mencari

makanan pengganti dan anak

membutuhkan waktu untuk

menyukai makanan pengganti

tersebut. Subjek kesulitan

melaksanakan terapi karena anak

sudah besar dan bila ada

kesempatan anak sering mencuri

makanan kesukaannya yaitu roti.

Subjek merasa kasihan karena jenis

makanan anak berkurang, tapi untuk

kesembuhan anak, subjek berusaha

untuk konsisten. Subjek kesulitan

mengatasi teman atau orangtuanya

yang memberikan makanan dan

minuman yang mengandung glutein

dan kasein untuk anak dan subjek

keberatan melaksanakan terapi

biomedis karena anak menjadi sulit

makan dan menu makanannya

berkurang.

Subjek B mengalami hal

yang sama pada umumnya

orangtua yang melaksanakan terapi

biomedis, hal ini didukung dari

beberapa kasus di dalam Budhiman

(2002), bahwa pada umumnya

orangtua yang melaksanakan terapi

biomedis mengalami kesulitan

dalam penerapan terapi biomedis

misalnya mengalami kesulitan

keuangan untuk pengobatan anak

autis yang membutuhkan biaya

cukup banyak, kesulitan

menghadapi anak ketika anak autis

menolak untuk melaksanakan terapi

biomedis, anak autis menjadi tidak

mau makan, sehingga sebagai

orangtua menjadi kwatir dengan

asupan gizi untuk anak menjadi

berkurang. Orangtua kesulitan

mencari menu makanan yang

sesuai untuk anak autis. Orangtua

kesulitan ketika melakukan diet

untuk anak autis di luar rumah,

karena anak sulit dikendalikan oleh

orangtua disaat ada kerabat yang

memberikan makanan dan minuman

yang mengandung glutein dan

kasein. Dalam permasalahan ini

Page 16: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

orangtua harus tegas pada anak

dan disiplin pada terapi ini demi

kesembuhan anak.

2. Peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak autis a. Peran subjek A adalah subjek

kurang berperan secara optimal

dalam proses terapi biomedis,

subjek kurang berinisiatif mencari

tahu tentang terapi secara lengkap

dan banyak melimpahkan

tanggungjawab untuk proses terapi

biomedis pada istrinya. Meskipun

demikian subjek mau meluangkan

waktunya untuk menemani anak

beraktivitas.

Dari peran subjek pada

terapi biomedis untuk anak autis,

dapat ditarik kesimpulan mengenai

peran orangtua secara umum.

Menurut Mawardi (1990), orangtua

yang bertanggungjawab dalam

pengasuhan anak adalah orangtua

yang melakukan pengawasan yang

membimbing, dalam proses ini

mengutamakan kerjasama yang

didukung oleh rasa kasih sayang

dan cinta kasih antara orangtua dan

anak. Dalam permasalahan ini

kerjasama subjek dan pasangannya

sangat dibutuhkan agar peran

orangtua pada terapi biomedis untuk

anak menjadi optimal.

Dalam hal lain, subjek

tergolong orangtua yang menerima

anak. Hal ini terlihat dari hasil

observasi bahwa setiap hari Sabtu

subjek selalu mengantar dan

menemani anak ketika

ekstrakurikuler bola. Subjek

menghargai usaha anak dalam

belajar dengan memberikan pujian

pada anak atas nilai bagus yang

telah diperoleh oleh anak.

Komunikasi subjek dengan anak

lancar, hangat dan terbuka, hal ini

terlihat saat subjek berdiskusi pada

anak ketika anak ingin masuk klub

bola, subjek menanyakan keinginan

anak, anak diberikan beberapa

pilihan oleh subjek untuk memilih

klub bola yang disukainya, subjek

mengarahkan anak dengan

memberikan penjelasan mengenai

klub bola yang menjadi pilihan anak.

Menurut Maccoby dalam

Puspita (2004), orangtua yang

menerima anaknya adalah orangtua

yang hangat, kemudian komunikasi

orangtua dan anak yang lancar,

hangat dan terbuka, dan

menghargai anak.

b. Peran subjek B sebagai orangtua

pada terapi biomedis untuk anak

autis adalah subjek berperan sudah

cukup optimal, tetapi ada beberapa

kekurangan subjek yaitu subjek

kurang mencari tahu informasi yang

Page 17: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

lengkap tentang terapi biomedis,

subjek hanya berpatokan dengan

saran dokter saja. Meskipun

demikian, subjek mau meluangkan

waktunya untuk menemani anak

beraktivitas.

Dalam hal lain, subjek

tergolong orangtua yang menerima

keadaan anak, serta sabar dalam

menghadapi anak ketika menolak

melaksanakan terapi biomedis. Hal

ini telihat dari hasil observasi bahwa

subjek setiap hari Sabtu, subjek

selalu mengantar dan menemani

anak ketika ekstrakurikuler bola.

Subjek menghargai usaha anak

dalam belajar dengan memberikan

pujian pada anak atas nilai bagus

yang telah diperoleh oleh anak.

Komunikasi subjek dengan anak

lancar, hangat dan terbuka, hal ini

terlihat saat subjek berdiskusi pada

anak ketika anak ingin masuk klub

bola, subjek menanyakan keinginan

anak, anak diberikan beberapa

pilihan oleh subjek untuk memilih

klub bola yang disukainya, subjek

mengarahkan anak dengan

memberikan penjelasan mengenai

klub bola yang menjadi pilihan anak.

Subjek terlihat sabar menasehati

anak, saat anak meminta makanan

yang yang mengandung glutein,

dengan tutur kata yang lembut

subjek memberikan suatu

pengertian bahwa makanan tersebut

tidak baik untuk anak autis.

Menurut Maccoby dalam

Puspita (2004), orangtua yang

menerima anaknya adalah orangtua

yang hangat, kemudian komunikasi

orangtua dan anak yang lancar,

hangat dan terbuka, dan

menghargai anak.

3. Faktor-faktor penyebab peran orangtua demikian a. Faktor-faktor yang menyebabkan

subjek A kurang berperan secara

optimal dalam melaksanakan terapi

biomedis adalah dikarenakan subjek

memiliki inisiatif yang rendah untuk

mencari tahu tentang terapi,

sehingga subjek banyak

menghandalkan istri pada proses

terapi biomedis untuk anak autis.

Hal ini terlihat dari hasil observasi

dan wawancara bahwa subjek

kurang memberikan solusi tentang

permasalahan anak dan subjek

terlihat jarang ikut serta pada

pelaksanaan terapi biomedis untuk

anak autis.

Menurut Safaria (2005),

faktor-faktor yang menentukan

keberhasilan orangtua dalam

penanganan anak autis adalah

hubungan yang harmonis antar

pasangan, visi bersama, membina

kebersamaan, menjadi positif dan

Page 18: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

produktif, penghargaan tanpa

syarat, kesediaan meminta maaf

dan memaafkan, serta komitmen

pasangan. Dalam hal ini komitmen

subjek dan pasangan belum

terlaksana dengan baik.

b. Faktor-faktor yang menyebabkan

subjek B berperan demikian,

dikarenakan subjek kurang

berinisiatif untuk mencari tahu

secara lengkap mengenai terapi

biomedis untuk anak autis, subjek

tidak tegas pada anak dan merasa

kasihan, subjek kurang mendapat

dukungan dari suami dan subjek

tidak diberikan kesempatan untuk

berdiskusi pada suami. Hal ini

terlihat dari hasil observasi dan

wawancara dimana, subjek A

banyak mengandalkan subjek B,

dan berpatokan pada dokter saja.

Sebaiknya orangtua yang memiliki

anak autis, memiliki komitmen kuat

dalam pelaksanaan terapi ini. Hal ini

sesuai pendapat dari Safaria (2005).

PENUTUP A. Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari

penelitian ini adalah

1. Kesulitan-kesulitan orangtua pada

terapi biomedis untuk anak autis

a. Kesulitan Subjek A : anak sering

mencuri makanan adiknya, pada

pelaksanaan terapi biomedis

memerlukan pengawasan ketat.

b. Kesulitan Subjek B : anak sudah

terlalu besar sehingga anak sudah

mengenal jenis-jenis makanan

dan merasa kasihan karena jenis

makanan anak berkurang.

2. Peran orangtua pada terapi biomedis

untuk anak autis

a. Peran subjek A : subjek kurang

berperan secara optimal dalam

proses terapi biomedis, hal ini

terlihat dari subjek banyak

melimpahkan tanggungjawab

proses terapi biomedis pada

istrinya. Subjek kurang inisiatif

untuk mencari tahu secara

lengkap tentang terapi. Meskipun

demikian subjek mau meluangkan

waktunya untuk menemani anak

beraktivitas. Subjek tergolong

orangtua yang menerima anak.

b. Peran subjek B : subjek berperan

cukup optimal, tetapi ada

beberapa kekurangan subjek yaitu

subjek kurang mencari tahu

informasi yang lengkap tentang

terapi biomedis, subjek hanya

berpatokan dengan saran dokter

saja. Meskipun demikian, subjek

mau meluangkan waktunya untuk

menemani anak autis beraktivitas.

Subjek tergolong orangtua yang

sabar dan menerima keadaan

anak.

Page 19: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

3. Faktor-faktor yang menyebabkan

peran orangtua demikian

a. Faktor-faktor penyebab subjek A

berperan demikian : dikarenakan

subjek banyak menghandalkan

istri pada proses terapi untuk anak

dan kurang inisiatif untuk mencari

tahu secara lengkap tentang

terapi. Hal ini terlihat dari hasil

observasi dan wawancara bahwa

subjek kurang memberikan solusi

tentang permasalahan anak dan

subjek terlihat jarang ikut serta

pada pelaksanaan terapi biomedis

untuk anak.

b. Faktor-faktor penyebab subjek B

berperan demikian : subjek kurang

berinisiatif untuk mencari tahu

secara lengkap mengenai terapi

biomedis untuk anak, subjek

kasihan dan tidak tegas pada

anak dan subjek kurang mendapat

dukungan dari suami. Hal ini

terlihat dari hasil observasi dan

wawancara dimana, subjek A

banyak mengandalkan subjek B

dan hanya berpatokan pada

dokter saja.

B. Saran Ada beberapa saran yang peneliti

berikan:

1. Saran untuk Subjek

Subjek A dan B diharapkan

secepatnya mencari informasi tentang

terapi biomedis secara lengkap, segera

melaksanakan terapi biomedis

berdasarkan protokol sunderland secara

konsisten, dan laksanakan komitmen

bersama jangan hanya sekedar berucap

saja.

Berdasarkan hasil observasi, dapat

disimpulkan subjek A dan B memiliki

potensi untuk melaksanakan terapi

biomedis secara optimal, karena secara

umum peran subjek A dan B sebagai

orangtua tergolong orangtua yang

menerima keadaan anaknya yaitu

orangtua yang hangat, kemudian

komunikasi orangtua dan anak yang

lancar, hangat dan terbuka, dan

menghargai anak.

2. Saran untuk peneliti berikutnya

Bagi peneliti selanjutnya dapat

mengembangkan penelitian yang sudah

dilakukan oleh peneliti, seperti

manambah jumlah subjek, memberikan

petunjuk-petunjuk dan saran-saran yang

diperlukan untuk pelaksanaan terapi

biomedis. Dengan selesainya penelitian

ini, diharapkan akan ada penelitian-

penelitian selanjutnya khususnya

dibidang psikologi anak khusus.

DAFTAR PUSTAKA Ariani, E. (2002). Sekilas mengenai

intervensi biomedis: Pedoman untuk orangtua. Jakarta: Nirmala.

Heru Basuki, H. (2006). Penelitian kualitatif.

Depok: Gunadarma.

Page 20: peran orangtua pada terapi biomedis untuk anak

Berkell, D. E (ed). (1992). Autism identification, education and treatment. Hillsdale, New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates, Inc., Publisher.

Budhiman, M. (2002). Makalah: Autistic

spectrum disorder. Jakarta: Yayasan Autisma Indonesia.

Budhiman, M., Shattock, P., & Ariani, E.

(2002). Langkah awal menanggulangi autisme dengan memperbaiki metabolisme tubuh. Jakarta : Nirmala.

Djamaluddin, S. U. S. (2004). Makalah:

Masalah autisme pengertian & penanganannya. Jakarta : Universitas Islam Syarif Hidayatullah.

Gunarsa, D. S., & Gunarsa, D. Y., Ny.

(1991). Psikologi praktis: Anak, remaja & keluarga. Jakarta: Erlangga.

Handojo, Y. (2003). Autisma. Jakarta: PT.

Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.

Judarwanto, W. (2004). Makalah: Masalah

deteksi dini dan skreting autis. Jakarta : Yayasan Autisma Indonesia.

Kaplan, I. H., Sadock, J. B., & Grebb, A. J.

(1994). Sinopsis psikiatri (7th ed). 2 Vols, terj. Kusuma, W. Jakarta: Bhuana.

McCandless, J. (2003). Children with

starving brains (2nd ed) atau Anak-anak dengan otak yang lapar, terj. Wibowo, F., dkk. Jakarta: Grasindo.

Moleong, L. J. (2005). Metodologi penelitian

kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nasir, M (2003). Metode penelitian. Jakarta:

Ghalia Indonesia.

Nawawi, H. H. (2005). Metode penelitian bidang sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan

kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan.

Puspita, D. (2004). Makalah : Masalah peran

keluarga pada penanganan individu autistic spectrum disorder. Jakarta : Yayasan Autisma Indonesia.

Safaria, T. (2005). Autisme pemahaman

baru untuk hidup bermakna bagi orangtua. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Shattock, P. (2002). Langkah awal

menanggulangi autisme dengan memperbaiki metabolisme tubuh. Jakarta: Nirmala.

Sugiono. (2005). Memahami penelitian

kualitatif. Bandung: Alfabeta. Suryana, A. (2004). Terapi autisme, anak

berbakat dan anak hiperaktif. Jakarta: Progres Jakarta.

Sutadi, R., Bawazir, L. A., & Tanjung, N.

(2003). Penatalaksanaan holistik autisme. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Widyawati, I., Rosadi, D., E., & Yulidar. (2003). Terapi anak autis di rumah. Jakarta: Puspa Swara.

Yatim, F. (2003). Autisme suatu gangguan

jiwa pada anak-Anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Yin, K. R. (2006). Studi kasus: Desain dan

metode. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.