Peradaban Turki Usmani-libre

download Peradaban Turki Usmani-libre

of 22

Transcript of Peradaban Turki Usmani-libre

  • TURKI USMANI

    Tugas Individu

    Makalah dipresentasikan pada Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam

    Dosen: Prof. Dr. Murodi, MA

    Disusun oleh

    Yudhi Fachrudin 2112011000010

    PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2013

  • PENDAHULUAN Setelah khalifah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara mongol, kekuatan

    politik Islan mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satusama lain bahkan saling memerangi. Pada abad ke 17, keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar yaitu Usmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia. Usmani adalah kerajaan yang awal kali berdiri dan juga terbesar sekaligus menjadi kerajaan yang paling lama berkembang bertahan di banding dua kerajaan lainnya.

    Dalam sejarah Islam, Khalifah-Sultan dari Konstantinopel menjadi raja yang paling kuat, yang mewarisi tidak hanya kekhalifahan Baghdad, tetapi juga kekaisaran Bizantium. Dengan hancurnya kekuatan Mamluk, dan berkembangnya kekuasaan bangsa Turki di Bosporus, maka fokus kekuatan Islam diarahkan ke Barat. Kenyataannya, pada saat itu pusat peradaban dunia telah berpindah ke Barat. Penemuan Amerika dan Tanjung Harapan telah mengalahkan perdagangan dunia ke rute-rute baru, dan seluruh kawasan Mediterania Timur mulai tenggelam di balik tirai sejarah. Di sini, sejarah kekhalifahan Arab dan dinasti-dinasti muslim yang didirikan pada Abad Pertengahan di atas reruntuhan kerajaan Arab telah sampai pada titik akhir, dan sejarah modern kerajaan-kekhalifahan Ustmani di mulai.

    Sekilas makalah ini membahas bagaimana situasi sosial politik dan keagamaan umat Islam di Asia Tengah dan Asia Kecil menjelang kemunculan kekuatan Usmani. Strategi pengembangan kekuatan Usmani, usaha-usaha pengembangan sosial keagamaan dan politik. Hubungan diplomatik dengan penguasaan Mughal dan Safawi serta kemunduran dan kehancuran kesultanan Turki Usmani.

  • PEMBAHASAN

    A. Situasi sosial politik dan keagamaan umat Islam di Asia Tengah dan Asia Kecil menjelang kemunculan kekuatan Usmani. Kedatangan kaum Turki Saljuk mengantarkan sebuah era baru dan penting dalam sejarah

    Islam dan Kekhalifahan. Dikala khalifah hanyalah pemegang kekuasaan bayangan dan hampir seluruh imperiumnya telah terpecah. Dalam situasi kacau balau, masuklah seorang kepala suku bernama Saljuk sekitar 956 sebagai pemimpin Klan Ghuzz Turki (atau Oghuz). Kaum pengembara yang datang dari padang-padang rumput luas di Turkistan. Pelan tapi pasti satu persatu merebut wilayah kekuasaan dinasti-dinasti Islam.

    Periode kekuasaan Turki Saljuk yang dipimpin Thugril (1037-1063), keponakan sekaligus penerusnya, Alp Arslan (1063-1072), dan periode putra terakhirnya, Maliksyah (1072-1092) mewakili periode-periode paling cemerlang dalam masa kekuasaan Saljuk atas dunia Islam di Timur, karena dibantu angkatan bersenjata suku-suku Turki yang masih segar. Saat masa paling gelap dalam sejarah Islam politik abad ke-14, Islam keagamaan justru mampu mencapai berbagai kemengan yang gemilang. Wilayah taklukannya semakin menyebar sehingga wilayah Asia Barat, dipersatukan dalam kerajaan Muslim, dan membangkitkan kembali kemasyhuran tentara Muslim yang telah sirna. Sebuah ras baru dari Asia Tengah berjuang mati-matian agar Islam kembali manggung dan mendapatkan supremasinya di dunia1.

    Warga Oghuz yang mendirikan imperium Saljuk di Iran, terus mengembangkan wilayah kekuasaannya sampai Georgia, Armenia dan Anatolia Bizantium dan juga mendirikan Negara dan masyarakat Saljuk lainnya di daerah-daerah baru itu. Di antara beberapa Negara tentara wilayah perbatasan, salah satunya dipimpin oleh Ertugrul. Ertugrul berjasa telah membantu Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Pada 1258 M Eltugrul meninggal dunia. Selanjutnya digantikan putranya, Usman (1281-1324). Nama Usman inilah yang kemudian lahir istilah Kerajaan Turki Usmani atau Kerajaan Usmani.

    1 Philip K. Hitti, History of the Arabs, terj, (Jakarta: Serambi, 2010), Cet. 2, hal. 604

  • Ertugrul telah mendatangkan sekitar 400 pengikutnya untuk mengabdi kepada rezim Saljuk. Lantaran pertempuran untuk memperebutkan kekuasaan atas wilayah padangrumput. Pada 1300 M Sultan Alaudin meninggal, maka Usman mengumumkan diri sebagai Sultan yang berdaulat penuh dengan gelar Padinsyah Ali Usman.

    Maka berdirilah dinasti Turki Usmani dengan memperluas wilayah sampai kepada lahan-lahan perkebunan, dan cucunya merebut kekuasaan atas sebuah Kota penting, Basrah. Sampai wilayah kekuasaan baru dikuasai secara sempurna sejak kemenangannya pada perang Kosovo tahun 1389 serta berencana menyerbu Constantinopel2.

    Asal usul Daulah Usmani Daulah Usmani berasal dari suatu kabilah yang hidup di Turkistan, dibawah pimpinan

    Sulaiman Syah. Kabilah Turki ini berpindah dari satu tempat ke tempat lain menghindari bangsa Mongol, akhirnya sampai di Asia Kecil di bawah pimpinan Usman, dan mendirikan daulah baru pada tahun 1300 M. Usman inilah pendiri daulah Usmaniyah Turki yang didirikan di atas puing-puing kesultanan Saljuk. Dengan timbulnya daulah Usmaniyah dapatlah Islam kembali menunjukkan kegagahperkasaan yang luar biasa dan dapat menyambung usaha dan kemegahan yang lama sampai abad XX ini. Dari semenanjung Balkan daulah Usmaniyah melebarkan sayapnya ke sebelah Timur sehingga dalam waktu singkat seluruh Persia dan Irak, yang dikuasai daulah Shafawiyah yang beraliran Syiah, dapat direbut. Selanjutnya menguasai Syam dan Mesir sehingga pada tahun 1516 M/923 H dinasti Usmaniyah memegang kendali Dunia Islam dengan pusat pemerintahannya di Istanbul3.

    Dengan wilayahnya yang luas membentang dari Afrika Utara, Jazirah Arab, Balkan hingga Asia Tengah, Turki Usmani menyimpan keberagaman bangsa, budaya dan agama, Turki usmani mampu berkuasa selama kurang lebih 6 abad berturut-turut. Ira M. Lapidus menyebutkan berkat penguasaan atas daerah barunya benar-benar menimbulkan sejumlah konversi ummat Kristen ke agama Islam di Anatolia, sebelum migrasi bangsa Turki, warga Yunani, Armenia, Georgia, dan warga Syria di Anatolia secara mayoritas pemeluk Kristen. Pada abad kelimabelas lebih dari 90% penduduknya telah Muslim.

    2 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, terj, (Jakarta: Rajawali Press, 1999), Cet. 1, hal. 473 3 Musyifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. Ke-1, Hal. 240-241

  • Kesultanan Turki menjadi pusat interaksi antar Barat dan Timur selama enam abad. Pada puncak kekuasaannya, Kesultanan Utsmaniyah terbagi menjadi 29 propinsi. Dengan Konstantinopel (sekarang Istambul) sebagai ibukotanya, kesultanan ini dianggap sebagai penerus dari kerajaan-kerajaan sebelumnya, seperti Kekaisaran Romawi dan Bizantium. Pada abad ke-16 dan ke-17, Kesultanan Usmaniyah menjadi salah satu kekuatan utama dunia dengan angkatan lautnya yang kuat.

    Silsilah para penguasa Turki Usmani Dalam masa kurang lebih 6 abad (1294-1924) berkuasa, kerajaan Turki Usmani

    mempunyai raja sebanyak 38 orang yang silih berganti. Phillip K. Hitti menyebutkan silsilah para penguasa Turki Utsmani;

    Utsman I (1299) Urkhan (1326) Murad I (1359) Bayazid I (1389-1401) Muhammad I (1403) Murad I (1421) Muhammad II (1451) Bayazid II (1481) Salim I (1512) Sulaiman I (1520) Salim II (1566) Murad II (1574) Muhammad III (1595) Ahmad I (1603) Musthafa I (1617, 1622) Utsman II (1618) Murad IV (1623) Ibrahim (1640) Muhammad IV (1648) Sulaiman II (1687) Ahmad II (1691) Musthafa II (1695) Ahmad III (1703) Mahmud I (1730) Utsman III (1754) Mustaffa III (1757) Abd al-Hamid I (1774) Salim III (1789) Musthafa IV (1807) Mahmud II (1808) Abd al-Majid I (1839) Abd al-Aziz (1861) Murad V (1876) Abd al-Hamid II (1876) Muhammad V Rasyad (1909) Muhammad VI Wahid al-Din (1918-1922)4 dan Abdul Majid II (1922-1924).

    Periode-periode Kekuasaan Turki Usmani

    4 Philip K. Hitti, History of the Arabs, terj.., hal. 908

  • Periode pertama, masa awal-awal pendirian kerajaan Turki Usmani. Usman sebagai pendiri kerajaan Usmani berkeinginan memperluas kekuasaannya mulai menyerang ke daerah perbatasan Bizantium dan menaklukan Kota Broessa (1317 M) yang kemudian di jadikan Ibukotanya (1326 M) begitu juga Urkhan (726-761 H/1326-1359 M) yang menggantikan ayah juga mengkonsentrasikan pada penakluk-penakluk. Di pilihnya Orkhan yang merupakan anak ke dua dari Usman karena mempunyai kecakapan dan keberanian di banding kakaknya Ala Al Din. Orkhan memberikan kekuasaan untuk mengatur dan mengawasi persoalan dalam negeri kepada kakaknya. Dalam penaklukan ke Kota terakhir milik Bizantium, di Asia kecil dapat di kuasai seperti Azmir (1327 M), Thawasynli (1330 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M) dan Gallipoli (1356 M).

    Periode kedua (1402-1566), kerajaan Usmani mencapai peradaban tinggi karena kepandaian masyarakatnya yang adatif terhadap kemajuan masyarakat-masyarakat di sekitarnya. Para sultan juga menaruh perhatian yang tinggi kepada perkembangan ilmu pengetahuan. Masyarakat Turki bersentuhan dengan peradaban Bizantium, Persia, dan Arab sebagai wilayah yang kaya dari kebudayaan dan peradaban tinggi. Pada masa ini Turki Usmani mencapai puncak kegemilangan emasnya. Sultan-sultannya; Muhammad I (1403) Murad I (1421) Muhammad II (1451) Bayazid II (1481) Salim I (1512) Sulaiman I (1520).

    Muhammad II Kesultanan ini memasuki zaman kejayaannya di bawah beberapa sultan. Muhammad II

    adalah sultan yang cerdas dan kuat. Dibawah kekuasaannya berhasil merebut Konstantinopel sebagai ibukota Bizantium sebagai pusat agama Kristen. Sultan Muhammad II digelari Al-Fatih yang berarti sang penakluk. Al-Fatih mengerahkan pasukan berjumlah 250.000. Dalam peperangan kaisar Constantin IX mati terbunuh. Sultan Muhammad II kemudian mengganti Nama Konstantinopel menjadi Istanbul. Istanbul dijadikan Ibukota kerajaan Usmani. Instanbul artinya Kota Islam. Dengan jatuhnya Konstaninopel pengaruhnya sangat besar, Konstantinopel banyak menyimpan ilmu pengetahuan dan menjadi pusat Kristen Ortodoks. Selain itu, Kota itu sangat strategis karena menghubungkan dua benuh secara langsung, Eropa dan Asia. Penaklukan Kota itu memudahkan mobilisasi pasukan dari Anatolia ke Eropa5.

    5 Musyifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik.., hal. 200

  • Kejatuhan Konstantinopel ke tangan Umat Islam sudah diramalkan oleh Rasulullah. Hal ini yang menguatkan tekad Muhammad II untuk mewujudkan hadis Rasul yang sewaktu kecil Syaikh Aaq Syamsuddin mengisyaratkan kepada Muhammad kecil bahwa dirinyalah yang dimaksudkan oleh hadis Rasul, dengan mengulang-ulang hadis Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baiknya pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baiknya pasukan (HR. Ahmad bin Hanbal dan Musnadnya 4/335). Dan hadis, Suatu ketika kami sedang menulis di sisi Rasulullah Saw. Tiba-tiba beliau ditanya, Mana yang terkalahkan lebih dahlu, Konstantinopel atau Romawi? Beliau menjawab, Kota Herakliuslah yang akan terkalahkan lebih dulu, maksudnya adalah Konstantinopel. (HR. Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim)6. Maka tepat tanggal 28 Mei 1453 ramalan Rasul terbukti, konstantinopel jatuh ke tangan Umat Islam7.

    Kostantinopel merupakan Kota paling strategis di dunia saat itu. Kota ini mudah diakses melalui darat maupun aut dan menjadikannya titik temu perdagangan antara Asia dan Eropa melalui Jalur Sutera (The Silk Road). Andaikata dunia ini berbentuk satu kerajaan, maka Konstantinopel akan menjadi kota yang paling cocok untuk menjadi ibukotanya8. Selain itu Konstantinopel merupakan kota yang indah dan berperadaban tinggi. Posisinya yang strategis baik geografis, maupun politik dalam sejarahnya, Konstantinopel mengakibatkan berkali-kali dikepung dan menjadi sasaran penaklukan tidak hanya dari bangsa Arab, tetapi juga dari bangsa lainnya, Gothik, Avars, Persia, Bulgar, Rusia, Khazar9.

    Pada masa sultan Muhammad al-Fatih ilmu pengetahuan mendapat cukup perhatian, sehingga pada masa itu tampak kemajuannya, terbukti dengan tersebarnya sekolah-sekolah dan akademisi-akademisi di semua Kota besar ataupun kecil, demikian pula dengan desa-desa terpencil. Disamping itu semua sekolah-sekolah dan akademisi-akademisi telah terorganisir, berjenjang dan memiliki kurikulum serta bersistem jurusan. Disamping itu ada perpustakaan-

    6 Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Silsilah Hadis Shahih, Solo: Pustaka Mantiq, 1997, Hadis no.4, hal.

    19 7 Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, (Jakarta:: Logos, 1997), hal. 69 8 Ali Muhammad Syalaby, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar,

    2005), hal.105 9 Alwi Alatas, Al-Fatih, sang Penakluk Konstantinopel, (Jakarta: Zikrul, 2005), cet.1, hal. 15

  • perpustakaan yang dibangun di sekitar sekolah dimana pengelolaan perpustakaan tersebut sangat tertib, terbukti dengan keteraturan catatan peminjam10.

    Penerjemahan kitab-kitab pada masa sultan Al-fatih telah dilakukan penerjamahan khazanah-khazanah lama dari bahasa Yunani, Persia dan Arab kedalam bahasa Turki, salah satu buku yang diterjemahkan adalah Masyahir al-Rijal (orang-orang terkenal) karya poltark, buku-buku lainnya yang diterjemahkan karangan Abu Al-Qasim Al-Zaharowi Al-Andalusi, seorang ahli kedokteran yang berjudul al-Tashrif fi al-Thibbi. Buku ini kemudian diberi tambahan pembahasan alat-alat untuk bedah dan posisi pasien tatkala terjadi operasi bedah11.

    Sultan Salim I Sultan Salim I (1512-1520) secara dramatis memperluas batas wilayah kesultanan dengan

    mengalahkan Shah Dinasti Safawi dari Persia, Ismail I, di Perang Chaldiran. Salim I juga memperluas kekuasaan sampai ke Mesir dan menempatkan keberadaan kapal-kapal kesultanan di Laut Merah. Pewaris takhta Salim, Sulaiman yang Agung (1520-1566) melanjutkan ekspansi Salim.

    Sulaiman I Zaman keemasan Usmani dialami pada masa Sulaiman I. Orang Barat menyebutnya The

    Magnificent. Wilayah kekuasaannya mencakup tiga benua yaitu Asia (Persia, Syria, Hejaz, Armenia, Irak, Yaman), Afrika (Mesir, Libya, Tunis, Aljazair), Eropa (Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, Rumania, Austria).

    Zaman keemasan ditandai dengan kemajuan ekonomi dan perdagangan, hasil pajak, dan perannya sebagai Negara penghubung antara dunia Timur dan Barat melalui pelabuhan-pelabuhan yang dikuasainya. Kemajuan itu ditopang pula dengan kesadaran masyarakat yang rela mengeluarkan harta wakaf bagi kepentingan agama dan umum12.

    Sebagian besar penaklukan wilayah Afrika Utara dicapai selama masa kekuasaan Sulaiman I (1520-1566), seorang anak penakluk Suriah Mesir dan orang yang berdiri di balik puncak kejayaan kerajaan Usmani.

    10 Ali Muhammad Syalaby, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah.., hal. 180 11 Ali Muhammad Syalaby, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah.., hal. 184 12 Didin Saefudin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: UIN Press, 2007), Cet. 1, hal. 167

  • Pada masa pemerintahan Sulaiman I, sebagian besar wilayah Hongaria ditaklukkan, Wina tunduk, dan Rhodes dapat diduduki. Kekuasaan Utsmani terus melebarkan sayapnya dari Budapes di Danube ke Baghdad di Tigris, dan dari Crimea hingga air terjun pertama sungai Nil. Kerajaan ini menjadi kerajaan Muslim terbesar pada masa modern; tidak hanya itu, kerajaan ini pun menjadi kerajaan Muslim terlama sepanjang sejarah. Tidak kurang dari tiga puluh enam sultan-semuanya laki-laki dari garis keturunan Ustmani berkuasa dari 1300 hingga 1922.

    Sulaiman dikenal oleh rakyatnya dengan sebutan mulia al-Qanuni (pemberi hukum) karena sangat menghormatinya, dan namanya diabadikan menjadi nama himpunan perundang-undangan. Dia memberikan tugas kepada Ibrahim al-Halabi (dari Aleppo, w. 1549) untuk menyusun sebuah buku hukum berjudul Multaqa al-Abhur (titik pertemuan lautan), yang kemudian tetap menjadi karya standar menyangkut undang-undang hukum Ustmani hingga reformasi abad ke-19. Keagungan raja besar itu tidak hanya diakui oleh rakyatnya, bahkan orang Eropa pun mengenalnya sebagai Yang Agung, dan gelarnya itu sesuai dengan kenyataan. Istananya, menjadi salah satu istana paling megah di Eurasia (Eropa-Asia). Sebagaimana tergambar dalam surat yang ditujukan kepada Raja Prancis I. Roger B. Merriman dalam Phillip K. Hitti menuliskan13;

    Aku, Sultan para sultan, raja diraja, penguasa atas semua penguasa, pemberi mahkota untuk kerajaan di muka bumi, bayangan Tuhan di muka bumi, sultan dan penguasa Laut Putih dan Laut Hitam, penguasa Rumelia, Anatolia, Karamania, Romawi, Zulkadria, Diarbekir, Kurdistan, Azerbaijan, Persia, Damaskus, Aleppo, Kairo, Mekah, Madinah, Yerussalem, dan seluruh kawasan Arab; penguasa Yaman, dan wilayah lain yang telah ditaklukkan oleh nenek moyang dan leluhur-leluhurku-semoga Tuhan menerangi kubur mereka- yang mulia dengan kekuasaan senjata mereka, dan yang kemuliaan Agustusku telah menetapkan sasaran untuk tebasan pedang dan pisau belatiku. Aku Sulaiman Khan, putra Salim Khan, Putra Sultan Bayazid Khan; ditujukan padamu, Francis, Raja bangsa, Prancis. Sulaiman menyempurnakan dan memperindah Ibukota, serta kota-kota lain dengan

    mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit, istana, mausoleum, jembatan, terowongan, jalur kereta, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa dua ratus tiga puluhlima di antaranya dibangun oleh 13 Philip K. Hitti, History of the Arabs, terj.., hal 911

  • arsitek kepercayaannya, Sinan. Arsitek paling tenar dan paling istimewa yang pernah dilahirkan Turki. Karya Agungnya adalah masjid agung Sulaimaniyah dirancang untuk menandingi Santa Sophia. Tinggi kubah utama masjid ini enam belas kaki lebih tinggi dari Katedral Justine. Mihrab dan dinding belakang dihiasi dengan porselen yang indah dan anggun bergaya Persia. Lampu-lampu dengan sinarnya yang putih menerangi Kota Bosporus14,

    Lima faktor yang menyebabkan kesuksesan Dinasti Usmani dalam perluasan wilayah Islam, diantaranya15;

    a. Kemampuan orang-orang Turki dalam strategi perang terkombinasi dengan cita-cita memperoleh ghonimah (harta rampasan perang).

    b. Sifat dan karakter orang Turki yang selalu ingin maju dan tidak pernah diam serta gaya hidupnya yang sederhana, sehingga memudahkan untuk tujuan penyerangan.

    c. Semangat jihad dan ingin mengembangkan Islam. d. Letak Istanbul yang sangat strategis sebagai Ibukota kerajaan jugasangat menunjang

    kesuksesan perluasan wilayah ke Eropa dan Asia.

    e. Kondisi kerajaan-kerajaan di sekitarnya yang kacau memudahkan Dinasti Usmani mengalahkannya.

    Periode ketiga (1566-1699) ditandai dengan kemampuan Usmani mempertahankan wilayahnya sampai lepasnya Hungaria. Kemundurun mulai terjadi. Sultannya; Salim II (1566) Murad II (1574) Muhammad III (1595) Ahmad I (1603) Musthafa I (1617, 1622) Utsman II (1618) Murad IV (1623) Ibrahim (1640) Muhammad IV (1648) Sulaiman II (1687) Ahmad II (1691) Musthafa II (1695). Para Sultan penggantin Sulaiman I tidak memiliki kecakapan dalam memimpin serta kurang terlibat langsung dalam administrasi Negara. Sementara itu, beberapa pihak mulai turut capur dalam mengatur Negara seperti Jenissary, Sipahi, Lingkaran istana, dan para ulama dengan lembaganya. Pada masa ini mulai muncul pemberontakan dan usaha-usaha memisahkan diri dari pemerintahan Usmani.

    Periode keempat (1699-1839) ditandai dengan surut kekuatan kerajaan dan pecahnya wilayah di tangan penguasa wilayah. Sultannya Ahmad III (1703) Mahmud I (1730)

    14 Philip K. Hitti, History of the Arabs.., hal. 912 15 Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: LESFI, 2004), hal. 131.

  • Utsman III (1754) Mustaffa III (1757) Abd al-Hamid I (1774) Salim III (1789) Musthafa IV (1807) Mahmud II (1808). Kekuaatan asing seperti Rusia dan Austria mulai memainkan perannya dalam memanfaatkan kelemahan militer Usmani. Pada periode ini Jenissary memberontak yang berakibat hilangnya tahta Ahmad III. Sekalipun pada Mahmud II melakukan pembunuhan masal terhadap tentara Jenissary di Konstantinopel. Namun, Turki Usmani mengalami penurunan kekusaan di abad 18.

    Periode kelima (1839-1922) ditandai dengan kebangkitan kultural dan administratif dari Negara di bawah pengaruh ide-ide Barat. Pada periode ini dilakukan pembaharuan politik, administrasi dan kebudayaan hingga kejatuhannya di tahun 1924 dan berganti menjadi republik. Sultannya; Abd al-Hamid II (1876) Muhammad V Rasyad (1909) Muhammad VI Wahid al-Din (1918-1922) dan Abdul Majid II (1922-1924). Pada periode ini muncul gerakan pembaruan seperti Tanzimat, Usmani Muda, dan Turki Muda. Wilayah Usmani makin berkurang karena serangan Barat. Dukungan Usmani ke Jerman dalam Perang Dunia II menyebabkan kehilangan dimana-mana. Abdul Majid II hanya bergelar Khalifah, tanpa gelar Sultan. Puncaknya kekhilafahan Turki Usmani dihapuskan oleh Kemal Attaturk, dan Turki dirombak menjadi Negara national Republik Turki16.

    B. Strategi pengembangan kekuatan Usmani, usaha-usaha pengembangan sosial keagamaan dan politik. Populasi kerajaan Turki Ottoman sebenarnya sangat heterogen dalam agama, bahasa dan

    struktur sosial. Islam menjadi agama dominan, namun gereja Yunani dan Orthdok Armenia tetap memegang peran politik yang besar dalam kerajaan, selain itu, ada Yahudi Ottoman dengan populasi yang substansial. Kelompok bahasa juga beragam, di Semenanjung Balkan, berbicara Slavonic, Yunani, dan Albania menjadi mayoritas. Terdapat juga minomirat urki yang berbicara 16 Didin Saefudin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: UIN Press, 2007), Cet. 1, hal. 167-168

  • Romansa Vlach. Di Anatolia bahasa Turki adalah bahasa mayoritas, disamping bahasa Yunani dan Armenia. Di timur dan tenggara, menggunakan bahasa Kurdi. Di Suriah, Irak, Arabia, Mesir dan Afrika Utara sebagian besar berdialek Arab dengan bahasa Turki tingkat tinggi. Namun tidak ada provinsi manapun yang menjadi bagian Kerajaan Ottoman yang mempunyai bahasa sendiri. Bahasa Turki adalah bahasa pemerintahan dan Ligua Franca kaum elite. Struktur sosial kerajaan dengan perekonomian berlimpah dari sektor agricultural dan peternakan yang berkembang dengan variasi dalam iklim dan tanah daerahnya. Selain itu sebagian populasi kerajaan hidup secara seinomaden dengan menggemabla ternak. Pada pertengahan abad ke-17, elite politik dan militer cenderung berasal dari garis keturunan Albania atau Kaukasia. Umumnya, berasal dari Georgia, Abkhazia, atau Kirkassia. Tokoh agamis atau berlatar belakang hukum yang menjadi staf di sekolah tinggi agama, pengadilan umum dan masjid cenderung dari bangsa Turki. Sedangkan, di Balkan bagian barat, Bosnia atau di provinsi yang berbahasa Arab adalah dari bangsa Arab. Secara singkat, kerajaan Ottoman merupakan kerajaan multinasional17.

    Keseluruhan kebudayaan Turki merupakan campuran dari beraneka ragam elemen yang berbeda-beda. Diantaranya; Dari orang Persia, lahir corak-corak artistik, pola-pola yang indah, serta ide-ide politik yang mengangkat keagungan raja. Warisan-warisan kebudayaan Asia tengah yang nomaden, bisa disebutkan di antaranya kebiasaan mereka untuk berperang dan menaklukan, serta kecendrungan untuk berasimilasi dengan lentur. Bangsa Bizantium, kebanyakan melalui bangsa Saljuk dari Romawi, mewariskan berbagai lembaga militer dan pemerintahan. Di atas semua itu, bangsa Arab merupakan guru bagi bangsa Turki, sebagaimana dulu bangsa Yunani menjadi guru bagi bangsa Romawi. Dari bangsa Arablah orang Turki mendapatkan pengetahuan mereka, agama mereka-diserta prinsip sosial ekonomi dan hukum sucinya- dan system penulisan alphabet yang tetap digunakan sampai 1928. Sementara itu, kawasan Asia tengah hanya melahirkan sedikit karya sastra. Dengan mengadopsi karakter-karakter Islam dan Arab, ribuan istilah keagamaan, ilmu pengetahuan, hukum, dan sastra dipinja dari bahasa Arab dan bahasa Persia, dan banyak di antara istilah itu yang masih digunakan di Turki walaupun baru-baru ini ada gerakan nasionalisasi bahasa. Kerajaan Ustmani memberikan kontribusi orisinial yang cukup berarti dalam tiga bidang berikut; ilmu ketatanegaraan, arsitektur, dan puisi18.

    17 Ani Nursalikah, Ottoman, Kerajaan Islam Multinasional, Koran REPUBLIKA, Edisi, Senin, 6 Mei 2013 18 Philip K. Hitti, History of the Arabs.., hal. 912

  • Kerajaan Utsmani seperti kerajaan dan kekhalifahan lainnya pada umumnya lebih menekankan aspek militer dan mengembangkan prinsip dinasi dalam organisasinya. Tujuan utamanya tidak jauh dari kesejahteraan warga negaranya, yang personifikasinya diwakili sosok Khalifah-Sultan. Warga negeranya terdiri atas berbagai suku bangsa yang berbeda Arab, Suriah, Irak, Mesir, Berber, Kurdi, Armenia, Slavia, Yunani, Albania- dengan beragam kerayakinan, bahasa, dan cara hidup yang berbeda semuanya berhimpun di bawah kekuasaan Utsmani. Bahkan masyarakat Turki pribumi sendiri bisa dimasukkan ke dalam kelompok warga Negara umum. Bangsa Turki sejak berdirinya tetap menjadi kelompok minoritas dalam lingkup kekuasaan mereka yang begitu luas, dan tidak pernah berusaha menjajah negeri-negeri Arab. Keluarga penguasa memelihara keturunan mereka dengan cara menikahi wanita-wanita nonmuslim, dan memberikan hak kewarganegaraan yang penuh kepada siapa pun yang menerima Islam, memakai bahasa Turki dan bekerjasama dengan penguasa19.

    Bidang Militer Kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi

    kontak senjata dengan Eropa. Pembaruan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan sangat berarti bagi pembaharuan militer Turki. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit

    Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenisseri atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah Kerajaaan Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukan negeri-negeri nonmuslim di timur yang berhasil dengan sukses.

    Disamping Jenisseri, ada lagi prajurit dari tentara kaum feudal yang dikirim kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau kelompok militer Thaujiah. Angkatan laut pun dibenahi, karena memiliki peranan yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Usmani. Pada abad ke-16 angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya. Faktor utama yang mendorong kemajuan di lapangan militer ini ialah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang bersifat militer, berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan20.

    19 Philip K. Hitti, History of the Arabs.., hal. 913 20 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), cet. Ke-1, hal.200-201

  • Dalam persenjataan perang, Sultan Muhammad II memiliki meriam berukuran raksasa yang belum ada sebelumnya. Berat meriam mencapai 18 ton. Panjangnya sekitar 5,23 meter dan diameternya mencapai 0,635 meter. Panjang larasnya 3,15 meter dan tempat mesiunya berdiameter 0,248 meter. Meriam khusus pesanan pada 1464. Selain itu, pasukan artileri (bagian meriam) diperkuat sederet desainer insinyur di bidang teknologi persenjataan, yang terkenal Saruca Usta dan Muslihiddni Usta. Dengan meriam yang tercanggih di zamannya mampu mengepung dan menjebol benteng pertahanan musuh sewaktu penaklukan Konstantinopel. Kini meriam Mehmed II itu berada di Fort Nelson Museum.

    Bubuk mesiu di rumuskan dan ditemukan insinyur Islam Hasan ar-Rahman Najm al-Din al-Ahdab dalam kitabnya al-Furusiya val-Muhasab al-Harbiya dan Nihayat al-Suul val-Ummiya fi Taallum amal al Furusiya. Selain itu juga Hasan mengungkapkan torpedo yang digerakkan sistem roket yang berisi bahan peledak.

    Kitab-kitab tentang strategi peperangan dan persenjataan, diantaranya; Kitab al-Hiyal fil-Hurub ve Fath almadain hifz al-Durub (roket, bom dan panah api) ditulis oleh komandan Turki Alaadin Tayboga Al-Umari Al-Saki Al-Meliki Al-Nasir. Kitab tentang roket berjudul Kitabul Anik fil Manajik Kitabul Hiyal fil Hurub ve Fath ditulis Ibnu Arabbugha21.

    Senada dengan itu, Lothrop Stoddard, mengatakan Tidak seperti saudara sepupunya Mughol, Turki Usmani membangun imperium yang lebih lama usianya. Imperium itu merupakan kerajaan tanpa peradaban. Hal ini disebabkan mereka hanya sedikit mengenal kebudayaan. Satu-satunya yang mereka hargai hanyalah kemajuan militer. Dalam peperangan mereka diakui sebagai bangsa yang kuat, berani dan tabah. Pada permulaan kemegahannya, Turki memiliki pasukan meriam yang terbaik dan infantry yang terkuat di dunia. Mereka merupakan ancaman yang mengejutkan Eropa22.

    Sekalipun demikian bukan berarti perabadan-peradaban masa Turki Usmani terabaikan. Peradaban pada saat itu sangat berkembang dan maju dengan pesatnya. Pada masa ini pula banyak lahir ilmuan-ilmuan ternama yang menghasilkan karya yang sangat

    Bidang Maritim

    21 Heri Ruslan, Khazanah: Menelisik Warisan Peradaban Islam dari Apotek hingga Komputer Analog,

    Jakarta: Republika, 2010, cet. 1, hal. 128-129 22 Lothrop Stoddard, The New World of Islam, terj, (Jakarta: 1966), h. 25

  • Setelah Konstantinopel dijadikan ibukota kerajaan Turki Usmani. Istanbul menjadi pusat pelayaran. Sultan Muhammad II menetapkan lautan dalam Golden Horn sebgai pusat industri dan gudang persenjataan maritim dengan memerintahkan Komandan Angkatan Laut, Hamza Pasha. Di bawah komando Gedik Ahmed Pasha (1480) berhasil membangun kapal di Gallipoli Maritime Arsenal. Mariner Turki mendominasi Lautan Hitam dan menguasai Otranto.

    Pada era kekuasaan Sultan Salim I (1512-1520), pusat persenjataan maritim dimodifikasi. Salim berambisi menciptakan Daulah Usmani tidak hanya tangguh di darat, tapi juga kuat di laut. Pembangn dan perluasan pusat persenjataan maritim akhirnya dilakukan dari Galata sampai ke Sungai Kagithane River dibawah pengawasan Laksamana Cafer dan tuntas pada 1515, maka Tersedia 150 unit kapal dibangun. Dilengkapi dengan kapal laut terbesar di dunia abad ke-16 M, Turki Usmani telah menguasai Mediterania, Laut Hitam, dan Samudra Hindia. Atas penguasaan laut, kerat disebut Kerajaan yang bermaskas di atas kapal laut. Pada masa kejayaannya, Turki Usmani sempat menjadi Adikuasa yang disegani bangsa-bangsa di dunia baik di darat dan di laut23.

    Bidang Kebudayaan Dinasti Turki Usmani membawa peradaban Islam menjadi peradaban maju pada

    zamannya. Banyak muncul tokoh-tokoh penting pada abad ke-16, 17, dan 18 masa kekuasaannya. Diantaranya;

    Nafii (1582-1636 M) seorang penyair yang terkenal. Nafii bekerja pada Murad Pasya dengan menghasilkan karya-karya sastra Kaside yang mendapat tempat di hati para Sultan. Yusuf Nabi (1642-1712 M), juru tulis bagi Musahif Mustafa. Yusuf Nabi menunjukkan pengetahuannya yang luar biasa dalam puisinya. Puisinya menyentuh hampir semua persoalan agama, filsafat, roman, cinta, anggur dan mistisisme-, ia juga membahas biografi sejarah, bentuk prosa, geografi, dan rekaman perjalanan24.

    Haji Kholifa, seorang berpengetahuan luas, prajurit yang berani, dan pengarang yang cakap. Kitab karangannya; Kasyfu al-Dzunun, kamus yang memuat kira-kira 14.500 buah nama kitab dalam bahasa Arab yang disusun menurut abjad. Taqwimu al-Tawarikh, Tuhfatu al-Kibar fi Asfari al-Bihar, tentang armada daulah Usmaniah, Mizan al-Haq Fi Ikhtiyari al-Ahaq tentang

    23 Heri Ruslan, Khazanah.., hal. 131-132 24 Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam.., hal. 203

  • tasawuf. Daud Inthaqy seorang dokter dengan karyanya Tadzkirah Ulil Albab wa al-Jumuu lil-Ujbi al-Ujab, tentang ilmu kedokteran sebanyak tiga jilid. An-Nuzhatu al-Mubhiyah Fi tasyhizil Azhan wa Tadili al-Amzijah tentang Ilmu kedokteran.

    Bidang seni, syair dan arsitektur daulah Usmaniyah yang hampir semua sultan Turki memiliki minat yang besar. Terinspirasi Jalaluddin Rumi, seni bersyair di Turki berkembang. Penyair-penyair ternama Sultan Walid, putra Jalaludin Rumi, Yazzi Oghlu sangat terkenal karena syairnya tentang sejarah hidup Nabi Muhammad, Syekh Zada telah mengarang Sejarah Empat Puluh Menteri yang dipersembahkan kepada Sultan Murad II.

    Dalam bidang arsitektur, Daulah Usmaniyah mempunyai madzhab tersendiri yang disebut gaya/style Usmaniyah. Gaya ini muncul ketika Usmaniyah dapat mengalahkan kerajaan Byzantium. Pertemuan arsitektur Byzantium dan Turki Usmaniyah itu telah melahirkan suatu gaya yang baru. Perwujudannya dalam bentuk Qubah setengah lingkaran dengan pilar-pilar yang besar sebagaimana terlihat pada bentuk Qubah masjid Istiqlal di Indonesia. Sejak itu bermunculanlah masjid baru dengan style Usmani, yang termegah adalah masjid Aya Sophia dan masjid Sulaiman. Selain itu mendirikan 55 buah Madrasah tempat mempelajari agama, 7 buah asrama besar untuk mempelajari al-Quran, 5 buah taqiyah tempat memberi makan fakir miskin, 5 buah rumah sakit, 7 mushala, 33 buah istana, 18 buah rumah pesanggrahan, 5 buah museum. Semuanya arsitektur bergaya Turki dengan tokohnya Sinan Pasha25.

    Pada pusat pemerintahan Usmani terdapat sebuah istana pejabat yang sangat luas. Istana Istambul the Topkapi Saray- dibagi menjadi bagian dalam dan bagian luar. Bagian dalam merupakan jantung imperium. Bagian dalam ini terdiri tempat tinggal sultan dan haremnya, kamar-kamar pribadi dan kekayaan sang penguasa, dapur kerajaan, dan sekolahan untuk melatih pesuruh dan budak untuk dipekerjakan di bagian dala. Bagian luar digunakan untuk kantor administrasi kemiliteran dan sipil, kantor bagi kalangan ulama istana, staf dapur, pengrajin, dan tukang kebun yang menjaga keindahan halaman istana dan juga melakukan tugas-tugas kemiliteran26.

    Otoritas sultan-sultan Usmani juga didasarkan kepada sebuah kultur kosmopolitan yang terdiri dari unsur-unsur kultur Arab, Persia, Bizantium dan unsur kultur bangsa Eropa. Mehmed

    25 Musyifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. Ke-1. 242-246 26 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam.., hal. 487

  • II, seorang ahli kesenian yang liberal, mengembangkan syair-syair Persia dan juga seni lukis Eropa. Sastrawan Arab dan Persia, pelukis Italia, dan pujangga Yunani dan Serbia berdatangan di Istananya27.

    Warga Muslim Turki terbagi-bagi menjadi sejumlah mazhab hukum dan thariqat, yang mana pihak Usmani dengan tegas membawanya di bawah pengendalian Negara. Kedudukan kaum Sufi sangat penting bagi negera Usmani disebabkan karna perannya yang sangat besar di dalam masyarakat pedalaman. Sufi babas telah memobilisasi kelompok-kelompok pasukan Turki dan mengerahkan mereka untuk berangkan ke Medan perang, melindungi kaum pelancong, menengah perselisihan, bahkan membantu menciptakan tatanan sosial di wilayah pedalaman. Thariqat keagamaan di Kota juga berkembang subur di Anatolia dan Balkan. Tokoh-tokoh thariqat Mevlevi yang unsur spiritualnya diturunkan dari Syekh Mawlana Jalal al-Din al-Rumi (1207-1273)28.

    Kemunduran dan kehancuran kesultanan Turki Usmani. Kerajaan Turki Usmani mulai memasuki fase kemundurannya. Selama rentang dua abad

    lebih setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M) tidak ada tanda-tanda membaik sampai paroh pertama abad ke-19. Satu per satu negeri-negeri di Eropa yang dulu dikuasainya memisahkan diri bahkan beberapa daerah di Timur Tengah mencoba bangkit dan memberontak. Di Mesir, Dinasti Mamluk bangkit kembali di bawah Ali Bey tahun 1770 M. Di Libanon dan Syria, Fakhru Al-Din, berhasil menguasai Palestina dan pada 1610 M merampas Baalbak dan mengancam Damaskus. Di Persia, Kerajaan Safawi selalu menang melawan Turki Usmani. Di Arabia bangkit kekuatan baru yaitu aliansi antara pemimpin agama Muhammad ibn Abd Al-Wahbah yang dikenal dengan gerakan Wahhabiyah dengan penguasa lokal Ibn Saud. Mereka berhasil menguasai beberapa daerah Arab dan sekitarnya di awal paroh kedua abad ke-18 M29.

    Sepeninggal Sulaiman tahun 1566, beberapa wilayah kekuasaan kesultanan mulai menghilang. Kebangkitan kerajaan-kerajaan Eropa di barat beserta dengan penemuan jalur alternatif Eropa ke Asia melemahkan perekonomian Kesulatanan Utsmaniyah. Efektifitas militer

    27 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam.., hal. 492 28 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam.., hal. 500 29 Hasan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), hal. 339

  • dan struktur birokrasi warisan berabad-abad juga menjadi kelemahan dibawah pemerintahan Sultan yang lemah. Walaupun begitu, kesultanan ini tetap menjadi kekuatan ekspansi yang besar sampai kejadian Pertempuran Wina tahun 1683 yang menandakan berakhirnya usaha ekspansi Kesultanan Utsmaniyah ke Eropa.

    Kemunduran Turki Usmani hubungannya dengan bangsa Eropa. Antara lain semenjak bangsa Portugis menemukan jalan ke Timur melalui Tanjung Harapan sehingga semua hubungan perdagangan antara Timur dan Barat dipindahkan melalui jalan itu. Perpindahan jalur perdagangan ini berakibat segala beacukai dan jalur perdagangan yang semua lewat Laut Tengah dan menjadi monopoli daulah Usmaniyah, tidak dapat diambil lagi. Padahal itu merupakan urat nadi segala pembiayaan kekayaan daulah, yang kemudian mengambil segala keuntungan itu ialah bangsa Portugis. Ditambah lagi bangsa Spanyol menemukan benuah baru Benua Amerika yang kaya raya. Selain kekalahan di benteng Wina 1683 kemudian kekalahan terus bertambah sehingga perjanjian Carlowiz Daulah Usmani harus menyerahkan Hongaria kepada Australia, daerah Podolia kepada Polandia dan Arov kepada Rusia30.

    Pada abad tujuhbelas berlangsung perubahan situasi yang mempengaruhi perkembangan Turki Usmani. Dengan berakhirnya penyebarluasan wilayah kekuasaan, beberapa institusi kenegaraan kehilangan kapasitas administratif dan kemiliteran merka, dan imperium dilanda sejumlah pemberontakan besar, kemerosotan ekonomi, dan akhirnya dilanda berbagai kekalahan militer31.

    Perubahan situasi politik terkait secara erat dengan beberapa perubahan perekonomian Usmani, dengan kedudukan Usmani dalam ekonomi perdagangan internasionl, dan terkait dengan bangkitnya kekuatan imperialism internasional, dan terkait dengan bangkitnya kekuatan imperialism bangsa Eropa. Perubahan bermula dari kemerosotan kapasitas pejabat-pejabat Negara pusat secara langsung dari beberapa urusan kenegaraan, kebiasan para pangeran muda yang terbelenggu kepada haremnya yang menghalangi dari keterlibatan secara aktif dalam jabatan kemiliteran dan administratif akibatnya para sultan tidak memiliki ketajaman, ketidakcakapan dan terbentuknya otoritas yang menurun secara drastis.

    30 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarat: Bulan Bintang,

    1996), hal. 15 31 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam.., hal.514

  • Faktor kedua, hilangnya kedisiplinan dan loyalitas pasukan Jennisari. Demoralisasi Jennisari sebagaian disebabkan oleh monopoli kekuasaan Negara yang tercapai melalui pengukuhan kaum budak pada abad enambelas dan sebagian disebabkan karena merosotnya penghasilan.

    Faktor lain sama penting adalah penglepasan sistem timar secara bertahap kepada pajak pertanian. Hal ini memangkas wilayah pedalaman milik pasukan yang setia dan menimbulkan kekosongan administratif dan otoritas kebijakan di wilayah pedesaan.

    Posisi Negara Usmani menjadi goyah lantaran bangkitnya kekuatan Eropa. Semenjak awal abad enambelas Usmani telah bersaing dengan Portugis untuk memperebutkan kekuasaan jalur perdagangan di Samudra Hindia32.

    Sekalipun demikian budaya Islam yang dibawa Turki Usmani masih terlihat sampai sekarang di Austria, Wina. Masjid Fatih, Masjid Hamidiye, Masjid Sulaimaniah, Masjid Sultan Eyup, Masjid Bayezit, Masjid Sultanahmet, Masjid Selguklu, Masjid Osmanli33.

    Faktor Kemunduran Usmani Menurut Badri Yatim, banyak faktor yang menjadi penyebab kemunduran Turki Usmani;

    1. Wilayah kekuasaan yang sangat luas 2. Heterogenitas Penduduk 3. Kelemahan Para Penguasa 4. Budaya Pungli 5. Pemberontakan tentara Jenissari 6. Merosotnya ekonomi 7. Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi34 8. Peran serta para istri Sultan yang khianat 9. Perang yang berkesinambungan35

    32 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam.., hal. 516-517 33 Afriza Hanifa, Islam Berkembang Pesat di Wina, Koran REPUBLIKA, edisi, 5 Mei 2013. 34 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: RajaGrafindo, 2006), Ed.I, hal.167-169 35 Didin Saefudin, Sejarah Peradaban Islam.., hal. 172

  • Akibat kemunduran kerajaan Turki Usmani ini menyebabkan kekuatan-kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah dan menduduki daerah-daerah Muslim yang dulunya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.

    PENUTUP Kesultanan Turki Usmani baik dalam konsep maupun praktiknya berasal dari preseden-

    preseden Timur Tengah peninggalan Mamluk, Saljuk, dan Turki. Pengaruh Kristen dan bangsa Eropa relatif sedikit. Bahkan Turki Usmani sangat inovatif dan khas lantaran upaya pembaharuan terhadap organisasi militer budak dan penekanan terhadap jihad. Tentara-tentara Turki, budak-budak raja, sejarawan dan seniman kalangan istana semuanya berjuang untuk sebuah visi kerajaan tentang penyebaran Islam. Sang Sultan diagungkan sebagai gubernur militer, sebagai seorang khalifah Muslim pemersatu dan pembawa Islam kepada kemajuan peradabaan.

    Usmani yang dalam catatan sejarah suksesnya sebagai sebuah imperium yang besar. Tangguh di darat kuat di laut, kekuasaannya berdiri mengangkang di Bosporus, satu kakinya di Asia dan kaki lainnya di Eropa. Tidak hanya mewaris tanah dari Timur dan Barat diimbangi dengan pewarisan berbagai pemikiran, dan gabungan dari berbagai peninggalan lainnya sebagai fakta dalam sejarah Turki Utsmani. Namun sejak Perang Dunia I, wilayah Turki hanya tersisa sebatas wilayah Asia Kecil atau Anatolia. Kerajaan Islam sebesar itu runtuh dan akhirnya menjadi republik Turki pada tahun 1924. Orang Barat menyebutkan predikat The sick man of the Europa (si sakit yang ada di Eropa).

  • DAFTAR PUSTAKA

    Alatas, Alwi, Al-Fatih, sang Penakluk Konstantinopel, (Jakarta: Zikrul, 2005), cet.1 Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), cet. ke-1. Hassan, Hasan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989) Hitti, Philip K, History of the Arabs, terj, (Jakarta: Serambi, 2010), Cet. 2. Lapidus, Ira M, Sejarah Sosial Ummat Islam, terj, (Jakarta: Rajawali Press, 1999), Cet. 1. Maryam, Siti, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: LESFI, 2004). Mughni, Syafiq A, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, (Jakarta: Logos, 1997). Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarat: Bulan

    Bintang, 1996) Ruslan, Heri, Khazanah: Menelisik Warisan Peradaban Islam dari Apotek hingga Komputer

    Analog, Jakarta: Republika, 2010, cet. 1 Saefudin, Didin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: UIN Press, 2007), Cet. 1. Stoddard, Lothrop, The New World of Islam, terj ((Jakarta: 1966). Sunanto, Musyifah, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. Ke-1. Syalaby, Ali Muhammad, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, (Jakarta: Pustaka Al

    Kautsar, 2008). Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: RajaGrafindo, 2006), Ed.I. Koran REPUBLIKA, Afriza Hanifa, Islam Berkembang Pesat di Wina, Edisi, Minggu, 5 Mei

    2013.

  • ---------------------------, Ani Nursalikah, Ottoman, Kerajaan Islam Multinasional, Edisi, Senin, 6 Mei 2013