PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN … · 13) Makam Sunan Ampel dan Mbah Bungkul di Kota...

46
PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -1 2.1 TINJAUAN KEBIJAKAN 2.1.1 Kebijaksanaan Tata Ruang Provinsi Jawa Timur Kawasan peruntukan pariwisata di Provinsi Jawa timur meliputi daya tarik wisata alam, daya tarik wisata budaya, dan daya tarik wisata hasil buatan manusia. A. Daya Tarik Wisata Alam Daya tarik wisata alam di Provinsi Jawa Timur meliputi: 1) Air Terjun Dlundung di Kabupaten Mojokerto; 2) Air Terjun Sedudo dan Pemandian Sumber Karya di Kabupaten Nganjuk; 3) Air Terjun Madakaripura, Bromo-Ngadisari, dan Pantai Bentar di Kabupaten Probolinggo; 4) Air Terjun Watu Ondo di perbatasan Kabupaten Mojokerto dan Kota Batu; 5) Api Abadi di Kabupaten Pamekasan; 6) Arak-Arak di Kabupaten Bondowoso; 7) Banyuanget, Gua Gong, Gua Tabuhan, dan Pantai Teleng Ria di Kabupaten Pacitan; 8) Bukit Bededung dan Pantai Pasir Putih di Kabupaten Situbondo; 9) Coban Glotak, Pantai Balekambang, dan Pantai Ngliyep di Kabupaten Malang; 10) Danau Kastoba dan Pantai Labuhan di Pulau Bawean Kabupaten Gresik; 11) Grajagan, Pantai Plengkung, Pantai Sukamade, dan Kawah Ijen di Kabupaten Banyuwangi; 12) Gua Lowo, Pantai Karanggongso, Pantai Prigi, dan Tirta Jualita di Kabupaten Trenggalek; 13) Gua Maharani dan Pantai Tanjung Kodok di Kabupaten Lamongan; 14) Gunung Kelud di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri; TINJAUAN KEBIJAKAN & PUSATAKA 2 PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK

Transcript of PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN … · 13) Makam Sunan Ampel dan Mbah Bungkul di Kota...

  • PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -1

    2.1 TINJAUAN KEBIJAKAN

    2.1.1 Kebijaksanaan Tata Ruang Provinsi Jawa Timur

    Kawasan peruntukan pariwisata di Provinsi Jawa timur meliputi daya tarik wisata alam,

    daya tarik wisata budaya, dan daya tarik wisata hasil buatan manusia.

    A. Daya Tarik Wisata Alam

    Daya tarik wisata alam di Provinsi Jawa Timur meliputi:

    1) Air Terjun Dlundung di Kabupaten Mojokerto;

    2) Air Terjun Sedudo dan Pemandian Sumber Karya di Kabupaten Nganjuk;

    3) Air Terjun Madakaripura, Bromo-Ngadisari, dan Pantai Bentar di Kabupaten

    Probolinggo;

    4) Air Terjun Watu Ondo di perbatasan Kabupaten Mojokerto dan Kota Batu;

    5) Api Abadi di Kabupaten Pamekasan;

    6) Arak-Arak di Kabupaten Bondowoso;

    7) Banyuanget, Gua Gong, Gua Tabuhan, dan Pantai Teleng Ria di Kabupaten Pacitan;

    8) Bukit Bededung dan Pantai Pasir Putih di Kabupaten Situbondo;

    9) Coban Glotak, Pantai Balekambang, dan Pantai Ngliyep di Kabupaten Malang;

    10) Danau Kastoba dan Pantai Labuhan di Pulau Bawean Kabupaten Gresik;

    11) Grajagan, Pantai Plengkung, Pantai Sukamade, dan Kawah Ijen di Kabupaten

    Banyuwangi;

    12) Gua Lowo, Pantai Karanggongso, Pantai Prigi, dan Tirta Jualita di Kabupaten

    Trenggalek;

    13) Gua Maharani dan Pantai Tanjung Kodok di Kabupaten Lamongan;

    14) Gunung Kelud di Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri;

    TINJAUAN KEBIJAKAN & PUSATAKA 2 PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -2

    15) Gunung Wilis di Kabupaten Kediri, Kabupaten Madiun, Kabupaten Nganjuk,

    Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek, dan Kabupaten Tulungagung;

    16) Hutan Bambu, Pantai Watu Godeg, Ranu Bedali, Ranu Klakah, dan Ranu Pane di

    Kabupaten Lumajang;

    17) Hutan Surya, Pemandian Talun, dan Waduk Pondok di Kabupaten Ngawi;

    18) Kakek Bodo di Kabupaten Pasuruan;

    19) Kayangan di Kabupaten Bojonegoro;

    20) Kawah ijen di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso;

    21) Pantai Lombang dan Pantai Slopeng di Kabupaten Sumenep;

    22) Pantai Popoh di Kabupaten Tulungagung;

    23) Pantai Rongkang di Kabupaten Bangkalan;

    24) Pantai Watu Ulo di Kabupaten Jember;

    25) Pemandian Air Panas Cangar Tahura R. Soerjo di Kota Batu;

    26) Tahura R. Soeryo di Kabupaten Jombang, Kabupaten Malang, Kabupaten Mojokerto,

    Kabupaten Pasuruan, dan Kota Batu;

    27) Taman Nasional Bromo–Tengger–Semeru (BTS) di Kabupaten Lumajang, Kabupaten

    Malang, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Probolinggo;

    28) Telaga Ngebel dan Tirto Manggolo di Kabupaten Ponorogo; dan

    29) Telaga Sarangan di Kabupaten Magetan.

    B. Daya Tarik Wisata Budaya

    Daya tarik wisata budaya di wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi:

    1) Asta Yusuf, Asta Tinggi, Keraton, Masjid Agung, dan Museum di Kabupaten

    Sumenep;

    2) Candi Jabung di Kabupaten Malang;

    3) Candi Jabung Tirto di Kabupaten Probolinggo;

    4) Candi Penampihan di Kabupaten Tulungagung;

    5) Candi Penataran di Kabupaten Blitar;

    6) Gereja Poh Sarang dan Petilasan Jayabaya di Kabupaten Kediri;

    7) Gua Akbar, Makam Bekti Harjo, Makam Ibrahim Asmorokondi, dan Makam Sunan

    Bonang di Kabupaten Tuban;

    8) Kompleks Makam K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wachid Hasyim, Gus Dur, dan Sayid

    Sulaiman di Kabupaten Jombang;

    9) Makam Aer Mata Ebu di Kabupaten Bangkalan;

    10) Makam Batoro Katong di Kabupaten Ponorogo;

    11) Makam Proklamator Bung Karno di Kota Blitar;

    12) Makam Ratu Ebu di Kabupaten Sampang;

    13) Makam Sunan Ampel dan Mbah Bungkul di Kota Surabaya;

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -3

    14) Makam Sunan Drajat di Kabupaten Lamongan;

    15) Makam Sunan Giri, Makam Maulana Malik Ibrahim, dan Fatimah Binti Maemun di

    Kabupaten Gresik;

    16) Makam Troloyo di Kabupaten Mojokerto;

    17) Pura Mandara Giri Semeru Agung di Kabupaten Lumajang; dan

    18) Situs Peninggalan Budaya Majapahit di Kabupaten Mojokerto.

    C. Daya Tarik Wisata Hasil Buatan Manusia

    Daya tarik wisata hasil buatan manusia di wilayah Provinsi Jawa Timur meliputi:

    1) Bendungan Widas dan Taman Umbul di Kabupaten Madiun;

    2) Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS) di Kabupaten Bangkalan dan Kota

    Surabaya;

    3) Kebun Binatang Surabaya di Kota Surabaya;

    4) Kebun Raya Purwodadi dan Pemandian Banyubiru di Kabupaten Pasuruan;

    5) Kolam Renang Ubalan di Kabupaten Mojokerto;

    6) Pemandian Blambangan, Pemandian Kebon Agung, dan Pemandian Petemon di

    Kabupaten Jember;

    7) Pemandian Talun dan Waduk Pondok di Kabupaten Ngawi;

    8) Sumber Boto dan Tirta Wisata di Kabupaten Jombang;

    9) Taman Kosala Tirta, Taman Manunggal, dan Tirtosari di Kabupaten Magetan;

    10) Taman Safari di Kabupaten Pasuruan;

    11) Taman Sengkaling dan Waduk Selorejo di Kabupaten Malang;

    12) Taman Suruh di Kabupaten Banyuwangi;

    13) Ubalan Kalasan di Kabupaten Kediri;

    14) Waduk Gondang dan Wisata Bahari Lamongan (WBL) di Kabupaten Lamongan; dan

    15) Waduk Wonorejo di Kabupaten Tulungagung.

    Arahan pengelolaan kawasan peruntukan pariwisata meliputi:

    a) Pelengkapan sarana dan prasarana pariwisata sesuai dengan kebutuhan, rencana

    pengembangan, dan tingkat pelayanan setiap kawasan daya tarik wisata;

    b) Penguatan sinergitas daya tarik wisata unggulan dalam bentuk koridor pariwisata;

    c) Pengembangan daya tarik wisata baru di destinasi pariwisata yang belum berkembang

    kepariwisataannya; dan

    d) Pengembangan pemasaran pariwisata melalui pengembangan pasar wisatawan, citra

    destinasi wisata, kemitraan pemasaran pariwisata, dan perwakilan promosi pariwisata.

    Pengembangan koridor pariwisata sebagai bagian dari pengembangan kepariwisataan

    di Provinsi Jawa Timur, terdiri dari:

    A. Jalur pengembangan koridor A dengan pusat pelayanan wisata di Kabupaten Tuban dan

    Kota Surabaya, meliputi:

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -4

    1. Api Abadi di Kabupaten Pamekasan;

    2. Asta Yusuf, Asta Tinggi, Keraton, Museum, Pantai Lombang, dan Pantai Slopeng di

    Kabupaten Sumenep;

    3. Gua Akbar, Makam Bekti Harjo, Makam Ibrahim Asmorokondi, dan Makam Sunan

    Bonang di Kabupaten Tuban;

    4. Gua Maharani, Makam Sunan Drajat, Pantai Tanjung Kodok, Waduk Gondang, dan

    Wisata Bahari Lamongan (WBL) di Kabupaten Lamongan;

    5. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS), Kebun Binatang Surabaya, dan Makam

    Sunan Ampel di Kota Surabaya;

    6. Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS), Makam Aer Mata Ebu, dan Pantai

    Rongkang di Kabupaten Bangkalan;

    7. Makam Sunan Giri, Makam Maulana Malik Ibrahim, dan Fatimah Binti Maemun di

    Kabupaten Gresik; dan

    8. Makam Ratu Ebu di Kabupaten Sampang.

    B. Jalur pengembangan koridor B dengan pusat pelayanan di Kabupaten Magetan dan Kota

    Surabaya, meliputi:

    1. Air Terjun Dlundung, Candi Tikus, dan Kolam Renang Ubalan di Kabupaten

    Mojokerto;

    2. Air Terjun Sedudo dan Pemandian Sumber Karya di Kabupaten Nganjuk;

    3. Bendungan Widas dan Taman Umbul di Kabupaten Madiun;

    4. Hutan Surya, Pemandian Talun, dan Waduk Pondok di Kabupaten Ngawi;

    5. Sumber Boto dan Tirta Wisata di Kabupaten Jombang;

    6. Taman Kosala Tirta, Taman Manunggal, Telaga Sarangan, dan Tirtosari di Kabupaten

    Magetan; dan

    7. Kota Surabaya.

    C. Jalur pengembangan koridor C dengan pusat pelayanan di Kabupaten Pacitan dan Kota

    Malang, meliputi:

    1. Banyuanget, Gua Gong, Gua Tabuhan, dan Pantai Teleng Ria di Kabupaten Pacitan;

    2. Candi Penampihan dan Pantai Popoh di Kabupaten Tulungagung;

    3. Candi Penataran di Kabupaten Blitar;

    4. Coban Glotak, Pantai Balekambang, Pantai Ngliyep, Taman Sengkaling, dan Waduk

    Selorejo di Kabupaten Malang;

    5. Gereja Poh Sarang, Petilasan Jayabaya, dan Ubalan Kalasan di Kabupaten Kediri;

    6. Gua Lowo, Pantai Karanggongso, Pantai Prigi, dan Tirta Jualita di Kabupaten

    Trenggalek;

    7. Makam Batoro Katong, Telaga Ngebel, dan Tirto Manggolo di Kabupaten Ponorogo;

    8. Makam Proklamator Bung Karno di Kota Blitar; dan

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -5

    9. Kota Malang.

    D. Jalur pengembangan koridor D dengan pusat pelayanan di Kabupaten Banyuwangi,

    Kabupaten Situbondo, dan Kota Probolinggo, meliputi:

    1. Arak-Arak, Bukit Bededung, dan Pantai Pasir Putih di Kabupaten Situbondo;

    2. Bromo-Ngadisan, Candi Jabung Tirto, dan Pantai Bentar di Kabupaten Probolinggo;

    3. Grajagan, Kawah Ijen, Pantai Plengkung, Pantai Sukamade, dan Taman Suruh di

    Kabupaten Banyuwangi;

    4. Gunung Bromo, Kakek Bodo, Kebun Raya Purwodadi, Pemandian Banyubiru, dan

    Taman Safari di Kabupaten Pasuruan;

    5. Hutan Bambu, Pantai Watu Godeg, Pura Mandara Giri Semeru Agung, Ranu Bedali,

    Ranu Klakah, dan Ranu Pane di Kabupaten Lumajang; dan

    6. Pantai Watu Ulo, Pemandian Blambangan, Pemandian Kebon Agung, dan Pemandian

    Petemon di Kabupaten Jember.

    2.1.2 Kebijaksanaan Tata Ruang Kabupaten Gresik

    Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 Tahun 2011 tentang

    Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gresik Tahun 2010 – 2030, kebijakan kawasan

    peruntukan pariwisata, yaitu pengembangan kawasan pariwisata yang ramah lingkungan.

    Strategi pengembangan kawasan pariwisata yang ramah lingkungan, meliputi :

    a. mengembangkan obyek wisata andalan prioritas;

    b. membentuk zona wisata dengan disertai pengembangan paket wisata;

    c. mengkaitkan kalender wisata dalam skala nasional;

    d. meningkatkan sarana dan prasarana wisata yang ada di masing-masing objek wisata;

    e. melakukan diversifikasi program dan produk wisata;

    f. melestarikan tradisi dan kearifan masyarakat lokal;

    g. mengembangkan pusat kerajinan dan cinderamata;

    h. meningkatan promosi dan kerjasama wisata;dan

    i. meningkatkan potensi agroekowisata dan ekowisata.

    Kegiatan pariwisata di Kabupaten Gresik ditinjau dari karakteristik dan potensinya

    dapat dikelompokkan menjadi pariwisata budaya, pariwisata alam, dan pariwisata buatan

    Objek Daya Tarik Wisata Budaya, yaitu Wisata Budaya Gresik Kota, dan Pulau Bawean.

    Objek wisata budaya antara lain meliputi Makam Sunan Giri, Makam Maulana Malik

    Ibrahim, Makam Raden Santri, Makam Nyi Ageng Pinatih, dan makam Siti Fatimah binti

    Maimun. Di Pulau Bawean, objek wisata ini adalah makam Siti Zainab.

    Objek Daya Tarik Wisata Alam, yaitu Wisata Alam Gresik Utara dan Pulau Bawean.

    Meliputi Pantai Delegan , Pantai Ujung Pangkah; Gua Gelang Agung, Benteng Portugis,

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -6

    Pantai Pasir Putih dan Pantai Mengare. Di Pulau Bawean terdiri dari pantai di Kecamatan

    Sangkapura, Pantai Gili, Airpanas Kebundaya, Pantai Tingen, Pantai Tanjung Karang,

    Pantai Gili Barat, Pantai Pulau Cina, Pantai Pasir Putih, Pantai Mayangkara, Pantai

    Labuhan, Danau Kastoba dan hutan lindung. Dua ODTW utama yang dapat dikunjungi di

    hutan tersebut yaitu adalah Air Terjun Laccar, dan Air Terjun Patar Selamat.

    Kebijaksanaan penataan ruang untuk pengembangan kawasan pariwisata adalah :

    1. Pengembangan kawasan pariwisata dengan melakukan promosi wisata baik secara

    regional maupun nasional.

    2. Penataan kawasan pariwisata dengan memperhatikan keberlangsungan lingkungan.

    3. Pengembangan kegiatan pendukung pariwisata (hotel, restoran, dll) dengan

    memperhatikan arahan RUTR/RDTR/RTRK yang ada.

    4. Menerapkan paket-paket wisata. Paket wisata ini diharapkan mampu menghubungkan

    antara satu ODTW dengan ODTW lainnya.

    5. Pengembangan event wisata budaya.

    6. Pengembangan jalur transportasi wisata.

    7. Pengembangan sentra perdagangan di masing-masing makam tujuan perjalanan wisata.

    8. Pengembangan pusat penginapan di Gresik Kota terutama di Kecamatan Kebomas dan

    Kecamatan Gresik.

    2.1.3 Kebijaksanaan Pariwisata Kabupaten Gresik

    Pada tahun 2011 terdapat Kajian Pengembangan Potensi Pariwisata di Kabupaten

    Gresik yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi destinasi -destinasi wisata di

    Kabupaten Gresik, potensi dan masalahnya, serta strategi pengembangannya, yang pada

    akhirnya berguna sebagai rekomendasi kebijakan pengembangan pariwisata sehingga dapat

    meningkatkan perekonomian di Kabupaten Gresik.

    Karakteristik pariwisata di Kabupaten Gresik dibagi menjadi 3 jenis yaitu wisata alam,

    wisata budaya, dan wisata minat khusus. Untuk pembagian karakteristik masing-masing

    destinasi wisata adalah sebagai berikut:

    Wisata alam:

    Bukit Surowiti

    Pantai Dalegan

    Telaga Ngipik (Giri Wana Tirta)

    Air Panas Sangkapura

    Air Terjun Laccar

    Air Terjun Patar Selamat/Kuduk-Kuduk

    Danau Kastoba

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -7

    Penangkaran Rusa Bawean

    Hutan Mangrove

    Kawasan Pantai Selayar

    Kawasan Pulau Gili dan Noko

    Pantai Pulau Cina

    Pantai Labuhan

    Pantai Nyimas

    Pantai Tinggen

    Wisata budaya:

    Makam Maulana Malik Ibrahim

    Makam Pusponegoro

    Makam Raden Santri

    Makam Sunan Giri

    Makam Sunan Prapen

    Makam Nyai Agen Pinatih

    Makam Fatimah binti Maemun

    Makam Kanjeng Sepuh Sidayu

    Wisata minat khusus:

    Kampung Kemasan

    Sentra Industri Songkok dan Rebana

    Kampung Adenium

    Dari beberapa variabel yang dibobotkan menggunakan metode anaisis IPA

    (importance-performance analysis) pada masing-masing destinasi wisata terhadap kepetingan

    dan kepuasan pengunjung atau wisatawan yang terdapat pada kuadran prioritas utama adalah

    sebagai berikut:

    Tabel 2.1Rekapitulasi Hasil Analisis IPA

    DESTINASI WISATA VARIABEL YANG PERLU DITINGKATKAN

    1. Pantai Dalegan Kebersihan kondisi lingkungan. Kebersihan kondisi sarana wisata. Keserasian bangunan wisata dengan alam sekitar. Adanya makanan dan minuman khas daerah. Adanya cinderamata/ souvenir khas daerah yang unik. Jaringan jalan.

    2. Bukit Surowiti Keteraturan penempatan sarana dan prasarana wisata. Ketersediaan fasilitas sanitasi seperti MCK dan tempat sampah. Ketersediaan tempat peristirahatan/ shelter

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -8

    DESTINASI WISATA VARIABEL YANG PERLU DITINGKATKAN

    3. Makam Sunan Giri Adanya pusat informasi dan pelayanan Kebersihan kondisi lingkungan. Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang, dan

    penyedia jasa lainya)

    Jaringan jalan.

    4. Makam Sunan Prapen Keamanan dari gangguan penjahat. Terdapatnya pos keamanan. Keteraturan penempatan sarana dan prasarana wisata. Ketersediaan fasilitas sanitasi seperti MCK dan tempat sampah. Keserasian bangunan wisata dengan alam sekitar. Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang, dan

    penyedia jasa lainya)

    5. Makam Maulana Malik Ibrahim

    Ketersediaan petugas dan tempat parkir Adanya pusat informasi dan pelayanan Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang, dan

    penyedia jasa lainya)

    6. Makam Pusponegoro Ketersediaan petugas dan tempat parkir Moda transportasi.

    7. Makam Raden Santri Terdapatnya pos keamanan. Ketersediaan petugas dan tempat parkir Keteraturan sirkulasi internal. Adanya pusat informasi dan pelayanan Ketersediaan fasilitas sanitasi seperti MCK dan tempat sampah. Ketersediaan tempat peristirahatan/shelter.

    8. Makam Nyai Ageng Pinatih

    Terdapatnya pos keamanan. Ketersediaan petugas dan tempat parkir Adanya pusat informasi dan pelayanan Ketersediaan fasilitas sanitasi seperti MCK dan tempat sampah. Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang, dan

    penyedia jasa lainya)

    9. Makam Fatimah binti Maemun

    Terdapatnya pos keamanan. Kebersihan kondisi sarana wisata. Ketersediaan tempat peristirahatan/ shelter. Keramah-tamahan petugas/pengelola pusat informasi wisata. Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang, dan

    penyedia jasa lainya)

    Jaringan jalan. Moda transportasi.

    10. Makam Kanjeng Sepuh Waktu perjalanan.

    11. Telaga Ngipik Adanya pusat informasi dan pelayanan Jaringan jalan.

    12. Kampung Kemasan Ketersediaan petugas dan tempat parkir Keteraturan penempatan sarana dan prasarana wisata. Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang, dan

    penyedia jasa lainya)

    Adanya cinderamata/souvenir khas daerah yang unik. Jaringan jalan.

    Sumber : Kajian Pengembangan Potensi Pariwisata di Kabupaten Gresik, 2011

    Rekomendasi pengembangan menggunakan analisis SWOT berdasarkan penilaian dari

    faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi pariwisata, yaitu untuk melihat kekuatan (strength),

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -9

    kelemahan (weakness), peluang (opportunit)y, ancaman (threat) untuk masing-masing

    destinasi wisata, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

    Tabel 2.2 Rekapitulasi Hasil Analisis SWOT

    NO DESTINASI WISATA STRATEGI

    PENGEMBANGAN KETERANGAN

    1. Danau Kastoba Conglomerate Strategy strategi pengembangan yang dilakukan masing-masing sektor

    dengan cara koordinasi tiap sektor

    itu sendiri.

    2. Pantai Labuhan 3. Pantai Nyimas 4. Pantai Hutan Lindung 5. Pantai Tinggen 6. Pulau Noko dan Pulau Gili 7. Kawasan Pantai Selayar 8. Air Terjun Laccar 9. Air Terjun Patar Selamat 10. Air Panas Sangkapura 11. Penangkaran Rusa Bawean 12. Pantai Pulau Cina

    13. Sentra Industri Songkok dan Rebana

    Agresif Maintenance

    Strategy

    Strategi pengembangan yang aktif

    dan agesif seluruh pihak untuk

    menjadikan desa ini menjadi

    kampung wisata

    14. Kampung Adenium Guirelle Strategy strategi pengembangan dengan cara sambil operasional dilakukan,

    diadakan pembangunan atau usaha

    pemecahan masalah dan ancaman.

    15. Pantai Dalegan Rapid Growth Strategy strategi pengembangan yang perlu dilakukan strategi pengembangan

    secara maksimal untuk target

    tertentu dan dalam waktu singkat

    dan dilakukan secara bertahap

    dengan target disesuaikan dengan

    kondisi.

    16. Bukit Surowiti 17. Telaga Ngipik

    18. Makam Sunan Giri Stabel Growth Strategy strategi pengembangan yang dilakukan secara bertahap dengan

    target yang disesuaikan dengan

    kondisi.

    19. Makam Sunan Prapen

    20. Makam Maulana Malik Ibrahim

    21. Makam Pusponegoro 22. Makam Raden Santri 23. Makam Nyai Ageng Pinatih 24. Makam Fatimah binti

    Maemun

    25. Makam Kanjeng Sepuh

    26. Kampung Kemasan Concentric Strategy strategi pengembangan yang dilakukan secara bersamaan dalam

    satu naungan atau koordinator oleh

    satu pihak atau dinas terkait. Sumber : Kajian Pengembangan Potensi Pariwisata di Kabupaten Gresik, 2011

    Rekomendasi berdasarkan analisis IPA lebih dititik beratkan pada prioritas utama yang

    akan dikembangkan berdasarkan persepsi pengunjung atau wisatawan. Sedangkan rekomendasi

    pengembangan menggunakan analisis SWOT berdasarkan penilaian dari faktor-faktor yang

    mempengaruhi kondisi pariwisata, yaitu untuk melihat kekuatan (strength), kelemahan

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -10

    (weakness), peluang (opportunit)y, ancaman (threat). Setelah menganalisa 26 destinasi wisata,

    dengan menggunakan analsis content, IPA, dan SWOT maka didapatkan rekomendasi

    pengembangan untuk tiap-tiap destinasi wisata sebagai berikut.

    Tabel 2.3 Rekapitulasi Hasil Analisis dan Rekomendasi

    NO DESTINASI

    WISATA IPA SWOT REKOMENDASI

    1. Danau Kastoba

    - Conglomerate

    Strategy

    Bisa dikembangkan Memaksimalkan potensi yang

    ada, dan meminimalisir

    ancaman, terutama

    permasalahan aksesibilitas

    menuju dan yang ada di Pulau

    Bawean.

    Selain itu harus ditunjang penembangan tiap-tiap sektor

    yang dibutuhkan.

    Perlu studi lanjutan untuk menjadikan wisata bawean ini

    menjadi sebuah paket wisata.

    Perlu pengembangan konsep eco-tourism untuk melindungi

    kelestarian cagar alam dan

    hutan lindung serta potensi

    yang ada dari ancaman

    kerusakan.

    2. Pantai Labuhan

    - Conglomerate

    Strategy

    3. Pantai Nyimas

    - Conglomerate

    Strategy

    4. Pantai Hutan Lindung

    - Conglomerate

    Strategy

    5. Pantai Tinggen

    - Conglomerate

    Strategy

    6. Pulau Noko dan Pulau Gili

    - Conglomerate

    Strategy

    7. Kawasan Pantai Selayar

    - Conglomerate

    Strategy

    8. Air Terjun Laccar

    - Conglomerate

    Strategy

    9. Air Terjun Patar Selamat

    - Conglomerate

    Strategy

    10. Air Panas Sangkapura

    - Conglomerate

    Strategy

    11. Penangkaran Rusa Bawean

    - Conglomerate

    Strategy

    12. Pantai Pulau Cina

    - Conglomerate

    Strategy

    13. Sentra Industri

    Songkok dan

    Rebana

    -

    Agresif

    Maintenance

    Strategy

    Bisa dikembangkan Memaksimalkan potensi dan

    peluang yang ada, serta

    meninimalisir kelemahan yang

    terdapat di desa sentra industri

    tersebut.

    Butuh pengembangan yang aktif dan agesif seluruh pihak

    yang terlibat di dalam

    pengembangan desa ini untuk

    menjadi kampung wisata.

    Perlu studi lanjutan untuk membuat masterplan rencana

    dan penataan kampung wisata

    sentra industri songkok dan

    rebana.

    14. Kampung Adenium

    -

    Guirelle

    Strategy

    Kurang bisa dikembangkan Potensi yang ada sekarang

    sudah jauh berkurang daripada

    dahulu.

    Ancaman terbesar adalahminat pembeli, daya tarik pasar dan

    trend yang terjadi sudah tidak

    mengarah pada tanaman

    adenium.

    15. Pantai Kebersihan kondisi lingkungan. Rapid Growth Bisa dikembangkan lebih

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -11

    NO DESTINASI

    WISATA IPA SWOT REKOMENDASI

    Dalegan Kebersihan kondisi sarana wisata.

    Keserasian bangunan wisata dengan alam sekitar.

    Adanya makanan dan minuman khas daerah.

    Adanya cinderamata/ souvenir khas daerah yang unik.

    Jaringan jalan.

    Strategy lanjut

    Posisi strategi pengembangan untuk destinasi-destinasi

    wisata tersebut berada di

    kuadran I atau growth.

    Pengembangan untuk destinasi wisata yang telah ada ini lebih

    mengarah pada peningkatan

    pelayanan variabel-variabel

    penunjang yang kurang

    optimal serta perlu studi

    lanjutan tentang penaatan

    kawasan.

    16. Bukit Surowiti

    Keteraturan penempatan sarana dan prasarana wisata.

    Ketersediaan fasilitas sanitasi seperti MCK dan tempat

    sampah.

    Ketersediaan tempat peristirahatan/ shelter

    Rapid Growth

    Strategy

    17. Telaga Ngipik Adanya pusat informasi dan pelayanan

    Jaringan jalan.

    Rapid Growth

    Strategy

    18. Makam Sunan Giri

    Adanya pusat informasi dan pelayanan

    Kebersihan kondisi lingkungan. Keramah-tamahan pelaku usaha

    (petugas parkir, para pedagang,

    dan penyedia jasa lainya)

    Jaringan jalan.

    Stabel Growth

    Strategy

    19. Makam Sunan Prapen

    Keamanan dari gangguan penjahat.

    Terdapatnya pos keamanan. Keteraturan penempatan sarana

    dan prasarana wisata.

    Ketersediaan fasilitas sanitasi seperti MCK dan tempat

    sampah.

    Keserasian bangunan wisata dengan alam sekitar.

    Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang,

    dan penyedia jasa lainya)

    Stabel Growth

    Strategy

    20. Makam Maulana

    Malik Ibrahim

    Ketersediaan petugas dan tempat parkir

    Adanya pusat informasi dan pelayanan

    Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang,

    dan penyedia jasa lainya)

    Stabel Growth

    Strategy

    21. Makam Pusponegoro

    Ketersediaan petugas dan tempat parkir

    Moda transportasi.

    Stabel Growth

    Strategy

    22. Makam Raden Santri

    Terdapatnya pos keamanan. Ketersediaan petugas dan

    tempat parkir

    Keteraturan sirkulasi internal. Adanya pusat informasi dan

    pelayanan

    Ketersediaan fasilitas sanitasi seperti MCK dan tempat

    Stabel Growth

    Strategy

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -12

    NO DESTINASI

    WISATA IPA SWOT REKOMENDASI

    sampah.

    Ketersediaan tempat peristirahatan/shelter.

    23. Makam Nyai Ageng Pinatih

    Terdapatnya pos keamanan. Ketersediaan petugas dan

    tempat parkir

    Adanya pusat informasi dan pelayanan

    Ketersediaan fasilitas sanitasi seperti MCK dan tempat

    sampah.

    Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang,

    dan penyedia jasa lainya)

    Stabel Growth

    Strategy

    24. Makam Fatimah binti

    Maemun

    Terdapatnya pos keamanan. Kebersihan kondisi sarana

    wisata.

    Ketersediaan tempat peristirahatan/ shelter.

    Keramah-tamahan petugas/pengelola pusat

    informasi wisata.

    Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang,

    dan penyedia jasa lainya)

    Jaringan jalan. Moda transportasi.

    Stabel Growth

    Strategy

    25. Makam Kanjeng

    Sepuh

    Waktu perjalanan. Stabel Growth Strategy

    26. Kampung Kemasan

    Ketersediaan petugas dan tempat parkir

    Keteraturan penempatan sarana dan prasarana wisata.

    Keramah-tamahan pelaku usaha (petugas parkir, para pedagang,

    dan penyedia jasa lainya)

    Adanya cinderamata/souvenir khas daerah yang unik.

    Jaringan jalan.

    Concentric

    Strategy

    Bisa dikembangkan Kampung kemasan sebagai

    destinasi wisata minat khusus

    yang masih baru, memiliki

    potensi yang cukup besar

    tetapi juga memiliki ancaman

    yang besar pula.

    Dibutuhkan Perda yang mengatur pengelolaan

    kampung kemasan yang

    selanjutnya baru bisa

    dilakukan pengembangan

    sebagai kampung wisata.

    Pengelolaan untuk kampung kemasan sebaiknya masih

    dalam naungan SKPD yang

    terkait. Hal ini ditujukan agar

    lebih bisa mengutamakan

    fungsi kontrol terhadap

    pemecahan masalah yang ada. Sumber : Kajian Pengembangan Potensi Pariwisata di Kabupaten Gresik, 2011

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -13

    2.2 TINJAUAN KEBIJAKAN

    2.2.1 Definisi dan Pengertian

    2.2.1.1 Definisi Pariwisata

    Menurut UU No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Destinasi Pariwisata adalah

    kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya

    terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat

    yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. Daerah tujuan pariwisata yang

    selanjutnya disebut Destinasi Pariwisata.

    2.2.1.2 Pariwisata

    Beberapa pengertian pariwisata didefinisikan antara lain sebagai berikut :

    1. Pariwisata menurut UU No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

    Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas

    serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah

    Daerah.

    2. Pariwisata menurut BPS 1981, 1984, 1991

    Keseluruhan rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan gerakan manusia yang

    melakukan perjalanan atau persinggahan sementara dan tempat tinggal, ke suatu atau

    beberapa tempat tujuan di luar lingkungan tempat tinggal yang didorong beberapa

    keperluan tanpa bermaksud untuk mencari nafkah tetap.

    3. Pariwisata menurut E. Guyer Freuler, ( dalam Yoeti, 1996 : 115 )

    Pariwisata dalam artian modern merupakan fenomena dari jaman sekarang yang

    didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa yang menimbulkan rasa

    keindahan alam atau mendapat kesenangan.

    4. Pariwisata menurut Spillane (1987)

    Pariwisata didefinisikan sebagai perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat

    sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan

    atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya,

    alam dan ilmu. Penerapan teori-teori yang akan digunakan pada pembahasan akan

    dikaitkan dengan pengembangan sektor pariwisata pada sisi supply dan demand, kawasan

    peninggalan sejarah sebagai kawasan konservasi, dan teori-teori analisis yang mendukung.

    2.2.1.3 Wisatawan

    Pengertian wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. Menurut

    pengertian itu, semua orang yang melakukan kegiatan perjalanan wisata dinamakan wisatawan

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -14

    apapun tujuannya yang penting perjalanan itu bukan untuk menetap dan untuk mencari nafkah

    ditempat yang dikunjungi.

    Ciri-ciri wisatawan (Yoeti, 1996: 130) adalah sebagai berikut :

    • Melakukan suatu perjalanan di luar tempat tinggal, sehubungan dengan berbagai

    keperluan, seperti rekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, Tugas-Tugas Pekerjaan, Usaha

    Bisnis, Kesenian, Ilmu Pengetahuan, ibadah, olahraga dan pameran.

    • Melakukan perjalanan dan persinggahan di tempat lain untuk sementara waktu tanpa

    bermaksud untuk memperoleh penghasilan tetap ditempat yang dikunjungi.

    2.2.1.4 Jenis-Jenis Pariwisata

    Berdasarkan ciri dan potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah, maka banyak

    bermacam-macam jenis pariwisata yang ada, baik itu ditimbulkan oleh pemanfaatan

    keindahaan alam, budaya maupun lingkungan yang mempunyai karakteristik dan kekhususan

    tersendiri. Pariwisata memiliki jenis yang bermacam-macam, beberapa diantaranya adalah :

    A. Menurut sifatnya

    1. Pariwisata aktif

    Dimana unsur manusia lebih memegang peranan sedang obyeknya sendiri berfungsi

    sabagai alat manusia seperti : mengail, bersampan, berenang atau mandi di laut.

    2. Pariwisata pasif

    Manusia bersifat pasif sedangkan obyek memegang peranan, seperti melihat

    pemandangan, menonton atraksi wisata, entertainment dan lain-lain.

    B. Menurut motifasi tujuan perjalanan

    Pariwisata dapat dibedakan jenisnya berdasarkan motif tujuan perjalanan dan obyek

    yang ditawarkan. Definisi jenis pariwisata dalam studi ini menggunakan definisi menurut

    World Tourism Organization (WTO) 2001 yaitu :

    1. Cultural Tourism, merupakan jenis pariwisata yang memiliki daya tarik utama pada

    kebudayaan masyarakat setempatnya.

    2. Rural Tourism, merupakan jenis pariwisata yang menjual suasana pedesaan dan

    keadaan sosial ekonomi masyarakatnya yang biasanya memiliki keunikan tersendiri.

    3. Sun-beach Tourism, merupakan jenis pariwisata yang menjual keindahan pantai sebagai

    daya tarik utamanya.

    4. Business Travel, tempat yang menjadi daerah tujuan pariwisata jenis ini biasanya

    memiliki fasilitas perdagangan yang lengkap, dengan para pengunjungnya dan biasanya

    terkait dengan motif Business Tourism.

    5. Fitness-Wellness and Health Tourism, daya tarik utama yang dicari oleh para

    pengunjung jenis pariwisata ini adalah berbagai fasilitas yang mendukung kegitan

    olahraga maupun pemeliharaan kesehatan, contohnya fitness center dan health spa.

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -15

    6. Nature Tourism, merupakan pariwisata yang memiliki sumber daya alam dan

    keanekaragaman hayati yang sangat beragam dan unik sebagai faktor daya tarik utama

    bagi pengunjungnya. Nature Tourism terbagi atas dua jenis pariwisata yaitu :

    • Adventure Tourism, merupakan pariwisata yang memiliki sumber daya alam yang

    relatif belum tersentuh atau rusak oleh manusia dengan menawarkan berbagai

    kegiatan pariwisata yang bersifat tantangan ataupun petualangan.

    • Ecotourism, merupakan pariwisata yang memiliki interaksi dengan alam yang juga

    digabungkan dengan keinginan untuk meminimalkan dampak negatif pariwisata.

    2.2.1.5 Sapta Pesona

    Pesona wisata ialah unsur yang terkandung di setiap produk pariwisata serta

    dipergunakan sebagai tolak ukur meningkatkan kualitas produk pariwisata. Unsur tersebut akan

    memperbesar daya tarik pariwisata dan akan mendorong para wisatawan untuk berkunjung dan

    merasa betah di tempat yang dikunjunginya.

    Pesona wisata pada hakekatnya, terdiri atas tujuh unsur yang dikenal dengan istilah

    Sapta Pesona Wisata (Pendit, 1999: 28). Berikut akan dikemukakan makna dari Sapta Pesona

    Wisata:

    1. Aman, ialah suatu keadaan/kondisi lingkungan, dimana seseorang merasa tentram, tidak

    merasa takut, terlindung jiwa dan raga termasuk barangnya dari:

    a. bahaya tindak pidana, kekerasan, ancaman, misalnya pencopetan, pemerasan,

    penodongan, penipuan dan lain sebagainya

    b. ancaman terserang penyakit menular, atau penyakit berbahaya lainnya

    c. bahaya kecelakaan karena alat perlengkapan dan fasilitas seperti kendaraan, peralatan

    untuk makan dan minuman, lift, alat perlengkapan untuk rekreasi atau olahraga bila

    tidak berada dalam keadaan yang baik, akan mengakibatkan kecelakaan

    d. gangguan oleh masyarakat, antara lain berupa pemaksaan oleh pedagang asongan,

    gangguan kelompok masyarakat tertentu, ucapan, dan tindakan serta perilaku yang

    tidak bersahabat

    2. Tertib, ialah suatu keadaan/kondisi yang mencerminkan suasana yang teratur, rapi dan

    lancar serta adanya disiplin yang tinggi dalam semua segi kehidupan masyarakat,

    misalnya:

    a. lalu lintas tertib, teratur, dan lancar, alat angkutan datang dan berangkat tepat pada

    waktunya

    b. tidak nampak orang yang berdesakan atau berebutan untuk mendapatkan atau membeli

    sesuatu yang diperlukanbangunan, tanaman terletak secara teratur dan rapi

    c. bila memberi pelayanan dilakukan secara cepat dan tepat

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -16

    d. informasi yang diberikan benar adanya

    3. Bersih, ialah suatu keadaan/kondisi lingkungan dan suasana yang menampilkan kebersihan

    dan kesehatan di semua tempat yang menjadi tempat kegiatan manusia. Kebersihan yang

    dikehendaki, meliputi:

    a. kebersihan lingkungan dan tempat-tempat umum seperti hotel, restoran, angkutan

    umum tempat rekreasi, tempat buang air kecil/besar dan lain sebagainya

    b. kebersihan dan kesehatan untuk bahan makanan dan minuman yang akan dikonsumsi

    c. kebersihan dari alat perlengkapan yang dipakai seperti sendok, piring, tempat tidur, alat

    olahraga dan lain sebagainya

    d. kebersihan dan kesehatan pramuwisata maupun pakaian yang digunakan, hendaknya

    rapi dan tidak mengeluarkan bau yang tidak sedap, dan lain sebagainya.

    4. Nyaman, ialah suatu keadaan/kondisi yang menampilkan lingkungan dan suasana yang

    sejuk dan tentram oleh karena lingkungan yang serba hijau, bersih, segar dan rapi.

    Keadaan yang serba hijau semata-mata tidak akan menjadi daya tarik bila tidak bersih dan

    rapi. Kesejukan yang dikehendaki tidak saja harus berada di luar ruangan atau bangunan,

    akan tetapi juga di dalam ruangan.

    5. Indah atau keindahan, ialah sesuatu yang dinilai dan dirasakan oleh seseorang, dan sangat

    erat kaitannya dengan selera seseorang. Indah itu tidak selalu mewah dan dikaitkan dengan

    sesuatu yang mahal harganya. Ada patokan-patokan yang dapat dipakai untuk membuat

    sesuatu itu menjadi indah. Patokan-patokan yang dimaksud, ialah menciptakan

    keadaan/kondisi yang menampilkan suasana yang menunjukkan keserasian dan

    keselarasan suatu lingkungan, misalnya dalam hal tata warna, tata letak, tata ruang, bentuk

    ataupun gaya dan gerak yang serasi dan selaras sehingga memberi kesan yang enak dan

    cantik dilihat.

    6. Ramah tamah, ialah suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan keakraban, sopan, suka,

    tersenyun dan menarik hati. Ramah tamah sebagaimana yang dimaksud di atas, tidaklah

    berarti bahwa harus kehilangan kepribadian ataupun tidak tegas dalam menentukan sesuatu

    keputusan atau sikap. Bahkan sebaliknya kepribadian yang kuat dan ketegasan seseorang

    itu akan menjadikan keramah-tamahannya lebih menarik. Hanya saja dalam mewujudkan

    sikap tegas itu harus luwes. Suatu contoh dalam sikap tegas tidak perlu seseorang itu

    mengatakan ”tidak”, seseorang dapat mengatakannya dengan senyum, akan tetapi dengan

    hasil tetap tidak.

    7. Kenangan/Keunikan, ialah kesan pada sesuatu yang melekat dengan kuat pada ingatan dan

    perasaan seseorang yang disebabkan oleh pengalaman yang diperolehnya. Kenangan dapat

    berupa hal yang indah dan menyenangkan, maupun hal yang tidak menyenangkan.

    Kenangan yang ingin diwujudkan dalam ingatan dan perasaan wisatawan dari pengalaman

    berpariwisata di Indonesia, dengan sendirinya adalah yang indah dan menyenangkan.

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -17

    Sungguh banyak kenangan yang dapat diberikan kepada wisatawan, misalnya aman, tertib,

    sejuk, indah dan ramah-tamah sebagaimana yang diuraikan di atas akan memberi

    kenangan yang indah dan menyenangkan, disamping hal-hal tersebut di atas. Kenangan

    yang indah ini dapat pula diciptakan dengan antara lain:

    a. Menyediakan akomodasi yang nyaman, bersih dan sehat, pelayanan yang cepat, tepat

    dan ramah, suasana yang mencerminkan ciri-ciri khas daerah dalam bentuk dan gaya

    bangunan serta dekorasinya dan lain sebagainya.

    b. Menyediakan atraksi seni budaya daerah yang khas dan mempesona, baik itu berupa

    seni tari, seni suara, berbagai macam upacara. Kegemaran dan tradisi masyarakat dan

    lain sebagainya, yang hanya dapat disaksikan di Indonesia.

    c. Menyediakan makanan dan minuman khas daerah, dengan penampilan dan penyajian

    yang menarik. Makanan dan minuman ini, merupakan salah satu daya tarik yang kuat,

    dan dapat pula dijadikan jati diri/identitas suatu daerah atau negara.

    d. Menyediakan cinderamata yang mungil yang mencerminkan ciri-ciri khas daerah,

    bermutu tinggi, mudah dibawa dan dengan harga yang terjangkau. Cinderamata itu

    mempunyai arti tersendiri bagi seseorang karena cinderamata itu merupakan salah satu

    bukti dan kenangan dari kunjungan ke suatu tempat/daerah/negara. Cinderamata

    biasanya dibeli tidak hanya untuk diri sendiri, akan tetapi juga dibeli sebagai oleh-oleh

    bagi keluarga dan teman-teman. Melalui cinderamata ini pula suatu bangsa dan negara

    diperkenalkan kepada negara dan bangsa lain.

    Sapta pesona wisata dijadikan variabel dalam menilai tingkat kepentingan dan

    kepuasan wisatawan pada destinasi-destinasi wisata di Kabupaten Gresik.

    2.2.2 Faktor-Faktor Pengembangan Kegiatan Pariwisata

    Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan pariwisata alam (Fandeli dalam

    Dinanti, 2002:8) adalah sebagai berikut :

    a. Penduduk. Faktor penduduk ini terdiri dari struktur (umur, mata pencaharian dan

    pendidikan) serta jumlah yang bertempat tinggal di kota maupun di desa.

    b. Dana. Faktor dana ini berhubungan dengan besarnya pendapatan penduduk serta

    kemampuannya untuk menabung.

    c. Waktu. Faktor waktu berkaitan dengan pekerjaan dan mobilitas. Jenis pekerjaan yang

    berbeda dan kesempatan yang berbeda pula.

    d. Komunikasi. Faktor ini sangat erat dengan mass media (koran, majalah, leaflet,booklet)

    akan memberikan pengaruh langsung.

    e. Pasar. Faktor pasar terdiri dari dua aspek yaitu ketersediaan obyek pariwisata dan tingkat

    aksesibilitasnya.

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -18

    2.2.3 Unsur-Unsur Pokok Kepariwisataan

    Mengembangkan kepariwisataan disuatu obyek wisata berarti mengembangkan potensi

    fisik pada obyek tersebut, sehingga fungsinya makin meningkat sebagai obyek pariwisata yang

    dapat dipasarkan. Di setiap obyek atau lokasi pariwisata sebetulnya ada berbagai unsur yang

    saling tergantung, yang diperlukan agar para wisatawan dapat menikmati suatu pengalaman

    yang memuaskan. Pola persyaratan terhadap daya tarik pariwisata (Pendit dalam Dinanti,

    2002:9) dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dan pertimbangan-pertimbangan, antara

    lain :

    Tabel 2.4Persyaratan Penelitian Daya Tarik Pariwisata

    FAKTOR KRITERIA PERTIMBANGAN

    Alam Keindahan Topografi umum seperti flora dan fauna di sekitar

    pantai, sungai, laut dsb

    Iklim Sinar matahari, suhu udara, cuaca, angin, hujan,

    panas, kelembaban dsb

    Sosial Budaya Adat Istiadat Pakaian, makanan dan tata cara hidup daerah, pesta

    rakyat, kerajinan tangan dan produk-produk lokal

    lainnya

    Seni bangunan Arsitektur setempat seperti candi, masjid, pura, gereja,

    monumen, bangunan adat, bangunan kuno dan

    sebagainya

    Pentas, Pagelaran,

    Festival.

    Gamelan, musik, seni tari, pekan olehraga, kompetisi

    dan pertandingan dan sebagainya

    Pameran, Pekan Raya. Pekan raya bersifat industri komersial

    Sejarah Peninggalan Purbakala Bekas-bekas istana, tempat peribadatan, kota tua dan

    bangunan-bangunan purbakala peninggalan sejarah,

    dongegng atau legenda

    Agama Kegiatan Masyarakat Kehidupan beragama tercermin dari kegiatan

    penduduk setempat sehari-harinya dalam soal

    beribadat, opacara pesta dan sebagainya

    Fasilitas

    Rekreasi

    Olahraga Berburu, memancing, berenang, voli pantai, berlayar

    dsb

    Edukasi Akuarium, Museum, dsb

    Fasilitas

    kesehatan

    Untuk istirahat, berobat

    dan ketenangan

    SPA mengandung mineral, piknik, istirahat dsb

    Fasilitas

    Berbelanja

    Beli ini-itu Toko-toko souvenir, toko-toko barang kesenian dan

    hadiah, kelontong toko-toko keperluan sehari-hari dsb

    Waktu Hiburan Waktu malam Night club, diskotik, bioskop, teater, sandiwara dsb

    Infrastruktur Kualitas Wisata Jalan-jalan raya, taman, listrik, air, pelayanan

    keamanan, pelayanan kesehatan, komunikasi,

    kendaraan umum dsb

    Fasilitas Pangan

    dan Akomodasi

    Makanan dan Penginapan Hotel, motel, bungalow, inn, cottage, restoran,

    coffeshop, rumah makan dsb. Sumber : Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -19

    2.2.3.1 Daya Tarik (Attraction)

    Merupakan pusat dari industri pariwisata. Menurut pengertiannya, attraction mampu

    menarik wisatawan yang ingin mengunjunginya. Meliputi Jenis obyek yang akan dijual, yang

    memenuhi 3 syarat antara lain :

    • Apa yang dapat dilihat (Something to See)

    • Apa yang dapat dilakukan (Something to Do)

    • Apa yang dapat dibeli (Something to Buy)

    Motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat wisata adalah untuk memenuhi

    atau memuaskan beberapa kebutuhan dan permintaan. Biasanya wisatawan tertarik pada suatu

    lokasi karena ciri-ciri khas tertentu. Ciri-ciri khas yang menarik wisatawan adalah:

    a. Keindahan Alam

    Yang dimaksud dengan alam adalah alam fisik, flora dan faunanya. Meskipun sebagai

    atraksi wisata ketiga-tiganya selalu berperan bersama-sama, bahkan biasanya juga

    bersama-sama dengan modal kebudayaan dan manusia. Alasan mengapa alam menarik

    bagi wisatawan adalah Banyak wisatawan tertarik oleh kegiatan-kegiatan yang dapat

    dilakukan di alam terbuka. Daerah terpenting untuk wisatawan yang demikian itu adalah

    pegunungan, hutan dan pantai. Dalam kegiatan pariwisata jangka pendek, pada akhir

    pekan atau dalam masa liburan, orang sering mengadakan perjalanan sekedar untuk

    menikmati pemandangan atau suasana pedesaan atau kehidupan di luar kota. Banyak

    wisatawan yang mencari ketenangan di tengah alam yang iklimnya nyaman, suasananya

    tentram, pemandangannnya bagus dan terbuka luas. Ada wisatawan yang menyukai

    tempat-tempat tertentu dan setiap kali ada kesempatan untuk pergi, mereka kembali ke

    tempat-tempat tersebut Pihak wisatawan tidak perlu ada pengeluaran biaya dan adanya

    keserbaragaman (variety) di suatu daerah bisa merupakan sesuatu yang menambah daya

    tarik dan dapat dipakai sebagai bagian pokok dari promosi. Alam juga sering menjadi

    bahan studi untuk wisatawan budaya, khususnya wisatawan widya

    b. Iklim atau Cuaca

    Merupakan tema pemasaran yang paling umum sebagai dasar promosi suatu daerah

    wisata sesudah didirikan beberapa attraction pariwisata yang sesuai.

    c. Kebudayaan

    Yang dimaksud dengan kebudayaan disini adalah kebudayaan dalam arti luas, tidak

    hanya meliputi “kebudayaan tinggi” seperti kesenian atau perikehidupan keraton dan

    sebagainya, akan tetapi juga meliputi dat istiadat dan segala kebiasaan yang hidup

    ditengah-tengah suatu masyarakat seperti pakaiannya, cara berbicaa, kegiatannya di pasar

    dan sebagainya. Dalam hal ini semua act dan artifact (tingkah laku dan hasil karya) sesuatu

    masyarakat, dan tidak hanya kebudayaan yang hidup, akan tetapi juga kebudayaan yang

    berupa peninggalan-peninggalan atau tempat-tempat bersejarah.

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -20

    Tiap daerah mempunyai suatu kebudayaan yang unik, adat istiadat, selera dan

    perkembangan intelektual. Kebudayaan dari suatu daerah sebetulnya sangat dipengaruhi

    oleh sejarahnya dan hal ini mempunyai implikasi bagi industri pariwisata, sehingga faktor

    yang paling menarik bagi wisatawan adalah perbedaan antara kebudayaan mereka dengan

    kebudayaan daerah yang dikunjungi.

    d. Sejarah

    Sumber daya historis (historical resources) dapat dibagi antara perang, agama,

    perumahan atau tempat tinggal dan pemerintah.

    e. Sumber Daya Manusia

    Bahwa manusia dapat menjadi atraksi wisata dan menarik kedatangan wisatawan bukan

    hal yang luar biasa. Manusia sebagai atraksi wisata yang baik apabila orang-orang tidak

    mengeksploitasi sifat-sifat manusia yang tidak baik untuk mencari keuntungan.

    2.2.3.2 Accessibility

    Kemampuan atau kemudahan mencapai tempat tertentu. Beberapa daerah wisata

    tertentu sangat populer karena cukup dekat atau mudah dikunjungi dari daerah kota besar.

    Aksesibilitas dapat diukur menurut waktu, biaya, frekuensi dan kesenangan.

    2.2.3.3 Fasilitas

    Fasilitas dibutuhkan untuk melayani wisatawan selama perjalanan. Fasilitas cenderung

    berorientasi pada attraction di suatu lokasi karena fasilitas harus terletak dekat dengan

    pasarnya. Fasilitas cenderung mendukung bukan mendorong pertumbuhan dan cenderung

    berkembang pada saat yang sama atau sesudah attraction berkembang. Suatu attraction juga

    dapat merupakan fasilitas. Sarana wisata (Yoeti,1992:184) dibagi dalam tiga unsur pokok ,

    yaitu :

    a. Sarana Pokok Kepariwisataan, adalah perusahaan yang hidup dan kehidupannya sangat

    tergantung kepada arus kedatangan orang yang melakukan perjalanan wisata. Termasuk

    dalam kelompok ini adalah travel agent atau tour operator, perusahaan-perusahaan

    angkutan wisata, hotel, dan jenis akomodasi lainnya, restoran dan rumah makan lainnya

    serta obyek wisata dan atraksi wisata.

    b. Sarana pelengkap kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan atau tempat-tempat yang

    menyediakan fasilitas untuk rekreasi yang fungsinya tidak hanya melengkapi sarana pokok

    kepariwisataan, tetapi yang terpenting adalah menjadikan para wisatawan lebih lama

    tinggal pada suatu daerah tujuan wisata. Yang termasuk dalam kelompok ini seperti sarana

    olahraga dan lainnya

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -21

    c. Sarana penunjang kepariwisataan adalah perusahaan yang menunjang sarana pelengkap

    dan sarana pokok dan berfungsi tidak hanya membuat wisatawan lebih lama tinggal pada

    suatu daerah tujuan wisata, tetapi fungsi yang lebih penting adalah agar wisatawan lebih

    banyak mengeluarkan atau membelanjakan uangnya ditempat yang dikunjunginya.

    Kegiatan yang termasuk dalam kelompok ini antara lain nightclub dan steambath, casino

    dan entertainment, souvenir shop dan lain-lain.

    2.2.3.4 Infrastruktur

    Atraksi dan fasilitas tidak dapat dicapai dengan mudah kalau belum ada infrastruktur.

    Prasarana (infrastruktur) adalah semua fasilitas yang dapat memungkinkan proses

    perekonomian berjalan dengan lancar sedemikian rupa, sehingga dapat memudahkan manusia

    untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Prasarana pariwisata (menurut Yoeti dalam Dinanti,

    2002:12) dibagi menjadi dua bagian yang penting, yaitu:

    a. Prasarana Perekonomian (Economic Infrastructures), yang dapat digolongkan menjadi :

    Perangkutan (transportation)

    Pengangkutan yang dapat membawa wisatawan dari daerah asal ke tempat tujuan

    wisata, dengan menggunakan pesawat udara untuk jarak jauh, kapal laut, kereta api,

    bus, taksi dan kendaraan lainnya.

    Aktivitas kepariwisataan banyak tergantung pada transportasi karena faktor jarak

    dan waktu sangat mempengaruhi keinginan orang untuk melakukan perjalanan wisata.

    Adanya transportasi dapat memudahkan wisatawan mengunjungi suatu daerah tertentu.

    Transportasi yang ada harus memenuhi syarat-syarat agar dapat berfungsi dengan baik,

    antara lain :

    Kenyamanan angkutan

    Kenyamanan angkutan yang didukung oleh adanya kelengkapan fasilitas transpor

    utama yang berupa kendaraan, jalan dan sarana pendukung, jasa pelayanan dalam

    perjalanan yang meliputi jasa restorasi, fasilitas istirahat, fasilitas toilet dan

    keramahtamahan dalam perjalanan.

    Syarat Waktu Perjalanan

    Waktu perjalanan akan sangat dipengaruhi oleh jarak yang harus ditempuh oleh

    wisatawan dalam perjalanannya ke tempat obyek wisata. Makin singkat waktu

    perjalanan yang diperlukan maka semakin baik. Untuk memperoleh jarak yang

    pendek diperlukan fasilitas jalan dan tersedianya fasilitas parkir.

    Biaya perjalanan

    Tinggi rendahnya biaya perjalanan akan ikut menentukan apakah seseorang

    mengadakan perjalanan atau tidak.

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -22

    Prasarana Komunikasi (Communication Infrastructure).

    Dengan tersedianya prasarana komunikasi akan dapat mendorong para wisatawan

    untuk mengadakan perjalanan jauh. Yang termasuk dalam kelompok ini ialah telepon,

    telegrap, radio, TV, surat kabar dan pelayanan kantor pos.

    Kelompok yang termasuk utilitas

    Yang termasuk dalam kelompok ini adalah penerangan, listrik, persediaan air

    minum, sistem irigasi dan sumber energi.

    b. Prasarana Sosial (Social Infrastructures), adalah semua faktor yang menunjang kemajuan

    atau menjamin kelangsungan prasarana perekonomian yang ada. termasuk dalam

    kelompok ini adalah :

    Pelayanan Kesehatan (Health Services Facilities)

    Faktor Keamanan (Safety) dan Keramahan (Hospitality)

    Wisatawan yang sedang mengadakan perjalanan berada dalam lingkungan yang

    tidak mereka kenal, maka kepastian atau jaminan keamanan sangat penting. Citra yang

    baik dari suatu produk wisata akan mendorong berkembangnya usaha pariwisata.

    Petugas yang langsung melayani wisatawan (Goverment apparatus)

    Termasuk dalam kelompok ini ialah petugas imigrasi, petugas bea cukai, petugas

    kesehatan, polisi dan pejabat-pejabat lain yang berkaitan dengan pelayanan pariwisata.

    2.2.3.5 Informasi dan Promosi

    Meliputi cara-cara publikasi dan promosi yang akan dilakukan sebagai unsur

    pendukung pengembangan suatu obyek wisata.

    2.2.4 Pendekatan-Pendekatan dalam Pengembangan Pariwisata

    Dalam perencanaan pengembangan pariwisata, dikenal dua cara pendekatan yang

    bertitik tolak dari sudut pandang yang berbeda (Yoeti, 1997 :25) yaitu :

    a. Pendekatan Fungsionalisme

    Pendekatan yang lebih mengutamakan kajian keterkaitan hubungan fungsional yang

    membentuk sistem keterpaduan yang lengkap dan menyeluruh. Pendekatan ini

    beranggapan bahwa semua unsur yang terlibat akan membentuk suatu sistem dan dapat

    diarahkan menuju suatu pola normatif tertentu dan berjalan lancar sesuai dengan peranan

    fungsional yang diharapkan perencana.

    b. Pendekatan Strukturalisme

    Pendekatan yang lebih menekankan pada peninjauan perilaku tiap unsur sebagai

    landasan penyusunan perencanaannya. Pendekatan ini beranggapan bahwa perilaku unsur-

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -23

    unsur tersebut mempunyai kehendak, persepsi dan aspirasi yang mungkin sangat berbeda

    dengan sistem yang dibayangkan oleh perencana fungsionalisme. Pendekatan struktural

    dewasa ini berkembang sebagai pendekatan Partisipatory atau Community Based

    Approach yang lebih dikenal sebagai pendekatan “Bottom – Up”.

    2.2.5 Kebijakan Perencanaan Pengembangan Pariwisata

    Pertimbangan-pertimbangan dalam perencanaan pengembangan pariwisata (menurut

    Gold dalam Dinanti, 2002:23) antara lain :

    a. Pengembangan pariwisata hendaknya menggunakan teknik konservasi budaya, artinya

    melalui pengembangan pariwisata secara langsung dan dapat membantu pelestarian atau

    bahkan menghidupkan kembali budaya yang ada

    b. Libatkan masyarakat melalui para pemimpinnya dalam setiap tahap proses pengambilan

    keputusan perencanaan pengembangan pariwisata di daerah tertentu agar mereka dapat

    memberikan sumbang saran tentang jenis pariwisata yang cocok dikembangkan.

    c. Buatlah suatu ketentuan umum, bahwa atraksi wisata harus didasari aspek budaya dan

    lingkungan lokal dan bukan merupakan tiruan atraksi asing

    d. Laksanakan program pendidikan masyarakat, khususnya masyarakat di daerah yang akan

    dikembangkan, mengenai konsep, manfaat dan masalah pariwisata yang didapatkan dari

    pemuka masyarakat, pemuka adat, pemuka agama dan organisasi sosial lainnya.

    e. Berikanlah pelatihan kepada para pekerja setempat agar mereka dapat bekerja secara

    efektif dibidang usaha pariwisata, sehingga dengan demikian antar wisatawan dan para

    pekerja akan terjalin hubungan yang menyenangkan tanpa harus menimbulkan salah

    pengertian dan konflik, pelatihan harus berisi hal yang berkaitan dengan latar belakang

    budaya para wisatawan.

    2.2.6 Tahap-Tahap Perencanaan Kepariwisataan

    Proses perencanaan dalam kepariwisataan (Travel Research seminar di Paraguay

    Tahun 1964 dalam Dinanti, 2002: 24) dapat dilakukan dalam 5 tahap, antara lain:

    a. Melakukan inventarisasi mengenai semua fasilitas yang tersedia dan potensi yang dimiliki

    b. Menaksir pasaran pariwisata dan mencoba melakukan proyeksi lalu lintas wisatawan pada

    masa yang akan datang

    c. Melakukan penelitian kemungkinan perlunya penanaman modal, baik modal dalam negeri

    maupun modal asing

    d. Melakukan perlindungan terhadap kekayaan alam yang dimiliki dan memelihara warisan

    budaya bangsa serta adat istiadat suatu bangsa yang ada.

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -24

    2.2.6.1 Proses Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan Wilayah Pesisir dan Lautan

    Pada dasarnya ada tiga langkah utama (Dahuri, 2004:172), yaitu : perencanaan,

    implementasi dan pemantauan dan evaluasi. Tahap-tahap perencanaan pembangunan

    berkelanjutan wilayah pesisir dan pantai dapat dilihat pada Gambar 2.1.

    Tahap pertama, dimulai dengan pendefinisian masalah secara akurat, berdasarkan isu dan

    permasalahan yang dirunut dari akar masalah. Dikombinasikan dengan informasi

    sumberdaya alam dan aspirasi masyarakat lokal.

    Tahap kedua, menyusun tujuan dan sasaran, tujuan secara umum diformulasikan sebagai

    upaya untuk mencapai pemamfaatan sumberdaya, ruang dan jasa-jasa lingkungan lain

    yang terdapat di wilayah pesisir secara kesinambungan.

    Tahap ketiga, ditetapkan peluang dan kendala yang ada serta menyusun dokumen

    perencanaan (rencana) yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang

    ditetapkan.

    Tahap keempat, pelaksanaan rencana yang telah disusun dengan melakukan pemantauan

    dan evaluasi setiap tahunnya.

    Gambar 2.1 Proses Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan Wilayah Pesisir dan Lautan

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -25

    Dalam tahap pembangunan dapat berkelanjutan, secara garis besar wilayah pesisir

    perlu dipilah menjadi tiga mintakat (zones) :

    Mintakat preservasi, adalah suatu daerah yang memiliki ekosistem unik, biota endemik

    atau proses penunjang kehidupan biota laut, dalam mintakat ini tidak diperbolehkan

    adanya kegiatan manusia atau pembangunan.

    Mintakat konservasi, adalah daerah yang diperuntukkan bagi pembangunan secara terbatas

    dan terkendali seperti hutan mangrove atau terumbu karang.

    Mintakat Pemamfaatan, adalah daerah yang memang diperuntukkan bagi kegiatan

    pembangunan dalam tingkat yang lebih intensif, seperti industri,tambak,pariwisata

    komersil,permukiman,pelabuhan dan pertambangan.

    Secara lebih rinci (Dahuri, 2004:178) menyarankan hal-hal yang perlu dilakukan

    selama tahap perencanaan, sebagai berikut:

    Identifikasi isu dan permasalahan, kemudian menyusun tujuan dan sa¬saran untuk

    menjawab isu dan permasalahan tersebut;

    Penentuan ruang lingkup spasial, waktu, dan substansi dari perencanaan;

    identifikasi pihak-pihak yang terkait, dan melibatkan peran serta me¬reka dalam proses

    pengelolaan;

    Analisis program, piranti kelembagaan (institutional arrangements), dan alat pengelolaan

    (management instruments) yang ada, kemudian me¬nentukan apakah semua itu sudah

    mencukupi untuk menjawab atau mengatasi isu permasalahan yang dihadapi;

    Penyusunan seperangkat kegiatan (proyek) sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah

    dicanangkan serta kondisi sistem sosial alamiah pe¬sisir yang ada;

    Pengumpulan dan analisis data saat ini dan mengevatuasi kebutuhan akan informasi dan

    penelitian lebih lanjut;

    Penyediaan informasi bagi pembuat kebijakan untuk evaluasi program. Tahap selanjutnya

    adalah implementasi dari rencana yang telah disusun seperti di atas. Agar suatu program

    PWPLT dapat diimplementasikan, maka PWPLT harus bersifat praktis, dan harus

    menghasilkan keluaran (outputs) yang nyata (tangible) secara berkelanjutan bagi

    masyarakat pengguna (stakehold¬ers). Untuk memperoleh dukungan masyarakat

    pengguna, maka program PWPLT harus dijabarkan dari permasalahan dan potensi sumber

    daya yang ada di kawasan.analisis dampak lingkungan sangat penting bagi pengelolaan

    wilayah pesisir secara efektif.

    2.2.6.2 Konsep Perencanaan Fasilitas Rekreasi

    Menurut Gold dalam Dinanti (2002:24), pendekatan perencanaan fasilitas dapat

    dilakukan dengan beberapa konsep, seperti :

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -26

    a. Penggunaan dapat dikelompokkan menurut kelompok penggunaan berdasarkan kebiasaan

    dan kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan

    b. Karakteristik sosial ekonomi pengguna dapat diperoleh dari data sensus dan data survey

    guna memperkirakan ukuran dan distribusi kebutuhan sekarang dan yang akan datang

    terhadap fasiliras rekreasi

    c. Setiap kelompok pengguna membutuhkan jenis dan jumlah tertentu sumber daya untuk

    pemenuhan kesempatan rekreasinya

    d. Jumlah lokasi ruang untuk setiap jenis fasilitas rekreasi ditentukan oleh ketersediaan ruang

    secara fisik dan psikologis

    e. Wilayah Perencanaan rekreasi dapat digambarkan berdasarkan karakteristik lansekap

    eksisting

    f. Karakteristik lingkungan dari setiap tipe lansekap memiliki ukuran potensial untuk

    penggunaan kegiatan rekreasi

    g. Setiap sumberdaya rekreasi pada perencanaannya memiliki maksimum carrying capacity

    h. Kapasitas Sumber Daya Alam dan perencanaan fasilitas rekreasi dapat menentukan

    pengembangan rekreasi baik jenis maupun fasilitas yang sesuai

    i. Pengalaman rekreasi memiliki nilai terukur dan tidak terukur, termasuk pengeluaran untuk

    rekreasi, keputusan penggunaan dan keuntungan sosial

    2.2.6.3 Perhitungan Kebutuhan Fasilitas Wisata

    Perhitungan kebutuhan fasilitas wisata di suatu objek wisata, dilakukan berdasarkan

    standar kebutuhan fasilitas yang telah ditetapkan. Standar kebutuhan fasilitas wisata diambil

    dari data. standar arsitektural (Dinanti, 2002 : 155) dan dati Ernst Neufert, Architect's Data,

    Granada dalam Candra Ria, (1994 : 203). Standar kebutuhan fasilitas wisata dapat dilihat pada

    tabel berikut:

    Tabel 2.5 Standar Kebutuhan Fasilitas Wisata

    No. Ruang Kapasitas Standard Luasan Ruang

    1. Pintu Gerbang 1 jalur masuk

    1 jalur keluar

    lebar 1 jalur = 4 m2

    2. Loket Karcis Masuk 3 orang 1 orang = 4 m2

    3. Pos Jaga 2 orang 1 orang = 2,25 m2

    4. Area Parkir Kendaraan

    Mobil 60% pengunjung

    1 mobil = 4,5 orang

    1 mobil = 12 m2

    Bus 40% pengunjung

    1 bus = 50 orang

    1 bus = 24 m2

    Sepeda Motor 25% pengunjung

    1 motor = 2 orang

    1 motor = 1,5 m2

    5. Pusat Informasi 5% pengunjung 2 – 2,75 m2 per orang

    6. Kantor Pengelola 10 orang 2 m2 per orang

    7. Toilet 8 orang (4 pa + 4 pi) WC = 1,40 m2 per orang

    Urinal = 0,8 m2 per orang

    8. Kios Suvenir/stand

    makanan/minuman

    20 orang 0,96 m2 per orang

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -27

    No. Ruang Kapasitas Standard Luasan Ruang

    9. Gazebo 10 orang 0,96 m2 per orang

    10. Menara pandang 2 orang 2 m2 per orang

    11. Pos Kesehatan*) 10 orang 4 m2 per orang

    12. Pondok Penelitian*) 10 orang 4 m2 per orang

    13. Ruang Ganti 10 orang (5 pi + 5 pa) 1,75 m2 per orang

    14. Ruang/Pancuran Bilas - 1,35 m2 per orang

    15. Jalan Setapak 2 orang 1,6 m2 per orang

    16. Keran Air Bersih 200 orang per keran - Sumber : Data Standar Arsitektural dalam Dinanti (2002)

    Keterangan:

    *) : Standar kebutuhan luas (m2 per orang), diarnbil dari Ernst Neufert, Architect's Data, Granada (dalam Candra

    Ria)

    Lindberg, (1995 : 143-144) juga memberikan beberapa pedoman umum dalam

    mengembangkan sarana-sarana ekowisata. Beberapa pedoman tersebut diantaranya:

    a. Letakkan bangunan-bangunan dan struktur-struktur pada tempat yang tidak memerlukan

    penebangan pohon-pohon penting dan menekan serendah mungkin gangguan terhadap

    objek-objek alam lainnya.

    b. Manfaatkan sedapat mungkin pohon-pohon yang ditebang oleh alam (seperti pohon¬-

    pohon yang dirobohkan angin atau oleh sebab-sebab alam lainnya.

    c. Sistem jalan setapak seharusnya memperhatikan pola perjalanar dan habitat kehidupan liar.

    d. Pelihara daeiah bervegetasi di sekitar danau-danau, kolam-kolam, sungai-sungai dengan

    aliran periodik sebagai jalur penyaring untuk menekan serendah mungkin aliran

    permukaan dari sedimen-sedimen dan limbah.

    e. Penggunaan mobil dan kendaraan-kendaraan lain harus dibatasi dengan tegas

    f. Sediakan tanda-tanda bagi jalan setapak untuk meningkatkan apresiasi pengunjung

    terhadap lingkungan alam dan menciptakan aturan berperilaku yang jelas.

    2.2.6.4 Cara Peningkatan Pendapatan dari Sektor Pariwisata

    Menurut Prof. Dr. Kusudianto Hadinoto,1996:7 cara untuk meningkatkan pendapatan

    dari sektor pariwisata antara lain dengan :

    a. Perpanjangan Lama Tinggal (LOS)

    b. Menambah peluang berbelanja

    c. Kunjungan ulang

    d. Memperbesar jumlah wisatawan

    Usaha tersebut dapat dicapai dengan :

    a. Penyempurnaan Daerah Tujuan Wisata dengan penyusunan tour-tour dengan baik dan

    peningkatan mutu fisik/pelayanan

    b. Banyak variasi cinderamata dan atraksi sesuai selera wisatawan

    c. Identifikasi dan pengembangan atraksi baru.

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -28

    2.2.7 Teori Demand dan Supply dalam Pariwisata

    Segala sesuatu yang disajikan bagi kepentingan wisatawan, baik berupa benda-benda

    objek, alat (sarana prasarana), tenaga (manusia, teknologi), kegiatan (events), maupun

    pelayanan (service), yang sudah dirangkum dipaketkan menjadi persediaan (supply) dan

    kebutuhan (demand) sang wisatawan. dapat dikatakan sebagai produk wisata (Marpaung, 2002

    : 78). Salah satu studi kritis dalam rencana pengambangan sektor pariwisata adalah analisis

    supply dan demand. Untuk dapat mengimbangkan supply dan demand adalah penting untuk

    mengetahui proyeksi dari volume masa depan arus wisata dan komposisinya (Hadinoto,1996:

    203).

    2.2.7.1 Penawaran (Supply) Kepariwisataan

    Supply kepariwisataan dapat diartikan sebagai unsur-unsur daya tarik wisata alam atau

    wisata buatan manusia, barang-barang dan jasa-jasa (goods and services) (Yoeti, 1996: 80).

    Definisi lain dari supply, yaitu apa-apa yang dapat disuguhkan oleh industri pariwisata (Pendit,

    1994: 130-131), sedangkan menurut Troisi (1942) dalam (Pendit, 1994: 130-131) mengatakan

    bahwa supply industri pariwisata (selanjutnya disebut “benda-benda pariwisata”) baik yang

    bersifat material maupun bukan material adalah sebagai berikut :

    a. Benda-benda yang dapat diperoleh dengan jalan bebas, seperti udara cuaca, iklim,

    panorama, keindahan alam sekitar;

    b. Benda-benda pariwisata yang diciptakan, seperti misalnya monumen, tempat-tempat

    bersejarah, benda-benda arkeologi, koleksi budaya, tempat pemandian, gedung atau

    bangunan penting dan spesifik, candi, masjid, gereja; dan

    c. Benda-benda dan pelayanan (service) kepariwisataan yang harus ditambahkan pada benda-

    benda dalam kategori (1) dan (2).

    Komponen dalam sediaan supply menurut (Intosh et al., 1995: 269), terdiri dari :

    a. Sumber daya alam (natural resources). Kategori ini merupakan dasar dari sediaan atau

    penawaran yang dapat digunakan dan dinikmati wisatawan (objek dan daya tarik wisata);

    b. Infrastruktur, seperti sistem penyediaan air bersih, sistem pengolahan limbah, sistem

    drainase, jalan, pusat perbelanjaan/pertokoan;

    c. Transportasi (transportation), termasuk didalamnya jaringan transportasi serta fasilitas

    pendukungnya; dan

    d. Keramahtamahan dan sumber daya kebudayaan (hospitality and cultural resources),

    ditinjau dari masyarakat setempat dan termasuk seni murni, kesusastraan, sejarah,

    permainan dan pertunjukan sejarah.

    2.2.7.2 Klasifikasi, Kriteria Objek dan Daya Tarik Wisata

    Penentuan objektifitas nilai klasifikasi objek dan daya tarik wisata perlu didasarkan

    pada standar kriteria, baik standar kriteria umum maupun standar khusus. Standar kriteria

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -29

    umum adalah syarat-syarat minimal yang harus dipenuhi dan berlaku bagi semua objek dan

    daya tarik wisata alam, budaya maupun minat khusus lainnya, yang meliputi (Musanef, 1995 :

    186-187) :

    a. Kemudahan pencapaian (aksesibilitas):

    Kemudahan pencapaian adalah suatu kondisi atau keadaan tentang mudah tidaknya

    suatu lokasi dapat dicapai oleh wisatawan dari tempat asalnya. Unsur yang dijadikan tolok

    ukur pada dasarnya meliputi (Musanef, 1995 : 186-187) :

    1. Kondisi prasarana perhubungan darat, laut dan udara;

    2. Jumlah dan jenis sarana transportasi ke objek;

    3. Frekuensi transportasi ke objek; dan

    4. Jumlah tempat duduk transportasi umum dari pusat penyebaran ke objek.

    b. Potensi Pasar

    Keberhasilan pembangunan objek dan daya tarik wisata banyak ditentukan oleh tinggi

    rendahnya potensi pasar atau wisatawan yang akan mengunjungi objek tersebut. Unsur-

    unsur yang menjadi tolok ukur antara lain :

    1. Jumlah dan kepadatan penduduk sekitar objek pada radius 75 km atau lebih;

    2. Jarak objek dari pelabuhan udara/bandara, pelabuhan, stasiun kereta api dan terminal

    umum.

    c. Kondisi Lingkungan

    Kondisi lingkungan suatu objek pada dasarnya bersifat timbal balik, artinya pengaruh

    lingkungan wisatawan terhadap lingkungan objek (lingkungan sosial, budaya, lingkungan

    membudaya) yang hanya dapat dilakukan melalui AMDAL. Pengaruh lingkungan

    terhadap wisatawan seperti keamanan, kesehatan, keindahan dan sebagainya.

    d. Prasarana Dasar

    Prasarana dasar merupakan prasarana yang mutlak bagi pembangunan objek dan daya

    tarik wisata. Unsur-unsur yang dijadikan ukuran adalah sarana jalan, listrik, air bersih serta

    sarana pos dan telekomunikasi.

    e. Pengelolaan/pengusahaan

    Pengusahaan dimaksud mencakup kegiatan membangun dan mengelola. Unsur-unsur

    yang dijadikan ukuran antara lain : organisasi pengelola, tingkat mutu pelayanan dan

    fasilitas bagi wisatawan, berikut pelaksanaan perawatan dan fasilitas.

    f. Sarana wisata

    Sarana wisata yang sangat menentukan bagi pengembangan objek dan daya tarik wisata

    pada umumnya adalah : sarana akomodasi dan jumlah kamar pada radius 75 km atau lebih,

    sarana restoran dan rumah makan.

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -30

    g. Daya tarik pendukung

    Pembangunanobjek dan daya tarik wisata diperlukan daya tarik pendukung, sehingga

    wisatawan akan puas karena menyaksikan beberapa daya tarik wisata. Unsur yang dinilai

    dalam kriteria ini didasarkan ada atau tidaknya serta jumlah objek wisata lain dalam radius

    75 km dari objek yang dinilai.

    Standar kriteria khusus adalah syarat-syarat atau unsur daya tarik yang melekat pada

    objek dan daya tarik wisata. Dari setiap jenis objek wisata berbeda satu dengan yang lainnya

    (Musanef, 1995 : 187).

    a. Daya tarik objek wisata peninggalan sejarah/purbakala harus memiliki unsur-unsur antara

    lain meliputi keaslian, keunikan/langka, nilai sejarah, keutuhan, variasi kegiatan,

    keindahan/kenyamanan, kebersihan dan luas kawasan wisata;

    b. Daya tarik objek wisata berbentuk pantai, harus memiliki unsur-unsur minimal antara lain

    meliputi keindahan, keselamatan laut, jenis pasir, variasi kegiatan, kebersihan air dan

    kenyamanan.

    Faktor-faktor penentu daya tarik wisata, yaitu sebagai berikut (Hadinoto 1996:102):

    a. Jenis atraksi yang ingin ditampilkan, parameter yang diamati disesuaikan dengan

    kecenderungan kedatangan wisatawan dan preferensi wisatawan, yaitu benda peninggalan

    sejarah, kegiatan sosial budaya, keindahan alam, keunikan lahan;

    b. Kemudahan pencapaian objek wisata, dilihat dari kriteria : jarak objek wisata ke kota pintu

    gerbang terdekat, jumlah kota pusat pelayanan yang terletak lebih kecil dari 100 km dari

    objek wisata, jarak objek wisata ke kota pusat pelayanan terdekat;

    c. Kelengkapan fasilitas pelayanan wisata dilihat dari fasilitas lingkungan objek dan di kota

    pusat pelayanan terdekat, dengan kriteria :

    1. Di lingkungan objek wisata : fasilitas minimal dan fasilitas listrik; dan

    2. Di kota pusat pelayanan terdekat : fasilitas minimal, fasilitas biro atau agen perjalanan,

    fasilitas pertunjukan kesenian dan fasilitas perbelanjaan.

    2.2.7.3 Permintaan (Demand)

    Demand wisata merupakan banyaknya kesempatan wisata yang diinginkan masyarakat

    atau gambaran total partisipasi masyarakat dalam kegiatan pariwisata secara umum yang

    dapatdiharapkan bila tersedia fasilitas-fasilitas memadai (Douglas,1982). Permintaan

    kepariwisataan melihat dari jenisnya (Yoeti, 1996: 28) dibagi dua, yaitu sebagai berikut :

    a. Potensial demand, yaitu sejumlah orang yang memenuhi syarat minimal untuk melakukan

    perjalanan pariwisata karena mempunyai banyak uang, keadaan fisik masih kuat, hanya

    belum mempunyai senggang waktu bepergian sebagai wisatawan

    b. Actual demand, yaitu sejumlah orang yang sedang melakukan perjalanan pariwisata ke

    suatu daerah tertentu.

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -31

    Data penting demand (Intosh et al., 1995; 297) terdiri dari : kunjungan wisatawan,

    moda angkutan yang digunakan, lama tinggal akomodasi yang digunakan, jumlah uang yang

    dibelanjakan. Analisis demand juga merupakan instrumen analisis yang melihat secara

    tradisional, mengenai karakteristik sosial yang telah digunakan sebagai variabel untuk

    menjelaskan segmentasi pasar menurut pangsa pasar. Pasar wisata pernah dilakukan analisis

    dengan membagi segmentasi atas pilihan daerah destination (Schott, et al., 1978), travel

    methods (Hawes 1978), demographic (Graham, et al, 1978), purpose of trips (Bryan, et al,

    1980). Untuk pemilihan target pasar didasarkan pada beberapa bentuk yaitu : differentiated

    market, concentrated market/single segmentating, extensive segmentating, dan selective

    segmentating.

    2.2.8 Karakter Wisatawan dan Penentuan Pasar Wisatawan

    2.2.8.1 Karakter Wisatawan

    Karakter wisatawan menurut Gunawan (1993 : 51) untuk wisatawan nusantara adalah :

    menyukai tempat yang sudah dikenal dan dikembangkan, tingkat aktivitas rendah dan

    menyukai kegiatan umum seperti jalan, duduk, memotret dan lainnya, menyukai tempat yang

    sudah dijangkau transportasi umum atau mobil pribadi, menyukai tempat keramaian yang

    dilengkapi penginapan dan tempat makan, menyukai suasana nusantara (bukan suasana banyak

    orang asing).

    2.2.8.2 Penentuan Pasar Wisatawan

    Wisatawan tidak datang dengan sendirinya, perlu adanya suatu usaha yang lebih yang

    dapat mengaktualisasikan atau mewujudkan antara atraksi wisata yang dimiliki dan kemauan

    atau kemungkinan wisata oleh wisatawan. Pengaktualisasian di atas disebut pemasaran wisata

    yang terlebih dahulu dianalisa. Analisa ini diperlukan untuk menentukan jenis permintaan yang

    ada di pasar, dapat berupa bentuk dan harga dan besar kecilnya atau kualitas permintaan. Untuk

    mengetahui bentuk dan harga wisata digunakan indikator pasar sebagai berikut (Soekadijo,

    1996: 198-200) :

    a. Jauh dekatnya letak suatu daerah dari daerah lain yang menuju pada kemudahan

    pencapaian daerah tersebut;

    b. Rute atau sifat yang ditempuh wisatawan untuk mencapai tujuan adalah tetap atau

    setidaknya dalam waktu cukup lama tidak berubah; dan

    c. Adanya transferabilitas yang menunjukkan bahwa daerah satu dengan daerah lain

    mempunyai daya interaksi yang ditunjukkan dengan adanya konektifitas, seperti angkutan,

    jalan dan lainnya.

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -32

    2.2.9 Sistem Perkaitan Spasial Pariwisata

    Sistem perkaitan spasial pariwisata merupakan konsep perencanaan spasial pariwisata

    yang terdiri dari konsep perlawatan keliling (touring), konsep tempat tujuan (destination) dan

    konsep gabungan (overall).

    2.2.9.1 Konsep Perlawatan Keliling (Touring)

    Konsep ini menghubungkan beberapa lokasi objek wisata menjadi satu mata rantai

    yang utuh. Touring subsistem termasuk atraksi, transpor, fasilitas pelayanan dan pengarahan

    promosi. Kelemahan konsep adalah tidak dapat diterapkan bila letak antar objek terlalu jauh

    karena adanya kendala topografi, sedangkan kegunaan konsep ini dapat mencegah penggunaan

    fasilitas rekreasi dan rute perjalanan wisata yang berulang namun aktivitas hampir pasif karena

    waktu terbatas, dan distribusi geografis adalah suatu sirkuit, bukan suatu titik.

    2.2.9.2 Konsep Tempat Tujuan (Destinations)

    Konsep tempat tujuan ini adalah konsep perencanaan pariwisata yang digunakan bila

    tempat objek wisata saling berjauhan dan karena adanya kendala yang menyebabkan antara

    objek tersebut tidak dapat dirangkaikan menjadi satu rangkaian. Kelemahan konsep ini adalah

    kebalikan dari konsep perlawatan keliling dimana terdapat pengulangan penggunaan fasilitas

    rekreasi dan rute perjalanan, tetapi kelebihannya adalah mengurangi resiko pencemaran

    lingkungan pada area yang terbatas.

    2.2.9.3 Konsep Gabungan (Overall)

    Konsep ini merupakan konsep gabungan antara konsep perlawatan keliling dan konsep

    tempat tujuan. Konsep ini timbul karena adanya kendala limitasi di kawasan wisata, maka

    untuk lokasi yang dapat dihubungkan digunakan konsep perlawatan keliling, sedangkan untuk

    lokasi yang tidak dapat dihubungkan digunakan konsep tempat tujuan.

    Konsep spasial perjalanan wisata mempunyai komponen sebagai berikut :

    a. Daerah asal wisatawan (origin)

    Menyangkut tempat tinggal wisatawan, dalam hal ini wisatawan domestik. Untuk

    pariwisata domestik atau daerah tempat tinggal wisatawan bisa di dalam wilayah

    Pengembangan Pariwisata (WPP), tetapi jumlahnya relatif lebih kecil dibandingkan jumlah

    wisatawan keseluruhan;

    b. Pintu Gerbang (entrance)

    Mempunyai pintu masuk atau keluar wisatawan ke WPP. Pintu gerbang yang sering

    digunakan oleh wisatawan domestik melalui gerbang lokal (umumnya);

    c. Jalur penghubung (circulation corridor)

    Menyangkut pola pergerakan serta pola perjalanan pariwisata, yaitu prasarana dan

    sarana penghubung yang digunakan wisatawan untuk mencapai atraksi dan objek;

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -33

    d. Lingkungan pariwisata (destination zone)

    Dalam lingkungan pariwisata mempunyai objek pariwisata beserta jalur internalnya

    dengan beberapa komponen, yaitu :

    1. Pusat pelayanan (community)

    Mempunyai pusat akomodasi, restoran, fasilitas olahraga, terminal dan lain sebagainya.

    Wisatawan didistribusikan ke objek yang ingin dikunjungi. Pusat pelayanan juga

    merupakan pusat informasi yang memberikan penerangan tentang objek wisata yang

    terletak di lingkungan tersebut;

    2. Gerbang masuk lingkungan (gateway)

    Umumnya terdapat di pusat lingkungan (pusat pelayanan) yang berfungsi sebagai

    gerbang pencapaian objek pariwisata di lingkungan tersebut;

    3. Konsentrasi objek (attraction complexes)

    Objek dengan aneka jenis atraksi dan fasilitas maupun kesenian serta kelengkapan

    objek yang dapat dinikmati wisatawan;

    4. Jalur penghubung dan jaringan internal (circulation corridor and linkage)

    Jalur penghubung adalah jalur yang digunakan wisatawan untuk mencapai gerbang

    lingkungan, sedangkan jaringan internal adalah jalur yang digunakan untuk mencapai

    objek dari pusat pelayanan.

    2.2.10 Perencanaan dan Pengelolaan Objek dan Daya Tarik Wisata Sosial Budaya

    2.2.10.1 Peninggalan Sejarah Kepurbakalaan dan Monumen

    Peninggalan sejarah kepurbakalaan dan monumen termasuk golongan budaya,

    monumen nasional, gedung bersejarah merupakan suatu jenis objek dan daya tarik wisata

    utama di banyak negara. Jenis lain dari objek dan daya tarik wisata ini adalah industri arkeologi

    dan taman-taman bersejarah. Perencanaan pengembangan jenis objek dan daya tarik wisata ini

    memerlukan zonasi. Pengaturan kesan alami perlu diperhatikan di sekitar atraksi utama dan di

    seluruh kawasan. Penyediaan brosur dapat membantu dalam memberikan informasi yang lebih

    lengkap dan dalam perencanaan pengembangan fasilitas akhir-akhir ini menggunakan

    pendekatan imajinatif, dan untuk fasilitas umum yang harus tersedia adalah WC umum, kios,

    tempat sampah, papan penunjuk arah, papan peringatan, tempat tunggu dan lahan parkir

    (Marpaung, 2002: 88).

    2.2.10.2 Museum dan Fasilitas Budaya Lainnya

    Jenis objek dan daya tarik wisata ini berhubungan dengan aspek alam dan kebudayaan

    di suatu kawasan. Museum dapat dikembangkan berdasarkan temanya, antara lain museum

    arkeologi, sejarah, etnologi, sejarah alam ataupun dengan tema khusus lainnya. Jenis objek ini

    biasanya dikembangkan dengan tujuan untuk memenuhi masyarakat lokal dalam melakukan

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -34

    aktivitas rekreasinya. Fasilitas pengunjung yang dapat disediakan adalah WC umum, tempat

    sampah, papan petunjuk, pusat informasi, perpustakaan, kios, tempat penitipan barang dan lain-

    lain (Marpaung, 2002: 90).

    2.2.10.3 Teori Pelestarian

    Pelestarian sejarah sebagai suatu jenis perencanaan kota relatif masih baru, meskipun

    sejak lama telah ada suatu perhatian terhadap subyek, yaitu sejak abad ke-2 SM. Hal ini

    berkaitan dengan beberapa faktor organisasi, metodologis, profesional dan ekonomis yang

    menekankan pentingnya perencanaan semacam itu dan menciptakan istilah baru pada akhir

    abad ke-19. Urgensinya adalah adanya suatu kejutan yang timbul ketika skala pembongkaran-

    pembongkaran dan bentuk-bentuk penghancuran bangunan-bangunan dan kawasan bersejarah

    semakin besar, baik itu oleh manusia dan alam (Catanese, 1986: 401). Prinsip pelestarian

    menurut Charter (1981), dan Catanese (1979), yaitu sebagai berikut :

    a. Preservasi, yaitu melindungi, memelihara suatu tempat sesuai aslinya serta mencegah

    proses kerusakannya;

    b. Konservasi, yaitu kegiatan pemeliharaan suatu tempat guna mempertahankan nilai

    kulturnya dengan tujuan agar pelestarian lebih efisien searah perkembangannya,

    pengubahan tempat-tempat ini tetap mengacu pada nilai kesejarahannya. Konservasi

    sebenarnya merupakan pula upaya preservasi namun tetap memanfaatkan kegunaan dari

    suatu tempat menampung kegiatan yang sama sekali baru hingga dapat membiayai sendiri

    kelangsungan eksistensinya;

    c. Restorasi, yaitu mengembalikan kondisi fisik bangunan seperti semula dengan membuang

    elemen orisinil yang telah hilang tanpa menggunakan bahan baku baru;

    d. Rehabilitasi, yaitu mengembalikan kondisi fisik bangunan yang rusak, hingga berfungsi

    seperti semula, dalam hal ini kelangsungan sejarah dan khas tetap terjaga;

    e. Renovasi, yaitu upaya merubah sebagian atau seluruh interior bangunan, sehubungan

    dengan perlunya adptasi bangunan bersangkutan terhadap fungsi baru;

    f. Rekomendasi, yaitu upaya membangun kembali penampilan orisinil suatu kawasan atau

    bangunan sesuai dengan informasi kesejarahan yang diketahui;

    g. Adaptasi/ Revitalisasi, yaitu upaya dalam mengubah suatu tempat agar dapat digunakan

    untuk fungsi baru yang sesuai. Dimaksud dengan fungsi yang sesuai adalah kegunaan yang

    tidak menuntut perubahan drastis atau yang hanya memerlukan dampak minimal.

    Kriteria penentuan objek perlu diketahui terlebih dahulu bagian-bagian bangunan atau

    tempat yang dikonservasikan, atau bagian kota yang akan dilestarikan. Kriteria yang akan

    digunakan dalam menentukan objek konservasi yang perlu dilestarikan, seperti dirinci

    Catanesse (1979), mencakup:

  • L A P O R A N A K H I R

    PENYUSUNAN RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN (RIPKA) KABUPATEN GRESIK II -35

    a. Estetika, berkaitan dengan nilai arsitektural, meliputi bentuk, gaya, struktur yang mewakili

    prestasi khusus atau gaya sejarah tertentu. Dalam hal ini, sulit diputuskan suatu rumusan

    pertimbangan untuk menetapkan apakah suatu bangunan atau kawasan patut

    dikonservasikan;

    b. Kejamakan, objek yang akan dilestarikan mewakili kelas dan jenis khusus. Tolak ukur

    kejamakan ditentukan oleh bentuk suatu ragam atau jenis khusus yang spesifik;

    c. Kelangkaan, kelangkaan s