Penyimpangan Seks Budaya

14
Penyimpangan Perilaku Seksual di Budaya Indonesia Oleh : Ismed Yusuf I. Pendahuluan Masalah kehidupan seksual tidak bisa terlepas dari kehidupan masyarakat itu sendiri. Tiap kelompok masyarakat mempunyai psikososiokultural yang berbeda satu sama lainnya, sehingga perilaku dan kehidupan seksualnya juga akan berbeda satu sama lainnya. Indonnesia yang luas dan mempunyai kelompok masyarakat yang beragam ini, perilaku seksualnyapun beragam. Pada kesempatan ini yang akan dibahas adalah perilaku seksual yang menyimpang, dalam arti berbeda dengan yang umum terjadi. Ada 3 perilaku seksual yang akan dibahas, yaitu : Perilaku Homoseksual di Ponorogo, Jawa Timur, Ritual Perilaku Seksual di Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah dan Pendidikan Perilaku Seksual di Banyumas Jawa Tengah. II. Ponorogo, Jawa Timur Ponorogo terkenal dengan kesenian Reog Ponorogo, dengan pemeran utama Warok yang membawa dadak merak dengan cara digigit dengan gigi. Dadak merak berbobot kurang lebih 40 kg, sebelum dinaiki oleh anak atau remaja. Pemain pendampingnya adalah penari kuda lumping (disebut jathilan), biasanya sepasang atau 2 pasang, diperankan oleh laki-laki

Transcript of Penyimpangan Seks Budaya

Page 1: Penyimpangan Seks Budaya

Penyimpangan Perilaku Seksualdi Budaya Indonesia

Oleh : Ismed Yusuf

I. Pendahuluan

Masalah kehidupan seksual tidak bisa terlepas dari kehidupan masyarakat itu sendiri.

Tiap kelompok masyarakat mempunyai psikososiokultural yang berbeda satu sama

lainnya, sehingga perilaku dan kehidupan seksualnya juga akan berbeda satu sama

lainnya.

Indonnesia yang luas dan mempunyai kelompok masyarakat yang beragam ini,

perilaku seksualnyapun beragam. Pada kesempatan ini yang akan dibahas adalah perilaku

seksual yang menyimpang, dalam arti berbeda dengan yang umum terjadi. Ada 3 perilaku

seksual yang akan dibahas, yaitu : Perilaku Homoseksual di Ponorogo, Jawa Timur,

Ritual Perilaku Seksual di Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah dan Pendidikan

Perilaku Seksual di Banyumas Jawa Tengah.

II. Ponorogo, Jawa Timur

Ponorogo terkenal dengan kesenian Reog Ponorogo, dengan pemeran utama

Warok yang membawa dadak merak dengan cara digigit dengan gigi. Dadak merak

berbobot kurang lebih 40 kg, sebelum dinaiki oleh anak atau remaja. Pemain

pendampingnya adalah penari kuda lumping (disebut jathilan), biasanya sepasang atau 2

pasang, diperankan oleh laki-laki anak-anak menjelang remaja. Dalam memainkan reog,

rombongan ini diiringi oleh gamelan yang tidak lengkap.

Warok dipercaya punya tenaga magik tertentu, yang bisa hilang kalau

berhubungan seksual dengan wanita. Untuk itulah para warok menyalurkan hasrat

seksualnya dengan laki-laki remaja yang berperan sebagai jathilan. Hubungan mereka

disebut GEMBLAKAN, dan partnernya disebut GEMBLAK.

Penelitian dilakukan penulis sendiri didampingi 2 orang asisten, pada tahun 1982.

Salah satu asisten adalah mahasiswa yang berasal dari daerah setempat, dan sekaligus

menjadi pengubung antara peneliti dengan masyarakat. Lokasi yang diambil adalah, Desa

Bancar, Kecamatan Bungkal, Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur. Desa tersebut

Page 2: Penyimpangan Seks Budaya

terletak 7 KM arah tenggara dari kota Ponorogo. Peneliti tinggal di desa tersebut selama

1 minggu.

Desa Bancar sudah tidak memiliki kelompok kesenian reog lagi, oleh karena

sudah tidak mampu lagi membeli dadak merak, dan tidak ada yang mampu lagi menjadi

warok. Akan tetapi di desa Bancar ada 2 perkumpulan Gemblakan.

Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dipilih 50 orang responden.

Responden terdiri atas :

- 20 orang remaja dan dewasa laki-laki yang belum menikah

- 20 orang dewasa laki-laki yang sudah menikah

- 5 orang gemblak

- 2 orang bekas gemblak

- 3 orang tokoh masyarakt.

II.A. Perilaku Homoseksual

Masyarakat Ponorogo mengenal aktivitas perilaku homoseksual antara laki-laki

dengan laki-laki, ada 3 macam :

Pertama, ondolan, yaitu aktivitas homoseksual antara laki-laki dengan laki-laki,

atas dasar suka sama suka. Siapa yang berperan sebagai perempuan dan siapa yang

berperan sebagai laki-laki, pada umumnya tergantung pada usia. Usia yang lebih tua lebih

sering berperan sebagai laki-laki, dan usia yang lebih muda lebih sering berperan sebagai

perempuan. Akan tetapi keduanya bisa saja bertukar peran.

Kedua, mairilan, yaitu aktivitas homoseksual antara laki-laki dengan laki-laki,

yang terjadi di lingkungan pesantren. Pada umumnya santri yang senior berperan sebagai

laki-laki dan santri yang yunior berperan sebagai perempuan. Pelaku yunior sering

disebut mairil.

Ketiga, gemblakan, yaitu aktivitas homoseksual antara laki-laki dengan laki-laki,

yang terorganisir sebagai lembaga kemasyarakatan dengan aturan-aturan tertentu.

Lembaga ini disebut Perkumpulan Gemblakan. Dari Perkumpulan Gemblakan ini yang

akan dikaji lebih mendalam.

Page 3: Penyimpangan Seks Budaya

II.B. Perkumpulan Gemblakan

Merupakan organisasi kelompok masyarakat, yang terdiri atas pengurus harian

dan anggota. Pengurus harian ada ketua, dan pembantu ketua. Yang unik adalah, dalam

organisasi ini, baik pengurus maupun anggotanya adalah laki-laki remaja dan dewasa

muda yang belum menikah. Mereka disebut SINOMAN. Di samping itu ada 1 orang anak

laki-laki muda, berumur 9 tahun sampai 15 tahun, yang berperan sebagai gemblak.

Tujuan utama dari organisasi ini adalah untuk kekeluargaan yang akrab (guyup).

Gemblak selalu orang dari luar Ponorogo, seperti Ngangjuk, Tulungagung,

Trenggalek, Sidoarjo, Blitar dan sebagainya. Alasannya, karena orang Ponorogo punya

prinsip, mau ”nggemblak” tetapi tidak mau jadi gemblak. Gemblak didapat dari ”mak

comblang” yang beroperasi di luar Ponorogo dan menjalankan fungsinya sesuai dengan

pesanan.

Gemblak yang baru datang, akan tinggal serumah dengan ketua, dan ketua inilah

yang melatih gemblak dalam menjalankan fungsinya sebagai partner homoseksual.

Dalam sehari-hari, gemblak seperti anak-anak lain, pagi hari akan sekolah di SD atau

SMP setempat dengan pakaian seragam sekolah. Di luar sekolah, gemblak berpenampilan

lebih rapi, berbeda dengan pakaian anak-anak yang lain, sehingga mudah dibedakan.

Pakaian terdiri dari sarung batik khas ponorogo, baju hemd atau kemeja bersih, pakai jam

tangan dan penampilan nampak lebih feminim dibandingkan dengan mereka yang

sebaya.

II.C. Milik Bersama

Setelah gemblak dianggap cukup mampu memerankan partner homoseksual,

maka gemblak digilirkan pada setiap anggota (sinoman), setiap hari. Waktu pindah

giliran adalah setelah waktu maghrib, dengan membawak rokok dari sinoman

sebelumnya yang diberikan kepada sinoman berikutnya.

Keluarga sinoman yang menerima giliran gemblak, merasa senang. Dalam sehari

gemblak diperlakukan sebagai tamu istimewa, artinya mendapatkan makanan khusus dan

tidak mendapatkan tugas-tugas rumah tangga. Dari keadaan ini dapat kita simpulkan,

gemblak sebagai milik bersama, dan tanggung jawab bersama. Sesuai dengan tujuan

Page 4: Penyimpangan Seks Budaya

organisasi untuk kebersamaan (guyup). Mereka sangat mempercayai, bahwa gemblaklah

yang menyebabkan mereka menjadi guyup.

II.D. Aktivitas Homoseksual

Laki-laki remaja dan dewasa muda sebelum menikah, dalam keluarga tidak

mempunyai kamar tidur pribadi. Mereka akan tidur di ruang tamu di atas bale-bale. Bila

anggota keluarga lebih dari satu remaja laki-laki, maka mereka juga akan tidur bersama

di tempat itu. Dengan demikian gemblak juga akan tidur bersama sinoman di tempat

tersebut. Aktivitas seksual pada umumnya dilakukan malam hari menjelang tidur malam,

setelah orang-orang tidur.

Ada satu aturan yang harus ditaati, bahwa gemblak boleh memegang kelamin

sinoman, akan tetapi sinoman tidak boleh memegang kelamin gemblak. Aktivitas dimulai

dengan saling berperlukan, berciuman dan hubungan seksual. Model yang dilakukan

adalah gemblak pada posisi terlentang di bawah, kemudian sinoman pada posisi

telungkup di atasnya. Kelamin sinoman yang sudah dalam keadaan ereksi, dijepit oleh

paha gemblak, yang sebelumnya sudah diolesi dengan minyak rambut sebagai pelicin.

Sinoman melakukan gerakan pinggul naik turun, seperti gerakan coitus klasik. Aktivitas

diakhiri setelah sinoman terjadi ejakulasi. Pada diri gemblak, bisa terjadi ereksi, bisa

sampai ejakulasi bahkan bisa tidak sama sekali. Aktivitas seksual yang lain, seperti

felatio (genital – oral) dan sodomi (genital – anal) tidak dikenal dan tidak terjadi.

Dalam melakukan aktivitas homoseksual, faktor privacy belum menjadi perhatian.

Bisa saja dalam melakukan hal tersebut, ada adik laki-laki yang satu tempat tidur, tahu

dan melihat hal tersebut, tidak menjadi masalah. Jadi, semuanya menerima dan

memaklumi.

II.E. Ritual Perkawinan

Gemblak mempunyai peranan penting dalam ritual perkawinan. Setelah

pernikahan, pengantin laki-laki dan pengantin perempuan tidak boleh tidur dalam satu

kamar. Menunggu waktu 1 pasar (lima hari). Selama itu, pengantin laki-laki tidur

bersama gemblak yang bisa lebih dari 1 orang. Gemblak berfungsi untuk mengakrabkan

pengantin laki-laki dan perempuan, agar kelak menjadi keluarga yang langgeng.

Page 5: Penyimpangan Seks Budaya

Dalam upacara temu pengantin, pihak pengantin laki-laki dapat saja membawa

beberapa gemblak, untuk dijadikan pendamping pengantin, demikian pula pihak

pengantin perempuan dapat saja menyediakan beberapa gemblak. Jumlah gemblak yang

ada dan ”kemolekan” dari gemblak, merupakan simbol status tersendiri bagi masyarakat.

Ada 2 kasus upacara perkawinan yang sempat ditemui. Satu kasus, 2 gemblak

dibawa oleh pihak pengantin laki-laki, dan 3 gemblak disediakan oleh pihak pengantin

perempuan. Satu kasus lain, hanya dengan 1 gemblak yang disediakan oleh pihak

pengantin perempuan.

Peranan gemblak dalam upacara perkawinan, selain sebagai pengapit pengantin,

juga membawa rokok yang akan dibagikan kepada para tamu. Setelah itu juga tidur

menemani pengantin laki-laki selama 5 hari. Selama itu pengantin laki-laki tetap dapat

melakukan aktivitas homoseksual dengan gemblak. Oleh karena laki-laki yang sudah

menikah tidak lagi melakukan aktivitas homoseksual dengan gemblak, dan nantinya akan

berganti dengan aktivitas heteroseksual dengan istrinya, maka sekaligus, masa 5 hari

tersebut sebagai masa perpisahan dengan gemblak.

Seorang sinoman, bila datang ke resepsi perkawinan, di dampingi gemblak,

merupakan gengsi tersendiri. Untuk itu seorang sinoman, bisa mendapatkan gemblak

pinjaman dari perkumpulan gemblakannya sendiri atau dari perkumpulan gemblakan

yang lain. Imbalannya, harus memberikan beberapa bungkus rokok. Jadi transaksi harus

dengan rokok, bukan dengan uang.

II.F. Psikososiokultural Seksual

Perkembangan psikoseksual para sinoman di Ponorogo, ada yang unik. Yaitu,

mereka mengalami polutio (mimpi basah) obyeknya bukan dengan wanita atau laki-laki,

akan tetapi dengan gemblak. Ini berarti, secara psikologis gemblak bukan sekedar laki-

laki, akan tetapi obyek seksual yang kebetulan diperankan oleh laki-laki. Hal ini berbeda

dengan psikologis laki-laki yang normal, di mana obyek mimpi basah adalah perempuan,

sedang pada laki-laki homoseksual obyeknya adalah laki-laki.

Para sinoman berpendapat, bahwa gemblakan memang cocok untuk laki-laki yang

belum menikah, sementara istri cocok untuk mereka yang sudah menikah. Mereka yang

Page 6: Penyimpangan Seks Budaya

sudah menikah tidak cocok lagi bila masih melakukan gemblakan. Tentang masturbasi,

para sinoman tidak mau mengungkapkan secara terbuka.

Para laki-laki yang sudah menikah mengatakan, bahwa waktu muda dulu mereka

juga menjadi anggota perkumpulan gemblakan dan melakukan gemblakan. Pada waktu

menikah, merekapun semua didampingi oleh gemblak. Mereka setuju dengan gemblakan,

dan menginginkan anak laki-lakinya kelak juga mengikuti perkumpulan gemblakan. Para

orang tua mengaku, kenikmatan yang didapatkan dari hubungan seksual dengan gemblak

dan dengan istri sama saja. Hanya gemblak cocok untuk mereka yang belum menikah,

sedangkan istri cocok untuk mereka yang sudah menikah.

Para ibu-ibu juga mengatakan gemblakan perlu untuk laki-laki yang belum

menikah, dan mereka juga senang anak laki-lakinya menjadi anggota perkumpulan

gemblakan. Demikian para pengantin perempuan mengaku tidak masalah dengan mereka

yang belum menikah melakukan gemblakan. Merekapun setuju saja dengan suami

mereka berkumpul dulu dengan gemblak, sebelum akhirnya mereka berdua

berumahtangga.

Sebagaimana lembaga kemasyarakatan, perkumpulan gemblakan mempunyai

pengurus harian yang bertugas mengurus kegiatan dan keperluan organisasi. Ketua

perkumpulan dipilih oleh para anggotanya, di samping faktor usia dan senioritas, juga

mampu untuk melatih dan membimbing gemblak dalam kehidupan sehari-hari. Ketua dan

pembatunya juga mengatur keuangan perkumpulan. Uang didapat dari iuran bulanan

anggota, di mana anggota mendapatkan uang dari orangtuanya, oleh karena kebanyakan

mereka belum mempunyai pekerjaan tetap.

Uang yang terkumpul, selain untuk membiayai kehidupan gemblak sehari-hari,

perkumpulan ini akan memberikan ”imbalan” kepada orang tua gemblak di desanya.

Imbalan ini dalam seekor sapi setiap tahun. Imbalan ini diberikan di muka, artinya

diberikan sebelum tahun yang dijalani. Ternyata besar dan kecilnya sapi sudah disepakati

sebelumnya oleh ketua perkumpulan dan orang tua dari gemblak tersebut.

Page 7: Penyimpangan Seks Budaya

III. Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah.

Gunung Kemukus merupakan suatu bukit di Kecamatan Sumber Lawang,

Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah. Keberadaan bukit ini sekarang sudah berada di

tengah Waduk Kedung Ombo. Apabila musim penghujan, maka akan merupakan pulau

di tengah-tengah danau, akan tetapi bila musim kemarau, maka bisa dijangkau dengan

jalan darat.

Di puncak bukit, ada makam yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat, yaitu

makam Pangeran Samodra. Oleh masyarakat yang mempercayai, makam ini sangat

keramat, dan banyak keinginan yang dikabulkan. Hari yang paling baik untuk berziarah

adalah hari Kamis Wage, malam Jum’at Kliwon.

Ritual dalam meminta berkah agar keinginan terkabul, dilakukan pada waktu itu

dan disertai dengan hubungan seksual dengan pasangan bukan istri/suami di bukit sekitar

makam tersebut.

Penelitian dilakukan pada tgl. 5 Mei 2005, yang kebetulan jatuh pada hari Kamis

Wage malam Jum’at Kliwon.

III.A. Ritual Ziarah

Sejak sore hari sudah banyak datang para peziarah baik laki-laki maupun

perempuan. Kebanyakan orang yang sudah dewasa, jarang anak-anak atau remaja. Makin

malam suasana makin ramai dan bau kemenyang makin menyengat. Ziarah ke makam

harus antri secara bergiliran, dengan lebih dulu membeli bunga untuk diberikan kepada

juru kunci, disertai uang sekedarnya. Juru kunci akan memberikan doa pada bunga yang

dibawa peziarah, kemudian diberikan kembali kepada peziarah. Peziarah dengan

membawa bunga itu untuk ditabur dalam cungkup makam sambil berdoa, apa yang

diinginkan oleh peziarah tersebut.

Dalam wawancara dengan juru kunci yang kebetulan sedang tidak melayani

peziarah, mereka mengelak pada waktu ditanyakan tentang ritual hubungan seksual

dengan pasangan bukan suami atau istri. Dikatakan bahwa itu tidak ada, hanya issue saja.

Page 8: Penyimpangan Seks Budaya

III.B. Kondisi Lapangan

Di bukit sekitar makam banyak berdiri warung-warung makan, yang sekaligus

juga tersedia kamar-kamar yang disewakan dengan waktu tertentu. Lama sewa

tergantung kebutuhan, 1 jam, 2 jam atau lebih lama dari itu. Di samping itu di warung-

warung tersebut juga ada wanita-wanita pekerja seks yang siap melayani siapa saja yang

membutuhkan. Mereka terlihat dari dandanan dan cara bicaranya, serta hampir semuanya

merokok.

IV. Eks Karesidenan Banyumas, Propinsi Jawa Tengah

Eks Karesidenan Banyumas, meliputi 4 Kabupaten. Kabupaten Banyumas,

Purbalingga, Banjarnegara dan Cilacap. Di daerah itu ada perilaku seksual yang unik

yang disebut Gowokan.

Penelitian ini dilakukan pada tahun 1995, dengan cara wawancara mendalam

dengan Bapak Ahmad Tohari. Beliau adalah budayawan dan sekaligus sastrawan yang

menulis tentang perilaku seksual unik yang menyangkut pendidikan seks. Dalam

bukunya yang berupa novel dengan judul ”Ronggeng Dukuh Paruk” diceritakan tentang

pendidikan seks yang unik tersebut. Beliau menjelaskan, bahwa Gowokan pada waktu itu

masih ada, dan yang paling banyak ada di Kabupaten Purbalingga.

IV.A. Gowokan

Gowok adalah seorang perempuan separo baya, statusnya sudah janda, berfungsi

sebagai sex educator. Fungsinya adalah mendidik dan melatih laki-laki yang akan masuk

ke jenjang perkawinan. Gowok biasanya dipilih dan diminta oleh ayah dari calon

pengantin laki-laki, dan mempercayakan anaknya untuk mendapatkan pendidikan dan

pelatihan dari gowok tersebut.

Apabila telah ada kesepakatan, calon pengantin laki-laki tersebut akan tinggal di

rumah gowok selama 1 minggu. Dalam waktu 1 minggu tersebut gowok akan

memberikan pendidikan dan sekaligus pelatihan kepada calon pengantin laki-laki

tersebut. Dalam proses pendidikan tersebut, gowok sekaligus sebagai partner seksualnya.

Prosesnya disebut gowokan. Tujuan dari gowokan ini adalah untuk mendidik dan

melatih bagaimana hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang dapat

Page 9: Penyimpangan Seks Budaya

memberikan kepuasan dan kenikmatan pada kedua belah pihak. Apabila proses

pendidikan dan pelatihan ini selesai, maka calon pengantin laki-laki sudah siap untuk

menikah dan sudah punya pengalaman yang memadai dalam hal hubungan seksual

dengan istrinya selanjutnya.

V. Ringkasan

Dalam kultur Nusantara yang beragam, terdapat perilaku seksual yang berbeda

dengan yang umum terjadi. Perilaku seksual ini sangat erat hubungannya dengan

psikosisokultural setempat. Disajikan 3 macam perilaku seksual tersebut, yaitu

Gemblakan di Ponorogo Propinsi Jawa Timur, Ritual Perilaku Seksual di Gunung

Kemukus Sragen Jawa Tengah dan Gowokan di Banyumas Jawa Tengah.

Gemblakan merupakan perilaku homoseksual yang terjadi di kalangan remaja

setempat. Perilaku ini terorganisir dengan baik, dengan tujuan agar supaya terjadi ikatan

kekeluargaan yang erat antar para remaja. Perilaku ini diterima dengan baik oleh semua

kalangan masyarakat, sebagai suatu pendidikan perilaku seksual yang paling tepat untuk

mereka. Pemeran sekaligus partner homoseksualnya adalah Gemblak, yang dalam

kultural mereka dianggap sebagai figur tersendiri, sebagai partner sekaligus obyek

seksual

Ritual Perilaku Seksual di Gunung Kemukus, perilaku seksual laki-laki dengan

perempuan yang bukan pasangan hidup (suami/istri), untuk melengkapi dalam berziarah

di makam setempat. Ada tujuan khusus yang diinginkan oleh peziarah, di mana untuk

mencapai keinginannya, hubungan seksual di tempat tersebut, pada waktu yang tertentu,

merupakan suatu perilaku yang diyakini beberapa peziarah, lebih mempermudah

terkabulnya keinginan tersebut.

Gowokan merupakan pendidikan seksual secara langsung oleh Gowok

(perempuan separo baya, janda) kepada calon pengantin laki-laki terdapat di Banyumas

Jawa Tengah. Tujuannya agar pengantin laki-laki betul-betul mahir dalam perilaku

seksual nantinya dengan istrinya.

-- 0 --