Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

75
Penanggung Jawab : Burhani A.S. Ketua Tim : M. Arief Barata Anggota : Rochmat Basuki │ Muhammad Ulil Albab │ Bayu Aji Ramadhan │ Sulthan Muhammad Shabri │ Maria Paulina Warwe │ Lusiane Noorlin Nussy │ Dedi S. Desain Grafis : Bayu Aji Ramadhan Penyusun

Transcript of Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

Page 1: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

Penanggung Jawab : Burhani A.S. Ketua Tim : M. Arief Barata Anggota : Rochmat Basuki │ Muhammad Ulil Albab │

Bayu Aji Ramadhan │ Sulthan Muhammad Shabri │ Maria Paulina Warwe │ Lusiane Noorlin Nussy │ Dedi S.

Desain Grafis : Bayu Aji Ramadhan

Penyusun

Page 2: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id
Page 3: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id
Page 4: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha kuasa atas segala

nikmat dan karunia-Nya sehingga Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Provinsi Papua dapat menyusun dan menyelesaikan Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi

Papua Triwulan III Tahun 2021 dengan baik dan tepat waktu. Kajian ini disusun dalam

rangka pelaksanaan tugas Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang

memiliki fungsi pembinaan, koordinasi, dan supervisi serta berperan sebagai Regional Chief

Economist (RCE).

Kajian Fiskal Regional ini disusun untuk memberikan informasi dan gambaran mengenai

kondisi fiskal dan makro ekonomi di Provinsi Papua meliputi perkembangan ekonomi

regional, perkembangan fiskal regional, peran fiskal untuk kesejahteraan petani dan

nelayan, dan analisis peluang investasi daerah. Kajian ini diharapkan dapat digunakan oleh

para pemangku kepentingan dalam rangka pencapaian tujuan kebijakan fiskal dan makro

ekonomi.

Penyusunan Kajian Fiskal Regional ini dapat kami selesaikan berkat bantuan banyak pihak

yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih atas

partisipasi dan dukungan dari semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Kajian

Fiskal Regional Provinsi Papua Triwulan III Tahun 2021 ini.

Kami menyadari bahwa dengan segala keterbatasan yang ada, tentu Kajian Fiskal Regional

ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang

membangun untuk peningkatan kualitas Kajian ini. Semoga informasi yang tertuang dalam

kajian ini dapat bermanfaat bagi para pemangku kepentingan.

Jayapura, November 2021

Kepala Kantor

Burhani A.S.

Page 5: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GRAFIK vi

DAFTAR GAMBAR vii

RINGKASAN EKSEKUTIF viii

DASHBOARD MAKRO FISKAL x

DAFTAR ISTILAH xii

BAB I ANALISIS EKONOMI REGIONAL 1

1.1. Perkembangan dan Analisis Indikator Makro Ekonomi 1

1.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 1

a. Menurut Pengeluaran 1

b. Menurut Sektoral/Lapangan Usaha 1

1.1.2. Inflasi 2

1.2. Perkembangan dan Analisis Indikator Kesejahteraan 3

1.2.1. Kemiskinan 3

1.2.2. Pengangguran 4

1.2.3. Ketimpangan Pendapatan 5

1.2.4. Nilai Tukar Petani 6

1.2.5. Nilai Tukar Nelayan 6

BAB II ANALISIS FISKAL REGIONAL 7

2.1. Pelaksanaan APBN 7

2.1.1. Pendapatan Negara 8

2.1.2. Belanja Negara 8

2.1.3. Surplus/Defisit 9

2.1.4. Prognosis Realisasi APBN Hingga Akhir Tahun 2021 9

2.1.5. Analisis Capaian Output: Layanan Dasar Publik 10

2.2. Pelaksanaan APBD 14

2.2.1. Pendapatan Daerah 15

2.2.2. Belanja Daerah 17

2.2.3. Surplus/Defisit 17

2.2.4. Prognosis Realisasi APBD Hingga Akhir Tahun 2021 17

Page 6: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

2.3. Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian 18

2.3.1. Pendapatan Konsolidasian 19

2.3.2. Belanja Konsolidasian 20

2.3.3. Surplus/Defisit Konsolidasian 20

BAB III ANALISIS TEMATIK 21

3.1. Peran Fiskal Untuk Kesejahteraan Petani dan Nelayan: Analisis NTP dan NTN

21

3.1.1. Reviu program pemerintah untuk petani dan nelayan 24

a. Belanja K/L Sektor Pertanian di Kementerian Pertanian 24

b. Belanja K/L Sektor Perikanan di Kementerian Kelautan dan Perikanan

28

c. Belanja K/L Sektor Pertanian di Kementerian PUPR 29

d. Kredit Usaha Rakyat 30

e. DAK Fisik 32

3.1.2. Analisis Perbandingan Tren Antara Pengeluaran Pemerintah dengan NTP dan NTN

33

3.1.3. Rekomendasi Kebijakan 33

3.2. Analisis Peluang Investasi Daerah 33

3.2.1. Identifikasi peluang investasi di daerah 34

3.2.2. Informasi Pasar 38

3.2.3. Analisis Kelayakan 40

3.2.4. Faktor yang berpengaruh terhadap investasi 41

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 43

4.1. Kesimpulan 43

4.2. Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN

Page 7: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pagu dan Realisasi APBN s.d. Akhir Triwulan III Tahun 2020 dan 2021 7

Tabel 2.2 Prognosis Realisasi APBN Papua s.d. Akhir Tahun 2021 10

Tabel 2.3 Realisasi Capaian Output Layanan Dasar Publik Provinsi Papua Triwulan III 2021 10

Tabel 2.4 Pagu dan Realisasi APBD Seluruh Pemda (Provinsi/Kota/Kab) di Provinsi Papua s.d. Triwulan III Tahun 2020 dan 2021

14

Tabel 2.5 Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Wilayah Provinsi Papua s.d. Triwulan III Tahun 2021

19

Tabel 2.6 Pertumbuhan Pendapatan dan PDRB 19

Tabel 3.1 Realisasi Belanja Output Strategis Sektor Pertanian di Kementerian Pertanian s.d. Triwulan III Tahun 2021

24

Tabel 3.2 Realisasi Belanja Output Strategis Sektor Pertanian di Kementerian Kelautan dan Perikanan s.d. Triwulan III Tahun 2021

28

Tabel 3.3 Realisasi Belanja Output Strategis Sektor Pertanian di Kementerian PUPR s.d. Triwulan III Tahun 2021

29

Tabel 3.4 Realisasi Pembiayaan KUR Sektor Pertanian dan Perikanan s.d. Triwulan III Tahun 2021

31

Tabel 3.5 Realisasi DAK Fisik Bidang Pertanian dan Perikanan s.d. Triwulan III Tahun 2021 32

Tabel 3.6 Rincian Perkiraan Biaya Investasi Industri Pengolahan Kopi Arabika Wamena 38

Tabel 3.7 Prediksi Ekspor Kopi Untuk Amerika, Jepang, dan Malaysia 39

Tabel 3.8 Skenario Finansial Atas Proyek Pembangunan Industri Kopi Arabika Wamena 41

Page 8: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 Pertumbuhan PDRB 1

Grafik 1.2 Pertumbuhan PDRB 2018-2021 (y-on-y) 2

Grafik 1.3 Perkembangan Inflasi, September 2021 2

Grafik 1.4 Persentase Penduduk Miskin, Maret 2018-Maret 2021 3

Grafik 1.5 Perbandingan TPT Nasional dengan Regional Papua 4

Grafik 1.6 Perkembangan Gini Ratio, Maret 2015-Maret 2018 5

Grafik 1.7 Perkembangan NTP Papua menurut Subsektor Agustus -September 2021

6

Grafik 2.1 Hasil Perhitungan Menggunakan Metode Decomposition Untuk Realisasi Pendapatan dan Belanja APBN Tahun 2021

9

Grafik 2.2 Realisasi PAD Lingkup Papua s.d. Triwulan III Tahun 2021 16

Grafik 2.3 Komposisi Realisasi Pendapatan Transfer di Papua s.d. Triwulan III Tahun 2021

16

Grafik 2.4 Hasil Perhitungan Menggunakan Metode Decomposition Untuk Realisasi Pendapatan dan Belanja APBD Tahun 2021

18

Grafik 2.5 Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan Daerah 20

Grafik 3.1 Perkembangan Luas Panen Padi di Provinsi Papua 2021-2021 22

Grafik 3.2 Perkembangan Produksi Padi di Provinsi Papua 2021-2021 23

Grafik 3.3 Tren Negara Tujuan Ekspor Kopi 2011 s.d. 2015 38

Grafik 3.4 Sebaran Pasar Kopi Nasional 38

Page 9: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Struktur Pembentukan NTP dan NTN 21

Gambar 3.2 Lokasi Rencana Pembangunan Industri Pengolahan Kopi di Papua

35

Gambar 3.3 Siteplan Industri Kopi Arabika Wamena di Distrik Kemtuk Papua

36

Gambar 3.4 Desain Blockplan Industri Kopi Arabika Wamena di Distrik Kemtuk Papua

37

Gambar 3.5 Struktur Biaya Investasi Pembangunan Industri Kopi Arabika Wamena

37

Page 10: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id
Page 11: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

RINGKASAN EKSEKUTIF

Perekonomian Papua Triwulan III Tahun 2021 tumbuh sebesar 14,54 persen (y-o-y) atau

13,99 persen (c-to-c) dengan pertumbuhan terbesar dari sisi produksi berasal dari

kategori pertambangan dan penggalian sebesar 43,09 persen. Sementara dari sisi

pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada Komponen Ekspor Luar Negeri sebesar

189,43 persen.

Perkembangan harga berbagai komoditas pada September 2021 secara umum

menunjukkan adanya penurunan. Berdasarkan hasil pemantauan BPS Provinsi Papua

di 3 kota, pada September 2021 terjadi deflasi sebesar 0,41 persen, atau terjadi

penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 104,64 pada Agustus 2021 menjadi

104,22 pada September 2021. Tingkat inflasi tahun kalender (Januari–September) 2021

sebesar -0,61 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (September 2021 terhadap

September 2020) sebesar -0,40 persen.

Dalam pelaksanaan APBN, realisasi pendapatan negara di Papua mencapai 7,34 triliun

atau 81,6 persen dari target, mengalami kenaikan sebesar 25,3 persen dibanding

periode yang sama tahun sebelumnya dengan pendapatan tertinggi berasal dari

Pendapatan Perpajakan khususnya dari PPh Pasal 21. Sedangkan untuk realisasi

belanja Negara Sampai dengan triwulan III tahun 2021 mencapai Rp35,76 triliun atau

60,7 persen dari alokasi pagu. Tren penyerapan belanja pemerintah pusat hingga akhir

triwulan III masih relatif stabil, kecuali belanja modal. Lonjakan belanja modal pada bulan

Juli hingga September didorong oleh dimulainya Kembali pembangunan serta dalam

rangka persiapan atas diselenggarakannya PON XX Papua pada bulan Oktober 2021.

Hingga akhir triwulan III tahun 2021, 3 (tiga) sektor capaian output strategis telah

direalisasikan. Untuk sektor Kesehatan, realisasi terbesar terdapat pada kelompok

output Faskes yang terpenuhi ketersediaan Alat/Obat Kontrasepsi (Alokon) yaitu

sebesar Rp3,01 miliar atau sebesar 95,52% dari pagu Rp3,14 miliar. Sementara untuk

sektor Pendidikan, realisasi terbesar terdapat pada kelompok output Mahasiswa

Penerima KIP Kuliah sebesar Rp4,01 miliar dari pagu Rp5,19 miliar. Sektor Infrastruktur

yang mempunyai banyak kelompok output mengirimkan pembangunan Jalan Trans

Papua Merauke-Sorong (MP) sebagai kelompok output dengan realisasi terbesar, hal

ini tidak lepas dari pagu yang besar pula yang telah dianggarkan untuk kelompok output

tersebut, pembangunan Jalan Trans Papua Merauke-Sorong (MP) telah terealisasi

sebesar Rp517,92 miliar dari pagu Rp1,50 triliun atau sebesar 34,51%.

Page 12: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

Dalam pelaksanaan APBD, realisasi pendapatan daerah di Papua adalah sebesar

Rp25,11 triliun atau 49,10 persen dari target, sedangkan realisasi Belanja Daerah baru

mencapai Rp20,66 triiun atau 48,60 persen, naik 8,74 persen dibandingkan dengan

persentase realisasi pada triwulan III tahun 2020. Sementara itu, realisasi pendapatan

konsolidasian sampai dengan triwulan III tahun 2021 mengalami kenaikan sebesar

369,73 persen (y-o-y) yaitu Rp38,71 triliun, terutama disebabkan oleh kenaikan

komponen penerimaan perpajakan dan pendapatan transfer. Sementara itu, realisasi

belanja konsolidasian turun sebesar 27,79 persen dibandingkan dengan periode yang

sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp29,22 triliun.

Pada bulan September 2021, NTP di Provinsi Papua turun 0,42 persen dibandingkan

dengan Agustus 2021 dengan indeks NTP sebesar 102,04, lebih rendah dari NTP

Nasional sebesar 105,68. Penurunan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima

petani (It) turun sebesar 0,41 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib)

naik sebesar 0,0023 persen. Sementara itu, NTN di Provinsi Papua pada bulan

September 2021 mengalami penurunan angka indeks sebesar 0,99 persen

dibandingkan dengan Agustus 2021 menjadi sebesar 107,77.

Salah satu peluang investasi daerah di Papua adalah “Pembangunan Industri

Pengolahan Kopi di Provinsi Papua”. Komoditas kopi di Papua berpeluang untuk

dikembangakan lebih lanjut dengan label “Kopi Specialty Roasted Bean Arabica

Wamena” dengan mengambil bahan baku dari kolompok tani kopi arabika Wamena atau

kelompok tani arabika dan robusta di wilayah Papua. Industri pengolahan kopi tersebut

dapat dibangun di kawasan industri bonggrang di Distrik Kemtuk, Kabupaten Jayapura,

yang memiliki luas kawasan sebesar ±98,8 Ha, dengan kebutuhan luas industri sebesar

±5 ha yang memiliki kapasitas produksi sebesar 3,9 ton.

Page 13: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id
Page 14: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id
Page 15: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

DAFTAR ISTILAH

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) adalah rencana

keuangan tahunan pemerintahan

daerah yang disetujui oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN) adalah sebuah rencana

keuangan tahunan pemerintahan

negara yang disetujui oleh Dewan

Perwakilan Rakyat.

Badan Layanan Umum (BLU) adalah

instansi di lingkungan Pemerintah yang

dibentuk untuk memberikan pelayanan

kepada masyarakat berupa penyediaan

barang dan/atau jasa yang dijual tanpa

mengutamakan mencari keuntungan

dan dalam melakukan kegiatannya

didasarkan pada prinsip efisiensi dan

produktivitas.

Bea adalah pungutan yang dikenakan

atas keluar masuknya barang/

komoditas yang berkaitan yang masuk

dan keluar wilayah pabean. Pungutan

bea ini bersifat wajib dan dikenakan

pada produk hasil ekspor dan impor.

Bea yang dikenakan atas barang impor

disebut bea masuk, dan bea yang

dikenakan atas barang keluar disebut

bea keluar.

Belanja Daerah adalah kewajiban

pemerintah daerah yang diakui sebagai

pengurang nilai kekayaan bersih.

Belanja Negara adalah kewajiban

pemerintah pusat yang diakui sebagai

pengurang nilai kekayaan bersih.

Cukai adalah pungutan negara yang

dikenakan terhadap barang-barang

tertentu yang mempunyai sifat atau

karakteristik yang ditetapkan dalam

Undang-undang Cukai.

Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

yang selanjutnya disingkat DIPA adalah

dokumen pelaksanaan anggaran yang

disusun oleh Pengguna Anggaran/

Kuasa Pengguna Anggaran yang

disahkan oleh Direktur Jenderal

Anggaran atau Kepala Kantor Wilayah

Direktorat Jenderal Perbendaharaan

atas nama Menteri Keuangan selaku

Bendahara Umum Negara.

Ekspor barang adalah transaksi

perpindahan kepemilikan ekonomi (baik

berupa penjualan, barter, hadiah

ataupun hibah) atas barang dari residen

suatu wilayah Provinsi terhadap pelaku

ekonomi luar negeri (non-resident).

Impor barang adalah transaksi

perpindahan kepemilikan ekonomi

(mencakup pembelian, barter, hadiah

ataupun hibah) atas barang dari pelaku

ekonomi luar negeri (non-resident)

terhadap residen suatu wilayah Provinsi.

Indeks Harga konsumen (IHK) adalah

Indeks yang menghitung rata-rata

perubahan harga dari suatu paket

barang dan jasa yang dikonsumsi oleh

rumah tangga dalam kurun waktu

tertentu.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

atau Human Development Index (HDI)

adalah pengukuran perbandingan dari

harapan hidup, pendidikan, dan standar

hidup untuk semua negara. IPM

menjelaskan bagaimana penduduk

dapat mengakses hasil pembangunan

dalam memperoleh pendapatan,

kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.

Inflasi adalah kecenderungan naiknya

harga barang dan jasa pada umumnya

yang berlangsung secara terus

menerus.

Inventori adalah persediaan yang

dikuasai oleh unit yang menghasilkan

untuk digunakan dalam proses lebih

lanjut, dijual, atau diberikan pada pihak

lain, atau digunakan dengan cara lain.

Page 16: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

Laju pertumbuhan ekonomi adalah

proses perubahan kondisi

perekonomian suatu negara secara

berkesinambungan menuju keadaan

yang lebih baik selama periode tertentu.

Nilai tukar adalah sejumlah uang dari

suatu mata uang tertentu yang dapat

dipertukarkan dengan unit mata uang

negara lain.

Nilai Tukar Nelayan (NTN) adalah rasio

antara indeks harga yang diterima

nelayan (It) dengan indeks harga yang

dibayar nelayan (Ib) dinyatakan dalam

persentase. Secara konsepsional, NTN

pengukur kemampuan tukar produk

perikanan tangkap yang dihasilkan

nelayan dengan barang atau jasa yang

dikonsumsi oleh rumah tangga nelayan

dan keperluan mereka dalam

menghasilkan produk perikanan

tangkap.

Nilai Tukar Petani (NTP) adalah

indikator proxy kesejahteraan petani

sebagai perbandingan antara Indeks

harga yg diterima petani (It) dengan

Indeks harga yg dibayar petani (Ib). NTP

merupakan salah satu indikator untuk

melihat tingkat kemampuan/daya beli

petani di perdesaan.

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak

yang dikenakan kepada orang pribadi

atau badan atas penghasilan yang

diterima atau diperoleh dalam satu

tahun pajak. Pajak Penjualan atas

Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak

yang dikenakan pada barang yang

tergolong mewah kepada produsen

untuk menghasilkan atau mengimpor

barang dalam kegiatan usaha atau

pekerjaannya.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah

pajak yang dikenakan dalam setiap

proses produksi maupun

distribusi/pungutan terhadap konsumsi

Barang Kena Pajak/Jasa Kena pajak di

dalam daerah Daerah Pabean.

Pembentukan Modal Tetap Bruto

(PMTB) adalah pengeluaran unit

produksi untuk menambah aset tetap

dikurangi dengan pengurangan aset

tetap bekas. Pembiayaan adalah setiap

penerimaan yang perlu dibayar kembali

dan/atau pengeluaran yang akan

diterima kembali, baik pada tahun

anggaran yang bersangkutan maupun

tahun-tahun anggaran berikutnya.

Pendapatan Daerah adalah hak

pemerintah daerah yang diakui sebagai

penambah nilai kekayaan bersih.

Pendapatan Hibah adalah setiap

penerimaan Pemerintah Pusat dalam

bentuk uang, barang, jasa dan/atau

surat berharga yang diperoleh dari

pemberi hibah yang tidak perlu dibayar

kembali, yang berasal dari dalam negeri

atau luar negeri, yang atas pendapatan

hibah tersebut, pemerintah mendapat

manfaat secara langsung yang

digunakan untuk mendukung tugas dan

fungsi K/L, atau diteruskan kepada

Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik

Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah.

Pendapatan Negara adalah hak

pemerintah pusat yang diakui sebagai

penambah nilai kekayaan bersih.

Penerimaan Negara Bukan Pajak

(PNBP) adalah seluruh penerimaan

Pemerintah Pusat yang tidak berasal

dari penerimaan perpajakan.

Penerimaan Perpajakan adalah semua

penerimaan yang terdiri dari pajak

dalam negeri dan pajak perdagangan

internasional.Pajak Penghasilan (PPh)

adalah Pengeluaran Konsumsi

Pemerintah adalah nilai seluruh jenis

output pemerintah dikurangi nilai output

untuk pembentukan modal sendiri

dikurangi nilai penjualan barang/jasa

(baik yang harganya signifikan dan tdk

signifikan secara ekonomi) ditambah

nilai barang/jasa yang dibeli dari

produsen pasar untuk diberikan pada

RT secara gratis atau dengan harga

Page 17: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

yang tidak signifikan secara ekonomi

(social transfer in kind-purchased

market production).

Pengeluaran Konsumsi Rumah

Tangga (PKRT) merupakan

pengeluaran atas barang dan jasa oleh

rumah tangga untuk tujuan konsumsi.

Produk Domestik Bruto (PDB) adalah

jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh

seluruh unit usaha dalam suatu negara

tertentu, atau merupakan jumlah nilai

barang dan jasa akhir yang dihasilkan

oleh seluruh unit ekonomi. PDB atas

dasar harga berlaku menggambarkan

nilai tambah barang dan jasa yang

dihitung menggunakan harga yang

berlaku pada setiap tahun, sedangkan

PDB atas dasar harga konstan

menunjukkan nilai tambah barang dan

jasa tersebut yang dihitung

menggunakan harga yang berlaku pada

satu tahun tertentu sebagai dasar.

Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) adalah jumlah nilai tambah

yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha

dalam suatu daerah tertentu, atau

merupakan jumlah nilai barang dan jasa

akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit

ekonomi pada suatu daerah.

Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) Perkapita adalah pendapatan

rata-rata penduduk di suatu daerah,

yang diperoleh dari hasil pembagian

pendapatan penduduk suatu daerah

(PDRB) dengan jumlah penduduk

regional tersebut.

Rasio gini (gini ratio) yang merupakan

salah satu alat yang mengukur tingkat

kesenjangan pembagian pendapatan

relatif antar penduduk suatu wilayah.

Rasio pajak (tax ratio) adalah

perbandingan atau persentase

penerimaan pajak terhadap produk

domestik bruto (PDB) dimana hal itu

juga merupakan salah satu indikator

untuk menilai kinerja penerimaan pajak.

Rencana Kerja Pemerintah (RKP)

adalah rencana pembangunan tahunan

nasional, yang memuat prioritas

pembangunan nasional, rancangan

kerangka ekonomi makro yang

mencakup gambaran perekonomian

secara menyeluruh termasuk arah

kebijakan fiskal, serta program

kementerian/lembaga, lintas

kementerian/lembaga kewilayahan

dalam bentuk kerangka regulasi dan

pendanaan yang bersifat indikatif. RKP

merupakan pedoman bagi penyusunan

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN).

Rencana Kerja Pemerintah Daerah

(RKPD) merupakan penjabaran

RPJMD, memuat rancangan kerangka

ekonomi daerah, prioritas

pembangunan daerah, serta rencana

kerja dan pendanaan untuk satu tahun,

mengacu pada RKPD.

Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD)

merupakan penjabaran visi, misi dan

program Gubernur terpilih yang menjadi

pedoman pelaksanaan pembangunan

dalam lima tahun pemerintahan.

Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) adalah

penjabaran dari visi, misi dan program

Presiden yang penyusunannya

berpedoman pada RPJPN, yang

memuat strategi pembangunan

Nasional, kebijakan umum, program

Kementerian/Lembaga dan lintas

Kementerian/Lembaga, kewilayahan

dan lintas kewilayahan, serta kerangka

ekonomi makro yang mencangkup

gambaran perekonomian secara

menyeluruh termasuk arah kebijakan

fiskal dalam rencana kerja yang berupa

kerangka regulasi dan kerangka

pendanaan yang bersifat indikatif.

Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Daerah (RPJP Daerah)

Page 18: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

adalah dokumen perencanaan

pembangunan daerah untuk periode 20

(dua puluh).

Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional (disingkat RPJP

Nasional) adalah dokumen

perencanaan pembangunan nasional

untuk periode 20 (dua puluh) tahun.

Suku bunga adalah persentase dari

pokok utang yang dibayarkan sebagai

imbal jasa (bunga) dalam suatu periode

tertentu.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

adalah persentase jumlah

pengangguran terhadap jumlah

angkatan kerja.

Page 19: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id
Page 20: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id
Page 21: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id
Page 22: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

1

BAB I

ANALISIS EKONOMI REGIONAL

1.1. Perkembangan dan Analisis Indikator Makro Ekonomi

1.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

a. Berdasarkan Pengeluaran

Sumber: BPS (2021), diolah

Ekonomi Papua pada triwulan III-2021 terhadap triwulan III-2020 (y-on-y) tumbuh

sebesar 14,54 persen. Semua komponen mengalami pertumbuhan kecuali Komponen

PK-P yang terkontraksi sebesar -3,86 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada

Komponen Ekspor yang tumbuh sebesar 149,86 persen. Pertumbuhan ini diikuti oleh

Komponen PMTB sebesar 43,55 persen; Komponen PK-LNPRT sebesar 7,44 persen;

dan Komponen PK-RT sebesar 1,39 persen. Sementara itu, Komponen Impor Luar

Negeri selaku faktor pengurang tumbuh sebesar 117,49 persen. Pertumbuhan di

komponen-komponen PDRB Pengeluaran juga disebabkan oleh kenaikan ekspor

komoditas Bijih Kerak Abu Logam yang mendominasi ekspor Papua. Sementara,

kenaikan PMTB dan Impor Luar Negeri diakibatkan oleh peningkatan impor barang

modal dengan kenaikan terbesar pada impor mesin listrik.

b. Berdasarkan Sektor Lapangan Usaha

Perekonomian Papua berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

atas dasar harga berlaku triwulan III-2021 mencapai Rp 59,05 triliun dan atas dasar

harga konstan 2010 mencapai Rp 40,33 triliun.

Ekonomi Papua dengan Pertambangan dan Penggalian triwulan III-2021 dibanding

triwulan III-2020 (y-on-y) mengalami pertumbuhan sebesar 14,54 persen, sedangkan

tanpa Pertambangan dan Penggalian tumbuh sebesar 2,42 persen. Pertumbuhan terjadi

1,39 7,44-3,86

43,55

149,86

117,49

-50

0

50

100

150

200

Konsumsi RumahTangga

Konsumsi LNPRT KonsumsiPemerintah

PMTB Ekspor Impor

Grafik 1.1 Pertumbuhan PDRB

Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi LNPRT Konsumsi Pemerintah PMTB Ekspor Impor

Page 23: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

2

pada hampir semua lapangan usaha, kecuali Industri Pengolahan (-0,10%), Administrasi

Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib (-3,98%) dan Jasa Pendidikan (-

5,82). Lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi antara lain

Pertambangan dan Penggalian (37,56%), Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi

Mobil dan Sepeda Motor (9,30%) dan Pengadaan Listrik dan Gas (9,29%). Pertumbuhan

Pertambangan dan Penggalian didorong oleh peningkatan produksi emas dan tembaga

PT Freeport Indonesia pada triwulan III 2021 dibandingkan triwulan III tahun 2020,

pertumbuhan Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor dan

Pengadaan Listrik dan Gas didorong oleh aktivitas persiapan pelaksanaan PON XX

Papua.

Sumber: BPS (2021), diolah

1.1.2. Inflasi

Sumber: BPS (2021), diolah

Perkembangan harga berbagai komoditas pada September 2021 secara umum

menunjukkan adanya penurunan. Berdasarkan hasil pemantauan BPS Provinsi Papua

di 3 kota, pada September 2021 terjadi deflasi sebesar 0,41 persen, atau terjadi

penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 104,64 pada Agustus 2021 menjadi

104,22 pada September 2021. Tingkat inflasi tahun kalender (Januari–September) 2021

sebesar -0,61 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (September 2021 terhadap

September 2020) sebesar -0,40 persen.

-1,19-0,79

0,22

0,79

-0,27

0,53 0,66

-0,41 -0,38 -0,08

0,19

-0,42 -0,41

-2

-1

0

1

Sep-20 Okt Nov Des Jan-21 Feb Maret Apr Mei Jun Jul Agt Sep

Grafik 1.3 Perkembangan Inflasi, September 2021

-18 -18,67

-23,94 -15,11

-3,76

1,364,06

-2,79

6,92

14,27 13,14 14,54

4,59 6,27 5,68 4,75 3,43

2,76 -5,09 -4,36 -6,83

-3,77

2,81 2,42

-30

-20

-10

0

10

20

IV-2018 I-2019 II-2019 III-2019 IV-2019 I-2020 II-2020 III-2020 IV-2020 I-2021 II-2021 III-2021

Grafik 1.2 Pertumbuhan PDRB 2018-2021 (y-on-y)

Dengan Tambang Tanpa Tambang

Page 24: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

3

Deflasi terjadi karena adanya penurunan harga yang ditunjukkan oleh turunnya indeks

kelompok pengeluaran pada: kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 1,32

persen; kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,03 persen; dan kelompok

perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,01 persen.

Beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga pada September 2021, antara

lain: cabai rawit, ikan ekor kuning, tomat, kangkung, ikan cakalang/ikan sisik. Sementara

komoditas yang mengalami kenaikan harga, antara lain: buah pinang, ikan kembung,

daging ayam ras, tarif angkutan udara, dan ikan kawalina. Pada September 2021 dari

11 kelompok pengeluaran, 3 kelompok memberikan andil/sumbangan deflasi dan 8

kelompok memberikan andil/sumbangan inflasi terhadap inflasi gabungan 3 kota di

Papua. Kelompok pengeluaran yang memberikan andil/ sumbangan deflasi, yaitu:

kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar -0,49 persen; kelompok pakaian

dan alas kaki sebesar -0,001 persen; dan kelompok perlengkapan, peralatan, dan

pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar -0,0004 persen. Sementara kelompok

pengeluaran yang memberikan andil/sumbangan inflasi terhadap inflasi gabungan 3

kota di Papua, yaitu kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga

sebesar 0,005 persen; kelompok kesehatan sebesar 0,01 persen; kelompok transportasi

sebesar 0,04 persen; kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar

0,0004 persen; kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 0,001 persen;

kelompok pendidikan sebesar 0,004 persen; kelompok penyediaan makanan dan

minuman/restoran sebesar 0,002 persen; dan kelompok perawatan pribadi dan jasa

lainnya sebesar 0,02 persen.

1.2. Perkembangan dan Analisis Indikator Kesejahteraan

1.2.1. Kemiskinan

Secara umum, pada periode

Maret 2018 - Maret 2021

tingkat kemiskinan

mengalami penurunan baik

dari sisi jumlah maupun

persentase. Tercatat

persentase penduduk miskin

pada periode tersebut turun

sebesar 4,25 persen poin, yaitu dari 31,11 persen atau berjumlah 920,52 ribu jiwa pada

Maret 2012 menjadi 26,86 persen atau 920,44 ribu jiwa pada Maret 2021. Persentase

27,7427,43 27,53

26,55 26,64 26,8 26,86

25

26

27

28

Mar 18 Sep 18 Mar 19 Sep 19 Mar 20 Sep 20 Mar 21

Grafik 1.4 Persentase Penduduk Miskin, Maret 2018-Maret 2021

Sumber: BPS (2021), diolah

Page 25: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

4

penduduk miskin di Papua selama enam bulan terakhir justru mengalami peningkatan

sebesar 0,06 persen poin yaitu dari 26,80 persen pada September 2020 menjadi 26,86

persen pada Maret 2021. Begitu pula jika dibandingkan dengan Maret 2020, terjadi

peningkatan 0,22 persen poin (26,64 pada Maret 2020).

Dilihat menurut tipe daerahnya, penduduk miskin di Papua terkonsentrasi di daerah

perdesaan, dimana pada Maret 2021 terdapat 872,08 ribu jiwa atau 35,71 persen

penduduk miskin tinggal di perdesaan, sedangkan di perkotaan hanya sebesar 48,36

ribu jiwa atau 4,91 persen. Jika dibandingkan dengan kondisi pada periode sebelumnya

(September 2020), terdapat peningkatan persentase penduduk miskin di daerah

perkotaan sebesar 0,32 persen poin dan untuk daerah perdesaan persentase penduduk

miskin naik sebesar 0,02 persen poin.

Bila dibandingkan dengan nasional, kemiskinan di Provinsi Papua masih tertinggal jauh.

Pada Maret 2021 tingkat kemiskinan Provinsi Bengkulu sebesar 26,86%, lebih tinggi dari

tingkat nasional sebesar 10,14%. Persentase angka kemiskinan di Provinsi Papua

memang sejak bulan September 2019 terus mengalami peningkatan, termasuk dari sisi

jumlah penduduk miskin. Salah satu faktor yang mendorong naiknya tingkat kemiskinan

di Provinsi Papua yakni terus meningkatnya kasus penyebaran COVID-19 di Provinsi

Papua sehingga diterapkan kebijakan berbagai pembatasan untuk mencegah

penyebaran COVID-19 antara lain pembatasan kegiatan yang mengumpulkan massa

dalam jumlah banyak seperti kegiatan peribadatan tatap muka yang dibatasi hanya 50

persen. Selain itu perayaan hari raya keagamaan seperti Imlek, Hari Raya Injil masuk di

Tanah Papua, dan Nyepi juga dibatasi sehingga berdampak pada menurunnya

konsumsi masyarakat.

1.2.2. Pengangguran

Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT) Indonesia turun dari 7,07

persen pada Agustus 2020

menjadi 6,27 persen pada

Februari 2021. Provinsi Papua

pun menunjukkan tren serupa.

Pada Februari 2021, TPT Provinsi

Papua adalah sebesar 3,77

persen, turun 0,51 persen

dibandingkan kondisi Agustus 2020. Meskipun belum merata, hal ini menjadi salah satu

4,98 5,23 4,94

7,07 6,26

3,42 3,65 3,42 4,28 3,77

02468

Februari2019

Agustus2019

Februari2020

Agustus2020

Februari2021

Grafik 1.5 Perbandingan TPT Nasional dengan Regional Papua

Persentase TPT Nasional Persentase TPT Papua

Sumber: BPS (2021), diolah

Page 26: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

5

tanda mulai pulihnya sektor ketenagakerjaan dan perekonomian yang sempat

terdampak oleh pandemi Covid-19.

Pada Februari 2021, penduduk usia kerja yang masih menjadi pengangguran karena

Covid-19 ada sekitar 1.694 orang, sedangkan yang bukan angkatan kerja karena Covid-

19 sebanyak 1.695 orang. Sebanyak 631 orang masih sementara tidak bekerja, dan

114.181 orang mengalami pengurangan jam kerja. DIlihat dari jenis kelaminnya,

penduduk laki-laki lebih banyak yang merasakan dampak pandemi Covid-19 terhadap

status ketenagakerjaannya dibandingkan perempuan. Sementara itu, dampak Covid-19

lebih banyak dirasakan penduduk yang bertempat tinggal di wilayah perkotaan daripada

perdesaan. Apabila dilihat berdasarkan distribusi kelompok umur, mayoritas penduduk

usia kerja yang merasakan dampak Covid-19 pada semua komponen berada pada

kelompok usia dewasa (25-59 tahun), yaitu sebesar 90,31 persen.

1.2.3. Ketimpangan Pendapatan

Secara umum, nilai Gini Ratio Provinsi Papua selama periode Maret 2015 hingga Maret

2018 mengalami trend series yang menurun. Namun pada September 2018 mengalami

kenaikan yang cukup besar dan cenderung stagnan hingga kondisi akhir Maret 2021.

Pada Maret 2021, gini ratio Provinsi Papua mencapai 0,397. Berdasarkan daerah tempat

tinggal, Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2021 adalah sebesar 0,301

mengalami peningkatan yang cukup tinggi yakni 0,010 poin dibandingkan September

2020 yang sebesar 0,291 dan menurun juga meningkat 0,005 poin dari Maret 2020 yang

sebesar 0,296. Untuk daerah perdesaan, Gini Ratio pada Maret 2021 tercatat sebesar

0,422, naik 0,006 poin dibandingkan dengan kondisi September 2020 yang sebesar

0,416 dan naik sebesar 0,008 poin dari Maret 2020 yang sebesar 0,414.

Sumber: BPS (2021), diolah

0,339 0,347

0,312 0,318 0,322

0,302 0,3120,294 0,297

0,288 0,296 0,2910,301

0,380,387 0,383

0,392 0,395

0,407

0,384

0,416 0,409 0,41 0,414 0,416 0,4220,421

0,392 0,390,399 0,397

0,3980,384

0,398 0,394 0,391 0,392 0,395 0,397

0,27

0,29

0,31

0,33

0,35

0,37

0,39

0,41

0,43

Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-17 Sep-17 Mar-18 Sep-18 Mar-19 Sep-19 Mar-20 Sep-20 Mar-21

Grafik 1.6 Perkembangan Gini Ratio, Maret 2015-Maret 2018

Kota Desa Kota+Desa

Page 27: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

6

1.2.4. Nilai Tukar Petani

Sumber: BPS (2021), diolah

Nilai Tukar Petani (NTP) yang diperoleh dari perbandingan indeks harga diterima petani

(It) terhadap indeks harga dibayar petani (Ib) (dalam persentase) merupakan salah satu

indikator untuk melihat kemampuan/daya beli petani di perdesaan. NTP juga

menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa

yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif,

semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani. NTP Papua September 2021

tercatat turun 0,42 persen menjadi 102,04 dibandingkan NTP Agustus. Berdasarkan

pemantauan harga pedesaan di beberapa daerah di Papua, perubahan indeks NTP

disebabkan karena indeks harga yang diterima petani (It) turun sebesar 0,41 persen,

sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib) naik sebesar 0,0023 persen.

1.2.5. Nilai Tukar Nelayan

NTN September 2021 mengalami penurunan angka indeks sebesar 0,99 persen menjadi

107,77. Hal ini disebabkan oleh penurunan It sebesar 1,04 persen lebih rendah daripada

penurunan Ib sebesar 0,05 persen. Penurunan It sebesar 1,04 persen dipicu oleh

turunnya indeks penangkapan laut sebesar 1,25 persen sedangkan indeks

penangkapan perairan umum tidak mengalami perubahan. Penurunan Ib sebesar 0,05

persen disebabkan oleh turunnya IKRT sebesar 0,02 persen dan indeks BPPBM

sebesar 0,12 persen.

102,46101,63

98,8

104,96

108,17 108,5 108,85

102,58102,04

101,28

97,28

104,52

108,74107,47 107,77

102,49

90

95

100

105

110

Papua TanamanPangan

Hortikultura TanamanPerkebunan

Rakyat

Peternakan Perikanan (PerikananTangkap)

(PerikananBudidaya)

Grafik 1.7 Perkembangan NTP Papua menurut Subsektor Agustus - September 2021

Juli Agustus

Page 28: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id
Page 29: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id
Page 30: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

7

BAB II

ANALISIS FISKAL REGIONAL

2.1. Pelaksanaan APBN

Realisasi APBN Papua sampai dengan Triwulan III-2021 dari sisi pendapatan

mengalami sedikit peningkatan. Sebaliknya, di sisi belanja negara mengalami

penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Tabel 2.1: Pagu dan Realisasi APBN s.d. Akhir Triwulan III Tahun 2020 dan 2021

Uraian TW III 2020 TW III 2021 %

2021 Pagu Realisasi Pagu Realisasi

A. PENDAPATAN NEGARA 7.907,35 5.862,26 8.997,50 7.344,08 81,6%

I. PENERIMAAN DALAM NEGERI 7.907,35 5.862,26 8.997,50 7.344,08 81,6%

1. Penerimaan Perpajakan 7.342,25 5.380,98 8.613,94 6.993,45 81,2%

a. Pajak Dalam Negeri 6.758,99 4.525,97 7.625,33 4.686,98 61,5%

b. Pajak Perdagangan Internasional 583,27 855,01 988,61 2.306,47 233,3%

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 565,09 481,28 383,56 350,63 91,4%

II. HIBAH 0,00 0,00 00,00 0,00 0,0%

B. BELANJA NEGARA 56.035,92 42.580,98 58.913,88 35.757,20 60,7%

I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT 13.622,55 8.006,05 15.743,33 9.407,46 59,8%

1. Belanja Pegawai 4.091,32 2.854,17 4.194,83 2.994,05 71,4%

2. Belanja Barang 4.789,12 2.576,85 5.295,79 3.147,47 59,4%

3. Belanja Modal 4.618,31 2.501,51 6.119,33 3.186,26 52,1%

4. Belanja Bantuan Sosial 23,41 11,61 14,58 10,53 72,2%

5. Belanja Lain-lain 100,38 61,91 109,80 69,15 63,0%

II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA 43.002,02 34.639,89 43.179,56 26.349,74 61,0%

1. Transfer ke Daerah 37.651,63 30.758,79 37.745,49 23.451,41 62,1%

a. Dana Perimbangan 29.472,36 24.586,00 29.703,96 20.989,06 70,7%

1) Dana Alokasi Umum 20.870,26 17.424,80 20.494,06 15.783,62 77,0%

2) Dana Bagi Hasil 2.053,55 2.448,80 2.946,22 2.575,03 87,4%

3) DAK Fisik 3.607,20 3.278,40 3.610,01 951,45 26,4%

4) DAK Nonfisik 1.941,31 1.434,00 2.653,67 1.678,96 63,3%

b. Dana Otonomi Khusus 7.999,97 5.998,98 7.911,83 2.373,55 30,0%

c. Dana Insentif Daerah 179,30 172,81 129,70 88,80 68,5%

2. Dana Desa 5.350,39 3.881,10 5.434,06 2.898,33 53,3%

C. SURPLUS DEFISIT -48.146,57 -36.718,72 -49.916,38 -28.413,12 56,9%

Sumber: MEBE dan OMSPAN (2021), diolah

Page 31: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

8

2.1.1. Pendapatan Negara

Dari sisi pendapatan APBN, pada triwulan III di Provinsi Papua baik secara persentase

maupun nominal mengalami kenaikan yang cukup signifikan, hal ini disebabkan oleh

meningkatnya pendapatan pada pajak dalam negeri maupun pajak perdagangan

internasional. Realisasi pendapatan negara sampai dengan akhir triwulan III 2021

adalah sebesar Rp7,34 triliun atau 81,6% dari target yang ditentukan, lebih tinggi jika

dibandingkan dengan realisasi pendapatan pada tahun 2020 di triwulan yang sama yaitu

sebesar Rp5,86 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 25,3% dibandingkan

triwulan yang sama di tahun sebelumnya. Selain pendapatan perpajakan yang

mengalami peningkatan, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga mengalami

kenaikan secara persentase yaitu sebesar 7,3% dan mencapai Rp350,63 miliar hingga

akhir triwulan III tahun 2021.

2.1.2. Belanja Negara

Realisasi belanja pemerintah pusat sampai dengan triwulan III 2021 baru mencapai

Rp9,41 triliun atau 59,8 persen dari pagu sebesar Rp15,73 triliun. Meski demikian,

realisasi tersebut sedikit lebih baik dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya yang hanya mencapai 58,8 persen. Realisasi belanja sampai dengan

triwulan III-2021 masih didominasi oleh belanja modal yang mencapai Rp3,19 triliun.

Tingginya realisasi belanja modal tersebut dikarenakan kegiatan aktivitas perekonomian

dan pembangunan yang kembali normal setelah relaksasi atas pembatasan kegiatan

masyarakat serta program vaksinasi yang dilaksanakan secara masif.

Tren penyerapan belanja pemerintah pusat hingga akhir triwulan III masih relatif stabil,

kecuali belanja modal. Lonjakan belanja modal pada bulan Juli hingga September

didorong oleh dimulainya Kembali pembangunan serta dalam rangka persiapan atas

diselenggarakannya PON XX Papua pada bulan Oktober 2021.

Penyaluran TKDD hingga triwulan III-2021 belum menunjukkan capaian yang optimal.

Secara kumulatif, realisasi TKDD baru mencapai Rp26,35 triliun atau 61,0 persen dari

pagu Rp43,18 triliun. Realisasi tersebut turun cukup signifikan sebesar 23,9 % atau

sekitar Rp8,29 triliun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Hingga akhir triwulan III tahun 2021, semua jenis TKDD telah disalurkan ke Pemda

Papua dengan persentase yang bervariasi. Realisasi penyaluran DAU sebesar Rp15,78

triliun (77,0%) dari pagu Rp20,49 triliun, DBH sebesar Rp2,57 triliun (87,4%) dari pagu

Rp2,94 triliun, DAK Nonfisik sebesar Rp1,68 triliun (63,3%) dari pagu Rp2,65 triliun,

Page 32: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

9

Dana Otsus sebesar Rp2,37 triliun (30,0%) dari pagu Rp7,91 triliun, DID sebesar

Rp88,80 Miliar (68,5%) dari pagu Rp129,70 miliar, Dana Desa sebesar Rp2,89 triliun

(53,3%) dari pagu Rp5,43 triliun, dan DAK Fisik, sebesar Rp951,45 miliar (26,4%) dari

pagu Rp3,61 triliun.

Selain DAK Fisik dan Dana Desa, mulai tahun 2020 KPPN Jayapura sebagai KPPN

yang berlokasi di ibukota provinsi juga menyalurkan dana Bantuan Operasional Sekolah

(BOS). Sampai dengan akhir Triwulan III-2021, realisasi penyaluran Dana BOS sebesar

Rp819,19 Miliar atau 65,4 persen dari pagu Rp1,25 triliun. Dana BOS tersebut disalurkan

untuk 6.665 sekolah yang tersebar di seluruh wilayah Papua.

2.1.3. Surplus/Defisit

Berdasarkan realisasi pendapatan negara dan belanja negara di Provinsi Papua, defisit

anggaran sampai dengan akhir triwulan III 2021 adalah sebesar Rp28,41 triliun atau

56,9% dari yang ditargetkan. Defisit ini lebih rendah sebesar 22,6% disbanding periode

yang sama tahun sebelumnya (Rp36,72 triliun). Hal ini dilatarbelakangi oleh

meningkatnya pendapatan negara dan menurunnya belanja negara dibandingkan

dengan triwulan III pada tahun 2020.

2.1.4. Prognosis Realisasi APBN Hingga Akhir Tahun 2021

Sumber: Hasil perhitungan dengan metode Decomposition

Dengan menggunakan metode Decomposition, diperoleh prognosis penerimaan negara

sampai akhir tahun 2021 mencapai Rp9.65 triliun atau sebesar 107,28% dari pagu,

prognosis penerimaan pada triwulan IV mencapai lebih dari 100% disebabkan oleh tren

realisasi pendapatan pada 2 periode triwulan IV yaitu pada tahun 2018 dan 2020 yang

Grafik 2.1. Hasil Perhitungan Menggunakan Metode Decomposition Untuk Realisasi

Pendapatan dan Belanja APBN Tahun 2021

Triwulan IV 2021: 107,28% Triwulan IV 2021: 96,70%

Page 33: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

10

realisasinya lebih dari 100%, selain itu realisasi penerimaan pada sektor bea keluar yang

telah melebihi 100% juga turut mempengaruhi prognosis penerimaan negara. Hasil

prognosis pendapatan dengan metode Decomposition menghasilkan nilai Mean

Absolute Percentage Error (MAPE) sebesar 15, artinya nilai peramalan yang dihasilkan

sudah baik untuk digunakan.

Tabel 2.2: Prognosis Realisasi APBN Papua s.d. Akhir Tahun 2021

(dalam miliar rupiah)

Uraian

Pagu

Realisasi s.d.

Triwulan III

Perkiraan Realisasi s.d.

Akhir Tahun

Rp % Rp %

Pendapatan Negara 8.997,50 7.344,08 81,6% 9.652,52 104,3%

Belanja Negara 58.913,88 35.757,20 60,7% 56.969,72 97,9%

Surplus/Defisit -49.916,38 -28.413,12 56,9% (47.317,20) 94,8%

Sumber: Omspan 2021, diolah

Sementara itu, prognosis belanja negara akan mencapai Rp56,97 triliun atau sebesar

96,70% dari pagu sampai akhir tahun anggaran 2021. Prognosis belanja negara

menggunkan metode Decomposition menghasilkan nilai MAPE sebesar 9, artinya hasil

peramalan yang dihasilkan sudah baik untuk digunakan.

2.1.5. Analisis Capaian Output: Layanan Dasar Publik

Tabel 2.3: Realisasi Capaian Output Layanan Dasar Publik Provinsi Papua Triwulan III

2021 (dalam miliar rupiah)

Sektor Kelompok Output

Belanja Kinerja (rincian output)

Pagu Realisasi Persentase Satuan

Capaian

Output

(NVRO)

Persentase

Kesehatan

Faskes yang

terpenuhi

ketersediaan

Alat/Obat

Kontrasepsi (Alokon)

3,15 3,01 95,52% Faskes 44 93,62%

Desa Pangan Aman 0,62 0,37 58,94% Desa 7 87,50%

Sampel Makanan

yang Diperiksa oleh

BB/BPOM

0,42 0,28 66,29% Persen 251 51,65%

Page 34: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

11

Sektor Kelompok Output

Belanja Kinerja (rincian output)

Pagu Realisasi Persentase Satuan

Capaian

Output

(NVRO)

Persentase

Sampel Makanan

yang Diperiksa oleh

Loka POM I

0,01 0,01 64,61% Persen 47 85,45%

Sampel Makanan

yang Diperiksa oleh

Loka POM II

0,01 0,01 73,99% Persen 36 72,00%

Sarana Distribusi

Obat, Obat

Tradisional,

Kosmetik, Suplemen

Kesehatan dan

Makanan yang

Diperiksa oleh

BB/BPOM

0,99 0,72 72,76% Persen 762 98,20%

Sarana Distribusi

Obat, Obat

Tradisional,

Kosmetik, Suplemen

Kesehatan dan

Makanan yang

Diperiksa oleh Loka

POM I

0,20 0,11 58,42% Persen 222 74,00%

Sarana Distribusi

Obat, Obat

Tradisional,

Kosmetik, Suplemen

Kesehatan dan

Makanan yang

Diperiksa oleh Loka

POM II

0,18 0,14 76,12% Persen 82 55,41%

Pasar aman dari

bahan berbahaya 0,42 0,33 79,22% Pasar 6 75,00%

perkara di bidang

penyidikan obat dan

makanan di bbpom

jayapura

0,80 0,46 58,14% Persen 3 100,00%

perkara di bidang

penyidikan obat dan 0,13 0,05 36,97% Persen 1 100,00%

Page 35: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

12

Sektor Kelompok Output

Belanja Kinerja (rincian output)

Pagu Realisasi Persentase Satuan

Capaian

Output

(NVRO)

Persentase

makanan di loka

pom kab merauke

perkara di bidang

penyidikan obat dan

makanan di loka

pom kabupaten

mimika

0,09 0,08 89,60% Persen 3 150,00%

Sekolah dengan

Pangan Jajanan

Anak Sekolah

(PJAS) aman

0,63 0,27 42,66% Sekolah 24 60,00%

Pendidikan

Siswa SMTK/SMAK

Penerima BOS 2,48 1,25 50,49% Orang 54 3,19%

Siswa MTs

Penerima BOS 1,14 0,52 45,64% Orang 49 7,81%

Siswa MA Penerima

BOS 0,75 0,35 47,37% Orang 113 51,13%

Mahasiswa

Penerima KIP Kuliah 5,19 4,01 77,14% Orang 371 70,53%

Mahasiswa

Penerima KIP Kuliah 2,64 1,89 71,75% Orang 145 58,00%

Guru Non PNS

Penerima Tunjangan

Khusus (3T)

1,44 0,72 50,00% Orang 0 0,00%

Tunjangan Profesi

Guru PAI Non PNS 2,05 1,16 56,54% Orang 79 4,72%

Guru Non-PNS

penerima Tunjangan

Profesi

3,05 1,51 49,42% Orang 254 13,07%

Infra-

struktur

Bandar Udara 267,71 148,40 55,43% Paket 19 61,29%

Bandar Udara 190,92 123,89 64,89% Paket 1 33,33%

Bandara Wamena

(Major Project) 50,00 9,90 19,80% Paket 0 0,00%

Pembangunan

Infrastruktur

Permukiman

Berbasis Masyarakat

di Perkotaan

9,33 8,29 88,83% Hektar 1 100,00%

Page 36: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

13

Sektor Kelompok Output

Belanja Kinerja (rincian output)

Pagu Realisasi Persentase Satuan

Capaian

Output

(NVRO)

Persentase

Kapal Laut 15,83 9,94 62,78% Layanan 5 55,56%

Fasilitas Pelabuhan

Laut 4,34 1,89 43,66% Layanan 1 100,00%

Fasilitas Pelabuhan

Laut 23,72 18,86 79,50% Layanan 2 66,67%

Bandar Udara Baru 378,49 227,93 60,22% Paket 11 100,00%

Pembangunan Jalan 187,69 30,99 16,51% km 7 29,17%

Pembangunan Jalan

Trans Papua

Merauke-Sorong

(MP)

497,34 189,41 38,08% km 25 43,86%

Pembangunan

Jembatan Trans

Papua Merauke-

Sorong (MP)

283,48 114,86 40,52% m 292 60,46%

Jalan Trans Papua

Merauke-Sorong

(MP)

1.500,9

0 517,92 34,51% km 128 54,47%

Jalan Trans Papua

Merauke-Sorong

(MP)

247,35 118,57 47,94% m 955 55,20%

Prasarana irigasi

yang dibangun 52,01 43,07 82,80% unit 0 0,00%

Irigasi yang

dioperasi dan

dipelihara

28,63 17,92 62,59% Km 7 9,86%

Pembangunan

Jembatan 228,91 140,92 61,56% m 3.680 38,55%

Rumah Susun

Asrama Pendidikan

Tinggi

28,81 22,54 78,25% Unit 0 0,00%

Rumah Susun

Hunian

ASN/TNI/POLRI

25,88 10,47 40,45% Unit 0 0,00%

Rumah Susun

Hunian MBR/Pekerja 23,48 17,50 74,55% Unit 0 0,00%

Hingga akhir triwulan III tahun 2021, 3 (tiga) sektor capaian output strategis telah

direalisasikan. Untuk sektor Kesehatan, realisasi terbesar terdapat pada kelompok

Page 37: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

14

output Faskes yang terpenuhi ketersediaan Alat/Obat Kontrasepsi (Alokon) yaitu

sebesar Rp3,01 miliar atau sebesar 95,52% dari pagu Rp3,14 miliar. Sementara untuk

sektor Pendidikan, realisasi terbesar terdapat pada kelompok output Mahasiswa

Penerima KIP Kuliah sebesar Rp4,01 miliar dari pagu Rp5,19 miliar. Sektor Infrastruktur

yang mempunyai banyak kelompok output mengirimkan pembangunan Jalan Trans

Papua Merauke-Sorong (MP) sebagai kelompok output dengan realisasi terbesar, hal

ini tidak lepas dari pagu yang besar pula yang telah dianggarkan untuk kelompok output

tersebut, pembangunan Jalan Trans Papua Merauke-Sorong (MP) telah terealisasi

sebesar Rp517,92 miliar dari pagu Rp1,50 triliun atau sebesar 34,51%.

2.2. Pelaksanaan APBD

Tabel 2.4. Pagu dan Realisasi APBD Seluruh Pemda (Provinsi/Kota/Kab) di Provinsi

Papua s.d. Triwulan III Tahun 2020 dan 2021 (miliar rupiah)

Uraian 2020 2021

Pagu Realisasi Pagu Realisasi

PENDAPATAN 54.337,93 38.471,76 51.135,76 25.105,49

PAD 3.069,10 1.791,82 3.634,86 3.142,19

Pajak Daerah 1.680,19 1.015,62 2.055,92 1.373,71

Retribusi Daerah 172,82 84,00 175,73 73,72

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang

Dipisahkan 165,43 86,77 361,81 99,65

Lain-Lain PAD yang Sah 1.050,67 605,42 1.041,41 1.595,11

Pendapatan Transfer 46.755,46 35.959,00 46.970,74 21.409,02

Transfer Pemerintah Pusat - Dana

Perimbangan 34.263,06 24.585,97 30.643,29 20.867,87

Transfer Pemerintah Pusat – Lainnya 5.278,82 9.988,78 14.908,40 3.343,56

Transfer Pemerintah Provinsi 654,59 1.262,78 673,91 541,15

Transfer Bantuan Keuangan 6.558,99 121,47 745,14 309,86

Lain-lain pendapatan daerah yang sah 4.513,36 720,95 530,16 554,28

Pendapatan Hibah 503,20 455,82 165,19 21,68

Pendapatan Dana Darurat - - - -

Pendapatan Lainnya 4.010,17 265,13 364,97 532,60

JUMLAH PENDAPATAN 54.337,93 38.471,76 51.135,76 25.105,39

BELANJA 45.564,18 19.002,39 42.504,35 20.656,56

Belanja Pegawai 15.175,36 7.226,05 14.432,07 7.382,39

Belanja Barang 14.068,78 6.571,29 15.029,84 6.089,86

Belanja Bunga 92,55 41,20 69,78 46,40

Belanja Subsidi 78,47 37,41 54,51 21,30

Belanja Hibah 5.460,35 1.626,52 3.935,04 2.259,21

Page 38: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

15

Uraian 2020 2021

Pagu Realisasi Pagu Realisasi

Belanja Bantuan Sosial 686,42 672,11 727,61 337,81

Belanja Modal 9.810,67 2.263,19 7.816,07 1.820,79

Belanja Tidak Terduga 191,57 564,62 439,42 349,89

TRANSFER PEMERINTAH DAERAH 10.272,07 3.072,53 10.193,56 2.349,02

Transfer/Bagi Hasil 956,27 288,67 802,55 282,86

Transfer Bantuan Keuangan 9.315,80 2.783,86 9.391,02 2.066,17

JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER 55.836,25 22.074,91 52.697,92 45.762,05

SURPLUS/DEFISIT (1.498,32) 16.396,85 (1.562,15) 4.448,93

Sumber: SIKD (2021), diolah

Struktur APBD Papua sampai dengan Triwulan III Tahun 2021 dilihat dari sisi

pendapatan, masih didominasi oleh Pendapatan Transfer sebesar 85,28 persen dari

total realisasi pendapatan, sedangkan PAD hanya memiliki porsi sebesar 12,52 persen,

dan sisanya sebesar 6,35 persen berasal dari Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah.

Dari sisi belanja, realisasi Belanja sampai dengan triwulan III-2021 mencapai Rp20,66

triliun atau sebesar 48,61 persen dari pagu, naik 8,74 persen dibandingkan dengan

persentase realisasi pada triwulan III-2020.

2.2.1. Pendapatan Daerah

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Sampai dengan triwulan III-

2021 realisasi PAD seluruh

pemda di Papua sebesar

Rp3,14 triliun atau hanya

sebesar 12,52 persen dari

total pendapatan daerah.

Realisasi masing-masing

komponen PAD dari porsi

terbesar yaitu Pajak Daerah

mencapai 43,72 persen,

diikuti Lain-Lain PAD yang

Sah mencapai 50,76 persen, Retribusi Daerah mencapai 2,35 persen, dan Hasil

Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan mencapai 3,17 persen. Daerah yang

menyumbang PAD terbesar adalah Provinsi Papua sebesar 63,91 persen dari total

realisasi PAD di seluruh Papua, diikuti Kabupaten Mimika sebesar 17,33 persen dan

51%44%

3% 2%

Grafik 2.2. Realisasi PAD Lingkup Papuas.d. Triwulan III Tahun 2021 (miliar)

Lain-lain PAD yang Sah Pajak Daerah

Retribusi Daerah HPKDYD

Sumber: SIKD (2021), diolah

Page 39: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

16

Kota Jayapura sebesar 5,31 persen sebagai penyumbang PAD terbesar kedua dan

ketiga.

b. Pendapatan Transfer

Pendapatan transfer merupakan jenis pendapatan dengan proporsi paling besar dalam

APBD di Papua yang mencapai 85,28 persen dari total realisasi pendapatan. Secara

agregat realisasi pendapatan transfer di Papua sampai dengan triwulan III-2021 sebesar

Rp21,40 triliun atau 45,58 persen dari total target pendapatan transfer sebesar Rp46,97

triliun.

Dari seluruh komponen

pendapatan transfer, hingga

triwulan III-2021 porsi terbesar

berasal dari DAU yang

mencapai Rp15,78 triliun atau

26 persen dari total

pendapatan transfer. Hal ini

menunjukkan bahwa

ketergantungan Papua

terhadap dana transfer

pemerintah pusat untuk

mendanai pemerintahan di

daerah cukup besar. Sementara itu, sampai dengan triwulan III-2021, komponen

pendapatan transfer yang lain yaitu DBH realisasi sebesar Rp2,57 triliun, DAK realisasi

sebesar Rp2,63 triliun, Dana Otsus, Penyesuaian, DID, dan Dana Desa Rp5,36 triliun,

Transfer Provinsi Rp292,13 miliar, dan Transfer Bantuan Keuangan realisasi sebesar

Rp309,86 miliar.

c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

Realisasi penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah sampai dengan triwulan

III-2021 mencapai Rp554,28 miliar atau 104,55 persen dari target. Realisasi lain-lain

pendapatan daerah yang sah terdiri dari pendapatan hibah Rp21,68 miliar dan

pendapatan lainnya Rp532,60 miliar.

14%

26%

30%

9%

21%

Grafik 2.3. Komposisi Realisasi Pendapatan Transfer di Papua s.d.

Triwulan III Tahun 2021

Dana Otsus, DID, dan DD Dana Alokasi Umum

Dana Bagi Hasil Dana Alokasi Khusus Fisik

Dana Alokasi Khusus NonFisik

Sumber: SIKD (2021), diolah

Page 40: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

17

2.2.2. Belanja Daerah

Sampai dengan triwulan III-2021, total realisasi belanja daerah di Papua baru mencapai

47,11 persen dari total pagu yaitu sebesar Rp34,26 triliun. Realisasi belanja tertinggi

yang sudah melebihi 40 persen yaitu belanja belanja bunga (66,49%), belanja tidak

terduga (79,62%), dan belanja pegawai (51,15%). Realisasi belanja tidak terduga

tersebut digunakan untuk penanganan Covid-19 di Papua sejalan dengan kebijakan

pemerintah untuk mengalokasikan APBD dalam rangka penanganan Covid-19 dan

memberikan stimulus dalam rangka mengurangi dampak pandemi Covid-19. Sementara

itu, jenis belanja yang realisasinya masih sangat rendah yaitu belanja modal yang baru

terealisasi sebesar 23,29 persen atau Rp1,82 triliun dari total pagu.

2.2.3. Surplus/Defisit

Berdasarkan realisasi pendapatan dan belanja daerah di Provinsi Papua, surplus

anggaran sampai dengan akhir triwulan III 2021 adalah sebesar Rp4,45 triliun atau (-

284,8%) dari yang ditargetkan, hal ini terjadi karena secara kebijakan yang diambil

umumnya untuk APBN maupun APBD menggunakan kebijakan anggaran deficit

sehingga terjadi persentase minus sesuai yang tertulis di atas. Surplus ini lebih rendah

sebesar 73,9% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (Rp16,39 triliun). Hal

ini dilatarbelakangi oleh menurunnya realisasi baik pendapatan maupun belanja

dibandingkan dengan triwulan III pada tahun 2020.

2.2.4. Prognosis Realisasi APBD Hingga Akhir Tahun 2021

Prognosis realisasi APBD di Papua dihitung menggunakan pendekatan/metode

Decomposition menggunakan data realisasi pendapatan dan belanja beberapa tahun

sebelumnya. Hasil pengujian menggunakan pendekatan/metode Decomposition

dituangkan dalam grafik sebagai berikut:

Page 41: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

18

Dengan menggunakan metode Decomposition, diperoleh prognosis penerimaan daerah

sampai dengan akhir tahun 2021 mencapai Rp50.83 triliun atau sebesar 99,40% dari

pagu. Hasil prognosis pendapatan dengan metode Decomposition menghasilkan nilai

Mean Absolute Percentage Error (MAPE) sebesar 14, artinya nilai peramalan yang

dihasilkan sudah baik untuk digunakan.

Sementara itu, prognosis belanja daerah akan mencapai Rp46.92 triliun atau sebesar

89,04% dari pagu sampai akhir tahun anggaran 2021. Prognosis belanja daerah

menggunkan metode Decomposition menghasilkan nilai MAPE sebesar 26, artinya hasil

peramalan yang dihasilkan sudah layak untuk digunakan.

2.3. Pelaksanaan Anggaran Konsolidasian

Laporan Keuangan Pemerintah Konsolidasian (LKPK) adalah laporan yang disusun

berdasarkan konsolidasian Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Laporan

Keuangan Pemerintah Daerah Konsolidasian dalam periode tertentu.

Grafik 2.4. Hasil Perhitungan Menggunakan Metode Decomposition Untuk Realisasi

Pendapatan dan Belanja APBD Tahun 2021

Triwulan IV 2021 : 50.831,20 Triwulan IV 2021 : 46.922,40

Sumber: Hasil perhitungan dengan metode Decomposition

Page 42: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

19

Tabel 2.5. Laporan Realisasi Anggaran Konsolidasian Tingkat Wilayah Provinsi Papua

s.d. Triwulan III Tahun 2021 (miliar rupiah)

Uraian Pusat

2021

Naik/Turun 2020

Konsolidasi Daerah Konsolidasi

Pendapatan Negara 7.694,43 31.023,11 38.717,54 369,73% 8.242,58

Penenerimaan Perpajakan 7.343,80 1.443,98 8.787,78 37,38% 6.396,61

Penerimaan Bukan Pajak 350,64 1.804,28 2.154,92 55,99% 1.381,42

Hibah - 21,79 21,79 -95,22% 455,82

Transfer - 27.753,05 27.753,05 - 8,72

Belanja Negara 22.179,94 12.859,46 21.107,83 -27,79% 29.229,51

Belanja Pemerintah 5.874,82 11.861,81 17.736,63 -35,79% 27.621,49

Transfer 16.305,12 997,65 3.371,20 109,65% 1.608,02

Surplus/(Defisit) (14.485,51) 18.163,64 17.609,71 -183,91% (20.986,93)

Pembiayaan - 502,30 502,30 9,84% 457,32

Penerimaan Pembiayaan - 1.223,92 1.223,92 47,94% 827,28

Pengeluaran Pembiayaan - 721,63 721,63 95,05% 369,97

SiLPA (14.485,51) 18.665,94 18.112,00 -188,22% (20.529,61)

Sumber: LKPK Kanwil, 2021 (diolah)

Realisasi pendapatan konsolidasian sampai dengan triwulan III-2021 mengalami

kenaikan sebesar 369,73 persen (yoy) yaitu Rp38,71 triliun, terutama disebabkan oleh

kenaikan komponen penerimaan perpajakan dan pendapatan transfer. Sementara itu,

realisasi belanja konsolidasian turun sebesar 27,79 persen dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp29,22 triliun.

2.3.1. Pendapatan Konsolidasian

Analisis Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kenaikan Realisasi Pendapatan

Konsolidasian

Pada triwulan III- 2021, PDRB Provinsi Papua mengalami pertumbuhan sebesar 14,54

persen (yoy). Sementara itu, Realisasi pendapatan juga meningkat sebesar 33,16

persen. Hal ini mengindikasikan bahwa naiknya pendapatan konsolidasian mempunyai

korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi.

Page 43: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

20

Tabel 2.6. Pertumbuhan Pendapatan dan PDRB

Uraian Triwulan III 2020

(miliar rupiah)

Triwulan III 2021

(miliar rupiah)

Kenaikan/Penurunan

(%)

Penerimaan Perpajakan 6396,61 8.787,78 37,38%

PNBP 1381,42 2.154,92 55,99%

Hibah 455,82 21,79 -95,22%

Total 8.233,86 10.964,49 33,16%

PDRB/Pert. Ekonomi 33.231,14 37.597,78 14,54%

Sumber: BPS, LKPK Kanwil, 2021 (diolah)

2.3.2. Belanja Konsolidasian

Analisis Proporsi dan Perbandingan

Realisasi belanja konsolidasian didominasi oleh belanja pemerintah daerah dengan

kontribusi sebesar 66,88 persen, sedangkan sisanya sebesar 33,12 persen berasal dari

belanja pemerintah pusat. Tingginya kontribusi belanja pemerintah daerah antara lain

berasal dari jenis belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja subsidi,

belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja tak terduga, sedangkan pemerintah

pusat berkontribusi lebih besar pada belanja modal dan belanja lain-lain.

Grafik 2.5. Perbandingan Belanja Pemerintah Pusat dan Daerah (miliar rupiah)

Sumber: LKPK Kanwil, 2021 (diolah)

2.3.3. Surplus/Defisit Konsolidasian

Berdasarkan hasil konsolidasian pendapatan dan belanja pusat dan daerah di Provinsi

Papua, surplus konsolidasian anggaran sampai dengan akhir triwulan III 2021 adalah

sebesar Rp17,61 triliun atau (-183,9%) dari yang ditargetkan, hal ini terjadi karena

secara kebijakan yang diambil umumnya untuk APBN maupun APBD menggunakan

kebijakan anggaran defisit sehingga terjadi persentase minus sesuai yang tertulis di

atas.

Page 44: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id
Page 45: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id
Page 46: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

21

BAB III

ANALISIS TEMATIK

3.1. Peran Fiskal Untuk Kesejahteraan Petani dan Nelayan: Analisis NTP & NTN

Salah satu kerangka pengembangan wilayah Papua untuk mempercepat pembangunan

dan pengurangan kesenjangan wilayah adalah dengan penguatan pusat pertumbuhan

sebagai penggerak utama pertumbuhan (engine of growth) dengan menggali potensi

dan keunggulan daerah di setiap wilayah adat. Dalam hal ini diperlukan pengembangan

industri pengolahan produk pertanian, perkebunan, perikanan, dan/atau peternakan di

wilayah penyangga (hinterland) yang diiringi pengembangan lokasi pemasaran, dan

peningkatan skill Orang Asli Papua (OAP) agar aktif terlibat dalam pengembangan

sektor unggulan tersebut.

Berbicara sektor pertanian dan perikanan, Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar

Nelayan (NTN) merupakan salah satu data strategis yang digunakan sebagai dasar

penentuan kebijakan pemerintah, terutama dalam bidang pertanian dan perikanan. NTP

digunakan sebagai indikator dalam menggambarkan daya tukar (terms of trade) dari

produk pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang/jasa yang dikonsumsi dan

biaya produksi yang dikeluarkan petani. NTP dihitung dengan membandingkan antara

Indeks Harga yang Diterima Petani (It) terhadap Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib)

dikalikan angka 100. Semakin tinggi NTP, secara relatif, semakin kuat pula tingkat

kemampuan/daya beli petani.

Sumber: Kemenkeu

Page 47: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

22

Pada bulan September 2021, NTP di Provinsi Papua turun 0,42 persen dibandingkan

dengan Agustus 2021 dengan indeks NTP sebesar 102,04, lebih rendah dari NTP

Nasional sebesar 105,68. Penurunan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima

petani (It) turun sebesar 0,41 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib)

naik sebesar 0,0023 persen. Sementara itu, NTN di Provinsi Papua pada bulan

September 2021 mengalami penurunan angka indeks sebesar 0,99 persen

dibandingkan dengan Agustus 2021 menjadi sebesar 107,77. Hal tersebut disebabkan

oleh penurunan It sebesar 1,04 persen lebih rendah daripada penurunan Ib sebesar 0,05

persen. Penurunan It sebesar 1,04 persen dipicu oleh turunnya indeks penangkapan

laut sebesar 1,25 persen sedangkan indeks penangkapan perairan umum tidak

mengalami perubahan.

Perkembangan NTP Papua bulan September 2021 dibandingkan dengan bulan

sebelumnya menunjukkan perubahan angka indeks yang terjadi yaitu subsektor

tanaman pangan turun 0,34 persen, hortikultura turun 1,53 persen, tanaman perkebunan

rakyat turun 0,41 persen, perikanan turun 0,94 persen, sedangkan subsektor peternakan

naik 0,52 persen.

Meskipun angka indeks di sebagian besar subsektor mengalami penurunan jika

dibandingkan bulan sebelumnya, realisasi hasil tanaman pangan terutama padi dari

Januari hingga September 2021 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi panen padi di Provinsi Papua

sepanjang Januari hingga September 2021 sebesar 49.468 hektar, atau mengalami

Grafik 3.1. Perkembangan Luas Panen Padi di Provinsi Papua 2021-2021 (Hektar)

Sumber: BPS Papua

Page 48: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

23

peningkatan sekitar 1.669 hektar (3,49 persen) dibandingkan 2020 yang sebesar 47.799

hektar.

Sementara itu, potensi panen sepanjang Oktober hingga Desember 2021 sebesar 5.658

hektar. Dengan demikian, total potensi luas panen padi pada 2021 diperkirakan

mencapai 55.125 hektar, atau mengalami kenaikan sekitar 2.398 hektar (4,55 persen)

dibandingkan 2020 yang sebesar 52.728 hektar. Luas panen tertinggi pada 2021 terjadi

pada April, yaitu sebesar 13.205 hektar, sementara luas panen terendah terjadi pada

bulan Februari, yaitu sebesar 674 hektar.

Produksi padi di Provinsi Papua sepanjang Januari hingga September 2021 diperkirakan

sekitar 230.140 ton GKG, atau mengalami peningkatan sekitar 80.026 ton GKG (53,31

persen) dibandingkan 2020 yang sebesar 150.114 ton GKG. Sementara itu, potensi

produksi sepanjang Oktober hingga Desember 2021 sebesar 18.219 ton GKG. Dengan

demikian, total potensi produksi padi pada 2021 diperkirakan mencapai 248.359 ton

GKG, atau mengalami kenaikan sebanyak 82.357 ton GKG (49,61 persen) dibandingkan

2020 yang sebesar 166.002 ton GKG.

Produksi padi tertinggi pada 2021 terjadi pada bulan April, yaitu sebesar 57.200 ton GKG

sementara produksi terendah terjadi pada bulan November, yaitu sebesar 2.221 ton

GKG. Berbeda dengan produksi pada 2021, produksi tertinggi pada 2020 terjadi pada

bulan Mei.

Grafik 3.2. Perkembangan Produksi Padi di Provinsi Papua 2021-2021 (Ton-GKG)

Sumber: BPS Papua

Page 49: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

24

3.1.1. Reviu Program Pemerintah Untuk Petani dan Nelayan

Belanja Pemerintah yang disalurkan melalui Kementerian Pertanian dan Kementerian

Kelautan dan Perikanan secara tidak langsung berpengaruh pada indeks harga yang

dibayar petani/nelayan (Ib) yakni pada komponen biaya produksi dan penambahan

barang modal.

Disamping itu, kebijakan pemerintah yang diambil di bidang pertanian dan perikanan

baik berupa kebijakan input pertanian maupun kebijakan output pertanian turut

mempengaruhi NTP dan NTN. Kebijakan tersebut antara lain diwujudkan melalui

pemberian Bantuan Pemerintah untuk petani yang disalurkan melalui Kementerian

Pertanian, Bantuan Pemerintah untuk nelayan yang disalurkan melalui Kementerian

Kelautan dan Perikanan, pemberian subsidi pupuk dan subsidi energi, pemberdayaan

usaha mikro dan kecil melalui KUR dan UMi, serta kebijakan harga dasar komoditas

pertanian seperti gabah, beras, gula, dan kedelai.

a. Belanja K/L Sektor Pertanian di Kementerian Pertanian

Total belanja K/L sektor pertanian Kementerian Pertanian di Papua sampai dengan

September 2021 terealisasi sebesar Rp27,05 miliar atau 64,26 persen dari total pagu

sebesar Rp42,10 miliar. Pagu terbesar dialokasikan untuk kegiatan pengelolaan sistem

perbenihan tanaman pangan dan penyediaan benih dan bibit tanaman.

Tabel 3.1. Realisasi Belanja Output Strategis Sektor Pertanian di Kementerian Pertanian

s.d. Triwulan III Tahun 2021 (rupiah)

NO NM

PROGRAM

KD

GIAT NM GIAT

KD

OUTPUT PAGU REALISASI %

1

Program

Pendidikan

dan Pelatihan

Vokasi 1812

Penguatan

Penyelenggaraan

Penyuluhan

Pertanian FBA 497.116.000 389.726.463 78,40%

2

Program

Pendidikan

dan Pelatihan

Vokasi 1812

Penguatan

Penyelenggaraan

Penyuluhan

Pertanian QDC 6.455.280.000 4.092.804.720 63,40%

3

Program

Pendidikan

dan Pelatihan

Vokasi 1812

Penguatan

Penyelenggaraan

Penyuluhan

Pertanian QDD 419.200.000 407.050.000 97,10%

Page 50: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

25

NO NM

PROGRAM

KD

GIAT NM GIAT

KD

OUTPUT PAGU REALISASI %

4

Program Nilai

Tambah dan

Daya Saing

Industri 5885

Pasca Panen,

Pengolahan dan

Pemasaran Hasil

Tanaman Pangan ADC 61.000.000 61.000.000 100,00%

5

Program Nilai

Tambah dan

Daya Saing

Industri 5885

Pasca Panen,

Pengolahan dan

Pemasaran Hasil

Tanaman Pangan AEA 605.660.000 281.660.000 46,50%

6

Program Nilai

Tambah dan

Daya Saing

Industri 5885

Pasca Panen,

Pengolahan dan

Pemasaran Hasil

Tanaman Pangan BMA 47.080.000 31.400.000 66,69%

7

Program Nilai

Tambah dan

Daya Saing

Industri 5885

Pasca Panen,

Pengolahan dan

Pemasaran Hasil

Tanaman Pangan CAG 2.604.558.000 2.464.530.000 94,62%

8

Program

Ketersediaan,

Akses dan

Konsumsi

Pangan

Berkualitas 1761

Pengelolaan

Produksi Aneka

Kacang dan Umbi

Tanaman Pangan AEA 1.150.000.000 565.754.000 49,20%

9

Program

Ketersediaan,

Akses dan

Konsumsi

Pangan

Berkualitas 1761

Pengelolaan

Produksi Aneka

Kacang dan Umbi

Tanaman Pangan CAI 2.048.500.000 0 0,00%

10

Program

Ketersediaan,

Akses dan

Konsumsi

Pangan

Berkualitas 1761

Pengelolaan

Produksi Aneka

Kacang dan Umbi

Tanaman Pangan RAI 2.100.000.000 1.580.350.000 75,25%

11

Program

Ketersediaan,

Akses dan

Konsumsi

Pangan

Berkualitas 1762

Pengelolaan

Produksi Tanaman

Serealia Tanaman

Pangan AEA 110.000.000 108.000.000 98,18%

Page 51: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

26

NO NM

PROGRAM

KD

GIAT NM GIAT

KD

OUTPUT PAGU REALISASI %

12

Program

Ketersediaan,

Akses dan

Konsumsi

Pangan

Berkualitas 1762

Pengelolaan

Produksi Tanaman

Serealia Tanaman

Pangan RAI 541.250.000 0 0,00%

13

Program

Ketersediaan,

Akses dan

Konsumsi

Pangan

Berkualitas 1785

Penyediaaan Benih

dan Bibit Serta

Peningkatan

Produksi Ternak QEH 4.874.270.000 2.528.518.102 51,87%

14

Program

Ketersediaan,

Akses dan

Konsumsi

Pangan

Berkualitas 1794

Pengelolaan Air

Irigasi Untuk

Pertanian AEA 103.000.000 57.000.000 55,34%

15

Program

Ketersediaan,

Akses dan

Konsumsi

Pangan

Berkualitas 1794

Pengelolaan Air

Irigasi Untuk

Pertanian RBK 624.000.000 595.500.000 95,43%

16

Program

Ketersediaan,

Akses dan

Konsumsi

Pangan

Berkualitas 1794

Pengelolaan Air

Irigasi Untuk

Pertanian RDK 1.950.000.000 1.950.000.000 100,00%

17

Program

Ketersediaan,

Akses dan

Konsumsi

Pangan

Berkualitas 1795

Perluasan dan

Perlindungan

Lahan Pertanian AEA 120.000.000 51.000.000 42,50%

18

Program

Ketersediaan,

Akses dan

Konsumsi 1795

Perluasan dan

Perlindungan

Lahan Pertanian RBO 1.520.800.000 1.205.613.925 79,27%

Page 52: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

27

NO NM

PROGRAM

KD

GIAT NM GIAT

KD

OUTPUT PAGU REALISASI %

Pangan

Berkualitas

19

Program

Ketersediaan,

Akses dan

Konsumsi

Pangan

Berkualitas 4579

Pengelolaan

Sistem Perbenihan

Tanaman Pangan ADC 392.371.000 279.889.000 71,33%

20

Program

Ketersediaan,

Akses dan

Konsumsi

Pangan

Berkualitas 4579

Pengelolaan

Sistem Perbenihan

Tanaman Pangan AEA 621.500.000 541.860.000 87,19%

21

Program

Ketersediaan,

Akses dan

Konsumsi

Pangan

Berkualitas 4579

Pengelolaan

Sistem Perbenihan

Tanaman Pangan BKB 323.430.000 222.870.000 68,91%

22

Program

Ketersediaan,

Akses dan

Konsumsi

Pangan

Berkualitas 4579

Pengelolaan

Sistem Perbenihan

Tanaman Pangan CAG 821.350.000 728.615.000 88,71%

23

Program

Ketersediaan,

Akses dan

Konsumsi

Pangan

Berkualitas 4579

Pengelolaan

Sistem Perbenihan

Tanaman Pangan RAI 14.106.000.000 8.908.539.000 63,15%

T O T A L 42.096.365.000 27.051.680.210 64,26%

Page 53: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

28

b. Belanja K/L Sektor Perikanan di Kementerian Kelautan dan Perikanan

Total belanja K/L sektor pertanian Kementerian Kelautan dan Perikanan di Papua

sampai dengan September 2021 terealisasi sebesar Rp51,40 juta atau 41,57 persen

dari total pagu sebesar Rp123,65 juta. Pagu terbesar dialokasikan untuk kegiatan

pengelolaan kawasan dan kesehatan ikan dan pengelolaan produksi dan usaha

pembudidayaan ikan.

Tabel 3.2. Realisasi Belanja Output Strategis Sektor Pertanian di Kementerian Kelautan

dan Perikanan s.d. Triwulan III Tahun 2021 (rupiah)

NO NM PROGRAM KD GIAT NM GIAT KD OUTPUT PAGU REALISASI %

1

Program

Pengelolaan

Perikanan dan

Kelautan 2338

Pengelolaan

Pelabuhan

Perikanan BAH 3.000.000 900.000 30,00%

2

Program

Pengelolaan

Perikanan dan

Kelautan 2338

Pengelolaan

Pelabuhan

Perikanan BGA 32.000.000 17.100.000 53,44%

3

Program

Pengelolaan

Perikanan dan

Kelautan 2339

Pengelolaan

Perizinan dan

Kenelayanan FBA 8.300.000 3.500.000 42,17%

4

Program

Pengelolaan

Perikanan dan

Kelautan 2339

Pengelolaan

Perizinan dan

Kenelayanan QDC 900.000 0 0,00%

5

Program

Pengelolaan

Perikanan dan

Kelautan 2345

Pengelolaan

Kawasan dan

Kesehatan Ikan QJC 44.450.000 9.900.000 22,27%

6

Program

Pengelolaan

Perikanan dan

Kelautan 2346

Pengelolaan

Produksi dan

Usaha

Pembudidayaan

Ikan BAB 35.000.000 20.000.000 57,14%

T O T A L 123.650.000 51.400.000 41,57%

Page 54: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

29

c. Belanja K/L Sektor Pertanian di Kementerian PUPR

Total belanja K/L sektor pertanian Kementerian PUPR di Papua sampai dengan

September 2021 terealisasi sebesar Rp210,10 miliar atau 60,89 persen dari total pagu

sebesar Rp345,04 miliar. Pagu terbesar dialokasikan untuk kegiatan pengelolaan

drainase dan pengembangan jaringan irigasi.

Tabel 3.3. Realisasi Belanja Output Strategis Sektor Pertanian di Kementerian PUPR s.d.

Triwulan III Tahun 2021 (rupiah)

NO NM PROGRAM KD GIAT NM GIAT KD OUTPUT PAGU REALISASI %

1

Program

Ketahanan

Sumber Daya Air 5036

Pengembangan

Jaringan Irigasi

Permukaan,

Rawa, dan Non-

Padi CBG 52.013.855.000 43.068.675.875 82,80%

2

Program

Ketahanan

Sumber Daya Air 5036

Pengembangan

Jaringan Irigasi

Permukaan,

Rawa, dan Non-

Padi CBR 3.637.948.000 1.982.764.530 54,50%

3

Program

Ketahanan

Sumber Daya Air 5036

Pengembangan

Jaringan Irigasi

Permukaan,

Rawa, dan Non-

Padi CBS 59.129.657.000 51.854.337.650 87,70%

4

Program

Ketahanan

Sumber Daya Air 5037

Pengendalian

Banjir, Lahar,

Pengelolaan

Drainase Utama

Perkotaan, dan

Pengaman

Pantai CBH 54.640.486.000 23.977.059.888 43,88%

5

Program

Ketahanan

Sumber Daya Air 5037

Pengendalian

Banjir, Lahar,

Pengelolaan

Drainase Utama

Perkotaan, dan

Pengaman

Pantai CBR 3.500.000.000 2.013.522.192 57,53%

6

Program

Ketahanan

Sumber Daya Air 5037

Pengendalian

Banjir, Lahar,

Pengelolaan CBS 118.826.826.000 56.346.380.654 47,42%

Page 55: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

30

NO NM PROGRAM KD GIAT NM GIAT KD OUTPUT PAGU REALISASI %

Drainase Utama

Perkotaan, dan

Pengaman

Pantai

7

Program

Ketahanan

Sumber Daya Air 5037

Pengendalian

Banjir, Lahar,

Pengelolaan

Drainase Utama

Perkotaan, dan

Pengaman

Pantai RBS 30.187.676.000 21.114.575.080 69,94%

8

Program

Ketahanan

Sumber Daya Air 5039

Pengembangan

Bendungan,

Danau, dan

Bangunan

Penampung Air

Lainnya CBG 9.190.062.000 4.595.030.920 50,00%

9

Program

Ketahanan

Sumber Daya Air 5039

Pengembangan

Bendungan,

Danau, dan

Bangunan

Penampung Air

Lainnya CBR 3.400.886.000 1.700.443.000 50,00%

10

Program

Ketahanan

Sumber Daya Air 5039

Pengembangan

Bendungan,

Danau, dan

Bangunan

Penampung Air

Lainnya RBG 6.208.588.000 3.442.486.100 55,45%

11

Program

Ketahanan

Sumber Daya Air 5039

Pengembangan

Bendungan,

Danau, dan

Bangunan

Penampung Air

Lainnya RBR 4.308.074.000 0 0,00%

T O T A L 345.044.058.000 210.095.275.889 60,89%

d. Kredit Usaha Rakyat

Realisasi penyaluran KUR di papua untuk sektor pertanian adalah sebesar Rp270,18

miliar dengan penyaluran terbesar ada di Kabupaten Merauke. Sementara itu, untuk

Page 56: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

31

sektor perikanan penyaluran KUR sebesar Rp32,58 miliar dengan penyaluran terbesar

ada di Kota Jayapura.

Tabel 3.4. Realisasi Pembiayaan KUR Sektor Pertanian dan Perikanan s.d. Triwulan III

Tahun 2021 (rupiah)

No Nama

Kab/Kota

Total Penyaluran Sektor Pertanian-Kehutanan Sektor Perikanan

Jml

Debitur Penyaluran (Rp)

%

total

Papua

Jml

Debitur

Penyaluran

(Rp)

% thd

total

Jml

Debitur

Penyaluran

(Rp)

%

thd

total

1 Kota

Jayapura

8.356

375.917.552.740 22,9%

530

24.105.028.094 6,4%

289

14.165.000.000 3,8%

2 Kab.

Merauke

5.299

244.426.875.382 14,9%

2.322

82.356.550.920 33,7%

49

1.951.000.000 0,8%

3 Kab. Nabire

3.283

198.736.006.475 12,1%

842

38.423.000.000 19,3%

148

6.381.000.000 3,2%

4 Kab. Mimika

3.506

175.811.335.000 10,7%

517

26.202.425.000 14,9%

32

2.323.000.000 1,3%

5 Kab.

Jayapura

3.518

124.372.988.000 7,6%

500

12.910.000.000 10,4%

91

1.600.000.000 1,3%

6 Kab. Biak

Numfor

2.441

99.074.300.000 6,0%

193

7.285.000.000 7,4%

69

1.302.000.000 1,3%

7 Kab.

Keerom

1.709

91.625.450.000 5,6%

1.101

55.650.000.000 60,7%

11

329.000.000 0,4%

8 Kab.

Jayawijaya

1.628

87.543.901.168 5,3%

154

5.495.500.000 6,3%

9

520.000.000 0,6%

9

Kab.

Kepulauan

Yapen

1.323

55.060.400.000 3,4%

383

5.642.500.000 10,2%

63

1.166.000.000 2,1%

10 Kab. Boven

Digul

1.053

38.209.100.000 2,3%

61

1.355.100.000 3,5%

5

123.000.000 0,3%

11 Kab. Sarmi

1.023

30.744.110.000 1,9%

151

2.727.000.000 8,9%

72

1.929.000.000 6,3%

12 Kab. Mappi

726

23.791.500.000 1,5%

46

1.546.000.000 6,5%

16

287.000.000 1,2%

13 Kab.

Waropen

687

19.881.600.000 1,2%

19

495.000.000 2,5%

-

- 0,0%

14

Kab.

Pegunungan

Bintang

363

12.513.470.000 0,8%

4

81.000.000 0,6%

-

- 0,0%

15 Kab. Asmat

298

11.884.000.000 0,7%

8

555.000.000 4,7%

3

125.000.000 1,1%

16 Kab.

Yahukimo

262

11.075.850.000 0,7%

19

278.900.000 2,5%

-

- 0,0%

17 Kab. Paniai

284

10.670.000.000 0,7%

37

1.505.000.000 14,1%

-

- 0,0%

Page 57: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

32

No Nama

Kab/Kota

Total Penyaluran Sektor Pertanian-Kehutanan Sektor Perikanan

Jml

Debitur Penyaluran (Rp)

%

total

Papua

Jml

Debitur

Penyaluran

(Rp)

% thd

total

Jml

Debitur

Penyaluran

(Rp)

%

thd

total

18 Kab. Supiori

213

6.366.600.000 0,4%

16

251.000.000 3,9%

10

260.000.000 4,1%

19

Kab.

Mamberamo

Raya

261

5.114.830.000 0,3%

91

1.937.000.000 37,9%

6

108.000.000 2,1%

20 Kab. Dogiyai

107

4.653.000.000 0,3%

24

950.000.000 20,4%

1

10.000.000 0,2%

21 Kab.

Tolikara

25

3.710.673.526 0,2%

4

75.673.526 2,0%

-

- 0,0%

22 Kab. Deiyai

(Deliyai

71

2.972.000.000 0,2%

3

125.000.000 4,2%

-

- 0,0%

23 Kab. Intan

Jaya

74

2.798.000.000 0,2%

4

123.000.000 4,4%

-

- 0,0%

24 Kab. Lanny

Jaya

17

2.146.000.000 0,1%

1

23.000.000 1,1%

-

- 0,0%

25 Kab. Puncak

Jaya

70

418.113.916 0,0%

2

80.000.000 19,1%

-

- 0,0%

26 Kab. Yalimo

4

350.000.000 0,0%

-

- 0,0%

-

- 0,0%

27 Papua

1

250.000.000 0,0%

-

- 0,0%

-

- 0,0%

28

Kab.

Mamberamo

Tengah

2

205.000.000 0,0%

-

- 0,0%

-

- 0,0%

29 Kab. Puncak

1

32.500.000 0,0%

-

- 0,0%

-

- 0,0%

TOTAL 36.605 1.640.355.156.207 100% 7.032 270.177.677.540 16,5% 874 32.579.000.000 2,0%

e. DAK Fisik

Tabel 3.5. Realisasi DAK Fisik Bidang Pertanian dan Perikanan s.d. Triwulan III Tahun

2021 (rupiah)

No Bidang Pagu Realisasi

1 Pertanian

37.301.608.000

26.633.339.269

2 Kelautan dan Perikanan

100.411.757.000

68.794.447.954

Total 137.713.365.000 95.427.787.223

Realisasi DAK Fisik di Papua sampai dengan September 2021 untuk bidang pertanian

mencapai Rp26,63 miliar atau sekitar 71,39 persen dari pagu sebesar Rp37,30 miliar.

Untuk sektor perikanan realisasi sampai dengan September 2021 adalah sebesar

Rp68,79 miliar atau 68,51 persen dari pagu sebesar Rp137,71 miliar.

Page 58: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

33

3.1.2. Analisis Perbandingan Tren Antara Pengeluaran Pemerintah dengan NTP

dan NTN

Perubahan harga komoditas yang dihasilkan petani ditunjukkan oleh indeks harga yang

diterima petani (It). Pada September 2021, It Papua sebesar 107,04 atau turun 0,41

persen dibandingkan It Agustus. Perubahan It terjadi karena perubahan indeks di

beberapa sektor yaitu subsektor Tanaman Pangan turun 0,33 persen, subsektor

Hortikutura turun 1,52 persen, subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat turun 0,50

persen, subsektor Perikanan turun 0,99 persen, sedangkan subsektor peternakan naik

0,53 persen.

Fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan,

khususnya petani baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun untuk keperluan

produksi hasil pertanian dapat diketahui melalui indeks harga dibayar petani (Ib). Pada

September 2021, Ib Papua sebesar 104,90 atau naik 0,002 persen dibandingkan Ib

bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 104,897. Perubahan Ib gabungan tersebut

didorong oleh Ib pada subsektor Tanaman Pangan naik 0,01 persen, subsektor

Hortikultura naik 0,01 persen, subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat turun 0,09

persen, subsektor Perikanan turun sebesar 0,05 persen, sedangkan subsektor

Peternakan naik 0,01 persen.

3.1.3. Rekomendasi Kebijakan

1) Sektor pertanian dan pertambangan di Provinsi Papua perlu mendapatkan

perhatian yang lebih mengingat NTP Provinsi Papua masih ada di bawah NTP

Nasional.

2) Sektor pertanian dan perikanan di Papua perlu di dorong lagi untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi karena selama ini sektor pertambangan sangat

mendominasi di Papua.

3) Salah satu upaya untuk mendorong sektor pertanian dan perikanan adalah dengan

mendorong penyaluran kredit dan pembiayaan kepada sektor-sektor produktif

yang memiliki dampak tinggi terhadap penyerapan tenaga kerja.

3.2. Analisis Peluang Investasi Daerah

Sesuai dengan RPJMD Provinsi Papua 2019-2023, penguatan dan percepatan

perekonomian Papua dilakukan berbasis potensi unggulan lokal dan pengembangan

wilayah berbasis kultural secara berkelanjutan. Salah satu dari sasaran pembangunan

di Papua adalah meningkatnya daya saing dan realisasi investasi pada sektor-sektor

andalan daerah. Terdapat 3 orientasi pembangunan di Papua yaitu orientasi

Page 59: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

34

pembangunan manusia, orientasi pertumbuhan dan potensi unggulan, serta orientasi

pemerataan keadilan dan wilayah. Untuk orientasi pertumbuhan dan potensi unggulan,

Papua memiliki sektor pertanian dan perkebunan, kelautan dan perikanan, kehutanan,

pariwisata, industri, serta UMKM.

Pengembangan ekonomi wilayah adat secara umum disesuaikan berdasarkan potensi

pengembangan komoditas lokal, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup,

serta prospek pasar. Sebagai perwujudan pengembangan keterkaitan ekonomi hulu dan

hilir di Papua terdapat arah pengembangan klaster (cluster) pertanian, perkebunan,

peternakan, perikanan, dan pariwisata di Papua. Penentuan lokasi klaster telah

mempertimbangkan potensi komoditas lokal, kedudukan dan fungsi lokasi dalam sistem

perkotaan, kondisi infrastruktur pendukung, arahan KLHS, serta penetapan fungsi

lindung dan budidaya dalam RTRWP.

Terdapat 3 sektor yang dapat menjadi sumber pertumbuhan alternatif di Provinsi Papua

yang selama ini masih didominasi oleh sektor pertambangan, adapun investasi pada

sektor-sektor tersebut akan berdampak positif terhadap peningkatan pertumbuhan

PDRB dan juga penyerapan tenaga kerja. Tiga sektor tersebut adalah perikanan dengan

pangsa PDRB 4,7%, pertanian dan perkebunan dengan pangsa PDRB 5,21%, serta

pariwisata dengan pangsa PDRB sebesar 7,7%. Dampak peningkatan 1% investasi di

masing-masing sektor tersebut akan meningkatkan PDRB sebesar 0,03% (perikanan),

0,02% (pertanian dan perkebunan), dan 0,08% (pariwisata). Dengan demikian, potensi

investasi yang berasal dari 3 sektor unggulan tersebut, dapat menciptakan peluang

investasi baru di Provinsi Papua yang diharapkan mampu menjadi pendorong

pertumbuhan ekonomi di Papua.

3.2.1. Identifikasi Peluang Investasi Daerah

Salah satu komoditas unggulan Papua dari sektor perkebunan adalah kopi. Sebagai

salah satu komoditas unggulan Papua, kopi memiliki prospek pengembangan yang

pesat. Namun, sebagai salah satu produsen kopi di Indonesia, kopi Papua dinilai belum

mampu memenuhi kebutuhan pasar secara optimal.

Kopi Papua memiliki potensi besar untuk menjadi komoditi ekspor ke luar negeri. Kopi

Papua terutama varian kopi arabika dari pegunungan Papua, sudah sangat terkenal di

kalangan penikmat dan pecinta kopi di Indonesia bahkan di dunia. Hal ini karena kualitas

rasa dari kopi Papua yang premium, disebabkan kopi Papua dengan varian arabika

tersebut ditanam di perkebunan dengan ketinggian 1800 sampai 3000 meter di atas

permukaan laut (mdpl). Dengan ketinggian tersebut, kopi yang ditanam memiliki kualitas

Page 60: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

35

yang sangat baik. Selain tidak tercemar polusi udara juga didukung suhu udara yang

sejuk dan struktur tanah yang baik, sehingga kopi arabika Papua memiliki sensasi rasa

dan aroma yang khas dan berkualitas. Tiga kabupaten yang terkenal sebagai penghasil

kopi di Papua adalah Wamena, Lanny jaya, dan Tolikara.

Belum mampunya Papua memenuhi kebutuhan pasar disebabkan antara lain karena

belum dibentuknya kelompok tani secara menyeluruh di daerah produsen kopi Papua,

pemanfatan teknologi dalam produksi kopi oleh petani yang masih minim, dan belum

adanya industri pengolahan kopi berskala besar yang dikelola oleh Pemerintah Daerah.

Dengan demikian, salah satu peluang investasi daerah di Papua adalah “Pembangunan

Industri Pengolahan Kopi di Provinsi Papua”.

a. Analisis Aspek Legal

Komoditas kopi di Papua berpeluang

untuk dikembangakan lebih lanjut

dengan label “Kopi Specialty Roasted

Bean Arabica Wamena” dengan

mengambil bahan baku dari kolompok

tani kopi arabika Wamena atau

kelompok tani arabika dan robusta di

wilayah Papua. Industri pengolahan

kopi tersebut dapat dibangun di

kawasan industri bonggrang dengan

titik koordinat lokasi 140°17’26.754” E -

140°17’3.816” E dan 2°35’26.201” S -

2°35’3.919” S, di Distrik Kemtuk, Kabupaten Jayapura, yang memiliki luas kawasan

sebesar ±98,8 Ha, dengan kebutuhan luas industri sebesar ±5 ha yang memiliki

kapasitas produksi sebesar 3,9 ton.

Kawasan industri bonggrang sendiri merupakan lahan yang memiliki hak ulayat,

sehingga memerlukan dukungan masyarakat adat terhadap rencana kawasan industri.

Pemda dapat memfasilitasi lebih lanjut terkait pelepasan tanah ulayat dalam rangka

proses pembebasan lahan, antara lain dengan cara disubstitusi dengan peluang bisnis

yang lain. Disamping itu, perlu dilakukan diskusi dengan produsen/pelaku industri kopi

untuk melihat kualitas, ketersediaan lahan untuk kapasitas produksi, intervensi produksi

untuk dikembangkan, dan kemitraan atau hubungan yang baik dengan petani untuk

menjaga sustainabilitas bahan baku.

Gambar 3.2. Lokasi Rencana Pembangunan

Industri Pengolahan Kopi di Papua

Sumber: Kementerian Investasi/BKPM, Dinas

PMPTSP Provinsi Papua

Page 61: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

36

Proyek industri pengolahan kopi di Kampung Bonggrang diharapkan dapat memberikan

dampak positif untuk masyarakat secara berkelanjutan (multiplier effect). Dalam survey

awal yang dilakukan Pemda bekerjasama dengan Kementerian Investasi/BKPM, konsep

perencanaan penetapan kawasan industri sudah dijelaskan dan secara umum direspon

positif oleh masyarakat. Kedepan perlu ditetapkan skema kepemilikan lahan investasi

dengan Pemda karena masyarakat menghendaki agar tanah adat tidak boleh

diperjualbelikan, hanya diperbolehkan dengan sistem sewa lahan. Memperhatikan

kondisi tersebut, arah dari kegiatan investasi industri pengolahan kopi tersebut adalah

dengan melibatkan masyarakat dan membentuk perusahaan dengan status kepemilikan

masyarakat adat Distrik Kemtuk. Disamping itu, Masyarakat perlu diberi edukasi dalam

bidang pertanian dan perkebunan agar kolaborasi yang diharapkan dari investasi dan

peran masyarakat dapat diwujudkan dengan optimal.

b. Analisis Aspek Teknis

Rencana pembangunan Industri

Pengolahan Kopi di Distrik Kemtuk,

Kawasan Industri Bonggrang, telah di

dukung oleh infrastruktur yang

memadai. Aksebilitas dan jarak ke

pusat kota Kawasan Industri Kemtuk

dengan kota Sentani hanya ±21 Km

yang dihubungkan dengan jalan

kolektor. Disamping itu kawasan

industri tersebut juga dekat dengan pembangkit listrik yang berada di Genyem dan

Nimbokrang, dekat dengan sumber air baku yang berasal dari tanah dan danau Sentani,

dan direncanakan akan dibangun jaringan pengelolaan air limbah (IPAL) terpadu.

Jarak kawasan industri Kemtuk dengan kawasan sekitar juga tidak terlalu jauh. Jarak

dengan Distrik Ganyem ±21 Km atau sekitar 30 menit, dengan Distrik Nimbokrang ±21

Km atau sekitar 40 menit, dengan bandara Sentani ±26 Km atau sekitar 40 menit,

dengan pelabuhan Depapre ±30 Km atau sekitar 60 menit, dan dengan Pelabuhan

Jayapura ±73 Km atau sekitar 90 menit.

Gambar 3.3. Siteplan Industri Kopi Arabika

Wamena di Distrik Kemtuk Papua

Sumber: Kementerian Investasi/BKPM, Dinas

PMPTSP Provinsi Papua

Page 62: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

37

Industri pengolahan kopi di Distrik

Kemtuk rencana akan berada di

Kawasan Industri Bonggrang dengan

luas lahan ±5 ha. Lebar jalan utama di

kawasan industri dibuat 16 m untuk

mengakomodir kelancaran pergerakan

truk besar dan transportasi lain. Lebar

tersebut dihitung dengan pertimbangan

8 m cukup untuk sirkulasi alat berat dan

truk besar (jalur dua arah) dengan

perkiraan dimensi truk besar/container

yaitu PxL adalah 12 m dikalikan 3,5 m.

c. Analisis Aspek Biaya

Analisis aspek biaya memberikan informasi perkiraan kasar besarnya investasi yang

diperlukan. Setidaknya ada 2 (dua) unsur biaya utama yang perlu dikaji yaitu: (1) biaya

modal (Capital Expenditure-CAPEX) yang merupakan biaya total yang diperlukan untuk

modal awal usaha/proyek. Biaya modal tersebut digunakan untuk meningkatkan kinerja

dan keuntungan usaha/proyek; dan (2) Biaya operasional atau modal kerja (Operational

Expenditure-OPEX) yang merupakan biaya yang dikeluarkan ketika investasi/proyek

sudah beroperasi. Biaya operasional digunakan untuk mendukung kegiatan operasional

usaha/proyek.

Dalam pembangunan industri pengolahan kopi di Distrik Kemtuk, biaya investasi

(Investment Cost) disamping biaya CAPEX dan OPEX juga terdapat biaya pendahuluan

(Venture Initiation Cost). Struktur biaya-biaya tersebut adalah sebagai berikut.

Gambar 3.4. Desain Blockplan Industri Kopi

Arabika Wamena di Distrik Kemtuk Papua

Sumber: Kementerian Investasi/BKPM, Dinas

PMPTSP Provinsi Papua

Gambar 3.5. Struktur Biaya Investasi Pembangunan Industri Kopi Arabika Wamena

Sumber: Kementerian Investasi/BKPM, Dinas PMPTSP Provinsi Papua

Page 63: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

38

Biaya modal (CAPEX) antara lain digunakan untuk biaya beli/sewa tanah/lahan pabrik,

biaya bangunan pabrik, serta biaya peralatan dan mesin. Biaya operasional (OPEX)

digunakan antara lain untuk operasional pabrik, biaya tenaga kerja, biaya

logistik/distribusi, biaya bahan baku, dan biaya pemasaran. Sedangkan biaya

pendahuluan (Venture Initiation Cost) digunakan antara lain untuk biaya perizinan, biaya

lisensi, pelatihan karyawan, pemberdayaan petani, biaya studi kelayakan, dan alokasi

biaya ulayat. Total perkiraan biaya investasi (Invesment Cost) untuk pembangunan

Industri Pengolahan Kopi Arabika Wamena adalah sekitar Rp232.448.862.190 (dua

ratus tiga puluh dua miliar empat ratus empat puluh delapan juta delapan ratus enam

puluh dua ribu seratus sembilan puluh rupiah).

3.2.2. Informasi Pasar

Kopi merupakan salah satu komoditas yang relatif ramai diperdagangkan di dunia.

Beberapa negara tujuan ekspor potensial antara lain Amerika, Jepang, dan Malaysia.

Sepanjang tahun 2011 sampai dengan tahun 2015, tren permintaan ekspor Jepang

menurun, sedangkan tren permintaan ekspor AS dan Malaysia naik. Produk industri

pengolahan kopi arabika Wamena direncanakan 70% dapat untuk memenuhi kebutuhan

ekspor ke negara tujuan ekspor potensial tersebut, sedangkan 30% sisanya untuk

memenuhi segmen khusus penikmat kopi di Indonesia yang sebagian besar berada di

pulau Jawa.

Tabel 3.6. Rincian Perkiraan Biaya Investasi Industri Pengolahan Kopi Arabika Wamena

No Jenis Biaya Jumlah (Rupiah)

1 Venture Initiation Cost 1.210.000.000

2 Capital Expenditure (CAPEX) 144.691.577.190

3 Operational Expenditure (OPEX) 86.547.285.000

TOTAL 232.448.862.190

Sumber: Kementerian Investasi/BKPM, Dinas PMPTSP Provinsi Papua

Grafik 3.3. Tren Negara Tujuan Ekspor Kopi

2011 s.d. 2015 (ton)

Sumber: Kementerian Investasi/BKPM, Dinas

PMPTSP Provinsi Papua

Grafik 3.4. Sebaran Pasar Kopi Nasional

Sumber: Kementerian Investasi/BKPM,

Dinas PMPTSP Provinsi Papua

Page 64: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

39

Industri kopi merupakan pasar persaingan sempurna yang terdapat banyak penjual

(multi seller) dan banyak pembeli (multi buyer), dimana konsumen dalam posisi bebas

memilih sehingga daya saing produk dan promosi menjadi faktor penentu keberhasilan

produk. Dari sisi penawaran, industri pengolahan kopi di Papua akan memiliki beberapa

kompetitor nasional yang merupakan perusahaan manufaktur berskala besar seperti

Santos Jaya Abadi, Nestlle Indonesia, Rolas Nusantara Mandiri, dan Torabika Eka

Semesta. Sedangkan beberapa kompetitor lokal di Papua antara lain CV. Prima Garden,

Kopi Garda Mas, Highland Coffe, dan Otentik Kopi.

Ketersediaan bahan baku Kopi Arabika Wamena (roasted bean) sebagian besar berasal

dari wilayah Wamena/Kabupaten Jayawijaya. Kapasitas rata-rata di wilayah tersebut

kurang lebih sebesar 528 ton/tahun (20,7% dari total di Papua) yang masih dalam bentuk

biji kering. Asumsi penyerapan oleh industri sebesar 45% karena biji kopi merupakan

bahan baku yang spesifik. Dari persentase tersebut dapat dihitung jumlah bahan baku

kopi yang terserap industri secara indikatif yaitu 528 ton dikalikan dengan 45% yaitu

sebesar 240 ton/tahun. Jika di asumsikan faktor penyusutan ketika diproses menjadi

roasted bean adalah sebesar 20%, maka keluaran industri menjadi 240 ton dikalikan

dengan 80% yaitu sebesar 192 ton/tahun.

Struktur supply chain dan skenario ekspor produk industri Kopi Arabika Wamena yaitu

bahan baku kopi dikumpulkan melalui pengepul/distributor kemudian diproses lebih

lanjut oleh Industri Pengolahan Kopi di Distrik Kemtuk. Selanjutnya, produk kopi jadi siap

diekspor untuk memenuhi 70% kebutuhan ekspor dan sisanya untuk memenuhi

kebutuhan segmen khusus nasional melalui Pelabuhan Depapre Kabupaten Jayapura

dan Pelabuhan Jayapura di Kota Jayapura.

Prediksi ekspor produk kopi untuk 3 negara tujuan ekspor potensial yaitu Amerika,

Jepang, dan Malaysia rata-rata sebesar 37.479 ton/tahun. Kontribusi produksi kopi

Papua secara nasional adalah sebesar 0,4%, sehingga potensi ekspor Papua adalah

Tabel 3.7. Prediksi Ekspor Kopi Untuk Amerika, Jepang, dan Malaysia (ton)

Tahun Amerika Jepang Malaysia

2021 60.274,88 16.790,09 41.277,93

2022 60.154,57 13.004,82 42.231,55

2023 60.034,26 9.219,56 43.185,18

2024 59.913,95 5.434,29 44.138,81

2025 59.793,64 1.649,03 45.092,44

Sumber: BPS

Page 65: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

40

37.479 ton dikalikan 0,45% yaitu 149 ton/tahun. Dari perhitungan tersebut dapat dilihat

bahwa potensi roasted bean sebesar 192 ton/tahun dapat mengcover ekspor sebesar

78% (target sebesar 70%), sedangkan sisa kapasitas dapat dialokasikan untuk pasar

regional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa potensi bahan baku yang ada

dapat memenuhi target ekspor secara berkelanjutan (sustain).

3.2.3. Analisis Kelayakan

Analisis kelayakan dilakukan untuk mengetahui prospek dari suatu proyek investasi

yang akan mendasari pengambilan keputusan diterima atau ditolaknya investasi

tersebut. Dalam kajian ini analisis kelayakan yang dilakukan terhadap proyek

pembangunan Industri Pengolahan Kopi Arabika Wamena adalah metode analisis

kelayakan keuangan/finansial. Beberapa metode analasisi yang digunakan antara lain:

a. Minimum Attractive Rate of Return (MARR)

MARR adalah suku bunga bank yang menarik karena besarnya lebih kecil daripada suku

bunga investasi. Hal ini dapat membantu memperlancar pembayaran pinjaman

berdasarkan nilai sekarang. Tingkat suku bunga tersebut akan dijadikan dasar

keputusan manajemen sehubungan dengan pemilihan alternatif-alternatif investasi. Jika

suku bunga investasi lebih besar dari suku bunga bank atau MARR, maka investasi

tersebut dapat dilakukan, jika tidak maka lebih ekonomis menyimpan uang di bank.

b. Financial Internal Rate of Return (FIRR)

FIRR adalah tingkat pengembalian internal keuangan, digunakan untuk mengukur

kelayakan suatu investasi berdasarkan tingkat suku bunga yang dapat menjadikan

jumlah nilai keuntungan sekarang yang diharapkan sama dengan jumlah nilai sekarang

dari biaya modal. Dalam metode ini, time value of money telah diperhitungkan, sehingga

arus kas yang diterima telah didiskontokan atas dasar biaya modal atau tingkat bunga

yang diterapkan. Suatu investasi dikatakan layak, jika nilai FIRR yang dihasilkan lebih

besar dari tingkat bunga yang diterapkan, dan sebaliknya.

c. Payback Period (PBP)

PBP adalah masa pengembalian, digunakan untuk mengukur kecepatan pengembalian

investasi. Satuan ukuran yang dihasilkan bukan dalam bentuk persentase ataupun

rupiah, melainkan waktu. Jika nilai PBP lebih cepat atau lebih singkat dari yang

dipersyaratkan, artinya investasi memiliki kelayakan. Sebaliknya, apabila nilai PBP lebih

lambat atau lama berarti mengindikasikan tidak layaknya suatu investasi.

Page 66: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

41

Nilai MARR, FIRR, PBP, dan beberapa skenario finansial atas proyek pembangunan

Industri Pengolahan Kopi Arabika Wamena sebagai berikut, dapat digunakan oleh

manajemen untuk menentukan layak tidaknya investasi atas Industri Pengolahan Kopi

Arabika Wamena, termasuk kemungkinan adanya kajian lebih lanjut.

3.2.4. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Investasi

Analisis faktor pendukung dan peghambat atas proyek pembangunan Industri Kopi

Arabika Wamena dilakukan dengan melakukan identifikasi potensi risiko. Jenis-jenis

risiko tersebut dipetakan sebagai berikut:

a. Risiko permintaan (demand)

Terdapat potensi peningkatan demand yang signifikan dan potensi produk yang tidak

terserap dengan baik.

b. Risiko lahan dan perizinan

Tidak ada peluang untuk pembelian lahan sebagai hak milik industri, dan adanya potensi

pengambil alihan hak lahan industri oleh masyarakat di kemudian hari.

c. Infrastruktur pendukung

Pembukaan akses jalan darat menuju Pelabuhan Depapre tidak signifikan dan

membutuhkan waktu yang lama untuk meningkatkan kapasitas Pelabuhan Depapre.

Tabel 3.8. Skenario Finansial Atas Proyek Pembangunan Industri Kopi Arabika Wamena

Asumsi Skenario Pesimistic Most Likely Optimistic

Kapasitas Kapasitas tahun

pertama 70%,

peningkatan 5%

tahun kedua –

keempat, 10% tahun

kelima – ketujuh, dan

15% di atas tahun

ketujuh

Kapasitas tahun

pertama 70%,

peningkatan 10% per

tahun

Kapasitas 100% mulai

tahun kesatu sampai

dengan tahun

kesepuluh

Sewa Lahan 5 USD/M²/Bulan 3 USD/M²/Bulan 2 USD/M²/Bulan

Inflasi 4% 3% 2%

Bangunan Rp3.100.000/M² Rp2.100.000/M² Rp1.750.000/M²

Parameter Keuangan/Finansial

MARR 10% 10% 10%

IRR 13% 22% 32%

PBP 6 Tahun 6 Bulan 4 Tahun 7 Bulan 2 Tahun 9 Bulan

Sumber: Kementerian Investasi/BKPM, Dinas PMPTSP Provinsi Papua

Page 67: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

42

d. Implementasi Industri

Pemberdayaan masyarakat lokal yang belum dapat dilakukan secara menyeluruh di

dalam industri dan adanya potensi perubahan harga sewa lahan yang dapat

mempengaruhi biaya.

e. Desain Industri

Perlu adaptasi terkait standar desain industri yang kuat dan adanya potensi limbah

karena kegiatan industri.

f. Regulasi dan Politik

Adanya pergantian pemerintahan sehingga kebijakan terkait industri berganti, disamping

itu regulasi terhadap penggunaan lahan, lebih bergantung pada aturan adat atau

kesepakatan masyarakat adat.

g. Pembiayaan dan Nilai Tukar Mata Uang

Adanya perubahan nilai tukar mata uang yang signifikan serta potensi tingginya inflasi

dan perbedaan harga yang signifikan sehingga mempengaruhi seluruh biaya.

h. Force Majeure dan Lingkungan

Terdapat potensi kebencanaan di Papua (gempa, banjir, dan angin) dan adanya

perubahan ekologis di sekitar wilayah industri (contoh: kualitas udara, kualitas air).

i. Operasional Industri

Adanya perbedaan kualitas bahan baku dan perlunya kesesuaian kebutuhan tenaga

kerja industustri dengan tenaga kerja yang tersedia.

Page 68: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id
Page 69: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id
Page 70: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

43

BAB IV

4.1. Kesimpulan

Dari uraian bab-bab sebelumnya dapat disampaikan kesimpulan Kajian Fiskal Regional

Provinsi Papua Triwulan III Tahun 2021 sebagai berikut:

1. Perekonomian Papua Triwulan III Tahun 2021 tumbuh sebesar 14,54 persen (y-o-

y) atau 13,99 persen (c-to-c) dengan pertumbuhan terbesar dari sisi produksi

berasal dari kategori pertambangan dan penggalian sebesar 43,09 persen.

Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada Komponen

Ekspor Luar Negeri sebesar 189,43 persen.

2. Dalam pelaksanaan APBN, realisasi pendapatan negara di Papua mencapai 7,34

triliun atau 81,6 persen dari target, mengalami kenaikan sebesar 25,3 persen

dibanding periode yang sama tahun sebelumnya dengan pendapatan tertinggi

berasal dari Pendapatan Perpajakan khususnya dari PPh Pasal 21. Sedangkan

untuk realisasi belanja Negara Sampai dengan triwulan III tahun 2021 mencapai

Rp35,76 triliun atau 60,7 persen dari alokasi pagu.

3. Dalam pelaksanaan APBD, realisasi pendapatan daerah di Papua adalah sebesar

Rp25,11 triliun atau 49,10 persen dari target, sedangkan realisasi Belanja Daerah

baru mencapai Rp20,66 triiun atau 48,60 persen, naik 8,74 persen dibandingkan

dengan persentase realisasi pada triwulan III tahun 2020.

4. Realisasi pendapatan konsolidasian sampai dengan triwulan III tahun 2021

mengalami kenaikan sebesar 369,73 persen (y-o-y) yaitu Rp38,71 triliun, terutama

disebabkan oleh kenaikan komponen penerimaan perpajakan dan pendapatan

transfer. Sementara itu, realisasi belanja konsolidasian turun sebesar 27,79

persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar

Rp29,22 triliun.

5. Pada bulan September 2021, NTP di Provinsi Papua turun 0,42 persen

dibandingkan dengan Agustus 2021 dengan indeks NTP sebesar 102,04, lebih

rendah dari NTP Nasional sebesar 105,68. Penurunan NTP terjadi karena indeks

harga yang diterima petani (It) turun sebesar 0,41 persen, sedangkan indeks harga

yang dibayar petani (Ib) naik sebesar 0,0023 persen. Sementara itu, NTN di

Provinsi Papua pada bulan September 2021 mengalami penurunan angka indeks

sebesar 0,99 persen dibandingkan dengan Agustus 2021 menjadi sebesar 107,77.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Page 71: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

44

6. Salah satu peluang investasi daerah di Papua adalah “Pembangunan Industri

Pengolahan Kopi di Provinsi Papua”. Komoditas kopi di Papua berpeluang untuk

dikembangakan lebih lanjut dengan label “Kopi Specialty Roasted Bean Arabica

Wamena” dengan mengambil bahan baku dari kolompok tani kopi arabika

Wamena atau kelompok tani arabika dan robusta di wilayah Papua. Industri

pengolahan kopi tersebut dapat dibangun di kawasan industri bonggrang di Distrik

Kemtuk, Kabupaten Jayapura, yang memiliki luas kawasan sebesar ±98,8 Ha,

dengan kebutuhan luas industri sebesar ±5 ha yang memiliki kapasitas produksi

sebesar 3,9 ton.

4.2. Rekomendasi

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang diambil, dapat diberikan beberapa

rekomendasi sebagai berikut:

a. Untuk Pemerintah Daerah

1. Pemerintah Daerah perlu menggali potensi alam/sumber-sumber yang dapat

memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan PDRB Papua, sehingga mengurangi

ketergantungan pada sektor penggalian dan pertambangan yang selama ini

menjadi andalan.

2. Sektor pertanian dan pertambangan di Provinsi Papua perlu mendapatkan

perhatian yang lebih dari Pemerintah Daerah mengingat NTP Provinsi Papua

masih ada di bawah NTP Nasional. Sektor pertanian dan perikanan di Papua perlu

di dorong lagi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi karena selama ini sektor

pertambangan sangat mendominasi di Papua.

3. Dalam rangka mendukung investasi daerah di Papua, Pemerintah Daerah harus

bekerjasama dan berkoordinasi dengan berbagai pihak baik dalam rangka

menggali peluang-peluang investasi daerah di Papua maupun untuk mencari

dukungan investasi atau pembiayaan untuk proyek-proyek strategis Pemerintah

Daerah.

b. Untuk Pemerintah Pusat

1. Melaksanakan Intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan secara optimal agar

meningkatkan penerimaan perpajakan di daerah.

2. Kebijakan alokasi anggaran terutama transfer ke daerah harus disempurnakan

untuk memastikan bahwa tidak hanya alokasi anggaran ke daerah yang tepat

namun eksekusi atas anggaran tersebut juga harus optimal.

Page 72: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

45

3. Terus melakukan penyempurnaan proses pelaksanaan anggaran agar proses

penyaluran APBN ke daerah termasuk di dalamnya DAK Fisik, Dana Desa, dan

BOS dapat dilaksanakan dengan optimal.

4. Mengoptimalkan program-program untuk memberdayakan ekonomi mikro seperti

KUR dan UMi serta menciptakan program-program baru untuk menggerakkan

ekonomi rakyat yang bersifat kedaerahan atau dengan mempertimbangkan unsur

kearifan lokal di daerah.

5. Pemerintah agar mendorong sektor pertanian dan perikanan di daerah, antara lain

dengan mengoptimalkan penyaluran kredit dan pembiayaan kepada sektor-sektor

produktif yang memiliki dampak tinggi terhadap penyerapan tenaga kerja.

6. Pemerintah agar meningkatkan sinergi dengan Pemda dan pihak-pihak terkait

lainnya, untuk mendorong investasi di daerah, serta mendukung dari sisi

pembiayaan maupun kerjasama investasi dengan Pemerintah Daerah.

Page 73: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Transfer ke

Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2021 Dalam Rangka Mendukung

Penanganan Pendemi Corona Viruse Disease 2019 (COVID-19) dan

Dampaknya.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.07/2021 tentang Perubahan Atas

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan

Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun Anggaran 2021 Dalam Rangka

Mendukung Penanganan Pendemi Corona Viruse Disease 2019 (COVID-19)

dan Dampaknya.

https://bi.go.id.

https://bps.go.id.

https://covid19papua.go.id.

https://djpk.kemenkeu.go.id.

https://fiskal.kemenkeu.go.id.

https://papua.bps.go.id.

https://sikp.kemenkeu.go.id.

https://sikd.djpk.kemenkeu.go.id.

https://sikp.umi.id.

Page 74: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id
Page 75: Penyusun - djpb.kemenkeu.go.id