PERAN KANTOR URUSAN AGAMA DALAM MENYUKSESKAN...
Transcript of PERAN KANTOR URUSAN AGAMA DALAM MENYUKSESKAN...
PERAN KANTOR URUSAN AGAMA DALAM MENYUKSESKAN
PROGRAM ISBAT NIKAH
(Studi Pada KUA Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
MUHAMMAD DHIYA ULHAQ
NIM: 11140440000095
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1440 H/2019 M
ii
PERAN KANTOR URUSAN AGAMA DALAM MENYUKSESKAN
PROGRAM ISBAT NIKAH
(Studi Pada KUA Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh
MUHAMMAD DHIYA ULHAQ
NIM. 11140440000095
Pembimbing
Dr. H. Azizah, M.A
NIP. 19630409 198902 2 001
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1440 H/2019 M
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan skripsi ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi yang saya buat merupakan karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil plagiasi dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, Januari 2019
Muhammad Dhiya Ulhaq
NIM: 11140440000095
v
ABSTRAK
Muhammad Dhiya Ulhaq. NIM 11140440000095. Peran Kantor Urusan
Agama dalam Menyukseskan Program Isbat Nikah (Studi Pada KUA
Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor). Skripsi Program Studi Hukum
Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2019 M.
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan: a) faktor yang menyebabkan
terjadinya pernikahan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama Kecamatan
Cisarua Kabupaten Bogor; b) menjelaskan peran dari Kantor Urusan Agama
dalam menyelesaikan masalah Nikah Siri sampai pada penetapan Isbat Nikah.
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif
sosiologis. Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah wawancara kepada KUA
dalam menyukseskan program isbat nikah. Sedangkan data sekunder merupakan
data yang diperoleh dari literatur kepustakaan seperti buku-buku, jurnal, artikel,
kitab-kitab dan peraturan perundang-undangan serta sumber-sumber lainnya yang
berkaitan dengan pembahasan skripsi ini.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: a) faktor-faktor penyebab
terjadinya nikah siri pada masyarakat Cisarua Kabupaten Bogor; Pertama, faktor
biaya perkawinan yang masyarakat anggap mahal ketika mendaftar di KUA
sehingga mereka melakukan pernikahannya tidak dicatat di KUA terlebih dahulu.
Kedua, tidak mau mengurus izin poligami ke pengadilan disebabkan
merahasiakan perkawinan dari istri pertama sehingga melakukan nikah sirri.
Ketiga, kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
pencatatan perkawinan. Keempat, pasangan yang kawin lari guna menghindari
orang tua yang tidak mengizinkan perkawinan tersebut, sehingga melakukan
nikah siri dengan bermaksud dirahasiakan; b) Adapun peran dari KUA itu sendiri:
Pertama, mensosialisasikan tentang pentingnya pencatatan perkawinan. Kedua,
mengadakan program penyuluhan guna membantu proses isbat nikah pada
pernikahan siri. Ketiga, mengadakan Isbat Nikah Keliling yang berkerja sama
dengan Pengadilan Agama, Kementerian Agama, dan Kecamatan.
Kata kunci : Isbat Nikah, Urgensi Pencatatan Perkawinan, Nikah Siri
Pembimbing : Dr. Hj. Azizah, M.A.
Daftar pustaka : 1989 – 2018
vi
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang
dengan izin dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Peran Kantor Urusan Agama Dalam Menyukseskan Program Isbat Nikah
(Studi Pada KUA Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor)”. Shalawat serta
salam tetap tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Juga
kepada keluarga, sahabat, dan para Pengikutnya, serta umatnya yang senantiasa
mengharapkan syafaat serta hidayahnya di akhir zaman nanti, amin.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Satu (S1). Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh
banyak dukungan dan saran dari berbagai pihak, sehingga ucapan terima kasih
penulis sampaikan dengan tulus dan sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. H. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag. Ketua Progam Studi Hukum Keluarga beserta
Indra Rahmatullah, S.HI.M.H. Sekretaris Program Studi Hukum keluarga
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Dr. Hj, Azizah, M.A. Dosen Pembimbing Skripsi penulis, yang telah sabar
dan terus memberikan arahannya untuk membimbing penulis dalam proses
penyusunan skripsi ini.
4. Masyrofah, S, Ag., M.Si. Dosen Penasihat Akademik penulis, yang telah
mendampingi hingga semester akhir dan seluruh Dosen Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan
membimbing penulis selama masa perkuliahan.
5. Segenap karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang telah membantu penulis dalam pengadaan refrensi-refrensi sebagai
bahan rujukan skripsi ini.
vii
6. Orangtua tercinta H. Abdul Syakur, S.Ag., Hj. Kholilah. Maryam dan
adik-adik penulis Ahmah Hetmatiyar, Muhammad Jundullah, Sobrul
Amar, Lia Rizqul Maula, dan Alm Abdullah yang selalu memberikan doa,
rasa semangat dan kasih sayang nya yang tak pernah lepas. Semoga Allah
SWT senantiasa memberikan taufik serta hidayahnya.
7. Kepada segenak keluarga besar penulis, Alm Hj. Umi Karonah, Hj.
Masnah, Alm. H. Masa, Hj, Maryam, Hj. Uliyati, Habib Sholeh, Ka Hani,
Ka icha, Ka lulu, Ka Gayah, Paman tefur, lik Sol, Ayah Juki, Umi Ida,
Om nardi, Tante Tia, Om Ipul, Cing Omah, Mas Tono, Bi Upah, Alm Ka
Riri, Bang hadi, Bang Usman, Ka Puji, Bang Ipang, Bi Nida, Serta
mamang Bontot Ahmad Saugi
8. Drs. H. Asep Sanusi, M. Si., Kepala Kantor Urusan Agama Cisarua Bogor
yang telah memberikan data, informasi serta motivasi dalam
menyelesaikan skripsi ini
9. Drs. Bayu Rahmawanto. Kepala Kecamatan Cisarua Bogor yang telah
memberikan data dan informasi yang sangat berguna bagi penelitian yang
penulis lakukan.
10. Masyarakat Cisarua yang selalu mendukung dan terbuka untuk
memberikan informasi yang berguna bagi penulis.
11. Senior-senior terbaik penulis Andi Asyraf, S.Sy. S.H. Reza Fakhlefi, S.H.
Hendrawan, S.Sy. Muhammad Hira, S.Sy. Annisa Mutiara, S.H. Mella
Rosdiyana, S.H. Fachra Irvania Apriani, S.H. Siti Juariatunuriah, S.H.
Fatiah Khadijah, S.H. yang selalu semangat dan memberi masukan sampe
jantung tidak bergetar secara normal dan yang pastinya selalu
mengingatkan penulis jikalau penulis lupa akan tugas akhir kuliah.
12. Senior-senior terbaik penulis yang tergabung di HMI Hukum Keluarga
Ricki Ahmad Faisal Mukhtar, S.H. Ahmad fikri habibie asyraf, S.H.
Rahmat muhajir, S.H. Cepi jaya permana, S.H. Yarakha muyassar, S.H.
Chairil izhar, S.H. Alif rahmat ashari, S.H. Nur Alim Amalkan, S.H. yang
selalu mengajarkan penulis akan perjuangan yang tiada hentinya.
viii
13. Teman-teman terbaik penulis M. Ilham Ramadhan, S.H. Yassir Murody,
S.H. M.Rifqi Akbari, S.H. Satria Erlanggar, S.H. Riyad Assomady, S.H
Fitrah Fanani, S.H. Indra Karisman, S.H. Yunizar Fahmi, S.H. Naufal
Hidayat Natakusuma, S.H. M. Qhoffal, S.H. Hilman Faisal, S.H. Dani
Mardiansyah, S.H. M. Dzakiyuddin Mukhtar, S.H. Iman Teguh Santoso,
S.H. M. Sidik, S.H. M. Kurnia Putra, S.H. Hendri Kurniadi, S.H.
Hidayatul Fitri, S.H. Fatimah Ajeng Aulia, S.H. Syarifah, S.H. Serta
teman-teman Hukum Keluarga 2014 yang namanya tidak bisa disebutkan
satu-persatu, terimakasih atas motifasi dan semangat yang telah diberikan
kepada penulis.
14. Keluarga KURUS ADVENTURE yang selalu memberi semangat kepada
penulis.
15. Kanda Yunda HMI Hukum Keluarga, Komisariat Fakultas Syariah dan
Hukum. Terimakasih atas pelajaran serta pengalaman bagaimana
berproses dalam perjuangan di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
16. Keluarga Organisasi Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT), yang selalu
memberikan motivasi dengan ciri khas ngapaknya untuk semangat
menyelesaikan Skripsi ini.
17. Temen-temen majelis ta‟lim, fahri gemplong, surya cipluk, adam rt, tile cs,
harun anak tol, arul supir, bule pedagang sate, ferdy, fahri gendut, eky
bolang, fahmi si nahan, yang selalu mendo‟akan penulis memberi
semangat dimana saja saat kita bersama dimajelis.
Bersyukur alhamdulillah penulis hanya bisa mengucapkan beribu-ribu
terimakasih atas doa dan dukungan semua pihak, tanpa mereka semua
mungkin penulis akan susah untuk menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah
SWT membalas kebaikan mereka semua dan hajat-hajatnya dipenuhi oleh
Allah SWT, Amiin yaa Robbal „alamiin.
Ciputat, November 2018
Muhammad Dhiya Ulhaq
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN .................................................................. ii
LEMBARAN PENGESAHAN PENGUJI ......................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DASTAR ISI ......................................................................................................... ix
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ....................................... 6
C. Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian .............................. 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 7
E. Metode Penelitian...................................................................... 8
F. Studi Terdahulu ....................................................................... 10
G. Sitematika Penulisan ............................................................... 11
BAB II KONSEP UMUM TENTANG NIKAH SIRI DAN ISBAT
NIKAH
A. Pengertian Nikah Siri .............................................................. 14
B. Faktor Penyebab Dan Tujuan Nikah Siri ................................ 19
C. Pengertian Isbat Nikah ............................................................ 23
D. Isbat Nikah Dalam Pandangan UUD No. 1 Tahun 1974 Dan
KHI .......................................................................................... 25
E. Faktor-Faktor Penyebab Isbat Nikah ...................................... 29
BAB III POTRET KECAMATAN CISARUA
A. Gambaran Umum Kecamatan Cisarua .................................... 31
1. Geografis Wilayah Cisarua Kecamatan Bogor ................. 31
2. Keadaan Kecamatan Cisarua............................................. 32
x
B. Deskripsi Masyarakat Cisarua................................................. 34
1. Adat Istiadat Pernikahan Masyarakat Cisarua .................. 34
2. Keadaan Sosial Dan Ekonomi masyarakat Cisarua .......... 36
3. Struktur Dan Tugas Pengurus Kecamatan Cisarua ........... 40
a. Struktur Pengurus Kecamatan Cisarua........................ 40
b. Tugas Pengurus Kecamatan Cisarua ........................... 40
BAB IV EKSISTENSI KUA DALAM MENYELESAIKAN PRAKTIK
NIKAH SIRI PADA MASYARAKAT CISARUA
A. Peran Pemerintah Dalam Isbat Nikah Terhadap Nikah Siri.... 46
B. Praktik Nikah Siri pada Masyarakat Cisarua .......................... 49
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................. 62
B. Saran ........................................................................................ 63
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 65
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan adalah suatu perkumpulan dua jenis yang berbeda
dengan menggunakan metode ijab dan qabul guna menghalalkan suatu
ikatan perssetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang diucapkan oleh
kata-kata yang menunjukkan perkawinan merupakan salah satu budaya
untuk berketurunan dan kelangsungan memperoleh ketenangan hidup.1
Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua
makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan-tumbuhan.
Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT, sebagai jalan bagi
makhluk-nya untuk berkembang biak, dan melestarikan hidupnya.2
Adapun menurut syarak; nikah adalah akad serah terima antara
laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu sama
lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah
serta masyarakat yang sejahtera. Para ahli fikih berkata, zawwaj atau nikah
adalah akad atau tazwij. Hal ini sesuai dengan ungkapan yang ditulis oleh
Zakiyah Darajat dan kawan-kawan yang memberikan definisi perkawinan
sebagai berikut “ akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan
hubungan kelamin dengan lafaz nikah atau tazwij atau yang semakna
keduanya”.3
Menurut Abdu Al-Rahman Al-Jaziri, kata kawin atau nikah dapat
didekati dari tiga aspek pengertian (makna), yakni makna Lughawi
1Muthiah Aulia, Hukum Islam Dinamika Seputar Hukum Keluarga, (Yogyakarta, Pustaka
Baru, 2016) h. 50 2Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat I (Bandung: pustaka Setia, 1999), H. 9;
supiana dan M. Karman, Materi Pendidikan Agama Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),
Cet ke-3, h, 125 3Zakiyah Darajat dkk, Ilmu Fikih (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985), jilid II, hlm.
48.
2
(etimologis), makna Ushuli (Syar‟i) dan makna Fiqh (hukum).4
Perkawinan disebut dengan al-Ziwaj, yang secara Lughawi (etimologis)
berasal dari kara al-Zawj atau kata al-zijah, diambil dari kata zaja-yazuju-
zawjan, yang secara harfiah berarti: menghasut, menaburkan benih
perselisihan, mengadu domba, akan tetapi al-Zawaj yang dimaksud dalam
hal ini ialah al-zawaj yang diambil dari kata zawwaja-yuzawwiju-
tazwajan, dari bentuk timbangan fa‟ala-yufa‟ilu-taf‟ilan. Yang berarti
memiliki makna mengawinkan, mencampuri, menemani,
mempergauli,menyertai dan memperisti, adapun penikahan berasal dari
kata nakaha-yankihu-nikahan, yang berarti al-wath‟u(berjalan di atas,
melalui, memijak, menginjak, memasuki, menaiki, menggauli, bersetubuh
atau bersenggama),al-dhammu
(mengumpulkan,memegang,menggenggam, menyatukan,
menggabungkan,
menyadarkan,merangkul,memeluk,menjumlahkan).aljam‟u(mengumpulka
n,menghimpun,menyatukan,menggabungkan,menjumlahkan,dan
menyusun).5
Dalam definisi ilmu tentang fiqh itu dikaitkan kepada hukum-
hukum syara‟. Untuk lebih jelasnya kaitan ilmu itu dengan hukum syara‟
perlu dikemukakan secara sederhana apa yang dimaksud dengan hukum
syara itu. Definisi yang umum digunakan untuk hukum syara adalah titah
Allah tentang perbuatan manusia mukallaf atau dengan arti apa-apa yang
dikehendaki oleh Allah sebagai pencipta manusia untuk diperbuat atau
tidak diperbuat oleh manusia yang telah dikenai hukum, karena segala
tingkat perbuatan manusia itu mengikuti apa yang dikehendaki oleh Allah.
Dengan demikian, hukum syara‟ itu adalah hukum Allah berkenaan
dengan perbuatan manusia.
4 Abdu al-Rahman Al-Juzairi, Al-Fiqh „Ala Mazahib Al-Arba‟ah, jilid 4 (Beirut: Lubnan,
1990), jlm.2, sebagaimana dikutip oleh Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, Cet I
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h.41. 5 Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap, edisi
II, cet. XIV, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), h. 591 dan 1461.
3
Adapun menurut Fiqh (hukum), nikah berarti sebuah akad/
perjanjian yang menghalalkan hubungan suami istri anatar laki-laki dan
perempuan, untuk melanjutkan kehidupan dan proses regenerasi, dengan
segala hak dan kewajiban yang terkandung di dalamnya bagi keduanya.6
Al-Qur‟an dan as-Sunnah telah mengatur tentang pernikahan
antara laki-laki dan perempuan, agar kedua belah pihak suami dan istri
dapat memperoleh kasih sayang, kecintaan, kedamaian, ketentraman,
keamanan dan ikatan kekerabatan, uraian ini sangat digunakan untuk
mencapai tujuan perkawinan yang sakinah mawadah warahmah. Serta
mewujudkan ibadah yang sempurna kepada Allah SWT. Kemudian
perkawinan menurut undang-undang perkawinan adalah ikatan rahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.7
Untuk mewujudkan suatu ikatan keluarga yang benar-benar bisa
dikatakan sebagai ikatan yang mistaqan galizan (ikatan yang amat kokoh),
agama islam maupun pemerintah masing-masing telah membuat peraturan
untuk menikah. Agama Islam sendiri telah mengatur bagaimana proses
pelaksanaan pernikahan. Sedangkan menurut peraturan pemerintah yaitu
mewajibkannya untuk mencatat suatu perkawinan ke Kantor Urusan
Agama (KUA).
Pada mulanya syari‟at Islam baik dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah
tidak mengatur secara kongkret tentang adanya pencatatan perkawinan. Ini
berbeda dengan ayat muamalah yang dalam situasi tertentu diperintahkan
untuk mencatatnya. Tuntutan perkembangan, dengan berbagai
6 Ahmad Ghanduri, al-Ahwal al- Syahshiyah fi Tasyri al- Islami, Cet. IV, (Beirut:
Maktabah al-Falah, 2001), h. 3 7Sanawiah, “Isbat Nikah Melegalkan Pernikahan Siri Menurut Hukum Positif dan Hukum
Agama (Studi di Pengadilan Agama Palangka Raya)”. Jurnal Anterior, Volume 15, No. 1,
Desember 2015, h., 94-103.
4
pertimbangan kemaslahatan, hukum Islam di Indonesia mengatur
pencatatan perkawinan.8
Tujuannya untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam
masyarakat. Ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui perundang-
undangan, untuk melindungi martabat dan kesucian perkawinan, dan lebih
khusus lagi perempuan dalam kehidupan rumah tangga. Melalui
pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan akta nikah, yang masing-
masing suami-isteri mendapat salinannya, apabila terjadi perselisihan atau
percekcokan di antara mereka, atau salah satu tidak bertanggung jawab,
maka yang lain dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan
atau memperoleh hak-hak masing-masing. Karena dengan akta tersebut,
suami isteri memiliki bukti otentik atas perbuatan hukum yang telah
mereka lakukan.
Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
memberikan definisi bahwa perkawinan adalaha ikatan batin antara
seorang laki-laki dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga yang bahagia) dan kekal berdasaekan
keutuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat 5
unsur dalam perkawinan, yaitu: 1. Ikatan lahir batin. 2. Antara seorang
peria dan seorang wanita. 3. Sebagai suami istri. 4. Membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal. 5. Berdasarkan ketuhanan Yang
Maha Esa.9
Pemerintah telah melakukan upaya ini sejak lama sekali, karena
perkawinan selain merupakan akad-suci, ia juga mengandung hubungan
keperdataan. Ini dapat dilihat dalam penjelasan umum Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan Nomor 2:
Dewasa ini berlaku berbagai hukum perkawinan bagi berbagai
golongan warga negaranya dan berbagai daerah seperti berikut:
8Ahmad Ainani, “Itsbat Nikah Dalam Hukum Perkawinan Di Indonesia”. Jurnal
Darussalam, Volume 10, No.2, Juli-Desember 2010, h., 120. 9Rosnidar Sembiring, “Hukum keluarga: Harta-Harta Benda Dalam Perkawinan”
(Jakarta: RajawalI Pers, 2016) Ed. 1. Cet. 1. h. 43
5
a. Bagi orang-orang Indonesia Asli yang beragama Islam berlaku
hukum agama yang telah diresipiir dalam hukum adat;
b. Bagi orang-orang Indonesia Asli lainnya berlaku hukum adat;
c. Bagi orang-orang Indonesia Asli yang beragama Kristen
berlaku Huwelijksordonantie Christen Indonesia (Stbl. 1933
Nomor 74)
d. Bagi orang Timur Asing Cina dan warga Negara Indonesia
ketentuan cina berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata dengan sedikit perubahan;
e. Bagi orang-orang Timur Asing lainnya dan warganegaraa
Indonesia ketentuan Timur Asing lainnya tersebut berlaku
Hukum Adat mereka;
f. Bagi orang-orang Eropa dan warga Negara Indonesia ketentuan
Eropa dan yang disamakan dengan mereka berlaku Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata”.10
Sejak diundangkannya UU No. 1 Tahun 1974, merupakan era baru
bagi kepentingan ummat Islam khususnya dan masyarakat Indonesia
umumnya. UU ini merupakan kodifikasi dan unikasi hukum perkawinan,
yang bersifat nasional yang menempatkan hukum Islam memiliki
eksistensinya sendiri, tanpa harus diresipiir oleh Hukum Adat. Karena itu,
sangat wajar, apabila ada yang berpendapat, kelahiran UU Perkawinan ini,
merupakan ajal teori iblis receptive yang dimotori Snouck Hurgronje.
Pencatatan perkawinan seperti diatur dalam pasal 2 ayat (2) meski telah
disosialisasikan selama 20 tahun lebih, sampai saat ini masih dirahasikan
adanya kendala yang berkepanjangan. Karena itu upaya ini perlu terus-
menerus dilakukan dan berkesinambungan.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 jo tentang Perkawinan
Nikah, talak, dan Rujuk Pasal 3 telah menentukan hukuman denda bagi
seorang lelaki yang menikah seorang perempuan tidak di hadapan Pegawai
Pencatat Nikah, sebanyak-banyaknya Rp. 50,00 (lima puluh rupiah),
10
Undang-undang Perkawinan, Semarang: Beringin Jaya, tt. h. 25.
6
dalam undang-undang ini orang yang dapat di kenakan hukuman denda
hanya suami.11
Pasangan suami istri yang menikah namun belum memiliki buku
akta nikah sebenarnya pernikahan mereka sah sah saja menurut hukum
islam, akan tetapi karena pernikahan mereka tidak dicatatkan di Kantor
Urusan Agama maka pernikahan mereka tidak diakui Negara. Karena
permasalahan nikah telah diatur di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
pasal 5 ayat (1).
Masyarakat Cisarua yang masih belum memiliki akta nikah, baik
karena keterbatasan kemampuan ekonomi, kelalaian, atau menganggap
remeh pernikahan itu tidak usah dicatat di Kantor Urusan Agama bagi
pasangan suami istri tersebut, dengan tidak mencatatkan pernikahannya di
KUA. Padahal, nikah di Kantor Urusan Agama sekarang geratis tanpa di
pungut biaya. Adapun, jika pencatatan nikahnya harus keluar Kantor
Urusan Agama mereka hanya membayar upah yang telah ditetapkan
Undang-Undang sebesar 600 ribu rupiah. Oleh karena itu pemerintah
Kabupaten Bogor mengadakan program isbat nikah keliling yang biasa
dilakukan ditempat yang berbeda-beda sekecamatan Kabupate Bogor.
Karena masih banyak warga yang sudah menikah kesulitan untuk
mengurus keperluan administrasi. Dan pelaksanaannya di laksanakan
dibalai nikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan masing-masing. Oleh
karena itu studi ini dibahas lebih lanjut untuk meneliti mengenai isbat
nikah yang teryata masih banyak kasusnya di Kabupaten Bogor khususnya
di Kantor Urusan Agama Cisarua. Yang pernikahannya belum di catat di
Kantor Urusan Agama. Maka penulis dalam sebuah skripsi dengan judul.
“Peran Kantor Urusan Agama dalam Menyukseskan Program Isbat Nikah
(Studi Pada KUA Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor)”
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
11
Neng Djubaidah. “Pencatatan Perkawinan&Perkawinan Tidak Dicatat: menuru
hukum tertulis di Indonesia dan Hukum Islam” (Jakarta: Sinar Grafika), h. 254
7
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka
penulis menyusun identifikasi masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana langkah yang dilakukan KUA Cisarua mengatasi
isbat nikah bagi pelaku nikah sirri?
b. Bagaimana praktek isbat nikah di kecamatan Cisarua
kabupaten Bogor?
c. Apah landasan hukum isbat nikah?
d. Bagaimana peraturan isbat nikah menurut UU No. 1 Tahun
1974?
e. Bagaimana keberhasilan penetapan nikah dalam menyelesaikan
masalah pernikahan tanpa akta nikah?
2. Pembatasan Masalah
Untuk dapat terciptanya suatu penelitian yang baik diperlukan
adanya pembatasan dan perumusan masalah yang tepat agar masalah
yang akan diteliti dapat terfokuskan dan tidak melebar dari objek
kajian. Adapun fokus penelitian ini hanya terbatas pada isbat nikah
dalam pernikahan siri yang terjadi di Kantor Urusan Agama Cisarua
Kabupaten Bogor pada Tahun 2018.
C. Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas, ada beberapa
pertanyaan yang akan menjadi pokok masalah yang akan dibahas pada
skripsi ini.
a. Apa faktor penyebab terjadinya Nikah Siri pada masyarakat
Cisarua Kabupaten Bogor?
b. Bagaimana usaha KUA Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor
menyelesaikan masalah Nikah Siri sampai pada penetapan
Isbat Nikah?
2. Tujuan Penelitian
8
a. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya Nikah Siri pada
masyarakat Cisarua Kabupaten Bogor?
b. Untuk mengetahui usaha KUA Kecamatan Cisarua Kabupaten
Bogor dalam menyelesaikan masalah Nikah siri sampai pada
penetapan Isbat Nikah?
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian skripsi ini adalah:
a. Dapat menjadi rujukan dalam menambah wawasan bagi
mahasiswa, akademisi, ataupun pembaca lainnya, terhadap ilmu
pengetahuan khususnya kedudukan isbat nikah bagi pelaku nikah
sirri dalam pernikahan.
b. Menambah pengetahuan dan wawasan dalam mengembangkan
potensi menulis karya-karya ilmiah khususnya terkait studi kasus
isbat nikah bagi pelaku nikah sirri di pernikahan, sehingga dapat
menjadi bekal dan pelajaran yang berguna di masa yang akan
datang.
E. Metode Penelitian
Dalam membahas penelitian ini, diperlukan suatu penelitian untuk
memperoleh data yang berhubungan dengan persoalan yang akan dibahas
dan dari gambaran itu persoalan tersebut secara jelas, tepat, dan akurat.
Ada beberapa metode yang akan penulis pergunakan, yaitu:
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui
pendekatan normative dan sosiologis, yaitu menggunakan data sekunder
yakni data primer yang sudah jadi atau sudah tersaji dalam bentuk sistem
hukum, norma, atau kaidah dari peraturan perundang-undangan, serta
penelitian yang berupa studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori
mengenai proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat.
2. Jelis penelitian
9
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (Field Research).
Penelitisn lapangan ini adalah yang sumber datanya terutama di ambil dari
objek penelitian (lembaga sosial atau masyarakat) secara langsung di
daerah penelitian.12
3. Sumber Data
a. Data Primer yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan cara
wawancara kepeda objek penelitian, guna mendapatkan hasil data yang
mendalam dari responden yang mengalami langsung kejadian tersebut
atau yang paling tahu tentang dirinya, dan membenarkan bahwa apa
yang adanya pertanyaan yang diajukan oleh peneliti kepada obyek
penelitian, menggunakan pendapat subyek tentang pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan penelitian kepada obyek adalam sama dan
benar dengan apa yang dimaksud oleh peneliti. Pokok-pokok tersebut
digunakan untuk menghindari penyimpangan pembahasan pada
penelitian.13
b. Sumber data sekunder dari penelitian ini adalah buku-buku, jurnal,
artikel, dan tulisan lain yang berhubungan dengan permasalahan yang
menjadi pokok dalam bahasan penilitian ini. Oleh karena itu pada
umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat
dipergunakan dengan siap, dan salah satu ciri dari data sekunder tidak
terbatas oleh waktu maupun tempat. Data sekunder dari penelitian ini
adalah Seperti Al-Qur‟an, Al-Hadits, Buku-Buku karangan ilmiah,
Undang-Undang, Kompilasi Hukum Islam (KHI), serta peraturan-
peraturan lainnya yang erat kaitannya dengan pokok masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Teknik Survey atau observasi yaitu untuk mencari bahan penelitian,
penulisan langsung turun ke lapangan mengamati dan mencatat secara
keseluruhan data-data yang duperlukan. Peneliti harus mencatat semua
12
Yayan Sopyan, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: UIN Jakarta, 2010), h., 12 13
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung, Alfabeta,
2015) h. 137.
10
fakta-fakta yang terjadi dilapangan sesuai permasalahan dalam
penelitian dan berhubungan langsung dengan maraknya pernikahan
yang belom di catatkan dikantor urusan agama (KUA).
b. Teknik Wawancara atau Interview yaitu suatu metode pengumpulan
data yang sering digunakan dalam metode penelitian. Bagian dari
survey ialah teknik wawancara dengan mencari informasi dari
informan terhadap persoalan yang terjadi di masyarakat. 14
c. Studi kepustakaan penelusuran informasi dan data yang diperlukan
dalam beberapa sumber. Penyusunan dengan menggunakan studi
kepustakaan dilakukan dengan cara membaca, mempelajari,
memahami, serta menganalisis literature atau sumber buku lainnya
yang berkaitan dengan tema penelitian.
5. Subjek penelitian.
Penelitian berangkat dari kasus individu ataupun kelompok yang
dalam situasi sosial mencakup tiga unsur:
1) Pelaku, seseorang yang melakukan kegiatan atau persoalan
tersebut.
2) Tempat, tempat kejadian persoalan tersebut.
3) Aktivitas, bentuk kegiatan yang dilakukan aktor dan menyangkut
dengan tempat dalam pengadaan kegiatan tersebut diadakan.
6. Analisis Data
Analisi data penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut:
a. Metode dedukatif yaitu metode atau cara berfikir untuk menarik
kesimpulan yang bersifat umum menuju ke satu pendapat yang bersifat
khusus.
b. Metode deskriptif analisis yaitu metode penelitian yang bertujuan
untuk menggambarkan secara sistematis digunakan untuk memperoleh
data yang jelas.
7. Teknik Penulisan
14
Silalahi Ulbar, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2009), h., 35
11
Teknik penulisan penelitian ini merujuk pada pedoman penulisan
skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas
Syariah dan Hukum tahun 2017.
F. Studi Terdahulu
Skripsi ini membahas tentang Urgensi Istbat Nikah Pada
Pernikahan Siri, adapun hasil penelusuran kepustakaan, ada beberapa
judul skripsi terdahulu yang secara spesifik serumpun dengan judul yang
diangkat penulis. Biarpun obyek kajiannya sama, namun masih terdapat
perbedaan yang mendasar, Misalnya:
1. Karya Ayuha, S. Sy. Dengan judul “Legalisasi Hukum Pernikahan
Sirri Dengan Istbat Nikah” karya ini berfokus kepada bagaimana
pernikahan sirii dapat dilegalkan melalui isbat nikah.
2. Karya M. Zaky Ahla Firdausi S.Sy. Dengan Judul “ Penetapan Isbat
Nikah Perkawinan Campuran (Analisis Penetapan Pengadilan Agama
Tigaraksa Nomor: 0044/Pdt.P/2014/PA.Tgs.) karya ini berfokus
kepada putusan isbat nikah yang terjadi di Pengadilan Agama Cilegon
dengan alasan perkawinan tidak tercatat atau nikah sirri.
3. Karya Maman Badruzzaman, S.Hi. Dengan judul “Efektivitas Isbat
Nikah Masal Dalam Meminimalisir Terjadinya Pernikahan Tanpa Akta
Nikah (Studi Kasus Di Kua Kecamatan Karangampel Kabupaten
Indramayu Tahun 2008-2012).
Sedangkan masalah yang ini penulis jadikan penelitian adalah
sistem penyelesaian isbat nikah seperti apah. Pencatatan nikahnya
seperti apah. Peran KUA di Pemerintah Daerah dalam Isbat Nikah.
Pengaruh sosial dalam Nikah Sirri serta pengaruh masyarakat terhadap
pencatatan Nikah. Agar masyarakat mendapat kepastian hukum dan
terjaga oleh undang-undang perkawinan. Maka dari itu peneliti
difokuskan di Kantor Urusan Agama Kecamatan Cisarua.
12
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ditulis berdasarkan buku “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” dengan
sistematika yang terbagi dalam bab. Masing-masing bab terdiri atas
beberapa sub bab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. adapun
perinciannya adalah sebagai berikut:
Bab Pertama, bagian ini berisikan latar belakang masalah yang
memuat ide diawal bagian penelitian ini, dan berhubungan erat dengan
permasalahan yang muncul dari latar belakang masalah yang dijadikan
bahasan pokok masalah dengan penelitian. Dilanjut dengan Rumusan
Masalah, berisikan tentang uraian masalah yang akan diteliti, yaitu
peryataan tegas mengenai apa yang akan jadi tema penelitian. Selanjutnya
adalah tujuan penelitian, yaitu rumusan mengenai apa penyebab
sebenarnya yang ingin diketahui oleh peneliti, sehingga menjawab seluruh
pertanyaan penelitian. Manfaat penelitian. Diharapkan dari hasil penelitian
yang dilakukan menghasilkan nilaiguna yang bermanfaat bagi peneliti.
Kemudian dilanjutkan dengan kerangka teoritik dan metode apa yang akan
digunakan dalam menjalankan penelitian ini. Review studi terdahulu,
menjelaskan mengenai kajian-kajian terdahulu yang berkaitan dengan
tema penelitian. Sistematika penulisan. Menjelaskan sistematika penulisan
yang berisikan deskripsi karya tulis perbab, uraian tersebut
menggambarkan alaur dari bahan skripsi yang akan dijelaskan.
Bab kedua, kajian pustaka dibahas dalam bab ini. Terdiri dari
pemaparan kajian teori tentang pernikahan siri, isbat nikah yang meliputi
pengertian dan dasar hukum. Pandangan al-Qur‟an dan as-Sunnah, dan
perbedaan pendapat bagi hukum Islam, hukum positif dan pencatatan
perkawinan.
Bab ketiga, menjelaskan mengenai kasus yang diteliti di daerah
Kec. Cisarua Kab. Bogor yang masih banyak pelaku pernikahan yang
tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama.
13
Bab Keempat, merupakan bab inti yaitu bahasan utama dalam
skrispi ini. yakni bab yang melatar belakangi sebagian masyarakat Cisarua
Bogor yang belum mencatatkan pernikahannya dikantor urusan agama
Cisarua. Walau di hukum Islam sah-sah saja pernikahan tanpa harus
dicatatkan dikantor urusan agama. Akan tetapi tindakan tersebut
menyimpang dari peraturan yang ada di Negara.
Bab kelima, merupakan hasil kesimpulan dari penelitian Peran
KUA dalam menyukseskan program Isbat Nikah di Kecamatan Cisarua
Kabupaten Bogor. Pada bagian ini juga dicantumkan saran-saran yang
bersifat membangun guna penyempurnaan penelitian ini.
14
BAB II
KONSEP UMUM TENTANG NIKAH SIRI DAN ISBAT NIKAH
A. Pengertian Nikah Siri
Kata “siri” dalam istilah nikah siri berasal dari bahasa Arab. Yaitu
“sirrun” yang berarti “rahasia”. Melalui akar kata ini, nikah sirri berarti
sebagai pernikahan yang dirahasiakan, berbeda dengan nikah pada
umumnya yang dilakukan secara terang-terangan (Jahir).Nikah sirri bisa
didefenisikan sebagai “bentuk pernikahan yang dilakukan hanya
berdasarkan aturan (hukum) agama dan atau adat istiadat, tetapi juga
diumumkan kepada khalayak umum, dan juga tidak dicacatkan secara
resmi pada kantor pegawai pencatat nikah, yaitu Kantor Urusan Agama
(KUA) bagai yang beragama islam dan Kantor Catatan Sipil (KCS) bagi
yang beragama non-islam”. Definisi ini sudah menggambarkan perbedaan
antara nikah sirri dengan nikah pada umumnya.
Nikah siri adalah laki-laki menikahi wanita dengan cara mushafa,
yaitu perkawinan tanpa wali dan saksi. Nikah sirri seringkali dilakukan
dengan menghadirkan wali dan saksi diluar syariat islam yang ditentukan
sehingga menjadi tidak sah suatu perkawinan tersebut.15
Nikah sirri
merupakan suatu persoalan yang cukup banyak terjadi di tengah-tengah
masyarakat saat ini. Masalah nikah sirri ini sangatlah fenomenal di
Indoneisa, karena pelakunya tidak saja masyarakat awam, tetapi juga
banyak dilakukan oleh public figure seperti artis, dan bahkan sampai pada
pejabat pemerintah.
Menurut Abu Hanifah, nikah siri adalah setiap perkawinan yang
disaksikan oleh dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang
perempuan, meskipun setelah itu mereka saling merahasiakannya.
Menurut pengikut Imam Malik, nikah siri adalah ketika pihak dua
keluarga dan para saksi sepakat untuk merahasiakannya.
Nikah siri menurut hukum positif di Indonesia merupakan nikah
15
Abu Al Ghifari, Fiqih Remaja Kontemporer (Bandung, Media Qalbu, 2005), h.367
15
yang tidak sah. Hal ini juga dijelaskan menurut syariat Islam, sehingga
hukum positif Indonesia mengacu kepada syariat Islam. Dalam Undang-
undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bab 1 pasal 2 “
Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaan itu”. Dalam UU tersebut jelas disebutkan
bahwa Negara mengacu kepada agama dengan syariatnya untuk
menentukan sah atau tidaknya perkawinan itu.
Perkawinan siri dalam UU perkawinan tidak memberika sanksi
hukum apapun terhadap pelaku nikah siri, hanya sanski administrative
yaitu tidak diakui segala hukum apapun yang terkait perkawinan itu tidak
dicatatakan perkawinannya. Dalam pasal 143 RUU Hukum Materil
Peradilan Agama Bidang Perkawinan (HMPABP) menyebutkan bahwa
jika seseorang melakukan nikah siri atau melakukan kawin kontrak,
ancaman yang berlaku yaitu pidana dengan bervariasi, mulai dari enam
bulan hingga tiga tahun penjara dan dendanya mulai dari Rp 6 juta hingga
Rp 12 juta. 16
Pernikahan merupakan salah satu asas pokok kehidupan manusia
dalam pergaulan dengan orang lain dalam suatu masyarakat dan
pernikahan juga merupakan jalan yang sangat mulia untuk mengatur
kehidupan rumah tangga dan menghasilkan keturunan bagi seseorang.
Pernikahan juga sebagai jalan menuju perkenalan dan persaudaraan antara
dua keluarga atau kelompok masyarakat, suku bahkan dua
bangsa.Pernikahan juga merupakan media untuk saling membantu dan
menolong satu sama lain, satu masyarakat dengan masyarakat lain dalam
rangka menciptakan perdamaian dan kesejahteraan manusia. Pernikahan
juga merupakan cara yang paling efektif untuk menjaga manusia agar
terhindar dari perbuatan zina dan nafsu seksual lain yang dilarang agama
dan dipandang sebagai kejahatan manusia.
16
Sirin Khaeron, Perkawinan Mazhab Indonesia (Yogyakarta, Deepublish, 2016), h. 85
16
Perkawinan secara normatif harus dicatatkan merupakan
kesepakatan nasional untuk mewujudkan tujuan hukum, yaitu ketertiban,
kepastian dan perlindungan hukum. Dengan adanya pencatatan
perkawinan ini akan berupaya melindungi nilai maslahah mursalah dalam
kehidupan rumah tangga. Perkawinan adalah salah satu bentuk
perwujudan hak-hak konstitusional warga negara yang harus dihormati
dan dilindungi oleh setiap orang dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945,
dinyatakan secara tegas dalam Pasal 28B ayat (1): “Setiap orang berhak
membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang
sah”, dan Pasal 28J ayat (1): “Setiap orang wajib menghormati hak asasi
manusia orang lain dalam tertib bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.
Perkawinan disebut juga “pernikahan” berasal dari kata ( (وكا ح
nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan,
dan digunakan untuk arti bersetubuh ( wathi ).17
Kata “nikah” sendiri
sering digunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad
nikah.18
Menurut isitlah hukum islam, terdapat beberapa definisi, di
antaranya adalah:
الش و اج ش ز ع ا ه ى ع ق د و ض ع ه الش ار ع ل ي ف ي د م ل ك اس ت م ت اع الز ج ل ب ال م ز أ ة و ح ل اس ت م ت اع ال م ز أ ة ب الز ج ل
”Perkawinan menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan syara‟ untuk
membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan
menghalalkan bersenang-senang perempuan dengan laki-laki”.
17
Lihat Muhammad bin Ismail Al- Kahlaniy, Subul al-Salam, ( Bandung: Dahlan, t.t. ),
jilid 3, h. 109, Lihat pula Al-Syarif Ali bin Muhammad Al-Jurjaniy, Kitab Al-Ta‟rifat, ( Beirut:
Dar Al- Kutub Al-„Ilmiyah, 1998), cet. Ke-3 h. 246. 18
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, ( Beirut; Dar al- Fikr, 1989), Cet.
Ke-3, h. 29.
17
Di dalam penjelasan umum ditegaskan beberapa konsepsi dasar
yang menyangkut masalah hukum perkawinan, penjelasan tersebut
menyangkut 4 hal, yaitu:19
1. Bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia adalah mutlak adanya
Undang-undang Perkawinan Nasional yang sekaligus menampung
prinsip-prinsip dan memberikan landasan hukum perkawinan yang
selama ini menjadi pegangan dan telah berlaku bagi berbagai golongan
dalam masyarakat kita.
2. Secara historis berlaku berbagai hukum perkawinan bagi berbagai
golongan warga Negara dan berbagai daerah seperti berikut:
a. Bagi orang-orang Indonesia asli yang beraga,a islam berlaku
hukum agama yang telah diresipir dalam hukum adat.
b. Bagi orang-orang Indonesia lainnya berlaku hukum adat.
c. Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Kristen berlaku
huweliksordomantie Christen Indonesia (S. 1933 No. 74).
d. Bagi orang timur asing cina dan warga Negara Indonesia keturunan
Cina berlaku ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata dengan sedikit perubahan.
e. Bagi orang-orang Timur asing lain-lainnya dan warga Negara
Indonesia keturunan Timur Asing lainnya tersebut berlaku hukum
adat mereka.
f. Bagi orang-orang Eropa dan warga Negara Indonesia keturunan
Eropa dan yang disamakan dengan mereka berlaku Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata.
3. Sesuai dengan landsan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945, maka Undang-Undang ini di satu pihak harus dapat mewujudkan
prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan di lain pihak harus dapat pula menampung segala
kenyataan yang hidup dalam masyarakat dewasa ini. Undang-Undang
19
Sudarsono, hukum kekeluargaan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 162.
18
Perkawinan telah menampung di Dalamnya Unsur-Unsur dan
ketentuan-ketentuan hukum agamanya dan kepercayaannya itu dari
yang bersangkutan.
4. DalamUndang-Undang ini ditentukan prinsip-prinsip atau asas-asas
mengenai kewajiban perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan perkawinan yang telah disesuaikan dengan perkembangan dan
tuntutan zaman.
Di dalam UU Perkawinan No 1 tahun 1974 seperti yang termuat
dalam pasal 1 perkawinan didefinisikan sebagai berikut:
Pasal 1
“Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga
yang bahagiandan kekal berdasarkan Ketuhaann Yang Maha Esa”20
Dalam Kompilasi Hukum Islam, pengertian perkawinan dan tujuannya
dinyatakan dalam pasal 2 dan 3 sebagai berikut:
Pasal 2
“Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad
yang sangat kuat arau mitsaqaan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah
dan melaksanakannya merupakan ibadah”.
Kata mitsaqaan ghalizhan ini ditarik dari firman Allah SWT. Yang
terdapat pada surah an-Nisa ayat 21 yang berbunyi:
اظ ي ل ا غ ق ث ي م م ك ى م ن ذ خ ا و ض ع ً ب ل إ م ك ض ع ً ب ض ف ا د ق و ه و و ذ خ أ ت ف ي ك و
“Bagaimana kamu akan mengambil mahar yang telah kamu
berikan pada istrimu, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur)
dengan yang lain sebagai suami istri, dan mereka (istri-istrimu) telah
mengambil dari kamu perjanjian yang kuat (mitsaqaan ghalizhan).”
Pasal 3
20
Amiur Nuruddin, M.A. dan Azhari Akmal Tarigan, M.A. Hukum Perdata Islam di
Indonesia. Jakarta, kencana, 2004, h. 332
19
“Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah
tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”. 21
Dalam Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan,
hidup berjodoh-jodoh adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk
manusia, sebagaiama firmannya dalam Surat Az-Zariyat ayat 49:
ن و ز ك ذ ت م ك ل ع ل ه ي ج و س اى ق ل خ ء ً ش ل ك ه م و
”Dan segala sesuatu kamu ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat Akan kebesaran Allah SWT”.
Dalam Surat Yasin ayat 36 dinyatakan:
ن ى م ل ع ي ل ا م م و م ه س ف و ا ه م و ض ر ال ت ب ى ت ام م اه ل ك ج او س ال ق ل ي خ ذ ال ه ح ب س
“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik apa yang ditumbuhkan dari bumi dan dari diri mereka
maupun apa yang tidak mereka ketahui”.
Hukum Islam juga ditetapkan untuk kesejahteraan umat, baik
secara perorangan maupun secara bermasyarakat, baik untuk hidup di
dunia maupun di akhirat. Kesejahteraan masyarakat akan tercapai dengan
terciptanya kesejahteraan yang sejahtera, karena keluarga merupakan
lembaga terkecil dalam masyarakat, sehingga kesejahteraan masyarakat
sangan tergantung kepada kesejahteraan keluarga. Demikian pula
kesejahteraan perorangan sangat dipengaruhi oleh kesejahteraan hidup
keluarganya. Islam mengatur keluarga bukan secara garis besar, tetapi
sampai terperinci. Yang demikian ini menunjukkan perhatian yang sangat
besar terhadap kesejahteraan keluarga. Keluarga terbentuk melalui
perkawinan, karena itu perkawinan sangan dianjurkan oleh Islam bagi
yang telah mempunyai kemampuan.
B. Faktor Penyebab dan Tujuan Nikah Siri
1. Faktor Penyebab Nikah Siri
21
H. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, ( Jakarta: CV. Akademika
Pressindo. 1995 ), cet, ke-2, h. 114
20
Banyak sekali kasus yang sering kita jumpai terutama yang
diberitakan oleh media atau sumber-sumber yang lain, banyak kalangan
status ekonominya menengah kebawah yang lebih memilih melakukan
pernikahan siri. Disebabkan oleh faktor keterbatasan atau kurangnya
pengetahuan tentang hukum pernikahan yang sah menurut undang-
undang/ aturan pemerintah. Sedangkan untuk kalangan menengah ke atas
takut akan dosa dan zina. Ada yang karena faktor biaya yang mungkin
tidak mampu membayar administrasi pencatatan dan ada pula yang
disebabkan karena takut ketahuan sama istrinya atau seorang pegawai
takut ketahuan karena melanggar aturan yang melarang pegawai negeri
nikah lebih dari satu, dan lain sebagainya. Pernikahan siri juga
dikarenakan dengan pertimbangan karena takut mendapatkan pandangan
negative dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri,
atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang
untuk merahasiakan pernikahannya.
Melihat kepada kenyataan yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat tersebut, dipahami adanya beberapa problem yang terjadi
terkait dengan masalah pencatatan pernikahan ini, diantaranya adalah
problem sosiologis. Problem sosiologis adalah kondisi dan praktek
masyarakat yang menyimpang dari rumusan peraturan perundang-
undangan tentang perkawinan. Adanya sebagian masyakat yang tidak
mengurus administrasi pencatatan perkawinan. Berkaitan dengan
perkawinan yang tidak dicatatkan muncul berbagai istilah yang terlanjur
popular di kalangan masyarakat seperti kawin lari, kawin siri atau
perkawinan di bawah tangan, ada yang menyebutkan kawin syar‟I da nada
juga yang menyebutkan kawin modin dan kawin kiyai22
. Perkawinan yang
tidak berada di bawah pengawasan pegawai pencatatan nikah, dianggap
sah secara Agama tetapi tidak mempunyai kekuatan hukum, karena tidak
22
Mukhlisin Muzarie, Kontroversi Perkawinan Wanita Hamil, (Yogyakarta: Pustaka
Dinamika, 2002), h. 11
21
memiliki bukti-bukti perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku. 23
2. Tujuan Nikah Siri
Belakangan ini, fenomena nikah siri banyak diperbincangkan
masyakat karena menuai kontroversi dari berbagai kalangan. Sebab
pernikahan tanpa melibatkan masalah di kemudia hari yang bisa membuat
pelakunya merasa terbebani. Padalah menurut UU Nomor 1 Tahun 1974
tentang perkawinan, pada bab 1 pasal 2 ayat 2, sudah dijelaskan bahwa:
tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Ada berbagai macam alasan mengapa seseorabf memutuskan untuk
menikah siri, di antaranya:
1. Mengindari perbuatan asusila
Meski alasannya tidak selalu benar, nikah siri memang sering
dijadikan jalan pintas bagi pasangan kekasih untuk
menghindarkan diri dari perbuatan asusila. Daripada tergoda
melakukan dosa, merekaa lebih memilih menikah siri karena
dianggap sebagai solusi yang paling baik bagi kedua belah
pihak.
2. Ingin serba praktis
Nikah siri sering dijadikan alasan bagi segelintir orang. Karena
dianggap lebih praktis dan tidak harus repot mengurusi surat-
surat persyaratan pernikahan yang dianggap berbelit-belit.
Meski tidak terdaftar dalam dokumen Negara, pasangan yang
menikah siri sudah bisa merasa lebih tenang. Karena sudah
diangap menjadi pasangan resmi oleh agama dan penduduk
setempat.
3. Terganjal restu orangtua dan keluarga besar.
23
Jaih Mubarok, Modernisasi Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung, Pustaka Bani
Quraisy, 2005), h. 87
22
Karena hubungan sepasang kekasih tidak direstui oleh orangtua
dan keluarga besar, nikah siri sering dijadikan pembenaran saat
seseorang sudah merasa siap menikah namun tidak didukung
oleh keluarga. Biasanya, nikah siri yang mereka lakukan
dilakukan secara diam-diam dan tanpa diketahui kerabat-
kerabat dekat. Biasanya hanya dihadiri saksi-saksi yang
dianggap sah menurut hukum agama.
4. Karena Masalah Ekonomi
Karena biaya pernikahan menghabiskan biaya yang tidak
murah, banyak pasangan kekasi lebih memilih menikah siri
karena dianggap bisa lebih mengurangi biaya pengeluaran.
Daripada berhutang sana-sini demi sebuah pernikahan mewah,
mereka lebih memilih nikah siri dengan acara yang sederhana
dan hanya mengundang beberapa kerabat dekat.
5. Menghindari Fitnah
Daripada menjadi bahan perbincangan orang banyak karena
sering terlihat jalan berdua, banyak pasangan lebih memilih
meresmikan hubungannya melalui nikah siri untuk
menghindari fitnah. Meski hanya nikah siri, mereka sudah bisa
bernapas lega. Karena tidak lagi mendapat cibiran-cibiran
negative dari masyakat tentang status hubungan keduanya.
6. Ingin melakukan poligami
Meski sudah memiliki isteri yang sempurna, ada saja sebagia
suami yang genit atau tergoda dengan perempuan lain dan
nekat melakukan praktik poligami dengan berbagai alasan. Saat
seorang suami ingin melakukan poligami sementara istri tidak
menyetujui, nikah siri sering dijadikan jalan keluar paling
efektif bagi seorang suami untuk meresmikan hubungannya.
7. Mengantisipasi adanya masalah
Tidak ada satu orang pun yang bisa menebak kejadian di
kemudia hari. Ketika seseorang melakukan nikah siri, dan
23
ternyata di kemudia hari mereka ditakdirkan untuk bercerai,
maka kedua belah pihak tidak bisa menuntut hak apa pun
menurut hukum. Karena status pernikahan mereka tidak
terdaftar oleh Negara.
Nikah siri hanya merupakan jaan darurat bagi pasangan kekasih
yang ingin meresmikan hubungannya. Namun, alangkah
baiknya jika hubungan diresmikan oleh Negara melalui sebuah
ikatan pernikahan yang suci.
C. Pengertian Isbat Nikah
Isbat Nikah adalah gabungan dua kata dalam Bahasa Arab yang
terdiri dari dua kata yaitu Itsbat (اثبات( yang artinya, penetapan, kepastian,
atau pembuktian. 24
Sedangkan nikah yang maksudnya al-Wath‟I, al-„Aqd
al-Dammu yang artinya bersetubuh, akad dan berkumpul. 25
Definisi lain
menyebutkan nikah adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa.26
Dalam
kamus Besar Indonesia, isbat adalah penyungguhan, penetapan,
penentuan. Sedangkan isbat nikah yakni penetapan tentang kebenaran
(keabsahan) nikah.
Isbat Nikah adalah penetapan akad nikah yang diajukan ke
pengadilan agama sehinggah seorang yang bersangkutan memiliki hukum
positif dalam ikatan perkawinan.27
Isbat nikah adalah suatu usaha seorang
pasangan suami-istri yang mengajukan penetapan nikahnya kepada
24
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir (Arab-Indonesia), )Yogyakarta:
Pustaka Progresif, 1991), cet.14, h. 145 25
Wahab Zuhaily, al-Fiqh al-Islami Wa Adilatuhu, Juz VII (damsyiq: Dar al-Fikr, 1989)
h. 29 26
Abdul Ghani Abdullah, Himpunan Perundang-undangan dan Peratura Peradilan
Agama, (Jakarta: Intermasa, 1991), h. 187 27
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), Cet.
Ke-1, h. 29
24
Pengadilan Agama untuk mendapatkan haknya kembali. 28
Dari sini
penulis mencoba mencari kesimpulan bahwa isbat nikah merupakan salah
satu perkara yang hanya diselesaikan di Pengadilan Agama untuk
menyelesaikan sengketa pernikahan umat islam yang belum dicatatkan di
Kantor Urusan Agama, sebagaimana telah dijelaskan dalam KHI Pasal 7
ayat 3. Sedangkan bagi pasangan suami-istri yang non islam, pedoman
semacem isbat nikah tidak ada dan tidak diatur. Mereka justru diminta
untuk melakukan pernikahan ulang yang kemudian disertai dengan
mencatatkannya dihadapan pejabat yang berwenang yakni Kantor Catatan
Sipil.
Permohonan isbat nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama
adalah kebanyakan karena suatu perkawinan tidak mempunyai akta nikah
dan tidak dapat membuktikan karena adanya suatu sebab yang lainnya. 29
Menurut pasal 7 ayat (2) KHI berbunyi, “dalam hal perkawinan tidak
dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan isbat nikahnya ke
Pengadilan Agama”
Proses pencatatan Nikah terhadap pernikahan sirri yang telah
dilakukan adalah untuk mendapatkan akta nikah sebagai bukti keabsahan
pernikahan yang telah dilakukan. Seperti yang telah dijelaskan dalam UU
No.1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) bahwa perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum islam, serta dijelaskan pula dalam UU No. 1
Tahun 1974 pasal 2 ayat (2) tiap-tiap perkawinan dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang peraturan
pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
menegaskan bahwa, mereka yang tidak memberitahukan perkawinannya
28
Yayan Sopyan. Islam dan Negara- Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam
Hukum Nasional. (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011), cet. Ke-1 h. 135 29
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika 2006), Cet
Ke-1, hal. 29
25
kepada pegawai pencatat nikah akan didenda sebanyak Rp 7.500,-. bagi
pegawai pencatat nikah yang melakukan pelanggaran juga dikenakan
biaya denda Rp 7.500,- atau hukuman kurungan paling lama tiga bulan.30
D. Isbat Nikah Dalam Pandangan UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dengan
tegas menyebutkan bahwa perkawinan dinyatakan sah jika dilangsungkan
berdasarkan hukum agamanya masing-masing (Pasal 2 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974). Didalam pasal 18B Ayat (3) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masa hidup dan sesuai
perkembangan dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
diatur dalam Undang-undang yang sah berarti bahwa perkawinan yang
dilangsungkan menurut hukum adatnya adalah sah dan diakui menurut
hukum.
Isbat nikah untuh meneguhkan perkawinan yang telah
dilangsungkan menurut hukum agamanya dan kepercayaannya dengan
mencatat perkawinan didasarkan atas penetapan pengadilan agama yang
mengabulkan permohonan isbat nikah. Peran lembaga isbat nikah dalam
perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
masih dibutuhkan mengingat masih banyak perkawinan baik sebelum
diundangkannya UU Perkawinan beserta peraturan pelaksanaanya yaitu
PP No. 9 tahun 1975 masih banyak yang belum dicatatkan.
Kemudian setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama, memang lembaga isbat nikah tidak
dipublikasikan akan tetapi bukan berarti tidak ada. Lembaga isbat nikah
30
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, h., 190.
26
atau pengesahan nikah yang ditampung oleh Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Peradilan Agama, terbatas pada alasan perkawinan yang terjadi
sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,
Jadi lembaga isbat nikah yang dijelaskan oleh Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 jo Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama,
terbatas pada alasan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974, sedangkan isbat nikah/ pengesahan nikah yang
karena alasan-alasan lain tidak dimuat dan tidak ada pula penjelasan-
penjelasan tentang ketidak bolehannya.
Sedangkan menurut pengertian Kompilasi Hukum Islam pasal 3
dijelaskan perkawinan adalah bertujuan untuk membangun kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Oleh karena itu,
untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah
setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku, sebagaimana di sebutkan didalam KHI tentang pencatatan
perkawinan.
PASAL 5
(1) Penjelaskan: Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat
islam setiap perkawinan harus di catat.
(2) Pencatatan perkawinan tersebut pada Ayat (1) dilakukan oleh Pegawai
Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang
No.22 Tahun 1946 Jo Undang-Undang No. 32 Tahun 1945.
Untuk pelaksanaanya, dijelaskan di dalam Pasal 6 yang menjelaskan:
PASAL 6
27
(1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus
dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai
Pencatatan Nikah.
(2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat
Nikah tidak mempunyai kekuatan Hukum.
Bagi orang yang beragama islam, pemberitahuan disampaikan
kepada Kantor Urusan Agama, karena berlaku Undang-Undang Nomor 32
Tahun 1945 tentang Pencatatan Nikah, talak dan rujuk. Sedangkan bagi
orang non-Islam, pemberitahuannya dilakukan kepada Kantor Catatan
Sipil Setempat.31
Menurut pasal 6 ayat (1) dan (2) memberi penjelasan yaitu:
1. Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak
melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat perkawinan
telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut
undang-undang.
2. Selain penelitian terdapat hal sebagai dimaksud dalam ayat (1)
pegawai pencatat meneliti:
a. Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir calon mempelai.
Dalam hal tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir, dapat
dipergunakan surat keterangan yang menyatakan umur da nasal-
usul calon mempelai yang diberikan oleh kepala desa atau yang
setingkat dengannya.
b. Keterangan mengenai nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan
tempat tinggal orang tua calon mempelai.
Mengenai isbat nikah ada peraturan Mentri Agama Nomor 3 Tahun
1975 yang dalam Pasal 39 ayat (4) menentukan bahwa jika KUA tidak
bisa membuatkan duplikat akta nikah karena catatannya telah rusak atau
hilang, maka untuk menetapkan adanya nikah, cerai atau rujuk harus
dibuktikan dengan penetapan Pengadilan Agama. Namun, aturan itu hanya
berkaitan dengan perkawinan yang dilangsungkan sebelum adanya
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, bukan perkawinan yang terjadi
sesudahnya. Akan tetapi, Pasal 7 KHI ternyata memberi Pengadilan
Agama kompetensi absolut yang sangat luas terdapat isbat nikah.
31
Amirur Nurudin dan Azhari Akmal Tarigan, hukum Perdata Islam di Indonesia ( Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai KHI ), ( Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2006), h. 125
28
Pencatatan perkawinan berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 jelas disebutkan, setiap perkawinan harus
dicacatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini
mengartikan bahwa setiap perkawinan haruslah diikuti oleh adanya
pencatatan perkawinan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Namun ada jufa pendapat yang menyatakan bahwa pencatatan
perkawinan bukan sebagai syarat sah terjadinya sebuah perkawinan,
melaikan hanya sebagai syarat kelengkapan administrasi perkawinan.
Sahnya perkawinan hanya ditentukan oleh aturan agama dan keyakinan
kedua belah pihak yang melakukan perkawinan tersebut. 32
Para pemikir hukum islam (faqih) dahulu tidak ada yang
menjadikan dasar pertimbangan dalam perkawinan mengenai pencatatan
dan aktanya, sehingga mereka menganggap bahwa hal itu tidak penting.
Namun, bila dilihat perkembangan saat ini pencatatan perkawinan dan
aktanya mempunyai kemaslahatan serta sejalan dengan kaidah fiqih yang
mengungkapkan darulmafasidu muqoddamun ala jalabil mashalih. Dengan
demikian, pelaksanaan peraturan pemerintah yang mengatur tuntutan dari
perkembangan hukum dalam mewujudkan kemaslahatan umum di Negara
Republik Indonesia. Pemikiran itu didasari oleh metodologi asas yang
kuat, yaitu qiyas dari ayat Al-Qur‟an yang berkaitan dengan mu‟amalah
(surat Al-Baqarah ayat 282) dan maslahat mursalah dari perwujudan
kemaslahatan. 33
Mengenai ayat ini, ulama berbeda pendapat tentang hukum
pencatatan tersebut, sebagian ulama mengatakan bahwa pencatatan
tersebut hukumnya tidak wajib karena ia hanya bersifat anjuran. Hal ini
menurut Quraish shihab berdasarkan praktek para sahabat Nabi ketika itu,
keadaan kaum muslimin ketika turunnya ayat ini sangat langka yang
32
Rachmadi Usman, “Makna Pencatatan Perkawinan Dalam Peraturan Perundang-
undangan Perkawinan Di Indonesia”, Jurnal LEGISLASI INDONESIA, Volume. 14, No. 03,
(September,2017), h. 255-256 33
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 30
29
memiliki kepandaian tulis menulis, maka jika perintah tersebut bersifat
wajib tentunya akan sangat memberatkan. Namun demikian ayat ini
mengisyaratkan perlunya belajar tulis menulis, karena dalam hidup
seorang dapat mengalami kebutuhan pinjam dan meminjamkan. Hal ini
diisyaratkan oleh penggunaan kata (arab) (apabila) yang ada pada awal
penggalan ayat ini, yang lazim digunakan untuk menunjukan kepastian
akan terjadinya sesuatu.34
Berdasarkan pendapat Quraish Shihab diatas,
dapat disimpulkan bahwa pada kondisi saat ini dimana kepandaian tulis
menulis sudah banyak, serta penggunaan pencatatan sebagai salah satu
bukti yang diterima dimata hukum, maka pencatatan tersebut hukumnya
dapat menjadi wajib.
E. Faktor-Faktor Penyebab Isbat Nikah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pasal
64 dijelaskan: Perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
perkawinan yang terjadi sebelum undang-undang ini berlaku yang
dijalankan menurut peraturan-peraturan lama, adalah sah. Dari penjelasan
ini maka perkawinan yang ada sebelum undang-undang perkawinan ini
berlaku adalah sah. Begitu juga masalah isbat nikah pun tetap sah, karena
isbat nikah ini sudah ada dan melembaga dalam himpunan penetapan dan
putusan Pengadilan Agama tahun 50-an. Dari ketentuan lain dapat
disimpulkan bahwa isbat nikah hanya dibatasi untuk perkawinan sebelum
lahirnya undang-undang tersebut dan sebelum tahun 1974. Kemudia
peraturan tersebut diperjelas dengan Kompilasi Hukum Islam Pasal 7 ayat
3 yang berbunyi: “isbat nikah yang dapat diajukan kepengadilan agama
terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:
a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian.
Maksudnya adalah jika seseorang pasangan suami istri yang
34
M. Quraish Shihab, tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qu‟an, h. 564-
565
30
sebelumnya menikah dibawah tangan dan tidak mencatatkannya di
pegawai Pencatatan Nikah atau Kantor Urusan Agama, kemudian ia
bermaksud ingin mengajukan cerai maka sebelumnya ia harus
mengajukan permohonan isbat nikah yang dapat dilakukan secara
bersamaan dengan gugatan atau permohonan cerai.
b. Apabila surat akta nikahnya hilang, maka pasangan yang bersangkutan
dapat diajukan permohonan isbat nikah ke Pengadilan Agama dengan
membawa bukti laporan kehilangan akta nikah dari petugas yang
berwenang (polisi)
c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat
perkawinan.
d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
e. Permohonan isbata nikah dapat dilakukan apabila perkawinan tersebut
tidak mempunyai halangan sebagaimana yang tercantum dalam pasal
39, 40, 41, 43 KHI dan dalam undang-undang Nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan pasal 8, 9, 10.
Permohonan isbat nikah diatas, menurut pasal 7 ayat (4) KHI
menyatakan bahwa yang berhak mengajukan permohonan isbat nikah ialah
suami atau istri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang
berkepentingan dengan perkawinan. 35
35
Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 26
31
BAB III
POTRET KECAMATAN CISARUA
A. Gambaran Kecamatan Cisarua
1. Geografis Wilayah Kecamatan Cisarua Bogor.
Kecamatan Cisarua masuk kedalam Wilayah Pembangunan II
(dua) Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor dengan titik berat
Pengendalian.
Berdasarkan Karakteristik Wilayah Kecamatan Cisarua masuk
dalam Kawasan Bogor – Puncak – Cianjur (BOPUNCUR) yang dilalui
Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu merupakan Wilayah Khusus
dalam Penanganan dan dalam Pengembangan Wilayah Pertanian,
Pariwisata, serta Daerah Penyangga Hutan Lindung.36
Secara Geografis bentuk Wilayah Kecamatan Cisarua terdiri dari
Perbukitan dan Pegunungan sehingga memiliki Karakteristik sendiri yaitu
Pertanian Dataran Tinggi, dengan Luas Wilayah 63,373,62 Ha, Ketinggian
dari Permukaan Laut 650 – 1400 M, Letag Geografis LS : 06? 42, BB:
36
Bayu Rahmawanto, Profil dan Letak Gepgrafis Kecamatan Cisarua,
http://kecamatancisarua.bogorkab.go.id. Diakses pada tanggal 5 Agustus 2018 pukul 20:30 WIB
32
106? 56, Suhu Maksimum dan Minimum: 23, 91? C dan 17, 17, 85? C,
Curah Hujan (jumlah hari dengan curah hujan 40 hari serta banyaknya
curah hujan 3178 MM/T).
Dengan Batas – Batas Wilayah:
A. Utara : Keca/matan Megamendung
B. Selatan : Kabupaten Cianjur
C. Barat : Kecamatan Megamendung
D. Timur : Kabupaten Cianjur
Secara administrasi Kecamatan Cisarua memiliki 1 Kelurahan dan
9 Desa yaitu:
a. Kelurahan Cisarua
b. Desa Cilember
c. DesaJogjogan
d. Desa Leuwimalang
e. Desa Kopo
f. Desa Batulayang
g. Desa Citeko.
h. Desa Tugu Selatan
i. Desa Tugu Utara
j. Desa Cibereum
Berdasarkan karakteristik wilayah, Kecamatan Cisarua termasuk
ke dalam kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopuncar) yang dilalui Daerah
Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Huku yang merupakan wilayah khusus
dalam penanganan dan dalam pengembangan Kecamatan Cisarua
merupakan wilayah pertanian, perkebunan, pariwisata, dan daerah
penyangga kawasan hutan Lindung.
2. Keadaan Kecamatan Cisarua
Kecamatan Cisarua memiliki ketinggian dari permukaan laut (dpl)
antara 650 M-140 M dpl, dengan curah hujan rata-rata 3178 mm/thn dan
33
suhu udara antara 17,580C-23,91
0C. Bentuk wilayah Kecamatan Cisarua
terdiri dari perbukitan sampai bergunung 25 persen, berombak sampai
berbukit 40 persen, dan datar sampai berombak 35 persen.
Dengan alam yang berbukit sampai bergunung dengan suhu yang
sejuk wilayah Kecamatan Cisarua cocok untuk dikembangkan tanaman
jenis hortikultura seperti buah-buahan, sayuran, dan tanaman keras lain
yang tumbuh dengan baik di dataran tinggi.
Berdasarkan kondisi geografisnya, Kecamatan Cisarua terletak di
desa tugu selatan pada 1025 m-1052m dari ketinggian permukaan laut.
Desa Tugu Selatan merupakan salah satu desa yang berada pada
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Berdasarkan letak geografisnya,
Desa Tugu Selatan berbatasan dengan Desa Tugu Utara di sebelah utara,
sebelah timur berbatasan dengan Desa Cilota, Kecamatan Pacet, sebelah
selatan berdasarkan dengan Kabupaten Cianjur, dan sebelah Barat
berbatasan dengan Desa Cibeureum. Luas wilayah Desa Tugu selatan
adalah 1.712,435 ha/m2. Orbitasi/jarak tempuh menuju ibukota provinsi
kurang lebih 90,3 km atau sekitar empat jam, sedangkan jarak dengan
ibukota kabupaten kurang lebih 45 km, dan jarak dengan ibukota kurang
lebih 6 km.
Desa Tugu Selatan memiliki curah hujan 33 mm dengan tingkat
suhu rata-rata harian yaitu 200C-
240C. Wilayah Desa Tugu selatan adalah
100% berupa daerah perbukitan, sedangkan berdasarkan topografinya,
Desa Tugu Selatan memiliki kedalaman solum tanah antara 50 cm-99cm.
Berdasarkan sumbur daya air yang dimiliki, desa Tugu Selatan
mempunyai potensi air irigasi dari mata air yang debitnya mencapai 5
m3/dtk. Air minum di Desa Tugu Selatan diperoleh dari lima mata air, 6
sumur gali, dan 22 sumur pompa. Sumber mata air Desa Tugu Selatan
meliputi mata air Ciburial, Cikamasa, Cisampay, Cikamsey, dan Pariuk.
34
B. Deskripsi Masyarakat Cisarua.
1. Adat Istiadat Pernikahan Masyarakat Cisarua.
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri yang bertujuan untuk
membentuk keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.37
Dari pengertian perkawinan di atas dapat diketahui beberapa tujuan
perkawinan adalah:
a. Untuk memperoleh kehidupan sakinah yang dilandasi
mawaddah dan rahmah.
b. Untuk regenerasi/produksi.
c. Tujuan perkawinan adalah untuk pemenuhan kebutuhan
biologis.
d. Untuk menjaga kehormatan dan,
e. Untuk ibadah.
Berkaitan dengan urgensi perkawinan tersebut, Rasulullah SAW
sangat menganjurkan pernikahan terutama bagi mereka yang sudah
memiliki kemampuan lahir dan batin. Namun pada saat ini di kawasan
Cisarua Puncak terjadi suatu fenomena yang disebut dengan fenomena
kawin kontrak. Kawin kontrak atau nikah mut‟ah pernah diizinkan Nabi
saat terjadi peperangan. Para sahabat saat itu dalam kondisi membujang
dan meninggalkan isteri mereka, namun saat ini kawin kontrak atau nikah
mut‟ah sudah diharamkan bagi Agama Islam. Kawin kontrak ini juga tidak
semata-mata terjadi begitu saja melainkan ada asal mula mengapa bisa
muncul fenomena ini di daerah Puncak Cisarua Bogor.38
Wanita-wanita
pelaku kawin kontrak tersebut bukan berasal dari cisaruaa atau bogor
melainkan dari Cianjur, Sukabumi dan daerah-daerah lain. Wanita-wanita
37
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 38
Abdul Jamil Wahab, Kustini” Fenomena Kawin Kontrak dan Prostitusi Dawar di
Kawasan Puncak Bogor” http://Jurnal.uinbanten.ac.id. Jurnal Al-Qalam. Volume 13, No. 2 (Juli-
Desember 2016),
35
tersebut biasanya menetap tidak jauh dari tempat tinggal atau kawasan
yang dipenuhi wisatawan arab salah satunya adalah kawasan Desa Tugu
Selatan arah kawasan Warung Kaleng Kecamatan Cisarua Kabupaten
Bogor.
Warung kaleng atau yang sekarang disebut Kampung Arab mulai
didatangi oleh orang Timur Tengah pada tahun 1980an. Keberadaannya
diawali dengan cerita mengapa ada kawasan yang disebut sebagai
“Warung Kaleng” pada tahun 1980an. Yaitu karena terdapat kaleng drum
milik orang arab, dan pada tahun tersebut pula orang-orang arab tersebut
mulai membawa kerabat, teman, dan saudara mereka untuk datang ke
puncak. Kawasan Puncak memang dipenuhi oleh villa-villa, hotel dan
penginapan untuk parawa wisatawan domestic hinggal wisatawan timur
tengah.
Selain banyaknya fasilitas seperti villa dan restaurant Timur
Tengah di Puncak, tersedianya pelayanan jasa bagi para wisatawan Timur
Tengah juga menjadi daya Tarik tersendiri bagi orang-orang Arab untuk
datang ke kawasan Puncak khususnya Kampung Arab. Pelayanan jasa
yang tersedia meliputi; sawag atau pemandu, driver taksi, driver ojek,
chef, penyedia villa, dan security. Pada penyedia jasa ini lebih senang
dengan sebutan-sebutan asing tersebut, merek menganggap itu lebih keren
untuk didengar. Mereka semua tergabung dalam komunitasnya masing-
masing, dimana komunitas mereka semua berada dalam naungan
Komunitas Penggerak Pariwisata (kompepar). Para pekerja pariwisata ini
merupakan warga asli yang tinggal di kawasan puncak. Mereka selalu siap
untuk melayani tamu Timur Tengah yang berada di kawasan Puncak,
termasuk dalam jasa menyediakan hiburan malam hingga hiburan seksual.
Seiring dengan terus bertambahnya jumlah wisatawan Timur
Tengah ke kawasan Puncak, pada tahun 1987 mulai terdengar istilah
„kawin kontrak” antara laki-laki Timur Tengah dengan wanita lokal.
Berawal dari adaanya oknum orang Timur Tengah yang datang dan
36
melakukan kawin kontrak atau nikah mut‟ah adalah perkawinan yang
dilakukan dalam jangka waktu tertentu atau hanya sementara, setelah
jangka waktu perkawinan itu berakhir maka hubungan perkawinan mereka
sudah berakhir. Kawin kontrak yang sudah ada sejak 28 tahun yang lalu
ini sempat menjadi sangat terkenal hinggal mancanegara khususnya
Negara-Negara Timur Tengah. Dulu wanita yang melakukan kawin
kontrak adalah gadis-gadis setempat yang dipaksa orang tuanya dengan
alasan ekonomi. Lain halnya sekarang dilakukan adalah wanita-wanita
tuna susila yang sering menjajakan diri mereka pada turin arab di kawasan
puncak. Keberadaanya sempat memuncak pada tahun 2007-2008 namun
memasuki tahun 2010 kawin kontrak tersebut menuai banyak protes
sehingga saat ini keberadaan menjadi tertutup.
2. Keadaan Sosial Dan Keadaan Ekonomi Masyarakat Cisarua.
Desa Tugu Selatan memiliki jumlah penduduk sebanyak 15.082
orang, dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 4.192 KK. Penduduk
Desa Tugu Selatan terdiri dari 7.770 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan
7.312 jiwa berjenis kelamin perempuan. Mata pencaharian sebagian besar
penduduk Desa Tugu Selatan adalah sebagai karyawan. Selain itu,
penduduk Desa Tugu Selatan bermata pencaharian sebagai pengusaha
kecil dan menengah, buruh tani, pegawai negeri sipil, dan sebagainya.
Data mengenai jenis mata pencaharian penduduk Desa Tugu Selatan
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Mata pencarian Penduduk Desa Tugu Selatan.
NO. Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang)
1 Buruh tani 465
2 Pegawai Negeri Sipil 372
3 Pedagang Keliling 129
4 Peternak 48
5 Montir 12
37
6 Bidang Swasta 2
7 Pengrajin Indrusti Rumah Tangga 75
8 Perawat Swasta 1
9 Pembantu Rumah Tangga 127
10 Polisi 23
11 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 240
12 Pengusaha Kecil dan Menengah 1133
13 Dukun 7
14 Karyawan Perusahaan 1792
Sumber: Pemerintah Desa Tuguh Selatan
Penduduk Desa Tugu Selatan berdasarkan tingkat pendidikannya
terdapat 279 orang lulusan SD, 675 orang lulusan SMP, 160 orang lulusan
SMA, 22 orang lulusan DI-D3, dan 25 orang lulusan SI. Fasilitas
pendidikan formal yang dimilki Desa Tugu Selatan dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel
2. Fasilitas
Pendidikan di
Desa Tugu Selatan.
Sumber: Pemerintah Desa Tugu Selatan.
NO. Jenis Lembaga Pendidikan Jumlah (unit)
1 TK 3
2 SD 5
3 SP 1
4 SMA -
5 Lembaga Pendidikan Agama 14
6 Lembaga Pendidikan Lain 2
Total 25
38
Pelaku usaha jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan menjadikan
usaha pembuatan log jamur tiram putih atau budidaya jamur tiram putih
sebagai mata pencaharian yang dapat menghasilkan pendapatan cukup
memuaskan, dibandingkan usaha lain seperti dagang dan usahatani
lainnya. Selain sebagai pemilik jamur tiram putih di Desa Tugu Selatan,
pelaku usaha ada yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
karyawan swasta. Potensi budidaya jamur di Desa Tugu Selatan sampai
tahun 2010 memiliki produktivitas sebesar 2 ton/ha dengan total luas areal
lahan 0,45 Ha menyebar di wilayah Desa Tugu Selatan. Jamur tiram putih
dapat dipanen sekitar 30 hari setelah masa inkubasi. Total produksi satu
log jamur tiram putih sebesar 0,5 kg jamur segar yang dipanen secara
bertahap hingga lima kali dengan waktu antar panen sekitar 12 hari sampai
14 hari. Kegiatan usaha jamur tiram putih ini mulai memasyarakat di Desa
Tugu Selatan karena selain keuntungan yang ditawarkan dari hasil usaha
cukup memuaskan, cara pembudidayaannya relatif tidak terlalu sulit
terutama dalam hal pengalokasian waktu. Faktor alam juga sangat
mendukung usaha tersebut. Suhu rata-rata di Desa Tugu Selatan sebesar
200C-240C dan curah hujan rata-rata 33 mm/hari. Hal tersebut
menyebabkan kelembaban di Desa Tugu Selatan cukup tinggi dan
mendukung perkembangan jamur tiram putih. Salah satu faktor yang
penting dalam budidaya jamur tiram putih adalah kumbung jamur.
Kumbung jamur tiram putih dibuat dengan ukuran tertentu, disesuaikan
dengan kapasitas dan produksi yang akan dihasilkan. Kumbung yang
dimiliki petani jamur tiram putih di lokasi penelitian terbuat dari bilik
bambu dengan rak dan tingkat tiap rak yang bermacam-macam tergantung
dari luas dan tinggi bangunan kumbung. Selain bangunan kumbung perlu
rumah persiapan yang digunakan dalam proses pembuatan log, inokulasi,
dan penyimpanan bahan serta alat. Terdapat tiga pelaku usaha jamur tiram
putih di Desa Tugu Selatan yang diteliti dimana setiap pelaku usaha
memiliki fokus kegiatan usaha yang berbeda. Kegiatan usaha jamur tiram
putih yang pertama berfokus pada pembuatan log jamur tiram putih untuk
39
dijual kepada pembudidaya di daerah Cibedug, Cipanas, 47 dan Cianjur.
Pembuatan log jamur tiram putih pada usaha ini menggunakan oven yang
dipanaskan dengan kayu bakar sebagai alat untuk mensterilisasi log jamur.
Usaha jamur tiram putih yang kedua berfokus pada budidaya jamur tiram
putih. Log jamur tiram putih pada usaha ini diperoleh dari pelaku usaha
lain di sekitar Cisarua yang bertindak sebagai inti dan usaha ini sebagai
plasma. Kegiatan budidaya atau pola produksi dari usaha ini dikontrol
secara teratur oleh inti agar hasil panen yang diperoleh optimal dan
memiliki kualitas yang baik. Adanya hubungan inti plasma dalam usaha
ini menyebabkan pola produksi telah terkonsep dengan baik, meskipun
usaha ini baru dijalankan.
Usaha jamur tiram putih yang ketiga memproduksi log secara
pribadi untuk dibudidaya. Berbeda halnya dengan usaha pertama yang
menggunakan oven sebagai alat sterilisasi, usaha ini menggunakan drum
yang dipanaskan dengan menggunakan bahan bakar gas untuk proses
sterilisasi dalam pembuatan log jamur tiram putih. Pada ketiga kegiatan
usaha jamur tiram putih tersebut terdapat kumbung jamur yang memiliki
fungsi yang berbeda. Pada kegiatan usaha jamur tiram putih yang pertama,
kumbung jamur berfungsi sebagai tempat inkubasi baglog jamur tiram
putih sebelum dijual kepada pembudidaya. Penempatan baglog tersebut
tidak berlangsung sampai baglog jamur siap untuk dibudidaya, melainkan
hanya selama beberapa hari untuk memastikan bahwa baglog jamur tidak
gagal atau telah terdapat miselium yang merambat.
Pada kegiatan usaha jamur tiram putih yang kedua, kumbung jamur
berfungsi sebagai tempat budidaya baglog jamur sampai baglog tersebut
sudah tidak produktif. Pada kegiatan usaha jamur tiram putih yang ketiga,
kumbung jamur berfungsi sebagai tempat inkubasi baglog jamur tiram
putih sekaligus sebagai tempat budidaya baglog jamur. Hal tersebut
dilakukan untuk mengurangi biaya pembuatan kumbung, efisiensi lahan,
dan efisiensi waktu kegiatan budidaya karena tidak perlu memindahkan
40
baglog jamur yang telah siap dibudidaya dari kumbung inkubasi ke
kumbung pemeliharaan.
3. Struktur Dan Tugas Pengurus Kecamatan Cisarua.39
a. Struktur Pengurus Kecamatan Cisarua:
NO. NAMA JABATAN
1 Drs. Bayu Rahmawanto Ketua Kecamatan
2 Usep Sugeng, BSW Sekretaris Kecamatan
3 Erni Herlynawati, S.IP., M.Si Kepala sub bag. Program
Dan Keuangan
4 Herry Indarto Sudono, SE. Kepala Sub Bag. Umum dan
Kepegawaian
5 Acmad Arbik, S.IP Kepala Seksi Pemerintahan
6 Dra. Hj. Rifdaledi, M.M Kepala Seksi Pemberdayaan
dan Kesehatan Masyarakat
7 Muhtar, S.Sos Kepala Seksi Ketentraman
dan Ketertiban Umum
8 Heru Hendrawan, SE Kepala Seksi Perekonomian
dan Pembangunan
9 Isur Surwiti, SE., M.M. Kepala Seksi Pelayanan
b. Tugas Pengurus Kecamatan Cisarua.
Tugas unsur organisasi berdasarkan Peraturan Bupati Bogor
Nomor 72 Tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas dan
fungsi serta tata kerja Kecamatan. Mempunyai tugas dan fungsi sebagai
berikut:
1) Camat
39
Wawancara pribadi dengan pihak Kecamatan Cisarua
41
Camat mempunyai tugas membantu Bupati dalam
menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan public, pemberdayaan
masyarakat Desa dan/atau Kelurahan, pembangunan, dan pembinaan
kehidupan kemasyarakatan serta melaksanakan sebagian kewenangan
Bupati berdasarkan pelimpahan wewenang.
2) Sekretariat
Sekretariat mempunyai tugas membantu dan bertanggung jawab
kepada Camat dalam melaksanakan pengelolaan kesekretariatan
Kecamatan.
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas
Sekretariat mempunyai fungsi;
a) Pengkoordinasian penyusunan program, monitoring, evaluasi dan
pelaporan Kecamatan.
b) Pengelolaan rumah tangga, tata usaha dan kepegawaian
Kecamatan.
c) Pengumpulan, pengolahan dan analisa data Kecamatan.
d) Pengelolaan keuangan Kecamatan, dan
e) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai
tugasnya.
3) Sub Bagian Program dan Keuangan
Mempunyai tugas membantu Sekretaris dalam melaksanakan
pengelolaan data, pengoordinasian penyusunan program dan
pengelolaan administrasi keuangan Kecamatan.
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas Sub
Bagian Program dan Keuangan mempunyai fungsi:
a) Penyiapan bahan pengoordinasian penyusunan program,
monitoring, evaluasi dan pelaporan Kecamatan.
b) Pengumpulan, pengolahan, dan analisis data Kecamatan.
c) Pelaksanaan pengelolaan hubungan masyarakat.
d) Pengelolaan penyusunan anggaran Kecamatan.
e) Penatausahaan keeungan Kecamatan.
42
f) Penyusunan pelaporan Kecamatan.
g) Pelaksanaan fungsi keuangan Kecamatan, dan
h) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan pimpinan sesuai bidang
tugasnya.
4) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian.
Mempunyai tugas membantu Sekretaris dalam melaksanakan
pengelolaan rumah tangga, tata usaha dan kepegawaian Kecamatan.
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas Sub
Bagian Umum dan Kepegawaian Kecamatan mempunyai fungsi:
a) Pengelolaan rumah tangga dan tata usaha Kecamatan.
b) Pengelolaan barang/jasa Kecamatan.
c) Penyiapan bahan penyusunan kebijakan penataan organisasi
Kecamatan.
d) Pengelolaan layanan administrasi kepegawaian Kecamatan, dan
e) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai
dengan bidang tugasnya.
5) Seksi Pemerintahan
Mempunyai tugas membantu Camat dalam melaksanakan, menyiapkan
bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan
pemerintahan.
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas Seksi
Pemerintahan mempunyai fungsi:
a) Penyelenggaraan pembinaan pemerintahan desa dan/atau
kelurahan.
b) Pelaksanaan tugas dibidang pertanahan.
c) Pembinaan lembaga kemasyarakatan.
d) Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan
pelaksanaan kegiatan pada Seksi Pemerintahan, dan
e) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai
dengan bidang tugasnya.
43
6) Seksi Pemberdayaan dan Kesejahteraan Masyarakat
Mempunyai tugas membantu Camat dalam menyiapkan bahan
perumusan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan urusan
pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas Seksi
Pemberdayaan dan Kesejahteraan Masyarakat mempunyai fungsi;
a) Pembinaan dan pengendalian bantuan sosial,
b) Pembinaan pemberdayaan masyarakat,
c) Pembinaan organisasi sosial kemasyarakatan,
d) Pembinaan keluarga berencana,
e) Pencegahan dan penanggulangan bencana alam dan pengungsi,
f) Pembinaan masalah sosial,
g) Pembinaan kesehatan masyarakat,
h) Pembinaan kerukunan umat beragama,
i) Pembinaan, dan pengawasan kegiatan program pendidikan, ilmu
pengetahuan dan teknologi, generasi muda keolahragaan,
kepramukaan, seni dan budaya.
j) Pengoordinasian dan pengawasan wajib belajar pendidikan dasar
dan pendidikan luar sekolah.
k) Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan
pelaksanaan kegiatan pada Seksi Pemberdayaan dan Kesejahteraan
Masyarakat, dan
l) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai
dengan bidang tugasnya.
7) Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum
Mempunyai tugas membantu Camat dalam menyiapkan bahan
perumusan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan urusan
ketentraman dan ketertiban umum.
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas Seksi
Ketentraman dan Ketertiban Umum mempunyai fungsi;
44
a) Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum.
b) Penyelenggaraan pembinaan polisi pamong praja Kecamatan.
c) Pembinaan kesatuan bangsa dan pelindungan masyarakat.
d) Penyelenggaraan pembinaan ideology Negara dan kesatuan
bangsa.
e) Penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati.
f) Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan
pelaksanaan kegiatan pada Seksi Ketentraman dan Ketertiban
Umum, dan
g) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai
dengan bidang tugasnya.
8) Seksi Perekonomian dan Pembangunan
Mempunyai tugas membantu Camat dalam menyiapkan bahan
perumusan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan urusan Seksi
Perekonomian dan Pembangunan.
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas Seksi
Perekonomian dan Pembangunan mempunyai fungsi;
a) Pembinaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian
perekonomian dan pembangunan.
b) Pembinaan perekonomian desa dan kelurahan.
c) Pembinaan, pengembangan, dan pengendalian dibidang pertanian,
peternakan, perikanan, perkebunan, dan kehutanan.
d) Pembinaan tenagan kerja dan transmigrasi.
e) Pembinaan dan pengembangan industry, koperasi dan Usaha Kecil
Menengan (UMKM).
f) Pembinaan dan pengembangan keparawisataan.
g) Pembinaan dan pengawasan perdagangan.
h) Inventarisasi potensi penanaman modal daerah.
i) Pengawasan, penyaluran, dan pengembalian kredit dalam rangka
menunjang keberhasilan program produksi pertanian dan industry
45
kecil.
j) Pembinaan dan peningkatan peran serta masyarakat dalam
perekonomian.
k) Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya alam.
l) Fasilitasi dan koordinasi penyenggaraan pembangunan;
Pengkoordinasian, pembinaan, dan pengawasan serta pelaporan
langkah-langkah penanggulangan terjadinya pencemaran dan
kerusakan lingkungan.
m) Pengoordinasian pelaksanaan pembangunan swadaya masyarakat.
n) Penyusunan laporan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pada Seksi
Perekonomian dan pembangunan, dan
o) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai
dengan bidang tugasnya.
9) Seksi Pelayanan
Mempunyai tugas membantu kepada Camat dalam melaksanakan
perumusan serta evaluasi dan pelaporan di bidang pelayanan.
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas Seksi
Pelayanan mempunyai fungsi:
a) Penyelenggaraan administrasi kependudukan.
b) Pelaksanaan pelayanan administrasi terpadu kecamatan.
c) Pelaksanaan verifikasi administrasi permohonan perizinan dan non
perizinan.
d) Penyususnan dan inventarisasi seluruh data verizinan dan non
perizinan.
e) Pemerosesan berkas permohonan dan penerbitan dokumen
perizinan dan non perizinan.
f) Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan
pelaksanaan kegiatan pada Seksi Pelayanan; dan
g) Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai
dengan bidang tugasnya.
46
BAB IV
EKSISTENSI KUA DALAM MENYELESAIKAN PRAKTIK NIKAH SIRI
PADA MASYARAKAT CISARUA
A. Peran Pemerintah Dalam Isbat Nikah Terhadap Nikah Siri
Maraknya nikah siri yang terjadi di Cisarua tidak semata-mata
karena kecerobohan atau pemerintah setempat menghiraukan kejadian
tersebut. Akan tetapi pemerintah setempat dengan instansi-instasi yang ada
selalu membuat program guna mengurangi praktek terjadinya nikah siri.
Memang sulit untuk menghilangkan sebuah kasus yang semula-mula
terjadi begitu saja. Akan tetapi dengan komitmen serta dengan ketulusan
hati kepala KUA Cisarua Bapak H. Asep yang dimana penulis
wawancarai. Dalam hasil penelitian pihak KUA merancang program
minggonan (pertemuan seminggu sekali) yang dimana dari program itu
bisa berdekatan atau interaksi langsung dengan masyarakat setempat guna
mengurangi terjadinya praktek nikah siri.40
Adapun program yang dilakukan adalah melakukan sosialisasi
mengenai pentingnya pencatatan perkawinan, mengadakan program
penyuluhan isbat nikah yang di adakan oleh Kecamatan, KUA, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor melalui forum minggon (setiap
seminggu sekali).41
Isi program tersebut menjelaskan pentingnya Akta
Nikah dan fungsi dari akta nikah itu. sehingga setatus anak mereka jelas
sampai pada pembagian waris dipengadilan agama mereka bisa
mengajukan perlawanan hukum. Dari diadakanya program itu tidak hanya
mendengarkan keluhan masyarakat namun dari pihak KUA di berikan
waktu untuk mensosialisasikan agar masyarakat yang belum mempunyai
surat akta nikah, agar diadakan isbat nikah oleh Kantor Urusan Agama.42
40
Wawancara pribadi dengan, Asep, Kepala KUA Cisarua, Bogor, 26 September 2018 41
Wawancara pribadi dengan H. Asep, Kepala KUA Cisarua, Kabupaten Bogor, 25
September 2018. 42
Wawancara pribadi dengan Drs. Bayu Rahmawanto. Kepala Kecamatan Cisarua,
47
Maka dari itu KUA, Pengadilan Agama, dan Kementrian Agama
mengadakan yang namanya isbat nikah keliling, dimana program tersebut
biasa dilakukan di tempat yang berbeda.43
Dalam penyampaian pada program minggonan (setiap seminggu
sekali) tersebut pihak KUA Cisarua tidak bosan untuk selalu
mengingatkan tentang pentingnya administrasi perkawinan. Seperti halnya
salah satu seorang masyarakat yang peneliti ajak berkomunikasi dalam
program minggonan tersebut mengeluhkan tentang kondisi ekonomi yang
dialaminya. Menurut orang tersebut kejadian yang dialaminya disebabkan
karena sebatas mendengar saja informasi yang tidak akurat, yang katanya
mengurus perkawinan di Kantor Urusan Agama sangat berbelit dan
biayanya mahal. Sehingga pihak KUA Cisarua seringkali mengklarifikasi
hal tersebut dalam program minggonan.
Diluar dari program minggonan, KUA cisarua memasang spanduk
yang berisikan “pastikan Perkawinan saudara tercatat di KUA” di Kantor
KUA Cisarua dan Kantor Kecamatan Cisarua. Dengan memasang spanduk
sedikit demi sedikit masyarakat akan menyadari bahwa pentingnya
pencatatan perkawinan guna di akui pernikahannya oleh Negara dan
memiliki kekuatan hukum sebagai suami isteri.44
Proses pengajuan yang mudah, penyelesaian yang cepat dan biaya
yang murah bahkan gratis bagi mereka yang tidak mampu. Dalam
melaksanakan program Isbat Nikah. KUA mengarahkan kepada pemohon
isbat nikah sebelum mengajukan isbat nikah ke Pengadilan Agama harus
memenuhi persyarata-persyaratan yang harus dipenuhi yaitu:45
1. Menyerahkan Surat Permohonan Isbat Nikah kepada Pengadilan
Agama setempat;
Kabupaten Bogor, 27 September 2018.
43Wawancara pribadi dengan Hj. Tati Suningsih. Panitera Pengganti Pengadilan Agama
Cibinong, 25 Januari 2019 44
Wawancara pribadi dengan, Ubaedillah,Wakil Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, 26 September 2018 45
Wawancara pribadi dengan, Ubaedillah,Wakil Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, 26 September 2018.
48
2. Surat keteraangan dari Kantor Urusan Agama (KUA) setempat yang
menyatakan bahwa pernikahan tersebut belum dicatatkan
3. Surat keterangan dari Kepala Desa/ Lurah yang menerangkan bahwa
Pemohon telah menikah
4. Photocopy KTP (Pemohon dan Termohon) isbat nikah;
5. Membayar biaya perkara;
6. Lain-lain yang akan ditentukan Hakim dalam persidangan.
Namun, permohonan Isbat Nikah (PIN) tidak selalu dikabulkan
oleh Hakim, jika permohonan tersebut dikabulkan, maka Pengadilan akan
mengeluarkan putusan atau penetapan Isbat Nikah. Dengan adanya
putusan penetapan Isbat Nikah, maka secara hukum perkawinan tersebut
telah tercatat yang berarti adanya jaminan ataupun perlindungan hukum
bagi hak-hak suami atau istri maupun anak-anak dalam perkawinan
tersebut.
Program-program yang dilakukan oleh aparatur pemerintah
setempat daerah Cisarua bertujuan untuk menyelesaikan masalah Nikah
Siri sampai pada penetapan Isbat Nikah. Dan bagi pelaku yang melakukan
pernikahan siri namun belum mengajukan penetapan Isbat Nikah atau
kurang memahami terkait prosedur Isbat Nikah bisa memahami dari
program tersebut. Serta menghilangkan citra negatif daerah Cisarua yang
dikenal dengan salah satu praktek nikah siri terbanyak di Indonesia
sehingga aparatur setempat semangat untuk menghilangkan citra negative
tersebut. Dan mengurangi bagi suami isteri yang pernikahannya tidak
memiliki kekuatan hukum tetap, di akui oleh Negara, agar memiliki
hukum tetap dan di akui oleh Negara.
Seiring berjalannya waktu dengan semangat istiqomah yang kuat
dan saling merangkul dan mendukung satu sama lain antara pihak aparatur
pemerintah dan masyarakat, sedikit demi sedikit Kepala Kantor Cisarua
yakin bahwa praktek nikah siri akan terminimalisir bahkan hilang di
daerah Cisarua.
49
B. Praktik Nikah Siri pada Masyarakat Cisarua.
1. Latar Belakang Masyarakat Cisarua dalam melakukan Praktik
Nikah Siri
Melihat kepada kenyataan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat
tersebut, dipahami adanya beberapa problem yang terjadi terkait dengan
masalah pencatatan pernikahan ini, diantaranya adalah problem sosiologis.
Problem sosiologis adalah kondisi dan praktek masyarakat yang
menyimpang dari rumusan peraturan perundang-undangan tentang
perkawinan. Adanya sebagian masyarakat yang tidak mengurus
administrasi pencatatan perkawinan. Berkaitan dengan perkawinan yang
tidak dicacatkan muncul berbagai istilah yang terlanjur popular di
kalangan masyarakat seperti kawin liar, kawin lari, kawin sirri atau
perkawinan di bawah tangan, ada yang menyebutkan kawin syar‟i dan ada
juga yang menyebutkan kawin modin dan kawin kiyai.46
Perkawinan yang
tidak berada di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah, dianggap sah
secara Agama tetapi tidak mempunyai kekuatan Hukum, karena tidak
memiliki bukti-bukti perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.47
Pencatatan perkawinan merupakan salah satu bentuk pembaharuan
hukum (reformasi hukum) keluarga. Regulasi pencatatan perkawinan di
Indonesia telah ditetapkan tidak lama setelah Indonesia merdeka, yakni
diundangkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang
Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. Dalam Undang-undang ini disebutkan
bahwa perkawinan harus diberikan pemberitahuan kepada Pegawai
Pencatat Nikah (Pasal 1 ayat (1)). Pada ayat (2) tertera, yang berhak
pengawasan atas nikah dan menerima pemberitahuan tentang talak dan
rujuk, hanya pegawai yang diangkat oleh Menteri Agama atau oleh
46
Mukhlisin Muzarie, Kontroversi Perkawinan Wanita Hamil, (Yogyakarta: Pustaka
Dinamika, 2002), h.11o 47
Jaih Mubarok, Modernisasi Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung, Pustaka Bani
Quraisy, 2005), h. 87
50
pegawai yang ditunjuk olehnya.48
Dan dalam pasal 3 ayat (1) Undang-
undang ini disebutkan, bahwa perkawinan yang tidak dicatatakan akan
dihukum denda sebanyak Rp.50,- meskipun dalam penjelasan Undang-
undang ini ditekankan bahwa pencatatan sebagai syarat administratif.49
Walaupun masalah pencatatan perkawinan telah disosialisasikan cukup
lama, dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
maupun Pasal 5 dan 6 KHI, tetapi sampai saat ini masih dirahasiakan
adanya kendala dalam pelaksanaanya. Di antara penyebabnya adalah
sebagian masyarakat Muslim masih ada yang berpegangan teguh kepada
perspektif fikih tradisional. Menurut pemahaman mereka perkawinan
sudah sah apabila ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam kitab-kitab
fikih sudah sah apabila ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam kitab-
kitab fikih sudah terpenuhi, tidak perlu ada pencatatan di KUA dan tidak
perlu Surat Nikah sebab hal itu tidak diatur pada Zaman Rasulullah dan
merepotkan saja.50
Dari pemaparan diatas, penulis menemukan berbagai gagasan terkait
problem penelitian yang penulis akan teliti. Yaitu problem yuridis dan
sosiologis, menurut penulis ada problem idealis. Problem idealis
dimaksudkan bahwa berkembang berbagai ide, pemikiran, gagasan yang
antara satu dengan lainnya terdapat perbedaan dan di antaranya ada yang
bertolak belakang. Berhubung isbat nikah sangat erat kaitannya dengan
pencatatan perkawinan, maka pemikiran yang ada setidaknya dapat
diartikan dua kelompok, yaitu: pertama, kelompok yang berpendapat
pencatatan perkawinan sebagai syarat sah perkawinan. Kedua: kelompok
yang berpendapat bahwa pencatatan perkawinan hanya sebagai urusan
administrasi umumnya dari kalangan umat Islam, tidak mempengaruhi sah
atau tidak sahnya perkawinan. Khusus dalam kaitannya dengan isbat
48
Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tidak Dicatat (Menurut Hukum
Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam) , (Jakarta: Sinar Grafika, 2012, cet. Kedua), h., 225. 49
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.,
189-190. 50
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,
2006), hal. 47.
51
nikah. Artinya, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap agama dan suku
adat masing sangat tinggi, sehingga mereka tidak melakukan pernikahan di
Kantor Urusan Agama.51
Neng Djubaidah menjelaskan masyatakan
hendaknya melakukan tindakan antara lain: pertama. Isbat nikah tidak
dibatasi pada alasan tertentu saja, tetapi tentukanlah peluang seluas-
luasnya bagi para pihak yang berkepentingan, yaitu suami, istri, anak-
anak, atau anggita keluarga lain yang mempunyai hubungan darah atau
hubungan semenda (perkawinan), terutama dalam memperoleh
kedudukannya sebagai ahli waris atau dalam melaksanakan kewajiban
yang menjadi tanggung jawabnya sebagai awli waris terhadap kewajiban
pewaris ketia ia masih hidup. Kedua: hak untuk mengajukan permohonan
isbat nikah hendaknya tidak dibatasi ketika suami atau istri bersangkutan
masih hidup. Ketiga: isbat nikah juga hendaknya dapat dilakukan istri
yang lain, dalam hal suami berpoligami, untuk mempermudah tuntutan
istri terdahulu dalam melaksanakan hak dan kewajibannya.
2. Profil Responden
Sedangkan hasil dari penelitian yang penulis lakukan terhadap
pernikahan siri itu sendiri yang terjadi di Kecamatan Cisarua Kabupaten
Bogor, bahwasannya dari 10 responden dari kalangan laki-Laki dan
Perempuan dari pelaku nikah sirri. Adapun profil dari pelaku akan penulis
uraikan diantaranya: tempat tinggal pelaku, Jumlah pasangan, alasan
menikah siri. 52
Dan penulis akan dibagi dalam bentuk table sebagai berikut:
Table 2. Tempat tingal, Jumlah pasangan, alasan menikah sirri.
Tempat tinggal Jumlah pasangan Alasan menikah sirri
Cisarua 5 Faktor ekonomi serta
51
Wawancara pribadi dengan, H. Asep, Kepala Kua Cisarua, Kabupaten Bogor, 25 Semptember 2018.
52 Wawancara pribadi dengan 10 pelaku nikah sirri.
52
kurangnya pengetahuan
tentang pencatatan
pernikahan dan akses
menuju KUA
Cilember 2 Hamil di luar nikah
Tugu selatan 2 Masih terdapat tingkat
kepercayaan terhadap
hukum islam.
Tugu utara 1 Suami yang tidak mau
mengurus izin poligami
kepada istri
pertamanya.
a. Faktor Ekonomi
Sebagian masyarakat, khususnya yang ekonominya menengah ke
bawah merasa tidak mampu membayar administrasi pencatatan yang
membengkak dua kali lipat dari biaya resmi.53
Sehingga kelompok ini
beranggapan karena sulitnya dalam membayar biaya perkawinan
sehingga proses pernikahannya hanya melakukan nikah siri, yang
terbilang pernikahannya tidak sulit dan biaya ringgan.
b. Hamil Diluar Nikah
Kehamilan yang terjadi diluar nikah, biasanya terjadi dikarenakan
tidak mendapatkan restu orang tua, atau karena pergaulan bebas yang
sekarang sangat marak biasa terjadi dikalangan anak muda di zaman
yang modern ini. Dan untuk menutupi aib bagi keluarga, yang akan
mengundang cemohan dari masyarakat. Dari sanalah orang tua
menikahkan anaknya dengan laki-laki yang menghamilimya, dengan
alasan menyelamatkan nama baik keluarga, dan tapa melibatkan
Petugas Pegawai Pencatat Nikah, tetapi hanya dilakukan oleh mualim
53
5 orang dari 10 pelaku nikah sirri yang penulis wawancara mengakui alasan tersebut.
53
atau kiyai setempat tanpa melakukan pencatatan terlebih dahulu.54
Dan
faktor lain yang menyatakan biasanya dilakukan oleh orang-orang luar
pulau jawa yang melakukan perkawinan siri tersebut di daerah Cisarua.
Perkawinan tersebut tidak sama sekali diketahui oleh orang tuannya,
namun dalam melangsungkan perkawinan siri rukun dan syarat
perkawinan tetap terpenuhi sekalipun tidak sesuai syariat Islam dan
aturan Negara yang berlaku.
c. Faktor Agama
Dari sini bisa kita pahami bahwa kesadaran masyarakat akan
pentingnya pencatatan perkawinan masih terbilang sangat kurang,
sehingga aparatur pemerintah selalu mengadakan sosialisasi betapa
pentingnya pernikahan itu dicatatkan di Kantor Urusan Agama.
Sebagian orang berkeyakinan tidak perlu melakukan pencatatan, tapi
cukup kepada kiyai dan karena pencatatan bukan syarat atau rukun
nikah. Setelah melihat dari beberapaa faktor di atas, tidak dapat
dihindarkan akan menimbulkan akibat-akibat yang buruk. Kehidupan
perkawinan siri walaupun persyaratan menurut agama terpenuhi, akan
menimbulkan akibat yang buruk bagi kelangsungan perkawinan
tersebut, apabila tidak dicatat oleh Petugas Pencatat Nikah.55
Dalam
menjalankan perkawinan yang dianggap tetap sah sesuai syariat Islam,
masyarakat Cisarua ini menggunakan jasa ustadnya atau kiyainya
untuk dijadikan sebagai wali demi melancarkan proses perkawinan siri
tersebut. Meskipun dalam kata siri yang berarti dirahasiakan, namun
sebagaian masyarakat tersebut sudah menggangap hal yang sangat
biasa. Karena ketika mereka mendapat masukan dari kiyainya atau
ustadnya bahwa perkawinan siri adalah perkawinan yang sah. Dan tak
perlu mendaftarkan di Kantor Urusan Agama.
Pernikahan siri sendiri menurut hukum positif di Indonesia
merupakan pernikahan yang tidak sah. Dalam Undang-Undang
54
2 orang dari 10 pelaku nikah sirri yang penulis wawancarai mengakui alasan tersebut. 55
2 orang dari 10 pelaku nikah sirri yang penulis wawancara mengakui alasan tersebut.
54
Perkawinan No. 1 tahun 1974. Perkawinan siri dalam Undang-Undang
perkawinan tidak memberikan sanksi apapun, hanya diberi sanksi
administrasi yaitu tidak diakui oleh Negara dan tidak memiliki
kekuatan hukum tetap.
Asal usul nikah siri secara substansi nikah sirri telah ada sejak
lama, bila yang dimaksudkan dengan nikah sirri tersebut adalah
pernikahan yang tidak dicatat dalam catatan badan berwenang. Adapun
bila menyangkut merahasiakan pernikahan, juga bukan hal yang baru
karena para ulama tempo dulu (klasik) telah membahasnya, terutama
yang terkait kerahasiaan pernikahan tersebut dengan wasiat kepada
para saksi untuk merahasiakan kesaksian mereka. Bila yang dimaksud
dengan nikah sirri adalah pernikahan tanpa sepengetahuan wali tanpa
saksi, yang sekurang-kurangnya dua orang saksi pria yang adil, juga
telah disinggung sejak lama dimana nikah sirri jenis ini adalah jenis
pernikahan yang dilarang oleh rasulullah. Seperti disebutkan
sebelumnya, Bahwa rasulullah telah menegaskan dalam beberapa
sabdanya yang artinya: “tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang
wali.” (HR. Abu Dawud).
3. Dampak Dari Pernikahan Siri Tanpa Akta Nikah
Sekarang ini banyak kita jumpai pasangan yang lebih memilih
untuk melakukan nikah siri atau nikah di bawah tangan terutama untuk
kalangan kelas menengah ke bawah, hal tersebut di pengaruhi dengan
keterbatasan pengetahuan mengenai hukum, akibat yang akan di
timbulkan serta masalah biaya. Sedangkan untuk kalangan menengah ke
atas mandalkan takut akan dosa dan zina serta masih banyak alasan yang
lain. Dan biasanya kasusnya yang lain bisa kita temukan karena Sulitnya
Aturan Berpoligami. Tidak terpenuhnya syarat-syarat untuk berpoligami,
terutama tidak adanya persetujuan dari isteri sebelumnya, maka orang
55
tersebut melaksanakan perkawinan siri, cukup dihadapan pemuka agama.56
Adapun istilah nikah siri atau nikah yang dirahasiakan memang
sudah dikenal dikalangan para ulama. Hanya saja nikah siri yang dikenal
pada masa dahulu berbeda pengertiannya dengan nikah siri pada saat ini.
Dahulu yang dimaksud dengan nikah sirri yaitu pernikahan sesuai dengan
rukun-rukun perkawinan dan syaratnya menurut syari‟at, dan dengan
sendirinya tidak ada walimatul‟ursy. Adapun nikah sirri yang dikenal oleh
masyarakat Indonesia sekarang ini adalah pernikahan yang dilakukan oleh
wali atau wakil wali dan disaksikan oleh para saksi, tetapi tidak dilakukan
di hadapan Petugas Pencatat Nikah sebagai aparat resmi pemerintah atau
tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama bagi yang beragama Islam atau
di Kantor Catatan Sipil bagi yang tidak beragama islam.
Apa saja dampak positif dan negatifnya dari pernikahan sirri ini.57
1. Dampak Positif:
a. Meminimalisasi adanya sex bebas, serta berkembangnya penyakit
AIDS, HIV maupun penyakit kelaminan yang lain.
b. Mengurangi beban atau tanggung jawab seorang wanita yang
menjadi tulang punggung keluarganya.
2. Dampak Negatif:
a. Berselingkuh merupakan hal yang wajar.
b. Akan ada banyak kasus poligami yang akan terjadi. Faktor ini
biasanya terjadi disebabkan seoarang laki-laki yang berkeinginan
untuk poligami sedangkan status laki-laki tersebut adalah seorang
pegawai negerti. Pegawai negeri dalam aturannya tidak boleh
menikah lebih dari satu isteri. Selain yang berstatus sebagai
pegawai negeri, laki-laki tersebut tidak mau mengikuti prosedur
izin poligami yang sudah di tetapkan, dan tidak mau izin kepada
isteri pertamanya, dan tidak mau mengurusi surat izin berpoligami.
56
1 orang dari 10 pelaku nikah sirri yang penulis wawancara mengakui alasan tersebut. 57
Wawancara peribadi dengan 10 pelaku nikah siri
56
58
c. Tidak adanya kejelasan status isteri dan anak baik di mata hukum
Indonesia maupun di mata masyarakat sekitar.
d. Pelecehan sexual terhadap kaum hawa karena dianggap sebagai
pelampiasan Nafsu sesaat bagi kaum laki-laki.
Maka dengan demikian jika dilihat dari dampak-dampak yang ada,
semakin terlihat bahwasannya nikah sirri lebih banyak membawa dampak
negative di banding dampak positifnya. Serta akibat hukum dari nikah sirri
itu sendiri adalah:
1) Sebagai seorang isteri tidak dapat menuntut suami untuk memberikan
nafkah lahir maupun batin.
2) Untuk hubungan keperdataan maupun tanggung jawab sebagai seorang
suami sekaligus ayah terhadap anakpun tidak ada seperti nasib anak
kecil dari pernikahan yang dianggap nikah sirri itu, akan terkatung-
katung. Tidak bisa sekolah karena tidak punya akta kelahiran.
Sedangkan, semua sekolah saat ini mensyaratkan akta kelahiran.
3) Dalam hal pewarisan, anak-anak yang lahir dari pernikahan sirri
maupun istri yang dinikahi secara sirri, akan sulit untuk menuntut
haknya, karena tidak ada bukti yang menunjang tentang adanya
hubungan hukum antara anak tersebut dengan bapaknya atau antara
isteri sirri dengan suaminya tersebut.
4) Dan dampaknya nanti kepada status anak. Kalo mereka melakukan
pernikahan sirri bisa saja status anaknya menjadi anak ibu.59
4. Masyarakat Cisarua dalam Memahami Pencatatan Perkawinan
Lebih lanjutnya diatur bahwa adanya kewajiban untuk tiap-tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perkawinan dicatatkan guna mendapatkan akta perkawinan. Akta
58
1 orang dari 10 pelaku nikah siri yang penulis wawancara mengakui alasan tersebut. 59
Irma Devita, Akibat Nikah Siri.http://irmadevita.com.Diakses pada Tanggal 30
September 2018 pada pukul 21:00 WIB.
57
perkawinan adalah bukti telah terjadinya atau berlangsungnya perkawinan,
bukan yang menentukan sah tidaknya perkawinan. Ketiadaan bukti inilah
yang menyebabkan anak maupun istri dari perkawinan siri tidak memiliki
setatus hukum.
Pencatatan perkawinan adalah pendataan administrasi sebuah
perkawinan dengan mendaftarkannya kepada Kantor Urusan Agama
(KUA). Pencatatam perkawinan memegang peranan yang sangat penting
dalam suatu pelaksanaan perkawinan, hal ini dikarenakan pencatatan
perkawinan merupakan suatu syarat yang menentukan akan diakui atau
tidaknya sebuah perkawinan oleh Negara. Begitu pula akan adanya akibat-
akibat hukum yang terjadi setelah perkawinan tersebut terlaksana. 60
Sebagaimana yang telah dijelaskan peneliti, perkawinan secara
agama walaupun sah tetapi tidak dilakukan pencatatan secara sah
berdasarkan undang-undang tidak memiliki kekuatan hukum dan
karenanya dianggap tidak pernah ada dalam catatan Negara atau dengan
kata lain perkawinan tersebut tidak diakui oleh Negara. Konsekuensinya
anak yang telah lahir dari pernikahan siri itu setatusnya merupakan anak
diluar nikah. Akibatnya anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya
mempunyai hubungan ke ibu saja.
Syarat dan tata membuat akta kelahiran anak luar kawin:
a. Surat kelahiran dari dokter/bidan/penolong kelahiran,
b. Nama dan identitas saksi kelahiran.
c. Kartu tanda penduduk ibu.
d. Kartu keluarga ibu.
e. Kutipan akta nikah/akta perkawinan orang tua
Dalam hal pelaporan kelahiran tidak disertai kutipan akta nikah/
60
Ferdinand Sembiring, “Prosedur Pelaksanaan Pencatatan Perkawinan Pada Kantor
Kependudukan Dan Catatan Sipil Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara (Studi Kantor
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan)”, https://jurnal.usu.ac.id, h. 3.
58
akta perkawinan orang tua, pencatatan kelahiran tetap dilaksanakan. Anak
yang lahir diluar perkawinan yang sah dari kedua orang tua-nya tentu tidak
dapat menyebarkan kutipan akta nikah/akta perkawinan orang tua. Akan
tetapi, berdasarkan ketentuan di atas, pencatatan kelahiran tetap dapat
dilaksanakan yang berarti tata cara memperoleh (kutipan) akta kelahiran
untuk anak luar kawin adalah sama saja dengan cara memperoleh akta
kelahiran pada umumnya.
Tata caranya, apabila pencatatan hendak dilakukan di tempat
domisili ibu, pemohon mengisi formulir keterangan kelahiran dengan
menunjukan persyaratan-persyaratan di atas kepada petugas registrasi di
kantor desa atau kelurahan. Formulir tersebut ditanda tangi oleh pemohon
dan diketahui oleh kepala desa atau lurah. Kepala desa atau lurah yang
akan melanjutkan formulir tersebut ke unit pelaksana teknis instansi
pelaksana untuk diterbitkan kutipan akta kelahiran atau kecamatan untuk
meneruskan formulir surat keterangan kelahiran kepada instansi pelaksana
jika unit pelaksana teknis dinas instansi pelaksana tidak ada. Pejabat
Pencatatan Sipil pada instansi pelaksana/UPTD instansi pelaksana akan
mencatat dalam register akta kelahiran dan menerbitkan kutipan akta
kelahiran dan menyampaikan kepada kepala desa atau lurah kepada
pemohon. Apabila pencatatan hendak dilakukan di luar domisisli ibu si
anak, maka pemohon mengisi formulir surat keterangan kelahiran dengan
menyerahkan surat kelahiran dari dokter, bidan atau penolong kelahiran
dan menunjukan KTP ibuna kepada instansi pelaksana.61
Selain hal-hal tersebut diatas Akta Nikah dilampirkan naskah
perjanjian perkawinan (taklik talak/penggantungan talak) yaitu teks yang
dibaca suami setelah akad nikah sebagai perjanjian kesetiaannya terhadap
isteri. Sesaat setelah dilangsungkan akad nikah, kedua mempelai
menandatangni Akta Nikah dan salinannya telah disiapkan Pegawai
Pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku. Setelah itu, diikuti
61
Wawancara pribadi dengan Usep Sugeng, Sekretaris Kecamatan Cisarua.
59
penandatanganan oleh kedua saksi dan pegawai pencatat yang menghadiri
akad nikah. Kemudian wali nikah atau yang mewakilinya, juga ikut
mendatangani. Dengan pendandatangan Akta Nikah dan salinannya maka
perkawinan telah tercatat secara resmi (pasal. 11 PP. 9/1975) dan
mempunyai kekuatan hukum (KHI pasal. 6 ayat 2)
Akta Nikah selain merupakan bukti otentik suatu perkawinan, ia
memiliki manfaat sebagai jaminan hukum apabila salah seorang suami
atau isteri melakukan suatu tindakan yag menyimpang. Misalnya, seorang
suami tidak memberikan nafkah yang menjadi kewajibannya, sementara
sebenarnya ia mampu, atau suami melanggar ketentuan taklik talak yang
telah dibacanya, maka pihak isteri yang dirugikan dapat mengadu dan
mengajukan perkaranya ke pengadilan. Akta Nikah juga berguna untuk
membuktikan keabsahan anak dari perkawinan itu. Upaya hukum ke
pengadilan tentu tidak dapat dilakukan, apabila perkawinan tidak
dibuktikan dengan akta tersebut. Oleh karena itu, pasal 7 Kompilasi
Hukum Islam menegaskan pada ayat (1) perkawinan hanya dapat
dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat
Nikah.62
Adapun manfaat Akta Nikah yang bersifat represif dapat dijelaskan
sebagai berikut. Bagi suami isteri yang karena sesuatu hal perkawinan
tidak dibuktikan dengan Akta Nikah, Kompilasi membuka kesempatan
kepada mereka untuk mengajukan permohonan isbat nikah (penetapan)
kepada Pengadilan Agama.
Inilah yang hemat penulis, pencatatan sebagai tindakan represif.
Hal ini dimaksudkan untuk membantu masyarakat, agar di dalam
melangsungkan perkawinan tidak hanya mementingkan aspek-aspek
hukum fiqh saja, tetapi aspek-aspek keperdataan juga perlu diperhatikan
secara seimbang. Jadi, pencatatan adalah merupakan usaha pemerintah
62
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998).
Cet. 3. h. 21.
60
untuk mengayomi masyarakat demi terwujudnya ketertiban dan keadilan.
Pasal 7 ayat (2) dan (3) menyebutkan:
Ayat 2: Menurut pasal 2 dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan
dengan akta Nikah, dapat diajukan isbat nikahnya ke Pengadilan Agama;
Ayat 3: Isbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas
mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:
a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian
b. Hilangnya Akta Nikah;
c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat
perkawinan;
d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakuya Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974
e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak
mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974.
Dan jika persyaratan persyaratan diatas tidak terpenuhi, Kantor
Urusan Agama menolak untuk melakukan prosesi pembuatan surat
permohonan Isbat Nikah.63
Adapun yang berhak mengajukan permohonan Isbat Nikah
menurut Kompilasi Hukum Islam ayat (4) tersebut adalah suami atau
isteri, anak-anak mereka, wali nikah, dan atau pihak-pihak yang
berkepentingan dengan perkawinan itu. Akta Nika, menurut ketentuan
pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dibuat dalam rangkap
2; pertama disimpan oleh Pegawai Pencatat, kedua disimpan pada Panitera
Pengadilan dalam wilayah Kantor Pencatatan Perkawinan itu berada (ayat
1). Kepada suami dan isteri masing-masing diberikan kutipan akta
perkawinan (ayat 2).
Pencatatan perkawinan dan aktanya, bagi sebagian masyarakat
tampaknya masih perlu disosialisasikan. Boleh jadi hal ini, akibat
63
Wawancara pribadi dengan, Ubaedillah, Wakil Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, 26 September 2018.
61
pemahaman yang fiqh sentris, yang dalam kitab-kitab fiqh hampir tidak
pernah dibicarakan, sejalan dengan situasi dan kondisi waktu fiqh itu
ditulis. Namun apabila kita coba perhatikan ayat mudayanah (Al-Baqarah,
2:282) mengisyarakat bahwa adanya bukti otentik sangat diperlukan untuk
menjaga kepastian hukum. Bahwa redaksinya dengan tegas
menggambarkan bahwa pencatatan didahulukan daripada kesaksian, yang
dalam perkawinan, menjadi salah satu rukun.
Praktek pemerintah yang mengatur tentang pencatatan perkawinan
dan dibuktikannya dengan akta nikah, merupakan istislah atau maslahat
nursalah. Hal ini karena meski secara formal tidak ada ketentuan ayat atau
sunnah yang memerintahkan pencatatan, kandungan maslahatnya sejalan
dengan tindakan syara‟ yang ingin mewujudkan kemaslahatan bagi
manusia. Dengan analisis tersebut, dapat ditegaskan bahwa pencatatan
perkawinan merupakan ketentuan yang perlu diterima dan dilaksanakan
oleh semua pihak.
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari keseluruhan rangkaian pembahasan dalam skripsi ini, maka
penulis memberapa kesimpulan, yaitu:
1. Peran KUA adalah melakukan sosialisasi mengenai pentingnya
pencatatan perkawinan, mengadakan program penyuluhan isbat nikah
yang di adakan oleh Kecamatan, KUA, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten Bogor melalui forum minggon atau seminggu sekali. Isi
program tersebut menjelaskan pentingnya Akta Nikah dan fungsi dari
akta nikah itu. sehingga status anak mereka jelas sampai pada
pembagian waris di Pengadilan Agama mereka bisa mengajukan
perlawanan hukum. Dari diadakanya program itu tidak hanya
mendengarkan keluhan masyarakat namun dari pihak KUA di berikan
waktu untuk mensosialisasikan agar masyarakat yang belum
mempunyai surat akta nikah, agar diadakan isbat nikah oleh Kantor
Urusan Agama. Maka dari itu KUA, Pengadilan Agama, dan
Kementrian Agama mengadakan yang namanya isbat nikah keliling,
dimana program tersebut biasa dilakukan di tempat yang berbeda.
2. Adapun faktor penyebab terjadinya Nikah Siri pada masyarakat
Cisarua Kabupaten Bogor: pertama; Faktor Ekonomi karena sulitnya
dalam membayar biaya perkawinan sehingga proses pernikahannya
hanya melakukan nikah siri, yang terbilang pernikahannya tidak sulit
dan biaya ringgan. Kedua; Hamil di Luar Nikah, dikarenakan tidak
mendapatkan restu orang tua, atau karena pergaulan bebas yang
sekarang sangat marak biasa terjadi dikalangan anak muda di zaman
yang modern ini. Ketiga; Faktor Agama Sebagian orang berkeyakinan
tidak perlu melakukan pencatatan, tapi cukup kepada kiyai dan karena
pencatatan bukan syarat atau rukun nikah. Keempat; Tidak mengurus
surat izin poligami, Faktor ini biasanya terjadi disebabkan seoarang
63
laki-laki yang berkeinginan untuk poligami sedangkan status laki-laki
tersebut adalah seorang Pegawai Negeri
B. Saran
1. Kepada Pemerintah
a. Setelah penulis melakukan analisis terhadap Kasus isbat nikah
terhadap nikah siri yang terjadi di Cisarua ini, penulis memiliki
beberapa saran agar pemerintah melakukan revisi terhadap Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam mengatur
permasalahan itsbat nikah. Yang mana penulis merasa bahwa Undang-
undang tersebut perlu untuk diperbaharui agar sesuai dengan
perkembangan zaman.
b. Berdasarkan kasus dalam penetapan ini, bagi Kementerian Agama
melalui Kantor Urusan Agama (KUA) agar melakukan langkah-
langkah preventif/pencegahan terhadap kasus masalah pencatatan
perkawinan. Langkah-langkah preventif yang dimaksud adalah dengan
memberikan informasi dan sosialisasi akan teknis pencatatan
perkawinan kepada masyarakat untuk menghindari segala
kemungkinan akan tidak terulang kembali kasus perkawinan tidak
dicatat di Kantor Urusan Agama.
c. pihak pemerintah daerah setempat hendaknya lebih memperhatikan
daerah pelosok yang membutuhkan bantuan dalam memerangi
kemiskinan.
2. Kepada Masyarakat.
a. Masyakat harus ikut membantu mencegah terhjadi pernikahan siri
yang lebih banyak karena mempunyai resiko yang cukup besar bagi
perempuan dan anak. Dan sepatutnya selalu ikut berpartisipasi dalam
memberikan masukan terhadap hal-hal yang menyangkut dengan
pernikahan.
b. Pelaku pernikahan siri harus lebih memahami resiko yang harus
diterima dari tindakan yang mereka pilih. Pelaku hendaknya membuat
pengesahan pernikahan (isbat nikah) agar anak-anak yang dilahirkan
64
dari pernikahan tersebut dapat menjalani kehidupan dengan baik dan
dapat meraih masa depan yang lebih baik.
c. Bagi masyarakat pada umumnya harus pro aktif dalam bertanya atau
pro aktiff dalam mencari tau infomrasi mengenai pencatatan
perkawinan pada Kantor Urusan Agama di daerah setempat, dan KUA
agar selalu berupaya aktif dalam melakukan sosialisasi kepada
masyarakat mengenai kewajiban pencatatan perkawinan.
65
DAFTAR PUSTAKA
AL-Qur’an dan Hadits
Buku
Aminuddin dan Abidin Slamet, Fiqh Munakahat I (Bandung: pustaka Setia,
1999),
Al-Juzairi Abdu Al-Rahman, Al-Fiqh „Ala Mazahib Al-Arba‟ah, jilid 4 (Beirut:
Lubnan, 1990), hlm.2, sebagaimana dikutip oleh Amin Suma, Hukum
Keluarga Islam Di Dunia Islam, Cet I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004).
Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002).
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: CV. Akademika
Pressindo. 1995 ).
Ali Zainuddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006).
Abdullah Abdul Ghani, Himpunan Perundang-undangan dan Peratura Peradilan
Agama, (Jakarta: Intermasa, 1991).
Darajat Zakiyah, Ilmu Fikih (Jakarta: Departemen Agama RI, 1985).
Djubaidah Neng.“Pencatatan Perkawinan&Perkawinan Tidak Dicatat: menuru
hukum tertulis di Indonesia dan Hukum Islam” (Jakarta: Sinar Grafika,
2012).
Fuady Munir, Konsep Hukum Perdata, (PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014).
66
Ghanduri Ahmad, al-Ahwal al- Syahshiyah fi Tasyri al- Islami, Cet. IV, (Beirut:
Maktabah al-Falah, 2001).
Ghifari Al Abu, Fiqih Remaja Kontemporer (Bandung, Media Qalbu, 2005).
Hasan Iqbal, Pokok-Pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Graha
Indonesia, 2002).
Kharlie Ahmad Tholabi, Hukum Keluarga Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika
2013).
Kustini, Wahab Abdul Jamil, “Fenomena Kawin Kontrak dan Prostitusi Dawar di
Kawasan Puncak Bogor” (Jurnal, Al-Qalam,)
Muthiah Aulia, Hukum Islam.”Dinamika Seputar Hukum Keluarga”
(Yogyakarta:Pustaka Baru Press, 2017).
M. Karman dan Supiana, Materi Pendidikan Agama Islam (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004).
Munawwir Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir (Arab-Indonesia
Yogyakarta:Pustaka Progresif, 1991).
Muzarie Mukhlisin, Kontroversi Perkawinan Wanita Hamil, (Yogyakarta:
Pustaka Dinamika, 2002).
Mubarok Jaih, Modernisasi Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung, Pustaka
Bani Quraisy, 2005).
Manan Abdul, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2006).
Muhammad bin Ismail Al- Kahlaniy, Subul al-Salam, ( Bandung: Dahlan, t.t. ),
jilid 3, h. 109, Lihat pula Al-Syarif Ali bin Muhammad Al-Jurjaniy, Kitab
Al-Ta‟rifat, ( Beirut: Dar Al- Kutub Al-„Ilmiyah, 1998).
67
Nurudin Amirur dan Tarigan Azhari Akmal, hukum Perdata Islam di Indonesia
(Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No 1/1974 sampai
KHI), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006).
Rofiq Ahmad, Hukum Islam Di Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1998).
Sembiring Rosnidar, “Hukum keluarga:Harta-Harta Benda Dalam Perkawinan”
(Jakarta: RajawalI Pers, 2016).
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung,
Alfabeta, 2015).
Sudarsono, hukum kekeluargaan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991).
Shihab M. Quraish, tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qu‟ran
Sopyan Yayan, Islam dan Negara- Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam
Hukum Nasional. (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011).
Warson Al-Munawwir Ahmad, Kamus Al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap,
edisi II, cet. XIV, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997).
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh, (Beirut; Dar al- Fikr, 1989).
Jurnal
Ainani, Ahmad, Itsbat Nikah Dalam Hukum Perkawinan di Indonesia: Jurnal
Darussalam, Volume 10, No.2, Juli-Desember 2010.
Abdul Jamil Wahab, Kustini, “Fenomena Kawin Kontrak dan Prostitusi Dawar di
Kawasan Puncak Bogor” http://Jurnal.uinbanten.ac.id. Jurnal Al-Qalam.
Volume 13, No. 2 (Juli-Desember 2016),
68
Sanawiah, “Isbat Nikah Melegalkan Pernikahan Siri Menurut Hukum Positif dan
Hukum Agama (Studi di Pengadilan Agama Palangka Raya)”. Jurnal
Anterior, Volume 15, No. 1, Desember 2015, h., 94-103.
Usman, Racmadi, Makna Pencatatan Perkawinan Dalam Peraturan Perundang-
undangan Perkawinan Di Indonesia, Jurnal LEGISLASI INDONEISA,
Volume 14, No. 03 September 2017.
Perundang-undangan
Kompilasi Hukum Islam.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang
Perkawinan.
Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 tentang Kewajiban Pegawai-
Pegawai Nikah Dan Tata Kerja Pengadilan Agama Dalam Melaksanakan
Peraturan Perundang-Undangan Perkawinan Bagi Yang Beragama Islam.
Undang-undang Dasar 1945.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 jo. Undang-undang Nomor 32 Tahun
1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-undang Nomor 3 tahun 2006
jo. Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilam Agama.
Website
Bayu Rahmawanto, Profil dan Letak Gepgrafis Kecamatan Cisarua,
http://kecamatancisarua.bogorkab.go.id. Diakses pada tanggal 5 Agustus 2018
pukul 20:30 WIB.
Irma Devita, Akibat Nikah Siri, http://irmadevita.com. Diakses pada tanggal 30
September 2018 pukul 21:00 WIB.
69
Sembiring, Ferdinand, “Prosedur Pelaksanaan Pencatatan Perkawinan Pada
Kantor Kependudukan Dan Catatan Sipil Ditinjau Dari Hukum
Administrasi Negara (Studi Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota
Medan)”, https://jurnal.usu.ac.id.
LAMPIRAN
HASIL WAWANCARA
Nama Lengkap :H. Asep A. Sanusi, M.,M. dan Drs. H. Ubaedilah, M. Pd.I
Jabatan : Ketua dan Wakil KUA Kecamatan Cisarua
Tanggal : 25 September 2018
1. Bagaimana perkembangan Isbat Nikah di Kantor Urusan Agama Cisarua
Kabupaten Bogor?
Perkembangan isbat nikah disini meningkat. Karena kebutuhan
masyarakat itu sangat urgen sekali sekarang dan pemahaman dan
kesadaran terhadap hukum akan pentingnya pencatatan perkawinan.
Dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya yang tidak punya buku
nikah. Alasannya mereka meminta bantuan kepada KUA karena
ketidak tahuan mereka dalam mengajukan permohonan Isbat Nikah ke
Pengadilan Agama.
2. Bagaimana langkah atau cara KUA mendapatkan akta nikah dalam hal
perkawinan yang tidak dicatatkan?
KUA mengarahkan tata cara mendapatkan akta nikah ke Pengadilan
Agama setelah mendapatkan penetapan isbat nikah dari Pengadilan
Agama. Datang kembali membawa penetapan Isbat Nikah ke KUA
akan diproses untuk mendapatkan akta nikah.
3. Faktor apa yang menyebabkan Isbat Nikah di Kecamatan Cisarua?
Karena masyarakat mulai paham dan sadar hukum akan pentingnya
pencatatan perkawinan dan juga mengetahui kerugian bila tidak
mempunyai akta nikah. Contoh yang sangat urgen dari adanya akta
nikah adalah berangkat haji. Jika tidak memiliki akta nikah maka
pemberangkatan hajinya bisa ditolak.
HASIL WAWANCARA
Nama Lengkap : Drs. Hj. Tati Suningsih. S.H., M.H.
Jabatan : Panitera Pengganti Pengadilan Agama Cibinong
Tanggal : 25 Januari 2019
1. Apa pendapat ibu tentang isbat nikah?
Pengesahan perkawinan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan
Agama atau disebut Isbat Nikah yaitu merupakan cara yang dapat
ditempuh oleh orang yang sudah menikah akan tetapi pernikahannya
tidak tercatat maka mereka mengajukan Isbat Nikah ke Pengadilan
Agama. Isbat nikah ini biasanya diajukan oleh orang yang menikah
sebelum adanya undang-undang perkawinan nomor 1 Tahun 1974.
Karena sebelum adanya undang-undang ini pernikahan memang tidak
dicatat di Kantor Urusan Agama seperti saat ini.
Disamping itu, pengesahan atau isbat nikah juga biasanya diajukan
oleh orang dengan berbagai macam alasan seperti hilangnya akta
nikah, adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat
perkawinan, perkawinan dibawah tangan, tidak mempunyai biaya
untuk mencatatkan pernikahan di KUA, Poligami tanpa izin bahkan
karena belum mengetahui sebuah pernikahan harus dicatatkan di
Kantor Urusan Agama (KUA)
2. Apa penyebab terjadinya Isbat Nikah?
Karena masyarakat tidak mengetahui pentingnya pencatatan
perkawinan. transfortasi yang jauh bahkan susah dari Pengadilan
Agama. Dan rendahnya pendidikan betapa pentingnya pencatatan
perkawinan, yang masih percaya dengan adanya amil, ustadz, dan
tokoh masyarakat bahwa pernikahan sah tetapi tidak mengetahui
bahwa pernikahan mereka sah tidak sah dimata Hukum Negara. Salain
itu dengan tidak dicatatanya pernikahan maka nantinya akan
menyulitkan saat mengajukan beberapa keperluan administrasi seperti
saat ingin membuat akta kelahiran anak, mendaftarkan ibadah haji,
penetapan ahli waris dan keperluan-keperluan administrasi lainnya.
3. Menurut ibu Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab dominan
tingginya sidang Isbat Nikah di Pengadilan Agama Cibinong khususnya
pada tahun 2017-2018?
Faktor yang pertama karena masyarakat tidak mengetahui akan
pentingnya suatu pencatata perkawinan
Faktor yang kedua ialah rendahnya pendidikan,
Faktor yang ketiga ialah masyarakat yang masih mempercayai dengan
adanya Amil, Ustadz dan took masyarakat dalam melaksanakan
pernikahan dan
Faktor yang keempat ialah kurangnya sosialisasi terhadap pentingnya
suatu pencatatan perkawinan khususnya masyarakat yang jauh dari
instansi-instansi Pemerintahan atau daerah pelosok.
4. Menurut ibu bagaimana untuk mengurahi tingginya perkawinan yang tidak
dicatatkan?
PA, PEMDA, KEMENAG, dan KUA harus lebih sering melakukan
sosialisasi dan program-program terhadap masyarakat terhadap
pentingnta suatu pencatatan-pencatatan perkawinan agar masyarakat
awam mengerti dan paham pentingnya suatu pernikahan dan
menjelaskan banyak kerugian terhadap perkawinan yang tidak
dicatatkan. Terutama kepada pedesaan yang jauh dari Pengadilan
Agama untuk selalu mengadaka Isbat Nikah keliling agar masyarakat
bisa mendapatkan penetapan nikah tanpa harus datang langsung ke PA
Cibinong.
HASIL WAWANCARA
1.
NAMA : Mustakim
Alamat : Cisarua
Umur : 28 Tahun
Pekerjaan : Pedagang
P: Apakah bapak mengetahui pernikahan sirri?
J: Iya saya mengetahuinya.
P: Apah alasan bapak menikah sirri?
J: Faktor ekonomi yang mendorong saya sehingga saya melakukan nikah
sirri
P: Apakah bapak tau tentang Isbat Nikah?
J: Ya, Saya tau tentang isbat Nikah.
P: Apakah bapak termaksud golongan yang mengajukan isbat nikah?
J: Ya, saya termaksud golongan yang mengajukan isbat nikah.
P: Apa alasan bapak mengajukan isbat nikah?
J: Alasan saya mengajukan isbat nikah karena melihat dari perkembangan
zaman yang sudah semakin kesini semakin modern. Tentunya dalam masalah
perekonomian bukan dari saya saja yang terus menerus untuk mencari nafkah.
Pasti Akan terus turun temurun. Mangkannya saya mengajukan isbat nikah agar
pernikahan saya memiliki kekuatan hukum yang ada dinegara ini tentunya dan
setatus perkawinan saya di akui oleh Negara.
2.
NAMA : Reza Saifullah
Alamat : Cisarua
Umur : 45 Tahun
Pekerjaan : Petani
P: apakah bapak mengetahui Pernikahan Sirii?
J: iya, saya mengetahuinya.
P: apa alasan bapak menikah sirri?
J: Alasan saya menikah sirri karena memudahkan saya dalam menikah,
faktor ekonomi lah yang menjadi pilihan saya menikah sirri pada waktu itu.
P: Bapak tau tentang isbat nikah?
J: iya, saya mengetahuinya.
P: apakah bapak sudah mengajukan isbat nikah baik di KUA atau di
Pengadilan Agama?
J: iya, saya sudah mengajukan isbat nikah baik di KUA atau di Pengadilan
Agama.
P: apah alasan bapak mengajukan isbat nikah?
J: alasan saya mengajukan isbat nikah, karena saya ada iktikad baik untuk
berangkat naik haji. Kalo tanpa ada akta pernikahan bagaimana bisa saya
berangkat haji Cuma karena status perkawinan saya tidak ada identitas nya. syarat
naik haji itu kan salah satunya harus ada password. Nah maka dari itu saya
mengajukan isbat nikah ke pengadilan agama melalui arahan dari KUA sini. itu
yang saya dapet dari pengalaman ketika pemerintah setempat mengadakan
sosialisasi tentang penting nya pernikahan di catatkan di Kantor Urusan Agama.
3.
Nama : Rizky
Alamat : Cisarua
Umur : 45 Tahun
Pekerja : Tokoh Agama
P: apakah bapak mengetahui pernikahan sirri?
J: iya, saya mengetahuinya
P: apah alasan bapak menikah sirri?
J: iya jadi dulu saya melakukan nikah sirri karena pada waktu itu yang
terbilang umur saya masih muda. Setelah saya menyelesaikan pendidikan di
pesantren saya berencana ingin menikah secepatnya karena untuk menghindari
pergaulan bebas yang semakin marak setiap tahun. Jadi saya meminta pendapat
dan saran ke abah saya untuk segera menikahi saya dengan wanita pilihan abah
saya. Dan saya pun dikenalin oleh wanita yang mau dijodohin kepada saya. proses
perkenalanpun berjalan lancar dan ada kecocokan disana sini. Jadi saya segera
melakukan nikah secepatnya tanpa harus dicacatkan terlebih dahulu diKantor
Urusan Agama.
P: Terus apakah bapak mengetahui tentang isbat nikah?
J: iya saya juga mengetauinya
P: alasan bapak mengajukan isbat nikah?
J: karena saya ingin mengembangkan perekonomian keluarga melalui
pernikahan yang dicatatankan di Kantor Urusan Agama dan pernikahan saya di
akui oleh Negara dan setatus pernikahan saya jelas. sehingga dimana nanti
hasilnya akan baik dikeluarga saya terutama dalam status perkawinan saya dan
status anak saya. Karena saya tidak mungkin juga mengikuti semua perjalanan
hidup abah saya. Atau mengikuti zaman dahulu.
4.
Nama : Ferry
Alamat : Cisarua
Umur : 32 Tahun
Pekerjaan : Pekerja Swasta
P: Apakah bapak mengetahui pernikahan sirri?
J: Iya, saya mengetahuinya.
P: Apah alasan bapak menikah sirri?
J: iya alasan saya menikah sirri karena faktor biaya nikah yang sangat
mahal, dan harus mendaftarkan ke KUA dengan biayaa yang kata orang mahal,
padahal jika dilihat hukum nikah sendiri itu kan ibadah, lantas kenapa pihak dari
KUA memahalkan biayaya nikah. Dan keadaan ekonomi seperti saya yang sulit
kiranya jika melakukan nikah di KUA karena terbentur dengan biaya nikah yang
mahal sehingga saya harus melakukan proses pernikahan secara sirri.
P: Apakah bapak mengetaui tentang Isbat Nikah?
J: Iya saya tau tentang isbat nikah.
P: Apakah bapak sudah mengajukan isbat nikah?
J: Iya saya sudah mengajukan isbat nikah.
P: Apah alasan bapak mengajukan isbat nikah?
J: iya alasan saya mengajukan isbat nikah karena saya ingin menciptakan
perekonomian saya entah nanti dari saya atau lewat anak anak saya nanti. Karena
dengan mengajukan isbat nikah maka setatus perkawinan saya kan jelas dan
setatus anak saya pun juga jelas. Karena perkembangan di Negara ini terutama di
dunia pendidikan syarat pendaftaran itu harus ada akta nikah nya. Sehingga
memudahkan anak saya untuk bersekolah nantinya.
5.
Nama : Yahya Faisal
Alamat : Cisarua
Umur : 30
Pekerjaan : Buruh Pabrik
P: Apakah Bapak mengetahui tentang nikah sirri?
J: Iya saya tau.
P: Apah alasan Bapak menikah sirri?
J: Karena saya terbentur biaya menikah di KUA yang sangat ribet dan
mahal. Saya orang yang tidak mampu hasil dari pekerjaan pun kadang harus saya
tabung dan kadang saya habiskan untuk keperluan yang lain. Sehingga saya harus
melakukan pernikahan sirii terlebih dahulu.
P: Apakah Bapak mengetahui tentang isbat nikah?
J: Iya saya mengetahuinya
P: Apakah Bapak sudah mengajukan Isbat Nikah?
J: iya saya sudah mengajukan Isbat Nikah
P: Apah alasan bapak mengajukan Isbat Nikah?
J: Alasan saya mengajukan Isbat Nikah dari arahan KUA yaitu untuk
kepentingan pernikahan saya kedepan baik dari setatus pernikahan saya, sampai
anak saya nanti yang ingin bersekolah atau ingin bekerja nanti.
6.
Nama : Zahrah
Alamat : Cilember
Umur : 24 Tahun
Pekerjaan : warung kopi
P: Apakah ibu mengetahui tentang nikah sirri?
J: Iya, saya mengetahui nya.
P: Apah ibu termaksud yang melakukan pernikahan sirri?
J: Iya saya termaksud yang melakukan pernikahan sirri/
P: Apah alasan ibu menikah sirri?
J: Alasan saya menikah sirri karena saat itu umur saya yang terbilang
masih sangat muda dan tidak mendapatkan izin dari orang tua saya untuk menikah
muda. Sehingga saya dengan pasangan saya berusaha untuk bisa menikah muda.
Berbagai cara sudah kami lakukan supaya bisa mendapatkan restu dari orang tua.
Akhirnya kami melampaui batas sehingga melakukan sex bebas. Dan untuk
penutupi aib keluarga akhirnya kami dinikahi.
P: Apah alasan ibu segitu nekatnya untuk melakukan perbuatan seperti
itu?
J: Saya sangat mencintai dan menyayangi pasangan saya pasangan saya
pun demi kian. Sehingga kami tidak mau lepas.
P: Apakah ibu mengetahui Isbat Nikah?
J: Iya saya tau, belum lama ada sosialisasinya tentang isbat nikah
P: Apakah ibu sudah mengajukan isbat nikah?
J: iya saya sudah mengajukan isbat nikah
P: Apah alasan ibu mengajukan isbat nikah?
J: Alasan saya mengajukan isbat nikah. Karena kami ingin pernikahan
kami diakui oleh Negara dan yang terbilang umur saya masih muda. Sehingga
memudahkan saya untuk segala urusan
7.
Nama : Nopi
Alamat : Cilember
Umur : 25
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
P: Apakah ibu mengetahui nikah sirri?
J: Iya saya mengetahuinya
P: Apah Alasan Ibu nikah sirri?
J: Iya alasan saya menikah sirri itu, karena saya sudah hamil duluan diluar
nikah. Sehingga untuk menutupi AIB keluarga terlebih dahulu, kami melakukan
pernikahan sirri tanpa harus dicacatkan di KUA.
P: Apakah ibu mengetahui Isbat nikah?
J: Iya saya mengetahuinya
P: Apakah ibu sudah mengajukan isbat nikah?
J: iya saya sudah mengajukan isbat nikah
P: Apah Alasan Ibu mengajukan Isbat Nikah?
J: Iya pertama karena pernikahan kami ingin diakui oleh Negara dan
mempunyai kekuatan hukum tetap. Sehingga untuk keperluan yang sekiranya
harus ada bukti pernikahan kami tidak kerepotan untuk mengurusinya.
8.
Nama : syahrul
Alamat : Tugu Selatan
Umur : 47 Tahun
Pekerjaan : Buruh Pabrik
P: Apakah Bapak Mengetahui nikah sirri?
J: iya, saya mengetahuinya.
P: Apah alasan Bapak Nikah Sirri?
J: Iya karena yang saya tau biaya pernikahan itu sangat mahal dan sangat
menyulitkan kita yang ingin menikah. Saya mencoba berbicara ke ustad setempat
untuk berdiskusi. Akhirnya saya mengambil kesimpulan untuk melakukan
pernikahan sirri.
P: Apakah Bapak tau tentang isbat nikah?
J: Iya, saya tau
P: Apakah Bapak sudah mengajukan Isbat Nikah?
J: Iya saya sudah mengajukan isbat nikah
P: Apah alasan Bapak mengajukan Isbat Nikah?
J: iya yang saya tau biaya Isbat Nikah itu tidak terlalu mahal dan
Prosesnya bisa dibantu oleh pihak KUA sehingga saya ingin mengajukan Isbat
Nikah agar pernikahan kami juga diakui oleh Negara.
9.
Nama : Reza
Alamat : Tugu Selatan
Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : Pedagang
P: Apakah Bapak mengetaui tentang Nikah Sirri?
J: Iya saya mengetahuinya
P: Apah Alasan Bapak Nikah Sirri?
J: Iya karena dulu pengetahuan tenta Pencatatan Nikah itu sangat kurang
dan ditambah biaya yang mahal. Sehingga saya mempinta pendapat kepada ustad
saya bagaimana cara agar saya melakukan pernikahan tidak melanggar aturan
yang ada. Pemahaman serta masukan yang sangat baik sehingga kami bertekad
untuk menikah sirri. Dan ustad saya sebagai wali dalam pernikahan saya.
P: Apakah Bapak tau tentang Isbat Nikah?
J: Iya saya tau Isbat Nikah
P: Apakah bapak sudah mengajukan isbat nikah?
J: Iya saya sudah mengajukan Isbat Nikah
P: Apah alasan Bapak mengajukan Isbat Nikah?
J: iya jika dilihat sekarang pencatatan pernikahan itu sangat penting dan
guna nya untuk kebaikan keluarga saya juga nantinya dan mendapat arahan juga
dari pihak pemerintah setempat dari acara sosialisasi. Sehingga saya mengajukan
Isbat Nikah.
10.
Nama : dewi
Alamat : Tugu Utara
Umur : 28 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
P: Apakah Ibu mengetahui Nikah Sirri?
J: Iya saya mengetahuiny
P: Apah alasan ibu Menikah Sirri?
J: Alasan saya menikah sirri karena saya adalah istri kedua dari suami
saya. Dengan tidak ingin mengurus izin poligami dan tidak disetujui oleh isteri
pertamanya sehingga suami saya menikah sirri dengan saya.
P: Apakah ibu mengetahui Isbat Nikah?
J: Iya saya tau
P: Apakah ibu sudah mengajukan isbat nikah?
J: Iya saya sudah mengajukan isbat nikah
P: Apah alasan ibu mengajukan isbat nikah
J: Iya maksud saya mengajukan isbat nikah jika suatu saat ada
permasalahan didalam keluarga saya. Baik dari tanggung jawab seorang suami
menafkahi isteri-isterinya dan memberi nafkah kepada keluarganya. Sehingga
memudahkan saya untuk melakukan proses perceraian.
P: Apakah suami ibu mensetujui pengajuan isbat nikah ini?
J: iya suami saya setuju dan mendukung apapun pekerjaan yang saya
lakukan, selagi pekerjaan itu baik di antara saya dan suami saya.