penyuluh pertanian.pdf

101
TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PEMBUDIDAYA IKAN DI DESA BOJONG JENGKOL KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh : MULYANAH C44101028 PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005

Transcript of penyuluh pertanian.pdf

  • TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PEMBUDIDAYA IKAN DI DESA BOJONG JENGKOL

    KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

    Oleh :

    MULYANAH C44101028

    PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2005

  • PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

    TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PEMBUDIDAYA IKAN DI DESA BOJONG JENGKOL, KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR.

    adalah benar merupakan karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

    Bogor, Oktober 2005

    MULYANAH C44101028

  • ABSTRAK

    MULYANAH. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ANNA FATCHIYA dan ISTIQLALIYAH MUFLIKHATI.

    Pengembangan usaha perikanan di Kabupaten Bogor terus diupayakan untuk meningkatkan kontribusinya dalam memenuhi ketersediaan bahan pangan protein hewani (ikan), meningkatkan pendapatan petani atau pembudidaya, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta menghasilkan devisa melalui eksor hasil perikanan. Pendapatan asli daerah dari sektor perikanan selama 4 tahun terakhir (2001-2004) terus meningkat dan melebihi target (rata-rata lebih dari 100%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol, mengetahui tingkat pendapatan pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol, mengetahui sumber-sumber pendapatan lain diluar usaha budidaya ikan, mengetahui tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol dan menganalisis hubungan antara karakteristik pembudidaya ikan dengan tingkat kesejahteraan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol berumur 46 tahun, memiliki jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4 orang dan berpengalaman usaha selama 10 tahun. Sebagian besar bersifat usaha sampingan, jenis usaha pembesaran dan usaha keduanya (pembenihan dan pembesaran) dan memiliki luas lahan sedang dan sempit. Pendapatan pembudidaya ikan berasal dari dari usaha perikanan (budidaya ikan) dan usaha non perikanan. Pendapatan usaha dari non perikanan berasal dari pertanian (padi dan palawija), warung, toko, ternak dan buruh (bangunan atau pabrik). Rata-rata pendapatan dari usaha perikanan adalah sebesar Rp 884.064,00 per bulan dan dari usaha non perikanan adalah sebesar Rp 818.917,00 per bulan. Tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol diukur berdasarkan 11 indikator kesejahteraan dari BPS (2003) dan dari BKKBN (2002). Tingkat kesejahteran rumah tangga pembudidaya ikan berdasarkan 11 indikator dari BPS, mengkategorikan sebanyak 27 orang (93%) termasuk kategori kesejahteraan tinggi dan sebanyak 2 orang (7%) termasuk kategori kesejahteraan sedang. Berdasarkan kriteria garis kemiskinan dari Sajogyo, sebanyak 28 orang (96,5%) termasuk kategori tidak miskin dan sisanya (3,4%) termasuk kategori miskin, sedangkan berdasarkan Direktorat Tata Guna Tanah, sebanyak 26 orang (89,6%) termasuk kategori tidak miskin dan sebanyak 3 orang (10,3%) termasuk kategori hampir miskin. Hubungan antara karakteristik pembudidaya ikan dengan tingkat kesejahteraan yang memiliki hubungan nyata adalah umur dan tingkat pendidikan. Karakteristik jumlah anggota rumah tangga dan pengalaman usaha memiliki hubungan yang tidak nyata dengan tingkat kesejahteraan. Status usaha dan jenis usaha tidak memiliki hubungan dengan tingkat kesejahteraan, sedangkan karakteristik luas lahan memiliki hubungan dengan tingkat kesejahteraan.

  • TINGKAT KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PEMBUDIDAYA IKAN DI DESA BOJONG JENGKOL

    KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR

    SKRIPSI

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh :

    Mulyanah C44101028

    PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

    FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2005

  • Judul Penelitian : Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Nama Mahasiswa : Mulyanah NRP : C44101028

    Disetujui, Pembimbing I Pembimbing II

    Ir. Anna Fatchiya, M.Si. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si. NIP : 132 173 579 NIP : 131 841 724

    Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

    Dr.Ir. Kadarwan Soewardi. NIP : 130 805 031

    Tanggal Lulus : 21 Oktober 2005

  • I. KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan izin dan karunia-Nyalah akhirnya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian ini berjudul Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Penelitian ini berisi tentang analisis tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, dan tingkat kesejahteraan pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol. Tingkat kesejahteraan dihitung berdasarkan indikator kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik 2003 yang dimodifikasi dengan indikator kemiskinan dari Sajogyo dan dari Direktorat Tata Guna Tanah, Direktorat Jenderal Agraria dan indikator kesejahteraan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional 2002.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Anna Fatchiya, MSi dan Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, MSi sebagai dosen pembimbing dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, karena tanpa adanya bantuan dan dukungan dari semua pihak tersebut, tentu saja Skripsi ini tidak akan selesai. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi Penulis dan semua pihak yang memerlukan.

    Bogor, Oktober 2005

    Mulyanah

  • DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 7 Januari 1984 dari ayah R. Fachruroji dan ibu Jamilah. Penulis merupakan putri kedua dari enam bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMUN 1 Leuwiliang dan lulus tahuin 2001. Pada tahun yang sama (2001) lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Agama Islam semester ganjil tahun 2003 dan tahun 2004. Organisai yang diikuti yaitu sebagai anggota Forum Keluarga Muslim FPIK dan anggota FORCES

    (Forum for Scientific Studies).

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. viii

    I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah.......................................................................... 4 1.3 Tujuan dan Kegunaan ....................................................................... 5

    II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6

    2.1 Usaha Perikanan Budidaya ............................................................... 6 2.2 Pendapatan Rumah Tangga............................................................... 8 2.3 Pengeluaran Rumah Tangga ............................................................. 10

    2.4 Kemiskinan....................................................................................... 11 2.5 Kesejahteraan ................................................................................... 13

    III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI .................................................. 18

    IV. METODOLOGI..................................................................................... 20

    4.1 Metode Penelitian............................................................................. 20 4.2 Jenis dan Sumber Data...................................................................... 20 4.3 Metode Analisis Data ....................................................................... 21 4.3.1 Analisis Pendapatan Usaha Budidaya ...................................... 21 4.3.2 Analisis Pendapatan Rumah Tangga ........................................ 21 4.3.3 Analisis Pengeluaran Rumah Tangga ....................................... 22 4.3.4 Pengukuran Tingkat Kesejahteraan ......................................... 22 4.3.5 Hubungan Antara Karakteristik Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan.................................................. 23 4.4 Batasan dan Pengukuran .................................................................. 26 4.5 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 27

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 28

    5.1 Keadaan Umum Daerah..................................................................... 28 5.1.1 Letak Geografis ........................................................................ 28 5.1.2 Kependudukan .......................................................................... 29 5.2 Kondisi Sarana dan Prasarana............................................................ 32 5.2.1 Sarana dan Prasarana Transportasi ............................................ 32 5.2.2 Sarana dan Prasarana Kesehatan ............................................... 32 5.2.3 Sarana dan Prasarana Ekonomi ................................................. 34 5.2.4 Sarana dan Prasarana Pendidikan .............................................. 34

  • Halaman

    5.2.5 Sarana dan Prasarana Peribadatan ........................................... 35 5.2.6 Sarana dan Prasarana Keamanan .............................................. 36 5.3 Keragaan Usaha Perikanan Responden ............................................. 36 5.3.1 Usaha Perikanan Budidaya ..................................................... 36 5.3.2 Penerimaan Usaha................................................................... 38 5.3.3 Pengeluaran Usaha.................................................................. 39 5.4 Karakteristik Pembudidaya Ikan ....................................................... 40 5.4.1 Umur ....................................................................................... 40 5.4.2 Jumlah Anggota Rumah Tangga .............................................. 41 5.4.3 Pengalaman Usaha................................................................... 41 5.4.4 Tingkat Pendidikan ................................................................. 41 5.4.5 Jenis Usaha .............................................................................. 42 5.4.6 Sifat Usaha .............................................................................. 43 5.4.7 Luas Lahan .............................................................................. 44 5.5 Pendapatan Rumah Tangga.............................................................. 44 5.5.1 Pendapatan Usaha Perikanan................................................... 44 5.5.2 Pendapatan Usaha Non Perikanan ........................................... 45 5.6 Pengeluaran Rumah Tangga ............................................................ 45 5.6.1 Pengeluaran Makanan ............................................................. 46 5.6.2 Pengeluaran Non Makanan ..................................................... 46 5.7 Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Menurut Badan Pusat Statistik Tahun 2003.................................................... 47 5.7.1 Indikator Pendapatan............................................................. 47 5.7.2 Indikator Pengeluaran ........................................................... 48 5.7.3 Indikator Keadaan Tempat tinggal......................................... 49 5.7.4 Indikator Fasilitas Tempat Tinggal ........................................ 50 5.7.5 Indikator Kesehatan ............................................................. 51 5.7.6 Indikator Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan............................................................. 52 5.7.7 Indikator Kemudahan Memasukkan Anak ke Jenjang Pendidikan........................................................... 53 5.7.8 Indikator Kemudahan Mendapatkan Fasilitas Transportasi .......................................................................... 54 5.7.9 Indikator Kehidupan Beragama............................................. 55 5.7.10 Indikator Perasaan Aman dari Tindak Kejahatan ................... 55 5.7.11 Indikator Kemudahan dalam Melakukan Olahraga ................ 55 5.8 Tingkat Kesejahteraan Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Tahun 2002..................................................... 57 5.9 Hubungan Karakteristik Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan ..................................................................... 58 5.9.1 Hubungan Umur Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan.......................................................................... 58 5.9.2 Hubungan Tingkat Pendidikan Pembudidaya Ikan

    dengan Tingkat Kesejahteraan................................................. 59

  • Halaman

    5.9.3 Hubungan Pengalaman Usaha Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan............................................................ 59 5.9.4 Hubungan Jumlah Anggota Rumah Tangga Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan................... 60 5.9.5 Hubungan Jenis Usaha Pembudidaya Ikan dengan

    Tingkat Kesejahteraan............................................................ 60 5.9.6 Hubungan Sifat Usaha Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan............................................................ 61 5.9.7 Hubungan Luas Lahan Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan........................................................... 61

    VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 62 6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 62 6.2 Saran .................................................................................................. 63 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 64

    LAMPIRAN ................................................................................................. 66

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    1. Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun 2003-2004 ..................... 2

    2. Perkembangan PAD dari Sektor Peternakan dan Perikanan di Kabupaten Bogor (2001-2004) ........................................................... 2

    3. Produksi Perikanan di Kecamatan Ciampea tahun 2004........................... 4

    4. Klasifikasi Usaha Tani Ikan di Indonesia ................................................ 7

    5. Pemanfaatan Lahan atau Penggunaan Tanah di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004....................................................................... 29

    6. Jumlah Penduduk Menurut Struktur Umur di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004..................................................................... 30

    7. Jumlah Pendududuk Menurut Agama yang Dianut di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004..................................................................... 30

    8. Jumlah Pendududuk Menurut Mata Pencaharian di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004..................................................................... 31

    9. Keadaan Penduduk Desa Bojong Jengkol Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2004 ............................................................... 31

    10. Kondisi Sarana dan Prasarana Transportasi di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 ................................................................... 32

    11. Sarana dan Prasarana Kesehatan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 ........................................................................................... 33

    12. Jumlah Peserta KB di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004......................... 34

    13. Sarana dan Prasarana Perekonomian di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 ........................................................................................... 34

    14. Sarana dan Prasarana Pendidikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 ........................................................................................... 35

    15. Penerimaan dan Pengeluaran Usaha Budidaya Ikan per Bulan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ........................................................ 40

    16. Karakteristik Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ............................................................................................. 41

  • Halaman

    17. Tingkat Pendidikan Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ................................................................................ 42

    18. Jenis Usaha Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ............................................................................................. 43

    19. Sifat Usaha Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ............................................................................................. 43

    20. Luas Lahan Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005... .......................................................................................... 44

    21. Pendapatan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan per Bulan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ....................................................... 45

    22. Pengeluaran Rumah Tangga Pembudidaya Ikan per Bulan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ........................................................ 47

    23. Pendapatan dan Pengeluaran per Kapita per Tahun Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ............ 49

    24. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan Berdasarkan Indikator dari BPS Tahun 2003 di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ................................................................................ 56

    25. Hubungan Antara Karakteristik Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005................................. 62

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1. Denah Desa Bojong Jengkol . .................................................................. 67

    2. Indikator Kesejahteraan Menurut BPS berdasarkan SUSENAS 2003. ................................................................. 68

    3. Karakteristik Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ............................................................................................. 70

    4. Penerimaan, Pengeluaran dan Pendapatan Usaha Budidaya Ikan per Bulan dan Intensitas Produksi dalam Setahun di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 .......................................................................................... 72

    5. Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan per Tahun di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ...................................................... 73

    6. Tingkat Pengeluaran Rumah Tangga Pembudidaya Ikan per Tahun di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005. ...................................................... 74

    7. Kriteria Kemiskinan Direktorat Tata Guna Tanah Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005.......................... 75

    8. Kriteria Kemiskinan Sajogyo Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ...................................................... 76

    9. Indikator Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Pembudidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ...................................................... 77

    10. Harga Sembilan Bahan Pokok di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ............................................................................................. 78

    11. Uji Rank Kendall Hubungan Antara Umur dengan Tingkat Kesejahteraan ............................................................................. 79

    12. Uji Rank Kendall Hubungan Antara Jumlah Anggota Rumah Tangga dengan Tingkat Kesejahteraan ........................................ 80

    13. Uji Rank Kendall Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kesejahteraan................................................................. 81

    14. Uji Rank Kendall Hubungan Antara Pengalaman Usaha dengan Tingkat Kesejahteraan................................................................. 82

    15. Uji Chi-square Hubungan Antara Sifat Usaha dengan Tingkat Kesejahteraan ............................................................................. 83

  • Halaman

    16. Uji Chi-square Hubungan Antara Jenis Usaha dengan Tingkat Kesejahteraan ............................................................................. 84

    17. Uji Chi-square Hubungan Antara Luas Lahan dengan Tingkat Kesejahteraan ............................................................................. 84

    18. Contoh Analisis Usaha Budidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 ............................................................................... 85

    19. Kolam Budidaya Ikan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2005 .................... 86

  • I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang Permintaan dan kebutuhan ikan di dunia terus meningkat dari tahun ke tahun, sebagai akibat pertambahan penduduk dan perubahan konsumsi masyarakat

    ke arah protein hewani yang lebih sehat. Sementara itu, pasokan ikan dari hasil penangkapan cenderung semakin berkurang dengan meningkatnya gejala kelebihan tangkap dan menurunnya kualitas lingkungan. Berdasarkan pertimbangan di atas, pengembangan budidaya merupakan alternatif yang cukup

    memberikan harapan. Komoditas perikanan yang dihasilkan dari usaha perikanan budidaya tidak hanya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan ikan untuk

    konsumsi, tetapi juga untuk orientasi ekspor guna memperolah devisa (DKP, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap 2001). Budidaya secara umum adalah kegiatan atau campur tangan manusia dalam meningkatkan produktivitas perairan untuk mendapatkan keuntungan.

    Kegiatan budidaya terdiri dari kegiatan pembenihan (menghasilkan induk) dan pembesaran (memelihara ikan) (Effendi 2000). Kabupaten Bogor memiliki potensi yang besar untuk pengembangan usaha budidaya perikanan. Tersedianya sumberdaya dari faktor klimatologis yang mendukung serta peluang pasar yang cukup terbuka menjadikan kegiatan usaha budidaya perikanan di Kabupaten Bogor mengalami perkembangan yang cukup baik. Hal ini terlihat dari data peningkatan produksi ikan konsumsi dari tahun 2003 ke tahun 2004 sebesar 5,18% . Persentase peningkatan yang signifikan adalah pada cabang usaha ikan hias. Produksi ikan hias pada tahun 2004 meningkat sebesar 9,45% dibandingkan tahun 2003 (Disnakan Kabupaten Bogor 2004a). Perkembangan produksi perikanan tahun 2004 dibandingkan sebelumnya diuraikan pada Tabel 1.

  • Tabel 1. Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun 2003-2004 Jumlah Produksi Jenis Usaha

    2003 2004

    Persentase perubahan

    (%) A. Budidaya Perikanan air Tawar (ton)

    - Kolam Air Tenang (KAT) - Kolam Air Deras ( KAD ) - Perikanan Sawah - Jaring Apung

    - Karamba B. Perairan Umum (ton) C. Ikan Hias (ribu ekor) D. Pembenihan (ribu ekor)

    3.910,00 1.674,40 950,34 172,50 98,91 187,70

    60.438,00 653.060,00

    4.164,00 1.709,50 1.018,80 181,63 102,50 179,54 66.152,00 669.580,00

    6,50 2,10

    7,20 5,29 3,63 -4,35 9,45 2,53

    Sumber: Laporan Tahunan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2004

    Pengembangan usaha perikanan di Kabupaten Bogor terus diupayakan untuk meningkatkan kontribusinya dalam memenuhi ketersediaan bahan pangan protein hewani (ikan), meningkatkan pendapatan petani atau pembudidaya, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta menghasilkan devisa melalui ekspor hasil perikanan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor perikanan di Kabupaten Bogor dari tahun 2001 sampai tahun 2004 terus meningkat dan melebihi target (Tabel 2).

    Tabel 2. Perkembangan PAD dari Sektor Peternakan dan Perikanan di Kabupaten Bogor (2001-2004)

    Tahun Target (Rp) Realisasi (Rp) Pencapaian Target (%) 2001 135.050.000 140.169.000 103,79

    2002 160.050.000 163.260.000 102,01

    2003 184.000.000 184.820.000 100,45

    2004 214.000.000 214.535.000 100,45 Sumber: Buku Saku Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2004

  • Kabupaten Bogor sebagai salah satu sentra produksi perikanan dengan produksi yang terus meningkat dari tahun ke tahun, diharapkan mampu

    mengurangi kemiskinan di Kabupaten Bogor. Kemiskinan merupakan salah satu indikator dari tingkat kesejahteraan rumah tangga, karena kesejahteraan rumah tangga pada dasarnya adalah rumah tangga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) secara minimal (BKKBN 2002). Kabupaten Bogor menempati urutan kedua dengan jumlah kemiskinan terbesar setelah Kabupaten Bandung. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bogor saat ini mencapai

    451.300 orang, menempati urutan kedua setelah Kabupaten Bandung sebanyak 543.300 orang (BPS 2002). Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) minimum baik untuk makanan maupun bukan makanan (Badan Pusat Statistik 2002). Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) keluarga dikatakan miskin (pra sejahtera) jika belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, seperti kebutuhan melaksanakan agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan. Kenaikan BBM (bahan bakar minyak) mengakibatkan penurunan daya beli dan bertambahnya pengeluaran baik untuk konsumsi makanan maupun bukan makanan, yang pada gilirannya akan menambah jumlah keluarga prasejahtera baru (BKKBN 2002 ). Kecamatan Ciampea merupakan satu dari tiga puluh lima kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Produksi perikanan di Kecamatan Ciampea pada tahun

    2004 terdiri dari budidaya perikanan air tawar (ikan konsumsi) sebesar 914,45 ton, perairan umum sebesar 3,18 ton, pembenihan sebesar 89.076,00 dan ikan hias sebesar 12.075,00 (Tabel 3). Kecamatan Ciampea menyumbang 13,12 % dari total produksi ikan konsumsi dan perairan umum di Kabupaten Bogor. Produksi

    pembenihan dan ikan hias, Kecamatan Ciampea menyumbang 1,4 % dari total produksi di Kabupaten Bogor (Disnakan Kabupaten Bogor 2004b). Desa Bojong Jengkol merupakan salah satu desa di Kecamatan Ciampea yang penduduknya banyak melakukan usaha budidaya ikan. Pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol sebagian besar adalah penduduk asli setempat sehingga tingkat kesejahteraan pembudidaya ikan di desa ini penting dipelajari dengan

  • melihat tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran dan kondisi sosial ekonomi rumah tangga pembudidaya ikan tersebut.

    Tabel 3. Produksi Perikanan di Kecamatan Ciampea Tahun 2004 Jenis Usaha Jumlah Produksi

    A.Ikan konsumsi (ton) - Kolam Air Deras (KAD) - Kolam Air Tenang (KAT) - Perikanan Sawah (inmidi) - Karamba

    B. Perairan Umum (ton) C. Pembenihan (ribu ekor) D. Ikan Hias (ribu ekor)

    434,26 323,10

    123,25 33,84

    3,18 89.076,00

    12.075,00 Sumber : Laporan Tahunan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2004

    1.2 Perumusan Masalah Paradigma pembangunan ekonomi dewasa ini adalah pembangunan yang bertumpu pada kekuatan ekonomi rakyat, yaitu pembangunan yang semakin

    memperkuat dan memberdayakan rakyat. Sektor perikanan sebagai bagian dari pembangunan diarahkan agar tercapai masyarakat perikanan yang lebih berdaya sehingga tercapai kesejahteraan sosial berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Desa Bojong Jengkol merupakan salah satu dari 13 desa yang ada di Kecamatan Ciampea. Desa ini memiliki jumlah keluarga pra sejahtera sebanyak 213 keluarga atau sebesar 10% dari total 2.066 jumlah keluarga yang ada di Desa Bojong Jengkol. Jumlah ini merupakan ketiga terbesar di Kecamatan Ciampea setelah Desa Cinangka dan Desa Cibuntu. Jumlah penduduk yang berusaha di bidang perikanan di Desa Bojong Jengkol sebanyak 29 rumah tangga perikanan (RTP) dengan total luas lahan sebanyak 26,3 hektar. Pembudidaya ikan tersebar di 8 rukun warga (RW) dan 25 rukun tetangga (RT). Penelitian ini penting untuk mengetahui bagaimana tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol.

  • Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalahnya dapat dituliskan sebagai berikut:

    1. Bagaimana karakteristik pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol? 2. Berapakah pendapatan rata-rata rumah tangga pembudidaya ikan di Desa

    Bojong Jengkol? 3. Sumber pendapatan apa saja selain dari usaha perikanan yang diperoleh pembudidaya ikan? 4. Bagaimana tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol? 5. Bagaimana hubungan antara karakteristik pembudidaya ikan dengan tingkat kesejahteraan? 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui karakteristik pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol. 2. Mengetahui tingkat pendapatan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol. 3. Mengetahui sumber-sumber pendapatan lain di luar usaha budidaya ikan. 4. Mengetahui tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol. 5. Menganalisis hubungan antara karakteristik pembudidaya ikan dengan tingkat kesejahteraan. Kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

    2. Bagi mahasiswa sebagai sarana latihan untuk meningkatkan kemampuan berfikir dan menganalisis permasalahan sosial yang dihadapi oleh pembudidaya

    ikan.

    3. Sebagai masukan dalam menyusun kebijakan pembangunan daerah terutama bagi pembuat keputusan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pembudidaya ikan.

    4. Menambah literatur bagi pihak yang membutuhkan.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Usaha Perikanan Budidaya Menurut Effendi (2000) budidaya air tawar adalah kegiatan atau campur tangan manusia dalam meningkatkan produktivitas perairan untuk mendapatkan

    keuntungan. Kegiatan utama budidaya air tawar adalah sebagai berikut : 1). Kegiatan pembenihan (memperbanyak) Pembenihan ikan sebenarnya tidak lepas dari usaha mensiasati induk jantan dan betina agar menghasilkan anakan. Rangkaian kegiatan pembenihan antara lain meliputi kegiatan pemijahan, penetasan dan pendederan.

    2). Kegiatan Pembesaran (menumbuhkan) Kegiatan ini dimaksudkan untuk memelihara ikan sampai berukuran siap

    dikonsumsi atau untuk memenuhi permintaan pasar dan merupakan tahap lanjutan dari kegiatan pembenihan. Pembudidaya ikan adalah orang yang memiliki mata pencaharian dengan membudidayakan ikan baik ikan air laut, air payau, maupun air tawar. Menurut

    Rifai (1960) usaha tani adalah setiap kombinasi yang tersusun (terorganisasi) dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Berdasarkan pengertian ini, usaha tani dapat digambarkan lebih terinci sebagai berikut : 1). Pada setiap usaha tani terdapat lahan dalam luasan tertentu. 2). Pada usaha tani terdapat bangunan-bangunan. 3). Pada usaha tani terdapat keluarga tani. 4). Petaninya sendiri selain sebagai tenaga kerja juga berfungsi sebagai pengelola atau manajer, yaitu orang yang berwenang memutuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan usaha tani. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha tani terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. 1. Faktor-faktor pada usaha tani itu sendiri (internal), terdiri dari : petani pengelola, tanah usaha tani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga dan jumlah keluarga.

  • 2. Faktor-faktor di luar usaha tani (eksternal), terdiri dari : tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil

    dan bahan usaha tani, fasilitas kredit dan sarana penyuluhan bagi petani. Hernanto (1991) membuat klasifikasi usaha tani tanaman pangan menurut pola, tipe, corak dan bentuknya. Usaha tani ikan memiliki tipe pola air tawar biasa seperti usaha tani ikan mas, gurame, tawes, nilam, lele dan lain-lain. Pada pola minapadi umumnya hanya satu tipe yaitu padi ikan campuran dan pada pola air asin kita kenal tipe bandeng, udang, kerang, rumput laut dan mutiara.

    Ketiganya merupakan tipe dari pola lautan atau budidaya laut. Pola pada usaha tani ikan secara umum terdiri dari: pola air tawar biasa, pola air tawar deras, pola

    minapadi dan pola air asin. Pada usaha tani ikan sumber alam yang utama digunakan yaitu air dan tanah.

    Tabel 4. Klasifikasi Usaha Tani Ikan di Indonesia No Pola Tipe Struktur Corak

    1 Air tawar biasa Usaha tani ikan mas/lele, gurame, tawes, dll.

    Khusus/campuran Subsisten

    2 Air tawar Mas, gurame Khusus Komersil

    3 Minapadi Padi-ikan Campuran Subsisten

    4 Air asin Bandeng, udang- udangan

    Khusus, tidak khusus

    Subsisten

    5 Lautan kerang rumput laut

    Campuran Komersil

    Sumber : Hernanto 1991

    Berdasarkan uraian di atas, usaha perikanan mempunyai karakteristik yang sama dengan usaha tani, tetapi berbeda pada obyek yang ditanganinya. Dengan

    kata lain usaha perikanan adalah setiap kombinasi yang tersusun atau terorganisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan perikanan. Usaha perikanan di Desa Bojong Jengkol terdiri dari usaha pembenihan, usaha pembesaran atau kedua-duanya sekaligus. Menurut Soekartawi (1995) dalam melakukan analisis usahatani, seseorang dapat melakukannya menurut kepentingan untuk apa analisis usaha tani

  • yang dilakukannya. Analisis usaha tani pada umumnya dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui :

    a. Keunggulan komparatif (comparative advantage). b. Kenaikan hasil yang semakin menurun (low of diminishing return). c. Substitusi (substitution effect). d. Biaya yang diluangkan (opportunity cost). e. Pengeluaran biaya usahatani (farm expenditure). f. Pemilikan cabang usaha (tanaman lain yang dapat diusahakan). g. Baku-timbang tujuan.

    Pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dengan semua

    biaya. Penerimaan usaha tani dapat didefinisikan sebagai perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Biaya biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost) (Tjakrawiralaksana 1983). Analisis pendapatan usaha tani pada umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan suatu usaha pertanian. Analisis pendapatan bertujuan untuk menggambarkan keadaaan sekarang dari suatu kegiatan usaha dan dapat menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan tindakan (Gittinger 1986). Berdasarkan penelitian Alfiyah (2002), kontribusi pendapatan usaha budidaya ikan hias di Kecamatan Ciampea terhadap pendapatan keluarga adalah sebesar 62,58%. Penerimaan usaha diperoleh dari hasil penjualan ikan sebagai hasil produksi. Penerimaan usaha terkecil adalah Rp 100.000,00/bulan dan penerimaan usaha yang terbesar adalah Rp 2.305.000,00/bulan.

    2.2 Pendapatan Rumah Tangga Tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat dilihat dengan jelas melalui besarnya pendapatan yang diterima untuk rumah tangga yang

    bersangkutan (BPS 1998). Sajogyo (1977) menyatakan bahwa tingkat pendapatan yang tinggi akan memberi peluang yang lebih besar bagi rumah tangga untuk memilih pangan yang lebih baik dalam jumlah maupun mutu gizinya. Rendahnya pendapatan akan menyebabkan orang tidak mampu membeli kebutuhan pangan

    serta memilih pangan yang bermutu gizi kurang serta tidak beragam.

  • Ukuran pendapatan yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga adalah pendapatan yang diperoleh dari bekerja tiap anggota keluarga berusia kerja yang ada pada tiap keluarga akan terdorong bekerja untuk kesejahteraan keluarganya. Beberapa studi menunjukkan bahwa anggota keluarga seperti isteri dan anak-anak adalah sebagai penyumbang dalam berbagai kegiatan baik dalam pekerjaan maupun dalam mencari nafkah (Mangkuprawira 1984). Pendekatan pendapatan dari Bank Dunia untuk menentukan garis kemiskinan (poverty line) adalah sebesar $ 1 atau $ 2 AS per hari per kapita. Badan Pusat Statistik menentukan pendapatan terkecil/garis kemiskinan sebesar Rp 100.000,00 per kapita per bulan tanpa memperhatikan perbedaan wilayah

    (desa/kota). Menurut Tjakrawiralaksana (1983) ada dua pendapatan yang diperoleh petani, yaitu :

    1. Pendapatan pengelola Pendapatan ini dihitung dengan mengurangi nilai output total (penerimaan) dengan nilai input total (biaya). Pendapatan pengelola terdiri dari unsur imbalan jasa manajemen upah dan unsur laba (net profit). 2. Pendapatan keluarga Pendapatan keluarga petani yang dimaksud adalah biaya yang diperhitungkan

    dari tenaga kerja petani dan anggota keluargannya. Keluarga petani adalah petani beserta isteri dan anggota lainnya yang serumah.

    Menurut Badan Pusat Statistik (1998) pendapatan dan penerimaan rumah tangga adalah seluruh pendapatan dan penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi yang terdiri atas : a). Pendapatan dari upah/gaji yang mencakup upah/gaji yang diterima seluruh anggota rumah tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh dan merupakan imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan untuk suatu perusahaan /majikan/instansi tersebut baik uang maupun barang dan jasa. b). Pendapatan dari usaha seluruh anggota rumah tangga yang berupa pendapatan kotor yaitu selisih jual barang dan jasa yang diproduksi dengan biaya produksinya.

  • c). Pendapatan lainnya yaitu pendapatan diluar gaji/upah yang menyangkut usaha lain dari: 1) Perkiraan sewa rumah milik sendiri, 2) bunga, deviden, royalti, paten, sewa/kontrak, lahan, rumah, gedung, bangunan dan peralatan. Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari lebih dari satu pendapatan.

    Sumber pendapatan yang beragam tersebut dapat terjadi karena anggota rumah tangga yang bekerja melakukan lebih dari satu pekerjaan atau masing-masing anggota rumah tangga mempunyai kegiatan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Kumpulan pendapatan dari berbagai sumber pendapatan tersebut

    merupakan total pendapatan rumah tangga (BPS 2002). Pendapatan rumah tangga dalam penelitian ini berasal dari pendapatan usaha perikanan (budidaya ikan) dan pendapatan dari usaha non perikanan. Menurut penelitian Meilani (2003), pendapatan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Petir sebagian besar diperoleh dari usaha non perikanan. Hal ini disebabkan karena hasil penjualan produk perikanan yang didapatkan hanya cukup untuk menutupi biaya operasional, sedangkan keuntungan tidak selalu ada.

    2.3 Pengeluaran Rumah Tangga Menurut Badan Pusat Statistik (2001), pengeluaran rumah tangga merupakan indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari

    pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran bukan makanan. Pengeluaran tersebut dapat dirincikan sebagi berikut : 1). Konsumsi makanan, terdiri dari kelompok padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan,

    minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbu, tembakau dan sirih. 2). Konsumsi untuk barang bukan makanan, terdiri dari perumahan dan fasilitas rumah tangga, aneka barang dan jasa, biaya pendidikan, biaya kesehatan, barang tahan lama, keperluan pesta dan upacara. Tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat diukur melalui besarnya konsumsi/pengeluaran yang dikeluarkan oleh rumah tangga yang bersangkutan.

    Semakin besar konsumsi/pengeluaran rumah tangga, terutama porsi untuk bukan

  • makanan, maka tingkat kesejahteraan rumah tangga yang bersangkutan semakin baik (BPS 2001).

    Badan Pusat Statistik (1997) mengemukakan bahwa tingkat kehidupan masyarakat dapat dilihat dari pola pengeluaran rumah tangga khususnya untuk

    negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Pengeluaran untuk makanan masih merupakan bagian terbesar dari pengeluaran tersebut lebih besar 50% dari jumlah seluruh pengeluaran di daerah yang maju ekonominya. Pengeluaran untuk barang dan jasa di luar makanan merupakan bagian terbesar dari pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran tersebut mencakup pengeluaran untuk perawatan, kesehatan, peningkatan pendidikan, rekreasi, olah raga dan sebagainya.

    Pengeluaran dengan contoh yang cukup besar bagi keluarga yang memiliki anak usia sekolah adalah uang jajan. Sumber pengeluaran rumah tangga dalam penelitian ini berasal dari pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk non makanan. Pengeluaran per kapita per bulan adalah hasil bagi antara total pengeluaran rumah tangga selama sebulan dengan jumlah anggota rumah tangga. Berdasarkan penelitian Alfiyah (2002), pengeluaran per kapita per bulan yang terkecil sebesar Rp 63.000,00 dan pengeluaran per kapita per bulan yang terbesar Rp 130.583,33. Rata-rata besarnya pengeluaran per kapita per bulan keluarga petani ikan hias

    adalah sebesar Rp 91.742,41.

    2.4 Kemiskinan Menurut Badan Pusat Statistik (2002), kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) minimum baik untuk makanan maupun untuk bukan makanan. Kemiskinan

    disebabkan oleh terbatasnya sumberdaya yang dimiliki atau dimanfaatkan oleh keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Keterbatasan itu berkaitan erat

    dengan rendahnya tingkat pendidikan. Kemiskinan adalah suatu tingkat kehidupan yang berada dibawah standar

    kehidupan minimum yang ditetapkan berdasarkan atas kebutuhan beras dan kebutuhan gizi (Sajogyo 1977). Kemiskinan memiliki dimensi yang luas. Secara umum, kemiskinan dibagi menjadi dua yaitu, kemiskinan kebudayaan dan

  • kemiskinan struktural. Kebudayaan melihat kemiskinan seperti malas, apatis, kurang berjiwa wiraswasta sebagai penyebab seseorang miskin. Kemiskinan struktural menilai bahwa struktur sosial yang tidak adil, korup, paternalistik sebagai penyebab kemiskinan (BPS 2002).

    Garis kemiskinan adalah besarnya nilai pengeluaran (dalam rupiah) untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum baik untuk makanan dan bukan makanan. Nilai garis kemiskinan mengacu pada kebutuhan minimum 2.100 kilo kalori per kapita per hari ditambah dengan kebutuhan dasar seseorang yang meliputi

    kebutuhan dasar untuk pangan, sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan rumah tangga dan individu-individu yang mendasar lainnya (BPS 2002).

    Berdasarkan SUSENAS (2002), garis kemiskinan rata-rata untuk pedesaan sekitar Rp 114.000,00 per kapita per bulan. Nilai garis kemiskinan dihitung berdasarkan nilai akumulasi inflasi selama 3 tahun, yaitu sebesar 6% per tahun. Setelah diperhitungkan maka didapat nilai garis kemiskinan baru yaitu sebesar Rp 135.00,00 per kapita per bulan.

    Konsep garis kemiskinan menurut Sajogyo (1977) berdasarkan konsumsi beras setempat pada tahun tersebut. Tingkatan kemiskinan untuk daerah pedesaan adalah sebagai berikut: 1. Tidak miskin, yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih tinggi dari

    nilai tukar 320 kg beras. 2. Miskin, yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun setara dengan 240 kg

    beras sampai 320 kg beras. 3. Miskin sekali, yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun setara dengan 180 kg beras sampai 239 kg beras. 4. Paling miskin, yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari

    nilai tukar 180 kg beras. Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah, Direktorat Jenderal Agraria diacu

    dalam Hardjanto (1996), mengklasifikasikan tingkat kemiskinan berdasarkan nilai konsumsi total sembilan bahan pokok dalam setahun yang dinilai dengan harga setempat. Kebutuhan hidup minimum yang dipergunakan sebagai tolak ukur yaitu 100 kg beras, 15 kg ikan asin, 6 kg gula pasir, 6 kg minyak goreng, 9 kilo gram garam, 60 liter minyak tanah, 20 batang sabun, 4 meter tekstil kasar

  • dan 2 meter batik kasar. Besarnya standar kebutuhan hidup minimum per kapita per tahun dijadikan sebagai batas garis kemiskinan. Tingkat kemiskinan tersebut dibagi dalam beberapa kategori sebagai berikut : 1. Tidak miskin, apabila pendapatan per kapita per tahun lebih besar dari 200%

    dari nilai total sembilan bahan pokok dalam setahun. 2. Hampir Miskin, apabila pendapatan per kapita per tahun antara 126%-200% dari nilai total sembilan bahan pokok dalam setahun. 3. Miskin, apabila pendapatan per kapita per tahun antara 75%-125% dari nilai total sembilan bahan pokok dalam setahun. 4. Miskin sekali, apabila pendapatan per kapita per tahun dibawah 75% dari nilai total sembilan bahan pokok dalam setahun. Kriteria kemiskinan dari Direktorat Tata Guna Tanah dan dari Sajogyo digunakan untuk melihat tingkat kemiskinan dalam penelitian ini. Hasil penelitian tentang tingkat kemiskinan yang pernah dilakukan di wilayah Kabupaten Bogor, yaitu di Desa Petir dan di Kecamatan Ciampea. Pembudidaya ikan di Desa Petir semuanya tergolong tidak miskin (Meilani 2003), sedangkan di Kecamatan Ciampea, pembudidaya ikan hias air tawar tergolong miskin sebesar 50% dan tidak miskin sebesar 50% (Alfiyah 2002).

    2.5 Kesejahteraan Menurut Sawidak (1985), kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, namun tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut. Konsumsi sendiri pada hakekatnya bukan

    hanya sesuatu yang mengeluarkan biaya, karena dalam beberapa hal konsumsipun dapat dilakukan tanpa menimbulkan biaya bagi konsumennya.

    Undang-Undang No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup baik spiritual maupun material yang layak,

  • bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.

    Badan Pusat Statistik (2001) juga menyatakan bahwa suatu rumah tangga dapat dikatakan sejahtera apabila : 1). Seluruh kebutuhan jasmani dan rohani dari rumah tangga tersebut dapat dipenuhi sesuai dengan tingkat hidup masing-masing rumah tangga itu sendiri. 2). Mampu menyediakan sarana untuk mengembangkan hidup sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat dilihat dengan jelas melalui besarnya pendapatan yang diterima oleh rumah tangga yang

    bersangkutan. Mengingat data pendapatan yang akurat sulit diperoleh, maka pendekatan yang sering digunakan adalah melalui pendekatan pengeluaran rumah tangga. Pengeluaran rata-rata per kapita sebulan adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumah tangga selama sebulan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga. Determinan utama dari tingkat kesejaheraan ekonomi penduduk adalah daya beli. Apabila daya beli menurun maka kemampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup menurun sehingga tingkat kesejahteraanpun menurun (BPS 2000). Tahapan keluarga sejahtera menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2002) terdiri atas 5 tahap, yaitu : 1). Keluarga Pra Sejahtera (PS), yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan melaksanakan agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan. 2). Keluarga Sejahtera Tahap I, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan

    kebutuhan sosial psikogisnya (socio psycological) seperti kebutuhan pendidikan, Keluarga Berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan

    lingkungan tempat tinggal dan transportasi 3). Keluarga Sejahtera Tahap II, yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi

    keseluruhan kebutuhan perkembangannya (development needs) seperti

  • kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. 4). Keluarga Sejahtera Tahap III, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangannya namun belum dapat memberikan sumbangan

    (kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat, seperti secara teratur (waktu tertentu) memberikan sumbangan dalam bentuk material dan keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan serta berperan serta secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan serta berperan serta secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan-yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan dan sebagainya.

    5). Keluarga Sejahtera Tahap III Plus, yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis maupun yang bersifat pengembangan serta telah dapat pula memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat. Aspek keluarga sejahtera dikumpulkan menjadi 13 variabel yang meliputi 23 indikator sesuai dengan pemikiran para pakar sosiologi yang menyatakan

    bahwa membangun keluarga sejahtera hendaknya dimulai dengan mengetahui faktor-faktor dominan yang menjadi hambatan setiap keluarga yang terdiri dari kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis, kebutuhan pengembangan dan

    kebutuhan kontribusi bagi masyarakat (Melvariani 2003). Aspek keluarga sejahtera terdiri dari variabel : 1. Agama

    2. Pangan

    3. Sandang 4. Papan

    5. Kesehatan 6. Pendidikan 7. Keluarga Berencana

    8. Tabungan 9. Interaksi dalam keluarga 10. Interaksi dalam lingkungan

    11. Informasi

  • 12. Transportasi

    13. Peranan dalam masyarakat

    Aspek keluarga sejahtera ini dibagi ke dalam indikator-indikator untuk menentukan tahapan keluarga sejahtera sebagai berikut : - Keluarga Sejahtera I 1. Melaksanakan ibadah 2. Makan dua kali atau lebih sehari *) 3. Memiliki pakaian berbeda untuk aktivitas berbeda *) 4. Bagian terluar lantai bukan terbuat dari tanah *) - Keluarga sejahtera II 1. Ibadah teratur 2. Daging/ikan/telur 1x seminggu *) 3. Satu stel pakaian baru per tahun *) 4. Luas lantai 8 m2/ jiwa *) 5. Sehat 3 bulan terakhir 6. Punya penghasilan tetap 7. Usia 10-60 tahun bisa baca tulis huruf latin 8. Usia 6-15 tahun bersekolah *) 9. Anak > 2 ber KB - Keluarga Sejahtera III 1. Meningkatkan pengetahuan agama

    2. Memiliki tabungan keluarga

    3. Makan bersama sambil berkomunikasi 4. Mengikuti kegiatan masyarakat

    5. Rekreasi bersama 6 bulan sekali 6. Memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, majalah 7. Menggunakan sarana transportasi

    - Keluarga Sejahtera III Plus 1. Memberikan sumbangan materi secara teratur 2. Aktif sebagai pengurus organisaasi kemasyarakatan Catatan *) : Bisa disebabkan karena alasan ekonomi maupun bukan ekonomi

  • Keterkaitan antara konsep kesejahteraan dan konsep kebutuhan adalah dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut, maka seseorang dapat dinilai

    sejahtera. Tingkat kebutuhan tersebut secara tidak langsung sejalan dengan indikator kesejahteraan. Menurut Badan Pusat Statistik (2003) tingkat kesejahteraan menyangkut segi-segi kesejahteraan yang dapat diukur (measurable welfare). Indikator-indikator kesejahteraan yang digunakan Badan Pusat Satistik dalam SUSENAS 2003 yang dimodifikasi. Indikator-indikator tersebut adalah : 1). Pendapatan rumah tangga 2). Konsumsi/pengeluaran rumah tangga 3). Keadaan tempat tinggal 4). Fasilitas tempat tinggal 5). Kesehatan anggota rumah tangga 6). Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dan medis 7). Kemudahan memasukkan anak ke suatu jenjang pendidikan 8). Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi 9). Kehidupan beragama 10). Perasaan aman dari tindak kejahatan 11). Kemudahan dalam melakukan olahraga. Meilani (2003) menyebutkan bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Petir menurut 11 indikator kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik (2003) termasuk dalam kategori kesejahteraan tinggi (96,67%) dan kesejahteraan sedang (3,33%). Hasil penelitian Alfiyah (2002) menyebutkan bahwa berdasarkan indikator kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik (2003), tingkat kesejahteraan keluarga petani ikan hias air tawar di Kecamatan Ciampea sebanyak 72,5% responden tergolong tingkat kesejahteraan tinggi dan sebanyak 27,5% responden tergolong tingkat kesejateraan sedang. Pengukuran tingkat kesejahteraan dalam penelitian ini menggunakan indikator kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik dalam SUSENAS 2003 dan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional 2002.

  • III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI

    Pembudidaya ikan biasanya menghadapi masalah dalam hal permodalan

    dan ketersediaan sarana dan prasarana, sehingga dukungan dan perhatian dari pemerintah daerah setempat sangat diharapkan guna kelangsungan usaha

    perikanan di Desa Bojong Jengkol. Kelangsungan suatu usaha perikanan sangat terkait dengan penerimaan usaha dari bidang perikanan tersebut. Penerimaan usaha merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan. Kesejahteraan menjadi hal yang sangat penting karena sangat berpengaruh terhadap produksi perikanan. Kesejahteraan merupakan sesuatu yang bersifat subyektif karena bila seseorang dikatakan sejahtera belum tentu menurut orang lain sejahtera. Keadaan rumah tangga dalam penelitian ini dipengaruhi oleh dua aspek,

    yaitu karakteristik pembudidaya ikan (umur, jumlah anggota rumah tangga, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, jenis usaha, sifat usaha dan luas lahan) dan lingkungan (sarana prasarana transportasi, sarana prasarana kesehatan, sarana prasarana ekonomi, sarana prasarana pendidikan, sarana prasarana peribadatan,

    dan sarana prasarana keamanan). Keadaan rumah tangga mempengaruhi usaha perikanan maupun usaha non perikanan. Jenis usaha yang dilakukan oleh

    pembudidaya ikan, baik usaha perikanan maupun usaha non perikanan akan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi (kesehatan, pendidikan, agama dan kemanan) rumah tangga pembudidaya ikan itu sendiri. Kondisi sosial ekonomi rumah tangga berpengaruh terhadap besarnya tingkat pendapatan dan tingkat

    pengeluaran rumah tangga, semua aspek ini terangkum dalam indikator kesejahteraan dari Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2002) dan dari Badan Pusat Statistik (BPS 2003) untuk mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol. Secara rinci, kerangka pendekatan studi ini dapat dilihat pada Gambar 1.

  • Keterangan : = Ruang lingkup penelitian Gambar 1. Kerangka Pendekatan Studi

    Usaha Perikanan Budidaya

    Usaha Non Perikanan Budidaya

    Lingkungan

    - Prasarana dan sarana transportasi - Prasarana dan sarana kesehatan - Prasarana dan sarana ekonomi - Prasarana dan sarana pendidikan - Prasarana dan sarana peribadatan - Prasarana dan sarana keamanan -

    -

    -

    -

    Kondisi Sosial Ekonomi

    - Kesehatan - Pendidian - Agama - Keamanan

    Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga

    Indikator dari BPS 2003

    Indikator dari BKKBN 2002

    Karakteristik Pembudidaya Ikan

    - Umur - Jumlah anggota rumah tangga - Tingkat pendidikan - Pengalaman usaha - Sifat usaha - Jenis usaha - Luas lahan

  • IV. METODOLOGI

    4.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan pada seluruh rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong jengkol dengan pendekatan sensus, yaitu sampel diambil secara keseluruhan dari populasi (Jalil 1997). Populasi adalah semua individu yang menjadi sumber pengambilan sampel atau sekumpulan kasus yang dipilih memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian (Mandalis 2004). Jumlah populasi rumah tangga pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol sebanyak 29 rumah tangga.

    4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data kualitatif dan dan data kuantitatif.

    Data kualitatif adalah data deskriptif berupa kata-kata lisan atau tulisan dari manusia tentang perilaku manusia yang diamati (Faisal 2001). Data kualitatif dibagi ke dalam dua kategori, yaitu : 1). Hasil pengamatan deskripsi rinci mengenai situasi, peristiwa dan perilaku yang bisa diamati secara langsung dari

    pernyataan orang-orang dari pengalaman, sikap, pandangan, pemikiran dan keyakinan 2). Bahan tertulis hasil dari petikan dokumen, surat menyurat, rekaman dan sejarah. Data kuantitatif adalah data yang berupa nilai dan angka disajikan dalam bentuk ringkas. Data kualitatif dalam penelitian ini adalah data pembudidaya ikan di Kecamatan Ciampea, kondisi umum daerah penelitian dan kondisi sarana prasarana. Sedangkan data kuantitatif dalam penelitian ini adalah

    data kependudukan di Kecamatan Ciampea dan data kependudukan di tempat penelitian, yaitu Desa Bojong Jengkol. Data kuntitatif ini berupa jumlah penduduk menurut jenis kelamin, jumlah penduduk menurut umur, jumlah penduduk menurut mata pencaharian dan jumlah penduduk menurut pendidikan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer mencakup tentang keadaan sosial pembudidaya ikan yang mencakup bidang pendidikan, kesehatan, kehidupan beragama dan keamanan. Data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung dengan

    pembudidaya ikan, Kepala UPTD (Unit Pelaksanan Tekhnis Daerah) Peternakan

  • dan Perikanan Kecamatan Ciampea, penyuluh lapang dan informan lainnya di Desa Bojong Jengkol. Wawancara yang dilakukan berpedoman pada kuisioner. Data sekunder merupakan data penunjang yang diperoleh meliputi data keadaan umum daerah penelitian. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti

    laporan, arsip atau dokumen serta laporan tahunan dari instansi yang terkait, seperti Kantor Kecamatan Ciampea, Kelurahan Desa Bojong Jengkol, Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, UPTD Peternakan dan Perikanan Kecamatan Ciampea, Badan Pusat Statistik dan lainnya.

    4.3 Metode Analisis Data Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data dalam bentuk yang dapat lebih dipahami. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif setelah melalui proses editing, coding dan tabulating. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

    4.3.1. Analisis Pendapatan Usaha Budidaya Pendapatan usaha budidaya diperoleh dari selisih antara total penerimaan usaha dengan total biaya produksi dalam satu tahun. Analisis pendapatan dirumuskan sbagai berikut :

    pi = TR TC

    Dimana : pi = Pendapatan Usaha

    TR = Total Revenue (penerimaan) TC = Total Cost (biaya)

    4.3.2. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan rumah tangga dihitung dengan menggunakan rumus :

    Rt = Rp + Rnp

    Dimana : Rt = Total pendapatan rumah tangga Rp = Pendapatan dari usaha perikanan Rnp = Pendapatan dari usaha non perikanan

  • 4.3.3. Analisis Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran Tangga yang dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan untuk

    kebutuhan hidup dalam jangka waktu satu tahun yang terdiri dari pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk bukan makanan. Total pengeluaran rumah

    tangga dapat dirumuskan sebagai berikut : Ct = C1 + C2 Dimana : Ct = Total pengeluaran rumah tangga C1 = Pengeluaran untuk makanan

    C2 = Pengeluaran untuk non makanan

    4.3.4. Pengukuran Tingkat Kesejahteraan Badan Pusat Statistik mengukur tingkat kesejahteraan rumah tangga dalam SUSENAS (2003) yang dimodifikasi berdasarkan 11 indikator antara lain: pendapatan (Direktorat Tata Guna Tanah), pengeluaran (Sajogyo), keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota rumah tangga,

    kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke

    suatu jenjang pendidikan, kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi, kehidupan beragama, rasa aman dari tindak kejahatan dan kemudahan dalam melakukan olah raga (Lampiran 2). Skor tingkat klasifikasi pada sebelas indikator kesejahteraan tersebut ditentukan berdasarkan pedoman penentuan skor dari Badan Pusat Statistik (1994) yang sudah dimodifikasi dengan menggunakan kriteria kemiskinan Sajogyo dan Direktorat Jenderal Tata Guna Tanah. Pengukuran tingkat kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik (2003) diklasifikasikan dengan cara mengurangkan jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah, kemudian hasilnya dibagi dengan jumlah klasifikasi tingkat kesejahteraan sebanyak tiga klasifikasi. Jumlah skor tertinggi dari sebelas indikator kesejahteraan adalah 35 dikurangi 11 dibagi 3 sama dengan 8 sehingga dapat diperoleh hasil kelompok tingkat kesejahteraan sebagai berikut : 1. Tingkat kesejahteraan tinggi, jika mencapai skor = 27-35 2. Tingkat kesejahteraan sedang, jika mencapai skor = 19-26 3. Tingkat kesejahteraan rendah, jika mencapai skor = 11-18

  • Pengukuran tingkat kesejahteraan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2002 meliputi 13 aspek, yaitu agama, pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, Keluarga Berencana, tabungan, interaksi dalam keluarga, interaksi dalam lingkungan, informasi, transportasi dan

    peranan dalam masyarakat. Ketiga belas aspek tersebut dibagi lagi menjadi 23 indikator.

    Pengukuran kesejahteraan rumah tangga yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan indikator kesejahteraan dari Badan Pusat Statistik (BPS 2003) dan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2002).

    4.3.5. Hubungan antara Karakteristik Pembudidaya Ikan dengan Tingkat Kesejahteraan

    1. Uji Tau-Kendal Pengujian terhadap ada tidaknya hubungan antara variabel tingkat kesejahteraan dengan karakteristik pembudidaya ikan yang terdiri dari umur, jumlah anggota rumah tangga, pengalaman usaha dan tingkat pendidikan dilakukan dengan menggunakan Uji Tau-Kendal. Karakteristik pembudidaya ikan dinyatakan dengan variabel X dan tingkat kesejahteraan dinyatakan dengan variabel Y. Karakteristik tersebut antara lain : umur (X1), jumlah anggota rumah tangga (X2), pengalaman usaha (X3) dan tingkat pendidikan (X4). Langkah yang ditempuh dalam Uji Tau-Kendal menurut Wijaya (2000) adalah sebagai berikut : 1. Variabel X dan Y masing-masing diranking, yaitu Rxi dan Ryi. Apabila terdapat nilai pengamatan yang sama, rankingnya adalah rata-ratanya.

    2. Ranking variabel X yaitu Rxi diurutkan dari terkecil sampai terbesar, sedangkan ranking variabel Y yaitu Ryi mengikutinya.

    3. Berdasarakan Ryi, ditentukan banyaknya rank yang lebih besar dan lebih kecil untuk setiap Ryi.

    4. Tentukan selisih (S) dari banyaknya rank lebih besar dengan banyaknya rank lebih kecil untuk setiap Ryi.

  • 5. Statistik yang digunakan adalah :

    )1(2/1 +=

    nn

    S

    Dimana : = Koreksi Tau-Kendal

    S = Selisih rank n = Jumlah data Apabila banyak terdapat nilai pengamatan yang sama, maka perlu faktor koreksi, sehingga rumus diatas menjadi :

    ( ) TynnTxnnS

    =

    )1(211

    21

    Dimana : Tx = )1(21

    tt dan Ty = )1(2

    1tt

    6. Pengujian terhadap koefisien korelasi ranking Tau-Kendal menggunakan pendekatan statistik uji z, yaitu :

    nn

    nZ

    99104

    2

    +=

    Hipotesa pengujiannya adalah sebagai berikut : Ho : Tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kesejahteraan dengan karakteristik pembudidaya ikan. H1 : Terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kesejahteraan dengan karakteristik pembudidaya ikan.

    Keputusan pengujiannya sebagai berikut : 1). Jika probabilitas > (0,1) maka terima Ho, artinya tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kesejahteraan dengan karakteristik pembudidaya ikan.

    2). Jika probabilitas < (0,1) maka tolak Ho, artinya terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kesejahteraan dengan karakteristik pembudidaya ikan.

  • 2. Uji Khi-Kuadrat (Chi-Square) Uji Khi-Kuadrat (Chi-square) digunakan untuk menguji ada tidaknya hubungan antara karakteristik pembudidaya ikan (jenis usaha, sifat usaha dan luas lahan) dengan tingkat kesejahteraan. Tingkat kesejahteraan dinyatakan dengan variabel Y, dibagi menjadi 3 klasifikasi yaitu tinggi, sedang dan rendah. Sedangkan karakteristik pembudidaya ikan dinyatakan dengan variabel X (X5, X6 dan X7). Rumus Chi-Square menurut Siegel (1990) adalah sebagai berikut :

    = =

    =

    r

    i

    k

    j ij

    ijij

    EEO

    1 1

    22 )(

    Dimana : Oij = Jumlah observasi untuk kasus-kasus yang dikategorikan dalam

    baris ke-i pada kolom ke-j Eij = Banyak kasus yang diharapkan di bawah Ho untuk dikategorikan

    dalam baris ke-i pada kolom ke-j db = (r-1)(k-1) ; r = banyak baris dan k = banyak kolom Nilai 2 tabel dapat diperoleh dari tabel 2

    Hipotesa pengujiannya adalah sebagai berikut : Ho : Tidak terdapat hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan karakteristik pembudidaya ikan.

    H1 : Terdapat hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan karakteristik pembudidaya ikan. Keputusan pengujiannya sebagai berikut : 1). Jika 2 hit < 2 tabel maka terima Ho, artinya tidak terdapat hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan berbagai macam karakteristik pembudidaya ikan.

    2). Jika 2 hit > 2 tabel maka tolak Ho, artinya terdapat hubungan antara tingkat kesejahteraan dengan berbagai macam karakteristik pembudidaya ikan.

  • 4.4 Batasan dan Pengukuran 1. Pembudidaya ikan adalah orang yang bekerja melakukan kegiatan usaha budidaya ikan. Pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol melakukan usaha pembenihan, usaha pembesaran atau melakukan kedua usaha secara

    bersamaan. 2. Rumah tangga adalah kelompok orang yang mendiami sebagian atau keseluruhan bangunan dimana biasanya anggota rumah tangga tinggal di rumah tersebut dan makan dari satu dapur. Anggota rumah tangga adalah

    semua orang yang tinggal di suatu rumah (Badan Pusat statistik 2000). 3. Karakteristik pembudidaya ikan adalah ciri, sifat atau faktor personal yang

    melekat pada seseorang. Karakteristik yang diamati untuk pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol adalah umur, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, jumlah anggota rumah tangga, jenis usaha, sifat usaha dan luas lahan. 4. Umur adalah usia pembudidaya ikan yang dihitung dalam tahunan dan diukur berdasarkan pada hari lahir terdekat. Umur diurutkan dari yang termuda sampai yang tertua.

    5. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang ditempuh oleh pembudidaya ikan dengan kategori SD atau sederajat, SMP atau sederajat, dan SMA atau sederajat. 6. Pengalaman usaha adalah lamanya waktu pembudidaya ikan melakukan usaha budidaya ikan (diukur dalam tahun). Pengalaman usaha diurutkan dari yang terendah sampai yang terbesar. 7. Jumlah anggota rumah tangga adalah jumlah keseluruhan yang mendiami suatu Rumah. Satuan pengukurannya adalah orang. Jumlah anggota rumah tangga diurutkan dari yang paling sedikit anggotanya sampai yang paling banyak

    anggotanya.

    8. Sifat usaha adalah curahan waktu atau besarnya waktu yang diberikan oleh

    pembudidaya ikan dalam melakukan usaha budidaya ikan. Sifat usaha digolongkan menjadi utama dan sampingan.

  • 9. Jenis usaha adalah jenis usaha budidaya ikan yang dilakukan oleh pembudidaya ikan. Jenis usaha dibedakan menjadi pembenihan, pembesaran ataupun melakukan kedua usaha secara bersama-sama (pembenihan dan pembesaran). 10. Luas lahan adalah besarnya lahan yang digarap atau dikelola pembudidaya ikan untuk digunakan sebagai tempat membudidayakan ikan. Luas lahan dibedakan menjadi sempit (100m2) (BPS 2003). 11. Tingkat kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dihitung berdasarkan SUSENAS 2003 diukur berdasarkan 11 indikator. Masing-

    masing indikator tersebut diberi skor yang kemudian dibagi menjadi tiga klasifikasi. Klasifikasi ditentukan dengan cara mengurangkan nilai tertinggi dengan nilai terendah. Klasifikasi tersebut dibedakan menjadi tiga, yaitu kesejahteraan tinggi (27-35), kesejahteraan sedang (19-26) dan kesejahteraan rendah (11-18). 11. Tingkat kesejahteraan menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2002) diukur secara kualitatif berdasarkan 13 variabel keluarga sejahtera. Tahapan keluarga sejahtera dibagi menjadi : keluarga sejahtera tahap 1 (KS I), keluarga sejahtera tahap dua (KS II), keluarga sejahtera tahap 3 (KS III) dan keluarga sejahtera tahap tiga plus (KS III Plus).

    4.5 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakkukan di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan selama satu bulan, yaitu dari tanggal 20 Juni 2005 sampai tanggal 20 Juli 2005.

  • V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Keadaan Umum Daerah 5.1.1 Letak Geografis Desa Bojong Jengkol merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki wilayah seluas 212 Ha, dengan ketinggian 600 meter diatas permukaan laut. Dari sisi administrasi pemerintahan, Desa Bojong Jengkol memiliki 8 Rukun Warga (RW), 27 Rukun Tetangga (RT) dan 12 Dusun atau Kampung. Kampung tersebut yaitu : 1). Kampung Cinangneng, 2). Kampung Baru, 3). Kampung Salak, 4). Kampung Bubulak, 5). Kampung Kondang, 6). Kampung Bojong Jengkol, 7). Kampung Petir, 8). Kampung Poncol, 9). Kampung Bojong Jengkol Duren, 10). Kampung Cikiray, 11). Kampung Bengle, dan 12). Kampung Sukabetah (Lampiran 1).

    Batas wilayah Desa Bojong Jengkol adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Benteng Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Cihideung Udik Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Cinangka

    Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Tegal Waru Jarak Kantor Desa ke Ibu Kota Kecamatan, Ibu Kota Kabupaten, Ibu Kota

    Propinsi Jawa Barat dan ke Ibu Kota Negara adalah sebagai berikut : Jarak ke Ibu Kota Kecamatan : 2 Km Jarak ke Ibu Kota Kabupaten : 42 Km Jarak ke Ibu Kota Propinsi Jawa Barat : 129 Km Jarak ke Ibu Kota Negara : 54 Km Pemanfaatan tanah di Desa Bojong Jengkol yang terbesar adalah untuk sawah, seluas 127,2 Ha (60%). Perumahan atau pemukiman menempati urutan kedua, yaitu seluas 59,108 Ha (27,88%). Usaha budidaya perikanan di Desa Bojong Jengkol sebagian besar dilakukan di sawah dan di pekarangan rumah. Perkantoran menempati urutan terakhir seluas 0,042 Ha (0,02%) pemanfaatan lahan di Desa Bojong Jengkol (Tabel 5).

  • Tabel 5. Pemanfaatan Lahan atau Penggunaan Tanah di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004

    No Jenis Pemanfaatan Lahan Persentase (%)

    Luas (Ha)

    1 Perumahan/pemukiman dan pekarangan 27,88 59,11 2 Sawah 60,00 127,20 3 Ladah/huma 10,00 21,20 4 Jalan 1,35 2,87 5 Pemakaman/kuburan 0,05 0,12 6 Perkantoran 0,02 0,04 7 Lapangan olah raga 0,15 0,32 8 Tanah/bangunan pendidikan 0,38 0,82 9 Tanah/bangunan peribadatan 0,15 0,34

    Jumlah 100,00 212,00 Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004

    5.1.2 Kependudukan Jumlah penduduk Desa Bojong Jengkol pada akhir Desamber 2004 tercatat 8.357 jiwa atau 2.066 kepala keluarga, terdiri dari laki-laki sebanyak 4.309 jiwa (51,56%) dan perempuan sebanyak 4.048 jiwa (48,44%). Rasio jenis kelamin (RJK) adalah perbandingan jumlah laki-laki per 100 orang perempuan. Nilai RJK terkecil terdapat pada kelompok umur 0-4 tahun, yaitu terdapat 81

    orang laki-laki per 100 orang perempuan. Pada kelompok umur 10-14 tahun dan kelompok umur 30-34 tahun, terdapat nilai RJK yang terbesar. Nilai RJK yang terbesar, yaitu terdapat 115 orang laki-laki per 100 orang perempuan. Kepadatan penduduk Desa Bojong Jengkol bila dihubungkan dengan luas wilayah adalah sebesar 3.932 jiwa per Km2. Jumlah penduduk menurut struktur umur selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6.

  • Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Struktur Umur di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004

    Jumlah (orang) Jumlah (orang)

    Rasio Jenis

    Kelamin (RJK) Kelompok Umur

    (tahun) Laki-laki Perempuan

    0 - 4 312 387 699 81

    5 - 9 365 415 780 88

    10 - 14 401 348 749 115

    15 - 19 373 396 769 94

    20 - 24 435 462 897 94

    25 - 29 376 334 710 113

    30 - 34 346 301 647 115

    35 - 39 284 295 579 96

    40 1.251 1.276 2.527 98

    Jumlah 4.309 4.048 8.357 106

    Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004

    Penduduk Desa Bojong Jengkol bila dilihat dari agama yang dianutnya, sebagian besar beragama Islam, yaitu sebanyak 8.348 jiwa (99,89%). Keadaan penduduk berdasarkan agama yang dianutnya dapat dilihat pada Tabel 7.

    Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004

    No Agama Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Islam 8.348 99,89 2 Katolik 9 0,11

    Jumlah 8.357 100,00 Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004

    Penduduk Desa Bojong Jengkol paling banyak bermata pencaharian sebagai petani, yaitu sebanyak 1.197 orang (45%), Jumlah penduduk yang paling sedikit bermata pencaharian sebagai pensiunan, TNI/POLRI, tengkulak dan bengkel, masing-masing sebanyak 5 orang (0,19%) (Tabel 8).

  • Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004

    No Jenis pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Petani 1.197 45,00 2 Pedagang 798 30,00 3 Pegawai Negeri Sipil 133 5,00 4 TNI/POLRI 5 0,19 5 Pensiunan/Purnawirawan 5 0,19 6 Pegawai Swasta 202 7,60 7 Buruh Pabrik 66 2,48 8 Pengrajin 25 0,94 9 Tukang Bangunan 22 0,83 10 Penjahit 35 1,32 11 Tukang Las 5 0,19 12 Tukang Ojeg 15 0,56 13 Bengkel 5 0,19 14 Sopir Angkutan 38 1,43 15 Lain-lain 109 4,10

    Jumlah 2.660 100,00 Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004

    Tingkat pendidikan di Desa Bojong Jengkol umumnya masih rendah, yaitu tamat SD atau sederajat sebanyak 2.222 orang (36,25%) dan tidak tamat SD sebanyak 1.532 orang (25%). Penduduk Desa yang berhasil menamatkan pendidikannya sampai tingkat perguruan tinggi masih sedikit, yaitu sebanyak 124 orang (2,02%).

    Tabel 9. Keadaan Penduduk Desa Bojong Jengkol Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2004

    No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang ) Persentase (%) 1 Tidak tamat SD/Sederajat 1.532 25,00 2 Tamat SD/Sederajat 2.222 36,25 3 Tamat SMP/Sederajat 1.225 19,99 4 Tamat SMA/Sederajat 919 14,99 5 Tamat Akademi 107 1,75

    6 Tamat Sarjana 92 1,50 Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004

  • 5.2 Kondisi Sarana dan Prasarana 5.2.1 Sarana dan Prasarana Transportasi Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi mempunyai peranan yang cukup penting untuk mengakses kegiatan masyarakat di setiap bidang kehidupan.

    Sarana transportasi yang terdapat di Desa Bojong Jengkol terdiri dari kendaraan umum dan kendaraan pribadi. Kendaraan umum terdiri dari angkutan umum (angkot), ojeg dan odong-odong. Keberadaan angkot terkait dengan pembentukan Kecamatan Tenjolaya yang tadinya merupakan bagian dari Kecamatan Ciampea, yang trayeknya melewati Desa Bojong Jengkol. Ojeg sangat membantu untuk menjangkau daerah yang tidak bisa dilalui oleh angkot, karena di Desa Bojong Jengkol masih banyak perkampungan yang jaraknya jauh dari jalan raya dan hanya bisa ditempuh dengan ojeg. Prasarana transportasi yang terdapat di Desa Bojong Jengkol terdiri dari jalan desa sepanjang 2,5 Km, jalan kabupaten sepanjang 3 Km, jalan aspal sepanjang 1,6 Km, jalan pengerasan sepanjang 0,88 Km, jalan tanah sepanjang 0,9 Km, jalan gang sepanjang 40,5 Km dan jembatan sebanyak 10 buah. Sarana dan prasarana transportasi yang terdapat di Desa Bojong Jengkol selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10.

    Tabel 10. Kondisi Sarana dan Prasarana Transportasi di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004

    No Jenis Sarana dan Prasarana Luas Satuan

    1 Jalan Desa 2,5 Km

    2 Jalan Kabupaten 3,0 Km

    3 Jalan Aspal 1,6 Km

    4 Jalan Pengerasan 0,8 Km

    5 Jalan Tanah 0,9 Km

    6 Jalan Gang 40,5 Km

    7 Jembatan 10,0 Buah Sumber : Monografi Desa Bojong Jegkol 2004

    5.2.2 Sarana dan Prasarana Kesehatan Salah satu aspek penting kesejahteraan adalah kualitas fisik masyarakat yang dapat dilihat dari derajat kesehatannya. Beberapa faktor yang

  • mempengaruhi kesehatan masyarakat diantaranya adalah konsumsi makanan yang bergizi, ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan serta kondisi lingkungan

    (BPS 2003). Sarana dan prasarana kesehatan yang terdapat di Desa Bojong Jengkol terdiri dari poliklinik 1 buah, posyandu 9 buah, bidan desa 1 orang, bidan praktek swasta 1 orang, dukun beranak terlatih sebanyak 4 orang dan kader posyandu sebanyak 20 orang (Tabel 11).

    Masyarakat Desa Bojong Jengkol secara umum mempunyai tingkat kesehatan yang cukup baik, penyakit yang sering diderita adalah pusing, panas, pilek dan mag. Keberhasilan dalam menekan angka kelahiran erat kaitannya

    dengan keberhasilan dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB).

    Tabel 11. Sarana dan Prasarana Kesehatan di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 No Sarana dan Prasarana Jumlah Satuan

    1 Poliklinik 1 Buah

    2 Posyandu 9 Buah

    3 Bidan desa 1 Orang

    4 Bidan praktek swasta 1 Orang

    5 Dukun beranak terlatih 4 Orang

    6 Kader posyandu 20 Orang Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004

    Pelaksanaan KB di Desa Bojong Jengkol dilakukan melalui puskesmas, dokter umum maupun bidan. Jumlah akseptor aktif yang tercatat sebanyak 832 orang dari total 1.331 pasangan usia subur yang ada di Desa Bojong Jengkol. Banyaknya pasangan usia subur yang menjadi akseptor KB menunjukkan bahwa tingkat partisipasi pasangan usia subur terhadap KB sangat baik. Alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah KB jenis suntik sebanyak 471 orang (49,09%) dan KB pil sebanyak 273 orang (28,48% ).

  • Tabel 12. Jumlah Peserta KB di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004 No Alat Kontrasepsi Jumlah Akseptor (orang) Persentase (%) 1 IUD 18 3,63

    2 MOP 36 9,70

    3 MOW 16 4,29

    4 Implant 18 5,45

    5 Suntik 471 49,09

    6 Pil 273 28,48

    Jumlah 832 100,00 Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004

    5.2.3 Sarana dan Prasarana Ekonomi Maju tidaknya perekonomian suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasarana ekonomi, karena peranannya dalam

    melancarkan aktivitas ekonomi di suatu wilayah. Sarana dan prasarana perekonomian di Desa Bojong Jengkol hanya terdiri dari 81 buah kios atau toko atau warung, 5 buah toko material atau bahan bangunan dan 1 buah wartel. Pasar terdekat berjarak kurang lebih 5 km dari Kantor Kelurahan Desa Bojong Jengkol. Penduduk Desa Bojong Jengkol terutama yang tinggal jauh dari jalan raya, masih merasa kesulitan untuk berkomunikasi, karena di Desa Bojong jengkol hanya terdapat 1 buah wartel yang terdapat di Kampung Cinangneng.

    Tabel 13.Sarana dan Prasarana Perekonomian di Desa Bojong Jengkol Tahun 2004

    No Jenis fasilitas Jumlah (buah) 1 Kios/Toko/Warung 81

    2 Toko material/Bahan bangunan 5

    3 Wartel 1 Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004

    5.2.4 Sarana dan Prasarana Pendidikan Pendidikan berperan sebagai faktor kunci dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan di bidang pendidikan meliputi pembangunan pendidikan formal maupun non formal. Semakin meningkatnya

  • jumlah penduduk, maka angka partisipasi sekolah juga meningkat khususnya untuk jenjang pendidikan SD dan SMP. Peningkatan ini harus diikuti dengan meningkatnya fasilitas pendidikan terutama daya tampung ruang kelas (BPS 2003). Sarana dan prasarana pendidikan di Desa Bojong Jengkol terdiri dari Taman Kanak-kanak 1 buah, Taman Kanak-kanak Alquran 1 buah dan Sekolah Dasar Negeri 4 buah. Selain itu terdapat juga fasilitas pendidikan non formal, yaitu madrasah 3 buah, majlis taklim 8 buah dan pondok pesantren 3 buah. Fasilitas pendidikan untuk tingkat SMP dan SMA tidak terdapat di Desa Bojong Jengkol. SMP terdekat terdapat di Kecamatan Ciampea yang berjarak kurang lebih 4 km dari Desa Bojong Jengkol. Sedangkan SMA terdekat terdapat di Desa Cihideung Udik, kurang lebih berjarak 3 km dari kantor desa.

    Tabel 14. Sarana dan Prasarana Pendidikan di Desa Bojong jengkol Tahun 2004 No Sarana dan Prasarana Jumlah (buah) 1 TK 1

    2 SDN 4

    3 TK Alquran 1

    4 Madarasah/Ibtidaiyah 3

    5 Podok pesantren 3

    6 Majlis taklim 8 Sumber : Monografi Desa Bojong Jengkol 2004

    5.2.5 Sarana dan Prasarana Peribadatan Toleransi antar umat Islam di Desa Bojong Jengkol tergolong tinggi, tidak

    pernah terjadi benturan antar umat Islam. Sarana prasarana peribadatan yang terdapat di Desa Bojong Jengkol teridiri dari 10 buah masjid dan 27 buah musholla. Pengajian bapak-bapak dan pemuda-pemudi biasanya diadakan di mesjid tiap satu minggu sekali. Pengajian ibu-ibu dilaksanakan di musholla, kegiatan pengajian ini biasanya dilakukan lintas RT atau kampung.

  • 5.2.6 Sarana dan Prasarana Keamanan Kondisi ketenteraman dan ketertiban di wilayah Desa Bojong Jengkol

    secara umum tergolong aman. Gangguan keamanan yang terjadi tahun 2004 antara lain, pencurian ternak dan ikan. Sarana keamanan yang dimiliki Desa

    Bojong Jengkol adalah 19 buah pos hansip dengan jumlah hansip (pertahanan sipil) sebanyak 48 orang. Hansip memiliki kelembagaan di Pemerintah Kabupaten Bogor dengan adanya kantor Kesbang (Kesatuan Bangsa) dan Linmas (Perlindungan Masyarakat) yang mengatur keberadaan Hansip di tingkat Kabupaten Bogor. Prasarana keamanan di Desa Bojong Jengkol terdiri dari pos ronda di masing-masing RT. Ronda biasanya dilakukan hanya di awal-awal

    pembentukan saja atau hanya di bulan puasa untuk membangunkan waktu sahur.

    5.3 Keragaan Usaha Perikanan Responden 5.3.1 Usaha Perikanan Budidaya

    Usaha perikanan budidaya yang dilakukan oleh pembudidaya ikan di Desa Bojong Jengkol meliputi kegiatan pembenihan (7 orang), pembesaran (11 orang), maupun kedua-duanya sekaligus (11 orang). Pembenihan adalah usaha membiakkan induk-induk ikan, merawat telur-telur sampai menetas dan

    memelihara larva sampai menjadi benih-benih yang siap untuk di panen. Jenis ikan yang dibudidayakan pada usaha pembenihan umumnya adalah ikan patin.

    Ukuran benih ikan patin yang siap dijual berukuran 2 sampai 3 inchi dan berat berkisar antara 3,9 sampai 5,9 gram per ekor. Benih-benih tersebut biasanya dipelihara di dalam akuarium-akuarium. Usaha pembenihan membutuhkan waktu yang relatif singkat, yaitu 18 hari sampai 30 hari sampai siap dipanen.

    Pembudidaya ikan yang melakukan usaha pembenihan saja disebabkan karena menurut mereka usaha pembesaran ikan memerlukan waktu yang lama sehingga

    biaya yang dikeluarkanpun semakin besar. Pembudidaya ikan biasanya melakukan usaha pembenihan dan pembesaran

    ikan kosumsi secara bersama-sama. Jenis ikan konsumsi ini antara lain : ikan mas, ikan nila, ikan mujair, ikan tawes, ikan tambakan dan ikan bawal. Pembudidaya ikan yang melakukan usaha pembesaran saja biasanya memperoleh beni