PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

22
1 Referat PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL Oleh: Enita R. Kurniaatmaja Sub-Bagian Gastro-Hepatologi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UGM / RS. Dr. Sardjito Yogyakarta Yogyakarta 2009 Disetujui : ....................................................Tanggal ............................................. Dr. Putut Bayupurnama, Sp.PD-KGEH Dipresentasikan :.........................................Tanggal .............................................. Dr. Putut Bayupurnama, Sp.PD-KGEH

Transcript of PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

Page 1: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

1

Referat

PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA

DISPEPSIA FUNGSIONAL

Oleh: Enita R. Kurniaatmaja

Sub-Bagian Gastro-Hepatologi

Bagian / SMF Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran UGM / RS. Dr. Sardjito Yogyakarta

Yogyakarta 2009

Disetujui : ....................................................Tanggal .............................................

Dr. Putut Bayupurnama, Sp.PD-KGEH

Dipresentasikan :.........................................Tanggal ..............................................

Dr. Putut Bayupurnama, Sp.PD-KGEH

Page 2: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

2

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul …………………………..........………………….... i

DAFTAR ISI .................................................................................... ii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ............………………….….. iii

BAB I. PENDAHULUAN .............................................................. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................... 4

DEFINISI .......................................................................... 4

KLASIFIKASI................................................................... 4

PATOFISIOLOGI.............................................................. 5

PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL ................. 12

BAB III. KESIMPULAN ................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 19

Page 3: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

3

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. ……………...………………………………………...... 12

Gambar 2 ……………...………………………………………....... 13

Gambar 3 ……………...………………........................................... 16

Page 4: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

4

BAB I

PENDAHULUAN

Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam

praktek sehari-hari. Diperkirakan kasus dispepsia dijumpai pada 30% kasus pada

praktek dokter umum dan 60% pada praktek gastroenterologist. Di masyarakat,

dispepsia memiliki angka morbiditas yang tinggi dan menghabiskan biaya yang

cukup besar. Penelitian mengenai dispepsia fungsional ini sudah bermacam-

macam, namun salah satu penelitian memperkirakan bahwa sebanyak 25% dari

orang Amerika mungkin menderita dispepsia (Keohane et al., 2006, Choung R. S

& Talley., 2006).

Dispepsia adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau

rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat

kenyang, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di dada. Dispepsia

dapat disebabkan oleh kelainan organik (misalnya tukak peptik, gastritis,

kolesistitis, dan lainnya), maupun yang bersifat fungsional. Berdasarkan kriteria

Roma II tahun 2000 dispepsia didefisikan sebagai dyspepsia refers to pain or

discomfort centered in upper abdomen. Dispepsia fungsional dibagi atas 3

subgrup yaitu: (a) dispepsia tipe ulkus {ulcer-like dyspepsia) bila gejala yang

dominan adalah nyeri ulu hati; (b) dispepsia tipe dismotilitas (dysmotility-like

dyspepsia) bila gejala dominan adalah kembung, mual, cepat kenyang; dan (c)

dispepsia non-spesifik yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan (a) maupun (b).

Page 5: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

5

Dispepsia dijumpai pada sekitar 25% (8%-54%) populasi setiap tahun

(Wibawa, 2006).

Dispepsia fungsional merupakan salah satu kondisi klinis yang sering di

jumpai di masyarakat dan merupakan salah satu penyakit yang sering ditemukan

oleh gastroenterologists seluruh dunia. Yang merupakan kelainan fungsional

gastrointestinal (FGID’s), seperti irritable bowel sindrom (IBS), nyeri dada non

kardiak, dispepsia fungsional dan non ulkus yang tumpang-tindih dengan

penyakit refluks non erosive. (NERD) (Keohane et al., 2006).

Dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus (FD) merupakan satu

alasan dokter di daerah melakukan rujukan ke gastroenterologists. Hal ini

berhubungan dengan kualitas hidup dan angka morbiditas yang signifikan.

Banyak peneliti percaya bahwa dispepsia fungsional dan Irritable Bowel

Syndrome memiliki sebagian spektrum proses penyakit sama.

Sampai saat ini patofisiologi dispepsia masih belum jelas, akan tetapi

beberapa teori menunjukkan hipersensitivitas visceral, disfungsi motorik gastric,

infeksi H. pylori dan faktor psikososial terlibat di dalamnya

(Keohane et al., 2006).

Meskipun penelitian akhir-akhir ini telah mempelajari berbagai

mekanisme patofisiologi dari dispepsia, akan tetapi patogenesis dispepsia masih

saja diperdebatkan. Patofisologi dispepsia berhubungan dengan berbagai

mekanisme berikut seperti keterlambatan pengosongan lambung,

hipersensitivitas distensi lambung, sensitivitas duodenum terhadap lemak dan

Page 6: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

6

asam, motilitas duodeno-jejunum yang abnormal dan lainnya (Mimidis, K &

Tack, J., 2008).

Page 7: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Dispepsia merupakan sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri

atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau

cepat kenyang, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di dada.

Dalam Konsensus Roma II tahun 2000, disepakati bahwa definisi dispepsia

sebagai dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the upper abdomen.

(UPD) Definisi lain, dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut

bagian atas atau dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh

atau rasa sakit atau rasa terbakar di perut (Anonym., 2009).

KLASIFIKASI

Dispepsia terbagi dua,yaitu :

1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai

penyebabnya. Pada sindroma dispepsia organik terdapat kelainan yang nyata

terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari,

radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.

2. Dispepsia non organik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus

(DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai

kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,

laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan).

Page 8: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

8

Dalam konsensus Roma II dispepsia fungsional didefinisikan sebagai

dispepsia yang berlangsung at least 12 weeks, which need not be consecutive,

in the preceding 12 month of : 1. persistent or recurrent dyspepsia (pain or

discomfort centered in the upper abdomen); 2. No evidence of organic

disease (including at upper endoscopy) thet is likely to explain the symptoms,

and; 3. No evidence that dyspepsia is exclusively relieved by defecation or

associated with the onset of a change in stool frequency or stool form (i.e. not

irritable bowel) (Djojoningrat, 2006).

PATOFISIOLOGI

Dispepsia fungsional adalah kompleks gejala bercirikan oleh nyeri perut

bagian atas yang dirasakan sesudah makan, rasa penuh, mual, muntah, distensi

abdomen, kembung, dan anorexia tanpa adanya kelainan organik. Abnormalitas

motorik gastrointestinal, yang melibatkan sensasi visceral dan faktor psikososial

diduga sebagai mekanisme patofisiologi mayor. Persepsi sekarang ini sudah

mengganti pandangan sebelumnya bahwa kondisi ini merupakan hasil dari

kelainan sensorik atau motorik dari perut. Sehingga strategi terapi mendatang

sebaiknya bertujuan untuk mengurangi nociceptor sebaik peningkatan respon

akomodasi (Thumshirn, 2002).

Dispepsia fungsional merupakan kumpulan gejala yang kompleks dan

heterogenous. Penelitian terbaru memperlihatkan adanya hubungan yang

potensial antara gangguan patofisiologi spesifik dengan gejala dispepsia.

Keterlambatan pengosongan lambung didapatkan sekitar 30% pada pasien

Page 9: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

9

dengan dispepsia fungsional yang berhubungan dengan gejala rasa cepat penuh

sesudah makan, mual, dan muntah. Hipersensitivitas distensi lambung

didapatkan sekitar 37% pada pasien dengan dispepsia fungsional dan

berhubungan dengan gejala nyeri sesudah makan, bersendawa, dan penurunan

berat badan. Faktor psikososial dan perubahan respon terhadap lemak dan asam

juga diduga sebagai salah satu mekanisme patofisiologi. (Jae Lee et al., 2004)

Adapun Beberapa Faktor yang berperan dalam patofisiologi dispepsia

fungsional :

I. Faktor Genetik

Bukti terbaru menunjukkan adanya relevansi dari faktor genetik dengan

kejadian dispepsia fungsional. Holtman et al (2004) melakukan penelitian

case control dan hasilnya didapatkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara genotip GNβ3 (C825T) CC dengan kejadian dyspepsia

fungsional (OR = 2,2, IK 95% = 1,4-3,3). Meskipun pada penelitian ini

terdapat keterbatasan penelitian seperti prevalensi genotip CC yang tinggi

diantara subyek control, akan tetapi adanya hubungan ini dapat dinyatakan

secara independent. Lebih lanjut diperlukan suatu penelitian untuk

mengetahui hubungan antara polimorfism gen dengan factor patofisiologi

dyspepsia fungsional lainnya (Choung R & Talley N, 2006).

II. Abnormalitas Fungsi Motorik Lambung

Prevalensi gangguan fungsi motorik pada dispepsia fungsional

diperkirakan sekitar 20-40%. Manifestasi gangguan fungsi motorik lambung

Page 10: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

10

ini seperti perlambatan pengosongan lambung, gangguan kontraktilitas

antrum dan gangguan akomodasi lambung (Choung R & Talley N, 2006).

1. Perlambatan pengosongan lambung dan dismotilitas gastrointestinal

Perlambatan pengosongan lambung terjadi sekitar 25-50% pasien

dengan dispepsia fungsional. Secara keseluruhan tidak dapat dijelaskan.

Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi

perlambatan pengosongan lambung dan adanya hipomotilitas antrum, tapi

harus dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan

proses yang sangat kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambung

tidak dapat mutlak mewakili hal tersebut. Pada suatu penelitian besar

terhadap 304 pasien Italia dengan dispepsia fungsional, didapatkan bahwa

perlambatan pengosongan lambung yang diukur melalui tes nafas

pengosongan lambung secara independen berhubungan dengan rasa cepat

penuh sesudah makan, mual dan muntah. (Jae Lee et al., 2004, (Choung

R & Talley N, 2006).

2. Gangguan akomodasi lambung

Fungsi motorik proksimal dan distal lambung berbeda satu sama

lain. Dimana bagian distal mengatur perut mengosongkan makanan

dengan menghancurkan dan menyaring makanan sampai menjadi partikel

cukup kecil sehingga dapat melewati pylorus, sedangkan bagian

proksimal berperan sebagai reservoir. Akomodasi lambung terdiri atas

relaksasi bagian proksimal lambung waktu menerima makanan dan

Page 11: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

11

memungkinkan penambahan volume tanpa meningkatkan tekanan di

dalam lambung. (Jae Le et al., 2006)

Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam

hipersensitivitas gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya

neuropati vagal juga diiduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian

proksimal lambung waktu menerima makanan, sehingga menimbulkan

gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang

(Djojoningrat, 2006).

Dari penelitian yang dilakukan Park D.I dkk, diketahui tidak

terdapat hubungan antara hipersensitivitas visceral dengan derajat

keparahan dispepsia. Sehingga diduga bahwa adanya defek pada regio

spinal atau sistem saraf pusat merupakan mekanisme mayor yang

berperan dalam hipersensitivitas visceral pada dyspepsia fungsional

(Park D. I, 2000).

3. Aktivitas mioelektrik lambung

Adanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan

elektrogastrografi dilaporkan terjadi pada beberapa kasus dispepsia

fungsional, tetapi hal ini bersifat inkonsisten (Choung R & Talley N,

2006).

III. Gangguan pada Sensitivitas Visceral

Dinding lambung memiliki 3 reseptor saraf : (1) Kemoreseptor di mukosa

lambung, yang akan berespon terhadapa rangsang kimia; (2) Mekanoreseptor

pada otot polos lambung, yang berperan dalam mekanisme kontraksi dan

Page 12: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

12

kompresi dan (3) Nociceptor, merupakan reseptor terbesar di lambung, yang

dapat mencetuskan rasa nyeri (Choung R & Talley N, 2006).

1. Peran hipersensitivitas visceral terhadap distensi mekanik

Meningkatnya persepsi fisiologi visceral diduga sebagai salah satu

mekanisme patofisiologi mayor pada dyspepsia fungsional. Tingkat

abnormalitas dimana hipersensitivitas visceral berperan masih belum

jelas, tapi beberapa penelitian menduga kemungkinan berada pada system

saraf pusat atau adanya hipereksitabilitas dari visceral afferent. Beberapa

penelitian mendapatkan pasien dengan dyspepsia fungsional memiliki

ambang yang rendah saat timbul nyeri saat terjadi distensi gaster.

Diakatakan oleh Mertz et al, hipersensitivitas terhadap distensi balon

lambung spesifik untuk dyspepsia fungsional. Dan diketahui terdapat

hubungan antara hipersensitivitas dengan disitensi lambung dengan

prevalensi kejadian nyeri post prandial, sendawa dan penurunan berat

badan. Adanya abnormalitas pada system saraf pusat dalam memproses

informasi afferent saat adanya stimulus terhadap lambung diduga sebgai

salah satu mekanisme hipersensitivitas visceral (Choung R & Talley N,

2006).

2. Peran hipersensitivitas visceral terhadap stimulus kimia

Penelitian dari Feinle dkk, mempelajari efek lemak terhadap

sensasi gastrointestinal pasien dengan dan tanpa keluhan dyspepsia.

Hasilnya diketahui bahwa reseptor mediator yakni cholecystokinin A

(CCK-A) dan serotonergic (5-HT) berperan dalam sensasi

Page 13: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

13

gastrointestinal. Dilaporkan bahwa pemberian antagonis reseptor CCK-A

dapat mengurangi efek asam duodenum pada relaksasi lambung selama

distensi lambung (Choung R & Talley N, 2006).

IV. AGEN INFEKSI

1. Infeksi H. pylori

Peran infeksi H. pylori pada dispepsia fungsional belum

sepenuhnya dimengerti dan diterima. Dari berbagai laporan, kekerapan

H. pylori pada dispepsia fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda

bermakna dengan angka kekerapan H. pylori pada kelompok orang sehat.

Mulai ada kecenderungan untuk melakukan eradikasi H. pylori pada

dispepsia fungsional dengan H. pylori positif yang gagal dengan

pengobatan konservatif baku (Djojoningrat, 2006).

2. Dispepsia post infeksi

Penelitian Mearin dkk, menyebutkan bahwa kejadian dyspepsia

meningkat 5x lebih besar dalam 1 tahun setelah terinfeksi gastroenteritis

Salmonella. Akan tetapi diperlukan penelitian lanjutan untuk

mengidentifikasi faktor risiko dan patofisiologi yang melatabelakangi

terjadinya dispepsia untuk menentukan prognosis (Choung R & Talley N,

2006).

V. FAKTOR PSIKOSOSIAL

Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan

mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan

kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stres

Page 14: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

14

sentral. Korelasi antara faktor psikologis stres kehidupan, fungsi autonom

dan motilitas masih tetap kontroversial (Djojoningrat, 2006).

Pada pasien dengan dispepsia fungsional, faktor psikologis seperti

somatisasi, depresi dan ansietas terlibat dalam kejadian dispepsia. Faktor

psikososial ini dapat mempengaruhi kerja dari system saluran cerna; melalui

axis otak-saluran cerna. Hasilnya, terapi psikologis pada dyspepsia

fungsional sangat diperlukan (Choung R & Talley N, 2006).

Proses patofisiologi lain yang juga potensial berhubungan dengan

dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, hormonal, diet dan

faktor lingkungan.

1. Sekresi asam lambung

Kasus dengan dispepsia fungsional umunya mempunyai tingkat sekresi asam

lambung, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin, yang

rata-rata normal. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung

terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut (Djojoningrat,

2006)

2. Hormonal

Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis dispepsia fungsional.

Dilaporkan adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan

gangguan motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron,

estradiol dan prolaktin mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan

memperlambat waktu transit gastrointestinal (Djojoningrat, 2006)

Page 15: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

15

3. Diet dan faktor lingkungan

Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus

dispepsia fungsional (Djojonigrat, 2006)

Gambar 1. Mekanisme Patofisiologi Dispepsia Fungsional

PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL

Bagaimana mekanisme hipersensitivitas visceral menyebabkan dispepsia,

masih belum dipahami. Diketahui dinding usus mempunyai berbagai reseptor,

termasuk reseptor kimiawi, reseptor mekanik, dan nociceptor. Berdasarkan studi,

nampaknya dispepsia mempunyai hipersensitivitas visceral terhadap distensi

balon digaster atau duodenum. Penelitian menggunakan balon intragastrik

mendapatkan hasil pada 50% populasi dengan dispepsia fungsional sudah timbul

rasa nyeri atau tidak nyaman di perut pada inflasi balon dengan volume yang

Page 16: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

16

lebih rendah dibandingkan volume yang menimbulkan rasa nyeri pada populasi

kontrol (Djojoningrat, 2006).

Untuk memahami lebih dalam bagaimana peran hipersensitivitas visceral

pada dispepsia fungsional, perlu diingat kembali pada neurofisiologi dan

dipahami bagaimana stimulasi dinding usus menghasilkan persepsi conscious.

Persepsi nyeri somatik terlibat melalui tiga rantai neuron, seperti diilustrasikan

pada gambar 2. Untuk nyeri visceral, juga terjadi mekanisme yang sama. Sinyal

dimulai pada reseptor sensorik di mukosa, lapisan otot atau tunika serosa dan

diteruskan melalui intrinsic primary afferent neurons (IPAN’s), saraf sensorik

afferent spinal atau vagal menuju ke neuron lainnya khususnya saat memasuki

system saraf, batang otak atau spinal cord. (Keohane et al., 2006)

Gambar 2. Mekanisme dan gejala yang berhubungan dengan dyspepsia fungsional

Banyak teori menganggap adanya suatu abnormalitas dari sinyal indrawi

pada dispepsia fungsional. Meskipun kebanyakan studi menyebutkan adanya

keterlibatan stimulus mekanik seperti distensi namun tidak menyingkirkan

Page 17: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

17

adanya keterlibatan stimulus lain. Misalnya, Samsom dkk sebelumnya telah

meneliti bahwa penderita dispepsia fungsional lebih peka terhadap asam dan

lemak usus. Dan mengenai hipersensitivitas pada mekanoreseptor usus, sudah

diteliti oleh Tack dkk. Pada penelitian ini, sebanyak lima puluh pasien dengan

hipersensitivitas visceral dipelajari dan diobati dengan fundus relaxing drugs,

sumatriptan dan clonidine. Dan setelah dilakukan pengujian ulang, mereka yang

mendapatkan fundus relaxing drugs menunjukkan penurunan yang signifikan

terhadap sensitivitas lambung. Hal ini menjelaskan mekanisme mekanoreseptor

dalam menimbulkan gejala dari hollow viscus ke saluran gastrointestinal telah

diteliti sebelumnya (Keohane et al., 2006).

Hampir sebagian besar kerja hipersensitivitas visceral melibatkan distensi

balon di lambung. Perkembangan mekanisme baroreseptor memungkinkan

pemeriksa untuk mengukur kekenyalan perut dan respon sensorik secara akurat

dan tepat. Meskipun telah diketahui secara klinis bahwa pasien dengan irritable

bowel sindrome (IBS) mempunyai ambang rendah terhadap rasa sakit pada saat

pasein mendapatkan stimulus seperti pemeriksaan rectal digital, sigmoidoscopy

dan colonoscopy (Keohane et al., 2006).

Mearin’s dkk juga memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan respon

somatosensorik antara kontrol dan pasien dispepsia, dengan begitu jelas bahwa

ini merupakan fenomena visceral. Bahkan beberapa peneliti mengganggap

bahwa hipersensitivitas visceral muncul pada spesifik organ, seperti respon

distensi rectal spesifik pada IBS, begitu pula dengan distensi gaster yang spesifik

untuk dispepsia fungsional. Bagaimanapun juga penelitian oleh Bouin et al yang

Page 18: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

18

melihat somatik sensasi dengan membenamkan tangan di air dingin, dan

menemukan bahwa mereka dengan kelainan fungsional gastrointestinal

memperoleh rasa sakit lebih awal dan mempunyai toleransi rasa sakit lebih

rendah dibandingkan kontrol. Kesimpulan ini menunjukkan bahwa

hipersensitivitas bukan hanya merupakan problem visceral, tapi juga merupakan

bentuk disfungsi sensorik secara keseluruhan (Keohane et al., 2006)

Tempat lain yang mungkin terjadinya kelainan sensorik pada dispepsia

fungsional adalah saraf sensorik afferen, sumsum tulang belakang, dan otak.

Semakin banyak penelitian yang dipusatkan pada axis otak-usus. Biasanya,

sensasi visceral yang menuju sistem saraf pusat tidak akan mencapai persepsi

sadar, akan tetapi pasien dengan dispepsia fungsional berpikir untuk mendalami

stimuli dengan abnormal. Vandenberghe dkk, dalam studinya, menyatakan

bahwa hipersensitivitas visceral mungkin berasal dari di tempat lain di luar

dinding usus dan melibatkan jalur multimodal. Baik distensi lambung yang nyeri

maupun tak nyeri menghasilkan skor gejala yang tinggi di antara sekelompok

pasien dengan dyspepsia fungsional, akan tetapi belakangan keluhan serupa juga

didapatkan pada kelompok pasien dyspepsia fungsional tanpa hipersensitivitas,

sehingga diduga bahwa persepsi tidak hanya berupa fenomena dinding usus

(Keohane et al., 2006).

Penelitian pada hewan menggali pengetahuan kita lebih dalam mengenai

jalur sesorik visceral (Gambar 3). Sebelumnya sudah dipikirkan bahwa

nocioceptor dimediasi oleh saraf afferen dan sistem saraf simpatis, sampai studi

pada hewan memperlihatkan mekanisme vagal afferen berperan di modulasi

Page 19: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

19

nociceptor. Munculnya alat skaning fungsionil magnetic resonance imaging

(fMRI) dan positron emission tomography (PET) yang dapat memindai secara

hebat sehingga menambah pengetahuan kita mengenai jalur sensorik akhir pada

sumsum tulang dan otak. Selain itu, dua studi terbaru sudah memperlihatkan

pengaktifan beberapa area otak pada individu dengan distensi lambung. Beberapa

area pengaktifan termasuk thalamus, insula, gyrus post sentral kanan dan kiri,

dan anterior cingulate gyrus. Yang terakhir, sebelumnya diperlihatkan sebagai

area dengan derajat pengaktifan rendah, padapasien IBS, sebagai respon terhadap

stimulus nyeri. Demikian pula dengan distensi esofageal non painful akan

merangsang sisitem somatosensorik primer di korteks, kedua insula dan

operkulum serta mengaktivasi stimulus nyeri korteks insular anterior kanan dan

singulasi gyrus. Penelitian ini menggambarkan proses kompleks dari sistem saraf

pusat dalam menimbulkan nyeri visceral (Keohane, 2006).

Gambar 3. Jalur sensorik sensasi visceral dari perifer melalui saraf spinal sensorik afferen ke sistem saraf pusat.

Page 20: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

20

Biasanya, pasien dengan dispepsia fungsional mengeluhkan gejala yang

mereka rasakan kepada food ingesti. Dan diketahui sekitar 60%-70% pasien

dengan dispepsia fungsional sensitif terhadap keberadaan lemak pada duodenum.

Juga akan nampak hipersensitivitas merupakan nutrisi yang spesifik bagi cairan

intraduodenal dari trigliserida rantai panjang yang menyebabkan rasa penuh,

mual, dan kembung pada pasien dengan dispepsia fungsional, sedangkan cairan

glukosa tidak. Mekanisme lemak ini sebelumnya telah dipelajari, di mana lipase

inhibitor, orlistat, nyata sekali mengurangi persepsi rasa penuh and mual yang

dipicu oleh cairan lemak duodenum dan distensi lambung (Keohane et al., 2006).

Penelitian Samson dkk, mengemukakan bahwa usus halus dengan nutrisi

dan lemak tertentu sama baiknya dengan respon motorik pada pangkal usus, yang

mungkin memegang peranan dalam menginduksi timbulnya fungsional

dyspepsia (Keohane et al., 2006).

Page 21: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

21

BAB III

KESIMPULAN

Dispepsia fungsional merupakan salah satu bentuk penyakit heterogen.

Berbagai paradigma patofisiologi masih diperdebatkan untuk menjelaskan

berbagai variasi dari gejala dispepsia. Diketahui dinding usus mempunyai

berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptor mekanik, dan nociceptor.

Berdasarkan studi, nampaknya dispepsia mempunyai hipersensitivitas visceral

terhadap distensi balon digaster atau duodenum. Bagaimana hipersensitivitas

dapat menimbulkan gejala pada dispepsia fungsional adalah melalui 3 reseptor

saraf, yakni : (1) Kemoreseptor di mukosa lambung, yang akan berespon

terhadapa rangsang kimia; (2) Mekanoreseptor pada otot polos lambung, yang

berperan dalam mekanisme kontraksi dan kompresi dan (3) Nociceptor,

merupakan reseptor terbesar di lambung, yang dapat mencetuskan rasa nyeri

(Choung R & Talley N, 2006).

Page 22: PERAN HIPERSENSITIVITAS VISCERAL PADA DISPEPSIA FUNGSIONAL.pdf

22

DAFTAR PUSTAKA

Choung, R. S., Talley, N. J. 2006. Novel mechanisms in functional dyspepsia.

World J Gastroenterol. 12(5): 673-677

Djojoningrat, D. 2006. Dispepsia Fungsional. Dalam Sudoyo, A.A., Setiyohadi,

B., Alwi, I., Simadibrata, M.K., Setiati, S (ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam, edisi 4, jilid II, Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, Jakarta,

h: 354-356.

Jae Lee, K., Kindt, S., Tack, J. 2004. Pathophysiology of functional dyspepsia.

Best Practice & Research Clinical Gastroenterology. 18 ( 4) : 707–716.

Keohane, J., Quigley, Eamonn, M. M. 2006. Functional dyspepsia: The role of

visceral hypersensitivity in its pathogenesis. World J Gastroenterol.

12(17): 2672-2676.

Mimidis, K., Tack, J. 2008. Pathogenesis of Dyspepsia. Digestive Disease.

26:194–202.

Anonym. 2009. Dispepsia. http://tbmcalcaneus.org . September.

Park DI., Rhee PL., Lee YW., Kim JE., Hyun JG., Kim CS., Jang JK., Shim SG.,

Sung IK., Kim YH., Son HJ., Kim JJ., Paik SW., Rhee JC., Choi KW.

2000. The Role of Autonomic Dysfunction in Patients with Functional

Dyspepsia. Korean J Gastrointest Motil. 6 (2):214-221.

Thumshirn, M. 2002. Visceral Perception : Pathophysiology of functional

dyspepsia. Gut. 51 : 163-166.

Wibawa, I Dewa, Nyoman. 2006. Penanganan Dispepsia pada Lanjut Usia.

Jurnal Penyakit Dalam. 7 (3) : 214-220.

---------, Mariadi, Ketut. 2007. Perkembangan Terkini dalam Diagnosis dan

Penatalaksanaan Irritabel Bowel Syndrome. Jurnal Penyakit Dalam. 8 (3) : 240-

253.