PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM ...
Transcript of PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM ...
i
PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PEMBUATAN
DESA PITUSUNGGU KECAMATAN MA’RANG KABUPATEN PANGKAJENE
DAN KEPULAUAN.
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagai persyaratan Untuk mencapai derajat sarjana S-1 Program study Ilmu Pemerintahan
OLEH
ACHMAD SYAUKANI ABDHY
E12111259
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan nikmat
kesehatan dan hikmat kepada penulis sehingga penelitian ini dapat
diselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
Penulisan skripsi dengan judul “Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
dalam Pembentukan Peraturan Desa Pitusunggu Kecamatan Ma’rang
Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan” merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan studi sarjana strata satu (S1) pada Program Studi Ilmu
Pemerintahan Jurusan Ilmu Politik Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar.
Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Besar
Muhammad Saw. Manusia pilihan terbaik dalam peradaban zaman
dikarenakan perjuangan beliau membawa panji risalah suci Islam dari zaman
jahiliyah menuju zaman yang bertaburkan aroma bunga firdaus. Semoga suri
tauladan beliau senantiasa mewarnai dan menafasi segala derap langkah
dan aktivitas kita.
Serta selalu doa yang teriring oleh kedua orang tua penulis sehingga
penulis bisa seperti ini sampai sekarang, teruntuk Ayahanda tercinta, Abdi
Nur S.Sos yang telah mendidik serta membesarkan penulis dengan penuh
kasih sayang. Dan untuk ibunda tercinta Inalindhari Abdi yang telah
v
melahirkan dan membesarkan penulis sampai saat ini. Penulis bukanlah apa-
apa tanpa kalian. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan
kesehatan kepada beliau.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penulisan ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun yang berguna untuk
penyempurnaan selanjutnya. Penulis telah banyak menerima masukan,
bimbingan dan bantuan selama penulis mengikuti perkuliah di Jurusan Politik
Pemerintahan Prodi Ilmu Pemerintahan Fisip Unhas. Oleh sebab itu pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, MA selaku Rektor Universitas
Hasanuddin yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
mengikuti pendidikan pada program S1 Universitas Hasanuddin.
2. Bapak Prof. Dr. Andi Alimuddin M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin beserta seluruh stafnya
3. Dr. H. Andi Samsu Alam, M.Si selaku ketua jurusan Ilmu Politik
Pemerintahan dan segenap Dosen pengajar dan staf pegawai di
lingkungan FISIP UNHAS khususnya jurusan Ilmu Politik dan
Pemerintahan yang pernah memberikan ilmu dan bantuan kepada
penulis.
4. Dr. Hj. Nurlinah, M.Si selaku ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan
dan segenap Dosen pengajar dan staf pegawai di lingkungan FISIP
vi
UNHAS khususnya Prodi Ilmu Pemerintahan yang pernah memberikan
ilmu dan bantuan kepada penulis.
5. Bapak Dr.Hj. Rabina Yunus M.Si selaku pembimbing 1 dan bapak
Dr.Andi M. Rusli M.SI selaku pembimbing 2 yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing penulis dari awal proposal hingga skripsi ini
selesai.
6. Terima Kasih untuk segala pihak yang terlibat dalam hal ini
Pemerintah Kabupaten Pangkajene dan kepulauan, pemerintah
kecamatan Ma’rang, Pemerintah Desa Pitusunggu, Badan
Permusyawaratan Desa (BPD)Desa Pitusunggu dan para informan
serta pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan semua yang sudah
membantu dan memberikan kontribusi kepada penulis selama
penyusunan skripsi.
7. Saudara-saudara penulis, Kak Ririn yang telah banyak membimbing
dan mendidik penulis selama ini, serta untuk adik Afan dan adik Zie
yang telah merelakan waktunya untuk memenuhi Kebutuhan Penulis.
8. Terima kasih untuk Nurindah Putri Iriana atas sumbangsih waktu,
tenaga dan perhatiannya selama ini. Semoga Allah senantiasa
membalas segala yang telah kau berikan untuk penulis.
9. Terima Kasih untuk sahabat-sahabat semasa sekolah di SMAN 1
Merauke Kabupaten Merauke, dan teristimewa untuk anak-anak
vii
Serikat IPA 1 “Sepatu”. Terimakasih untuk waktu kalian untu mengukir
sedikit cerita dari kebersamaan kita di masa putih abu-abu.
10. Terima kasih untuk saudara-saudara seperjuangan Enlightment 2011,
Muh. Nurul Arifin “Kepala Suku”, Andis Rasyid, Assyam Siddiq W.G.,
M. Nur Fadholul Hijja, Gusti Zulkarnain T., Haryono Ansar, Hugo
Itamar, Wismoyo Ade Saputro, Adithia Anbar, Nurul Hilal Bahnar,
Adhyatma Pratama, A. Munzir Muin, M. Rijal, Amirullah Umar, Hendry
Gunawan, Marwin, Muhammad Amirul Haq, Dody Prasetyo, Heri
Gazali, Noer Gemilang S., Amril Pratama, Arman, Muh. Ade Fatria,
Ahmad Syaukani, Dewi Puspita Sari, Dwi Putri Maharani, Nila Tri
Agustin, Ayuni Syamsu, Nursamsi Dwi Safitri, Sahriwana Nawir, A.
Fadillah Wulandari, Nurul Soleha, Hardiyanti Kadir, Sulfiati Fahri, A.
Tenri Wulang, Eka Kurniawati, A. Tenri Ummu, Novitasari Bendatu, A.
Nur Mughni, Nadia Indriana T., Zulfiani Mas’ud, Delfawati Nadir,
Khairina Almirah Rivai, Indriani Pallawa, Resky Widya Arlini dan Sri
Indriani Novi. Terima kasih atas tangis, canda tawa, dan cerita yang
telah kalian berikan. Kalian telah menjadi salah satu catatan sejarah
hidup bagi Penulis. Penulis beruntung telah dipertemukan dengan
Kalian. Otonomi 2011, TETES DARAH MILITAN
11. Keluarga besar HIMPUNAN MAHASISWA ILMU PEMERINTAHAN
Respublika 2006, Renessaince 2007, Glasnost 2008, Aufklarung 2009,
viii
Volksgeist 2010, Enlightment 2011, Fraternity 2012, Lebensraum
2013, Fidelitas 2014. Salam Merdeka Militan!
12. Terima kasih untuk teman-teman KKNers Gel.90 kecamatan Takkalasi
Terkhusus untuk “Ochy, Ali, Iqbal, Aso, Coppy Anwar kanda Qibal,
yang telah menjadi Kordes-kordes handal dalam membantu saya
menjalankan tugas-tugas korcam selam KKN. Terima Kasih telah
menjadi keluarga dan saudara yang baik walaupun dalam waktu yang
singkat.
13. Terimakasih untuk teman-teman di Distro ACO Makassar yang telah
mengisi hari-hari saya selama menjalankan proses kuliah di Makassar,
serta kepada Kanda-Kanda yang telah banyak memberikan pelajaran
tentang arti hidup di kota ini,
Akhirnya segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dapat
menjadi karunia yang tidak terhingga dalam hidupnya. Penulis telah
berupaya dengan semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini,
namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun
tata bahasa, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Kiranya isi skripsi
ini bermanfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pendidikan dan juga dapat
dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang
berminat meneliti hal yang sama.
ix
Sekian dan Terima Kasih.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, 20 Mei 2015
Penulis
x
INTISARI
Achmad Syaukani Abdi, E12111259. Program Studi Ilmu Pemerintahan jurusan Politik Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PEMBUATAN PERATURAN DESA PITU SUNGGU KECAMATAN MA’RANG KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN. Dibimbing oleh Pembimbing I, Dr. Hj. Rabina Yunus M.Si. dan Pembimbing II, Dr. Andi M. Rusli M.Si.
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui Peran Badan permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pembuatan peraturan Desa Pitusunggu Kecamatan Ma’rang Kabupaten pangkajene dan kepulauan terkhusus Tentang Pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No.1 tahun 2015 tentang anggaran Pendapatan Dan Belaja Desa (APBDesa). Penelitian ini berlangsung kurang lebih 1 bulan dan berlokasi di Desa Pitusunggu Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, studi dokumen, studi pustaka dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan peran BPD dalam pembentukan peraturan Desa Pitusunggu Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkajene dan kepulauan, yaitu mengetahui bagaimana kinerja BPD dalam proses pembuatan peraturan di desa, apakah mereka paham tentang teknisi pembuatan perturan di desa sesuai dengan aturan perundang-undangan yang telah ada di Indonesia.
Adapun tahap pembuatan peraturan di Desa Pitusunggu yang terbagai menjadi 3 tahap yaitu; (a) tahap inisiasi, (B)sosio-politis dan(C) tahap yuridis. Selain itu adapun faktor yang mempengaruhi peran Badan Permusyawaratan Desa dalam Pembuatan peraturan Desa Pitusunggu terdiri dari faktor pendukung yakni rekruitmen atau sistem pemilihan anggota BPD,masyarakat desa Pitusunggu dan faktor social budaya yang ada di desa Pitusunggu,serta adapun Faktor penghambat Dalam pembuatan Peraturan di Desa Pitusunggu yakni kurangnya kordinasi Pemerintah Desa dengan BPD pitusunggu dalam Proses pengumpulan Aspirasi, serta lamannya pemerintah kabupaten dalam mengevaluasi peraturan yang elah di tetapkan.
xi
ABSTRAC
Syaukani Achmad Abdi,E12111259.Program Political Science
Department of Government Administration , Faculty of Social and
Political Sciences, University of Hasanuddin. CONSULTATIVE BOARD
ROLE OF VILLAGE (BPD) REGULATION IN THE MAKING VILLAGE SUB
Pitu Sunggu MA'RANG Pangkajene Islands Regency. Guided by the
Supervisor I, Dr. Hj. Rabina Yunus M.Sc. and Advisor II, Dr. Andi M.
Rusli M.Sc.
This research was conducted with the aim to determine the role of the
village consultative Agency (BPD) in the District Pitusunggu Village Adoption
Ma'rang especially its Pangkajene Islands Regency Village Regulations
About Making Pitusunggu 1 2015 on budgetary Revenue and Expenditure
Village (APBDesa). The study lasted approximately one month and is located
in the village of Pitusunggu Pangkajene Islands Regency. This type of
research is descriptive type by using the techniques of data collection was
done by using interviews, document studies, literature study and observation.
The results showed BPD role in the formation of village regulations
Pitusunggu Ma'rang District Subdistrict Pangkajene and islands, is to know
how the performance of BPD in the rulemaking process in the country,
whether they know about the manufacturing technician perturan in the village
in accordance with the rules of law existing in Indonesia.
The stage of rulemaking in the village Pitusunggu which is divided into
three stages, namely: (A) initiation, (B) the socio-political and (C) juridical
stage. Moreover as for factors that affect the role of Village Consultative Body
in Adoption Village Pitusunggu consists of factors supporting the recruitment
or the electoral system in the BPD, the village community Pitusunggu and
social factors of culture in the village Pitusunggu, as well as for inhibiting
factors in the manufacture of the Regulation in the village Pitusunggu namely
the lack of coordination with BPD pitusunggu Village government in the
process of gathering aspiration, and its homepage district government in
evaluating rules elah in charge..
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ...........................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................... iv
INTISARI .............................................................................................
ABSTRACT .........................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ................................................................................. xii
DAFTAR BAGAN ................................................................................
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................
1.4 Manfaat penelitian.................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 9
2.1 Teori Formulasi Kebijakan ....................................................... 9
2.2 Otonomi Desa .......................................................................... 11
2.3 Badan Permusyawaratan Desa ............................................... 13
2.4 Peraturan Desa ........................................................................
i
ii
iii
iv
x
xi
xiv
xv
xvi
1
1
6
7
7
8
8
14
18
21
xiii
2.5 Proses Legilasi Peraturan Desa ..............................................
2.6 Kerangka Konseptual .............................................................. 20
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 23
3.1 Lokasi Penelitian ...................................................................... 23
3.2 Tipe dan Dasar Penelitian ....................................................... 24Jenis Data 25 26
3.3 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 27
3.4 Informan ..................................................................................
3.5 Jenis dan sumber Data ........................................................... 28
3.6 Definisi Operasional .................................................................
3.7 Analisis Data ............................................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 30
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................
4.1.1 Visi dan Misi Desa Pitusunggu .....................................
4.1.2 Kondisi Umum Desa Pitusunggu ..................................
4.1.3 Keadaan Sosial Ekonomi ..............................................
4.1.4 Sarana dan Prasarana desa ........................................
4.1.5 Pemerintahan Desa ...................................................... 34
4.1.6 Badan Permusyawaratn Desa ......................................
4.2 Peran Badan Permusyarawatan Desa dalam pembuatan
peraturan desa Pitusunggu Kecamatan Ma’rang Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan ....................................................
25
30
31
31
31
32
33
34
34
40
42
42
43
44
46
49
54
56
59
xiv
4.2.1 Tahap Inisiasi ................................................................
4.2.2 Tahap Sosio-Politis .......................................................
4.2.3 Tahap Yuridis ................................................................
4.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Fungsi Badan
Permusyawaratan Desa Dalam Pembuatan Peraturan Desa .
4.3.1 Faktor Pendukung .........................................................
4.3.2 Faktor Penghambat .....................................................
BAB V PENUTUP .............................................................................. 79
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 79
5.2 Saran ........................................................................................ 82
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 84
60
83
92
100
100
`104
107
107
110
111
LAMPIRAN………………………………………………………………..
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
4.9
4.10
4.11
4.12
4.13
4.14
Wilayah Administrasi Desa Pitusunggu ..............................................
Perbandingan Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis
Kelamin ............................................................................................... 79
Perbandingan Tingkat Kesejahteraan penduduk Desa
Pitusunggu .......................................................................................... 79
Perbandingan Persentase Mata Pencaharian Penduduk
Desa Pitusunggu .................................................................................
Sarana Umum Desa Pitusunggu ........................................................
Sarana Pendidikan Desa Pitusunggu .................................................
Sarana Keagamaan Desa Pitusunggu .............................................
Prasarana Transportasi Desa Pitusunggu ..........................................
Kualitas Jalan Desa Pitusunggu .........................................................
Profil BPD Desa Pitusunggu…………………………………...
Peran Pemerintah Desa Pitusunggu Dalam Musyawarah
Dusun ..................................................................................................
Absensi Rapat Gabungan Desa Pitusunggu ......................................
Absensi Rapat Pembahasan ..............................................................
Peran BPD Desa Pitusunggu dalam Tahap Yuridis ........................... Absensi Rapat Gabungan Desa Pitusunggu Absensi Rapat Gabungan Desa Pitusunggu
46
47
47
48
49
50
51
52
53
58
73
79
88
99
xvi
DAFTAR BAGAN
Nomor Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Bagan Kerangka Konseptual ...............................................................
Struktur Pemerintah Desa Pitusunggu ................................................
Struktur BPD Desa Pitusunggu ...........................................................
Alur Tahap Inisiasi ...............................................................................
Peran Pemerintah Desa Pitusunggu dan Alur dari Musyawarah
Tingkat RT ...........................................................................................
Alur Musyawarah Tingkat Dusun ........................................................
Peran Pemerintah Desa Pitusunggu Dalam Musyawarah
Tingkat Dusun .....................................................................................
Peran Pemerintah Desa Pitusunggu dan Alur pengumpulan
aspirasi masyarakat ............................................................................. 79
Alur Tahap Sosio-Politis ......................................................................
Alur Tahap Yuridis ...............................................................................
40
55
57
62
68
71
75
77
85
93
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Peta Administrasi Kecamatan Ma’rang ............................................... 79
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh
hampir seluruh negara di dunia termasuk di Indonesia. Salah satu pilar
demokrasi adalah prinsip Trias Politica yang membagi tiga kekuasaan politik
dalam sebuah negara yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal ini bertujuan
untuk mewujudkan lembaga negara yang independen dan berada dalam
tingkatan yang sejajar antara satu sama lain. Kesejajaran dan independensi
ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini
bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip Checks
and Balances.
Lembaga legislatif merupakan salah satu bagian dari prinsip Trias
Politica. Lembaga ini memiliki kewenangan dalam menjalankan kekuasaan
legislatif atau kewenangan dalam membuat dan menetapkan peraturan
perundang-undangan. Legislatif dalam sistem presidensial adalah cabang
pemerintahan yang sama dan bebas dari lembaga eksekutif. Dibeberapa
negara lembaga legislatif dikenal dengan beberapa nama yaitu Parlemen
ataupun Kongres sedangkan di Indonesia sendiri, untuk tingkat pusat dikenal
dengan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. Tidak hanya di tingkat pusat,
2
provinsi ataupun kota/kabupaten bahkan lembaga legislasi pun hadir ditingkat
pemerintahan terkecil yakni desa.
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya di sebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul dan atau hak tradisonal yang di akui dan di
hormati dalam sistem pemerintahan negara kesatuan republik Indonesia (UU
RI No.6 Tahun 2014 pasal 1 ayat 1). Hal ini menunjukkan bahwa selain
menganut demokrasi, di desa juga memiliki otonominya sendiri yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Indonesia. Otonomi desa bukanlah
menunjuk pada otonomi pemerintah desa semata-mata, tetapi juga otonomi
masyarakat desa dalam menentukan diri mereka dan mengelola apa yang
mereka miliki untuk kesejahteraan mereka sendiri. Otonomi desa berarti juga
memberi ruang yang luas bagi inisiatif dari desa. Kebebasan untuk
menentukan dirinya sendiri dan keterlibatan masyarakat dalam semua
proses baik dalam pengambilan keputusan berskala desa, perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan maupun kegiatan-kegiatan lain yang dampaknya
akan dirasakan oleh masyarakat desa sendiri.
Demi mewujudkan demokrasi dan otonomi di tingkat desa maka
dibentuklah lembaga yang serupa dengan lembaga legislatif yang disebut
dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai salah satu unsur
3
penyelenggara pemerintahan di desa. Hal ini termuat dalam Peraturan
Pemerintah No. 43 tahun 2014 yang disebutkan bahwa BPD adalah lembaga
yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. BPD
sebagai badan permusyawaratan berasal dari ketua rukun warga, pemangku
adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat
lainnya. Badan permusyawaratan desa bukanlah lembaga legislasi yang
pertama ditingkat desa karena ada lembaga legislasi desa lainnya sebelum
BPD yang merupakan cikal bakal perwujudan demokrasi dan otonomi di desa
yakni Lembaga Musyawarah Desa (LMD) dan Badan Perwakilan Desa.
Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja pemerintah desa yang
memiliki kedudukan sejajar dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan,
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Badan Permusyawaratan Desa memiliki fungsi utama yakni
merumuskan dan menetapkan Peraturan Desa bersama-sama dengan
pemerintah desa (legislasi) serta menampung dan menyalurkan aspirasi dari
masyarakat kepada pemerintah desa (refresentasi). Proses pembuatan
peraturan desa, mencakup tiga bagian yaitu bagian perencanaan,
penyusunan peraturan desa oleh kepala desa dan penyusunan peraturan
desa oleh BPD, pembahasan, penetapan, pengundangan dan
penyebarluasan. Bagian ini di atur dalam pasal 5 sampai 13 Permendagri
No.111 tahun 2014 tentang pedoman teknis pembuatan peraturan di desa.
4
Selain fungsi dalam legislasi dan refresentasi, BPD juga memiliki fungsi
lainnya seperti mengayomi yaitu menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup
dan berkembang di desa yang bersangkutan sepanjang menunjang
kelangsungan pembangunan dan melakukan pengawasan yaitu meliputi
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa, anggaran pendapatan
dan belanja desa/APBDesa serta keputusan kepala desa.
Fungsi legislasi adalah salah satu tugas utama BPD dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan di desa. Berbicara tentang legislasi tentunya
kita mengarah pada adanya output yang dihasilkan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan. Dilevel desa peraturan perundang-undangan disebut
dengan peraturan desa (Perdes). BPD melakukan koordinasi dengan
pemerintah desa yakni kepala desa beserta jajarannya dalam merumuskan
dan menetapkan peraturan desa. Badan permusyawaratan desa memiliki hak
untuk menyetujui atau tidak terhadap peraturan desa yang dibuat oleh
pemerintah desa dalam hal ini kepala desa dan perangkat desa lainnya.
Lembaga ini juga dapat membuat rancangan peraturan desa untuk secara
bersama-sama pemerintah desa untuk ditetapkan menjadi peraturan desa.
Proses legislasi peraturan desa umumnya melalui 3 tahapan yaitu
tahap inisiasi, tahap sosio-politis dan tahap yuridis. Tahap-tahap ini
mencakup pengusulan, perumusan, pembahasan, pengesahan dan
pengundangan. Rancangan peraturan desa, dapat diajukan oleh pemerintah
desa dan dapat juga oleh BPD. Dalam menyusun rancangan peraturan desa,
5
pemerintah desa dan atau BPD harus memperhatikan dengan sungguh-
sungguh aspirasi yang berkembang di masyarakat. Rancangan peraturan
desa yang berasal dari pemerintah desa disampaikan oleh kepala desa
kepada BPD secara tertulis. Setelah menerima rancangan peraturan desa,
BPD melaksanakan rapat paripurna untuk mendengarkan penjelasan kepala
desa. Jika rancangan peraturan desa berasal dari BPD, maka BPD
mengundang pemerintah desa untuk melakukan pembahasan. Setelah
dilakukan pembahasan, maka BPD menyelenggarakan rapat paripurna yang
dihadiri oleh anggota BPD dan pemerintah desa dalam acara penetapan
persetujuan BPD atas rancangan peraturan desa menjadi peraturan desa
yang dituangkan dalam keputusan BPD. Setelah mendapatkan persetujuan
BPD, maka kepala desa menetapkan peraturan desa, serta memerintahkan
sekretaris desa atau kepala urusan yang ditunjuk untuk mengundangkannya
dalam lembaran desa.
Tahap-tahap penyusunan dan penetapan peraturan desa yang ada harus
dijalankan di seluruh desa di Indonesia dengan memperhatikan tiap tahapan,
tidak terkecuali dalam pembuatan Peraturan Desa di Desa Pitusunggu,
Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan. BPD
merupakan salah satu Unsur penyelenggara pemerintahan desa yang paling
berperan dalam Pembuatan Perdes, dalam hal ini penulis ingin mengetahui
lebih jauh kondisi yang sebenarnya dari Badan Permusyawaratan Desa
dalam menjalankan tiap tahap dari pembuatan peraturan desa. Hak yang
6
diberikan untuk mengusulkan rancangan peraturan desa apakah telah
dipergunakan sebaik-baiknya dan ketika usulan datang dari pemerintah desa,
apakah BPD setempat menyikapi dengan kritis sehingga kemungkinan besar
output yang dihasilkan akan banyak memberi perubahan yang positif di Desa
Pitusunggu, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan.
BPD setempat Seharusnya lebih menunjukkan kapabilitas dan
akuntabilitasnya sebagai lembaga legislasi di desa khususnya dalam
pembuatan peraturan desa, oleh karena itu penulis tertarik melakukan
penelitian dengan judul :
“ PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN RAKYAT (BPD) DALAMA PEMBUATAN
PERATURAN DESA PITU SUNGGU KECAMATAN MA’RANG KABUPATENG
PANGKAJENE DAN KEPULAUAN”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas timbul pertanyaan utama tentang
bagaimana pelaksanaan fungsi legislasi Badan Permusyawaratan Desa
Cumpiga Kecamatan Awangpone Kabupaten Bone. Untuk menjawab
pertanyaan tersebut kemudian oleh penulis dijabarkan menjadi beberapa
pertanyaan dalam rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pembuatan
Peraturan Desa di Desa Pitusunggu, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten
Pangkajene Dan Kepulauan?
7
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan Peraturan Desa
di Desa Pitusunggu, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkajene Dan
Kepulauan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dari latar belakang diatas yakni :
1. Untuk mengetahui peran Badan Permusyawaratan Desa dalam
pembuatan Peraturan Desa di Desa Pitusunggu, Kecamatan Ma’rang,
Kabupaten Pangkajene Dan Kepulauan.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembuatan
Peraturan Desa di Desa Pitusunggu, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten
Pangkajene Dan Kepulauan
1.4 Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan menjadi bahan studi
perbandingan bagi penelitian selanjutnya dan menjadi salah satu
sumbangsih pemikiran ilmiah dalam melengkapi kajian-kajian yang
mengarah pada pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya
menyangkut Badan Permusyawaratan Desa.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan
yang sekiranya dapat membantu Badan Permusyawaratan Desa
setempat untuk lebih meningkatkan pelaksanaan fungsi legislasi
lembaga tersebut dalam penyelenggaraan pemerintahan di Desa di
8
Desa Pitusunggu, Kecamatan Ma’rang, Kabupaten Pangkajene
Dan Kepulauan.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka merupakan panduan penulisan dalam aspek
konseptual dan teoritis. Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai Otonomi
Desa, tinjauan mengenai Badan Permusyawaratan Desa, tinjauan mengenai
Peraturan Desa, tinjauan mengenai Proses Legislasi Desa, serta tinjauan
mengenai Sosiologi Pemerintahan Desa Cumpiga.
2.1 Teori Formulasi Kebijakan
Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik
merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi dan evaluasi
kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan telah
selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam
mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada
ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi (Wibawa; 1994,
2). Tjokroamidjojo (Islamy; 1991, 24) mengatakan bahwa folicy
formulation sama dengan pembentukan kebijakan merupakan serangkaian
tindakan pemilihan berbagai alternatif yang dilakukan secara terus menerus
dan tidak pernah selesai, dalam hal ini didalamnya termasuk pembuatan
keputusan.
Formulasi kebijakan sebagai suatu proses menurut Winarno (1989,
53), dapat dipandang dalam 2 (dua) macam kegiatan. Kegiatan pertama
10
adalah memutuskan secara umum apa yang apa yang harus dilakukan atau
dengan kata lain perumusan diarahkan untuk memperoleh kesepakatan
tentang suatu alternatif kebijakan yang dipilih, suatu keputusan yang
menyetujui adalah hasil dari proses seluruhnya. Sedangkan kegiatan
selanjutnya diarahkan pada bagaimana keputusan-keputusan kebijakan
dibuat, dalam hal ini suatu keputusan kebijakan mencakup tindakan oleh
seseorang pejabat atau lembaga resmi untuk menyetujui, mengubah atau
menolak suatu alternatif kebijakan yang dipilih. Sejalan dengan pendapat
Winarno, maka Islamy (1991, 77) membagi proses formulasi kebijakan
kedalam tahap perumusan masalah kebijakan, penyusunan agenda
pemerintah, perumusan usulan kebijakan, pengesahan kebijakan,
pelaksanaan kebijakan dan penilaian kebijakan.
a. Perumusan masalah kebijakan.
Pada prinsipnya, walaupun suatu peristiwa, keadaan dan situasi
tertentu dapat menimbulkan satu atau beberapa problem, tetapi agar hal itu
menjadi masalah publik tidak hanya tergantung dari dimensi obyektifnya saja,
tetapi juga secara subyektif, baik oleh masyarakat maupun para pembuat
keputusan, dipandang sebagai suatu masalah yang patut dipecahkan atau
dicarikan jalan keluarnya. Oleh karena itu, suatu problem, untuk bisa berubah
menjadi problem umum tidak hanya cukup dihayati oleh banyak orang
sebagai sesuatu masalah yang perlu segera diatasi, tetapi masyarakat perlu
memiliki political will untuk memperjuangkannya dan yang lebih penting lagi,
11
problem tersebut ditanggapi positif oleh pembuat kebijakan dan mereka
bersedia memperjuangkan problem umum itu menjadi problem kebijakan,
memasukannya kedalam agenda pemerintah dan mengusahakannya
menjadi kebijakan publik, maka langkah pertama yang harus dilakukan oleh
setiap pembuat kebijakan adalah mengidentifikasikan problem yang akan
dipecahkan kemudian membuat perumusan yang sejelas-jelasnya terhadap
problem tersebut. Kegiatan ini merupakan upaya untuk menentukan identitas
masalah kebijakan dengan terlebih dahulu mengerti dan memahami sifat dari
masalah tersebut sehingga akan mempermudah dalam menentukan sifat
proses perumusan kebijakan.
b. Penyusunan agenda pemerintah.
Oleh karena masalah publik yang telah diidentifikasi begitu banyak
jumlahnya, maka para pembuat keputusan akan memilih dan menentukan
problem mana yang seharusnya memperoleh prioritas utama untuk
diperhatikan secara serius dan aktif, sehingga biasanya agenda pemerintah
ini mempunyai sifat yang khas, lebih kongkrit dan terbatas jumlahnya.
Anderson (1966, 57-59) menyebutkan beberapa faktor yang dapat
menyebabkan problem-problem umum dapat masuk ke dalam agenda
pemerintah, yakni :
Apabila terdapat ancaman terhadap keseimbangan antar kelompok
(group equlibirium), dimana kelompok-kelompok tersebut mengadakan reaksi
12
dan menuntut tindakan pemerintah untuk mengambil prakarsa guna
mengatasi ketidakseimbangan tersebut.
Kepemimpinan politik dapat pula menjadi suatu faktor yang penting
dalam penyusunan agenda pemerintah, manakala para pemimpin politik
didorong atas pertimbangan keuntungan politik atau keterlibatannya untuk
memperhatikan kepentingan umum, sehingga mereka selalu memperhatikan
problem publik, menyebarluaskan dan mengusulkan usaha pemecahannya.
Timbulnya krisis atau peristiwa yang luar biasa dan mendapatkan
perhatian besar dari masyarakat, sehingga memaksa para pembuat
keputusan untuk memperhatikan secara seksama terhadap peristiwa atau
krisis tersebut, dengan memasukkan ke dalam agenda pemerintah. Adanya
gerakan-gerakan protes termasuk tindakan kekerasan, sehingga menarik
perhatian para pembuat keputusan untuk memasukkannya ke dalam agenda
pemerintah.
Masalah-masalah khusus atau isyu-isyu politis yang timbul dalam
masyarakat, sehingga menarik perhatian media massa dan menjadikannya
sebagai sorotan. Hal ini dapat menyebabkan masalah atau isyu tersebut
semakin menonjol sehingga lebih banyak lagi perhatian masyarakat dan para
pembuat kebijakan tertuju pada masalah atau isyu tersebut.
Selanjutnya, setelah problem publik tersebut dimasukkan ke dalam
agenda pemerintah, maka para pembuat keputusan memprosesnya kedalam
fase-fase, yang oleh Jones (ibid) dibagi kedalam 4 (empat) tahap, yakni :
13
(1) problem definition agenda yaitu hal-hal (problem) yang memperoleh
penelitian dan perumusan secara aktif dan serius dari para pembuat
keputusan ; (2) proposal agenda, yaitu hal-hal (problem) yang telah mencapai
tingkat diusulkan, dimana telah terjadi perubahan fase merumuskan masalah
kedalam fase memecahkan masalah ; (3)bargaining agenda, yaitu usulan-
usulan kebijakan tadi ditawarkan untuk memperoleh dukungan secara aktif
dan serius ; dan (4) continuing agenda, yaitu hal-hal (problem) yang
didiskusikan dan dinilia secara terus menerus.
c. Perumusan usulan kebijakan
Tahap ini merupakan kegiatan menyusun dan mengembangkan
serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah, meliputi :
Identifikasi alternatif dilakukan untuk kepentingan pemecahan
masalah. Terhadap problem yang hampir sama atau mirip, dapat saja dipakai
alternatif kebijakan yang telah pernah dipilih, akan tetapi terhadap problem
yang sifatnya baru maka para pembuat kebijakan dituntut untuk secara kreatif
menemukan dan mengidentifikasi alternatif kebijakan baru sehingga masing-
masing alternatif jelas karakteristiknya, sebab pemberian identifikasi yang
benar dan jelas pada setiap alternatif kebijakan akan mempermudah proses
perumusan alternatif.
Mendefinisikan dan merumuskan alternatif, bertujuan agar masing-
masing alternatif yang telah dikumpulkan oleh pembuat kebijakan itu jelas
pengertiannya, sebab semakin jelas alternatif itu diberi pengertian, maka
14
akan semakin mudah pembuat kebijakan menilai dan mempertimbangkan
aspek positif dan negatif dari masing-masing alternatif tersebut. Menilai
alternatif, yakni kegiatan pemberian bobot pada setiap alternatif, sehingga
jelas bahwa setiap alternatif mempunyai nilai bobot kebaikan dan
kekurangannya masing-masing, sehingga dengan mengetahui bobot yang
dimiliki oleh masing-masing alternatif maka para pembuat keputusan dapat
memutuskan alternatif mana yang lebih memungkinkan untuk
dilaksanakan/dipakai. Untuk dapat melakukan penilaian terhadap berbagai
alternatif dengan baik, maka dibutuhkan kriteria tertentu serta informasi yang
relevan.
d. Pengesahan kebijakan
Sebagai suatu proses kolektif, pengesahan kebijakan merupakan
proses penyesuaian dan penerimaan secara bersama terhadap prinsip-
prinsip yang diakui dan diterima (comforming to recognized principles or
accepted standards). Landasan utama untuk melakukan pengesahan adalah
variabel-variabel sosial seperti sistem nilai masyarakat, ideologi negara,
sistem politik dan sebagainya.
Proses pengesahan suatu kebijakan biasanya diawali dengan
kegiatanpersuasion dan bargaining (Andersson;1966,80). Persuasion diartika
n sebagai “Usaha-usaha untuk meyakinkan orang lain tentang sesuatu
kebenaran atau nilai kedudukan seseorang, sehingga mereka mau
menerimanya sebagai milik sendiri”. Sedangkan Bergaining diterjemahkan
15
sebagai “Suatu proses dimana dua orang atau lebih yang mempunyai
kekuasaan atau otoritas mengatur/menyesuaikan setidak-tidaknya sebagian
tujuan-tujuan yang tidak mereka sepakati agar dapat merumuskan
serangkaian tindakan yang dapat diterima bersama meskipun itu tidak terlalu
ideal bagi mereka”. Yang termasuk ke dalam kategori bargaining adalah
perjanjian (negotiation), saling memberi dan menerima (take and give) dan
kompromi (compromise). Baik persuasion maupun bargaining, kedua-duanya
saling melengkapi sehingga penerapan kedua kegiatan atau proses tersebut
akan dapat memperlancar proses pengesahan kebijakan
2.2 Otonomi Desa
Bagi masyarakat Desa, Otonomi desa bukanlah menunjuk pada
otonomi Pemerintah Desa semata-mata tetapi juga otonomi masyarakat desa
dalam menentukan diri mereka dan mengelola apa yang mereka miliki untuk
kesejahteraan mereka sendiri. Otonomi desa berarti juga memberi ruang
yang luas bagi inisiatif dari desa. Kebebasan untuk menentukan dirinya
sendiri dan keterlibatan masyarakat dalam semua proses baik dalam
pengambilan keputusan berskala desa, perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan maupun kegiatan-kegiatan lain yang dampaknya akan
dirasakan oleh masyarakat desa sendiri, hal ini merupakan pengejawantahan
otonomi desa. Keberadaan otonomi desa mengacu pada konsep komunitas,
yang tidak hanya dipandang sebagai suatu unit wilayah, tetapi juga sebagai
sebuah kelompok sosial, sebagai suatu sistem sosial, maupun sebagai suatu
16
kerangka kerja interaksi. Akhir-akhir ini, tuntutan daerah untuk diberi otonomi
yang seluas-luasnya makin menonjol. Kondisi seperti ini sebagian orang
dinilai sebagai benih-benih terjadinya disintegrasi bangsa dan disisi lain
sebagian orang menilai bahwa pemberian otonomi yang seluas-luasnya ini
merupakan satu-satunya jalan keluar untuk mempertahankan integrasi
nasional. Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, fenomena tentang
daerah yang memiliki otonomi seluas-luasnya tadi sesungguhnya bukan hal
yang baru bahkan bukan lagi sesuatu yang membahayakan keutuhan bangsa
dan negara. Demikian pula, keberadaan desa-desa adat yang memiliki
susunan asli ternyata tidak menimbulkan gagasan pemisah diri dari unit
pemerintahan yang begitu luas. Oleh karena itu, otonomi luas sesungguhnya
bukan paradoksi bagi integrasi bangsa dan sebaliknya. Artinya cita-cita
memberdayakan daerah melalui kebijakan otonomi luas tidak perlu disertai
dengan sikap “buruk sangka” yang berlebihan tentang kemungkinan
perpecahan bangsa. Kekhawatiran ini justru akan menunjukkan bahwa
pemerintahan pusat memang kurang memiliki Political Will yang kuat untuk
memberdayakan daerah. Dengan demikian, ide untuk kembali
menyeragamkan sistem pemerintahan daerah dengan alasan untuk menjaga
keutuhan dan persatuan bangsa antara lain melalui penghapusan “daerah
istimewa” dan penyeragaman pemerintahan desa adalah sangat tidak
kontekstual dan tidak konseptual. Perubahan kebijakan tentang
penyelenggaraan pemerintahan daerah (termasuk pemerintahan desa) dari
17
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1979 menjadi UU Nomor 22 Tahun 1999, UU No 32 tahun 2004 serta yang
terbaru dengan adanya perubahan Undang-Undang Pemerintahan Daerah
melalui penetapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, membawa
implikasi yang sangat besar. Salah satu implikasi tersebut adalah bahwa
desa tidak sekedar merupakan wilayah administratif sebagai kepanjangan
tangan pemerintahan pusat di daerah (pelaksana asas dekonsentrasi), tetapi
memiliki lebih merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
otonomi luas. Berdasarkan kerangka waktunya, perkembangan otonomi pada
kesatuan hukum masyarakat terkecil (desa) mengalami pergeseran yang
sangat fluktuatif, dimana pada satu desa memiliki otonomi yang sangat luas
(most desentralized), sedang disaat lain desa tidak memiliki otonomi sama
sekali dan hanya berstatus sebagai wilayah administratif (most centralized).
Pada awalnya, terbentuknya suatu komunitas bermula dari berkumpul dan
menetapnya individu-individu di suatu tempat terdorong oleh alasan-alasan
yang mereka anggap sebagai kepentingan bersama. Alasan-alasan untuk
membentuk masyarakat yang masih bersifat sederhana atau tradisional ini
adalah pertama untuk hidup, kedua untuk mempertahankan hidupnya
terhadap ancaman dari luar, dan ketiga untuk mencapai kemajuan dalam
hidupnya.
Kumpulan individu-individu yang membentuk desa dan merupakan
sebuah daerah hukum ini, secara alami memiliki otonomi yang sangat luas,
18
lebih luas dari pada otonomi daerah-daerah hukum diatasnya yang lahir di
kemudian hari, baik yang terbentuk oleh bergabungnya desa-desa dengan
sukarela atau yang dipaksakan oleh pihak-pihak yang lebih kuat. Otonomi
atau kewenangan desa itu antara lain meliputi hak untuk menentukan sendiri
hidup matinya desa itu, dan hak untuk menentukan batas daerahnya sendiri.
Selanjutnya disebutkan juga bahwa masyarakat sebagai daerah hukum,
menurut hukum adat mempunyai norma-norma sebagai berikut : berhak
mempunyai wilayah sendiri yang ditentukan oleh batas-batas yang sah,
berhak mengurus dan mengatur pemerintahan dan rumah tangganya sendiri,
berhak memilih dan mengangkat Kepala Daerahnya atau Majelis
Pemerintahan sendiri, berhak mempunyai harta benda dan sumber keuangan
sendiri, berhak atas tanah sendiri, dan berhak memungut pajak sendiri.
Selanjutnya pada masa pemerintahan Republik Indonesia, pengaturan
penyelenggaraan pemerintahan desa mendapat landasan yuridis pada pasal
18 UUD 1945 yang mengakui kenyataan historis bahwa sebelum proklamasi
kemerdekaan, di Indonesia sudah terdapat daerah-daerah Swapraja yang
memiliki berbagai hak dan wewenang dalam penyelenggaraan berbagai
urusan di wilayahnya. Ini berarti, desa secara teoritis juga memiliki hak yang
bersifat autochtoon atau hak yang telah dimiliki sejak sebelum daerah itu
merupakan bagian dari Negara Indonesia. Namun dalam penyusunan
peraturan tentang pemerintahan desa sebagaimana tertuang dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1979, kenyataannya desa bukan lagi dianggap
19
sebagai kesatuan masyarakat hukum yang otonom, khususnya dalam
masalah administrasi pemerintahan secara umum. Terlebih lagi dengan
pembentukan kelurahan, maka kesatuan masyarakat “Desa” ini hanya
berstatus wilayah administratif yang ditempatkan sebagai kepanjangan
tangan pemerintah pusat (pelaksana asas dekonsentrasi).
2.3 Badan Permusyawaratan Desa
Badan Permusyawaratan Desa merupakan perwujudan demokrasi di
desa. Demokrasi yang dimaksud bahwa agar dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan harus selalu memperhatikan aspirasi dari
masyarakat yang diartikulasi dan diagregasikan oleh BPD dan Lembaga
Kemasyarakatan lainnya. Badan ini merupakan lembaga legislatif di tingkat
desa. Badan Permusyawaratan desa merupakan perubahan nama dari
Badan Perwakilan Desa yang ada sebelumnya. Perubahan ini didasarkan
pada kondisi faktual bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi
musyawarah untuk mufakat. Musyawarah berbicara tentang proses,
sedangkan mufakat berbicara tentang hasil. Hasil yang diharapkan diperoleh
dari proses yang baik. Melalui musyawarah untuk mufakat, berbagai konflik
antara para elit politik dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak
sampai menimbulkan goncangan-goncangan yang merugikan masyarakat
luas.
Badan Pemusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa
bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
20
Oleh karenanya BPD sebagai badan permusyawaratan yang berasal dari
masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan
penghubung antara Kepala Desa dengan masyarakat desa, juga harus dapat
menjadi lembaga yang berperan sebagai lembaga representasi dari
masyarakat. Sehubungan dengan fungsinya menetapkan peraturan desa
maka BPD bersama-sama dengan Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa
sesuai dengan aspirasi yang datang dari masyarakat, namun tidak semua
aspirasi dari masyarakat dapat ditetapkan dalam bentuk peraturan desa tapi
harus melalui berbagai proses sebagai berikut; Artikulasi adalah penyerapan
aspirasi masyarakat yang dilakukan oeh BPD; Agregasi adalah proses
mengumpulkan, mengkaji dan membuat prioritas aspirasi yang akan
dirumuskan menjadi perdes; Formulasi adalah proses perumusan rancangan
peraturan desa yang dilakukan oleh BPD dan/atau oleh pemerintah desa;
dan Konsultasi adalah proses dialog bersama antara pemerintah desa dan
BPD dengan masyarakat. Dari berbagai proses tersebut kemudian barulah
suatu peraturan desa dapat ditetapkan, hal ini dilakukan agar peraturan yang
ditetapkan tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan daerah
dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya.
Adapun materi yang diatur dalam peraturan desa harus
memperhatikan dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang ada, seperti :
a. Landasan hukum materi yang diatur, agar Peraturan Desa yang
diterbitkan oleh Pemerintah Desa mempunyai landasan hukum;
21
b. Landasan filosofis materi yang diatur, agar Peraturan Desa yang
diterbitkan oleh Pemerintah Desa jangan sampai bertentangan
dengan nilai-nilai hakiki yang dianut di tengah-tengah
masyarakat;
c. Landasan sosiologis materi yang diatur, agar Peraturan Desa
yang diterbitkan oleh Pemerintah Desa tidak bertentang dengan
nilai-nilai yang hidup di tengah-tengah masyarakat;
d. Landasan politis materi yang diatur, agar Peraturan Desa yang di
terbitkan oleh Pemerintah Desa dapat berjalan sesuai dengan
tujuan tanpa menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat.
Dalam mencapai tujuan mensejahterakan masyarakat desa, masing-
masing unsur pemerintahan desa, Pemerintah Desa dan BPD, dapat
menjalankan fungsinya dengan mendapat dukungan dari unsur yang lain.
Oleh karena itu, hubungan yang bersifat kemitraan antara BPD dengan
Pemerintah Desa harus Didasari pada filosofi antara lain (Wasistiono,
2006:36) :
a. Adanya kedudukan yang sejajar diantara yang bermitra ;
b. Adanya kepentingan bersama yang ingin dicapai ;
c. Adanya prinsip saling menghormati ;
d. Adanya niat baik untuk membantu dan saling mengingatkan.
22
2.4 Peraturan Desa
Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan
Permusyawaratan Desa (UU RI No. 6 Tahun 2014 Bab I, pasal 1 ayat 7).
Peraturan desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
desa, dengan demikian maka pemerintahan desa harus merupakan
penjabaran lebih lanjut dari peraturan-peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum
dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta harus
memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat dalam
upaya mencapai tujuan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
masyarakat jangka panjang, menengah dan jangka pendek.
Peraturan desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial
budaya masyarakat setempat. Peraturan desa dilarang bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi. Secara teoritis, pembuatan produk hukum harus didasari oleh paling
tidak empat dasar pemikiran (Hamzah Halim, 2009:12) antara lain :
1. Dasar Filosofis, merupakan dasar filsafat atau pandangan hidup
yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan hasrat kedalam
suatu rancangan/draft peraturan perundang-undangan sehingga
hukum yang dibentuk tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral
23
atau nilai-nilai adat yang dijunjung tinggi dimasyarakat. Menurut
Satjipto Raharjo, asas hukum ini juga lazim disebut sebagai
dasar/alasan bagi lahirnya suatu peraturan hukum atau
merupakan ratio legis dari peraturan hukum (1991 : 45).
2. Landasan Sosiologis, bahwa Peraturan Perundang-undangan
yang dibuat harus dapat dipahami oleh masyarakat dan harus
sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat yang bersangkutan.
Aturan hidup yang dibuat harus sesuai dengan keutuhan,
keyakinan dan kesadaran masyarakat.
3. Landasan Yuridis, bahwa yang menjadi landasan dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan adalah peraturan atau
sederet peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dan
dasar kewenangan seorang pejabat atau badan membentuk
Peraturan Perundang-undangan.
4. Dasar Hukum, Tolak ukur di atas dapat memberikan jaminan
bahwa rancangan peraturan perundang-undangan yang dibuat
merupakan cikal bakal peraturan perundang-undangan yang
diterima oleh masyarakat (acceptable), populis dan efektif. Populis,
karena mengakomodir sebanyak-banyaknya keinginan penduduk
di daerah. Efektif, karena peraturan yang dibuat itu operasional
dan jangkauan peraturannya mencakup sebanyak-banyaknya
kepentingan masyarakat dan senantiasa sesuai dengan tuntutan
24
perkembangan zaman sehingga setiap kebutuhan masyarakat
pada setiap era, mampu diwadahinya.
Peraturan desa yang wajib dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 72 tahun 2005 adalah sebagai berikut :
1. Peraturan Desa tentang susunan organisasi dan tata kerja
pemerintahan desa (pasal 12 ayat 5 ).
2. Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(Pasal 73 ayat 3).
3. Peraturan Desa Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa (RPJMD) (pasal 64 ayat 2).
4. Peraturan desa tentang pengelolaan keuangan desa (pasal 76).
5. Peraturan desa tentang pembentukan Badan Milik Usaha Desa
(pasal 78 ayat 2), apabila pemerintah desa membentuk BUMD.
6. peraturan desa tentang Pembentukan Badan Kerjasama (pasal 82
ayat 2).
7. Peraturan desa tentang Lembaga Kemasyarakatan (pasal 89 ayat
2).
Selain peraturan desa yang wajib dibentuk seperti tersebut diatas,
pemerintah desa juga dapat membentuk peraturan desa yang merupakan
25
pelaksanaan lebih lanjut dari peraturan daerah dan perundang-undangan
lainya yang sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat, antara lain:
1. Peraturan desa tentang pembentukan panitia pencalonan dan
pemilihan kepala desa.
2. Peraturan desa tentang penetapan yang berhak menggunakan
hak Pilih dalam pemilihan kepala desa.
3. Peraturan desa tentang penentuan tanda gambar calon,
pelaksanaan kampanye, cara pemilihan dan biaya pelaksanaan
pemilihan kepala desa.
4. Peraturan desa tentang pemberian penghargaan kepada mantan
kepala desa dan perangkat desa.
5. Peraturan desa tentang penetapan pengelolaan dan pengaturan
pelimpahan/pengalihan fungsi sumber-sumber pendapatan dan
kekayaan desa.
6. Peraturan desa tentang pungutan desa.
Selain hal diatas perlu juga diperhatikan bahwa dalam hal pembahasan
rancangan Peraturan Desa masyarakat berhak memberikan masukan baik
secara lisan maupun tertulis (Pasal 83 ayat (3) PP RI No 43 Tahun 2014) dan
Peraturan Desa disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota
melalui camat sebagai bahan pengawasan dan pembinaan paling lambat 7
hari setelah ditetapkan (Pasal 84 ayat (4) PP RI No 43 Tahun 2014). Adapun
Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah disetujui bersama
26
sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa paling lama 3 (tiga) hari disampaikan
oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota untuk di evaluasi Guna untuk
melaksanakan Peraturan Desa, Kepala Desa menetapkan Peraturan Kepala
Desa dan/atau Keputusan Kepala Desa (Pasal 69 ayat(4) UU RI No.6 tahun
2014 ).
2.5 Proses legislasi Peraturan Desa
Secara umum, proses pembuatan Peraturan Desa melalui 3 (tiga)
tahapan yakni :
a. Tahap Inisiasi (Pengusulan dan Perumusan)
Pada tahap inisiasi ide atau gagasan dalam pembuatan
peraturan desa dapat datang dari dua belah pihak baik dari
pemerintah desa maupun dari BPD. Apabila usulan tersebut
datangnya dari BPD, maka rancangan tersebut diserahkan kepada
kepala desa, begitupun juga sebaliknya apabila usulan tersebut
datangnya dari kepala desa maka rancangan peraturan desa
diserahkan kepada BPD artinya keduanya mempunyai hak untuk
mengajukan peraturan desa.
BPD mengadakan rapat yang dihadiri oleh ketua-ketua
bidang (bidang kemasyarakatan atau pemerintahan dan
pembangunan) untuk membahas usulan tersebut apabila
disepakati perlu adanya peraturan desa sesuai dengan usulan
tersebut maka hasil rapat tersebut dijadikan pra-rancangan
27
peraturan desa. Usulan peraturan desa juga dapat dari masukan
anggota masyarakat yang secara langsung atau lewat BPD
kemudian dari BPD lalu dibahas semacam kepanitiaan kecil, bila
disetujui barulah rapat secara lengkap untuk membahas pantas
tidaknya peraturan desa setelah itu dibuat rancangan peraturan
desa. Sebuah ide atau gagasan pembuatan peraturan desa harus
dibahas terlebih dahulu melalui sidang pleno guna menetapkan
apakah usulan tersebut disetujui menjadi sebuah rancangan
peraturan desa atau tidak.
Setelah mendapat persetujuan dari rapat BPD bahwa dari
usulan pembuatan peraturan desa menjadi rancangan peraturan
desa, maka sekretaris BPD membuat rancangan peraturan desa
untuk diserahkan kepada kepala desa dalam bentuk tulisan guna
mendapat persetujuan untuk menjadi peraturan desa. Setelah
kepala desa menerima rancangan peraturan desa, kepala desa
mengadakan rapat bersama dengan perangkatnya guna
membahas rancangan yang disampaikan oleh BPD. Hasil
keputusan rapat tersebut akan dibahas dalam rapat gabungan
yang dihadiri oleh BPD, kepala desa dan perangkatnya
sebagaimana diketahui bahwa yang dimaksud dengan perangkat
desa sesuai dalam pasal 61 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
28
43 tahun 2014 tentang perangkat desa terdiri dari sekretariat desa,
pelaksana kewilayahan dan pelaksana teknis.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun
2006 pasal 10 ayat (1-3), Rancangan Peraturan Desa tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, dan penataan
ruang yang telah disetujui bersama dengan BPD, sebelum
ditetapkan oleh Kepala Desa paling lama 3 (tiga) hari disampaikan
oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota untuk dievaluasi. Hasil
evaluasi rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud
diatas disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada kepala desa
paling lama 20 (dua puluh) hari sejak rancangan peraturan desa
tersebut diterima. Apabila bupati/walikota belum memberikan hasil
evaluasi rancangan anggaran pendapatan dan belanja desa paling
lama 20 (dua puluh) hari sejak rancangan peraturan desa tersebut
diterima, maka kepala desa dapat menetapkan rancangan
peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa
(APBDesa) menjadi peraturan desa. Kemudian pada pasal 11
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2006 dijelaskan
bahwa evaluasi rancangan peraturan desa tentang anggaran
pendapatan dan belanja desa sebagaimana dimaksud dalam pasal
10 dapat didelegasikan kepada Camat.
b. Tahap Sosio-Politis (Pembahasan)
29
Rancangan peraturan desa yang telah diterima oleh
pemerintah desa, selanjutnya diadakan pembahasan dalam rapat
gabungan antara BPD, kepala desa serta perangkat desa.
Peranan perangkat desa tersebut dimaksudkan untuk menampung
aspirasi masyarakat sehingga dalam pelaksanaannya nanti
Peraturan Desa dapat diterima. Dalam rapat pembahasan ketua
BPD memberikan penjelasan mengenai latar belakang dan tujuan
dibuatnya peraturan desa. Dalam rapat tersebut diadakan tanya
jawab berkaitan dengan Ranperdes. Pada waktu rapat
pembahasan, permasalahan yang ada dalam rancangan peraturan
desa dibahas satu persatu, dibacakan oleh ketua BPD, dan yang
menetapkan peraturan desa adalah kepala desa.
Rancangan peraturan desa yang diajukan bermula dari satu
pendapat atau satu pandangan dari pihak BPD, setelah dibahas
bertemu dengan kepala desa, sekretaris desa dan perangkat desa
lainnya sehingga menghasilkan kesepakatan bersama, maka
peraturan desa yang diajukan selalu mengalami perubahan yang
bertujuan untuk menyempurnakan isi dan materi peraturan desa,
sehingga peraturan desa yang dihasilkan dapat memenuhi aspirasi
masyarakat dan menyangkut kepentingan umum. Setelah
diadakan pembahasan yang mendalam maka dapat diambil
sebuah keputusan dapat diterima atau tidaknya rancangan
30
tersebut menjadi sebuah peraturan desa. Pengambilan keputusan
tentang peraturan desa biasanya dilakukan dengan cara
musyawarah untuk mufakat. Namun tidak menutup kemungkinan
diadakan voting.
c. Tahap Yuridis (Pengesahan dan Penetapan)
Setelah rancangan tersebut mendapat persetujuan dari
semua pihak untuk dijadikan peraturan desa maka langkah
selanjutnya adalah kepala desa bersama BPD menetapkan
rancangan peraturan desa tersebut menjadi sebuah peraturan
desa sesuai Pasal 83 ayat (4) Peraturan Pemerintah RI Nomor 43
tahun 2014 tentang desa. Namun sebelumnya, rancangan
peraturan desa yang telah disetujui bersama kepala desa dan BPD
tersebut disampaikan oleh pimpinan BPD kepada kepala desa,
penyampaian rancangan peraturan desa dilakukan dalam jangka
waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal
persetujuan bersama (Peraturan Pemerintah RI No. 43 Tahun 214
pasal 84 ayat 1).
Setelah ditetapkan menjadi peraturan desa, kepala desa
memerintahkan sekretaris desa untuk mengundangkannya dalam
lembaran desa. Peraturan desa berlaku sejak ada ketetapan dari
kepala desa.
31
2.6 Kerangka Konseptual
Adapun kerangka konseptual dalam acuan penulis adalah sebagai
berikut :
Bagan 1. Kerangka Konseptual
Peran BPD dalam Pementukan Peraturan
Desa
1. Tahap Inisiasi (Pengusulan &
Perumusan)
2. Tahap sosio-politis (Pembahasan)
3. Tahap Yuridis
(Penetapan/Pengesahan)
Peraturan Desa
Fungsi Legislasi Badan Permusyawaratan
Desa
UU RI No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
PP RI No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan UUNo. 6 tahun 2014 tentang Desa
Permendagri No. 111 Tahun 2014 tentang
Pedoman Teknis Pembuatan Peraturan Di Desa
Faktor yang mempengaruhi :
1. Faktor pendukung
2. Faktor penghambat
32
BAB III
METODE PENELITAN
3.1 Lokasi Penelitian
Berdasarkan judul di atas, penelitian ini akan dilakukan di Desa
Pitusunggu, Kecammatan Ma’rang, Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan .
3.2 Tipe dan Dasar Penelitian
a. Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif
yaitu dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai
suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan
mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan
masalah dan unit yang diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk
memberikan gambaran tentang pelaksanaan fungsi Legislasi
Badan Permusyawaratan Desa Pitusunggu, Kecammatan
Ma’rang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
b. Dasar penelitian adalah Dasar penelitian adalah studi kasus
(case study) yaitu Suatu studi yang bersifat komprehensif,
intens, rinci dan mendalam serta lebih diarahkan sebagai upaya
menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat
kontemporer, kekinian.
33
3.3 Teknik Penelitian
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu :
a. Wawancara
Yaitu mengadakan tanya jawab langsung kepada
sejumlah informan untuk memperoleh informasi dan gagasan
yang berkaitan erat dengan penelitian ini.
b. Observasi
Yaitu dengan melakukan pengamatan langsung yang
ada di lapangan yang erat kaitannya dengan objek penelitian.
c. Studi pustaka (library research)
Yaitu dengan membaca buku, majalah, surat kabar,
dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan dan media
informasi lain yang ada hubungannya dengan masalah yang
diteliti.
d. Dokumentasi
Teknik ini bertujuan melengkapi teknik wawancara dan
observasi, berupa catatan resmi yang berkaitan dengan objek
penelitian.
34
3.4 Informan
Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi
tentang situasi dan kondisi latar penelitian, dengan pertimbangan
bahwa informan yang dipilih dianggap banyak mengetahui dan
berkompeten terhadap masalah yang akan diteliti. Adapun informan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Ketua BPD Desa Pitusunggu, Kecammatan Ma’rang, Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan.
b. Sekretaris BPD Desa Pitusunggu, Kecammatan Ma’rang,
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
c. Anggota BPD Desa Pitusunggu, Kecammatan Ma’rang,
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
d. Pemerintah desa dalam hal ini Kepala Desa Pitusunggu,
Kecammatan Ma’rang, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
e. Sekretaris Desa Pitusunggu, Kecammatan Ma’rang, Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan.
f. Tokoh masyarakat Desa Pitusunggu yang dianggap berkompeten
dalam hal proses legislasi desa.
g. Masyarakat Desa Pitusunggu, Kecammatan Ma’rang, Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan
35
3.5 Jenis dan Sumber Data
a. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh langsung dari Informan, baik
melalui wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan tentang
pelaksanaan fungsi legislasi BPD setempat maupun melalui
observasi yang erat kaitannya dengan objek penelitian.
b. Data sekunder
Yaitu data yang diperoleh dengan membaca buku
literatur-literatur, dokumen, majalah dan catatan perkuliahan
yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.
3.6 Definisi Operasional
Untuk lebih mengarahkan penelitian maka perlu
mengembangkan definisi operasional sebagai berikut :
a. Badan permusyawaratan desa ialah perwujudan demokrasi
dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa yang memiliki
fungsi dalam merumuskan dan menetapkan peraturan desa
bersama kepala desa.
b. Peraturan Desa ialah produk hukum tingkat desa yang
ditetapkan oleh kepala desa bersama badan permusyawaratan
desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa.
c. Secara umum, proses pembuatan Peraturan Desa melalui 3
(tiga) tahapan yakni :
36
1) Tahap inisiasi (Perumusan dan Pengusulan) meliputi :
Usulan bisa berasal dari BPD ataupun kepala desa. Jika
usulan dari BPD maka diserahkan kepada kepala desa
atau Jika usulan dari kepala desa diserahkan ke BPD.
Jika pengusulan berasal dari kepala desa maka
sebelum mengajukan usulan kepala desa bersama
jajarannya melakukan rapat untuk merumuskan usulan
tersebut.
Jika pengusulan berasal dari BPD maka BPD
mengadakan rapat yang dihadiri oleh ketua-ketua
bidang (bidang kemasyarakatan atau pemerintahan dan
pembangunan) untuk membahas usulan tersebut
apabila disepakati perlu adanya peraturan desa sesuai
dengan usulan tersebut maka hasil rapat tersebut
dijadikan pra-rancangan peraturan desa. Kemudian
BPD mengadakan sidang pleno guna menetapkan
apakah usulan tersebut disetujui menjadi sebuah
rancangan peraturan desa atau tidak. Jika usulan
tersebut disetujui maka BPD melalui sekretaris BPD
menyerahkan rancangan peraturan desa kepada kepala
desa dalam bentuk tulisan.
37
Rancangan peraturan desa yang telah diterima oleh
pemerintah desa dari BPD dibahas dalam rapat
bersama antara kepala desa dengan perangkatnya.
2) Tahap sosio-politis (Pembahasan) meliputi :
Rancangan peraturan desa yang telah diterima oleh
pemerintah desa selanjutnya diadakan pembahasan
dalam rapat gabungan antara BPD, kepala desa dan
perangkat desa.
Dalam rapat pembahasan, ketua BPD memberikan
penjelasan mengenai latar belakang dan tujuan
dibuatnya peraturan desa. Dalam rapat tersebut
diadakan tanya jawab berkaitan dengan Ranperdes.
Setelah diadakan pembahasan yang mendalam maka
dapat diambil sebuah keputusan dapat diterima atau
tidaknya rancangan tersebut menjadi sebuah peraturan
desa. Pengambilan keputusan tentang peraturan desa
biasanya dilakukan dengan cara musyawarah mufakat,
namun tidak menutup kemungkinan diadakan voting.
Rancangan Peraturan Desa tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, dan penataan
ruang yang telah disetujui bersama dengan BPD,
38
sebelum ditetapkan oleh Kepala Desa paling lama 3
(tiga) hari disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota untuk dievaluasi.
Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa sebagaimana
dimaksud diatas disampaikan oleh Bupati/Walikota
kepada kepala desa paling lama 20 (dua puluh) hari
sejak rancangan peraturan desa tersebut diterima.
Apabila bupati/walikota belum memberikan hasil
evaluasi rancangan anggaran pendapatan dan belanja
desa paling lama 20 (dua puluh) hari sejak rancangan
peraturan desa tersebut diterima, maka kepala desa
dapat menetapkan rancangan peraturan desa tersebut
menjadi peraturan desa.
Evaluasi rancangan peraturan desa tentang anggaran
pendapatan dan belanja desa dapat didelegasikan
kepada Camat.
3) Tahap yuridis (Penetapan/Pengesahan) meliputi :
Rancangan peraturan desa yang telah disetujui
bersama oleh kepala desa dan BPD tersebut
disampaikan oleh pimpinan BPD kepada kepala desa,
penyampaian rancangan peraturan desa dilakukan
39
dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari
terhitung sejak tanggal persetujuan bersama
BPD bersama kepala desa menetapkan rancangan
peraturan desa tersebut menjadi sebuah peraturan
desa.
Setelah ditetapkan menjadi peraturan desa, kepala
desa memerintahkan sekretaris desa untuk
mengundangkannya dalam lembaran desa.
d. Peran BPD dalam pelaksanaan fungsi legislasi yang terdapat
dalam 3 (tiga) tahapan pembuatan perdes antara lain :
1) Tahap inisiasi (Pengusulan dan Perumusan) meliputi :
BPD dapat memberi usulan untuk dibahas menjadi pra-
rancangan peraturan desa.
Sebelum BPD mengajukan usulan, BPD mengadakan
rapat yang dihadiri oleh ketua-ketua bidang (bidang
kemasyarakatan atau pemerintahan dan pembangunan)
untuk membahas usulan tersebut. Apabila disepakati
perlu adanya peraturan desa sesuai dengan dengan
usulan tersebut maka hasil rapat tersebut dijadikan pra-
rancangan peraturan desa. Kemudian BPD
40
mengadakan sidang pleno guna menetapkan apakah
usulan tersebut disetujui menjadi sebuah rancangan
peraturan desa atau tidak.
Jika usulan berasal dari BPD maka BPD mengundang
pemerintah desa untuk melakukan pembahasan.
BPD melalui sekretaris BPD menyerahkan rancangan
peraturan desa kepada kepala desa dalam bentuk
tulisan.
2) Tahap sosio-politis (Pembahasan) meliputi :
Rancangan peraturan desa yang telah diterima oleh
pemerintah desa selanjutnya diadakan pembahasan
dalam rapat gabungan antara BPD, kepala desa dan
perangkat desa.
Dalam rapat pembahasan, ketua BPD memberikan
penjelasan mengenai latar belakang dan tujuan
dibuatnya peraturan desa. Dalam rapat tersebut
diadakan tanya jawab berkaitan dengan Ranperdes.
Setelah diadakan pembahasan yang mendalam maka
dapat diambil sebuah keputusan dapat diterima atau
tidaknya rancangan tersebut menjadi sebuah peraturan
desa. Pengambilan keputusan tentang peraturan desa
41
biasanya dilakukan dengan cara musyawarah mufakat,
namun tidak menutup kemungkinan diadakan voting.
3) Tahap yuridis (Penetapan/Pengesahan) meliputi :
Rancangan peraturan desa yang telah disetujui
bersama kepala desa dan BPD tersebut disampaikan
oleh pimpinan BPD kepada kepala desa. penyampaian
rancangan peraturan desa dilakukan dalam jangka
waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak
tanggal persetujuan bersama
BPD bersama kepala desa menetapkan rancangan
peraturan desa tersebut menjadi sebuah peraturan
desa.
3.7 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik
analisis data kualitatif. Dalam penelitian kualitatif tersebut pengolahan
data tidak harus dilakukan setelah data terkumpul, atau analisis data
tidak mutlak dilakukan setelah pengolahan data selesai. Analisis data
adalah proses penyederhaaan data dalam bentuk yang lebih mudah
dibaca dan diinterpresentasikan. Data yang di peroleh kemudian
dianalisis secara bersama dengan proses pengumpulan data, proses
analisis yang dilakukan merupakan suatu proses yang cukup
42
panjang. Data dari hasil wawancara yang diperoleh kemudian dicatat
dan dikumpulkan sehingga menjadi sebuah catatan lapangan.
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini menyajikan gambaran umum lokasi penelitian yakni
Desa Pitusunggu Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan yang meliputi gambaran umum Desa Pitusunggu, gambaran
umum Pemerintah Desa Pitusunggu dan gambaran umum Badan
Permusyawaratan Desa Pitusunggu. Gambaran umum Desa Pitusunggu
mencakup kondisi fisik dan wilayah, kependudukan, kondisi sosial, kondisi
ekonomi, serta visi misi Desa Pitusunggu. Gambaran umum Pemerintah
Desa Pitusunggu dan BPD Desa Pitusunggu terdiri dari kedudukan, tugas
dan fungsi, serta struktur organisasi.
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Pitusunggu merupakan salah satu Desa di Kecamatan Ma’rang
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Desa Pitusunggu terdiri atas tiga
(tiga) Dusun yakni Dusun I Bonto sunggu, Dusun kampung baru, dan Dusun
pungkalawaki yang masing-masing dusun memiliki Enam (6) Rukun
Tetangga(RT) di dusun Bontosunggu , Tiga (3) Rukun Tetangga (RT) di
dusun kampung baru dan tiga (3) rukun tetangga (RT) di Dusun
Pungkalawaki. Desa Pitusunggu adalah Desa nelayan dan tambak yang
dominan penduduknya hidup dengan budidaya ikan dan hasil laut. Desa
44
Pitusunggu adalah salah satu Desa yang memiliki nilai sejarah tersendiri
bagai masyarakatnya, secara historis nama Desa Pitusunggu awalnya
bernama Desa Bonto sunggu yaitu pada tahun 1964, kemudian pada Tahun
1975 berubah nama menjadi Desa Pitusunggu yang di ambil dari dua nama
Kampung di wilayah Desa ini yaitu: kampung Pitue dengan Kampung Bonto
Sunggu kemudian disingkat menjadi Pitusunggu.
4.1.1 Visi dan Misi Desa Pitusunggu
4.1.1.1 Visi Desa Pitusunggu
Penyusunan Visi Desa Pitusunggu dilakukan dengan
pendekatan Partisipatif, melibatkan pihak-pihak yang
berkepentingan di Desa seperti pemerintah desa, BPD, tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan (anggota PKK), tokoh
pemuda dan masyarakat Desa pada umumnya. Berdasarkan hasil
musyawarah bersama maka ditetapkan Visi Desa Pitusunggu. Visi
Desa Pitusunggu yakni Meningkatkan Desa Pitusunggu disemua
sector sesuai potensi yang di miliki berlandaskan iman dan taqwa
kepada tuhan yang maha esa..
4.1.1.2 Misi Desa Pitusunggu
Berdasarkan pada Visi diatas maka dapat dijabarkan
beberapa hal yang merupakan Misi untuk dilaksanakan yang sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku :
Misi yang dimaksud antaranya :
45
1. Mengelola sumber daya alam dengan baik dan
berkelanjutan dalam bidang perikanan dan kelauatan.
2. Membangun struktur perekonomian Desa dengan
baik,mandiri, yang didukung oleh infrasruktur yang
memadai.
3. Menyelenggarakan system pemerintahan yang baik, jujur
dan adil serta memberikan pelayanaan dengan baik kepada
masyarakat.
4. Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana desa.
5. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan
Desa.
6. Mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai budaya
masyarakat Desa yang tidak bertentangan dengan agama
yang di anut oleh masyarakat
7. Menciptakan kehidupan masyarakat Desa yang demokratis,
aman, damai dan tentram.
4.1.2 Kondisi Umum Desa Pitusunggu
4.1.2.1 Keadaan Geografis Desa
1. Batas wilayah
- Sebelah Timur : DesaPitue
46
- Sebelah Barat : Keluran Liukang Tupabbiring
- Sebelah Utara : DesaTamangapa
- Sebelah Selatan : DesaPitue
2. Luas Wilayah
Luas Desa Pitusunggu sekitar 3,65 HA. Sebagian besar
lahan di Desa Pitusunggu digunakan sebagai lahan tambak dan
hanya sebagian kecil saja yang digunakan menjadi lahan
perkebunan. Lokasi permukiman warga dimanfaatkan juga untuk
kegiatan kerajinan tangan anyam-anyaman.
3. Keadaan Topografi
Secara umum keadaan topografi Desa Pitusunggu adalah
daerah pesisir.Desa Pitusuggu terbagi menjadi beberapa wilayah
diantaranya Wilayah Dusun Bonto Sunggu, Dusun Kampung
Baru dan Dusun Pungkalawaki yang berada di kecamatan
Ma’rang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan yang berjarak
sekitar 5 km dari ibukota kecamatan.dan berjarak sekitar 23 km
dari ibukota kabupaten.
4.1.2.2 Iklim
Iklim Desa Pitusunggu sebagaimana desa-Desa lain di wilayah
Indonesia beriklim tropis dengan dua musim yakni musim kemarau
dan musim hujan.
47
4.1.2.3 Wilayah Administrasi Pemerintahan Desa
Desa Pitusunggu terdiri atas tiga (3) dusun yakni Dusun Bonto
Sunggu, Dusun Kampung Baru dan Dusun Pungkalawaki. Wilayah
administrasi pemerintahan Desa Pitusunggu memiliki jumlah rukun
tetangga (RT) sebanyak dua belas (12) dan masing dusun terdiri dari
enam (6) RT di Dusun Bonto Sunggu, tiga (3) rukun tetangga(RT) di
Dusun Kampung baru dan tiga (3) rukun tetangga (RT) di Dusun
Pungkalawaki. Berikut wilayah administrasi pemerintahan Desa
Pitusunggu.
Tabel 4.1
Wilayah Administrasi Pemerintahan Desa Pitusunggu
Nama Dusun Jumlah RT
Dusun I Bonto Sunggu
Dusun II Kampung Baru
Dusun III Pungkalawaki
6
3
3
Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015.
4.1.3 Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk Desa Pitusunggu
4.1.3.1 Jumlah Penduduk
Penduduk Desa Pitusunggu terdiri atas 531 KK dengan total
jumlah jiwa 2.010 jiwa. Berikut perbandingan jumlah penduduk
dengan laki-laki.
48
Tabel 4.2
Perbandingan Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Total
1000 jiwa 1010 jiwa 2.010 jiwa
Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015
4.1.3.2 Tingkat Kesejahteraan
Desa Pitusunggu yang memiliki 2010 jiwa dari 531 KK terbagi
atas 2 klasifikasi dilihat dari tingkat kesejahteraannya yakni pra
sejahtera dan sejahtera.
Tabel 4.3
Perbandingan Tingkat Kesejahteraan penduduk Desa Pitusunggu
Pra Sejahtera Sejahtera Total
79 KK 452 KK 531 KK
Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015
4.1.3.3 Mata pencaharian
Desa Pitusunggu merupakan daerah pesisir yang sebagian
besar wilayahnya adalah lahan tambak. Olehnya itu sebagian besar
49
mata pencaharian penduduk bergantung pada hasil laut dan hasil
tambak, penduduk Desa Pitusunggu sebagian besar berprofesi
sebagai nelayan, selebihnya ada yang berprofesi sebagai pedagang,
peternak dan juga berprofesi sebagai PNS (guru dan pegawai negeri
lainnya). Berikut perbandingan persentase jenis mata pencaharian
penduduk Desa Pitusunggu.
Tabel 4.4
Perbandingan Persentase Mata Pencaharian Penduduk Desa Pitusunggu
Mata Pencaharian Persentase
Petani
Nelayan
Peternak
Wiraswasta
PNS
Karyawan
Pengrajin
1 %
80,5 %
4 %
7 %
3,4 %
0,3 %
3,8 %
Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015
4.1.4 Sarana dan Prasarana Desa Pitusunggu
Seperti desa-Desa lainnya, Desa Pitusunggu juga memiliki sarana dan
prasarana yang meliputi berbagai aspek guna memenuhi kebutuhan
50
masyarakatnya. Desa Pitusunggu yang letaknya tidak begitu jauh dari pusat
kota Pangkajene memiliki sarana dan prasarana yang dapat dikatakan cukup
memadai. Berikut gambaran sarana dan prasarana yang ada di Desa
Pitusunggu.
4.1.4.1 Sarana Umum
Sarana umum meliputi semua sarana yang dapat digunakan dan
sangat dibutuhkan oleh masyarakat Desa Pitusunggu pada umumnya.
Berikut sarana umum yang ada di Desa Pitusunggu.
Tabel 4.5
Sarana Umum Desa Pitusunggu
Sarana Jumlah
Pasar
Masjid
Poliklinik
Lapangan sepak bola
1 buah
2 buah
1 buah
1 buah
Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015
4.1.4.2 Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan sangat dibutuhkan di semua tempat termasuk
Desa Pitusunggu. Sarana Pendidikan sangat penting bagi pengembangan
51
ilmu pengetahuan masyarakat di Desa Pitusunggu. Olehnya itu beberapa
sarana pendidikan dibangun di Desa Pitusunggu. Berikut sarana
pendidikan yang ada di Desa Pitusunggu.
Tabel 4.6
Sarana Pendidikan Desa Pitusunggu
Sarana Jumlah
TK
SD/MI
SMP/Tsanawiyah
SMA/Aliyah
1 buah
1 buah
1 buah
-
Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015
4.1.4.3 Sarana Keagamaan
Dalam melaksanakan kegiatan rohani dibutuhkan sarana-sarana
keagamaan. Di Desa Pitusunggu yang semua masyarakatnya menganut
agama Islam memiliki beberapa Masjid sebagai sarana keagamaan.
Berikut sarana keagamaan di Desa Pitusunggu.
52
Tabel 4.7
Sarana Keagamaan Desa Pitusunggu
Sarana Jumlah
Masjid
Mushallah
Pura
Gereja
3 buah
-
-
-
Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015
4.1.4.4 Prasarana Transportasi
Dalam melancarkan akses ke dalam maupun ke luar suatu
daerah atau wilayah dibutuhkan prasarana transportasi sebagai media
dalam memudahkan penggunaan alat transportasi. Di Desa Pitusunggu
memiliki prasarana transportasi sebagai akses dalam menjangkau wilayah
Desa Pitusunggu itu sendiri dan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan.
Berikut prasarana transportasi di Desa Pitusunggu.
53
Tabel 4.8
Prasarana Transportasi Desa Pitusunggu
Prasarana Jumlah
Provinsi
Kabupaten
Desa
78 KM
23 KM
5 KM
Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015
4.1.4.5 Kualitas Jalan
Kualitas jalan sebagai akses keluar masuk suatu daerah atau
wilayah sangat perlu diperhatikan. Hal ini dimaksudkan agar dapat
memperlancar segala macam kegiatan masyarakat yang membutuhkan
jalan sebagai media pendukungnya. Oleh karena itu, Desa Pitusunggu
yang memiliki lebih dari 2.000 penduduk membutuhkan jalan yang
memiliki kualitas yang baik agar dapat digunakan oleh masyarakat Desa
Pitusunggu itu sendiri. Desa Pitusunggu memiliki beberapa jenis jalan
berdasarkan kualitasnya mulai dari yang memenuhi standar hingga yang
sifatnya kurang memadai. Berikut jenis jalan berdasarkan kualitasnya di
Desa Pitusunggu.
54
Tabel 4.9
Kualitas Jalan Desa Pitusunggu
Jalan Panjang
Aspal
Sirtu
Tanah
Setapak
5 KM
2 KM
1 KM
1 KM
Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015
4.1.5 Pemerintahan Desa Pitusunggu
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang
Desa, Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan
adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan Desa
merupakan subsistem dari penyelenggaraan pemerintahan, sehingga Desa
memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakatnya. Adapun urusan pemerintah yang menjadi kewenangan
Desamencakup:
55
a) Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul
desa;
b) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota
yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
c) Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota; dan
d) Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-
undangan diserahkan kepada desa.
Penyelenggaraan pemerintahan dan pembuatan APBDesa di Desa
ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat
melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan
esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat. Adapun Penyelenggara
pemerintahan di Desa Pitusunggu terdiri dari :
1. Kepala Desa
2. Sekretaris Desa
3. Kaur Pemerintahan
4. Kaur Pembangunan
5. Kaur Umum
6. Kadus Bonto sunggu
7. Kadus Kampung Baru
56
8. Kadus Pungkalawaki
Selain yang telah disebutkan diatas, juga terdapat BPD yang
merupakan mitra pemerintah Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan
desa. Ada pun struktur pemerintah Desa Pitusunggu dapat dilihat dalam
bagan berikut ini :
Bagan. 2
Struktur Pemerintah Desa Pitusunggu
Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015
Kaur Umum Darwisa
Kaur Pemerintahan Usman HR.
Kadus Bonto sunggu
Syaruddin Kadus Kampung Baru
Jumaing Kadus Pungkalawaki
Abdullah
BPD
Sekretaris Desa A.Parenrengi
Kepala Desa Nurhayati S.Sos
. SULAEMANA, SE
KASI KESEJAHTARAN SOSIAL
Kusnadi
KASI EKONOMI & PEMBANGUAN
Faisal
KASI PEMERINTAHAN
Hasmah
57
4.1.6 Badan Permusyawaratan Desa Pitusunggu
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan mitra kerja
pemerintah Desa dalam penyelenggaraan pemerintahan di desa. Badan
Permusyawaratan Desa Pitusunggu disahkan pada tahun 2012 yang lalu,
lembaga ini terbentuk mengingat peraturan Mentri Dalam Negri yang
mengatur tentang pedoman teknis pembentukan Badan permusyawaratan
Desa yaitu Peraturan Mentri Dalam Negri No.111 Tahin 2014. Badan
Permusyawaratan Desa Pitusunggu berjumlah 7 orang, yang terdiri atas :
1. Ketua : 1 orang
2. Sekretaris : 1 orang
3. Bendahara : 1 orang
4. Anggota : 4 orang
Mekanisme pembentukan anggota BPD Pitusunggu yaitu dipilih
melalui musyawarah mufakat. Mekanisme tersebut sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang pedoman pembentukan Badan
Permusyawaratan Desa. Adapun struktur Badan Permusyawaratan Desa
Pitusunggu dapat dilihat pada bagan berikut ini :
58
Bagan. 3
Struktur BPD Desa Pitusunggu
Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015
Sekretaris BPD
H. Muh. Arsyad
Anggota BPD :
1. Amirullah
2. Budirman
3. Saharia
4. Husain Ta’aming
Ketua BPD
H.Naharuddin
Bendahara BPD
Baharuddin
59
Tabel 4.10
PROFIL BPD DESA PITUSUNGGU
NAMA JABATAN KETERANGAN
H.Naharuddin Ketua BPD Kepala Sekolah SDN 1 Bonto Sunggu
H.Muh Arsyad Sekertaris Tokoh masyarakat
Baharuddin Bendahara Tokoh Masyarakat
Amirullah Anggota Tokoh Pemuda
Budirman Anggota Tokoh Masyarakat
Husein Ta’aming Anggota Tokoh Masyarakat
Saharia Anggota Perwakilan Perempuan Tani Tambak
Sumber : Laporan data profil Desa Pitusunggu tahun 2015
60
4.2 Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pembuatan
peraturan Desa PituSunggu Kecamatan Ma’rang Kabupaten
Pangkajene Dan Kepulauan
Peraturan pemerintah No. 43 tahun 2014 menegaskan bahwa ada
beberapa peraturan desa yang wajib dibentuk atau dibuat oleh pemerintah
desa di Indonesia, salah satunya yakni Peraturan Desa Tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). Berdasarkan peraturan
perundang-undangan tersebut Kepala Desa dan BPD Desa pitusunggu
secara bersama-sama membuat Peraturan Desa pitusunggu No. 1 tahun
2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) tahun
2015. Peraturan desa tersebut merupakan pedoman sekaligus landasan
dalam pembuatan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDesa) tahun 2015. Dalam pembuatannya, peraturan desa tersebut telah
melewati proses yang panjang hingga dapat menjadi sebuah peraturan yang
dapat diberlakukan di Desa Pitusunggu.
Sesuai yang dikemukakan pada bab sebelumnya, dalam proses
pembuatan peraturan desa dapat dibagi menjadi 3 (tiga) tahap yakni tahap
inisiasi, tahap sosio-politis dan tahap yuridis. Tahap-tahap tersebut menjadi
pedoman dalam pembuatan peraturan desa tidak terkecuali dalam
pembuatan Peraturan Desa pitusunggu No. 1 tahun 2015 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) tahun 2015. Dalam pembuatan
61
peraturan desa tersebut melibatkan banyak pihak. Namun, dalam pembuatan
peraturan desa tersebut didominasi oleh BPD Desa pitusunggu dan
Pemerintah Desa pitusunggu. Dalam hal ini, BPD Desa Pitusunggu bertindak
sebagai lembaga legislasi di desa.
BPD Desa Pitusunggu yang merupakan lembaga legislasi di Desa
Pitusunggu tentunya memiliki peran-peran tersendiri. Peran-peran tersebut
sangat erat kaitannya dalam proses pembuatan peraturan desa khususnya
dalam pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang
APBDesa Tahun 2015 di Desa Pitusunggu. BPD Desa Pitusunggu dituntut
melaksanakan fungsi legislasinya semaksimal mungkin dalam pembuatan
peraturan desa tersebut. Oleh karena itu, dalam bab ini penulis akan
mengulas bagaimana pelaksanaan fungsi legislasi Badan Permusyawaratan
Desa Pitusunggu dalam Tahap Inisiasi, Sosio-politis dan Yuridis pembuatan
Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun
2015.
4.2.1 Tahap Inisiasi Dalam Proses Pembuatan Peraturan Desa
Pitusunggu
Tahap Inisiasi pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun
2015 Tentang APBDesa Tahun 2015 merupakan tahap munculnya gagasan
oleh Pemerintah Desa Pitusunggu. Dalam pembentukan peraturan desa
62
tersebut, tahapan ini adalah tahapan yang paling awal. Dalam Tahap Inisiasi
ini, BPD Desa Pitusunggu tidak memiliki hak untuk mengajukan usulan
rancangan peraturan desa. Hal tersebut sesuai dengan Permendagri No.111
Tahun 2014 pasal 7 (2).namun hak untuk mengajukan usulan rancangan
peraturan Desa tentang APBDesa yaitu Pemerintah Desa.
Pemerintah Desa Pitusunggu berasumsi bahwa pada saat itu Desa
Pitusunggu memang sangat membutuhkan peraturan desa tentang
APBDesa, untuk membenahi Desa Pitusunggu dalam hal pembenahan
infrastruktur dan suprastrukur Desa Pitusunggu. Hal tersebut diungkapkan
oleh Nurhayati S.Sos selaku Ketua kepala Desa Pitusunggu, berikut
pernyataannya.
“Dalam pembenahan desa Pitusunggu, peraturan desa tentang APBDesa sangat dibutuhkan, karena untuk menciptakan infrastruktur dan suprastuktur yang memadai dibutuhkan aturan .apalagi sudah keharusan desa harus memiliki peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa, atas dasar itulah kami sebagai Pemerintah Desa Pitusunggu mengusulkan rancangan peraturan desa tentang APBDesa kepada BPD desa pitusunggu untuk di tindak lanjuti. (wawancara pada tanggal 10 pebruari 2016) Berdasarkan dari uraian serta penyataan di atas yang dikemukakan
oleh salah satu informan dalam penelitian, di dapat alasan mengapa
Pemerintah Desa Pitusunggu melakukan pengusulan dalam pembentukan
Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun 2015
antara lain.
63
1. Menjalankan amanah Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014
yang mengharuskan pembuatan peraturan desa tentang Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Desa
2. Desa Pitusunggu sangat membutuhkan peraturan desa tersebut
dalam membenahi Desa Pitusunggu;
3. Dalam pembenahan infrastruktur dan suprastruktur harus dilandasi
dengan peraturan desa.
Dalam Tahap Inisiasi pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1
tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun 2015 diawali dengan pengumpulan
aspirasi masyarakat. Pengumpulan aspirasi ini dilakukan dalam bentuk
musyawarah. Musyawarah tersebut dilakukan di tingkat RT dan dusun di
Desa Pitusunggu. Setelah aspirasi masyarakat telah dikumpulkan, proses
atau langkah selanjutnya adalah melakukan penyusunan dan pengusulan.
Penyusunan dan pegusulan dilakukan dalam rapat yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Desa Pitusunggu, rapat ini bersifat internal. Hasil dari rapat
internal yang dilakukan pemerintah Desa kemudian di konsultasiikan kepada
camat kecamatan ma”rang bersama dengan tokoh masyarakat yang berada
Desa Pitusunggu , selain menyusun dan mengusulkan rancangan peraturan
desa , Pemerintah Desa juga melibatkan BPD Desa Pitusunggu dalam
proses penetapan rancangan peraturan desa yang akan diajukan
Selanjutnya.
64
Berdasarkan uraian di atas,Tahap Inisiasi pembuatan Peraturan Desa
Pitusunggu Kecamatan Ma’rang Kabupaten pangkajene dan kepulauan No.
1 tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun 2015 dapat dibagi menjadi 3
subtahap, yakni sebagai berikut :
1. Pengumpulan aspirasi masyarakat Desa Pitusunggu;
2. Penyusunan dan pengusulan rancangan peraturan desa yang di
konsultasikan bersam Camat Ma’rang dan Tokoh Masyarakat Desa
Pitusunggu;
3. Penetapan rancangan peraturan desa yang melibatkan BPD Desa Pitusunggu.
Bagan. 4
Alur Tahap Inisiasi
Pengumpulan
Aspirasi Masyarakat
Penyusunan dan pengusualan Rancangan Peraturan Desa yang telah di konsultasikan
Penetapan Rancangan Peraturan Desa
Tahap Inisiasi Peraturan Desa
Pitusunggu
Keterangan : Proses Selanjutnya
65
1. Proses Pengumpulan Aspirasi Masyarakat Dalam Pembuatan
Peraturan Desa Pitusunggu
Sebelum pemerintah Desa Pitusunggu melakukan Pengusulan dan
Penyusunan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa tahun 2015 Yang
ditetepkan menjadi rancangan peraturan desa oleh BPD dan pemerintah
desa Pitusunggu, ada proses yang turut berperan dalam inisiasi yang
dilakukan oleh Pemerinta Desa Pitusunggu. Proses tersebut adalah
Pengumpulan Aspirasi Masyarakat. Pengumpulan aspirasi tersebut terbagi
atas Musyawarah RT dan Musyawarah Dusun. Musyawarah RT dan Dusun
tersebut merupakan media bagi Pemerintah Desa dalam mengumpulkan
aspirasi masyarakat Desa Pitusunggu merupakan wadah bagi masyarakat
Desa Pitusunggu dalam menyalurkan aspirasinya khususnya dalam proses
pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang APBDesa
Tahun 2015. Hal ini didukung oleh keterangan dari salah seorang dari tokoh
masyarakat sekaligus Salah seorang kepala dusun Bonto Sunggu Desa
Pitusunggu berikut ini.
“Sebelum Pemerintah Desa Pitusunggu merumuskan ranperdes, Pemerintah Desa Pitusunggu mengumpulkan aspirasi masyarakat yang dihasilkan dalam musyawarah RT dan dusun. Saya bersama kepala-kepala dusun lainnya memberikan hasil musyawarah dusun ke Pemerintah Desa untuk dikumpulkan dan diajukan secara resmi untuk kemudian dibahas secara bersama oleh Pemerintah desa Pitusunggu Dan Camat Kecamatan Ma’rang” (Wawancara dengan Syaruddin, tanggal 10 pebruari 2016).
66
Pengumpulan aspirasi oleh Pemerintah Desa Pitusunggu didasarkan
pada Peraturan Mentri Dalam Negri No. 111 tahun 2014 bahwa Pemerintah
Desa memiliki fungsi dan wewenang dalam menampung aspirasi masyarakat,
sehingga dapat diartikan bahwa Pemerintah Desa sebagai penyelenggaraan
pemerintahan desa untuk melakukan upaya untuk menggalang aspirasi
masyarakat. Oleh karena itu, Pemerintah Desa Pitusunggu berinisiatif untuk
meminta kepada aparat pemerintah dusun dan RT untuk mengumpulkan
masyarakatnya dalam forum musyawarah. Pengumpulan hasil dari
musyawarah RT dan dusun tersebut akan dikonsultasikan kepada Camat
Kecamatan Ma’rang sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan
rancangan peraturan desa tentang APBDesa tahun 2015, dan proses
selanjutnya pemerintah desa membahas rancangan peraturan desa untuk di
tetapkan menjadi rancangan peraturan APBDesa bersama BPD Desa
Pitusunggu.
Pengumpulan aspirasi masyarakat dalam proses pembuatan peraturan
desa memiliki peranan tersendiri dalam pelaksanaan Tahap Inisiasi, yaitu
sebagai berikut :
1. Merupakan proses yang bersifat penunjang dalam menciptakan
peraturan desa yang berpihak kepada masyarakat desa;
67
2. Merupakan proses persiapan dalam melakukan perumusan
rancangan peraturan desa;
3. Mendorong tercapainya tingkat keefektifan dan efisiensi dalam
pembuatan sebuah peraturan desa
Adapun Pengumpulan aspirasi masyarakat oleh Pemerintah Desa
Pitusunggu dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Musyawarah Tingkat RT
Dalam proses Pengumpulan Aspirasi Masyarakat di Desa Pitusunggu
terkait pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang
APBDesa Tahun 2015, diawali oleh musyawarah yang diadakan di tingkat RT
yang ada di dusun-dusun di Desa Pitusunggu. Di Desa Pitusunggu ada 3
Dusun dan masing-masing terdiri dari 6 RT di Dusun Bonto Sunggu,3 RT di
Dusun Kampung Baru dan 3 RT di Dusun Pungkalawaki, dengan demikian
ada 12 musyawarah tingkat RT yang dilaksanakan. Musyawarah RT ini
bertujuan untuk menyiapkan materi pembahasan dalam musyawarah dusun.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Andi Darwis (Ketua RT 2 Dusun
Bonto sunggu Desa Pitusunggu) berikut ini
. “Seminggu sebelum musyawarah dusun dilaksanakan, diadakan musyawarah RT. Musyawarah ini bertujuan untuk mewadahi masyarakat RT dalam memberikan gagasannya dan untuk menyiapkan bahan yang akan dibahas dalam musyawarah dusun nantinya.” (Wawancara dengan Andi Darwis, tanggal 11 pebruari 2016).
68
Berdasarkan uraian serta keterangan yang diperoleh dari informan di
atas, musyawarah tingkat RT yang diadakan di Desa Pitusunggu memiliki
fungsi sebagai berikut :
1. Untuk mewadahi masyarakat tingkat RT dalam memberikan
gagasannya terkait pembuatan peraturan desa di Desa
Pitusunggu;
2. Untuk menyiapkan materi yang akan dibahas dalam musyawarah
dusun.
Dalam musyawarah RT ini forum yang ada bersifat informal dan
kekeluargaan namun tetap terpimpin. Musyawarah RT ini dilaksanakan
sekitar 1 minggu sebelum diadakannya musyawarah dusun. Musyawarah RT
dipimpin oleh ketua RT masing-masing atau tidak menutup kemungkinan
dapat dipimpin oleh tokoh masyarakat setempat bila ketua RT berhalangan.
Musyawarah RT ini dihadiri oleh tokoh pemuda, tokoh agama, tokoh
masyarakat dan masyarakat di RT masing-masing. Hasil yang didapatkan
dari musyawarah ini didasarkan atas kata mufakat atau kesepakatan
bersama. Hasil musyawarah ini dimaksudkan untuk memperkaya materi yang
akan dibahas dalam Musyawarah dusun nantinya.
69
Peran Pemerintah Desa Pitusunggu Dalam Musyawarah Tingkat RT
Dalam memaksimalkan pelaksanaan fungsinya Pemerintah Desa
Pitusunggu dituntut untuk melakukan banyak gebrakan dan inovasi. Dalam
pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang APBDesa
Tahun 2015, Pemerintah Desa Pitusunggu menggagas pelaksanaan
Musyawarah RT dan dusun sebagai media dalam menggalang aspirasi
masyarakat Desa Pitusunggu. Hal tersebut merupakan gebrakan Pemerintah
Desa Pitusunggu dalam menghasilkan rancangan peraturan desa yang
berkualitas. Dengan melibatkan langsung masyarakat akan menambah
kualitas Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang APBDesa
tersebut sebagai peraturan perundang-undangan.
Dalam melancarkan gebrakan tersebut, Pemerintah Desa Pitusunggu
berkoordinasi kepada aparat pemerintah RT untuk meminta Ketua-Ketua RT
mengumpulkan masyarakat dan mengadakan musyawarah. Pemerintah
Desa Pitusunggu merupakan penggagas pelaksanaan musyawarah RT.
Pemerintah Desa Pitusunggu hanya bertindak sebatas memantau
hasil dari musyawarah RT ini. Dari penjelasan tersebut, Pemerintah Desa
dalam proses pelaksanaan Musyawarah RT adalah sebagai berikut :
Sebagai penggagas dilaksanakannya musyawarah RT;
Sebagai pemantau hasil musyawarah
70
Bagan. 5
Peran Pemerintah Desa Pitusunggu dan Alur dari Musyawarah Tingkat RT
2. Musyawarah Tingkat Dusun
Musyawarah terkait pengumpulan aspirasi masyarakat desa dalam
pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 Tentang APBDesa Tahun
Musyawarah Tingkat RT Pemerintah Desa Pitusunggu:
Sebagai Penggagas
Mufakat Pemerintah Desa Pitusunggu:
Sebagai Pemantau Hasil Musyawarah
Musyawarah Tingkat
Dusun
Keterangan : Proses Selanjutnya Peranan
RT 2 Dusun 3
pungkalawaki
RT 1 Dusun 3
pungkalawaki
RT 3 Dusun 3
pungkalawaki
RT 1 Dusun 2
kampung baru
RT 2 Dusun 2
kampong baru
RT 1 Dusun 1
Bonto sunggu
RT 3 Dusun2
kampongg baru
RT 2 Dusun 1
Bonto sunggu
RT 4 Dusun 1
Bonto sunggu
RT 3 Dusun 1
Bonto sunggu
RT 6 Dusun 1
Bonto sunggu
RT 5 Dusun 1
Bonto sunggu
71
2015, kemudian dilanjutkan di tingkat dusun. Musyawarah dusun ini berguna
sebagai wadah dalam pengumpulan aspirasi masyarakat RT yang telah
dilakukan sebelumnya sekaligus wadah dalam penyatuan gagasan dari dua
belas RT yang ada. Selain itu, Musyawarah dusun juga dimaksudkan untuk
mewadahi masyarakat yang mungkin tidak sempat hadir dalam musyawarah
RT sebelumnya. Yang paling penting adalah hasil dari musyawarah ini akan
diberikan kepada Pemerintah Desa Pitusunggu sebagai bahan pertimbangan
dalam merumuskan rancangaan peraturan desa tentang APBDesa tahun
2015. Hal ini sesuai dengan penjelasan dari Muhammad selaku tokoh
masyarakat Desa Pitusunggu, berikut pernyataannya :
“Setelah musyawarah tingkat RT sudah memperoleh kata mufakat, musyawarah kemudian dilanjutkan di tingkat dusun. Di musyawarah dusun ini dikumpulkan hasil musyawarah RT tapi tetap ada kesempatan untuk masyarakat yang tidak datang pada musyawarah RT untuk memberikan pendapatnya.” (Wawancara dengan Muhammad, tanggal 11 Pebruari 2016). Berdasarkan penjelasan serta keterangan dari salah satu informan di
atas, fungsi Musyawarah Tingkat Dusun dalam pembuatan peraturan desa di
Desa Pitusunggu adalah sebagai berikut :
1. Sebagai wadah dalam pengumpulan aspirasi masyarakat RT yang
diperoleh dalam musyawarah RT;
2. Sebagai wadah dalam penyatuan gagasan dari RT yang ada di
dusun masing-masing;
72
3. Untuk mewadahi masyakat yang mungkin tidak sempat hadir dalam
musyawarah RT sebelumnya, dalam menyampaikan aspirasinya.
4. Hasil dari musyawarah ini akan diberikan kepada Pemerintah Desa
Pitusunggu sebagai bahan pertimbangan dalam merumuskan
peraturan desa.
Pengumpulan aspirasi masyarakat yang dilakukan dalam bentuk
musyawarah dusun tersebut diadakan di 3 (tiga) dusun yang ada di Desa
Pitusunggu. Musyawarah ini merupakan kelanjutan dari pertemuan yang
dilakukan di tingkat RT masing-masing dusun. Dalam musyawarah ini unsur-
unsur dusun yang hadir diberikan kesempatan untuk memberikan gagasan
dan ide-ide khususnya yang berkaitan dengan pembuatan Peraturan Desa
Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang APBDesa. Selain itu, hasil
musyawarah RT turut dijadikan materi dalam pokok pembahasan
musyawarah dusun ini, guna memperkaya materi yang akan dibahas dalam
musyawarah dusun tersebut. Dengan demikian musyawarah ini tidak hanya
menghasilkan kesepakatan yang berasal dari materi-materi yang muncul
dalam musyawarah dusun itu sendiri, melainkan juga mempertimbangkan
hasil yang ada dari musyawarah RT sebelumnya.
Pada musyawarah dusun ini masyarakat diharapkan untuk memberi
sumbangsihnya dalam hal pemikiran terhadap Desa Pitusunggu khususnya
berkaitan dengan rancangan peraturan desa tentang APBDesa tahun 2015.
Musyawarah dusun ini sedikit banyaknya dinilai dan terbukti dapat membantu
73
dalam pembuatan peraturan desa tersebut khususnya dalam tahap Inisiasi
dalam pembentukan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2015 Tentang
APBDesa Tahun 2015.
Bagan. 6
Alur Musyawarah Tingkat Dusun
Musyawarah dusun ini dilaksanakan di 3 (tiga) dusun yang ada di
Desa Pitusunggu yakni Dusun I Bonto sunggu, Dusun II Kampung Baru dan
di Dusun III Pungkalawaki. Musyawarah dusun ini tidak dilakukan secara
serentak. Selain itu, musyawarah dusun ini diadakan di tempat yang berbeda
Musyawarah
Tingkat Dusun
Musyawarah
Dusun bonto
sunggu
Musyawarah
Dusun kampung
baru
Musyawarah
Dusun
pungkalwaki
Mufakat
Keterangan : Proses Selanjutnya Peranan
Pemerintah Desa Pitusunggu:
Sebagai Penggagas dan
Penyelenggara
74
yakni di masing-masing dusun yang di gagas dan di jalankan oleh pemerintah
desa masing-masing yaitu kepala dusun selaku pemerintah desa di tingkat
Dusun. Dari segi waktu, ketiga musyawarah dusun ini berlangsung kurang
lebih selam 2 jam.
Peran Pemerintah Desa Pitusunggu Dalam Musyawarah Tingkat
Dusun
Berdasarkan gambaran tentang proses pelaksanaan ketiga
musyawarah dusun di atas, BPD Desa Pitusunggu sama sekali tidak terlibat
langsung. BPD Desa Pitusunggu bahkan tidak ikut hadir dalam musyawarah
dusun tersebut. Oleh karena itu dalam proses atau pelaksanaan musyawarah
dusun, BPD Desa Pitusunggu sama sekali tidak memiliki peranan. Namun,
Musyawarah dusun yang dijadikan sarana dalam menghimpun aspirasi
masyarakat adalah ide dari Pemerintah Desa Pitusunggu yang juga sebagai
pelaksana di tingkat musyawarah dusun. Atau dengan kata lain, dalam
melaksanakan fungsinya Pemerintah Desa Pitusunggu bertindak sebagai
penggagas dan penyelenggara pelaksanaan musyawarah dusun dalam
pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 tahun 2011 tentang APBDesa .
Peran pemerintah Desa Pitusunggu dalam menjalankan fungsinya
juga dapat dilihat ketika para Kepala Dusun diminta oleh Pemerintah Desa
Pitusunggu untuk menyerahkan hasil dari musyawarah dusun tersebut.
75
Dalam hal tersebut, Pemerintah Desa Pitusunggu memiliki peran yakni dalam
menghimpun aspirasi masyarakat Desa Pitusunggu yang berasal dari proses
musyawarah dusun tersebut. Dan kemudian diolah oleh Pemerintah Desa
Pitusunggu menjadi rancangan peraturan desa yang akan di konsultasikan
bersama Camat Kecamatan Ma’rang(Perumusan).
Berdasarkan pengamatan dan penjelasan di atas, peranan Pemerintah
Desa Pitusunggu menyangkut musyawarah dusun adalah sebagai berikut.
1. sebagai penggagas dam pelaksanaan musyawarah dusun dalam
pembuatan peraturan APBDesa di Desa Pitusunggu;
2. Menghimpun aspirasi masyarakat Desa Pitusunggu yang berasal
dari proses musyawarah dusun.
Tabel 4.11
Peran Pemerintah Desa Pitusunggu Dalam Musyawarah Dusun
Musyawarah Dusun Peran Pemerintah Desa
Pitusunggu
Persiapan Sebagai penggagas
Pelaksanaan Sebagai pelaksana
Hasil Sebagai Pemantau hasil musyawarah
Sumber : Data Primer
Setelah menerima hasil musyawarah dusun dari para kepala dusun di
Desa Pitusunggu, pemerintah Desa Pitusunggu kemudian mengambil
76
langkah-langkah dalam mengolah hasil dari musyawarah dusun tersebut.
Langkah yang diambil Pemerintah Desa Pitusunggu yakni dengan
mengadakan Rapat Gabungan Pemerintah desa yang dihadiri oleh Camat
kecamatan Ma’rang untuk di konsultasikan. Rapat ini bertujuan untuk
mempertimbangkan hasil dari musyawarah dusun untuk diajukan sebagai
ranperdes tentang APBDesa tahun 2015 dan untuk selanjutnya merumuskan
dan menetapkan ranperdes yang diajukan ke rapat gabungan atau rapat
pembahasan bersama BPD Desa Pitusunggu.
Bagan. 7
Peran Pemerintah Desa Pitusunggu Dalam Musyawarah Tingkat Dusun
Musyawarah
Tingkat Dusun
Musyawarah
Dusun Bontosua
Musyawarah
Dusun Pitusunggu
Musyawarah
Dusun Baranasing
Mufakat Pemerintah Desa
Pitusunggu : Menghimpun
Pemerintah Desa Pitusunggu :
Sebagai Penggagas dan
pelaksana
Rapat
gabungan
77
2. Peran Pemerintah Desa Pitusunggu Dalam Proses Pengumpulan
Aspirasi Masyarakat Terkait Pembuatan Peraturan Desa
Pitusunggu
Pemerintah Desa Pitusunggu memiliki peran dalam menggagas
terciptanya proses Pengumpulan Aspirasi Masyarakat sebagai proses
sebelum atau Pra-pembuatan peraturan desa termasuk dalam pembuatan
Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 Tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun
2015. Pemerintah Desa Pitusunggu menghimbau kepada aparat pemerintah
tingkat RT dan Dusun dengan meminta aparat pemerintah tingkat RT dan
dusun mengumpulkan masyarakat di RT dan Dusun masing-masing untuk
kemudian dilakukan musyawarah. Pemerintah Desa Pitusunggu terlibat
langsung dalam musyawarah tersebut. Pemerintah Desa Pitusunggu
menggagas dan melasaksanakan musyawarah tersebut untuk dijadikan
bahan pertimbangan pemerintah Desa Pitusunggu dalam merumuskan
rancangan peraturan desa yang akan di konsutrasikan Bersama Camat
Kecamatan Ma’rang.
Keterangan : Proses Selanjutnya Peranan
78
Berdasarkan penjelasan di atas, Peran Pemerintah Desa Pitusunggu
Dalam proses Pengumpulan Aspirasi Masyarakat di Desa Pitusunggu adalah
sebagai berikut :
1. Sebagai penggagas dan Pelaksana terciptanya proses
Pengumpulan aspirasi masyarakat dalam pembuatan peraturan
APBDesa di Desa Pitusunggu;
2. Menghimpun hasil dari musyawarah untuk menjadi bahan
pertimbangan Pemerintah dalam merumuskan rancangan
peraturan desa yang akan di konsultasikan Bersama Camat
Kecamatan Ma’rang.
Bagan. 8
Peran Pemerintah Desa Pitusunggu dan Alur pengumpulan aspirasi masyarakat
Pengumpulan Aspirasi
Masyarakat Desa
Pitusunggu
Musyawarah Tingkat
RT
Musyawarah Tingkat
Dusun
Pemerintah Desa
Pitusunggu :
Menghimpun Hasil
Musyawarah
BPD Desa Pitusunggu
: Sebagai Penggagas dan Pelaksana
Mufakat
79
Keterangan : Proses Selanjutnya Menghasilkan Peranan 3. Proses Perumusan Dalam Pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu
Dalam Tahap Inisiasi pembentukan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1
tahun 2015 tentang APBDesa , Perumusan menjadi kelanjutan dari proses
pengumpulan aspirasi masyarakat. Proses Perumusan ini memiliki peranan
yang sangat vital dalam pembentukan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1
tahun 2051 tentang APBDesa tahun 2015 karena dalam proses ini
membutuhkan ketelitian, ketepatan dan kemampuan dari Pemerintah Desa
Pitusunggu untuk menerjemahkan kondisi kekinian Desa Pitusunggu.
Dengan memenuhi hal tersebut, peraturan desa yang dibuat akan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat Desa Pitusunggu. Dalam Proses perumusan
ini, hasil pengumpulan aspirasi masyarakat yang telah dilakukan sebelumnya
akan disimpulkan. Penarikan kesimpulan ini dilakukan dalam forum rapat
yakni Rapat Pemerintah Desa Pitusunggu dan di konsultasikan Bersama
camat Kecamatan Ma’rang.
4. Rapat Gabungan Pemerintah Desa Pitusunggu
Dalam pembuatan Rancangan Peraturan Desa Tentang APBDesa
Tahun 2015 dilakukan oleh pemerintah Desa Pitusunggu. Pembuatan
Rancangan dilakukan dalam rapat Pemerintah Desa Pitusunggu yang
80
Bersifat Rapat Gabungan. Rapat dilaksanakan pada 24 April 2014. Rapat ini
dihadiri oleh Nurhayati S.Sos, selaku kepala Desa Pitusunggu, A.Parenrengi
selaku sekretaris Desa Pitusunggu, Darwisah, hatika,hasma,faizal, dan
kusnadi sebagai anggota Pemerintah desa Pitusunggu,H.Naharuddi selaku
ketua BPD,H.Muh. Arsyad selaku sekertaris BPD, baharuddin, Amirullah,
Budirman, Saharia, Husain Ta’aming selaku angguta BPD. dalam rapat ini
turut hadir bapak H.Hasanuddin DM S.Sos M.Si selaku Camat Kecamatan
Ma’rang, dalam rapat ini juga juga turut hadir para kepala dusun di Desa
Pitusunggu, Syaruddin, jumaing dan abdullah yang menjadi tamu undangan
guna diminta penjelasannya yang berkaitan dengan hasil musyawarah
dusun. Adapun absensi rapat gabungan yang di lakukan Oleh Pemerintah
desa dapat di lihat pada table berikut :
Tabel 4.12
Absensi Rapat Gabungan Desa Pitusunggu
Absensi Peranan Dalam Rapat
Nurhayati S.Sos Pimpinan Rapat
A.Parenrengi Notulis
H.Hasanuddin DM S.sos M.Si Peserta Rapat
Darwisah Peserta Rapat
Hatika Peserta Rapat
Hasma Peserta Rapat
Faizal Peserta Rapat
81
Kusnadi Peserta Rapat
H.Naharuddin Peserta Rapat
H.Muh. arsyad Peserta Rapat
Amirullah Peserta Rapat
Buirman Peserta Rapat
Saharia Peserta Rapat
Husain Ta’amin Peserta Rapat
Syaruddin Tamu Undangan
Jumaing Tamu Undangan
Abdullah Tamu Undangan
Sumber : Data Primer
Rapat BPD terkait perumusan Rancangan Peraturan Desa Tentang
APBDesa Tahun 2015 diadakan di Kantor Desa Pitusunggu di Dusun Bonto
Sunggu.. Rapat ini bertujuan untuk membahas usulan dari musyawah dusun
yang telah diterima Pemerintah Desa. Rapat ini dipimpin dan dibuka
langsung oleh Nurhayati S.Sos sebagai Kepala Desa Pitusunggu. Pimpinan
Rapat kemudian memaparkan hasil musyawarah dusun kepada peserta rapat
karena sebelumnya Kepala Desa Pitusunggu telah menerima hasil dari
musyawarah dusun. Setelah semuanya telah selesai dipaparkan oleh
pimpinan rapat kemudian oleh pimpinan rapat meminta tanggapan berupa
kritik dan saran dari peserta rapat berkaitan dengan hasil musyawarah dusun
yang telah dipaparkan.
82
Pada saat itu Budirman selaku peserta rapat sekaligus anggota BPD
Desa Pitusunggu hanya meminta penjelasan lebih mendalam terkait hasil
musyawarah dusun karena menurut Budirman apa yang telah dipaparkan
pimpinan rapat pada saat itu masih belum cukup jelas. Atas permintaan
peserta rapat, pimpinan rapat mengijinkan para kepala dusun untuk memberi
penjelasan guna melengkapi pemaparan yang telah dilakukan Kepala Desa
Pitusunggu sebelumnya. Penjelasan tersebut sesuai dengan keterangan
yang diperoleh dari Pemerintah Desa Pitusunggu tersebut, berikut
keterangannya :
“Pada saat itu saya meminta kepada para kepala dusun untuk menjelaskan hasil dari musyawarah dusun dan RT secara garis besarnya saja lewat Kepala Desa sebagai pimpinan rapat karena menurut saya pemaparan yang dilakukan oleh Kepala Desa masih belum jelas sehingga butuh penjelasan langsung dari para kepala dusun.” (Wawancara dengan budirman, tanggal 12 pebruari 2016). Pernyataan Budirman selaku Anggota BPD Desa Pitusunggu di atas
sejalan dengan keterangan dari Kepala Dusun I Bonto Sunggu Desa
Pitusunggu berikut ini.
“Saat rapat gabungan Pemerintah Desa, kepala-kepala dusun diminta menjelaskan hasil musyawarah termasuk saya sendiri selaku kepala Dusun Bonto Sunggu” (Wawancara dengan Syaruddin, tanggal 12 Pebruari 2016). Penjelasan oleh para kepala dusun Desa Pitusunggu berlangsung
beberapa menit. Setelah semuanya jelas kemudian oleh Pemerintah Desa
Pitusunggu memilah-milah aspirasi masyarakat Desa Pitusunggu yang dapat
dimasukkan dalam rancangan peraturan desa dengan menyatukan pendapat.
83
Setelah penyatuan pendapat antara pemerintah desa pitusunngu dan peserta
rapat, selanjutnya di pemerintah Desa Pitusunggu memberikan kesempatan
kepada Camat Kecamatan Ma’rang untuk memberikan masukan, adapun
masukan camat kecamatan ma’rang dalam rapat gabungan yaitu:
“Sebenarnya aturan itu dibuat untuk kemaslahatan rakyat dan sebagai petunjuk untuk berlanggsungnya roda pemerintahan, nah, peraturan desa mengenai APBDesa ini sebaiknya pro kepada rakyat sehingga kebijakan yang akan dikeluarkan nantinya dapat diterima dengan positif oleh masyarakat desa pitusunngu. (wawancara dengan H. Hasanuddin DM selaku camat kecamatan ma’rang, Tanggal 13 Pebruari 2016)”
Dari penjelasan camat kecamatan Ma’rang penulis menarik kesimpulan
bahwa aturan mengenai APBDesa Pitusunggu harus sesuai dengan
kebutuhan yang ada di Desa Pitusunggu, hal ini dimaksudkan agar kebijakan
yang lahir nantinya akan mudah diterima oleh Masyarakat.
Setelah mendengar masukan-masukan yang di terima oleh
pemerintah desa. Proses selanjutnya Pemerintah Desa beserta BPD
Pitusunggu menetapkan Rancangan Peraturan Desa Tentang APBDesa
Tahun 2015. Dalam rapat Pemerintah Desa ini, rumusan yang telah di
tetapkan menjadi ranperdes yang akan diajukan secara resmi. Rapat ini
berlangsung selama kurang lebih 2 jam, mulai dari pukul 15.00 Wita sampai
pukul 17.15 Wita.
84
5. Peran BPD Dalam Proses Penetapan Ranperdes
Dalam proses Penetapan Ranperdes tentang APBDesa no 1 tahun
2015, peran BPD Desa Pitusunggu jelas terlihat pada proses Rapat
gabungan yang di selanggarakan oleh Pemerintah desa pitusunggu. Dalam
Rapat Gabungan tersebut, BPD mempunyai peranan memberikan masukan-
masukan serta menetapan rancangan peraturan desa bersama pemerintah
desa tentang APBDesa no 1 tahun 2015 untuk selanjutnya di bawa
ketahapan sosio-politis, yaitu pembahasan rancangan peraturan APBDesa
menjadi Peraturan APBDesa yang nantinya akan di sahkan menjadi
peraturan desa. peran BPD Desa Pitusunggu dalam proses Penetapan
rancangan peraturan desa adalah sebagai berikut.
1. BPD dapat memberikan masukan-masukan mengeni rancangan
peraturan desa;
2. BPD bersama pemerinta Desa Pitusunggu menetapkan Ranperdes
yang akan di bahas di tahap selanjutnya
4.2.2 Tahap Sosio-Politis Dalam Proses Pembuatan Peraturan Desa
Pitusunggu
Tahap sosio-politis merupakan kontinuitas/kelanjutan dari Tahap
Inisiasi karena berperan sebagai tahap kedua dalam proses pembuatan
Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 Tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun
85
2015 setelah Tahap Inisiasi. Tahap Sosio-politis merupakan tahap lanjutan
dari tahap inisiasi sebelumnya. Tahap ini dapat dikatakan sebagai penentu
kualitas dari Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 Tahun 20151 Tentang
APBDesa Tahun 2015 yang akan dihasilkan nantinya. Peraturan desa akan
memiliki kualitas sebagai peraturan perundang-undangan jika isi dari
peraturan desa tersebut memiliki ketepatan dan kesesuaian antara aturan
yang dihasilkan dengan apa yang dibutuhkan masyarakat desa dalam kondisi
kekinian desa tersebut.
Dalam Tahap sebelumnya rancangan peraturan desa yang telah
diusulkan oleh pemerintah Desa Pitusunggu diberikan kepada BPD Desa
Pitusunggu. Ranperdes tersebut diserahkan langsung oleh A.parenrengi
selaku sekretaris Pemerintah Desa Pitusunggu di rumah H.Naharuddin dan
diterima langsung oleh H.Naharuddin. sendiri selaku Ketua BPD Desa
Pitusunggu. Setelah Ketua BPD Pitusunggu menerima Rancangan Peraturan
Desa tersebut, Ketua BPD Pitusunggu mengadakan rapat bersama dengan
perangkatnya guna membahas rancangan yang disampaikan oleh
Pemerintah Desa Pitusunggu tersebut secara internal BPD Pitusunggu
(Ketua BPD dan jajarannya). Setelah rapat tersebut barulah diadakan
pembahasan dalam rapat gabungan.
86
Berdasarkan penjelasan di atas, Tahap Sosio-politis pembuatan
peraturan desa di Desa Pitusunggu terdiri dari :
1. Rapat Internal BPD;
2. Rapat Gabungan atau Rapat Pembahasan.
Bagan. 9
Alur Tahap Sosio-Politis
Tahap Sosio-politis
Rapat Internal
BPD
Rapat Gabungan atau
Rapat Pembahasan
Ketua BPD
beserta jajarannya
BPD Desa Pitusunggu,
Kepala Desa dan
Unsur-unsur Desa
lainnya
Rancangan Peraturan
Desa yang telah
diterima dan
disempurnakan
87
Keterangan :
Proses Selanjutnya Hadir dalam Rapat
1. Rapat Internal BPD Pitusunggu
Rapat internal BPD Pitusunggu (Ketua BPD dan jajarannya)
dilaksanakan guna membahas rancangan peraturan desa tentang APBDesa
tahun 2015 di Desa Pitusunggu yang disampaikan oleh BPD Desa
Pitusunggu tersebut. Rapat ini diadakan pada akhir April 2014, yang
bertempat di rumah H.Naharuddin, Ketua BPD Pitusunggu. Rapat ini dihadiri
oleh H.Naharuddi. selaku Ketua BPD Pitusunggu, H. Mug. Arsyad selaku
Sekretaris BPD Pitusunggu, Baharuddin. selaku Bendahara, amirulah,
budirman,saharia, husein Ta’aming selaku anggota BPD Ptiusunggu. Dalam
rapat ini Ketua BPD Pitusunggu memimpin langsung jalannya rapat. Rapat
berlangsung sekitar 2 jam, dimulai sekitar pukul 15.00 Wita sampai pukul
17.00 Wita. Dalam rapat ini yang menjadi pokok pembahasan adalah
Rancangan Peraturan Desa Tentang APBDesa Tahun 2015 di Desa
Pitusunggu yang diajukan oleh Pemerintah Desa Pitusunggu. Rapat ini
bertujuan untuk menyatukan pendapat dikalangan BPD Pitusunggu sehingga
tidak terjadi perpecahan persepsi terkait Rancangan Peraturan Desa Tentang
APBDesa Tahun 2015..
88
Hasil keputusan rapat tersebut kemudian dipersiapkan untuk dibawa
ke dalam rapat gabungan yang dihadiri oleh BPD dan Kepala Desa
Pitusunggu serta berbagai unsur desa lainnya yang ada di Desa Pitusunggu
untuk dibahas secara bersama-sama antar peserta rapat. Selanjutnya oleh
BPD dan Kepala Desa Pitusunggu menjadwalkan pembahasan dalam rapat
gabungan antara BPD Desa Pitusunggu dan Pemerintah Desa Pitusunggu.
Berdasarkan kesepakatan bersama pada saat itu rapat gabungan atau rapat
pembahasan dijadwalkan dilakukan awal Mei 2014.
2. Rapat Gabungan/Rapat Pembahasan Desa Pitusunggu
Proses Rapat Pembahasan
Rapat pembahasan rancangan peraturan desa tentang APBDesa
2015 Desa Pitusunggu dilaksanakan sesuai yang telah dijadwalkan oleh BPD
dan Pemerintah Desa Pitusunggu sebelumnya yakni pada awal Mei 2014
tepatnya hari minggu tanggal 2 Mei 2014. Rapat tersebut dilaksanakan di
Kantor Desa Pitusunggu. Dalam rapat pembahasan tersebut dihadiri oleh
Nurhayati S.sos. Selaku Kepala Desa Pitusunggu, H.Naharuddin selaku
Ketua BPD Desa Pitusunggu, H. Muh Arsyad selaku sekretaris BPD Desa
Pitusunggu, Andi Parenreng selaku sekretaris Desa Pitusunggu,Baharuddin
selaku bendahara BPD,amirullah,budirman Saharia dan HusainTa’amin
selaku anggota BPD, Darwisa Kaur Umum Desa Pitusunggu, Hatika selaku
Kaur Keuangan, Hasma selaku Kasi Pemerintahan,Faizal seelaku Kasi
89
Ekonomi dan Pembangunan,kusnadi selaku Kasi Kesejahtran Sosial,
Saharuddin selaku Kepala Dusun I Bonto Sunggu, Jumaing selaku Kepala
Dusun II Kampung Baru, Abdullah selaku Kepala Dusun III Pungkalawaki,
Basir selaku Ketua RT 2 Dusun II Pitusunggu Desa Pitusunggu, Abd.Asis
selaku Ketua RT 1 Dusun II Pitusunggu Desa Pitusunggu, Amirullah selaku
Ketua RT 1 Dusun III Pungkalawaki Desa Pitusunggu, colle selaku Ketua RT
1 Dusun I Bonto Sunggu Desa Pitusunggu, Ridwan dan A.Abdul Rasyid
selaku tokoh masyarakat Desa Pitusunggu, Kaharuddin selaku tokoh pemuda
Desa Pitusunggu, Arifin dan A.Sudirman selaku wakil dari kelompok tani
Desa Pitusunggu, Hj.Hanatang selaku wakil dari PKK Desa Pitusunggu dan
Jupri selaku Imam Desa Pitusunggu. Rapat pembahasan ini dipimpin oleh
Ketua BPD Desa Pitusunggu, H. Naharuddin .
Tabel 4.13
Absensi Rapat Pembahasan
Unsur Desa Pitusunggu Nama
I II
Pemerintah Desa 1. Nurhayati S.Sos.
2. A.Parenrengi
3. Darwisah
4. Hatika
5. Hasmah
6. Faizal
7. Kusnadi
8. Syaruddin
9. Jumaing
90
10. Abdullah
I II
BPD 1. H.Naharuddin
2. H.Muh. Arsyad
3. Baharuddin
4. Amirullah
5. Budirman
6. Saharia
7. Husain Ta’aming
Tokoh Masyarakat 1. Ridwan
2. Rasyid A.Abdul
PKK Dusun Pitusunggu Hj.Hanatang
Kelompok Tani 1. Arifin
2. A.Sudirman
Tokoh Pemuda Kaharuddin
Imam Desa Jufri
Sumber : Data Primer
Rapat gabungan ini dimulai dengan pemaparan latar belakang dan
tujuan dari ranperdes tentang APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu oleh
Nurhayati S.Sos selaku pimpinan rapat sekaligus Kepala Desa Pitusunggu.
Kepala Desa Pitusunggu memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan
ranperdes tentang APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu karena ranperdes
tersebut diajukan atas nama Pemrintah Desa Pitusunggu. Pemaparan oleh
Kepala Desa Pitusunggu dimaksudkan untuk memberi alasan sejelas-
91
jelasnya kenapa rancangan peraturan desa tentang APBDesa tahun 2015
perlu untuk dijadikan peraturan desa di Desa Pitusunggu. Alasan tersebut
ditujukan kepada Pemerintah Desa Pitusunggu, perangkat desa, tokoh-tokoh
masyarakat, unsur-unsur desa lainnya dan terkhusus kepada masyarakat
Desa Pitusunggu sendiri yang melaksanakan peraturan desa.
Setelah Kepala Desa Pitusunggu selesai memaparkan latar belakang
dan tujuan rancangan peraturan desa tentang APBDesa tahun 2015
kemudian Nurhayati S.Sos selaku Kepala Desa Pitusunggu memberikan
kesempatan kepada semua unsur Desa Pitusunggu untuk menyampaikan
tanggapan/komentar, kritik maupun saran yang berhubungan dengan
ranperdes tersebut. Pada saat itu antusiasme unsur-unsur Desa Pitusunggu
yang hadir dirapat pembahasan sangatlah besar. Mereka memberikan
tanggapannya sehingga begitu banyak ide-ide yang muncul yang sangat
membantu dalam menyempurnakan Rancangan Peraturan Desa tentang
APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu. Salah satu tanggapan muncul dari
peserta rapat pembahasan yaitu dari Sekretaris BPD Pitusunggu, H. Muh
Arsyad.
“perlu adanya poin dalam Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu yang memberikan penjelasan tentang pelaksanaan yang kemungkinan tidak sesuai atau mengalami perubahan dari APBDesa jika ada penyebab yang sulit dihindari.(wawancara tanggal 13 Pebruari 2016)
92
Hal ini dibenarkan oleh Kepala Desa Pitusunggu, Nurhayati , berikut
pernyataannya :
“Dalam rapat pembahasan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu banyak muncul ide-ide yang sangat membantu hingga dapat disetujui menjadi peraturan desa. Salah satunya dari anggota BPD Pitusunggu yang diwakili oleh H> Muh Arsyad. Beliau menyarankan agar ada penjelasan tambahan bilamana ada sesuatu hal yang menyebabkan perubahan pelaksanaan anggaran Desa Pitusunggu nantinya.” (Wawancara dengan Suardi, S.Pd, tanggal 13 Pebruari 2016).
Saran yang diajukan tersebut oleh seluruh unsur desa disepakati
bersama untuk dimasukkan dalam Rancangan Peraturan Desa tentang
APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu. Setelah diadakan pembahasan yang
mendalam maka diambil sebuah keputusan diterimanya rancangan tersebut
dengan segala perubahannya yang dihasilkan dalam rapat pembahasan
menjadi peraturan desa. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan dengan
cara musyawarah mufakat oleh seluruh peserta rapat pembahasan.
Peran BPD Desa Pitusunggu Dalam Rapat Gabungan Pembuatan
Peraturan Desa Pitusunggu
Sesuai penjelasan dan keterangan informan di atas, dalam rapat
pembahasan/gabungan peran BPD Desa Pitusunggu dalam pembuatan
peraturan desa Tentang APBDesa tahun 20145 adalah sebagai berikut.
93
1. BPD Desa Pitusunggu dapat memberikan masukan dalam
pembahsan tersebut;
2. BPD beserta PemerintahDesa Pitusunggu menetapakan Peraturan
desa Tentang APBDesa tahun 2015 di Desa Pitusunggu
Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
Dibalik peranan yang dipegang oleh BPD Desa Pitusunggu dalam
Rapat pembahasan tersebut, peran BPD Desa Pitusunggu dapat dikatakan
maksimal dalam menjalankan perannya dalam rapat pembahasan tersebut.
4.2.3 Tahap Yuridis Dalam Proses Pembuatan Peraturan Desa
Pitusunggu
Tahap Yuridis merupakan Tahap ketiga setelah Tahap Inisiasi dan
Tahap Sosio-politis sekaligus tahap terakhir dari tahap-tahap pembentukan
Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 Tahun 2011 Tentang APBDesa Tahun
2015. Tahap Yuridis lebih singkat dan sederhana dibandingkan tahap-tahap
lainnya dalam pembuatan peraturan desa tersebut. Walaupun demikian,
Tahap Yuridis tetap memiliki peran yang sama pentingnya dengan tahap-
tahap sebelumnya.
Dalam tahap ini rancangan peraturan desa yang telah disetujui
dalam Tahap Sosial-politik ditetapkan menjadi peraturan desa (Penetapan)
94
dan disahkan oleh Pemerintah Desa (Pengesahan), dalam hal ini adalah
Kepala Desa Pitusunggu. Sebelum itu, dalam Tahap ini juga dilakukan
penyusunan bahan (ranperdes yang telah disetujui) ke dalam bentuk
Peraturan Perundang-undangan. Dan kemudian Kepala Desa Pitusunggu
memerintahkan Sekretaris Desa Pitusunggu setempat untuk
mengundangkannya dalam bentuk Lembaran Desa.
Bagan. 10
Alur Tahap Yuridis
Keterangan :
Proses Selanjutnya
Perlu diketahui bahwa setelah pembentukan Peraturan Desa
Pitusunggu No. 1 Tahun 2015 Tentang APBDesa dirampungkan, kemudian
disebarluaskan dan disosialisasikan kepada masyarakat lewat media cetak,
Tahap Yuridis
Penyusunan Rancangan
peraturan Desa
Penyerahan
Ranperdes
Penetapan dan
Pengesahan
Peraturan Desa
95
media elektronik ataupun melalui suatu forum pertemuan. Selanjutnya,
peraturan desa yang telah rampung tersebut, diberikan ke Pemerintah
Daerah Kabupaten Pangkajene dan kepulauan bagian Hukum dan Pemdes.
1. Penyusunan Ranperdes
Penyusunan rancangan peraturan desa Pitusunggu tentang
APBDesa tahun 2015 dilakukan berdasarkan Legal Drafting (Teknik
Perundang-undangan). BPD Desa Pitusunggu yang melakukan penyusunan
ranperdes tersebut. Hal ini salah satu persyaratan agar ranperdes tersebut
dapat menjadi peraturan desa yang sesuai dengan teknik perundang-
undangan itu sendiri. Adapun sistematika penyusunan peraturan desa yang
menjadi pedoman bagi BPD Desa Pitusunggu dalam menyusun rancangan
peraturan desa tersebut menjadi peraturan desa adalah sebagai berikut :
A. JUDUL
B. PEMBUKAAN
1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
3. Konsiderans
4. Dasar Hukum
96
5. Diktum
C. BATANG TUBUH
1. Ketentuan Umum
2. Materi Pokok yang diatur
3. Ketentuan Pidana (jika diperlukan)
4. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan)
5. Ketentuan Penutup
D. PENUTUP
E. PENJELASAN (jika diperlukan)
F. LAMPIRAN (jika diperlukan).
2. Penyerahan Ranperdes Yang Telah Disetujui
Pada tahap sebelumnya, rancangan Peraturan Desa Pitusunggu
tentang APBDesa tahun 2015 telah mengalami pembahasan dan telah
disepakati bersama secara musyawarah mufakat. Rancangan peraturan desa
tentang APBDesa tahun 2015 tersebut pada rapat gabungan/rapat
pembahasan telah disetujui bersama oleh BPD dan Kepala Desa Pitusunggu.
97
Pada saat ranperdes tersebut disetujui, turut disaksikan oleh perangkat desa,
berbagai unsur Desa Pitusunggu dan Masyarakat Desa Pitusunggu sendiri.
Rancangan peraturan desa tentang APBDesa tahun 2015 yang telah
disetujui kemudian diberikan oleh H.naharuddin selaku Ketua BPD Desa
Pitusunggu kepada Nurhayati S.sos Selaku Kepala Desa Pitusunggu.
Penyerahan ranperdes tersebut dilakukan sekitar 2 hari setelah ranperdes
tersebut disetujui untuk menjadi peraturan desa. Penyerahan tersebut
dilakukan karena pada saat rapat pembahasan berakhir, rancangan
peraturan desa tersebut hanya dipegang oleh BPD Desa Pitusunggu untuk
diubah sesuai hasil rapat pembahasan. Sebelum diserahkan, ranperdes
tersebut telah disusun berdasarkan Legal Drafting (Teknik Perundang-
undangan) yang ada.
3. Penetapan dan Pengesahan Peraturan Desa
BPD Desa Pitusunggu dan Kepala Desa Pitusunggu kemudian
bersama-sama menetapkan rancangan peraturan desa tentang APBDesa
tahun 2015 Desa Pitusunggu menjadi Peraturan Desa Pitusunggu No. 1
Tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun 2015. Namun dalam penetapan,
pengesahan dan pengundangannya Rancangan peraturan desa tentang
APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu tersebut sangatlah lama. Rancangan
peraturan desa tersebut disetujui menjadi peraturan desa pada tanggal 24
november 2014 sedangkan ditetapkan baru pada tanggal 11 Mei 2015.
98
Alasan mengapa dalam penetapan, pengesahan dan pengundangannya
Rancangan peraturan desa tentang APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu
tersebut mengalami keterlambatan dijelaskan dalam pernyataan Ketua BPD
Desa Pitusunggu, H.Naharuddin berikut ini :
“Dalam penetapan Rancangan peraturan desa tentang APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu menjadi peraturan desa sangat lama. Hal itu dikarenakan pemerintah kabupaten Pangkajene dan Kepulauan memberikan Revisi terhadap Perturan Desa No 1 tahun 2015 tentang APBDesa Pitusunggu.” (Wawancara dengan H.Naharuddin, tanggal 14 Pebruari 2016).
Dari penjelasan Ketua BPD Desa Pitusunggu di atas, diperoleh
alasan mengapa dalam penetapan Rancangan peraturan desa tentang
APBDesa tahun 2015 Desa Pitusunggu menjadi peraturan desa sangat lama.
Hal tersebut disebabkan karena pemerintah kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan memberikan Revisi terhadap Perturan Desa No 1 tahun 2015
tentang APBDesa Pitusunggu.
Rancangan tersebut ditetapkan menjadi peraturan desa oleh Kepala
Desa Pitusunggu bersama BPD Desa Pitusunggu di rumah Nurhayati pada
tanggal 11 Mei 2015. Bersamaan dengan hal tersebut, kemudian disahkan
dengan ditanda tangani oleh Kepala Desa. Setelah ditetapkan menjadi
Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 Tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun
2015, Sekretaris Desa Pitusunggu, A.parenrengi mengundangkan peraturan
99
desa tersebut ke dalam Lembaran Desa Pitusunggu Tahun 2015 Nomor 1
dengan menandatangani lembaran desa tersebut. Dengan diundangkannya
Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 Tahun 2015 Tentang APBDesa Tahun
2015 ke dalam Lembaran Desa No.1 Tahun 2015 maka selesai sudah proses
pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu No. 1 Tahun 2015 Tentang APBDesa
Tahun 2015 khususnya dalam Tahap Yuridis.
4. Peran BPD Desa Pitusunggu Dalam Tahap Yuridis
Dalam Tahap Yuridis pembuatan Pembuatan Peraturan Desa
Pitusunggu No.1 tahun 2015 tentang APBDesa tahun 2015, BPD Desa
Pitusunggu telah menjalankan peranannya sebagai lembaga legislasi di Desa
Pitusunggu. Peranan tersebut dapat kita lihat mulai dari penyususnan
rancangan peraturan desa hingga ditetapkan dan disahkan. Adapun peranan-
peranan tersebut yakni antara lain.
1. BPD Desa Pitusunggu yang melakukan penyusunan ranperdes
tentang APBDesa tahun 2015 berdasarkan teknik perundang-
undangan (Legal Drafting);
2. Rancangan peraturan desa tentang APBDesa tahun 2015 yang
telah disetujui kemudian diberikan oleh Ketua BPD Desa
Pitusunggu kepada Kepala Desa Pitusunggu. Penyerahan
100
ranperdes tersebut dilakukan sekitar 2 hari setelah ranperdes
tersebut disetujui untuk menjadi peraturan desa;
3. BPD Desa Pitusunggu menetapkan rancangan peraturan desa
tentang APBDesa tahun 2015 menjadi Peraturan Desa No. 1 tahun
2015 tentang APBDesa tahun 2015 bersama Kepala Desa
Pitusunggu.
Tabel 4.14
Peran BPD Desa Pitusunggu dalam Tahap Yuridis
Tahap Yuridis Peran BPD Desa Pitusunggu
Penyusunan Rancangan
peraturan Desa
Melakukan penyusunan Rancangan
Peraturan Desa tentang APBDesa
tahun 2015 berdasarkan teknik
perundang-undangan (Legal Drafting)
Penyerahan Ranperdes Ranperdes yang telah disetujui
diberikan oleh Ketua BPD Desa
Pitusunggu kepada Kepala Desa
Pitusunggu
Penetapan dan Pengesahan Menetapkan rancangan peraturan
desa tentang RPJMDesa tahun 2015
menjadi Peraturan Desa No. 1 tahun
2011 tentang APBDesa tahun 2015
bersama Kepala Desa Pitusunggu
Sumber : Data Primer
101
4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi Badan Permusyawaratan
Desa dalam Pembuatan Peraturan Desa.
Untuk mewujudkan suatu organisasi yang efektif dalam pelaksanaan
fungsinya tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi kinerjanya
dalam mencapai tujuan. Seperti halnya dengan Badan Permusyawaratan
Desa, untuk menjadi efektif tidak serta merta terjadi begitu saja tetapi ada
beberapa faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan data yang diperoleh di
lapangan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas
pelaksanaan fungsi BPD yaitu :
4.3.1 Faktor pendukung
1. Rekruitmen atau sistem pemilihan anggota BPD
Sistem rekruitmen/pemilihan anggota Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) menggunakan sistem pemilihan
langsung oleh masyarakat. Hal ini menjadikan tingginya
kepercayaan masyarakat terhadap orang-orang yang menjadi
anggota BPD.Karena orang-orang yang terpilih merupakan pilihan
masyarakat yang telah diketahui dan dapat diukur kemampuan
dan kapabilitas yang dimiliki serta sengan pemilihan langsung oleh
masyarakat dapat dipastikan tidak adanya nepotisme yang dilakukan
oleh pemerintah yang terkait.
102
Selain itu, sistem rekruitmen/pemilihan anggota BPD di Desa
Pitusunggu menggunakan sistem pemilihan langsung oleh tokoh-
tokoh masyarakat yang dipercaya oleh masyarakat setempat.
Orang-orang yang dipilih untuk menduduki jabatan BPD ini
merupakan orang yang danggap mampu baik dari segi
pendidikan, maupun pengaruhnya dimasyarakat dalam hal ini
mampu bekerja sama dan mampu menangkap serta membaca
masalah- masalah yang ada di desa.
Hal ini menjadikan tingginya kepercayaan masyarakat
terhadap orang- orang yang menjadi anggota BPD. Dalam
pemilihan anggota BPD ini tidak dilakukan begitu saja. Tokoh-
tokoh masyarakat juga melihat dan menilai orang-orang layak
menjadi anggota BPD. Orang-orang yang menjadi anggota BPD
sudah memiliki pengetahuan yang lebih dan wawasan yang
bagus tentang pemerintahan sehingga orang-orang tersebut mampu
berkomunikasi dengan baik kepada masyarakat maupun kepada
pemerintah desa nantinya.
2. Masyarakat
Masyarakat, merupakan faktor penentu keberhasilan BPD
dalam melaksanakan fungsinya, besarnya dukungan serta
penghargaan dari masyarakat kepada BPD menjadikan BPD lebih
103
mempunyai ruang gerak untuk dapat melaksanakan fungsinya.
Dukungan dari masyarakat tidak hanya pada banyaknya aspirasi
yang masuk juga dari pelaksanaan suatu perdes. Kemauan dan
semangat dari masyarakatlah yang menjadikan segala keputusan
dari BPD dan Pemerintah Desa menjadi mudah untuk
dilaksanakan. Partisipasi masyarakat baik dalam bentuk aspirasi
maupun dalam pelaksanaan suatu keputusan sangat menentukan
fungsi BPD.
Dalam mewujudkan suatu organisasi yang efektif dalam
pelaksanaan fungsinya tidak lepas dari berbagai faktor yang
mempengaruhi kinerjanya dalam mencapai tujuan, seperti halnya
dengan Badan Permusyawaratan Desa, untuk menjadi efektif
dan baik tidak serta merta terjadi begitu saja tetapi ada beberapa
faktor yang mempengaruhinya.
Tidak semua keputusan yang ditetapkan oleh BPD dan
Pemerintah Desa dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
Beberapa kebijakan yang dikeluarkan terkadang mendapat respon
yang beraneka ragam baik pro maupun kontra dari masyarakat.
Adanya tanggapan yang bersifat kontra tentunya dapat
menghambat langkah BPD dan Pemerintah Desa dalam
pelaksanaan kebijakan tersebut.
104
Dalam mencapai tujuan mensejahterahkan masyarakat
desa, masing- masing unsur pemerintahan desa, Pemerintah Desa
dan BPD, dapat menjalankan fungsinya dengan mendapat
dukungan dari masyarakat. Layak tidaknya orang-orang yang
menjadi anggota BPD ditentukan dari besar kecilnya dukungan
yang diperoleh dari masyarakat.
Selanjutnya, dukungan dari masyarakat juga dapat dilihat
dari tingkat kepercayaan masyarakat dalam menjadikan BPD
sebagai tempat menyalurkan aspirasi. Hal ini dapat dilihat dari
frekuensi pertemuan- pertemuan yang diadakan oleh BPD dengan
masyarakat untuk membahas masalah-masalah masyarakat desa.
Dukungan dari masyarakat juga dapat dilihat dari antusiasme
masyarakat dalam setiap musyawarah/pertemuan yang dilakukan
BPD.
3. Sosial budaya
Gaya hidup masyarakat desa Pitusunggu yang masih sangat
kental dengan budaya saling menghargai memberi pengaruh positif
terhadap efektifitas implementasi fungsi BPD. Masyarakat desa
Pitusunggu masih sangat menjunjung tinggi budaya menghormati
orang yang lebih tua dan menghargai orang yang lebih muda
sehingga rasa kekeluargaan lebih diutamakan antara mereka. Pihak
105
BPD dengan pemerintah desa senantiasa menjadikan hal tersebut
sebagai landasan untuk meminimalisir jika terjadi perbedaan-
perbedaan antar masyarakat yang dapat menimbulkan potensi
konflik.
4.3.2 Faktor penghambat
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan ada beberapa
faktor yang menjadi penghambat kinerja BPD dlam melaksanakan
fungsinya, yakni:
1. Kurangnya Koordinasi Pemerintah Desa dengan BPD
Salah satu faktor penghambat efektivitas fungsi BPD
adalah kurangnya kordinasi antara BPD dengan Pemerintah Desa
dapat dilihat pada saat jalannya rapat yang diadakan oleh pemerintah
desa namun BPD tidak di undang dalam rapat tersebut yang di
undang hanyalah RT beserta dusun, disinilah sebagai faktor
penghambat peran BPD dalam pembuatan Peraturan Desa tentang
APDesa, hal tersebut jga diungkapkan oleh Ketua BPD yang
mengatakan bahwa :
“BPD merupakan perwakilan masyarakat di tingkat desa, oleh
karena itu seharusnya di dalam proses pengumpulan aspirasi
Pemerintah Desa seharusnya mengikutsertakan BPD dalam
Proses ini Mengingat bahwa salah satu fungsi dari BPD
adalah melakukan pengawasan terkait pelaksanaan peraturan
106
maupun dalam proses pembuatan aturan( wawancara dengan
H.Naharuddin , tanggal 14 pebruari 2015).
Dari hasil wawancara di atas dapat dikatakan bahwa koordinasi
dalam rapat yang diadakan oleh pemerintah desa kerapkali tidak
mengikutsertakan BPD yang mempunyai fungsi sebagai lembaga
pengawasan di tingkat desa
2. Lambatnya Evaluasi dari pemerintah kabupaten pangkep dan
kepulauan yang
Ada bebarapa tahapan sehingga Peraturan Desa tentang
APBDesa Pitusunggu Kecamatan Ma’rang bisa terselesaikan, mulai
dari tahapan pengusulan yang di buat oleh pemerintah desa
selanjutnya di musyawarakan di tingkat RT dan dusun setelah itu di
konsultasikan di Kecamatan Ma’rang dan tahapan selanjutnya di
koordinasikan kepada BPD dan tahapan terakhir adalah di evaluasi
oleh pemerintah kabupaten pangkep dan kepulauan melalui camat
Kecamatan Ma’rang sebelum disahkan, hal tersebut yang menjadikan
lamanya aturan Peraturan Desa tentang APBDesa disahkan karena
lambannya pemerintah Kabuapten Pangkep Dan Kepuluan dalam hal
evaluasi sebelum disahkan, hal tersebut di ungkapkan oleh Ketua
BPD Pitusunggu yang mengatakan bahwa :
“hasil rancangan Peraturan Desa yang telah di kami sepakati
bersama pemerintah desa Pitusunggu kemudian kami
107
serahkan kepada Camat Kecamatan Ma’rang yang
kemuadian akan di serahkan kepada pemerintah Daerah
kabupaten pangkajene dan kepulauan untuk di lakukan
evaluasi untuk kemudian nantinya akan di sahkan oleh
pemerintah desa( wawancara dengan H.Naharuddin , tanggal
14 pebruari 2015).
Dari hasil wawancara yang ada di atas penulis melihat bahwa
salah satu faktor penghambat peran BPD dalam pembuatan
peraturan desa adalah lambannya evaluasi dari pemerintah
Kabupaten Pangkep Dan Kepulauan sehingga Peraturan Desa
tentang APDesa lambat dalam tahapan pengesahannya, Peraturan
Desa tentang APDesa baru disahkan pada tanggal 11 Mei 2015.
108
BAB V
PENUTUP
Pada bab IV telah telah diuraikan hasil penelitian dan pembahasan
tentang peran Badan Permusyawaratan Desa Pitusunggu Kecamatan
Ma’rang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Peran BPD Desa
Pitusunggu yang menjadi fokus adalah proses pembuatan Peraturan Desa
Pitusunggu No. 1 tahun 2015 tentang APBDesa tahun 2015 di Desa
Pitusunggu. Pembuatan peraturan desa tersebut yang oleh penulis dibagi
atas 3 tahap yakni Tahap Inisiasi, Tahap Sosio-Politis, dan Tahap Yuridis.
Dalam bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan serta saran-saran
yang berhubungan dengan hasil penelitian.
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan penulis dengan judul “Peran Badan
Permusyawaratan (BPD) Dalam Pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu
Kecamatan Ma’rang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan”, ada
beberapa hal yang menjadi kesimpulan yaitu :
1. Dalam Tahap Inisiasi proses pembuatan Peraturan Desa
Pitusunggu No. 1 tahun 2015 tentang APBDesa tahun 2015 terbagi
atas, (a.) Pengumpulan Aspirasi Masyarakat, (b.) Perumusan dan
(c.) Pengusulan. Dalam proses Pengumpulan Aspirasi Masyarakat,
BPD Desa Pitusunggu tidak memiliki peran sebagai penggagas
terciptanya proses Pengumpulan Aspirasi Masyarakat hal ini seusi
109
dengan Permendagri no 111 tahun 2014 tentang Pedoman teknis
Pembuatan Peraturan Di desa Pitusunggu, BPD Desa Pitusunggu
mempertimbangkan hasil dari musyawarah pemerintah desa
bersama RT dan dusun dalam rapat gabungan yang di
dilaksanakan oleh pemerintah Desa Pitusunggu Kecamatan
Ma’rang Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
Dalam Tahap Sosio-politis proses pembuatan Peraturan
Desa No. 1 tahun 2015 tentang APBDesa tahun 2015 terbagi atas,
(a.) Rapat Gabungan Pemerintah Desa Bersama BPD, Camat
Kecamatan Ma’rang dan tokoh-tokoh Masyarakat (b.) Rapat
Gabungan/ pembahasan. Dalam rapat pembahasan peran BPD
Desa Pitusunggu adalah memimpin rapat gabungan serta dapat
memberikan Masukan kepada Pemerintah Desa Pitusunggu
sebagai Penggagas Pembuatan Peraturan Desa No 1 Tahun 2015
tentang APBDesa pitusunggu
Tahap Yuridis proses pembuatan Peraturan Desa No. 1
tahun 2015 tentang APBDesa tahun 2015 terbagi atas, (a.)
Penyusunan Ranperdes, (b.) Penyerahan Ranperdes, (c.)
Penetapan dan Pengesahan Peraturan Desa. Dalam proses
Penyusunan ranperdes, peranan BPD Desa Pitusunggu yakni BPD
Desa Pitusunggu yang melakukan penyusunan Rancangan
Peraturan Desa tentang APBDesa tahun 2015 berdasarkan teknik
perundang-undangan (Legal Drafting). Adapun dalam proses
110
Penyerahan Ranperdes, ranperdes yang telah disetujui diberikan
oleh Ketua BPD Desa Pitusunggu kepada Kepala Desa Pitusunggu
yang akan di kordinasikan di Kecamatan yang selanjutnya Camat
Kecamatan Ma’rang akan menyerahkan kepada pemerintah
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan untuk di evaluasi kembali
sebelum disahkan dan di sebarluaskan Menjadi peraturan Desa No
1 tahun 2015 Tentang Anggaran belanja dan Pendapatan
Desa(APBDesa).
2. Peran BPD dalam Pembuatan Peraturan Desa Pitusunggu , muncul
berbagai faktor yang berpengaruh, adapun faktor yang
berpengaruh dalam pembuatan Peraturan Desa No 1 Tahun 2015
tentang APBDesa Pitusunggu yaitu rekruitmen anggota BPD yang
dipilih langsung dari tokoh masyarakat yang berpengaruh ,serta
masyarakat dan social budaya juga merupakan faktor pendukung
BPD dalam pembuatan peraturan Desa, Karena masyarakat
memberi dukungan kepada BPD dalam pembuatan peraturan desa
dan Keadan social budaya yang masih kental akan penghargaan
membuat perdebatan yang alot dalam pembuatan aturan bisa
terhindarkan. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat
pembuatan Pertauran Desa yaitu kurangnya kordinasi antara
Pemerintah desa dan BPD Desa Pitusunggu serta lambannya
evaluasi dari Pemerintah Kabupaten Pangkajene dan kepulauan
yang menyebabkan Peraturan Desa No 1 Tahun 2015 Tentang
111
APBDesa lama dalam tahap pengesahan , pengundangan dan
penyebarluasan..
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, maka dikemukakan
beberapa saran sebagai berikut :
1. BPD Desa Pitusunggu kurang maksimal dalam melaksanakan
peran terkait fungsi legislasinya, khususnya dalam tahapan inisiasi
yang di laksanakan oleh pemerintah sebagai penggagas pembutan
Peraturan, Dengan demikian BPD Desa Pitusunggu hendaknya
melakukan evaluasi dan mencari solusi atas penyebab kurang
maksimalnya peran BPD Desa Pitusunggu dalam Rapat
Pembahasan tersebut. Sehingga nantinya BPD Desa Pitusunggu
dapat lebih meningkatkan perannya dalam Tahap inisiasi
2. Kordinasi pemerintah desa dan BPD harus lebih ditingkatkan agar
Peraturan Desa yang ada di desa pitusunggu dapat di tingkatkan,
karena pada tahun 2015 hanya ada satu peraturan yang telah di
buat oleh BPD dan Pemerintah Desa Pitusunggu, serta evaluasi
dari pemerintah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan harus
tepat waktu dalam melakukan evaluasi.
3. Perlunya SDM yang Baik di dalam Pembuatan peraturan di desa
terutama pada tahapan inisiasi yang dimana BPD seharusnya
Menjadi lembaga pengawasan dalam tahapan ini, di karnakan BPD
112
desa Pitusunggu Tidak memiliki hak untuk Menginisiasi pembuatan
peraturan Desa tersebut, sehingga BPD desa pitusunggu
seharusnya menjadi lembaga pengawas di tahap inisiasi tersebut
terutama di tahap penugumpulan aspirasi di tingkat RT dan Dusun.
4. Perlunya pemahaman landasan hukum Terhadap BPD desa
pitusunggu, di karnakan selam 2 priode BPD desa menjabat BPD
desa Pitusunggu baru membuat 1 aturan di dDesa Pitusunggu yaitu
Peraturan No.1 tahun 2015 Tentang APBDesa pitusunggu.
5. Perlunya pembinaan dan pelatihan Bersama dalam meningkatakan
kapasitas/kemampuan dalam pembuatan Peraturan desa terkhusus
di Desa Pitusunggu
113
DAFTAR PUSTAKA Buku-buku:
Ali, Faried dan Baharuddin, 2013. Pengantar Ilmu adinistrasi. Gorontalo:
Penerbit PT BIFAD Press.
Agussalim, Andi Gadjong 2007. Pemerintahan Daerah (Kajian Politik dan
Hukum). Bogor: Ghalia.
Karim, Abdul Gaffar, 2003. Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di
Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ridwan HR, 2006. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RajaGrafindo.
Saleh, Hasrat Arief dkk. 2013. Pedoman Penulis Proposal (Usulan Penelitian) & Skripsi.
Syarifin, Pipin, Jubaedah, Dedah 2005.Hukum Pemerintah Daerah.
Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Syarifuddin, Ateng, 1976. Pengaturan Koordinasi Pemerintahan Daerah.
Bandung: Tarsito.
Huda, Ni’matul, 2005. Otonomi Daerah. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR.
Ndraha, Taliziduhu, 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) 1.
Jakarta: Rineka Cipta.
, 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) 2. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Siagian, Sondang P, 2003, Administrasi Pembangunan. Jakarta:PT.Gunung Agung.
Hiddin, Micelle J. 2007 “role theory” in George Ritzer (ed.) The
Blackwell Encyclopedia of Sociology, Blackweel Publishing.
114
Solihin, Dadang, 2002, Kamus Istilah Otonomi Daerah. Jakarta:Institute
For SME Empowerment.
Peraturan Undang-Undang
Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Peraturan Mentri Dalam Negri No.111 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Teknis Pembuatan Peraturan Di Desa
Website :
https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Permusyawaratan_Desa
http://kebijakanpublik12.blogspot.co.id/2012/06/formulasi-
kebijakan.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Permusyawaratan_Desa
http://teguhimamsationo.blogspot.co.id/2013/06/program-legislasi-
daerah-dan.html
115
LAMPIRAN
Wawancara bersama KASI Kesejahtran Sosial Desa Pitusunggu.
Wawancara Bersama Kepala Desa Pitusunggu, kec.Ma’rang
116
Wawancara Bersama Kepala Dusun Bonto Sunggu di Desa Pitusunggu
Wawancara Bersama Ketua BPD Desa Pitisunggu
117
Peraturan Desa Pitusunggu No.1 tahun 2015 tentang APBDesa
Pitusunggu
Lembar Pengesahan Peraturan desa Pitusunggu No.1 tahun 2015
Tentang APBDesa
118
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 111 tahun 2014
tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa.
Pasal 4
(1) Peraturan Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a berisi
materi pelaksanaan kewenangan desa dan penjabaran lebih lanjut
dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
(2) Peraturan bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 huruf b berisi materi kerjasama desa.
(3) Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c
berisi materi pelaksanaan peraturan desa, peraturan bersama kepala
desa dan tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
Peraturan Desa
Peraturan Desa, mencakup tiga bagian yaitu bagian Perencanaan,
Penyusunan Peraturan Desa oleh Kepala Desa dan penyusunan
Peraturan Desa oleh BPD, Pembahasan, Penetapan, Pengundangan dan
Penyebarluasan. Bagian ini diatur dalam pasal 5 sampai pasal 13.
BAB III PERATURAN DESA
Bagian Kesatu Perencanaan
Pasal 5
(1) Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan Desa ditetapkan oleh
Kepala Desa dan BPD dalam rencana kerja Pemerintah Desa.
(2) Lembaga kemasyarakatan, lembaga adat dan lembaga desa lainnya di
desa dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Desa dan atau
BPD untuk rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa.
119
Bagian Kedua Penyusunan Paragraf 1
Penyusunan Peraturan Desa oleh Kepala Desa Pasal 6
(1) Penyusunan rancangan Peraturan Desa diprakarsai oleh Pemerintah
Desa.
(2) Rancangan Peraturan Desa yang telah disusun, wajib dikonsultasikan
kepada masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada camat
untuk mendapatkan masukan.
(3) Rancangan Peraturan Desa yang dikonsultasikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diutamakan kepada masyarakat atau
kelompok masyarakat yang terkait langsung dengan substansi materi
pengaturan.
(4) Masukan dari masyarakat desa dan camat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) digunakan Pemerintah Desa untuk tindaklanjut proses
penyusunan rancangan Peraturan Desa.
(5) Rancangan Peraturan Desa yang telah dikonsultasikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disampaikan Kepala Desa kepada BPD untuk
dibahas dan disepakati bersama.
Paragraf 2 Penyusunan Peraturan Desa oleh BPD
Pasal 7
(1) BPD dapat menyusun dan mengusulkan rancangan Peraturan Desa.
(2) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kecuali untuk rancangan Peraturan Desa tentang rencana
pembangunan jangka menengah Desa, rancangan Peraturan Desa
tentang rencana kerja Pemerintah Desa, rancangan Peraturan Desa
tentang APB Desa dan rancangan Peraturan Desa tentang laporan
pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa.
(3) Rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diusulkan oleh anggota BPD kepada pimpinan BPD untuk
ditetapkan sebagai rancangan Peraturan Desa usulan BPD.
120
Bagian Ketiga Pembahasan
Pasal 8
(1) BPD mengundang Kepala Desa untuk membahas dan menyepakati
rancangan Peraturan Desa.
(2) Dalam hal terdapat rancangan Peraturan Desa prakarsa Pemerintah
Desa dan usulan BPD mengenai hal yang sama untuk dibahas dalam
waktu pembahasan yang sama, maka didahulukan rancangan
Peraturan Desa usulan BPD sedangkan Rancangan Peraturan Desa
usulan Kepala Desa digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
Pasal 9
(1) Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik kembali
oleh pengusul.
(2) Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik
kembali kecuali atas kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa
dan BPD.
Pasal 10
(1) Rancangan peraturan Desa yang telah disepakati bersama
disampaikan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa kepada
kepala Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa paling lambat 7
(tujuh) Hari terhitung sejak tanggal kesepakatan.
(2) Rancangan peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib ditetapkan oleh kepala Desa dengan membubuhkan tanda
tangan paling lambat 15 (lima belas) Hari terhitung sejak diterimanya
rancangan peraturan Desa dari pimpinan Badan Permusyawaratan
Desa.
Bagian Keempat Penetapan Pasal 11
(1) Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Sekretaris
Desa untuk diundangkan.
(2) Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani Rancangan Peraturan
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rancangan Peraturan
121
Desa tersebut wajib diundangkan dalam Lembaran Desa dan sah
menjadi Peraturan Desa.
Bagian Kelima Pengundangan
Pasal 12
(1) Sekretaris Desa mengundangkan peraturan desa dalam lembaran
desa.
(2) Peraturan Desa dinyatakan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat sejak diundangkan.
Bagian Keenam Penyebarluasan
Pasal 13
(1) Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan BPD sejak
penetapan rencana penyusunan rancangan Peraturan Desa, penyusunan
Rancangan Peratuan Desa, pembahasan Rancangan Peraturan Desa,
hingga Pengundangan Peraturan Desa.
(2) Penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat dan
para pemangku kepentingan.
Kemudian diatur tentang tata cara evaluasi dan klarifikasi peraturan desa
yang dimaktub dalam bab IV pasal 14 sampai pasal 20. (1) Rancangan
Peraturan Desa tentang APB Desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi
Pemerintah Desa yang telah dibahas dan disepakati oleh Kepala Desa
dan BPD, disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota Melalui
camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk
dievaluasi. (2) Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil evaluasi
dalam batas waktu, Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya.
Bupati dan Walikota dapat membentuk tim evaluasi Rancangan Peraturan
Desa. Hingga sampai diundangkan setelah di evaluasi dan diklarifikasi
maka Peraturan Desa yang sudah melampaui proses tersebut akan
diundangkan oleh Pemerintah Desa. Dalam hal ada masalah tidak
ditindaklanjutinya proses evaluasi dan klarifikasi oleh Kepala Desa maka
Bupati/Walikota dapat membatalkan Peraturan Desa tersebut.
122
Peraturan Bersama Kepala Desa
Peraturan Bersama Kepala Desa di Permendagri 111 tahun 2014
didalamnya termasuk Perencanaan, Penyusunan, Pembahasan,
Penetapan, dan Pengundangan kemudian bagian tentang
Penyebarluasan.
Peraturan Bersama Kepala Desa dirancang dan disusun oleh dua Kepala
Desa atau lebih dalam rangka kerjasama antar desa. Perancangan ini
dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Musdes - Musyawarah
Desa. Kemudian Kepala Desa pemrakarsa Peraturan Bersama Kepala
Desa menyusun rancangan peraturan tersebut.
Bagian Ketiga Pembahasan, Penetapan dan Pengundangan
Pasal 24
Pembahasan rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa dilakukan oleh
2 (dua) Kepala Desa atau lebih.
Pasal 25
(1) Kepala Desa yang melakukan kerja sama antar-Desa menetapkan
Rancangan Peraturan Desa dengan membubuhkan tanda tangan
paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal disepakati.
(2) Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang telah dibubuhi
tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diundangkan
dalam Berita Desa oleh Sekretaris Desa masing-masing desa.
(3) Peraturan Bersama Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1
mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak tanggal
diundangkan dalam Berita Desa pada masing-masing Desa.
Bagian Keempat Penyebarluasan
Pasal 26
Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan kepada masyarakat
Desa masing-masing.
Peraturan Kepala Desa
123
Kepala Desa memiliki dasar untuk membuat Peraturan Kepala Desa
dalam Permendagri 111 tahun 2014 Pasal 27 sampai dengan Pasal 29.
Singkat dan jelas dalam pasal-pasal yang pendek:
BAB VI PERATURAN KEPALA DESA
Pasal 27 (1) Penyusunan rancangan Peraturan Kepala Desa dilakukan oleh Kepala
Desa.
(2) Materi muatan Peraturan Kepala Desa meliputi materi pelaksanaan
Peraturan di Desa dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
Pasal 28
Peraturan Kepala Desa diundangkan dalam Berita Desa oleh Sekretaris
Desa.
BAB VII PEMBIAYAAN
Pasal 29
Pembiayaan pembentukan Peraturan di Desa dibebankan pada APB
Desa.
Peraturan Desa Adat
Tentang Peraturan Desa Adat diatur dalam ketentuan lain-lain di Pasal 30
(ayat) 1 disebutkan bahwa (1) Peraturan Desa Adat disesuaikan dengan
hukum adat dan norma adat istiadat yang berlaku di Desa Adat sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Dijelaskan juga dalam ayat selanjutnya bahwa (2) Teknik dan prosedur
penyusunan Peraturan di desa yang diatur dalam Peraturan Menteri ini
berlaku secara mutatis mutandis bagi teknik dan prosedur penyusunan
Peraturan di desa adat.
Kepala Desa dapat menetapkan Keputusan Kepala Desa untuk
pelaksanaan Peraturan di desa, peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dan dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa yang
bersifat penetapan, disebutkan dalam Pasal 31. Ketentuan Teknis tentang
penyusunan Peraturan Desa Adat dan Keputusan Kepala Desa
124
menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Pasal 32 Ayat 1) yang diteruskan di Ayat
2 bahwa Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan
peraturan di desa diatur dalam Peraturan Bupati/Walikota. Dan di Pasal 33
menyebutkan bahwa bentuk Peraturan di Desa dan Keputusan Kepala
Desa tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dalam peraturan Menteri ini, dalam hal ini Permendagri Nomor
111 tahun 2014 tentang Pedoman teknis peraturan di Desa.