Penyimpangan Hukum Mendel

download Penyimpangan Hukum Mendel

of 22

Transcript of Penyimpangan Hukum Mendel

  • LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA TUMBUHAN

    ACARA VI INTERAKSI GEN (PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL)

    Semester: Genap 2008/2009

    Oleh:

    Nama : Arif Ardiawan NIM : A1L008062 Rombongan : IV

    DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

    FAKULTAS PERTANIAN LABORATORIUM PEMULIAAN TANAMAN

    DAN BIOTEKNOLOGI PURWOKERTO

    2009

  • 2

    ACARA VI INTERAKSI GEN (PENYIMPANGAN HUKUM MENDEL)

    Tanggal Praktikum : 14 Mei 2009

    Nama Praktikan : Arif Ardiawan

    NIM : A1L008062

    Nama Partner : Dede Haedar Y (A1L008008)

    Septi Wardani A. W. (A1L008010)

    Agung Nugroho (A1L008023)

    Deliana Jamaliah (A1L008045)

    Fevrie Frans Dimas (A1L008080)

    Rombongan : IV

    Asisten : Ruswati

    Jaya Kusuma

  • 3

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Persilangan dua DNA melalui perkawinan dua organisme akan

    menghasilkan individu yang bervariasi. Beberapa ciri tampak menyatu, tetapi

    seringkali hilang, dan muncul pada generasi berikutnya. Ada individu yang

    tampak sama dengan individu asal, tetapi terdapat kemungkinan individu yang

    sama sekali berbeda dengan individu asal. Misteri Ilmu Genetika tersebut berhasil

    diungkap oleh Mendel pada tahun 1865. ( Raven, 1996 )

    Hukum Mendel pertama kali ditemukan oleh Gregor Johan Mendel. ia

    menggunakan tanaman kacang ercis (Pisum Sativum) untuk penelitiannya. Ia

    menggunakan kacang ercis karena tanaman tersebut hidupnya tidak lama,

    memiliki bunga sempurna, dan memiliki tujuh sifat yang jelas perbedaannya.

    Prinsip-prinsip yang ditemukan Mendel di terima secara umum namun peneliti-

    peneliti berikutnya sering menemukan perbandingan fenotipe yang aneh, seakan-

    akan tidak mengikuti hukum Mendel. Beberapa peneliti genetika menunjukkan

    adanya penyimpangan terhadap kedua hukum Mendel tersebut. Ternyata

    penyimpangan ini hanya merupakan penyimpangan semu karena pola dasarnya

    sebenarnya sama dengan Hukum Mendel.

    Persilangan dihibrid (perkawinan dua individu dengan dua tanda beda)

    dapat membuktikan kebenaran hukum Mendell II yaitu bahwa gen-gen yang

    terletak pada kromosom yang berlainan akan bersegregasi secara bebas dan

    dihasilkan empat macam fenotipe dengan perbandingan 9:3:3:1. Pada

    kenyataannya, seringkali terjadi penyimpangan atau hasil yang jauh dari harapan

    yang mungkin disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya interaksi gen, gen

    yang bersifat homozigot letal, dan sebagainya.

    Penyimpangan semu Hukum Mendel adalah peristiwa munculnya

    perbandingan yang tidak sesuai dengan Hukum Mendel. Disebut penyimpangan

    semu karena sebenarnya prinsip segregasi bebas tetap berlaku, tetapi karena gen-

    gen yang membawakan sifat memiliki ciri tertentu maka perbandingan yang

    dihasilkan menyimpang dari Hukum Mendel. Penyimpangan semu Hukum

    Mendel disebut juga dengan Hukum non-Mendel.

  • 4

    Penyimpangan terjadi karena ada beberapa gen saling mempengaruhi

    dalam menunjukkan fenotipe. Perbandingan fenotipe dapat berubah, tetapi prinsip

    dasar dari cara pewarisan, tetap sesuai dengan prinsip-prinsip Mendel. Beberapa

    cara penurunan sifat tidak mengikuti Hukum Mendel II dengan rasio klasik Filial

    2 yaitu 9:3:3:1. Kedua pasang gen tersebut akan mengadakan interaksi yang

    menghasilkan fenotipe baru, atau adapula terjadi penutupan ekspresi oleh pasangan gen

    lain yang disebut Epistasis

    Terdapat macam-macam epistasis:

    a. Epistasis dominan (perbandingan 12:3:1)

    b. Epistasis resesif (modifying gen) (perbandingan 9:3:4)

    c. Epistasis dominan resesif (Inhibiting gen) (perbandingan 13:3)

    d. Epistasis dominan duplikat (polimeri) (perbandingan 15:1)

    e. Epistasis resesif duplikat (Complementary factor) (perbandingan 9:7)

    f. Gen duplikat dengan efek kumulatif (perbandingan 9:6:1)

    B. Tujuan Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk :

    1. Mengetahui penyimpangan terhadap hukum Mendel

    2. Membuktikan macam-macam epistasis dengan menggunakan uji Chi Square.

  • 5

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    Pada beberapa gen yang berinteraksi atau dipengaruhi oleh gen lain,

    digunakan untuk menumbuhkan karakter. Gen-gen itu mungkin terdapat pada

    kromosom sama (berangkai), mungkin pula pada kromosom berbeda. Setelah

    penemuan Mendel dan penelitian awal tentang pewarisan sifat secara bebas,

    diketahui bahwa tidak semua keturuan yang bersegregasi dapat dipisahkan

    menjadi kelas-kelas yang jelas dengan nisbah yang sederhana. Keragaman nisbah

    genetika Mendel ini dapat dijelaskan berdasarkan adanya interaksi gen, yaitu

    pengaruh satu alel terhadap alel lain pada lokus yang sama dan juga pengaruh satu

    gen pada satu lokus terhadap gen pada lokus lain. (Crowder, 1993)

    Peristiwa dua gen atau lebih yang bekerjasama atau menghalang-halangi

    dalam memperlihatkan fenotipe, disebut interaksi gen. Interaksi gen mula-mula

    ditemukan oleh William Bateson (1861-1926) dan R. C. Punnet (1906) pada

    bentuk pial (jengger) ayam.

    Karena ada interaksi maka perbandingan fenotipe keturunan hibrid

    menyimpang dari penemuan Mendel, disebut juga penyimpangan Hukum Mendel.

    Peristiwa penyimpangan persilangan monohibrida dominan resesif menghasilkan

    F2 dengan perbandingan dominan : resesif = 3 : 1, sedangkan dihibrida akan

    menghasilkan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Pada kasus tertentu, perbandingan

    tersebut tidak tepat sama dengan perbandingan tersebut. Misalnya, persilangan

    monohibrida menghasilkan perbandingan 1 : 2 :1, sedangkan persilangan

    dihibrida menghasilkan perbandingan 9 : 6 : 1 (Gen duplikat dengan efek

    kumulatif) atau 15 : 1 (Polimeri atau Epistasis dominan duplikat). Kalau menurut

    Mendel fenotipe F2 itu ada 4 kelas, tetapi karena ada interaksi susut menjadi 2

    atau 3 kelas. (Yatim, 1986)

    Prinsip Hukum Mendel

    Hukum-hukum mendel merupakan prinsip dasar genetika. hukum Mendel

    terdiri atas 2 hukum, yaitu:

  • 6

    1. Hukum Mendel I ( Hukum Pemisahan Mendel - Prinsip Segregasi - Hukum

    pemisahan gen sealel )

    a. Dalam peristiwa pembentukan sel kelamin (gamet), pasangan-pasangan

    alela memisah secara bebas.

    b. Berlaku untuk pembastaran dengan satu sifat beda (monohibridisasi), baik

    dominansi maupun intermediet.

    2. Hukum Mendel II (Hukum Kebebasan Mendel = Prinsip berpasang-pasangan

    secara bebas)

    a. Dalam peristiwa pembentukan gamet, alela-alela mengadakan kombinasi

    secara bebas sehingga kombinasi sifat-sifat yang muncul dalam

    keturunannya beraneka ragam.

    b. Berlaku untuk pembastaran dengan dua sifat beda (dihibridisasi) atau

    lebih, baik dominansi maupun intermediet. ( Yatim,1986 )

    Selain epistasis, ada beberapa peristiwa penyimpangan Hukum Mendel

    yang lain, yaitu:

    1. Kriptomeri

    2. Hipostasis yang merupekan lawan dari epistasis

    3. Gen komplementer

    Untuk dapat menentukan apakah suatu fenomena terutama yang berkaitan

    dengan peristiwa penyimpangan hukum Mendel yang diamati sesuai atau tidak

    dengan teori tertentu, perlu dilakukan suatu pengujian dengan melihat besarnya

    penyimpangan nilai pengamatan terhadap nilai harapan. Selanjutnya besarnya

    penyimpangan tersebut dibandingkan terhadap kriteria model tertentu. Dalam

    percobaan persilangan akan dibandingkan frekuensi genotipe yang diamati

    terhadap frekuensi harapannya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

    Untuk fo merupakan bentuk lain dari O (nilai observasi), sedangkan fe merupakan

    bentuk lain dari E (Expectation / harapan). Jika nilai X2 hitung lebih kecil dari

    nilai X2 tabel maka hipotesis diterima. Berlaku juga sebaliknya. (Anonim, 2006)

  • 7

    III. ALAT DAN BAHAN

    A. Alat 1. Penggaris

    2. Alat tulis

    3. Kalkulator

    B. Bahan 1. Lembar pengamatan

    2. Kantong plastik berisi kancing warna

    IV. PROSEDUR KERJA 1. Satu kantong plastik berisi kancing warna diambil, kemudian dikocok hingga

    homogen.

    2. Satu butir kancing diambil, kemudian catat hasilnya.

    3. Pengambilan kancing dilakukan 90x dan 160x, kemudian dicatat pada lembar

    pengamatan yang disediakan pada saat praktikum.

    4. Data dianalisis dengan uji Chi Square (X2)

    5. Kode kantong plastic dicantumkan di bagian atas.

    6. Lakukan beberapa kali hingga 6 buah kantong plastik yang tersedia.

  • 8

    V. HASIL PENGAMATAN 1. Kantong A

    Perbandingan fenotipe M:P:Hi = 12:3:1 (Epistasis dominan)

    Tabel. I pengamatan kantong A dengan 3 fenotipe, 90x pengambilan

    Kantong A Karakteristik yang diamati

    Jumlah Merah (M) Putih (P) Hitam (Hi)

    O 68 20 2 90

    E 67.5 16.875 5.625 90

    O-E 0.5 3.125 -3.625 15

    (O-E)2 0.25 9.765 13.4 23.155

    E

    EO 2 0.0037 0.58 2.336 2.917

    X2 0.0037 0.58 2.336 2.917

    X2 tabel : 5.99

    X2 hitung : 2.917

    Hipotesis : X2 hitung < X2 tabel, maka hipotesis diterima

    Kesimpulan : pengambilan sesuai dengan perbandingan

    Tabel. II pengamatan kantong A dengan 3 fenotipe, 160x pengambilan

    Kantong

    A

    Karakteristik yang diamati Jumlah

    Merah (M) Putih (P) Hitam (Hi)

    O 116 34 10 160

    E 120 30 10 160

    O-E -4 4 0 0

    (O-E)2 16 16 0 32

    E

    EO 2 0.133 0.53 0 0.663

    X2 0.133 0.53 0 0.663

    X2 tabel : 5.99

    X2 hitung : 0.663

    Hipotesis : X2 hitung < X2 tabel, maka hipotesis diterima

    Kesimpulan : pengambilan sesuai dengan perbandingan

  • 9

    2. Kantong B

    Perbandingan fenotipe H:P:O = 9:3:4 (Epistasis resesif)

    Tabel I pengamatan kantong B dengan 3 fenotipe, 90x pengambilan

    Kantong B Karakteristik yang diamati

    Jumlah Kuning (K) Hijau (Hj) Coklat (C)

    O 51 22 17 90

    E 50.625 16.875 22.5 90

    O-E 0.375 5.125 -5.5 0

    (O-E)2 0.1406 26.26 30.25 56.65

    E

    EO 2 0.0028 1.556 1.34 2.898

    X2 0.0028 1.556 1.34 2.898

    X2 tabel : 5.99

    X2 hitung : 2.898

    Hipotesis : X2 hitung < X2 tabel, maka hipotesis diterima

    Kesimpulan : pengambilan sesuai dengan perbandingan

    Tabel II pengamatan kantong B dengan 3 fenotip, 160x pengambilan

    Kantong

    B

    Karakteristik yang diamati Jumlah

    Kuning (K) Hijau (Hj) Coklat (C)

    O 99 26 35 160

    E 90 30 40 160

    O-E 9 -4 -5 0

    (O-E)2 81 16 25 122

    E

    EO 2 0.9 0.53 0.625 2.055

    X2 0.9 0.53 0.625 2.055

    X2 tabel : 5.99

    X2 hitung : 2.055

    Hipotesis : X2 hitung < X2 tabel, maka hipotesis diterima

    Kesimpulan : pengambilan sesuai dengan perbandingan

  • 10

    3. Kantong C

    Perbandingan fenotip P:C = 13:3 (Epistasis dominan resesif)

    Tabel I pengamatan kantong C dengan 2 fenotipe, 90x pengambilan

    Kantong C Karakteristik yang diamati

    Jumlah Putih (P) Coklat (C)

    O 76 14 90

    E 73.125 16.875 90

    O-E 2.875 2.875 5.75

    25.0 EO 5.64 5.64 11.28

    E

    EO 25.0 0.077 0.077 0.154

    X2 0.077 0.077 0.154

    X2 tabel : 3.84

    X2 hitung : 0.154

    Hipotesis : X2 hitung < X2 tabel, maka hipotesis diterima

    Kesimpulan : pengambilan sesuai dengan perbandingan

    Tabel II pengamatan kantong C dengan 2 fenotip, 160x

    Kantong C Karakteristik yang diamati

    Jumlah Putih (P) Coklat (C)

    O 131 29 160

    E 130 30 160

    O-E 1 1 1

    25.0 EO 0.25 0.25 0.5

    E

    EO 25.0 0.0019 0.0083 0.010

    X2 0.0019 0.0083 0.010

    X2 tabel : 3.84

    X2 hitung : 0.010

    Hipotesis : X2 hitung < X2 tabel, maka hipotesis diterima

    Kesimpulan : pengambilan sesuai dengan perbandingan

  • 11

    4. Kantong D

    Perbandingan fenotipe K:Hj = 15:1 (Epistasis dominan duplikat)

    Tabel I pergamatan kantong D dengan 2 fenotipe, 90x pengambilan

    Kantong D Karakteristik yang diamati

    Jumlah Kuning (K) Hijau (Hj)

    O 86 4 90

    E 84.375 5.625 90

    O-E 1.625 1.625 3.25

    25.0 EO 1.256 1.256 2.53

    E

    EO 25.0 0.0149 0.2248 0.239

    X2 0.0149 0.2248 0.239

    X2 tabel : 3.84

    X2 hitung : 0.239

    Hipotesis : X2 hitung < X2 tabel, maka hipotesis diterima

    Kesimpulan : pengambilan sesuai dengan perbandingan

    Tabel II pengamatan kantong D dengan 2 fenotipe, 160x pengambilan

    Kantong D Karakteristik yang diamati

    Jumlah Kuning (K) Hijau (Hj)

    O 149 11 160

    E 150 10 160

    O-E 1 1 2

    25.0 EO 0.25 0.25 0.5

    E

    EO 25.0 0.0016 0.025 0.0226

    X2 0.0016 0.025 0.0226

    X2 tabel : 3.84

    X2 hitung : 0.0226

    Hipotesis : X2 hitung < X2 tabel, maka hipotesis diterima

    Kesimpulan : Pengambilan sesuai dengan perbandingan

  • 12

    5. Kantong E

    Perbandingan fenotipe C:Hj = 9:7 (Epistasis resesif duplikat)

    Tabel I pengamatan kantong E dengan 2 fenotipe, 90x pengambilan

    Kantong E Karakteristik yang diamati

    Jumlah Coklat (C) Hijau (Hj)

    O 52 38 90

    E 50.625 39.375 90

    O-E 1.375 1.375 2.75

    25.0 EO 0.76 0.76 1.52

    E

    EO 25.0 0.015 0.019 0.034

    X2 0.015 0.019 0.034

    X2 tabel : 3.84

    X2 hitung : 0.034

    Hipotesis : X2 hitung < X2 tabel, maka hipotesis diterima

    Kesimpulan : pengambilan sesuai denga perbandingan

    Tabel II pengamatan kantong E dengan 2 fenotipe, 160x pengambilan

    Kantong D Karakteristik yang diamati

    Jumlah Coklat (C) Hijau (Hj)

    O 88 72 160

    E 90 70 160

    O-E 2 2 4

    25.0 EO 2.25 2.25 4.50

    E

    EO 25.0 0.025 0.032 0.057

    X2 0.025 0.032 0.057

    X2 tabel : 3.84

    X2 hitung : 0.057

    Hipotesis : X2 hitung < X2 tabel, maka hipotesis diterima

    Kesimpulan : pengambilan sesuai dengan perbandingan

  • 13

    6. Kantong F

    Perbandingan fenotipe Ht:M:C = 9:6:1 (Gen duplikat dengan efek kumulatif)

    Tabel I pengamatan kantong F dengan 3 fenotipe, 90x pengambilan

    Kantong F Karakteristik yang diamati

    Jumlah Hitam (Ht) Merah (M) Cokelat (C)

    O 45 38 7 90

    E 50.625 33.75 5.625 90

    O-E -5.625 4.25 1.375 0

    (O-E)2 31.64 18.062 1.890 51.592

    E

    EO 2 0.624 0.535 0.336 1.495

    X2 0.624 0.535 0.336 1.495

    X2 tabel : 5.99

    X2 hitung : 1.495

    Hipotesis : X2 hitung < X2 tabel, maka hipotesis diterima

    Kesimpulan : pengambilan sesuai dengan perbandingan

    Tabel II pengamatan kantong F dengan 3 fenotipe, 160x pengambilan

    Kantong F Karakteristik yang diamati

    Jumlah Hitam (Ht) Merah (M) Cokelat (C)

    O 87 61 12 160

    E 90 60 10 160

    O-E -3 1 2 0

    (O-E)2 9 1 4 14

    E

    EO 2 0.1 0.016 0.4 0.516

    X2 0.1 0.016 0.4 0.516

    X2 tabel : 5.99

    X2 hitung : 0.516

    Hipotesis : X2 hitung < X2 tabel, maka hipotesis diterima

    Kesimpulan : pengambilan sesuai dengan perbandingan

  • 14

    VI. PEMBAHASAN

    Dalam praktikum ini, melakukan percobaan untuk menentukan suatu

    hipotesis diterima atau ditolak dalam suatu percobaan. Yaitu dengan melakukan

    percobaan pengambilan kancing secara acak dalam kantong plastik hitam dengan

    dua atau tiga fenotipe sebanyak 90x dan 160x. Tujuan percobaan ini yaitu untuk

    mengetahui apakah pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan (Epistasis

    dominan, epistasis resesif, epistasis dominan resesif, epistasis resesif duplikat,

    epistasis dominan duplikat, dan gen duplikat dengan efek kumulatif) atau hipotisis

    diterima atau ditolak. Penentuan hipotesis diterima atau ditolak yaitu dengan

    menggunakan perhitunggan Chi Square atau X2.

    Hukum Mendel I ( Hukum Segregasi Gen Secara Bebas ) menyatakan

    bahwa dalam pembentukan gamet, pasangan alel akan memisah secara bebas.

    Berdasarkan hal ini, persilangan dengan satu sifat beda ( Monohibrid ) akan

    menghasilkan perbandingan fenotip F2, yaitu ekspresi gen dominan : resesif

    adalah 3 : 1. ( Raven, 1996 )

    Sementara itu, di dalam hukum Mendel II ( Hukum Pengelompokan Gen

    Secara Bebas ) dinyatakan bahwa Selama pembentukan gamete, pembelahan

    allele dari satu gen adalah bebas dari pembelahan allele dari gen yang lainnya

    dan terjadi pengelompokan dengan gen lain yang bukan alelnya. Berdasarkan

    hukum Mendel II ini, pada persilangan dengan dua sifat beda (dihibrid)

    menghasilkan perbandingan fenotip F2, yaitu 9 : 3 : 3 : 1 (Suparthana, 2008)

    Jika allele dari gen yang lain berkelakuan bebas dengan cara yang sama,

    maka kita memiliki penggabungan bebas (Gambar 2-12). Tetapi, ini semua

    spekulasi pada tahap ini dalam diskusi kita, karena ini adalah setelah

    penemuan kembali penelitian Mendel. Mekanisme aktual yang dikenal

    sekarang, dan dapat dilihat di Chapter 3 bahwa letak kromosom dari gen

    yang bertanggung jawab terhadap pembelahan seimbang (identik) dan

    penggabungan bebas. (Suparthana, 2008)

  • 15

    Beberapa penelitian genetika menunjukan adanya penyimpangan terhadap

    kedua hukum Mendel tersebut. Beberapa perirtiwa yang menunjukan

    penyimpangn tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :

    Untuk memperjelas permasalahan mengenai penyimpangan-

    penyimpangan yang terjadi serta jenis epistasisnya, Terdapat macam-macam

    epistasis yaitu:

    1. Epistasis dominan (perbandingan 12:3:1) Epistasis dominan merupakan peristiwa di mana gen dominan menutupi gen

    dominan lain yang bukan alelnya. Faktor pembawa sifat yang menutup disebut

    epistasis, sedangkan sifat yang tertutup disebut hipostasis. Misalnya pada labu

    summer squash (Curcubita pepo). E.W. Sinnot menemukan adanya interaksi pada

    pertumbuhan warnanya. Kalau ditinjau dari bentuk buahnya, interaksi itu berupa

    komplementer, sedangkan bila ditinjau dari warnanya, interaksi gen bersifat

    epistasis. Seperti halnya bentuk, warna buah labu itu diatur oleh 2 gen: Y-y dan

    W-w.

    Y = Kuning

    y = hijau

    W = epistatis

    w = tidak mengalahkan

    Asalkan terdapat alel dominan W, fenotipe tak berwana (putih), karena

    menghalangi pertumbuhan warna. Jika disilangkan labu putih murni WWYY

    dengan hijau murni wwyy, maka F1 WwYy berwarna putih, F2 terdiri dari 3 kelas,

    dengan perbandingan putih: kuning: hijau = 12:3:1. (Yatim, 1986)

    2. Epistasis resesif (modifying gen) (perbandingan 9:3:4) Epistasi resesif atau lebih dikenal dengan istilah kriptomeri adalah peristiwa

    pembastaran, yaitu adanya suatu faktor dominan tersembunyi oleh suatu faktor

    dominan lainnya dan sifat tersebut baru akan tampak bila tidak bersama-sama

    dengan faktor penutup itu. Seperti yang terjadi pada pewarisan warna bulu tikus.

    Warna bulu tikus ditentukan oleh gen-gen sebagai berikut:

    a) Gen A menentukan warna hitam.

    b) Gen a menentukan warna abu-abu.

  • 16

    c) Gen C menentukan enzim yang menyebabkan timbulnya warna.

    d) Gen c yang menentukan enzim penghambat munculnya warna dan bersifat

    epistasis.

    Jika disilangkan tikus hitam CCAA dengan tikus putih ccaa, maka F1 tikus

    berwarna hitam CcAa, didapat F2 dengan perbandingan antara tikus hitam: abu-

    abu: putih = 9:3:4.

    3. Epistasis dominan resesif (Inhibiting gen) (perbandingan 13:3) Epistasis dominan resesif adalah penyimpangan semu yang terjadi karena terdapat

    dua gen dominan yang jika bersama-sama pengaruhnya akan menghambat

    pengaruh salah satu gen dominan tersebut. Penyimpangan ini dapat dilihat dari

    pola pewarisan pada ayam negeri.

    C = gen yang menghasilkan warna.

    c = gen yang tidak menghasilkan warna (ayam menjadi putih).

    I = gen yang menghalang-halangi keluarnya warna (gen ini disebut juga gen

    penghalang atau inhibitor).

    i = gen yang tidak menghalangi warna.

    Ayam leghom adalah putih (IICC). Ayam white silkie adalah putih (iicc). Jika

    keduanya disilangkan maka akan mendapatkan F1 ayam berwarna putih IiCc.

    Yang selanjutnya keturunan F2 menghasilkan perbandingan antara ayam putih:

    ayam berwarna = 13:3.

    4. Epistasis dominan duplikat (polimeri) (perbandingan 15:1) Epistasis dominan duplikat terjadi karena adanya gen dengan banyak sifat beda

    yang berdiri sendiri-sendiri, tetapi mempengaruhi bagian yang sama dari suatu

    organisme. Peristiwa polimeri pertama kali dilaporkan oleh Nilson-Ehle, melalui

    percobaan persilangan antara gandum yang mempunyai biji bersekam merah

    (MMMM) dengan gandum yang mempunyai biji bersekam putih (mmmm).

    Jika keduanya disilangkan maka akan mendapatkan F1 gandum yang mempunyai

    biji bersekam merah dengan fenotipe MmMm. Didapat F2 sebagai berikut:

    9 M_M_ = merah 3 mmM_ = merah

    3 M_mm = merah 1 mmmm = putihJadi,

    polimeri menghasilkan rasio fenotipe F2 merah: putih = 15:1.

  • 17

    5. Epistasis resesif duplikat (Complementary factor) (perbandingan 9:7) Epistasis resesip duplikat adalah interaksi antara dua gen dominan, jika terdapat

    bersama-sama akan saling melengkapi sehingga muncul fenotip alelnya. Bila

    salah satu gen tidak ada maka pemunculan sifat terhalang. Seperti halnya yang

    terjadi pada pemunculan suatu pigmen yang merupakan hasil interaksi 2 gen,

    yaitu gen C dan gen P.

    Gen C : mengakibatkan munculnya bahan mentah pigmen,

    Gen c : tidak menumbuhkan pigmen,

    Gen P : menimbulkan enzim pengaktif pigmen,

    Gen p : tidak mampu menumbuhkan pigmen.

    Jika P1 yaitu CCpp putih dan ccPP putih. Maka akan mendapatkan keturunan F1

    yaitu ungu CcPp. Didapat F2 sebagai berikut:

    9 C_P_ = ungu 3 ccP_ = putih

    3 C_pp = putih 1 ccpp = putih

    Jadi, epistasis resesif duplikat menghasilkan perbandingan rasio fenotipe

    F2 ungu: putih = 9:7.

    6. Gen duplikat dengan efek kumulatif (perbandingan (9:6:1) Penyimpangan semu ini terjadi karena terdapat dua gen dominan yang

    mempengaruhi bagian tubuh makhluk hidup yang sama. Jiak berada bersama-

    sama, fenotipnya merupakan gabungan dari kedua sifat gen-gen dominan tersebut.

    Peneliti berkebangsaan Jepang, Miyake dan Imai, menemukan bahwa pada

    tanaman gandum (Hordeum vulgure) terdapat biji yang kulitnya berwarna ungu

    tua, ungu, dan putih.

    Jika gen dominan A dan B terdapat bersama-sama dalam genotipe, kulit buah

    akan berwarna ungu tua. Bila terdapat salah satu gen dominan saja (A atau B),

    kulit buah berwarna ungu. Absennya gen dominan menyebabkan kulit buah

    berwarna putih.

    Jika P1 yang disilangkan yaitu ungu tua AABB dan putih aabb, maka akan

    didapatkan F1 ungu tua AaBb. Serta, akan diperoleh keturunan F2 sebagai berikut:

    9 A_B_ = ungu tua 3 aaB_ = ungu

    3 A_bb = ungu 1 aabb = putih

  • 18

    Jadi, gen dominan dengan efek kumulatif akan menghasilkan perbandingan antar

    rasio fenotipe F2 ungu tua: ungu: putih = 9:6:1.(Suryo, 1998)

    Percobaan ke 1 yaitu kantong A, dengan menggunakan 3 fenotipe.

    Perbandingan yang diharapkan antara Merah(M): Putih (P): Hitam (Hi) = 12:3:1

    yang merupakan Epistasis dominan. Pada percobaan pengambilan sebanyak 90x

    X2 hitung (2.917) < X2 tabel (5.99) maka, hipotesis tersebut diterima atau hasil

    pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan. Pada percobaan pengambilan

    sebanyak 160x X2 hitung (0.663) > X2 tabel (5.99) maka, hipotesis diterima atau

    hasil pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan teoritis.

    Percobaan ke 2 yaitu kantong B, dengan menggunakan 3 fenotipe.

    Perbandingan yang diharapkan antara Kunuing(K): Hijau(Hj): Coklat(C) = 9:3:4

    yang merupakan epistasis resesif. Pada percobaan pengambilan sebanyak 90x X2

    hitung (2.898) < X2 tabel (5.99) maka, hipotesis tersebut diterima atau hasil

    pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan. Pada percobaan pengambilan

    sebanyak 160x X2 hitung (2.055) < X2 tabel (5.99) maka, hipotesis diterima atau

    hasil pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan teoritis.

    Percobaan yang ke 3 yaitu kantong C, dengan menggunakan 2 fetonip.

    Perbandingan fenotip antara Putih (P): Coklat (C) = 13:3 yang merupakan

    epistasis dominan resesif. Pada percobaan pengambilan sebanyak 90x X2 hitung

    (0.154) < X2 tabel (3.84) maka, hipotesis tersebut diterima atau hasil pengambilan

    kancing sesuai dengan perbandingan. Pada percobaan pengambilan sebanyak

    160x X2 hitung (0.010) < X2 tabel (3.84) maka, hipotesis diterima atau hasil

    pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan teoritis.

    Percobaan ke 4 yaitu kantong D, dengan menggunakan 2 fenotipe.

    Perbandingan yang diharapkan antara Kuning (K): Hijau (Hj) = 15:1 yang

    merupakan epistasis dominan duplikat. Pada percobaan pengambilan sebanyak

    90x X2 hitung (0.239) < X2 tabel (3.84) maka, hipotesis tersebut diterima atau

    hasil pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan. Pada percobaan

    pengambilan sebanyak 160x X2 hitung (0.0266) < X2 tabel (3.84) maka, hipotesis

    diterima atau hasil pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan teoritis.

  • 19

    Percobaan ke 5 yaitu kantong E, dengan menggunakan 2 fenotipe.

    Perbandingan yang diharapkan antara Coklat(C): Hijau (Hj) = 9:7 yang

    merupakan epistasis resesif duplikat. Pada percobaan pengambilan sebanyak 90x

    X2 hitung (0.034) < X2 tabel (3.84) maka, hipotesis tersebut diterima atau hasil

    pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan. Pada percobaan pengambilan

    sebanyak 160x X2 hitung (0.057) < X2 tabel (3.84) maka, hipotesis diterima atau

    hasil pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan teoritis.

    Percobaan ke 6 yaitu kantong F, dengan menggunakan 3 fenotipe.

    Perbandingan yang diharapkan antara hitam (Ht): Merah (M):Coklat (C) = 9:6:1

    yang merupakan gen duplikat dengan efek kumulatif. Pada percobaan

    pengambilan sebanyak 90x X2 hitung (1.495) < X2 tabel (5.99) maka, hipotesis

    tersebut diterima atau hasil pengambilan kancing sesuai dengan perbandingan.

    Pada percobaan pengambilan sebanyak 160x X2 hitung (0.516) < X2 tabel (5.99)

    maka, hipotesis diterima atau hasil pengambilan kancing sesuai dengan

    perbandingan teoritis.

    Dari keenam percobaan pengambilan kancing yang dilakukan secara acak

    dengan 2 atau 3 fenotipe tersebut semua nilai X2 hitungnya lebih kecil dari pada

    X2 tabelnya sehingga hipotesis diterima dan kesimpulannya yaitu hasil sesuai

    dengan perbandingan yang diharapkan.

    Penyimpangan dari teori yang sudah ditetepkan dengan apa yang akan

    dihasilkannya dari persilangan tersebut sesungguhnya dapat juga dipengaruhi oleh

    adanya faktor alami. (Pai, 1992). Pada dasarnya, Kenampakan suatu fenotipe

    tergantung dari sifat hubungan antara genotipe dan lingkungan. Dalam kenyataan,

    perkembangan suatu organisme sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan

    disekitarnya dan juga interaksi yang terjadi antar gen. Faktor-faktor yang

    diperkirakan dapat mempengaruhi diantaranya:

    1. Pengaruh Faktor Luar

    a) Suhu yaitu mengatur kecepatan reaksi tertentu.

    b) Sinar yaitu menyediakan energi kinetik untuk pembentukan klorofil.

    c) Gizi yatu organisme hidup membutuhkan bahan dalam bentuk makanan.

    d) Hubungan dengan induk.

  • 20

    2. Pengaruh Faktor Dalam

    a) Umur yaitu proses penuaan dimulai dari saat pembuahan dan berlangsung

    selama perkembangan organisme.

    b) Jenis kelamin yaitu berhubungan dengan fungsi reproduksi dan adanya

    sifat khusus dari jenis kelamin.

    c) Hormon. Hormon berpengaruh dalam perangsangan suatu aktifitas sel

    maupun aktifitas-aktifitas metabolik

    (Crowder, 1993)

  • 21

    VII. SIMPULAN DAN SARAN

    1. Simpulan 1. Penyimpangan pola hereditas dari Hukum Mendel terjadi dengan

    perubahannya perbandingan fenotipe keturunan tidak sesuai dengan

    hukum Mendel. Beberapa jenis penyimpangan darui hukum Mendel

    yang terjadi adalah epistasis dominan, resesif, dominan resesif, dominan

    duplikat, resesif duplikat, dan gen duplikat dengan efek kumulatif.

    2. semua macam-macam epistasis yang telah disebutkan pada poin satu (1)

    telah dilakukan percobaan yang dilanjutkan dengan uji chi square.

    Semua epistasis yang terjadi pada pengamatan, sesuai dengan

    perbandingan teoritis. Yaitu karena nilai X2 hitung memiliki nilai yang

    lebih kecil dibandingkan dengan nilai X2 tabel. Sehingga hasil

    pengambilan sesuai dengan besarnya perbandingan teoritis masing-

    masing jenis epistasis.

    2. Saran

    Penentuan perbandingan harus benar-benar dicermati untuk penentuan

    nilai Chi Square. Lakukan pengambilan secara acak untuk mendapatkan

    perbandingan yang sesuai dengan nilai perbandingan teoritis.

  • 22

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 2006. Simulasi Percobaan Monohibrid Mendel. http://bima.ipb.ac.id/~tpb-ipb/materi/prak_biologi/SIMULASI%20PERCOBAAN%20MONOHIBRID%20MENDEL.pdf. diakses tanggal 19 Mei 2009

    Crowder, L.V. 1993. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

    Pai, Anna. 1992. Dasar-Dasar Genetika (terjemahan Muchidin Apandi). Erlangga: Jakarta

    Raven dan Johnson.1996. Biology.Fourth Ed. WBC/McGraw-Hill Companies, Inc: New York.

    Suparthana, Putu. 2008. Analisis mendelian 1. www.fp.unud.ac.id/biotek/wp-content/uploads/analisis-mendelian1-rev1.pdf. diakses tanggal 19 Mei 2009

    Suryo. 1998. Genetika. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

    Yatim, Wildan. 1986. Genetika. Transito : Bandung.