Penyimpan Energi Panas

download Penyimpan Energi Panas

of 9

description

tugas

Transcript of Penyimpan Energi Panas

PENYIMPAN ENERGI PANASMakalah Manajemen dan Konservasi Energi

Oleh:Bermardinus Andrie Luiren 11/313083/TK/37785

Jurusan Teknik KimiaFakultas TeknikUniversitas Gadjah Mada2014

Penyimpan Energi Panas

A. Penyimpan EnergiPenyimpanan energi adalah proses alami yang usianya setua usia alam semesta ini. Energi muncul pada penciptaan awal alam semesta dan sudah disimpan dalam berbagai media seperti bintang, yang saat ini dapat dimanfaatkan oleh manusia secara langsung (dengan pemanasan surya) ataupun secara tidak langsung (melalui budidaya pertanian). Penyimpanan energi memungkinkan manusia untuk menyeimbangkan kebutuhan dan ketersediaan energi. Sistem penyimpanan energi secara komersial saat ini dapat dikategorikan ke dalam energi mekanis, listrik, kimia, termal, dan nuklir.Sebagai suatu kegiatan, penyimpanan energi sudah berlangsung sejak zaman prasejarah, meski tidak begitu jelas dikatakan sebagai aktivitas penyimpanan energi. Contohnya adalah penggunaan balok kayu dan bebatuan besar untuk pertahanan melawan musuh; balok kayu dan bebatuan besar digulingkan dari bukit untuk menyerang musuh yang menginvasi.Aplikasi yang masih ada saat ini dalam hal penyimpanan energi adalah pengendalian saluran air untuk menggerakkan mesin penggiling untuk pemrosesan hasil panen atau menggerakkan mesin. Sistem kompleks reservoir dan bendungan dibangun untuk menyimpan air sebagai sumber energi potensial. Di beberapa area di dunia, dengan menggunakan keuntungan geografis dapat menyimpan sejumlah besar reservoir air ketika tidak dibutuhkan, dan dilepaskan menjadi energi listrik ketika terjadi beban puncak listrik.Penyimpanan energi menjadi faktor utama dalam pembangunan ekonomi dengan penyebaran energi listrik dan pemurnian bahan bakar kimia seperti bensin, minyak tanah, dan gas alam pada akhir tahun 1800an. Tidak seperti media penyimpanan energi organik seperti kayu atau batu bara, listrik telah digunakan segera setelah dihasilkan pertama kalinya. Listrik seringkali tidak disimpan pada skala besar, namun suatu saat nanti hal itu akan banyak terjadi dengan ditemukannya teknologi penyimpanan energi listrik sepertibaterai Lithium ion dan NiMH yang merupakan baterai yang telah dan mampu menyimpan energi listrik dan mensuplainya bagi mobil listrik yang ada saat ini. Penyimpanan energi akan sangat diperlukan mengingat beberapa jenis sumber energi tidak dapat diandalkan selamanya. Angin tidak selamanya bertiup untuk menggerakkan turbin, cahaya matahari tidak bisa dimanfaatkan secara optimal ketika cuaca berawan atau di malam hari. Bahkan pembangkit listrik tenaga air saat ini banyak dihadapkan oleh ancaman kekeringan.Penyelesaian masalah dalam penyimpanan energi untuk tujuan kelistrikan dimulai dengan ditemukannya baterai pada pertama kalinya. Alat penyimpan energi elektrokimia ini digunakan secara terbatas karena kapasitasnya yang kecil dan biaya dalam pembuatannya yang mahal dibandingkan dengan energi listrik yang dihasilkan oleh pemangkit listrik pada sejumlah energi yang sama. Penyelesaian lainnya dari masalah yang sama adalah dengan ditemukannya kapasitor.Bahan bakar kimia telah menjadi bentuk yang umum dari penyimpanan energi, baik dalam pembangkit listrik maupun transportasi, meski sebagian sulit untuk diproduksi kembali dari pembentuknya. Bahan bakar kimia yang umum digunakan adalah batu bara, bensin,solar, gas alam, LPG, propana, butana, etanol, biodiesel, dan hidrogen. Bahan bakar ini dengan segera dapat diubah menjadi energi mekanis dan listrik dengan mesin kalor (turbin dengan boiler atau mesin pembakaran dalam). Generator listrik jenis ini digunakan hampir di setiap pembangkit listrik di seluruh dunia.Alat elektrokimia seperti fuel cell dikembangkan pada masa yang sama dengan baterai. Namun dengan berbagai alasan, fuel cell tidak berkembang dengan baik hingga muncul penerbangan luar angkasa berawak di mana sumber listrik non termal dibutuhkan dalamwahana antariksa. Perkembangan fuel cell telah meningkat pada tahun-tahun ini akibat permintaan terhadap sumber energi non hidrokarbon meningkat.Pada saat ini, bahan bakar hidrokarbon cair menjadi bentuk penggunaan energi yang dominan. Namun, bahan bakar jenis ini akan menghasilkan gas rumah kaca ketika digunakan untuk menggerakkan mesin mobil, truk, kereta, kapal, dan pesawat terbang. Energi non-karbon seperti hidrogen, atau rendah emisi karbon seperti etanol dan biodiesel, berkembang merespon ancaman yang sangat mungkin terjadi akibat emisi gas rumah kaca. Beberapa teknologi lainnya juga telah diteliti seperti flywheel atau penyimpanan udara terkompresi.

B. Penyimpan Energi PanasPenyimpanan energi termal adalah penyimpanan energi sementara atau pemindahan panas untuk penggunaan di kemudian hari. Penyimpanan energi termal yang umum saat ini adalah penyimpanan es yang berguna untuk memindahkan panas ketika dibutuhkan. Es dibuat di malam hari ketika beban puncak telah lewat. Metode ini direkomendasikan dan dikembangkan oleh US Green Building Council dalam program Leadership in Energy Eficiency and Environmental Design untuk menggugah pengembangan desain bangunan berkemampuan tinggi yang aman bagi lingkungan.Keuntungan pembuatan es di malam hari diantaranya: listrik setelah melewati beban puncak memiliki biaya lebih rendah sehingga lebih murah, dan energi untuk mendinginkan es di malam yang dingin lebih cepat dan membutuhkan energi yang lebih sedikit, sehingga dapat dihasilkan es dalam jumlah yang lebih banyak. Dapat dikatakan juga bahwa dengan cara ini, banyak energi dari pembangkit listrik dihemat sementara lebih banyak energi dikeluarkan dari penyimpanan untuk beberapa lamanya. Sistem penyimpanan energi panas terdiri dari: 1. penyimpanan panas sensible, 2. penyimpanan panas laten 3. penyimpanan panas quasi-laten. Dalam sistem penyimpanan panas sensible, secara sederhana panas disimpan dengan cara menaikkan temperature suhu benda padat atau cair. Jika panas spesifik benda tersebut konstan, maka panas yang disimpan dalam benda tersebut jumlahnya berbanding langsung dengan kenaikan temperaturnya.

Gambar 1. Penyimpan Panas SensibelPenyimpanan energi panas sebagai panas laten terjadi dalam proses isotermal dan terjadi karena ketika material mengalami perubahan fasa, biasanya dari keadaan padat ke cair. Perubahan fasa seperti itu diikuti dengan penyerapan (pengisian) atau pelepasan (pengeluaran) energi panas relatif berjumlah besar. Sistem penyimpanan panas laten mempunyai kerapatan penyimpanan energi rata-rata lebih besar disbanding dengan sistem penyimpanan energi panas sensible.

Gambar 2. Penyimpan Panas LatenSistem penyimpanan energi panas quasi-laten beroperasi dengan cara yang sama dan tidak bisa dibedakan dengan sistem penyimpanan panas laten. Dalam sistem ini energi panas diubah menjadi menjadi energi kimia dalam reaksi dapat-balik endotermis padatemperatur konsatan. Untuk membalik proses, konstanta keseimbangan diubah dengan mengubah konsentrasi atau tekanan pereaksi dan/atau dengan mengubah temperatur. Dalam hal terakhir ini, sistem bereaksi sebagai suatu sistem penyimpanan energi panas sensible dengan panas spesifikyang tinggi. Sistem penyimpanan energi panas biasa diklasifikasikan sebagai sistem temperatur rendah dan temperatur tinggi. Sistem operasi rendah beroperasi dibawah 150C (300C) dan biasanya merupakan penyimpanan panas sensibel dalam air, batu dan terak besi atau penyimpanan panas laten dalam es, garam glauber (Na2 SO4 10H2 O), lilin parafin, disodium hidrogen phosphat dodecahidrat (Na2 HPO4 12 H2 O) dan asam lemak. Beberapa material panas laten mengalami penurunan mutu setelah dipakai dikalangan masyarakat luas. Salah satu penyimpan energy yang dapat digunakan adalah paraffin - Al2O3. Hasil jurnal penelitian Dailami dan Hamdani yang dipublikasikan Politenkin Negri Lokhseumawe menunjukkan penggunaak paraffin dan Al2O3 sebagai material penyimpan panas. Salah satu pemanfaatan energi terbarukan yang paling banyak digunakan adalah pemanfaatan energi surya untuk penghasil energi listrik atau sebagai pemanas air. Namun, masalah utama pada pemanfaatan energi surya adalah sifat radiasi surya yang intermittent, dan ketersediaanya dipengaruhi oleh waktu, kondisi cuaca dan posisi lintang. Untuk pemecahan permasalahan tersebut, teknologi yang dianggap sangat cocok adalah penyimpanan energi termal. Sistem ini terdiri dari material dengan massa tertentu yang mampu menyimpan energi termal dalam bentuk panas atau dingin. Penelitian tersebut ditujukan pada usaha peningkatan laju perpindahan panas menggunakan lilin parafin (paraffin Wax) dan alumina (Al2O3) sebagai material penyimpan panas. Dari hasil pengujian diperoleh pengaruh partikel alumina (Al2O3) jauh lebih jelas dalam proses solidifikasi dari pada proses peleburan. Karena proses solidifikasi bertentangan dengan proses peleburan, yang didominasi oleh konduksi. Selama proses solidifikasi, lapisan padat terbentuk dari permukaan perpindahan panas dan tetap sejajar. Meskipun konveksi alami ada dalam PCM cair pada tahap sebelumnya, berkurang cepat karena solidifikasi berlangsung dan modus perpindahan panas menjadi didominasi oleh penpindahan panas konduksi.Keuntungan menggunakan material berubah fasa adalah mampu menyimpan panas dalam kapasitas besar dengan volume material yang kecil dan proses penyerapan dan pengeluaran energi panas terjadi pada temperatur yang hampir konstan. Dalam sistem penyimpanan energi panas laten, salah satu elemen penting adalah material penyimpan panas. Kebanyakan kajian dilakukan untuk pemanfaatan material penyimpan panas dari hidrat garam, parafin, dan senyawa organik . Namun, material tersebut memiliki konduktivitas termal yang rendah dan sehingga membutuhkan waktu yang cukup untuk proses peleburan dan pembekuan, sehingga mengurangi daya keseluruhan dari perangkat penyimpanan panas dan dengan demikian akan membatasi aplikasi. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut berupa data hasil pengukuran sifat-sifat fisik liln parafin menggunakan DSC dan DTA dalam bentuk kurva. Hasil pengolahan data sifat-sifat fisik lilin parafin dan sifat-sfiat fisik partikel Al2O3 yang dirujuk dari literatur ditunjukkan dalam Tabel 1.

Hasil pengukuran perubahan temperatur lilin parafin selama proses pemanasan pada titik pengukuran T3 seperti ditunjukkan dalam Gambar 3. Dari gambar terlihat pada awal proses pemanasan, temperatur lilin parafin meningkat tajam dari 30oC sampai 50oC, dalam selang waktu 70 menit, kemudian kenaikan temperatur mulai melambat pada peningkat temperatur dari 50oC sampai 61oC. Hal ini menunjukkan pada awal proses pemanasan lilin parafin menyerap panas dalam bentuk panas sensibel, dan kemudian lilin parafin mengalami perubahan fasa dari padat ke cair. Pada tahap ini lilin parafin menyimpan panas dalam bentuk panas laten.

Dari gambar terlihat pada awal proses pendinginan, temperatur lilin parafin menurun dengan cepat. Hal ini terjadi karena beda temperatur antara fluida pendingin dengan lilin parafin yang mengakibatkan terjadinya laju perpindahan panas yang tinggi, dan pada kondisi ini lilin parafin berada dalam fasa cair. Kemudian penurunan temperatur lilin parafin mulai melambat. Hal ini diakibatkan oleh pemadatan lilin parafin yang menempel pada diding pipa pendingin, sehingga terjadinya peningkatan tahan termal yang mengakibatkan menurunnya laju perpindahan panas dari air pendingin ke lilin parafin pada titik pengukuran T3 yang letaknya 10 mm dari dinding pipa air pendingin. Gambar 5. memperlihatkan perubahan temperatur lilin parafin-2% Al2O3 selama proses pendinginan yang diikuti oleh proses pembekuan. Dari gambar terlihat temperatur pada titik pengukuran T2 paling cepat mengalami proses pendinginan. Titik pengukuran ini berada tepat pada bagian atas. Pada saat proses pemanasan dilakukan seluruh material penyimpan pans mengalami proses perubahan fasa dari padat menjadi cair. Karena beda temperatur yang tinggi antara fluida pendingin dengan temperatur material, akibat adanya perpindahan panas konveksi didalam material yang mencair mengakibatkan terjadinya perpindahan laju yang tinggi, dan akan diikuti dengan perubahan fasa yang cepat.

Gambar 6. memperlihat proses pendinginan lilin parafin-Al2O3 dengan fraksi Al2O3. Dari gambar terlihat adanya pengaruh Al2O3 terhadap penurunan temperatur material penyimpan panas. Semakin besar Al2O3, semakin cepat penurunan temperatur yang terjadi, dan ini dapat disimpulkan bahwa, kajian tentang perpindahan panas pada lilin parafin-Al2O3 sebagai material penyimpan panas akan sangat baik dipelajari mellaui proses pemadatan (solidification) dibandingkan pada proses peleburan (melting). Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan diatas dapat disimpulkan bahwa pengaruh partikel Al2O terlihat lebih nyata pada proses pemadatan (solidus) dari pada proses peleburan (liquidus), Karena pada proses solidus perpindahan panas sangat didominasi oleh konduksi. Selama proses solidus, lapisan padat terbentuk dari permukaan perpindahan panas, Meskipun konveksi alamiah ada dalam material dalam fasa cair pada tahap sebelumnya, dan berkurang cepat karena solidus berlangsung dan modus perpindahan panas menjadi didominasi oleh perpindahan panas konduksi.

Sumber:http://www.kizzio.com/555-teknologi-ramah-lingkungan.htm diakses tanggal 8 April 2014http://www.wikipedia.com/penyimpan_energi diakses tanggal 8 April 2014Dailami dan Hamdani, 2011, Kaji Eksperimental Perpindahan Pembekuan Parafin-Al2O3 Sebagai Material Penyimpan Panas, Politeknik Negri Lhokseumawe, 50-56. Penyimpan Energi Panas 2