PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING … SAING.pdf · Menyusun strategi meningkatkan daya saing...
Transcript of PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING … SAING.pdf · Menyusun strategi meningkatkan daya saing...
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
i
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN
DAYA SAING DAERAH KABUPATEN
BANYUWANGI
Kerjasama
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
Kabupaten Banyuwangi
dengan
PUSAT KAJIAN KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH
(PK2ND)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
i
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan Kegiatan ............................................................................. 2
1.3 Sasaran Kegiatan ................................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3
2.1 Tinjauan mengenai Daya Saing ............................................................... 3
2.2 Daya Saing Daerah ................................................................................... 3
2.3 Indikator utama daya saing daerah ........................................................... 4
2.4 Faktor Penentu Daya Saing ...................................................................... 4
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................ 6
3.1 Rancangan Penelitian ............................................................................... 6
3.2 Lingkup Penelitian ................................................................................... 6
3.3 Sumber Data ............................................................................................. 7
3.4 Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 7
3.5 Instrumen Pengumpulan Data .................................................................. 7
BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANYUWANGI ........... 11
4.1 Kondisi Geografis Wilayah ............................................................................... 11
4.2 Pemerintahan..................................................................................................... 12
4.3 Kependudukan dan Ketenagakerjaan ................................................................ 12
4.4 Sosial Ekonomi ................................................................................................. 14
BAB 5 IDENTIFIKASI POTENSI DAN DAYA SAING DAERAH ................ 15
5.1 Kondisi Ekonomi Kabupaten Banyuwangi ....................................................... 15
5.2 Potensi Daerah Kabupaten Banyuwangi ........................................................... 16
5.2.1 Potensi Sektor Pertanian ................................................................................ 16
5.2.2 Potensi Sektor Industri ................................................................................... 22
5.2.3 Potensi Sektor Pariwisata ............................................................................... 23
5.3 Identifikasi Potensi Sektoral ............................................................................. 24
5.3.1 Hasil Analisis Tipologi Klassen ..................................................................... 24
5.3.2 Hasil Analisis LQ ........................................................................................... 24
5.3.3 Hasil Analisis Shift-Share .............................................................................. 25
5.4 Identifikasi Daya Saing Daerah ........................................................................ 31
BAB 6 STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH .................... 33
6.1. Pendahuluan ..................................................................................................... 33
6.2. Identifikasi Responden ..................................................................................... 34
6.3. Daya Saing Daerah Menurut Indikator Input-Output ...................................... 35
6.3.1. Indikator Input Daya Saing ................................................................ 35
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
ii
6.3.2. Indikator Output Daya Saing ............................................................. 45
6.4. Perumusan Strategi Kebijakan Peningkatan Daya Saing ...................... 48
BAB 7 PENUTUP ....................................................................................... 57
Daftar Pustaka ............................................................................................ 58
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana
pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta
untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu, pemerintah
daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya
yang dimiliki daerah harus mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan
untuk merancang dan membangun perekonomian daerah (Arsyad, 1999).
Sementara, studi Huda dan Santoso (2014) menunjukkan bahwa
berdasarkan indikator input (berbasis endowment sumber daya alam), Kabupaten
Banyuwangi menempati kelompok sepuluh daerah tertinggi dari 38
kabupaten/kota di Jawa Timur sedangkan berdasarkan indikator output (indikator
dampak dari input) menempatkan Kabupaten Banyuwangi di urutan ke-16 dari 38
kabupaten/kota di Jawa Timur.
Ditinjau dari pertumbuhan ekonomi, Kabupaten Banyuwangi dengan
julukannya “The Sunrise of Java” dan motto “Satya Bakti Praja Mukti”merupakan
salah satu kabupaten di Jawa Timur dengan pertumbuhan dinamis. Sepanjang
periode 2010-2013, Kabupaten Banyuwangi pernah menorehkan prestasi
pertumbuhan ekonomi yang tertinggi sebesar 7,22 persen yaitu pada tahun 2012,
angka tersebut hampir menyamai pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur yang
sebesar 7,27 persen. Sayangnya, pertumbuhan yang tinggi tersebut tidak mampu
dipertahankan pada 2013. Pertumbuhan Kabupaten Banyuwangi “hanya”
mencapai angka sebesar 6,76 persen, meskipun masih lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebesar 6,55 persen maupun rata-rata
pertumbuhan ekonomi Nasional. Selanjutnya, pada tahun 2014, pertumbuhan
ekonomi Banyuwangi sebesar 6.94 persen, melampaui pertumbuhan ekonomi
Jawa Timur sebesar 5,86 persen.
Ket: ***) Angka Sangat Sementara
Sumber : BPS Kab. Banyuwangi , 2015
Gambar 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur
dan Nasional
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
2
Ditinjau dari kontribusi sektoral, komponen kontribusi sektoral PDRB
Kabupaten Banyuwangi 2010-2013 menunjukkan bahwa sektor pertanian masih
merupakan sektor yang memiliki kontribusi tertingggi dalam pembentukan PDRB
Kabupaten Banyuwangi yakni sebesar lebih dari 43 persen. Selain sektor
pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) juga merupakan
kontributor terbesar kedua dalam pembentukan PDRB di Kabupaten Banyuwangi
yakni sebesar lebih dari 27 persen. Hingga tahun 2013, sektor pertanian dan PHP
terus menunjukkan pertumbuhan dinamis sehingga dapat dikatakan bahwa sektor
pertanian dan PHR merupakan kontributor utama penopang pertumbuhan
ekonomi daerah di Kabupaten Banyuwangi.
Tabel 1.1. Kontribusi Sektoral PDRB Kabupaten Banyuwangi atas Dasar
Harga Konstan (ADHK), Tahun 2010-2013 (%)
No. Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013
1 Pertanian 46.72 44.82 44.45 43.47
2 Pertambangan dan Penggalian 4.63 4.55 4.40 4.33
3 Industri Pengolahan 5.46 5.40 5.32 5.24
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0.32 0.32 0.30 0.29
5 Bangunan 1.05 1.09 1.09 1.14
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 27.84 28.83 29.91 31.14
7 Pengangkutan dan Komunikasi 3.15 4.49 4.38 4.35
8 Keuangan, Persewaan dan Js Perusahaan 4.52 4.42 4.26 4.22
9 Jasa-Jasa 6.20 6.07 5.89 5.82
Sumber : BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Guna mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan daya saing, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi menerapkan konsep
pengembangan Banyuwangi dengan bertumpu pada karakteristik lokal dan
berbasis pada kebijakan pemberdayaan masyarakat lokal, dimana sektor pertanian
dan pariwisata menjadi fokus pengembangan.
1.2. Maksud dan Tujuan Kegiatan
Maksud dari kegiatan ini adalah menganalisis pola perubahan dan
pertumbuhan sektoral dalam perekonomian, serta menentukan sektor-sektor
unggulan sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam perumusan kebijakan.
Sementara, tujuan dari kegiatan adalah:
1. Mengetahui tingkat daya saing daerah Kabupaten Banyuwangi.
2. Menganalisis potensi daya saing daerah Kabupaten Banyuwangi.
3. Menyusun strategi meningkatkan daya saing daerah Kabupaten Banyuwangi.
1.3. Sasaran Kegiatan
Mengacu pada tujuan kegiatan, maka sasaran yang diharapkan dapat
tercapai dalam kegiatan penyusunan kajian peningkatan daya saing daerah
Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai berikut::
1. Teridentifikasi daya saing ekonomi Kabupaten Banyuwangi.
2. Tersusunnya rekomendasi kebijakan peningkatan daya saing daerah
Kabupaten Banyuwangi.
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Konsep Daya Saing
Daya saing menurut Porter (1990) merupakan suatu konsep yang dapat
diterapkan pada level nasional tak lain adalah “produktivitas” yang
didefinisikannya sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja.
Bank Dunia menyatakan hal yang relatif sama dimana “daya saing mengacu
kepada besaran serta laju perubahan nilai tambah per unit yang dicapai oleh
perusahaan”. Akan tetapi baik Bank Dunia, Porter, serta literatur-literatur terkini
mengenai daya saing nasional memandang bahwa daya saing tidak secara sempit
mencakup hanya sebatas tingkat efisiensi suatu perusahaan. Daya saing mencakup
aspek yang lebih luas, tidak berkutat hanya pada level mikro perusahaan, tetapi
juga mencakup aspek di luar perusahaan seperti iklim berusaha (business
environment) yang jelas-jelas di luar kendali suatu perusahaan. Aspek-aspek
tersebut dapat bersifat firm-specifik, region-specifik, dan bahkan country-specific.
World Economic Forum (WEF), suatu lembaga yang secara rutin
menerbitkan “Global Competitiveness Report” mendefinisikan daya saing
nasional adalah kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Fokusnya kemudian adalah pada
kebijakan-kebijakan yang tepat, institusi-institusi yang sesuai, serta karakteristik-
karakteristik ekonomi lain yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dan berkelanjutan tersebut (Abdullah, 2002).
2.2 Daya Saing Daerah
Daya saing daerah berdasarkan Departemen Perdagangan dan Industri
Inggris (UK-DTI) adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan
pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap
persaingan domestik maupun internasional. Sementara itu Centre for Urban and
Regional Studies (CURDS) mendefinisikan daya saing daerah sebagai
kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan
pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk
penduduknya (Abdullah, 2002). Dalam mendefinisikan daya saing perlu
diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
- Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau
efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih
mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perekonomian”
daripada “kemampuan sektor swasta atau perusahaan”.
- Pelaku ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga
rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya terpadu dalam suatu sistem
ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta
perusahaan dalam perkonomian, fokus perhatian tidak hanya pada itu saja. Hal
ini diupayakan dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya saing.
- Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak
lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk di dalam
perekonomian tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalah konsep yang
maha luas pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel
seperti pertumbuhan ekonomi. Perumbuhan ekonomi hanya satu aspek dari
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
4
pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan standar kehidupan
masyarakat.
- Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran
keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan. Kata
“daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang
tertutup.
2.3 Indikator Utama Daya Saing Daerah
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Abdullah (2002), indikator penentu
daya saing daerah adalah Perekonomian Daerah, Keterbukaan, Sistem Keuangan,
Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Sumber
daya manusia, Kelembagaan, Governance dan Kebijakan Pemerintah, dan
Manajemen dan Ekonomi Makro. Indikator makro daya saing merupakan jaringan
antar indikator dan sub-sub indikator yang saling intercorect, saling hubungan
secara terikat dan terkait (inheren dan cohern) antar dan lintas indikator dan sub
indikator, yang pada implementasinya memerlukan pengelolaan yang terintegratif,
terencana dan konsisten serta berkesinambungan diantara sembilan indikator
penentu daya saing.
Implementasi terintegrasi, mengandung makna bahwa langkah-langkah
yang ditempuh untuk mewujudkan perekonomian daerah secara makro sudah
barang tertentu melibatkan semua pihak, baik institusi pemerintah daerah, swasta
dan lembaga sosial, seta pihak pihak secara langsung dan tidak langsung secara
nyata andil dalam penggerakan dan pertumbuhan perekonomian daerah.
Terencana, asumsi langkah perencanaan adalah untuk memperkecil kegagalan,
artinya aktivitas pengembangan daya saing akan gagal total tanpa perencanaan,
dan peluang untuk berhasil lebih besar apabila diawali dengan perencanan yang
baik. Konsisten, menunjukan kepada langkah sentripetal yakni gerak yang
mengarah sesuai perencanaan atau gerak taat asas, tidak mengerjakan yang tidak
terencanakan, taat asas merupakan perwujudan dari konsistensi sebuah
kesepakatan, tidak merubah kesepakatan tanpa kesepakatan berikutnya,
perencanaan adalah kesepakatan. Adapun berkesinambungan merupakan
pekerjaan tiada henti, akan tetapi terus menerus dilakukan pada tahun pertama
diikuti tahun kedua dan seterusnya.
2.4 Faktor Penentu Daya Saing
Membangun daya saing daerah, bukanlah pekerjaan mudah dan dapat
dilakukan dalam jangka waktu pendek. Hal ini dikarenakan, daya saing daerah
bersifat multidimensi. Menurut Departemen perindustrian (2007), menciptakan
daya saing daerah, tidaklah mudah karena menghadapi berbagai kendala, antara
lain : (1) kelembagaan (2) keamanan,politik, dan sosial budaya (3) ekonomi
daerah (4) tenaga kerja (5) infrastruktur fisik. Berikut ini beberapa faktor yang
menentukan daya saing dari beberapa sumber :
1. Elemen daya saing menurut Porter secara detail adalah :
a. Factor condition (kondisi faktor). Faktor-faktor produksi : SDM (tenaga
kerja terampil), bahan baku, pengetahuan, modal, infrastruktur.
b. Firm strategy, structure and rivalry (strategi, struktur dan tingkat
persaingan perusahaan). Kondisi di dalam suatu bangsa yang menentukan
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
5
bagaimana unit-unit usaha terbentuk, diorganisasikan, dikelola dan tingkat
persaingan di dalam negeri.
c. Demand condition (kondisi permintaan). Sifat permintaan di dalam negeri
terhadap produk atau layanan industri bersangkutan.
d. Related and supporting industries (industri terkait dan pendukung).
Keberadaan industri pemasok atau industri pendukung yang mampu
bersaing secara internasional.
2. Menurut lembaga pemeringkat daya saing internasional yang berbasis di
SWISS yaitu IMD, mengemukakan ada 4 (empat) faktor penentu daya saing
ekonomi suatu negara yaitu Kinerja ekonomi, Efisiensi sektor pemerintah,
Efisiensi sektor dunia usaha, dan Infrastruktur
3. Menurut IMD dalam world competitivenes report (1993), daya saing suatu
negara sangat dipengaruhi oleh delapan faktor penentu yaitu :
a. Kekuatan ekonomi domestik
b. Sumber daya manusia (ketersediaan dan kualitas sumberdaya manusia
yang tinggi)
c. Ilmu pengetahuan dan teknologi (kapasitas iptek yang unggul dan handal)
d. Manajemen (pengelolaan secara inovatif, profitable dan responsible)
e. Internasionalisasi (derajat partisipasi suatu negara dalam perdagangan dan
investasi internasional)
f. Keuangan (kinerja pasar modal dan kualitas pelayanan lembaga keuangan)
g. Infrastruktur ( industri dan perdagangan yang memadai)
4. Menurut Rachbini, strategi “export led industry” dan daya saing berkelanjutan,
dalam Departemen perindustrian (2007), faktor penentu daya saing adalah
a. Keterbukaan (institusi keuangan dan perdagangan), good governance
b. Ketersediaan infrastruktur (jalan, pelabuhan laut, bandara)
c. Peranan pemerintah (sebagai fasilitator, regulator dan pro ekonomi)
d. Teknologi, kelembagaan publik (terjaminnya hak kepemilikan),
lingkungan ekonomi makro (indeks daya saing pertumbuhan ekonomi)
e. Menurut Porter: strategi, struktur dan persaingan perusahaan, sumber daya
disebuah negara, permintaan domestik dan keberadaan industri terkait dan
pendukung.
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
6
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Kegiatan
Desain penelitian merupakan sebuah kerangka kerja yang digunakan untuk
melakukan sebuah penelitian (Malhotra, 2004). Kerangka kerja tersebut memberi
spesifikasi prosedur yang diperlukan untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan untuk menstrukturkan dan menjawab permasalahan penelitian. Pada
kegiatan penelitian ini digunakan rancangan penelitian deskriptif eksploratif.
Penelitian eksploratif dalam kegiatan penyusunan daya saing daerah ini
mencoba mengeksplorasi mengenai perkembangan sektoral daerah dengan
mengidentifikasi dan menganalisis potensi-potensi yang dimiliki oleh daerah yang
dapat dikembangkan bagi peningkatan daya saing daerah. Selanjutnya hasil dari
penelitian eksploratif akan digunakan sebagai input dalam penyusunan kuisioner.
3.2 Lingkup Penelitian
Penelitian mengenai penyusunan daya saing daerah ini dilakukan di
Kabupaten Banyuwangi. Indikator daya saing yang digunakan dalam penelitian
ini mengacu pada penelitian Santoso (2009) dan Bank Indonesia – LP3E FE
Unpad (2008) yakni indikator utama (input) pembentuk daya saing (i) lingkungan
usaha produktif, (ii) perekonomian daerah, (iii) ketenagakerjaan dan sumber daya
manusia, (iv) infrastruktur, sumberdaya alam, dan lingkungan, serta (v) perbankan
dan lembaga keuangan. Kinerja perekonomian (output) mencakup produktivitas
tenaga kerja, tingkat kesempatan kerja, dan PDRB per kapita. Sedangkan target
outcome dari daya saing daerah adalah pertumbuhan yang berkelanjutan.
Penggunaan konsep indikator input, output dan outcome mengacu pada Gardiner,
Martin, Tyler (2004) mengenai model piramida daya saing regional (Santoso,
2009).
Sumber: PPSK Bank Indonesia – LP3E FE-Unpad (2008) dalam Santoso (2009)
Gambar 3.1 Piramida Daya Saing Daerah
Lingkungan usaha
produktif Perekonomian
Daerah
Ketenagakerjaan
dan SDM
Infrastruktur, SDA
dan Lingkungan Perbankan dan
Lembaga Keuangan
Produktifitas
Tenaga Kerja
Tingkat
Kesempatan Kerja
Kinerja Ekonomi Daerah
PDRB per Kapita
Pertumbuhan
yang
berkelanjutan
TARGET
OUTCOME
OUTPUT
INPUT
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
7
3.3 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian berasal dari sumber data sekunder
dan sumber data primer. Data sekunder adalah data–data yang berasal dari
berbagai literatur kepustakaan, artikel dalam majalah, jurnal penelitian yang
berkaitan, dan sumber media massa lainnya serta hasil penelitian terdahulu. Data
sekunder yang digunakan dalam penelitian berasal dari data laporan tahunan dari
pihak-pihak terkait seperti Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda),
Badan Pusat Statistik, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pariwisata, Dinas
Ketenagakerjaan, Dinas Lingkungan Hidup, Bagian Ekonomi, Bagian Data dan
Statistik, Badan Penanaman Modal Daerah, serta instansi terkait.
Data primer didapatkan langsung dilapangan melalui berbagai
narasumber yang berkaitan seperti dari dinas maupun pelaku usaha. Data primer
dikumpulkan melalui focus group discussion (FGD), kuesioner, dan wawancara
semi terstruktur dengan responden kunci di setiap pelaku ekonomi, yaitu
pemerintah daerah, unit usaha, asosiasi usaha, serta lembaga-lembaga pendukung
(lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga keuangan, lembaga penelitian dan
pengembangan, serta lembaga bantuan pengembangan bisnis). Observasi langsung
ke unit usaha juga perlu dilakukan untuk mengetahui proses produksi dan kondisi
usaha tersebut, terutama dalam menjaring informasi mengenai kendala yang
dihadapi.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam pelaksanaan kegiatan ini akan dilakukan beberapa kegiatan, meliputi:
1. Kajian Pustaka dan Survei
Tahap inventarisasi data/informasi sekunder, yakni mengumpulkan
data/informasi dari berbagai laporan hasil penelitian terdahulu yang terkait
dengan daya saing daerah dan berbagai studi-studi yang relevan.
Tahap inventarisasi data/informasi primer, yakni pengumpulan data/informasi
yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dan observasi
(pengamatan lapangan).
2. Penyelenggaraan Diskusi
Kegiatan untuk mewadahi berbagai masukan dari para pengambil keputusan
dalam bidang pembangunan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi.
3. Analisis dan Pelaporan
Tahap Analisis, yakni tahap mengolah data/informasi sekunder dan primer
yang sudah diinventarisir. Tahap Pelaporan, yakni tahap penyajian hasil-hasil
analisis data/informasi. Tahap penyusunan rencana dan rekomendasi.
3.5 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini ada beberapa
metode analisis yaitu:
1. Analisis Tipologi Klassen
Potensi perekonomian daerah dapat dilihat dari sisi pertumbuhan ekonominya
dan konstribusi sektoral terhadap PDRBnya. Pemetaan potensi perekonomian
khususnya di sembilan sektor lapangan usaha akan sangat bermanfaat bagi
daerah untuk membuat prioritas kebijakan. Untuk menentukan prioritas
kebijakan ini, khususnya kebijakan pembangunan ekonomi, diperlukan
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
8
analisis ekonomi (struktur ekonomi) daerah secara menyeluruh. Salah satu
analisis ekonomi tersebut adalah menggunakan tipologi klassen.
Analisis Tipologi Klassen bermanfaat untuk mengidentifikasi peta potensi
ekonomi secara makro. Melalui Analisis Tipologi Klassen, potensi daerah
secara sektoral yang didasarkan pada data PDRB bisa dipetakan. Analisis
Tipologi Klassen mengelompokan suatu sektor dengan melihat pertumbuhan
(g) dan kontribusi sektor (s) tertentu terhadap total PDRB suatu daerah.
Dengan menggunakan Analisis Tipologi Klassen, masing-masing sektor
dapat dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu:
Tabel 3.1. Matriks Kategori Sektor berdasarkan Tipologi Klassen
Kontribusi Sektor YSEKTORAL ≥ YPDRB YSEKTORAL < YPDRB
rSEKTORAL ≥ rPDRB Kuadran I
SEKTOR UNGGULAN
Kuadran II
SEKTOR BERKEMBANG
rSEKTORAL < rPDRB Kuadran III
SEKTOR POTENSIAL
Kuadran IV
SEKTOR TERBELAKANG
a. Sektor Unggulan / Prima (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran
sektor dengan laju pertumbuhan sektor yang lebih besar dibandingkan
pertumbuhan daerah (PDRB) dan memiliki kontribusi besar terhadap
PDRB. Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi lebih besar dari g dan
si lebih besar dari s.
b. Sektor berkembang (Kuadran II). Sektor yang berada pada kuadran ini
memiliki nilai pertumbuhan sektor yang lebih rendah dibandingkan
dengan pertumbuhan PDRB, tetapi memiliki kontribusi terhadap PDRB
daerah yang lebih besar. Klasifikasi ini biasa dilambangkan dengan gi
lebih kecil dari g dan si lebih besar dari s. Sektor dalam kategori ini juga
dapat dikatakan sebagai sektor yang telah jenuh.
c. Sektor potensial atau masih dapat berkembang dengan pesat (Kuadran III).
Kuadran ini merupakan kuadran untuk sektor yang memiliki nilai
pertumbuhan sektor (gi) yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDRB (g),
tetapi kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB (si) lebih. Klasifikasi ini
biasa dilambangkan dengan gi lebih besar dari g dan si lebih kecil dari s.
Sektor dalam Kuadran III dapat diartikan sebagai sektor yang sedang
booming.
d. Sektor Terbelakang (Kuadran IV). Kuadran ini ditempati oleh sektor yang
memiliki nilai pertumbuhan sektor (gi) yang lebih rendah dibandingkan
pertumbuhan PDRB daerah (g) dan sekaligus memiliki kontribusi lebih
kecil terhadap PDRB (si).
2. Analisis Location Quotient (LQ) Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah, salah satu teknik yang
lazim digunakan adalah location quotient (LQ). Teknik LQ digunakan untuk
mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor-sektor basis atau
unggulan (leading sectors). Dalam teknik LQ berbagai peubah (faktor) dapat
digunakan sebagai indikator pertumbuhan wilayah misalnya kesempatan kerja
(tenaga kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah.
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
9
Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan metode yang mengacu pada
formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val dalam Kuncoro (2004)
sebagai berikut:
dimana:
V1R = Nilai PDRB suatu sektor kabupaten/kota
VR = Nilai PDRB seluruh sektor kabupaten/kota
V1 = Nilai PDRB suatu sektor tingkat Provinsi
V = Nilai PDRB seluruh sektor tingkat Provinsi.
Kriteria penilaian LQ:
Jika LQ lebih besar dari 1, sektor tersebut merupakan sektor basis, artinya
tingkat spesialisasi kabupaten lebih tinggi dari tingkat Provinsi.
Jika LQ lebih kecil dari 1, merupakan sektor non basis, yaitu sektor yang
tingkat spesialisasinya lebih rendah dari tingkat Provinsi.
Jika LQ sama dengan 1, berarti tingkat spesialisasi kabupaten sama dengan
tingkat Provinsi.
3. Analisis Shift Share (SS)
Analisis Shift Share (SS) memerinci penyebab perubahan suatu variabel.
Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang
menyebabkan perubahan sektoral lapangan usaha di suatu daerah dari satu
kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Ada juga yang menamakan analisis
SS sebagai industrial mix analysis, karena komposisi sektoral yang ada
sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan arah perubahan suatu
variabel, tetapi analisis LQ tidak memberikan penjelasan tentang faktor
penyebab perubahan variabel daerah. Sebagaimana LQ, analisis SS dapat
menggunakan variabel lapangan kerja (employment) atau nilai tambah.
a. Komponen Provinsi Growth Share (PGS)
Komponen national growth share (PGS) sering disebut sebagai
komponen national trend. Komponen ini adalah banyaknya perubahan
(pertambahan atau pengurangan) lapangan kerja sektoral di Kota ABC
seandainya persentase perubahannya sama dengan persentase
totalpertumbuhan lapangan kerja level provinsi.
b. Komponen Industrial Mix Share (IMS)
Tidak semua sektor secara nasional bergerak seragam, ada sektor yang
tumbuh lebih tinggi dan ada pula sektor yang tumbuh lebih rendah
dibanding trend provinsi. Di sini, dilihat bagaimana jika pertumbuhan
sektoral lapangan kerja level provinsi “dibersihkan” dari trend provinsi
sehingga kita mendapatkan industrial mix share (IMS).
c. Komponen Local Share (LS)
Merupakan seberapa besar sumbangan daerah sendiri atau local share
(LS) terhadap partumbuhan sektoral di daerah tersebut. Pertanyaan ini
dijawab dengan “menghapus” pengaruh pertumbuhan sektoral level
provinsi dari partumbuhan sektoral level daerah. Untuk mendapatkan
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
10
local share (LS), pengaruh pertumbuhan sektoral level provinsi perlu
diisolasi.
d. Shift Share Perhitungan Pergeseran Bersih
Pergeseran bersih (PB) diperoleh dari hasil penjumlahan antara industrial
mix share (IMS) dan local share (LS) di setiap sektor perekonomian.
Apabila PB>0, maka pertumbuhan sektor di Kabupaten Banyuwangi
termasuk dalam kelompok yang progresif (maju). Sedangkan PB<0
artinya sektor perekonomian di Kabupaten Banyuwangi termasuk
kelompok yang lamban.
e. Analisis Kuadran
Dengan melihat besaran IMS dan LS, maka suatu daerah/sektor dapat
dikategorikan menjadi empat kelompok/kuadran
4. Analisis SWOT Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) biasa
digunakan untuk mengevaluasi kesempatan dan tantangan di lingkungan
bisnis maupun pada lingkungan internal perusahaan (Kuncoro, 2005).
Tabel 3.2. Matriks Analisis SWOT
Faktor Eksternal
Faktor Internal
Strengths (S) (Daftar semua kekuatan yang
dimiliki)
Weaknesses (W) (Daftar semua kelemahan yang
dimiliki)
Opportunities (O) (Daftar semua peluang
yang diidentifikasi)
Strategi SO: Growth Strategi WO: Stability
Threats (T) (Daftar semua tantangan
yang diidentifikasi)
Stretegi ST:
Diversification Strategi WT: Defend
Sumber: Kuncoro (2005)
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
11
EMBANGAN SOSIAL EKONOMI KABUPATEN BANYUWANGI
BAB 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BANYUWANGI
4.1. Kondisi Geografis Wilayah
Secara administrasi, Kabupaten Banyuwangi berbatasan dengan beberapa
wilayah diantaranya:
Sebelah timur : Berbatasan dengan Provinsi Bali
Sebelah utara : Berbatasan dengan Kabupaten Situbondo
Sebelah selatan : Berbatasan dengan Samudra Hindia
Sebelah barat : Berbatasan dengan Kabupaten Jember dan Kabupaten
Bondowoso
Tabel 4.1: Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk
Menurut Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi, 2013
Kecamatan Luas Penduduk (orang) Kepadatan Penduduk
(orang/km2) km2 % Jumlah %
Pesanggaran 802,50 13,88 49.009 3,11 61
Siliragung 95,15 1,65 45.002 2,86 473
Bangorejo 137,43 2,38 60.239 3,83 438
Purwoharjo 200,30 3,46 65.793 4,18 328
Tegaldlimo 1341,12 23,19 61.987 3,94 46
Muncar 146,07 2,53 130.270 8,27 892
Cluring 97,44 1,69 71.064 4,51 729
Gambiran 66,77 1,15 59.155 3,76 886
Tegalsari 65,23 1,13 46.820 2,97 718
Glenmore 421,98 7,30 70.297 4,46 167
Kalibaru 406,76 7,03 61.820 3,93 152
Genteng 82,34 1,42 84.054 5,34 1.021
Srono 100,77 1,74 88.353 5,61 877
Rogojampi 102,33 1,77 93.546 5,94 914
Kabat 107,48 1,86 67.778 4,30 631
Singojuruh 59,89 1,04 45.835 2,91 765
Sempu 174,83 3,02 72.106 4,58 412
Songgon 301,84 5,22 50.878 3,23 169
Glagah 76,75 1,33 34.509 2,19 450
Licin 169,25 2,93 28.184 1,79 167
Banyuwangi 30,13 0,52 107.305 6,81 3.561
Giri 21,31 0,37 28.866 1,83 1.355
Kalipuro 310,03 5,36 76.800 4,88 248
Wongsorejo 464,80 8,04 75.108 4,77 162
Banyuwangi 5782,50 100 1.574.778 100 272
Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Banyuwangi 2014.
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
12
4.2. Pemerintahan
Kabupaten Banyuwangi terbagi menjadi 24 kecamatan dan 189 desa dan
28 kelurahan. Dari 24 kecamatan yang ada, terdapat dua Kecamatan yang
memiliki jumlah desa/kelurahan terbanyak yaitu Kecamatan Banyuwangi dan
Kecamatan Rogojampi, masing-masing sebanyak 18 desa/kelurahan, diikuti oleh
Kecamatan Kabat yang terdiri dari 16 desa.
Sumber: Bagian Pemerintahan Setwilda Banyuwangi dalam Statistik Daerah Kabupaten
Banyuwangi 2014.
Gambar 4.1: Banyaknya Desa/Kelurahan di Kabupaten Banyuwangi
menurut Kecamatan Tahun 2013
4.3. Kependudukan dan Ketenagakerjaan
Berdasarkan data BPS Kabupaten Banyuwangi, perkembangan jumlah
penduduk Kabupaten Banyuwangi terus mengalami peningkatan sepanjang periode
2010 hingga 2014.
Ket. *) Angka Sementara
Sumber :BPS Kabupaten Banyuwangi , 2014.
Gambar 4.2: Jumlah Penduduk Kabupaten Banyuwangi Menurut Jenis
Kelamin, Tahun 2010 – 2014
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
13
Wilayah Kecamatan Muncar merupakan daerah yang memiliki tingkat
penduduk yang terbanyak di Kabupaten Banyuwangi disebabkan karena di
kecamatan tersebut merupakan sentra dari perindustrian terutama dalam bidang
perikanan. Sementara, Kecamatan Banyuwangi sebagai ibukota Kabupaten
Banyuwangi menjadi kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak kedua
karena kecamatan ini merupakan wilayah pusat pemerintahan, dan jasa, mulai dari
jasa perdagangan, jasa keuangan, pendidikan serta jasa lainnya. Sumber :LKPJ Kabupaten Banyuwangi , 2013.
Gambar 4.3: Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi
Tahun 2013
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan daerah dapat ditunjukkan
oleh kondisi ketenagakerjaan yang baik yang dicerminkan oleh angka
penggangguran yang rendah dan tingkat upah yang layak. Berdasarkan Tabel 4.2
memperlihatkan bahwa angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja, serta
jumlah pengangguran di Kabupaten Banyuwangi tahun 2009-2013 mengalami
peningkatan.
Tabel 4.2: Kondisi Ketenagakerjaan Kabupaten Banyuwangi,
Tahun 2009 – 2013
Tahun Angkatan
Kerja Bekerja Pengangguran
TPAK
(%)
Tingkat
Pengangguran
Terbuka (%)
2009 850.200 815.740 34.460 70,27 4,05
2010 826.261 793.846 32.415 70,24 3,92
2011 817.786 787.410 30.376 69,24 3,71
2012 870.948 841.317 29.631 73,37 3,40
2013 865.747 825.108 40.639 72,92 4,69
Sumber : BPS Kabupaten Banyuwangi, 2014
Kondisi ketenagakerjaan menurut kelompok umur menunjukkan bahwa
kelompok umur produktif (usia 25-54 tahun) menempati proporsi terbesar dalam
struktur ketenagakerjaan di Kabupaten Banyuwangi. Hal ini menunjukkan bahwa
proporsi penduduk bekerja akan mampu berkontribusi pada pembangunan daerah.
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
14
Sumber : BPS Kabupaten Banyuwangi, 2014
Gambar 4.4. Jumlah Penduduk Bekerja menurut Kelompok Umur
Kabupaten Banyuwangi tahun 2009 dan 2013
4.4. Sosial Ekonomi
Keberhasilan pembangunan salah satunya ditunjukkan oleh kualitas
sumber daya manusia yang mampu dihasilkan oleh suatu daerah. Manusia yang
berkualitas akan mampu berkontribusi pada percepatan pencapaian pembangunan
yang mensejahterkan. Dimana orientasi pembangunan telah berubah dari
pembangunan berorientasi kepada pembangunan berbasis produksi (production
basic development) menuju pembangunan berbasis kepada kebutuhan masyarakat
(human basic development). Ukuran keberhasilan pembangunan manusia
ditunjukkan oleh indeks pembangunan manusia (IPM). Pada tahun 2013
pencapaian IPM Kabupaten Banyuwangi adalah sebesar 71.02 meningkat
dibanding tahun 2012 sebesar 70.53. Kenaikan tersebut mengindikasikan telah
terjadi peningkatan kualitas manusia di Banyuwangi. Namun demikian,
pencapaian peningkatan IPM di Kabupaten Banyuwangi masih lebih rendah
dibandingkan perkembangan IPM Provinsi Jawa Timur.
Sumber : BPS Kabupaten Banyuwangi, 2014
Gambar 4.5. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Banyuwangi dan
Jawa Timur, Tahun 2010 – 2013
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
15
B IV PERKEMBANGAN SOSIAL EKONOMI KABUPATEN BANYUWANGI
BAB 5 IDENTIFIKASI POTENSI DAERAH DAN DAYA SAING DAERAH
5.1 Kondisi Ekonomi Daerah
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi dalam beberapa tahun
terakhir menunjukan tren yang semakin meningkat. Berdasarkan data BPS
Kabupaten Banyuwangi, pertumbuhan ekonomi Banyuwangi pada tahun 2013
sebesar 6,76 persen lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi Jawa
Timur (6,55 persen) dan Nasional (5,78 persen).
Ket: ***) Angka Sangat Sementara
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015. Data diolah
Gambar 5.1. Produk Domestik Bruto ADHK (juta Rupiah) dan ADHB
(triliun Rupiah) Kabupaten Banyuwangi, 2010-2014
Ditinjau dari sisi kontribusi sektoral menurut harga berlaku menunjukkan
bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki kontribusi tertingggi
sebesar 44 persen dalam pembentukan PDRB di Kabupaten Banyuwangi.
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015. Data diolah
Gambar 5.2. Kontribusi Sektoral Perekonomian Kabupaten Banyuwangi
ADHB, tahun 2013
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
16
Meskipun kontribusi sektor pertanian dan PHR menjadi kontributor
terbesar pada pembentukan PDRB Kabupaten Banyuwangi, namun dilihat dari
pertumbuhannya, gambar 5.3 menunjukkan bahwa pertumbuhan terbesar
ditunjukkan oleh sektor PHR dan Sektor Bangunan dan Konstruksi. Sementara,
sektor pertanian menunjukkan pertumbuhan terendah dalam pembentukan PDRB
Banyuwangi. Pertumbuhan yang rendah mengindikasikan bahwa sumbangsih
sektor pertanian semakin menunjukkan gejala penurunan. Sedangkan sektor PHR
menunjukkan peningkatan dalam struktur perekonomian di Kabupaten
Banyuwangi.
Tabel 5.1. Realisasi Penerimaan Daerah Menurut Jenis Penerimaan
(miliar rupiah), 2009-2013
Jenis Penerimaan 2009 2010 2011 2012 2013
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
a. Pajak Daerah 21,48 26,13 32,45 40,77 65,94
b. Retribusi Daerah 30,77 20,81 21,62 24,81 28,65
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
yang dipisahkan 7,99 8,79 9,98 14,50 14,54
d. Lain-lain PAD yang sah 26,73 34,93 49,31 60,23 74,10
Dana Perimbangan
a. Bagi Hasil Pajak 60,62 69,52 66,09 71,27 50,24
b. Bagi Hasil Bukan Pajak 9,77 14,29 18,86 29,43 32,13
c. Dana Alokasi Umum (DAU) 766,83 761,90 815,16 1030,22 1154,50
d. Dana Alokasi Khusus (DAK) 79,91 81,60 81,91 67,66 77,00
Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
a. Pendapatan Hibah - - - - 0,41
b. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan
pemerintah daerah lainnya 57,72 75,86 87,62 82,17 95,56
c. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 61,59 103,29 231,98 210,00 293,37
d. Bantuan Keuangan dari Provinsi atau
pemerintah daerah lainnya 18,94 10,52 35,33 59,37 30,62
e. Sumbangan Pihak Ketiga 1,33 - - - -
f. Pendapatan Lainnya - 0,54 - - -
Total 1143,69 1208,16 1450,32 1690,43 1917,06
Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
5.2 Potensi Daerah Kabupaten Banyuwangi
Secara geografis, Kabupaten Banyuwangi yang terletak di ujung timur
pulau Jawa, memiliki luas wilayah mencapai 5.782,50 km2 menjadikan
Kabupaten Banyuwangi sebagai kabupaten terluas di Provinsi Jawa Timur.
5.2.1 Potensi Sektor Pertanian
Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah dengan luas 5.782,50 km2
merupakan daerah terluas di Provinsi Jawa Timur. Sehingga tidak mengherankan
jika potensi utama Kabupaten Banyuwangi masih didominasi oleh sektor yang
mengandalkan lahan yang relatif luas. Sektor pertanian merupakan sektor yang
memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Banyuwangi.
Potensi yang dimiliki sektor pertanian adalah sebagai berikut:
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
17
A. Pertanian Tanaman Pangan
Berdasarkan data BPS Kabupaten Banyuwangi, bidang pertanian tanaman
pangan Kabupaten Banyuwangi memiliki tiga produk unggulan yang menjadi
andalan untuk dikembangkan yakni komoditas padi, jagung, dan kedelai.
Tabel 5.2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Pertanian Tanaman
Pangan Di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012-2013
KOMODITAS LUAS PANEN (ha)
PRODUKTIVITAS
(kw) PRODUKSI (Ton)
2012 2013 2012 2013 2012 2013
Padi sawah 121.377 115.498 65,3 65,87 792.592 760.827
Padi lading 1.064 2.163 58,82 55,25 6.258 11.951
Total Padi 122.441 117.661 798.850 772.778
Jagung 22.032 20.847 64,05 62,7 141.115 130.711
Kedelai 27.257 34.021 19,68 19,82 53.642 67.430
Kacang tanah 1.353 1.078 15,85 15,85 2.145 1.709
Kacang hijau 3.439 3.329 12,91 12,91 4.440 4.298
Ubi kayu 1.841 1.963 193,46 191,86 35.616 37.662
Ubi jalar 1.063 701 237,14 237,97 25.208 16.682
Sumber: Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan, 2013
Selanjutnya, perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas padi
berdasarkan kecamatan di Kabupaten Banyuwangi tahun 2013 sebagai berikut:
Tabel 5.3. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Menurut
Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013
Kecamatan
Padi Sawah Padi Ladang
Luas
Panen Produksi Produktivitas
Luas
Panen Produksi Produktivitas
(ha) (ton) (Ku/ha) (ha) (ton) (Ku/ha)
Pesanggaran 3.829 25.298 66,07 195 850 43,57
Siliragung 4.150 27.369 65,95 45 190 42,12
Bangorejo 3.450 24.015 69,61 275 1.725 62,73
Purwoharjo 4.428 35.592 80,38 0 0 0
Tegaldlimo 3.731 28.829 77,27 200 1.008 50,39
Muncar 4508 33.066 73,35 4 22 55,00
Cluring 5.886 42.838 72,78 475 2.701 56,86
Gambiran 5.100 37.954 74,42 0 0 0
Tegalsari 3.662 25.993 70,98 61 319 52,23
Glenmore 5.792 38.882 67,13 268 1.518 56,65
Kalibaru 3.484 20.841 59,82 0 0 0
Genteng 5.506 35.965 65,32 50 317 63,40
Srono 7.948 55.644 70,01 0 0 0
Rogojampi 6.677 42.639 63,86 0 0 0
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
18
Kecamatan
Padi Sawah Padi Ladang
Luas
Panen Produksi Produktivitas
Luas
Panen Produksi Produktivitas
(ha) (ton) (Ku/ha) (ha) (ton) (Ku/ha)
Kabat 7.480 47.326 63,27 50 314 62,75
Singojuruh 8.024 40.321 50,25 0 0 0
Sempu 5.386 35.795 66,46 200 1.250 62,60
Songgon 7.430 49.499 66,62 0 0 56,13
Glagah 4.635 27.689 59,74 0 0 0
Licin 4.905 30.524 62,23 0 0 0
Banyuwangi 1.806 10.310 57,09 0 0 0
Giri 3.597 20.913 58,14 0 0 0
Kalipuro 1.580 8.693 55,02 0 0 0
Wongsorejo 2.504 14.829 59,22 340 1.736 51,06
Total 115.498 760.824 65,87 2.163 11.950 55,25
Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan, 2013
Produktivitas padi yang tinggi di Kabupaten Banyuwangi disebabkan oleh
besarnya potensi lahan padi yang merata di semua kecamatan. Produksi padi
sawah terbesar terdapat di Kecamatan Srono dengan total produksi sebesar 55.644
ton, sedangkan produksi padi sawah terendah terdapat di Kecamatan Kalipuro
yaitu 8.693 ton. Produksi padi ladang terbesar terdapat di Kecamatan Wongsorejo
dengan total produksi sebesar 1.736 ton, sedangkan produksi padi ladang terendah
terdapat di Kecamatan Muncar yaitu 22 ton.
Tabel 5.4. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung dan Kedelai
Menurut Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013
Kecamatan
Jagung Kedelai
Luas Panen Produksi Produktivitas Luas Panen Produksi Produktivitas
(ha) (ton) (Ku/ha) (ha) (ton) (Ku/ha)
Pesanggaran 1.474 9.849 66,82 2.330 4.241 18,20
Siliragung 1.180 7.871 66,70 870 1.586 18,23
Bangorejo 440 2.840 64,55 3.325 6.374 19,17
Purwoharjo 381 2.537 66,58 8.174 17.018 20,82
Tegaldlimo 2.259 15.542 68,80 8.783 17.724 20,18
Muncar 910 6.166 67,76 3.655 7.672 20,99
Cluring 807 5.252 65,08 2.421 4.547 18,78
Gambiran 128 700 54,69 851 1.614 18,97
Tegalsari 478 2.770 57,95 988 1.859 18,82
Glenmore 566 3.059 54,05 0 0 0
Kalibaru 455 2.625 57,69 0 0 0
Genteng 48 238 49,58 135 244 18,07
Srono 814 5.050 62,04 777 1.448 18,64
Rogojampi 452 2.289 50,64 282 531 18,82
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
19
Kecamatan
Jagung Kedelai
Luas Panen Produksi Produktivitas Luas Panen Produksi Produktivitas
(ha) (ton) (Ku/ha) (ha) (ton) (Ku/ha)
Kabat 209 1.150 55,02 18 33 18,44
Singojuruh 44 245 55,68 2 4 17,50
Sempu 215 1.190 55,35 1.160 2.102 18,12
Songgon 35 195 55,71 0 0 0
Glagah 151 805 53,31 0 0 0
Licin 72 394 54,72 0 0 0
Banyuwangi 20 105 52,50 0 0 0
Giri 150 835 55,67 0 0 0
Kalipuro 824 4.610 55,95 0 0 0
Wongsorejo 8.735 54.402 62,28 250 444 17,76
Total 20.847 130.719 62,70 34.021 67.441 19,82
Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan, dan Perkebunan, 2013
B. Perikanan
Sub sektor pertanian yang juga memiliki potensi cukup besar bagi
Kabupaten Banyuwangi adalah perikanan. Produksi ikan tangkap di perairan
Kabuoaten Banyuwangi terbagi menjadi jenis tangkapan di parairan laut dan
perairan umum. Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa produksi perikanan
tangkap di perairan laut dan perairan umum pada tahun 2010-2013 mengalami
peningkatan produksi. Pada tahun 2013, produksi ikan tangkap di perairan laut
mencapai 49.551,44 ton lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kondisi
serupa juga ditunjukkan oleh hasil produksi ikan tangkap di perairan umum yang
mengalami peningkatan mencapai 131,57 ton pada 2013, lebih tinggi dibanding
tahun sebelumnya.
Tabel 5.5. Produksi Perikanan Tangkap Menurut Jenis Penangkapan (Ton),
Tahun 2010 – 2013
Tahun Jenis Penangkapan
Perairan Laut Perairan Umum
2010 29.264,33 111,19
2011 40.425,84 101,76
2012 44.469,36 106,69
2013 49.551,44 131,57
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi, 2013
Potensi ikan laut di Kabupaten Banyuwangi sangat melimpah. Hal tersebut
dapat dibuktikan bahwa banyaknya jenis ikan yang menjadi komoditas. Jenis ikan
tersebut antara lain Lemuru, Tongkol, Tuna, Layang, Lele, Nila, dan Udang.
Berikut merupakan tabel produksi dan nilai produksi komoditas perikanan
tangkap Kabupaten Banyuwangi:
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
20
Tabel 5.6. Jumlah Produksi & Nilai Produksi Per Jenis Komoditas Hasil
Tangkapan Ikan Perairan
No
o Komoditas
Produksi (Kg) Nilai Produksi (Rp)
2011 2012 2011 2012
1 Mas 4.304 4.458 30.339.000 33.883.750
2 Sidat 10 18.095 80.000 167.144.500
3 Nila 16.797 17.563 113.418.750 129.459.000
4 Tawes 6.410 6.683 44.379.500 50.292.750
5 Mujair 19.740 20.758 105.861.250 124.337.500
6 Patin Jambal - - - -
7 Gabus - - - -
8 Lais - - - -
9 Lele 7.860 8.245 49.887.000 56.791.000
10 Toman - - - -
11 Sepat Siam 30 30 255.000 255.000
12 Tambakan - - - -
13 Belida - - - -
14 Nilem 4.710 4.960 31.498.500 36.621.000
15 Sili - - - -
16 Gurami 897 989 7.889.000 10.258.000
17 Jambal - - - -
18 Ikan lain 6.215 6.834 23.926.000 32.279.000
19 Udang Galah - - - -
20 Udang Tawar - - - -
21 Udang Grago - - - -
22 Udang Lainnya 6.369 6.727 60.994.000 71.281.750
23 Siput 105 105 212.500 212.500
24 Kodok 10.671 10.966 88.667.500 96.114.500
25 Belut 17.377 - 147.165.750 -
26 Binatang air lainnya 245 274 500.000 712.500
Jumlah 101.740 106.687 705.073.750 809.642.750
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi, 2013
C. Peternakan
Sektor peternakan Kabupaten Banyuwangi menjadi salah satu produk
unggulan yang dapat menghasilkan keuntungan bagi masyarakat. Luasnya lahan
dan melimpahnya ketersediaan pakan ternak menjadikan masyarakat tidak
kesulitan untuk mengembangkan usaha peternakan. Usaha peternakan di
Kabupaten Banyuwangi terrbagi menjadi peternakan besar, peternakan kecil dan
unggas. Menurut Dinas Peternakan disebutkan terdapat tujuh jenis ternak yang
menjadi unggulan utama di Kabupaten Banyuwangi, yaitu Sapi potong, Sapi
perah, Kerbau, Kambing, Domba, Ayam, Itik.
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
21
Tabel 5.7. Populasi Ternak di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010-2013
Jenis Ternak 2010 2011 2012 2013
Kategori: Ternak Besar
Sapi Perah 344 309 1.358 1.202
Sapi Potong 130.654 145.569 163.402 92.947
Kuda 793 743 4.611 3.722
Kerbau 4.934 8.543 772 618
Kategori: Ternak Kecil
Kambing 59.377 63.370 71.127 79.743
Domba 46.064 46.759 61.715 62.293
Babi 1.352 1.352 943 1.067
Kategori Unggas
Buras 992.484 1.290.231 1.574.273 1.290.339
R a s 479.200 599.000 675.547 659.458
Ras Pedaging 1.799.500 449.875 2.335.710 580.447
Itik 230.651 253.717 379.327 285.353
Entok 23.848 25.042 n.a 32.413
Kelinci 7.934 7.799 7.716 8.101
Burung Puyuh 17.736 15.436 22.765 25.336
Burung wallet *) 286 300 399 300
Burung dara 17.843 17.017 17.306 20.833
Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Banyuwangi, 2014
Berdasarkan tabel 5.7, dilihat dari kategori peternakan besar, populasi
ternak besar yang terdiri dari sapi perah, sapi potong, kuda dan kerbau
menunjukkan kecenderungan meningkat sepanjang 2010-2013.
Tabel 5.8. Produksi Peternakan di Kabupaten Banyuwangi
Tahun 2010-2013
Jenis Produksi
2010 2011 2012 2013
Daging (Kg) 5.717.905 6.254.039 4.582.172 7.144.000
Telur (Kg) 7.099.113 8.937.275 7.497.059 31.657.000
Susu (Liter) 598.766 552.905 1.242.783 7.643.662
Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Banyuwangi, 2014
Produksi peternakan di Kabupaten Banyuwangi berdasarkan tabel 5.9,
dapat dilihat bahwa total produksi daging terbesar terjadi pada tahun 2013 yaitu
sebesar 7.144.000 kg, sedangkan produksi daging terendah terjadi pada tahun
2012 yaitu sebesar 4.582.172 Kg. Selanjutnya produksi telor terbesar terjadi pada
tahun 2013 yaitu sebesar 31.657.000 Kg dan produksi terendah terjadi pada tahun
2010 yaitu sebesar 7.099.113 Kg. Produksi susu terbesar terjadi pada tahun 2013
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
22
yaitu 7.643.662 liter dan produksi susu terendah terjadi pada tahun 2011 dengan
total produksi sebesar 552.905 liter.
5.2.2 Potensi Sektor Industri
Kabupaten Banyuwangi memiliki komitmen yang kuat dalam
pengembangan sektor industri. Mengacu pada data BPS, sektor industri di
Kabupaten Banyuwangi terbagi menjadi dua yakni UMKM dan Industri Besar dan
Sedang.. Berdasarkan data Dinas Koperasi dan UMKM, sebesar 99,81 persen
kategori industri berupa UMKM, sedangkan industri besar dan sedang hanya 0,19
persen dengan pertumbuhan jumlah UMKM di Kabupaten Banyuwangi terus
mengalami peningkatan yang signifikan.
Persebaran UMKM berdasarkan sektor diketahui bahwa berdasarkan
jumlah UMKM sebanyak 296.709 unit pada tahun 2013 pada umumnya struktur
UMKM masih didominasi oleh usaha di sektor pertanian. Jumlah UMKM yang
bergerak dalam sektor pertanian adalah sebanyak 51% dari keseluruhan total
UMKM yang ada atau sebanyak 151.322 unit sedangkan sisanya 144.786 unit
adalah UMKM yang bergerak diluar sektor pertanian, baik itu disektor jasa
maupun industri pengolahan. Usaha diluar sektor pertanian yang terbesar adalah
di bidang jasa perdagangan hotel dan restoran, lainnya adalah di bidang industri
pengolahan.
Tabel 5.9. Persebaran Unit UMKM di Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2013
Sektor Total Unit Persentase
Pertanian 151.322 51%
Pertambangan dan Penggalian 2.967 1%
Industri Pengolahan 29.671 10%
Listrik, Gas, dan Air Bersih - 0%
Konstruksi - 0%
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 83.079 28%
Pengangkutan dan Komunikasi 5.934 2%
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan - 0%
Jasa-jasa 23.737 8%
Jumlah 296.709 100% Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM, Kabupaten Banyuwangi, 2013
Selanjutnya, berdasarkan karakteristik usaha, UMKM di Kabupaten
Banyuwangi didominasi oleh UMKM dalam skala mikro (50,48 persen sektor
pertanian dan 43,96 persen sektor non-pertanian). Karakteristik UMKM dengan
skala tersebut pada umumnya memiliki karakteristik lemah di permodalan, lemah
di perputaran usaha, lemah di pemasaran dan beberapa kelemahan lainnya.
Disamping itu, karaktersitik UMKM yang juga melekat lainnya dengan skala
tersebut adalah lemah dalam bidang inovasi. UMKM dengan skala tersebut pada
umumnya dalam hal teknologi menggunakan terknologi yang sederhana dengan
kualitas produk yang masih rendah, sehingga UMKM memerlukan upaya
terobosan ide-ide kreatif agar mampu bertahan dan berkembang di tengah
keterbatasannya.
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
23
Tabel 5.10. Karakteristik UMKM di Kabupaten Banyuwangi, Tahun 2013
Sektor Total Unit Persentase
Pertanian:
- Mikro 149.786 50,48
- Kecil 1.961 0,66
- Menengah 176 0,06
Non-Pertanian:
- Mikro 130.418 43,96
- Kecil 13.308 4,49
- Menengah 1057 0,36
Jumlah 296.709 100 Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM, Kabupaten Banyuwangi, 2013
5.2.3 Potensi Sektor Pariwisata
Kekayaan wisata Kabupaten Banyuwangi cukup banyak dan bervariasi
mulai wisata pegunungan, wisata pantai, wisata perkebunan, wisata agro, hingga
wisata budaya. Konsep pariwisata Kabupaten Banyuwangi dikenal dengan
triangle diamonds atau segitiga berlian. Konsep tersebut mengombinasikan
kesinambungan antar obyek wisata mulai obyek wisata pesisir, perkebunan,
kehutanan sampai obyek wisata pegunungan. Pada tahun 2015, guna
meningkatkan iklim pariwisata di Kabupaten Banyuwangi, pemerintah daerah
telah menyusun beragam kegiatan yang bernama “Banyuwangi Festival 2015”.
Pada even tersebut, terdapat sebanyak 36 kegiatan yang akan dilaksanakan pada
tahun 2015.
Gambar 5.4. Kegiatan Banyuwangi Festival 2015
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
24
5.3 Identifikasi Daya Saing Daerah
5.3.1 Hasil Analisis Tipologi Klassen
Dalam upaya untuk membangun suatu daerah, menurut teori pertumbuhan
jalur cepat (turnpike), bahwa setiap wilayah perlu melihat sektor/komoditi apa
yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat, untuk
mengetahui sektor potensial tersebut dilakukan dengan menggunakan hasil
perhitungan Analisis Tipologi Klassen. Hasil analisa tipologi klassen, dapat
ditarik ringkasan bahwa di Kabupaten Banyuwangi terdapat 5 sektor yang
diunggulkan yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor
perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor
jasa-jasa.
Tabel 5.11. Hasil Analisis Klassen Tipologi Pendekatan Sektoral Banyuwangi
Y Sektoral ≥ Y PDRB Y Sektoral < YPDRB
rSektoral ≥
rPDRB
Unggulan
Sektor Pertanian
Sektor Pertambangan & penggalian
Perdag, Hotel dan Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
Jasa-Jasa
Berkembang
Listrik, Gas & Air bersih
Bangunan
rSektoral <
rPDRB
Potensial
Industri Pengolahan
Keu.Persewaan & Jasa Keuangan
Terbelakang
-
Sumber: PDRB Banyuwangi, Banyuwangi Dalam Angka 2014 (diolah)
5.3.2 Hasil Analisis Location Quotient (LQ)
Location quotient (LQ) adalah suatu perbandingan antara besarnya peran
suatu sektor di Kabupaten Banyuwangi terhadap besarnya peran sektor tersebut di
tingkat yang lebih tinggi, yaitu Provinsi Jawa Timur..
Tabel 5.12. Analisis LQ Kabupaten Banyuwangi ADHK 2000,
Tahun 2009-2013
Lapangan Usaha 2009 2010 2011* 2012** 2013*** Basis/Non
Basis
Pertanian 3,03 3,14 3,22 3,29 3,36 Basis
Pertambangan dan Penggalian 1,97 1,94 1,97 2,05 2,08 Basis
Industri Pengolahan 0,25 0,25 0,25 0,25 0,26 Non Basis
Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,35 0,34 0,33 0,33 0,33 Non Basis
Konstruksi 0,26 0,26 0,27 0,28 0,28 Non Basis
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 0,82 0,81 0,82 0,83 0,85 Non Basis
Pengangkutan dan Komunikasi 0,63 0,60 0,58 0,56 0,54 Non Basis
Keuangan, Persewaan & Js Perushn 1,11 1,08 1,07 1,05 1,06 Basis
Jasa-jasa 0,59 0,60 0,61 0,62 0,62 Non Basis
Ket: *) Angka Perbaikan; **) Angka Sementara; ***) Angka Sangat Sementara
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015. Data diolah.
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
25
5.3.3 Hasil Analisis Shift Share (SS)
Analisis shift-share merupakan tehnik yang menggambarkan performance
(kinerja) sektor-sektor di suatu wilayah dibandingkan kinerja sektor-sektor
perekonomian nasional.
Tabel 5.13. Perubahan Output Sektoral Kabupaten Banyuwangi ADHK
Tahun 2010 dan 2013 (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha 2010 2013*** Perubahan
PDRB %
Pertanian 5.185.828 5.993.530 807.702 15,58
Pertambangan dan Penggalian 485.195 581.649 96.454 19,88
Industri Pengolahan 698.108 854.372 156.263 22,38
Listrik, Gas, dan Air Bersih 50.201 58.693 8.492 16,92
Bangunan dan Konstruksi 93.624 124.582 30.957 33,07
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2.778.110 3.798.288 1.020.178 36,72
Pengangkutan dan Komunikasi 483.920 591.509 107.589 22,23
Keuangan, Persewaan & Js Perushn 648.097 798.105 150.008 23,15
Jasa-jasa 592.109 710.976 118.866 20,08
PDRB 11.015.195 13.511.707 2.496.512 22,66
Ket: ***) Angka Sangat Sementara
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015. Data diolah.
Total perubahan output Kabupaten Banyuwangi sejak 2010 hingga 2013
adalah 2.496.512 (juta rupiah) atau mengalami pertumbuhan PDRB sebesar 22,66
persen. Sementara, perubahan output sektoral Provinsi Jawa Timur periode 2010-
2013 dan menunjukkan bahwa PDRB Provinsi Jawa Timur mengalami
pertumbuhan sebesar 22,54 persen.
Tabel 5.14. Perubahan Output Sektoral Provinsi Jawa Timur ADHK
tahun 2010 dan 2013 (Juta Rupiah)
Lapangan Usaha 2010 2013*** Perubahan
PDRB %
Pertanian 51.329.548 55.330.095 4.000.547 7,79
Pertambangan dan Penggalian 7.757.319 8.697.627 940.307 12,12
Industri Pengolahan 86.900.779 103.497.232 16.596.453 19,10
Listrik, Gas, dan Air Bersih 4.642.081 5.486.499 844.417 18,19
Bangunan dan Konstruksi 10.992.599 14.006.020 3.013.420 27,41
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 106.229.112 139.431.307 33.202.194 31,26
Pengangkutan dan Komunikasi 25.076.424 33.837.742 8.761.317 34,94
Keuangan, Persewaan & Js Perushn 18.659.490 23.455.842 4.796.351 25,70
Jasa-jasa 30.693.407 35.686.078 4.992.670 16,27
PDRB 342.280.764 419.428.445 77.147.680 22,54
Ket: ***) Angka Sangat Sementara
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2015. Data diolah.
Dikarenakan kita meletakkan Kabupaten Banyuwangi dalam konteks
kawasan Provinsi Jawa Timur, maka angka 2.482.748 (juta rupiah) dapat
dinamakan sebagai regional growth share (RGS). Selisih positif antara 2.482.748
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
26
(juta rupiah) dengan 2.496.512 (juta rupiah) merupakan gain bagi Kabupaten
Banyuwangi (jika sebaliknya merupakan loss).
Tabel 5.15. Regional Growth Share (RGS)
Lapangan Usaha Regional Growth Share (RGS)
Juta Rupiah Persen
Pertanian 1.168.849 22,54
Pertambangan dan Penggalian 109.360 22,54
Industri Pengolahan 157.349 22,54
Listrik, Gas, dan Air Bersih 11.315 22,54
Bangunan dan Konstruksi 21.102 22,54
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 626.167 22,54
Pengangkutan dan Komunikasi 109.072 22,54
Keuangan, Persewaan & Js Perushn 146.077 22,54
Jasa-jasa 133.457 22,54
TOTAL 2.482.748 22,54 Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi dan BPS Provinsi Jawa Timur, 2015. Data diolah.
Tabel 5.16. Industrial Mix Share (IMS)
Lapangan Usaha Industrial Mix Share (IMS)
Juta Rupiah Persen
Pertanian (76.467.367) (14,75)
Pertambangan dan Penggalian (5.054.637) (10,42)
Industri Pengolahan (2.402.286) (3,44)
Listrik, Gas, dan Air Bersih (218.317) (4,35)
Bangunan dan Konstruksi 456.314 4,87
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 24.213.928 8,72
Pengangkutan dan Komunikasi 6.000.206 12,40
Keuangan, Persewaan & Js Perusahaan 2.051.440 3,17
Jasa-jasa (3.714.323) (6,27)
TOTAL (55.135.042) (10,07) Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi dan BPS Provinsi Jawa Timur, 2015. Data diolah.
Pada kenyataanya, pertumbuhan sektoral di setiap daerah tidaklah sama,
melainkan bervariasi. Kondisi tersebut dapat terjadi dalam suatu daerah maupun
antar daerah. Untuk mengetahui pertumbuhan sektoral antar daerah maupun
dengan wilayah yang lebih tinggi (Provinsi) digunakan Local share (LS). Local
share (LS) adalah untuk mengukur apakah pertumbuhan per sektor di Kabupaten
Banyuwangi sama, lebih cepat, atau lebih lambat dibanding pertumbuhan per
sektor yang sama di wilayah Provinsi Jawa Timur.
Tabel 5.17. Local Share (LS)
Lapangan Usaha Local Share (LS)
Juta Rupiah Persen
Pertanian 40.352.723 7,78
Pertambangan dan Penggalian 3.764.092 7,76
Industri Pengolahan 2.293.743 3,29
Listrik, Gas, dan Air Bersih (63.978) (1,27)
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
27
Lapangan Usaha Local Share (LS)
Juta Rupiah Persen
Bangunan dan Konstruksi 529.216 5,65
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 15.187.290 5,47
Pengangkutan dan Komunikasi (6.148.496) (12,71)
Keuangan, Persewaan & Js Perushn (1.658.288) (2,56)
Jasa-jasa 2.255.249 3,81
TOTAL 56.511.551 17,21
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi dan BPS Provinsi Jawa Timur, 2015. Data diolah
Dari hasil perhitungan tiga komponen di atas, dapat dilakukan checking
sebagai berikut:
Komponen Regional Growth Share (RGS) : 2.482.748
Komponen Industrial Mix Share (IMS) : -55.135.042
Komponen Local Share (LS) : 56.511.551 +
Perubahan Output Kabupaten Banyuwangi 3.859.257
Dari hasil analisis Shift Share (SS) untuk masing-masing sektor di
Kabupaten Banyuwangi terhadap Provinsi Jawa Timur sebagai berikut:
a. Sektor Pertanian
Sektor pertanian, mengalami perubahan perekonomian sebesar
1.168.849 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa
Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi
perubahan penurunan output ekonomi sebesar -76.467.367 (juta rupiah) atau -
14,75 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai
pertumbuhan yang lambat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya
saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi
sebesar 40.352.723 (juta rupiah) atau 7,78 persen. Ini berarti pada sektor
pertanian di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang kuat di
banding Provinsi Jawa Timur.
b. Sektor pertambangan dan penggalian
Sektor pertambangan dan penggalian, mengalami perubahan perekonomian
sebesar 109.360 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi
Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS)
mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -5.054.637
(juta rupiah) atau -10,42 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor
pertambangan dan penggalian mempunyai pertumbuhan yang lambat di
banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS)
mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 3.764.092
(juta rupiah) atau 7,76 persen. Ini berarti pada sektor pertambangan dan
penggalian di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang kuat di
banding Provinsi Jawa Timur.
c. Sektor Industri Pengolahan
Sektor Industri Pengolahan, mengalami perubahan perekonomian sebesar
157.349 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa
Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi
perubahan penurunan output ekonomi sebesar -2.402.286 (juta rupiah) atau -
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
28
3,44 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor Industri Pengolahan mempunyai
pertumbuhan yang lambat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya
saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi
sebesar 2.293.743 (juta rupiah) atau 3,29 persen. Ini berarti pada sektor
Industri Pengolahan di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang kuat
di banding Provinsi Jawa Timur.
d. Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih
Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, mengalami perubahan perekonomian
sebesar 11.315 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi
Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS)
mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -218.317 (juta
rupiah) atau -4,35 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor Listrik, Gas, dan
Air Bersih mempunyai pertumbuhan yang lambat di banding kawasan
Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan
penurunan output ekonomi sebesar -63.978 (juta rupiah) atau -1,27 persen. Ini
berarti pada sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih di Kabupaten Banyuwangi
memiliki daya saing yang lemah di banding Provinsi Jawa Timur.
e. Sektor Bangunan dan Konstruksi
Sektor Bangunan dan Konstruksi, mengalami perubahan perekonomian
sebesar 21.102 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi
Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS)
mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 456.314 (juta
rupiah) atau 4,87 persen. Ini menunjukkan bahwa Sektor Bangunan dan
Konstruksi mempunyai pertumbuhan yang kuat di banding kawasan Provinsi
Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan penurunan
output ekonomi sebesar 529.216 (juta rupiah) atau 5,65 persen. Ini berarti
pada Sektor Bangunan dan Konstruksi di Kabupaten Banyuwangi memilki
daya saing yang kuat di banding Provinsi Jawa Timur.
f. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, mengalami perubahan
perekonomian sebesar 626.167 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh
perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran
industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar
24.213.928 (juta rupiah) atau 8,72 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran mempunyai pertumbuhan yang kuat di
banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS)
mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 15.187.290
(juta rupiah) atau 5,47 persen. Ini berarti pada sektor Perdagangan, Hotel, dan
Restoran di Kabupaten Banyuwangi memiliki daya saing yang kuat di
banding Provinsi Jawa Timur.
g. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, mengalami perubahan perekonomian
sebesar 109.072 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi
Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS)
mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 6.000.206
(juta rupiah) atau 12,40 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor Pengangkutan
dan Komunikasi mempunyai pertumbuhan yang kuat di banding kawasan
Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS) mempengaruhi perubahan
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
29
penurunan output ekonomi sebesar 6.148.496 (juta rupiah) atau -12,71 persen.
Ini berarti pada sektor Pengangkutan dan Komunikasi di Kabupaten
Banyuwangi memilki daya saing yang lemah di banding Provinsi Jawa
Timur.
h. Sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
Sektor Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan, mengalami perubahan
perekonomian sebesar 146.077 (juta rupiah) yang dipengaruhi oleh
perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS) sebesar 22,54 persen. Bauran
industri (IMS) mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar
2.051.440 (juta rupiah) atau 3,17 persen. Ini menunjukkan bahwa sektor
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan mempunyai pertumbuhan yang kuat
di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS)
mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar -1.658.288 (juta
rupiah) atau -2,56 persen. Ini berarti pada sektor Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan di Kabupaten Banyuwangi memilki daya saing yang kuat di
banding Provinsi Jawa Timur.
i. Sektor Jasa-jasa
Sektor Jasa-jasa, mengalami perubahan perekonomian sebesar 133.457 (juta
rupiah) yang dipengaruhi oleh perekonomian Provinsi Jawa Timur (RGS)
sebesar 22,54 persen. Bauran industri (IMS) mempengaruhi perubahan
penurunan output ekonomi sebesar -3.714.323 (juta rupiah) atau -6,27 persen.
Ini menunjukkan bahwa sektor Jasa-jasa mempunyai pertumbuhan yang
lambat di banding kawasan Provinsi Jawa Timur. Daya saing daerah (LS)
mempengaruhi perubahan peningkatan output ekonomi sebesar 2.255.249
(juta rupiah) atau 3,81 persen. Ini berarti pada sektor Jasa-jasa di Kabupaten
Banyuwangi memilki daya saing yang kuat di banding Provinsi Jawa Timur.
Shift Share Perhitungan Pergeseran Bersih
Pergeseran bersih (PB) diperoleh dari hasil penjumlahan antara industrial
mix share (IMS) dan local share (LS) di setiap sektor perekonomian. Apabila
PB>0, maka pertumbuhan sektor di Kabupaten Banyuwangi termasuk dalam
kelompok yang progresif (maju). Sedangkan PB<0 artinya sektor perekonomian
di Kabupaten Banyuwangi termasuk kelompok yang degresif (mundur).
Tabel 5.18. Hasil Perhitungan Pergeseran Bersih (PB)
Lapangan Usaha Pergeseran Bersih
Juta Rupiah Persen
Pertanian (36.114.644) (6,96)
Pertambangan dan Penggalian (1.290.545) (2,66)
Industri Pengolahan (108.543) (0,16)
Listrik, Gas, dan Air Bersih (282.295) (5,62)
Bangunan dan Konstruksi 985.530 10,53
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 39.401.218 14,18
Pengangkutan dan Komunikasi (148.290) (0,31)
Keuangan, Persewaan & Js Perushn 393.152 0,61
Jasa-jasa (1.459.074) (2,46)
TOTAL 1.376.509 7,14
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
30
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi dan BPS Provinsi Jawa Timur, 2015. Data diolah
Berdasarkan Tabel 5.18, secara agregat pergeseran bersih di Kabupaten
Banyuwangi menghasilkan nilai positif, yang turut memberikan sumbangan
terhadap pertumbuhan PDRB pada periode 2010-2013 di Kabupaten Banyuwangi
sebesar 1.376.509 (juta rupiah). Hal ini juga menunjukkan bahwa secara umum,
Kabupaten Banyuwangi termasuk kedalam kelompok daerah yang progresif
(maju). Ditingkat sektoral, tiga (3) sektor memiliki nilai PB>0 yaitu sektor
bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sedangkan sektor yang memiliki nilai
PB<0 adalah sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor
industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor penganggkutan dan
komunikasi, serta sektor jasa-jasa.
Analisis Kuadran
Analisis kuadran digunakan untuk menentukan posisi masing-masing
sektor dalam empat kelompok/kuadran. Metodenya adalah melakukan ploting
grafik data Industrial Mix Share (IMS) dan Local Share (LS) dari analisis Shift-
Share sektoral Kabupaten Banyuwangi. Hasilnya ditunjukkan pada gambar 5.5.
Berdasarkan gambar 5.5, masing-masing sektor ekonomi telah
mengelompok ke dalam empat kuadran. Pada kuadran I (IMS dan LS positif)
ditempati oleh sektor 4, 5, dan 6, yaitu sektor listrik, gas dan air bersih, sektor
bangunan dan konstruksi, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Kuadran I
menginterpretasikan bahwa sektor-sektor yang terdapat pada kuadran I memiliki
laju pertumbuhan yang cepat. Sektor-sektor tersebut juga mampu bersaing dengan
sektor-sektor perekonomian dari wilayah lain.
Sumber: Data diolah, 2015
Gambar 5.5. Industrial Mix Share (IMS) dan Local Share (LS)
Sektor Ekonomi di Kabupaten Banyuwangi
Pada kuadran II (IMS negatif dan LS positif) ditempati oleh sektor 1, 2, 3
dan 9, yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri
pengolahan, serta sektor jasa-jasa. Kuadran II menginterpretasikan bahwa sektor-
KUADRAN IV
KUADRAN I KUADRAN II
KUADRAN III
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
31
sektor yang terdapat pada kuadran II mempunyai kecenderungan sebagai sektor
yang tertekan tetapi berpotensi (highly potential). Kelompok sektor ini memiliki
tingkat daya saing yang tinggi tetapi laju pertumbuhannya lambat.
Pada kuadran III (IMS negatif dan LS negatif) tidak ada satu sektor pun
yang berada di kuadran tersebut. Sektor yang berada pada kuadran III
dikategorikan sebagai sektor yang terbelakang dan berdaya saing lemah atau
dikategorikan terbelakang (depressed). Terakhir, pada kuadran IV (IMS positif
dan LS negatif) ditempati oleh sektor 7 dan 8, yaitu sektor pengangkutan dan
komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Pada kuadran
IV memberikan pengertian bahwa sektor-sektor tersebut berada pada posisi
tertekan tapi sedang berkembang (developing).
5.4 Identifikasi Sektoral Daya Saing Daerah
Paparan mengenai identifikasi daya saing daerah bertujuan untuk
mengidentifikasi dan memetakan daya saing daerah menurut indikator daya saing
yakni input dan output.
Tabel 5.19. Ringkasan Hasil Analisa LQ, SS, PB dan Kuadran
Sektor LQ Shift-Share
PB Kuadran RGS IMS LS
Pertanian Basis 1.168.849 (76.467.367) 40.352.723 (36.114.644) II
Pertambangan dan
Penggalian Basis 109.360 (5.054.637) 3.764.092 (1.290.545) II
Industri
Pengolahan
Non
Basis 157.349 (2.402.286) 2.293.743 (108.543) II
Listrik, Gas dan
Air Minum
Non
Basis 11.315 (218.317) (63.978) (282.295) I
Bangunan dan
Konstruksi
Non
Basis 21.102 456.314 529.216 985.530 I
Perdagangan,
Restoran dan Hotel
Non
Basis 626.167 24.213.928 15.187.290 39.401.218 I
Pengangkutan dan
Komunikasi
Non
Basis 109.072 6.000.206 (6.148.496) (148.290) IV
Keuangan,
Persewaan dan
Jasa Perusahaan
Basis 146.077 2.051.440 (1.658.288) 393.152 IV
Jasa-jasa Non
Basis 133.457 (3.714.323) 2.255.249 (1.459.074) II
Sumber: Data diolah, 2015
Berdasarkan tabel 5.19, gambaran mengenai posisi masing-masing sektor
ekonomi Kabupaten Banyuwangi terhadap Provinsi Jawa Timur adalah sebagai
berikut:
a. Sektor pertanian Karakteristik sektor pertanian merupakan sektor basis, memiliki daya saing
yang kuat namun pertumbuhannya lambat, sehingga posisi sektor pertanian
merupakan kelompok sektor yang menunjukkan kecenderungan sebagai
sektor yang tertekan tetapi berpotensi berkembang.
b. Pertambangan dan Penggalian Karakteristik sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor basis,
memiliki daya saing yang kuat namun pertumbuhannya lambat, dan
merupakan sektor yang degresif tapi mempunyai potensi berkembang.
c. Industri Pengolahan
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
32
Karakteristik sektor industri pengolahan merupakan sektor non basis,
pertumbuhannya lambat namun daya saingnya kuat dan merupakan sektor
yang progresif serta mempunyai potensi berkembang.
d. Listrik, Gas dan Air Bersih Karakteristik sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor non basis,
menunjukkan pertumbuhan yang kuat, daya saingnya lemah dan merupakan
sektor yang progresif.
e. Bangunan dan Konstruksi
Karakteristik sektor bangunan dan konstruksi merupakan sektor non basis,
pertumbuhannya cepat, daya saingnya kuat, serta menunjukkan
perkembangan yang cepat.
f. Perdagangan, Hotel dan Restoran
Karakteristik sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor non
basis, pertumbuhan dan daya saingnya kuat, serta menunjukkan
perkembangan yang cepat. Sektor ini dikategorikan sebagai sektor ekonomi
yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat, serta memiliki daya saing tinggi.
g. Pengangkutan dan Komunikasi
Karakteristik sektor pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor non
basis, pertumbuhannya cepat, namun daya saingnya lemah serta menunjukkan
posisi tertekan tapi sedang berkembang. Sektor ini dikategorikan sebagai
sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi sektor
tersebut tidak mampu bersaing (daya saingnya rendah).
h. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Karakteristik sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan merupakan
sektor basis, pertumbuhannya cepat, namun daya saingnya lemah serta
menunjukkan posisi tertekan tapi sedang berkembang. Sektor ini
dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan yang
cepat, tetapi sektor tersebut tidak mampu bersaing (daya saingnya rendah).
i. Jasa-jasa Karakteristik sektor jasa-jasa merupakan sektor non basis, memiliki daya
saing yang kuat namun pertumbuhannya lambat, dan merupakan sektor yang
degresif tapi mempunyai potensi berkembang. Sektor ini dikategorikan
sebagai sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan lambat, tetapi sektor
tersebut mampu bersaing.
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
33
BAB 6 STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH
6.1. Hasil Analisis SWOT
Analisis SWOT dalam rangka pemilihan alternatif kebijakan peningkatan
daya saing daerah Kabupaten Banyuwangi.
Tabel 6.1. Perumusan Faktor Internal dan Faktor Eksternal No. Faktor
1 Faktor Internal
1) Posisi geografis Kabupaten Banyuwangi
2) Kondisi topografi Kabupaten Banyuwangi yang bervariasi (dataran tinggi, dataran
rendah, dan
daerah dengan susunan bebatuan yang berbeda-beda);
3) Kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Banyuwangi;
4) Ketersediaan infrastruktur dasar;
5) Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah pertanian;
6) Sarana dan prasarana perekonomian seperti pasar dan kawasan ekonomi lainnya
di Kabupaten Banyuwangi;
7) Etos kerja, keuletan, dan jiwa kewirausahaan masyarakat di sektor perekonomian
mikro;
8) Kapasitas dan kinerja kelembagaan di Kabupaten Banyuwangi;
9) Potensi Sumber Daya Alam;
10) Tingkat partisipasi masyarakat;
11) Adanya kewenangan dalam menyusun peraturan perundangan untuk
mengoptimalkan potensi daerah;
12) Potensi pariwisata;
13) Pemerataan hasil-hasil pembangunan daerah;
14) Upaya mensosialisasikan potensi daerah kepada pihak luar (swasta/investor);
15) Penentuan skala prioritas pembangunan;
16) Sistem birokrasi di Kabupaten Banyuwangi;
17) Pendapatan Asli Daerah dan Struktur APBD Kabupaten Banyuwangi
2 Faktor Eksternal
1) Berbagai Undang-undang tentang otonomi daerah dan perimbangan keuangan
pusat dan daerah;
2) Undang-undang tentang Pajak dan Retribusi
3) Undang-undang tentang UMKM;
4) Globalisasi, pasar bebas dan keterbukaan ekonomi dunia;
5) Implementasi ASEAN Economic Community
6) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi internasional;
7) Kondisi sosial politik di tingkat nasional;
8) Kondisi sosial politik di Kabupaten Banyuwangi;
9) Berbagai program pemerintah pusat;
10) Dukungan pemerintah pusat dalam bentuk transfer;
11) Penegakan hukum dan reformasi birokrasi yang sedang digalakkan oleh
pemerintah pusat;
12) Kemajuan tehnologi;
13) Berbagai kemajuan pembangunan yang dimiliki oleh daerah-daerah;
14) Investasi swasta di lingkungan Kabupaten Banyuwangi;
15) Kerjasama dengan daerah-daerah sekitar Kabupaten Banyuwangi.
Sumber: Kuisioner SWOT, 2015
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
34
Berdasarkan penilaian responden, maka faktor-faktor internal dan faktor-
faktor eksternal tersebut dapat dikategorikan menjadi kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman, dapat dijelaskan pada tabel 6.2 berikut.
Tabel 6.2. Hasil Analisis SWOT Kabupaten Banyuwangi
Faktor Internal Faktor Eksternal
Kekuatan (Strength):
Posisi geografis
Kualitas dan kuantitas Sumber Daya
Manusia
Ketersediaan infrastruktur dasar
Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah
pertanian
Sarana dan prasarana perekonomian
Etos kerja, keuletan, dan jiwa
kewirausahaan masyarakat di sektor
perekonomian mikro
Potensi Sumber Daya Alam
Potensi pariwisata
Peluang (Opportunity):
Berbagai Undang-undang tentang
otonomi daerah dan perimbangan
keuangan pusat dan daerah
Undang-undang tentang Pajak dan
Retribusi
Undang-undang tentang UMKM
Kondisi sosial, politik, dan ekonomi
internasional
Kondisi sosial politik di Kabupaten
Banyuwangi
Berbagai program pemerintah pusat
Dukungan pemerintah pusat dalam
bentuk transfer
Kemajuan teknologi
Kerjasama dengan daerah-daerah sekitar
Kelemahan (Weaknesess):
Kondisi topografi
Kapasitas dan kinerja kelembagaan
Tingkat partisipasi masyarakat
Adanya kewenangan dalam menyusun
peraturan
Perundangan
Pemerataan hasil-hasil pembangunan
daerah
Upaya mensosialisasikan potensi daerah
Penentuan skala prioritas pembangunan
Sistem birokrasi
Pendapatan Asli Daerah dan Struktur
APBD
Tantangan (Threat):
Globalisasi, pasar bebas dan keterbukaan
ekonomi dunia
Implementasi ASEAN Economic
Community
Kondisi sosial politik di tingkat nasional
Penegakan hukum dan reformasi
birokrasi yang sedang digalakkan oleh
pemerintah pusat
Berbagai kemajuan pembangunan yang
dimiliki oleh daerah-daerah
Investasi swasta
Sumber: Kuisioner SWOT, diolah. 2015
6.2. Daya Saing Daerah Menurut Indikator Input-Output
Bank Indonesia dan Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran dalam studi
tentang daya saing daerah tahun 2001 mendefinisikan daya saing daerah sebagai
kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai tingkat kesejahteraan yang
tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan
internasional. Dari konsep dan definisi mengenai daya saing tersebut, diketahui
bahwa pada dasarnya daya saing daerah dihasilkan oleh interaksi yang kompleks
antara faktor input, output dan outcome yang ada di suatu daerah, dengan faktor
input sebagai faktor utama pembentuk daya saing daerah yaitu kemampuan
daerah, yang selanjutnya akan menentukan kinerja output yang merupakan inti
dari kinerja perekonomian. Berdasarkan hasil identifikasi sektoral daya saing
Kabupaten Banyuwangi, menggunakan analisis tipologi klassen, analisis LQ, dan
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
35
analisis shift-share, disimpulkan bahwa secara umum kondisi sektoral Kabupaten
Banyuwangi memiliki posisi daya saing cukup baik serta menunjukkan
pertumbuhan yang dinamis.
6.3. Daya Saing Daerah Menurut Indikator Input-Output
6.3.1. Indikator Input Daya Saing
Lingkungan Usaha Produktif
Lingkungan usaha produktif merupakan indikator dasar sebagai prasarat
dalam menumbuhkan daya saing daerah. Indikator yang umumnya dipakai untuk
menunjukkan lingkungan usaha produktif adalah prosentase penduduk
berdasarkan pendidikan, tingkat kemiskinan, kepadatan penduduk, serta jumlah
masyarakat yang melanggan listrik.
Tabel 6.1. Persentase penduduk usia 10 th keatas menurut tingkat
pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Kabupaten Banyuwangi,
Tahun 2011-2013
Jenjang Pendidikan 2011 2012 2013
Tidak/Belum Pernah Sekolah 8,92 6,47 6,40
Tidak/Belum Tamat SD/MI 25,05 24,54 26,38
SD/MI 28,71 29,11 28,60
SLTP sederajat 19,78 18,87 17,82
SMA sederajat 14,45 16,20 17,50
Perguruan Tinggi 3,10 4,81 3,30 Sumber: Dinas Ketenagakerjaan, Kabupaten Banyuwangi, 2015
Masih tingginya komposisi penduduk dengan tingkat pendidikan yang
rendah di Kabupaten Banyuwangi mengakibatkan tingkat kemiskinan penduduk
juga relatif cukup tinggi. Angka garis kemiskinan per kapita yang masih relatif
rendah menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata penduduk di Kabupaten
Banyuwangi juga masih relatif rendah. Dilihat dari jumlah penduduk miskin, data
menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah penduduk miskin mulai tahun 2011
sampai dengan 2013. Hal ini menunjukkan bahwa program pemerintah dalam hal
menurunkan jumlah penduudk miskin dapat dikatakan cukup berhasil, namun
masih perlu ditingkatkan. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi perlu
menyusun kebijakan yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat yang
nantinya akan berkontribusi pada meningkatnya perkapita garis kemiskinan dan
menurunkan jumlah masyarakat miskin.
Tabel 6.2. Kondisi Kemiskinan di Kabupaten Banyuwangi, 2011-2013
Kemiskinan 2011 2012 2013
Garis Kemiskinan (GK), (Rupiah/Kapita) 240.315 257.857 276.648
Jumlah Penduduk dibawah GK ( 000 jiwa ) 164,00 156,60 151,60
Prosentase Penduduk Miskin ( P0 ) 10,47 9,94 9,57
Sumber: Dinas Ketenagakerjaan, Kabupaten Banyuwangi, 2015
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
36
Ditinjau dari tingkat kepadatan penduduk, data BPS menunjukkan bahwa
tingkat kepadatan penduduk di tiap kecamatan di Kabupaten Banyuwangi cukup
merata. Tingkat kepadatan penduduk tinggi merupakan pasar bagi produk barang
dan jasa karena akan mudah dalam proses pemasaran. Sebaliknya daerah dengan
tingkat kepadatan yang rendah merupakan tempat bagi pendirian lokasi-lokasi
industri baru dikarenakan masih relatif rendahnya biaya.
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.1. Tingkat kepadatan penduduk per Kecamatan di Kabupaten
Banyuwangi (penduduk/km2), 2013
Salah satu faktor pendukung dalam meningkatkan daya saing adalah
keberadaan energi listrik di daerah. Energi listrik menjadi kebutuhan vital dalam
kegiatan ekonomi. Salah satu ukuran ketersediaan energi listrik adalah jumlah
masyarakat yang melanggan. Namun, distribusi listrik yang cukup merata di
setiap kecamatan bukanlah jaminan bahwa aliran listrik telah memadai di masing-
masing kecamatan. Maksudnya bahwa untuk meningkatkan daya saing ekonomi
daerah, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi harus mampu memastikan bahwa
pasokan energi listrik di tiap kecamatan tersedia dalam jumlah yang mencukupi
dan mampu mengalirkan listrik 24 jam. Mengingat aktivitas ekonomi saat ini
sebagian besar sangat bergantung dengan energi listrik.
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.2. Jumlah Pelanggan Listrik di Kabupaten Banyuwangi, 2013
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
37
Perekonomian Daerah
Perekonomian daerah menunjukkan potensi ekonomi dan struktur
ekonomi suatu daerah dan merupakan pertimbangan penting dalam mendukung
daya saing daerah. Dimensi yang digunakan untuk melihat kinerja perekonomian
daerah meliputi pertumbuhan ekonomi daerah, laju inflasi, realisasi investasi
daerah, serta Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yakni ukuran yang
menyatakan besarnya tambahan modal yang diperlukan untuk meningkatkan satu
unit pengeluaran. Gambar 6.3 menunjukkan perkembangan pertumbuhan ekonomi
Kabupaten Banyuwangi dibandingkan rata-rata Jawa Timur dan Nasional periode
2009 sampai dengan 2014. Secara umum pertumbuhan rata-rata Kabupaten
Banyuwangi masih lebih tinggi dibandingkan Jawa Timur dan Nasional. Ketika
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dan Nasional mengalami kecenderungan
penurunan, justru pertumbuhan ekonomi Kabupaten Banyuwangi relatif
meningkat.
5,06
6,12
7,16 7,22 6,76 6,94
5,01
6,686,86 7,27
6,555,86
4,55
6,16,5 6,23
5,785,02
0
2
4
6
8
2009 2010 2011 2012 2013 2014
Banyuwangi Jawa Timur Nasional
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.3. Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Banyuwangi,
Jawa Timur dan Nasional, Tahun 2009-2014
Laju inflasi di Kabupaten Banyuwangi masih relatif lebih rendah
dibanding rata-rata inflasi Jawa Timur. Menurut Samuelson (1998), inflasi
dibawah 10% tergolong inflasi rendah (Creeping Inflation), artinya kenaikan
harga mengalami pertumbuhan yang lambat dengan persentase yang kecil serta
dalam waktu yang relatif lama. Inflasi yang tergolong rendah berdampak baik
terhadap perekonomian karena mampu merangsang pelaku usaha untuk
berproduksi lebih banyak. Sementara, relatif rendahnya inflasi mengakibatkan
konsumen tidak tergerus pendapatannya akibat adanya kenaikan harga-harga,
bahkan menguntungkan karena memiliki banyak pilihan terhadap barang-barang
yang dibutuhkan. Dikaitkan dengan upaya peningkatan daya saing, inflasi dapat
dijadikan salah satu referensi bagi pelaku usaha untuk melihat prospek usaha di
Kabupaten Banyuwangi. Hal ini dikarenakan inflasi merupakan rangsangan bagi
pelaku usaha untuk lebih baik dalam proses produksi.
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
38
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.4. Perbandingan Tingkat Inflasi Kabupaten Banyuawangi dan
Jawa Timur, Tahun 2010-2014
Salah satu pilar ukuran meningkatnya perekonomian daerah adalah
realisasi investasi daerah. Investasi dapat berupa investasi dari masyarakat lokal
atau investor dari luar daerah Banyuwangi bahkan dari penanaman modal asing.
Perkembangan jumlah ijin investasi tahun 2012 dan 2013 menunjukkan
peningkatan. Hingga maret 2015, ijin investasi sebanyak 558. Meskipun ijin
investasi mengalami penurunan, khususnya periode 2013-2014, namun disisi lain,
realisasi investasi jauh lebih tinggi dibanding ijin investasi. Hal ini
mengindikasikan bahwa Kabupaten Banyuwangi masih memberikan daya tarik
bagi investor untuk menanamkan modalnya di Banyuwangi.
1.340
1.986 1.593
558
1,190
3,387 3,445
0,615
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
-
0,500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
2012 2013 2014 Maret 2015*
Jumlah Ijin Realisasi Investasi
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.5. Jumlah Ijin dan Realisasi Investasi, Tahun 2015
Data realisasi investasi Kabupaten Banyuwangi menunjukkan peningkatan
yang signifikan. Namun peningkatan investasi tidak selalu berjalan paralel dengan
dampak yang dihasilkan pada perekonomian. Efisiensi investasi merupakan salah
satu penentunya. Untuk mengetahui efisiensi sebagai akibat dari meningkatnya
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
39
jumlah realisasi investasi dapat dilihat dari perkembangan nilai Incremental
Capital to Output Ratio (ICOR). Semakin rendah nilai koefisien ICOR suatu
sektor, semakin efisien perekonomian sektor tersebut. Demikian pula halnya
dengan ICOR suatu wilayah, semakin rendah nilai koefisien ICOR, semakin
efisien perekonomian di wilayah tersebut.
Perkembangan ICOR Kabupaten Banyuwangi dibedakan menurut Lag-0,
Lag-1 dan Lag-2. Rasio ICOR per tahun yang paling minimum berada pada Lag-2
tahun 2011 dengan nilai 1.74. Sehingga, dapat dikatakan bahwa nilai investasi
yang efisien diperoleh dengan menggunakan pendekatan Lag-2. Artinya
penambahan output akan diperoleh setelah investasi ditanam selama dua tahun
yang lalu. Misalnya, jika terdapat penambahan PDRB senilai 4,33 triliun pada
2012, itu merupakan hasil dari penanaman investasi yang dilakukan pada tahun
2008 dengan nilai 2.40 triliun, demikian juga untuk setiap penambahan PDRB per
tahun yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Tabel 6.3. Rata-rata ICOR Kabupaten Banyuwangi, 2008-2012
Tahun ICOR per tahun
(Lag 0)
ICOR per tahun
(Lag 1)
ICOR per tahun
(Lag 2)
2008 2.51 - -
2009 2.53 2.11 -
2010 2.50 2.09 1,94
2011 2.25 1.93 1.74
2012 2,05 1.90 1.76
Rata-rata 2.37 2.01 1.81 Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Konsekuensi dari tingkat efisensi investasi yang berada pada lag 2, maka
dapat dihitung tambahan yang dihasilkan terhadap masing-masing sektor. Artinya,
setiap penambahan investasi akan selalu diikuti dengan meningkatnya nilai
produksi barang dan jasa, kemudian dari seluruh nilai tambah bruto yang
dihasilkan berdasarkan nilai produksi barang dan jasa tersebut akan menghasilkan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Ketenagakerjaan dan Sumberdaya Manusia
Ketenagakerjaan memiliki peran yang penting dalam mendukung
kebijakan pemerintah daerah dalam upaya peningkatan daya saing daerah. Dalam
aktivitas produksi barang/jasa, keberadaan tenaga kerja memegang peranan
penting terhadap keberhasilan proses produksi tersebut. Oleh sebab itu telaah
mengenai ketenagakerjaan menjadi penting guna mengetahui kondisi
ketenagakerjaan daerah, sebagai bahan kajian dalam pengambilan kebijakan
peningkatan daya saing di Kabupaten Banyuwangi. Sebagai faktor input suatu
produksi maka dapat dikatakan bahwa ketersediaan tenaga kerja yang memadai
menjadi kunci kelancaran suatu usaha. Secara ekonomis ketersediaan tenaga kerja
yang memadai dapat meminimalisir biaya transaksi perusahaan.
Dilihat dari tingkat pendidikannya, tingkat pengangguran tertinggi
dijumpai adalah pada angkatan kerja dengan tingkat pendidikan yang relatif tinggi
yaitu tingkat pendidikan SMA dan kemudian diikuti dengan pengangguran pada
penduduk dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi. Hal ini mengindikasikan
kurang tersedianya lapangan pekerjaan untuk tingkat pendidikan yang relatif
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
40
tinggi, sehingga banyak penduduk dengan pendidikan yang tinggi untuk memilih
sebagai penganggur. Sedangkan penduduk dengan pendidikan rendah (tak
terdidik) cenderung untuk memutuskan masuk ke pasar kerja dengan lapangan
kerja apa saja, karena tidak banyaknya pilihan bagi mereka dan biasanya mereka
berasal dari keluarga yang kurang mampu. Apabila hal ini tidak dicarikan
solusinya maka lingkaran setan kemiskinan akan mudah untuk terjadi dimana
penduduk yang berpendidikan rendah dan biasanya berasal dari keluarga miskin
akan tetap terus menjadi miskin.
Tabel 6.4. Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis
Kelamin Tahun 2014
Pendidikan Yang
Ditamatkan Laki – Laki Perempuan Jumlah
Belum Tamat SD 0 0 0
SD 15 20 15
SMP 174 44 218
SMA 2.259 977 3.236
Diploma
I/II/III/Akademika
346 670 1.016
Universitas 945 1.399 2.344
Total 3.739 3.110 6.849 Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Dilihat dari indeks pembangunan manusia (IPM), posisi IPM Kabupaten
Banyuwangi masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata IPM Jawa Timur.
Namun demikian, tren IPM di kabupaten Banyuwangi menunjukkan peningkatan.
Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi perbaikan dalam pembangunan serta
kualitas manusia di Kabupaten Banyuwangi.
68,3668,89
69,58
70,5371,0271,06
71,6272,18
72,83 73,54
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
2009 2010 2011 2012 2013
Banyuwangi Jawa Timur
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Banyuwangi
dan Jawa Timur, Tahun 2009-2013
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
41
Infrastruktur
Ketersediaan infrastruktur yang memadai dapat menciptakan iklim
ekonomi yang dinamis. Oleh sebab itu peningkatan sarana-prasarana daerah baik
sebagai penunjang atau pendukung aktivitas usaha menjadi sangat perlu untuk
dikembangkan dan tingkatkan nilai kegunaannya. Infrastruktur merupakan faktor
penting dalam mendukung kelancaran kegiatan usaha. Ketersediaan dan kualitas
infrastruktur sangat mempengaruhi kelancaran kegiatan usaha di daerah. Semakin
besar skala usaha, maka kebutuhan akan ketersediaan infrastruktur juga semakin
besar sehingga dibutuhkan kesinambungan untuk menjaga ketersediaan dan
kualitas infrastruktur tersebut.
Terkait dengan kualitas dan ketersediaan infrastruktur yang dapat
mendukung peningkatan daya saing di Kabupaten Banyuwangi, salah satunya
yakni jalan. Ketersediaan jalan sebagai sarana mobilitas dan trasnportasi yang
menghubungkan antara daerah sangat penting peranannya baik dari sisi kualitas
maupun kuantitas. Dilihat dari sisi kualitas jalan di Kabupaten Banyuwangi
menunjukkan tingkat kualitas yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2009 kondisi jalan baik telah mencapai hampir 70% dari panjang jalan
dan pada tahun 2013 meningkat hingga mencapai 90% kondisi jalan di Kabupaten
Banyuwangi dalam kondisi baik. Dilihat dari sisi kuantitas atau panjang jalan juga
menunjukkan tren yang cenderung meningkat. Hal ini dimaksudkan untuk
menambah akses transportasi antar daerah sehingga komunikasi antar daerah
sehingga aktivitas ekonomi dapat berjalan dengan lancar.
Dalam beberapa tahun terakhir upaya peningkatan kualitas dan
ketersediaan infrastruktur di Kabupaten Banyuwangi cenderung mengalami
peningkatan. Hal tersebut ditunjukkan dengan kondisi infrastruktur fisik yakni
salah satunya jalan menunjukkan kecenderungan peningkatan kualitas dari tahun
ke tahun, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 6.9. Kondisi jalan yang baik terus
meningkat sementara kondisi jalan yang rusak dan rusak berat terus dilakukan
perbaikan.
Tabel 6.5. Panjang Jalan Dirinci Menurut Jenis, Kondisi Jalan, dan Kelas
Jalan Kabupaten Banyuwangi (Km)
NO KEADAAN JALAN KOTA/KABUPATEN
2009 2010 2011 2012 2013
1 Jenis Permukaan
a. Hotmix 774,91 956,60 1.225,25 1.475,15 1.775,15
b. Lapen 1.133,12 1.157,20 979,05 758,53 483,53
c. Tanah 810,76 605 514,50 485,12 460,12
d. Lainnya - - - - -
JUMLAH 2.718,79 2.718,80 2.718,80 2.718,80 2.718,80
2 Kondisi Jalan
a. Baik 1.333,08 1.703,80 1.703,80 1.893,70 1.997,46
b. Sedang 194,41 200,30 200,30 110,30 115,18
c. Rusak 185,15 100,80 98,50 88,38 80,25
d. Rusak Berat 138,86 90 85,52 70,52 65,79
JUMLAH 1.851,49 2.094,90 2.088,12 2.162,90 2.258,68
Sumber : Dinas PU Bina Marga, Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Banyuwangi, 2015
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
42
Di bidang pendidikan, ketersediaan dan kondisi infrastruktur fisik
ditunjukkan oleh rasio ketersediaan infrastruktur sekolah terhadap jumlah murid
di Kabupaten Banyuwangi.
Tabel 6.6. Rasio Ketersedian Sekolah terhadap Murid tingkat SD,
SMP, dan SMA di Kabupaten Banyuwangi, 2014
Kecamatan
SD SMP SMA
Jumlah
sekolah Murid Rasio
Jumlah
sekolah Murid Rasio
Jumlah
sekolah Murid Rasio
Pesanggaran 36 4647 0,775 6 1306 0,005 1 713 0,140
Siliragung 28 3446 0,813 7 2365 0,003 1 150 0,667
Bangorejo 30 4409 0,680 5 1670 0,003 2 812 0,246
Purwoharjo 32 4587 0,698 10 2552 0,004 3 1518 0,198
Tegaldlimo 35 3867 0,905 6 2266 0,003 3 985 0,305
Muncar 48 10409 0,461 14 3997 0,004 2 896 0,223
Cluring 44 5220 0,843 8 2250 0,004 1 731 0,137
Gambiran 32 5014 0,638 5 1521 0,003 2 876 0,228
Tegalsari 25 3558 0,703 3 1868 0,002 1 452 0,221
Glenmore 47 6797 0,691 7 2036 0,003 4 1052 0,380
Kalibaru 33 6010 0,549 8 2012 0,004 1 116 0,862
Genteng 42 8887 0,473 14 4710 0,003 6 2056 0,292
Srono 44 6786 0,648 13 3248 0,004 4 851 0,470
Rogojampi 48 7739 0,620 8 2638 0,003 3 1051 0,285
Kabat 39 4456 0,875 2 924 0,002 1 125 0,800
Singojuruh 29 4368 0,664 3 1540 0,002 1 591 0,169
Sempu 32 4985 0,642 8 2641 0,003 1 36 2,778
Songgon 29 3911 0,741 4 1531 0,003 1 75 1,333
Glagah 19 2498 0,761 2 1256 0,002 1 795 0,126
Licin 23 2105 1,093 2 409 0,005 0 0 0,000
Banyuwangi 39 12000 0,325 9 4842 0,002 4 1091 0,367
Giri 16 2709 0,591 3 1321 0,002 2 1057 0,189
Kalipuro 28 4907 0,571 6 1305 0,005 1 192 0,521
Wongsorejo 37 5648 0,655 8 1597 0,005 2 635 0,315
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Perbankan dan Lembaga Keuangan
Keberadaan lembaga keuangan di suatu daerah baik berupa lembaga
perbankan maupun non perbankan diyakini mampu mempercepat proses
pembangunan dan kemajuan ekonomi. Dimensi yang menjadi penentu daya saing
ekonomi untuk faktor input perbankan dan lembaga keuangan adalah jumlah bank
dan kinerja kredit yang disalurkan ke nasabah dan masyarakat.
Dalam upaya meningkatkan daya saing daerah, peran sektor perbankan
dan lembaga kuangan sangat penting. Peran penting tersebut ditunjukkan oleh
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
43
upaya lembaga keuangan mendukung kebutuhan pendanaan di bidang usaha
melalui pengucuran kredit. Ketersediaan lembaga keuangan yang memadai akan
memudahkan pelaku usaha untuk mengakses modal usaha terutama bagi usaha
yang cenderung capital intensive. Ketersediaan lembaga keuangan Bank di
Kabupaten Banyuwangi adalah sebegai berikut:
Tabel 6.7. Jumlah Bank di Kabupaten Banyuwangi, 2013
No. Jenis dan Kelompok Bank Bank Kantor ATM
1 Bank Umum Devisa 18 104 124
a. Bank Pemerintah 4 54 55
b. BPD 1 11 8
c. Bank Swasta Nasional 13 39 61
2 Bank Umum Non-Devisa 3 6 2
a. Bank Pemerintah 1 1 2
b. BPD 0 0 0
c. Bank Swasta Nasional 2 5 0
3 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 18 27 0 Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Dari total 39 bank yang ada di Kabupaten Banyuwangi, total nilai kredit
untuk usaha kecil yang berhasil disalurkan pada tahun 2012 sebesar Rp. 20,68
triliun pada tahun 2012, namun jumlah tersebut cenderung turun apabila
dibandingkan dengan tahun 2010 dengan posisi kredit usaha kecil yang
terselurkan sebesar Rp. 21,12 Triliun. Kategori kredit yang disalurkan
menunjukkan bahwa sebesar 50,97 persen telah disalurkan untuk kredit modal
kerja, konsumsi sebesar 39,90 persen dan investasi sebesar 9,13 persen. Cukup
tingginya proporsi realisasi kredit modal kerja menunjukkan bahwa masyarakat di
Kabupaten Banyuwangi telah bankable dalam pengajuan kredit.
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.7. Komposisi Kredit berdasarkan Jenisnya di Kabupaten
Banyuwangi
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
44
Ditinjau dari besaran realisasi kredit, gambar 6.9 menampilkan realisasi
kredit mikro, ritel dan KUR di Kabupaten Banyuwangi. Jumlah realisasi kredit
menunjukkan tren kenaikan. Alokasi kredit KUR menempati posisi tertinggi
diikuti kredit mikro dan kredit ritel. Realisasi KUR pada Desember 2014
mencapai 2.252,4 meningkat pesat dibanding tahun sebelumnya yang hanya
1.174,1.
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.8. Realisasi Kredit Ritel, Mikro dan KUR di Kabupaten
Banyuwangi
Berdasarkan dimensi-dimensi dalam indikator input daya saing, maka
dapat dirangkum kondisi daya saing Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai
berikut:
Tabel 6.8. Kondisi Indikator Input Daya Saing
No. Indikator Dimensi Kondisi
1 Lingkungan usaha
produktif
Prosentase penduduk
berdasarkan pendidikan
Masih banyak penduduk
berpendidikan rendah (SD,
SMP)
Tingkat kemiskinan,
kepadatan penduduk
Kemiskinan relatif menurun
namun populasi penduduk
terus bertambah
Jumlah masyarakat
yang melanggan listrik
Sebagian besar telah teraliri
listrik, namun kapasistas
daya terpasang perlu
diperhatikan
2 Perekonomian
daerah
Pertumbuhan ekonomi
daerah Relatif lebih tinggi
dibanding rata-rata Provinsi
dan nasional Laju inflasi Cukup stabil namun masih
relatih tinggi dan
berfluktuasi Realisasi investasi daerah Mengalami peningkatan
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
45
No. Indikator Dimensi Kondisi
namun perlu diwaspadai
dampak dari inflasi yang
merangkak naik Incremental Capital
Output Ratio (ICOR) Alokasi investasi tergolong
relatif efisien dengan Lag-2
3 Ketenagakerjaan
dan sumberdaya
manusia
Pencari kerja
berdasarkan pendidikan
Masih cukup banyak
pencari kerja yang masuk
sektor informal dikarenakan
kualitas pendidikan yang
relatif rendah (SD, SMP)
IPM Relatif lebih baik dengan
kecenderungan meningkat
namun masih lebih rendah
dibanding rata-rata Jawa
Timur
4 Infrastruktur Infrastruktur Jalan Kondisi jalan baik
dibanding jalan rusak relatif
lebih baik. Terdapat upaya
perbaikan yang signifikan
Rasio jumlah sekolah
terhadap murid
Relatif cukup baik dengan
rasio yang merata antar
kecamatan
5 Perbankan dan
lembaga
keuangan
Ketersediaan jumlah
Bank
Relatif cukup banyak
namun perlu diperhatikan
akses masyarakat terhadap
bank (kepemilikan
rekening)
Realisasi kredit bagi
masyarakat
Mengalami peningkatan,
kredit Modal kerja
mendominasi (KUR)
6.3.2. Indikator Output Daya Saing Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas tenaga kerja merupakan tingkat kemampuan tenaga kerja dalam
menghasilkan produk. Produktivitas tenaga kerja menunjukkan adanya kaitan
antara output (hasil kerja) dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan
produk dari seorang tenaga kerja. Produktivitas dapat diukur berdasar pendekatan
nilai tambah, ataupun perbandingan antar nilai tambah dengan sumber yang
terpakai (resource used) dapat menunjukkan tingkat produktivitas. Produktivitas
tenaga kerja merupakan salah satu faktor ketenagakerjaan yang paling penting
mengingat peranan produktivitas tenaga kerja yang tinggi dapat mendorong
performa perusahan semakin baik. Produktivitas tenaga kerja dapat dilihat dari sisi
kemampuannya untuk menghasilkan suatu output secara efektif dan efisien.
Tinggi rendahnya produktivitas sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan
ketrampilan pekerja.
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
46
Berdasarkan data ketenagakerjaan mengenai distribusi tenaga kerja di
Kabupaten Banyuwangi, distribusi tenaga kerja di Kabupaten Banyuwangi masih
didominasi oleh pekerja yang relatif kurang terdidik, dengan tingkat pendidikan
SMP dan dibawahnya. Pada tahun 2013, tingkat pendidikan tenaga kerja yang
memiliki pendidikan SD atau dibawahnya masih sebesar 48,6 persen. Adapun
besarnya distribusi pekerja Indonesia dengan tingkat pendidikan yang relatif
rendah merupakan indikasi dari kualitas pekerja yang juga relatif rendah.
Tingkat Kesempatan Kerja
Tingkat kesempatan kerja adalah peluang seseorang penduduk usia kerja yang
termasuk angkatan kerja untuk bekerja. Tingkat kesempatan kerja
menggambarkan kesempatan seseorang untuk terserap pada pasar kerja. Data
ketenagakerjaan Banyuwangi menunjukkan bahwa selama periode 2009-2013,
total penyerapan tenaga kerja menunjukkan kecenderungan konstan dengan total
penduduk yang bekerja adalah sekitar 800.000 jiwa. Hal ini merefleksikan
terdapat periode jobless growth dimana pertumbuhan ekonomi tidak banyak
memberikan peningkatan bagi penyerapan tenaga kerjanya.
Dilihat dari lapangan usahanya, sektor pertanian masih menjadi sektor
yang paling dominan dalam menyerap tenaga kerja di Kabupaten Banyuwangi,
dengan sebesar 33.1% dari total penyerapan tenaga kerja pada tahun 2013.
Meskipun demikian penyerapannya cenderung menurun dari tahun ke tahun,
menandakan banyak tenaga kerja yang beralih dari sektor pertanian ke sektor
yang lain. Sektor perdagangan menyerap tenaga kerja kedua terbesar dengan
proporsi sebesar 24,3%, dan kemudian dilanjutkan dengan sektor jasa
kemasyarakatan dan sektor industri pengolahan.
Tabel 6.9. Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Sektor Aktivitas dan
Jenis Kelamin
Sektor Aktivitas Laki Laki Perempuan Jumlah
Pertanian 172.748 100.388 273.136
Pertambangan 7.264 511 7.775
Industri Penggolahan 27.861 64.254 112.115
Listrik, air dan gas 566 - 566
Bangunan 63.653 - 63.653
Perdagangan 96.653 104.187 200.388
Angkutan, Komunikasi 22.388 1.444 23.532
Keuangan 11.013 5.887 16.880
Jasa Kermasyarakatan 21.074 55.689 126.763
Total 492.768 332.340 825.108 Sumber: Kabupaten Banyuwangi Dalam Angka (2014)
Sedangkan dilihat dari tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan,
mayoritas pekerja di Kabupaten Banyuwangi masih didominasi oleh pekerja
dengan tingkat pendidikan yang rendah (SD dan SMP), dengan proporsi lebih dari
50%. Sebaliknya, hanya terdapat proporsi yang kecil untuk pekerja dengan tingkat
pendidikan yang tinggi yaitu SMA (17,2%) dan perguruan tinggi (3,21%). Pekerja
terdidik cenderung memiliki kesempatan bekerja di sektor formal, sedangkan
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
47
pekerja yang kurang terdidik banyak yang bekerja di sektor informal. Kondisi ini
selain menyiratkan belum terkordinasinya dengan baik hubungan antara dunia
pendidikan dan lapangan usaha, juga menunjukkan relatif sedikitnya kesempatan
kerja yang tersedia bagi seseorang yang memiliki pendidikan tinggi, sehingga
banyak dari mereka yang memilih untuk sebagai penganggur atau bekerja di
sektor informal.
Kondisi sektor informal di Banyuwangi menunjukkan bahwa sektor
informal telah menjadi sektor yang paling dominan dalam hal aktivitas
ekonominya maupun dalam penyerapan tenaga kerjanya. Besarnya peranan sektor
informal dalam penyerapan tenaga kerja ini sejalan dengan meningkatnya peranan
sektor perdagangan dan sektor jasa di dalam perekonomian, selain juga masih
dominannya peranan dari sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja.
Sumber: Sakernas
Gambar 6.9. Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Formal dan Informal,
2010-2013 PDRB per Kapita
PDRB per kapita merupakan gambaran dan rata-rata pendapatan yang
diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah/daerah. Juga
merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran
suatu wilayah/daerah. Data perkembangan PDRB per kapita di Kabupaten
Banyuwangi menunjukkan kecenderungan peningkatan. Artinya telah terjadi
peningkatan kesejahteraan di masyarakat.
Sumber: BPS Kabupaten Banyuwangi, 2015
Gambar 6.10. Perkembangan PDRB per kapita di Banyuwangi
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
48
Berdasarkan dimensi-dimensi dalam indikator output daya saing, maka
dapat dirangkum kondisi daya saing Kabupaten Banyuwangi adalah sebagai
berikut:
Tabel 6.10. Kondisi Indikator Output Daya Saing
No. Indikator Dimensi Kondisi
1 Produktivitas
tenaga kerja
Distribusi tenaga kerja
berdasarkan pendidikan
Masih cukup besarnya
komposisi tenaga kerja
dengan pendidikan relatif
rendah berdampak pada
kualitas dan produktivitas
2 Tingkat
kesempatan kerja
Tingkat penyerapan
kerja
Dominasi sektor informal
masih cukup besar dalam
menyerap tenaga kerja
sebagai akibat tingkat
pendidikan yang relatif
rendah
3 PDRB per kapita Rasio PDRB terhadap
Jumlah penduduk
PDRB perkapita cenderung
meningkat, namun perlu
diwaspadai dampak inflasi
yang cenderung
berfluktuasi dan upah yang
relatif rendah
6.4. Perumusan Strategi Kebijakan Peningkatan Daya Saing
Berdasarkan hasil analisis SWOT diketahui keterkaitan antara faktor
internal dan eksternal pembentuk daya saing daerah. Hasil interaksi antara faktor
internal (faktor strength dan weakness) serta faktor eksternal (opportunity dan
threat) dalam Matriks Interaksi IFAS – EFAS SWOT berikut:
Tabel 6.11. Matriks Interaksi IFAS – EFAS SWOT
IFAS
EFAS
Strength
Posisi geografis
Kualitas dan kuantitas Sumber
Daya Manusia
Ketersediaan infrastruktur dasar
Kabupaten Banyuwangi sebagai
daerah pertanian
Sarana dan prasarana
perekonomian
Etos kerja, keuletan, dan jiwa
kewirausahaan masyarakat di
sektor perekonomian mikro
Potensi Sumber Daya Alam
Potensi pariwisata
Kelemahan (Weaknesess):
Kondisi topografi
Kapasitas dan kinerja kelembagaan
Tingkat partisipasi masyarakat
Adanya kewenangan dalam menyusun
peraturan
Perundangan
Pemerataan hasil-hasil pembangunan
daerah
Upaya mensosialisasikan potensi
daerah
Penentuan skala prioritas pembangunan
Sistem birokrasi
Pendapatan Asli Daerah dan Struktur
APBD
Peluang (Opportunity):
Berbagai Undang-undang
tentang otonomi daerah dan
perimbangan keuangan
pusat dan daerah
Undang-undang tentang
Pajak dan Retribusi
Dengan adanya dukungan dana
dari pemerintah pusat dalam
bentuk transfer, pemerintah daerah
dapat memanfaatkan modal dasar
yang telah dimiliki oleh
pemerintah daerah Kabupaten
Banyuwangi, seperti kondisi
Memperbaiki kapasitas, etos kerja, dan
kinerja lembaga dan pegawai di
lingkungan pemerintah daerah
Kabupaten Banyuwangi, dan
meningkatkan partisipiasi masyarakat
dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan pembangunan daerah dalam
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
49
Undang-undang tentang
UMKM
Kondisi sosial, politik, dan
ekonomi internasional
Kondisi sosial politik di
Kabupaten Banyuwangi
Berbagai program
pemerintah pusat
Dukungan pemerintah pusat
dalam bentuk transfer
Kemajuan teknologi
Kerjasama dengan daerah-
daerah sekitar
geografis yang menguntungkan,
kualitas dan kuantitas sumber daya
manusia yang mencukupi, potensi
sumber daya alam, serta sarana dan
prasarana dasar yang telah tersedia,
untuk memaksimalkan pelaksanaan
undang-undang Otonomi Daerah
dan Undang-undang tentang
perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah, serta Undang-
undang Pajak dan Retribusi
Daerah, dalam rangka
meningkatkan PAD dan
pembangunan daerah Kabupaten
Banyuwangi;
Dengan tersedianya sarana dan
prasarana perekonomian yang
dimiliki Kabupaten Banyuwangi,
pemerintah dapat memanfaatkan
etos kerja, keuletan, dan jiwa
kewirausahaan masyarakat di
sektor perekonomian mikro untuk
semakin memperkuat
perekonomian melalui industri
kecil, UMKM, dan koperasi, dalam
rangka mempersiapkan diri
menghadapi persaingan bebas;
Mengembangkan potensi wisata
yang dimiliki pemerintah daerah
Kabupaten Banyuwangi, dan
menjadikan Kabupaten
Banyuwangi daerah wisata, karena
selain memiliki potensi wisata
yang cukup baik, kondisi sosial
dan politik di Kabupaten
Banyuwangi juga cukup kondusif
untuk menjadikan Kabupaten
Banyuwangi sebagai daerah tujuan
wisata, sehingga mampu
meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD);
Mempertahankan Kabupaten
Banyuwangi sebagai daerah
pertanian/lumbung padi bagi
Provinsi Jawa Timur, dengan
memaksimalkan tehnologi yang
semakin berkembang sehingga
mampu menghasilkan produk-
produk pertanian yang berkualitas
unggul, serta memanfaatkan kerja
sama dengan daerah-daerah lain di
sekitar Kabupaten Banyuwangi.
rangka memaksimalkan pelaksanaan
otonomi daerah, dan meningkatkan PAD
melalui Undang-undang Pajak dan
Retribusi yang baru;
Melakukan reformasi birokrasi dan
melakukan promosi berbagai potensi
yang dimiliki oleh Kabupaten
Banyuwangi dalam rangka menarik
minat investor, karena pada dasarnya
kondisi sosial politik di Kabupaten
Banyuwangi cukup kondusif bagi
investor;
Memeratakan hasil-hasil pembangunan,
dan membuat prioritas pembangunan
yang paling tepat, mengingat kondisi
topografi Kabupaten Banyuwangi yang
kurang menguntungkan, dengan
memanfaatkan kemajuan tehnologi dan
dukungan dari pemerintah pusat, baik
berupa dana transfer maupun program-
program nasional yang diharapkan dapat
menyentuh masyarakat luas.
Tantangan (Threat):
Globalisasi, pasar bebas dan
keterbukaan ekonomi dunia
Implementasi ASEAN
Economic Community
Kondisi sosial politik di
tingkat nasional
Penegakan hukum dan
reformasi birokrasi yang
sedang digalakkan oleh
pemerintah pusat
Berbagai kemajuan
Mengelola dengan baik dukungan
dana dari pemerintah pusat dalam
bentuk transfer, kondisi geografis
yang menguntungkan, kualitas dan
kuantitas sumber daya manusia
yang mencukupi, potensi sumber
daya alam, koordinasi dan
komunikasi yang baik antara
pemerintah, masyarakat, dan para
pelaku ekonomi, serta sarana dan
prasarana dasar yang telah tersedia,
dalam rangka mengejar
Memperbaiki kapasitas, etos kerja, serta
kinerja lembaga dan pegawai di
lingkungan pemerintah daerah
Kabupaten Banyuwangi serta
melakukan reformasi birokrasi dalam
rangka menyelaraskan diri dengan
penegakan hukum dan reformasi
birokrasi yang sedang digalakkkan oleh
pemerintah pusat;
Meningkatkan PAD, memperbaiki
struktur APBD, meningkatkan peran
serta masyarakat dalam pembangunan,
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
50
pembangunan yang dimiliki
oleh daerah-daerah
Investasi swasta
ketertinggalan dari daerah-daerah
lain serta sehingga mampu
menghadapi globalisasi, pasar
bebas, dan keterbukaan ekonomi;
Mempromosikan berbagai potensi
yang ada di Kabupaten
Banyuwangi, salah satunya potensi
wisata dan potensi sumber daya
alam untuk menarik investor ke
Kabupaten Banyuwangi;
Mengembangkan jiwa
kewirausahaan yang dimiliki oleh
masyarakat untuk membangun
industri kecil dan menengah yang
mulai bangkit di Kabupaten
Banyuwangi, dalam rangka
bersaing dengan produk-produk
China yang dikawatirkan mulai
menyerbu pasar Indonesia.
memeratakan hasil-hasil pembangunan
serta menetapkan prioritas
pembangunan yang paling tepat untuk
mengejar ketertinggalan dari daerah-
daerah lain, sehingga pada akhirnya
Kabupaten Banyuwangi menjadi daerah
yang mampu bersaing di pasar global;
Melakukan sosialisasi berbagai potensi
yang dimiliki oleh Kabupaten
Banyuwangi dalam rangka
meningkatkan investasi di Kabupaten
Banyuwangi.
Sumber: Kuisioner SWOT, diolah. 2015
Berdasarkan matrik diatas, maka rumusan pilahan strategi peningkatan
daya saing Kabupaten Banyuwangi dapat terbagi menjadi empat yakni:
a. Strategi Strength-Opportunity (SO) yaitu strategi menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan peluang/kesempatan yang ada. Pilihan kebijakan yang
dapat dilakukan berdasarkan strategi SO adalah:
Dengan adanya dukungan dana dari pemerintah pusat dalam bentuk
transfer, pemerintah daerah dapat memanfaatkan modal dasar yang telah
dimiliki oleh pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi, seperti kondisi
geografis yang menguntungkan, kualitas dan kuantitas sumber daya
manusia yang mencukupi, potensi sumber daya alam, serta sarana dan
prasarana dasar yang telah tersedia, untuk memaksimalkan pelaksanaan
undang-undang Otonomi Daerah dan Undang-undang tentang
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, serta Undang-undang
Pajak dan Retribusi Daerah, dalam rangka meningkatkan PAD dan
pembangunan daerah Kabupaten Banyuwangi;
Dengan tersedianya sarana dan prasarana perekonomian yang dimiliki
Kabupaten Banyuwangi, pemerintah dapat memanfaatkan etos kerja,
keuletan, dan jiwa kewirausahaan masyarakat di sektor perekonomian
mikro untuk semakin memperkuat perekonomian melalui industri kecil,
UMKM, dan koperasi, dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi
persaingan bebas;
Mengembangkan potensi wisata yang dimiliki pemerintah daerah
Kabupaten Banyuwangi, dan menjadikan Kabupaten Banyuwangi daerah
wisata, karena selain memiliki potensi wisata yang cukup baik, kondisi
sosial dan politik di Kabupaten Banyuwangi juga cukup kondusif untuk
menjadikan Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah tujuan wisata,
sehingga mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD);
Mempertahankan Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah
pertanian/lumbung padi bagi Provinsi Jawa Timur, dengan
memaksimalkan teknologi yang semakin berkembang sehingga mampu
menghasilkan produk-produk pertanian yang berkualitas unggul, serta
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
51
memanfaatkan kerja sama dengan daerah-daerah lain di sekitar Kabupaten
Banyuwangi.
b. Strategi Weakness-Opportunity (WO) yaitu strategi meminimalkan
kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Pilihan kebijakan yang dapat
dilakukan oleh pemerintah daerah adalah sebagai berikut:
Memperbaiki kapasitas, etos kerja, dan kinerja lembaga dan pegawai di
lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi, dan
meningkatkan partisipiasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan pembangunan daerah dalam rangka memaksimalkan
pelaksanaan otonomi daerah, dan meningkatkan PAD melalui Undang-
undang Pajak dan Retribusi yang baru;
Melakukan reformasi birokrasi dan melakukan promosi berbagai potensi
yang dimiliki oleh Kabupaten Banyuwangi dalam rangka menarik minat
investor, karena pada dasarnya kondisi sosial politik di Kabupaten
Banyuwangi cukup kondusif bagi investor;
Memeratakan hasil-hasil pembangunan, dan membuat prioritas
pembangunan yang paling tepat, mengingat kondisi topografi Kabupaten
Banyuwangi yang kurang menguntungkan, dengan memanfaatkan
kemajuan tehnologi dan dukungan dari pemerintah pusat, baik berupa
dana transfer maupun program-program nasional yang diharapkan dapat
menyentuh masyarakat luas.
c. Strategi Strength-Threat (ST) yaitu strategi menggunakan kekuatan untuk
mengatasi ancaman. Pilihan kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah
daerah adalah sebagai berikut:
Mengelola dengan baik dukungan dana dari pemerintah pusat dalam
bentuk transfer, kondisi geografis yang menguntungkan, kualitas dan
kuantitas sumber daya manusia yang mencukupi, potensi sumber daya
alam, koordinasi dan komunikasi yang baik antara pemerintah,
masyarakat, dan para pelaku ekonomi, serta sarana dan prasarana dasar
yang telah tersedia, dalam rangka mengejar ketertinggalan dari daerah-
daerah lain serta sehingga mampu menghadapi globalisasi, pasar bebas,
dan keterbukaan ekonomi;
Mempromosikan berbagai potensi yang ada di Kabupaten Banyuwangi,
salah satunya potensi wisata dan potensi sumber daya alam untuk
menarik investor ke Kabupaten Banyuwangi;
Mengembangkan jiwa kewirausahaan yang dimiliki oleh masyarakat untuk
membangun industri kecil dan menengah yang mulai bangkit di
Kabupaten Banyuwangi, dalam rangka bersaing dengan produk-produk
China yang dikawatirkan mulai menyerbu pasar Indonesia.
d. Strategi Weakness-Threat (WT) yaitu strategi meminimalkan kelemahan
untuk mengatasi ancaman. Pilihan kebijakan yang dapat dilakukan oleh
pemerintah daerah adalah sebagai berikut:
Memperbaiki kapasitas, etos kerja, serta kinerja lembaga dan pegawai di
lingkungan pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi serta melakukan
reformasi birokrasi dalam rangka menyelaraskan diri dengan penegakan
hukum dan reformasi birokrasi yang sedang digalakan oleh pemerintah
pusat;
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
52
Meningkatkan PAD, memperbaiki struktur APBD, meningkatkan peran
serta masyarakat dalam pembangunan, memeratakan hasil-hasil
pembangunan serta menetapkan prioritas pembangunan yang paling tepat
untuk mengejar ketertinggalan dari daerah-daerah lain, sehingga pada
akhirnya Kabupaten Banyuwangi menjadi daerah yang mampu bersaing
di pasar global;
Melakukan sosialisasi berbagai potensi yang dimiliki oleh Kabupaten
Banyuwangi dalam rangka meningkatkan investasi di Kabupaten
Banyuwangi.
Selanjutnya berdasarkan pilihan strategi peningkatan daya saing yang
dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, antara lain
Gambar 6.11. Ilustrasi Kebijakan Peningkatan Daya Saing Kabupaten
Banyuwangi
Uraian ilustrasi kebijakan peningkatan daya saing di Kabupaten Banyuwangi
lebih detail akan dijelaskan per kebijakan pada bagian berikut.
a. Penguatan Ekonomi Mikro Daerah
Secara umum permasalahan ekonomi daerah Kabupaten Banyuwangi adalah
masih belum optimalnya peran sumberdaya manusia dikarenakan tingkat
pendidikan dan keterampilan yang masih rendah. Fakta dan data yang ada
menunjukkan bahwa masih banyak kesempatan kerja yang tidak diisi oleh
pencari kerja. Hal ini antara lain disebabkan kualifikasi kompetensi pencari
kerja pada umumnya belum sesuai dengan persyaratan kerja (job
requirement) yang ditentukan atau yang dibutuhkan oleh pasar kerja.
Ketidaksesuaian antara kualifikasi kompetensi tenaga kerja dengan
persyaratan kerja disebabkan antara lain karena angkatan kerja yang akan
memasuki dunia kerja belum memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja
yang memadai juga masih minimnya informasi yang diperoleh tentang dunia
kerja maupun informasi pasar kerja kualitas serta hubungan industrial yang
belum harmonis/kondusif. Disisi lain, dunia kerja saat ini dihadapkan pada
Daya
Saing
Daerah
Penguatan Ekonomi
Mikro
Optimalisasi
Pengelolaan
Sumberdaya
Optimalisasi
Pengelolaan
Pariwisata
Banyuwangi sebagai
Lumbung padi Nasional
Peningkatan
Kinerja Lembaga
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
53
tantangan perubahan yang berorientasi pada sistem pengembangan dan
pemberdayaan sumber daya manusia yang bersifat multiskill, flexible dan
retrainable menuju pengembangan kemampuan enterpreneurship dan long-
life education. Berkaitan dengan permasalahan kompetensi, data
menunjukkan bahwa kualifikasi angkatan kerja yang terindikasi pada
komposisi angkatan kerja menurut pendidikan masih cukup rendah.
Strategi penguatan ekonomi mikro bertujuan untuk memanfaatkan etos kerja,
keuletan, dan jiwa kewirausahaan masyarakat di sektor perekonomian mikro
untuk semakin memperkuat perekonomian melalui industri kecil, UMKM,
dan koperasi, dalam rangka meningkatkan daya saing sektor mikro.
Implementasi kebijakan berkaitan dengan penguatan ekonomi mikro dalam
upaya peningkatan daya saing adalah sebagai berikut:
No. Kegiatan Sasaran Instansi
Terkait
1 Peningkatan pelatihan
keterampilan kerja bagi
pencari kerja dan tenaga kerja.
Terwujudnya sumber
daya manusia yang
memenuhi kebutuhan
dunia kerja
2 Memfasilitasi kegiatan
pendidikan dan pelatihan di
semua bidang, mulai dari
peningkatan keahlian dan
keterampilan, desain produk,
pengenalan teknologi,
manajemen usaha termasuk
pembukuan, pemasaran,
hingga pemahaman akan
HaKI.
Terwujudnya sumber
daya
manusia yang
memenuhi
kebut uhan
pengembangan
ekonomi daerah
3 Fasilitasi kerjasama antara
industri dengan lembaga
pendidikan
Terwujudnya sumber
daya
manusia yang
memenuhi
kualif ikasi kebut
uhan indust ri
4 Fasilitasi kerjasama antara
industri besar dengan industri
kecil dalam hal pengenalan
teknologi, manajemen usaha
dan pemasaran.
Terwujudnya
kerjasama ant ara
industri skala besar
dengan
industri skala kecil
menengah
dalam alih penget
ahuan
5 Perbaikan pengurusan ijin
bagi pelaku UMKM
Tersedianya database
tentang produk dan
pelaku UMKM
6 Pameran produk UMKM
daerah
Dikenalnya produk
daerah dan
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
54
meningkatnya
kualitas produk
7 Penguatan modal usaha
melalui
insentif dan bantuan serta
peningkatan akses terhadap
lembaga keuangan.
Tersedianya sumber
sumber permodalan
yang dapat diakses
oleh pelaku usaha
b. Optimalisasi Pengelolaan Sumberdaya
Kabupaten Banyuwangi merupakan kabupaten terluas di Jawa Timur serta
memiliki sumberdaya yang melimpah. Namun demikian, sumberdaya yang
ada masih belum dioptimalkan dalam rangka meningkatkan daya saing
daerah. Strategi optimalisasi pengelolaan sumberdaya bertujuan untuk
memanfaatkan modal dasar yang telah dimiliki oleh pemerintah daerah
Kabupaten Banyuwangi, seperti kondisi geografis yang menguntungkan,
kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang mencukupi, potensi sumber
daya alam, serta sarana dan prasarana dasar yang telah tersedia. Implementasi
kebijakan berkaitan dengan optimalisasi pengelolaan sumberdaya dalam
upaya peningkatan daya saing adalah sebagai berikut:
No. Kegiatan Sasaran Instansi Terkait
1 Penyediaan perangkat
peraturan daerah yang
mendukung pengelolaan
sumberdaya alam
Tersedianya arah
dan kebijakan
pengembangan
dan pengelolaan
sumberdaya
2 Kerjasama pengelolaan
sumberdaya alam antar daerah
sekitar
Terwujudnya
sinergitas dan
tanggungjawab
bersama antar
daerah;
Peningkatan
PAD
Banyuwangi
3 Peningkatan kualitas dan
ketrampilan SDM pengelola
Meningkatnya
kualitas dan
ketrampilan
SDM pengelola
4 Optimalisasi alokasi dana
transfer pemerintah bagi
perbaikan sarana dan
prasarana
Meningkatnya
kualitas sarana
dan prasarana
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
55
c. Peningkatan Kinerja Lembaga
Strategi ini bertujuan untuk memperbaiki kapasitas, etos kerja, dan kinerja
lembaga dan pegawai di lingkungan pemerintah daerah Kabupaten
Banyuwangi, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan daerah dalam rangka
memaksimalkan pelaksanaan otonomi daerah, dan meningkatkan PAD
melalui Undang-undang Pajak dan Retribusi yang baru. Implementasi
kebijakan berkaitan dengan peningkatan kinerja lembaga dalam upaya
peningkatan daya saing adalah sebagai berikut:
No. Kegiatan Sasaran Instansi Terkait
1 Menciptakan iklim usaha yang
kondusif dengan
menyederhanakan peraturan
dan
birokrasi, serta menyediakan
insentif-insentif bagi usaha.
Terwujudnya
regulasi yang
mendukung
pengembangan
usaha, serta
hilangnya
regulasi
yang
menghambat
pengembangan
usaha
2 Peningkatan pelayanan
aparatur terhadap dunia usaha
Terwujudnya
efisiensi dan
efektivitas dalam
membuat
perijinan usaha
3 Pelibatan partisipasi
masyarakat dalam proses
pembangunan
Tersedianya
wadah yang
menampung
aspirasi
masyarakat
d. Optimalisasi Pengelolaan Pariwisata
Strategi ini bertujuan untuk mengembangkan potensi wisata yang dimiliki
pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi, dan menjadikan Kabupaten
Banyuwangi daerah wisata, karena selain memiliki potensi wisata yang cukup
baik, kondisi sosial dan politik di Kabupaten Banyuwangi juga cukup
kondusif untuk menjadikan Kabupaten Banyuwangi sebagai daerah tujuan
wisata, sehingga mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Implementasi kebijakan berkaitan dengan optimalisasi pengelolaan pariwisata
dalam upaya peningkatan daya saing adalah sebagai berikut:
No. Kegiatan Sasaran Instansi Terkait
1 Penyediaan infrastruktur
pendukung pariwisata seperti
hotel
Meningkatnya
jumlah kamar
dan fasilitas
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
56
No. Kegiatan Sasaran Instansi Terkait
perhotelan
2 Optimalisasi promosi
pariwisata
Dikenalnya objek
wisata daerah
dan
meningkatnya
kunjungan
wisatawan
3 Insentif fiskal daerah begi
pelaku usaha pariwisata
Meningkatnya
kreativitas
pelaku usaha
pariwisata
e. Mempertahankan Banyuwangi sebagai Lumbung Padi
Strategi ini bertujuan untuk mempertahankan Kabupaten Banyuwangi sebagai
daerah pertanian/lumbung padi bagi Provinsi Jawa Timur, dengan
memaksimalkan tehnologi yang semakin berkembang sehingga mampu
menghasilkan produk produk pertanian yang berkualitas unggul, serta
memanfaatkan kerja sama dengan daerah-daerah lain di sekitar Kabupaten
Banyuwangi. Implementasi kebijakan berkaitan dengan mempertahankan
Banyuwangi sebagai lumbung padi dalam upaya peningkatan daya saing
adalah sebagai berikut:
No. Kegiatan Sasaran Instansi Terkait
1 Penerapan teknologi modern
dalam proses pertanian
Terciptanya
teknologi
moderen dalam
proses pertanian
2 Monitoring stok dan
kebutuhan pangan di
Banyuwangi
Tersedianya
database
kertersediaan dan
kebutuhan
pangan daerah
3 Pelatihan ketrampilan dan
manajemen usaha pertanian
bagi petani
Meningkatnya
ketrampilan dan
manajemen usaha
pertanian
4 Pemberian insentif bagi
pelaku usaha pertanian
Pelaku usaha
menjadi kreatif
dan inovatif
dalam bertani
5 Penyusunan peraturan
mengenai harga jual produk
pertanian yang berpihak pada
petani
Tersedianya
aturan yang jelas
mengenai pasca
panen dan harga
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
57
BAB 7 PENUTUP
Perekonomian Kabupaten Banyuwangi dalam beberapa tahun terakhir
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Salah satu indikatornya adalah
pertumbuhan ekonomi yang selalu berada diatas provinsi Jawa Timur dan
Nasional. Dampak dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah ditunjukkan
oleh meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, indeks pembangunan
manusia yang lebih baik, serta iklim usaha yang kondusif. Kabupaten
Banyuwangi sebagai daerah yang memiliki wiilayah terluas di Provinsi Jawa
Timur memiliki berbagai potensi yang masih dapat dioptimalkan dalam upaya
meningkatkan daya saing daerah. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap potensi
yang dimiliki Kabupaten Banyuwangi diketahui bahwa sektor pertanian, dan
sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) menjadi sektor andalan dalam
menopang perekonomian daerah.
Berdasarkan hasil analisa untuk mengidentifikasi daya saing daerah
menggunakan analisa tipologi klassen diketahui bahwa Kabupaten Banyuwangi
dalam beberapa tahun terakhir telah mengalami kemajuan dari daerah posisi
daerah maju tapi tertekan (tahun 2010) menjadi daerah cepat maju dan cepat
tumbuh (tahun 2012). Dimana sektor pertanian, pertambangan, PHR, dan jasa-jasa
menjadi sektor unggulan yang berkontribusi pada perkembangan daerah.
Selanjutnya, hasil analisa Location Quotient (LQ) menemukan bahwa sektor
pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor Keuangan, Persewaan
& Jasa Perusahaan menjadi sektor basis di Kabupaten Banyuwangi. Sementara, hasil
analisis shift-share untuk mengetahui pergeseran ekonomi diketahui bahwa sektor-
sektor yang yang tergolong unggulan justru memberikan nilai pergeseran bersih
yang negatif terhadap perekonomian daerah. Kondisi tersebut terjadi dikarenakan
cukup tingginya kontribusi sektor-sektor tersebut sehingga tidak memungkinkan
kembali untuk meningkat.
Selanjutnya, berdasarkan identifikasi potensi dan daya saing daerah,
kemudian dilakukan identifikasi mengenai permasalahan yang dihadapi dalam
rangka meningkatkan daya saing. Identifikasi menggunakan analsisis SWOT
terhadap faktor eksternal dan internal. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat
beberapa kombinasi strategi yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dalam
peningkatan daya saing. Tindak lanjut terhadap hasil analisa SWOT, telah
dilakukan analisa terhadap faktor-faktor yang berkontribusi meningkatkan daya
saing. Faktor tersebut digolongkan menjadi dua yakni faktor input dan faktor
output. Hasil analisis terhadap faktor input menyimpulkan bahwa posisi daya
saing Banyuwangi menurut indikator input cukup menggembirakan dimana
indikator yang digunakan menunjukkan peran yang positif. Begitu pula dengan
faktor output juga memberikan hasil yang positif.
Berdasarkan hasil identifikasi dan analisa terhadap faktor penetu daya
saing, terdapat beberapa strategi dan kebijakan yang dapat dilakukan oleh
pemerintah daerah dalam upaya peningkatan daya saing meliputi Penguatan
Ekonomi Mikro Daerah, Optimalisasi Pengelolaan Sumberdaya Alam,
Peningkatan Kinerja Lembaga, Optimalisasi Pengelolaan Pariwisata, dan
Mempertahankan Banyuwangi sebagai Lumbung Padi.
PENYUSUNAN KAJIAN PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI
2015
58
Daftar Pustaka
Arsyad, L. 1999. Pengantar perencanaan dan pembangunan ekonomi daerah.
BPFE Yogyakarta.
Huda, M., dan Santoso, E.B. 2014. Pengembangan Daya Saing Daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan Potensi Daerahnya.
Jurnal Teknik Pomits Vol. 3, No. 2.
Malhotra, N.K, 2004. Riset Pemasaran, Pendekatan Terapan. Edisi Bahasa
Indonesia, PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.
Porter, 2000. Location, competition, and economic development: local clusters in
global economy. Economic development quarterly. Vol. 14 no. 1 February
2000, hal.15-34.
Santoso, E., B. 2009. Daya saing kota-kota besar di Indonesia. Makalah
dipresentasikan pada Seminar Nasional Perencanaan Wilayah dan Kota,
ITS, 29 Oktober.