Penyebab Tingginya Kematian Ibu Kemiskinan, - wri.or.id · ingkat Angka Kematian Ibu (AKI) di...

4

Click here to load reader

Transcript of Penyebab Tingginya Kematian Ibu Kemiskinan, - wri.or.id · ingkat Angka Kematian Ibu (AKI) di...

Page 1: Penyebab Tingginya Kematian Ibu Kemiskinan, - wri.or.id · ingkat Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menjadi perde-batan. Sekalipun demikian, Badan Perencanaan Pembangunan

“Kemajuan kesehatan perempuan adalah tantanganbagi sejarah peradaban manusia. Diperlukan upaya serius untuk itu….” 1

(Endang Rahayu Sedyaningsih, Menteri Kesehatan RI)

Tingkat Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menjadi perde-batan. Sekalipun demikian, Badan Perencanaan Pembangunan

Nasional (Bappenas) melihat bahwa tantangan paling berat yangdihadapi oleh sektor kesehatan di Indonesia sekarang ini adalah tinggi-nya AKI.2 Hal ini sejalan dengan temuan penelitian Women ResearchInstitute (WRI).

Perhitungan AKI yang didasarkan pada metode perbandinganinternasional yang dilakukan oleh UNICEF, menunjukkan bahwa angkaAKI di Indonesia yang dilaporkan untuk periode 2000-2007 adalah 310,dan yang disesuaikan untuk periode 2005 adalah 420.3 Sementara diharian Kompas (23/1/2010) mengutip data berbeda yang bersumberdari UNFPA, yang dalam Laporan Kependudukan 2008 menyebutkanbahwa AKI di Indonesia masih berada pada tingkat 420/100.000 kelahir-an hidup, sama dengan tingkat AKI di tahun 2005 menurut UNICEF.4

Kemiskinan,Penyebab Tingginya Kematian Ibu

Foto: Dok. WRI

1 Speech delivered on behalf Minister of Health of Republic of Indonesia at theannual of IFPMA reception on the 63rd World Health Assembly.

2 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas - Ministry for NationalDevelopment Planning/National Development Planning Agency), Summary ReportMillennium Development Goals, Indonesia 2007, h. 8.

3 www.unicef.org: Indonesia: Statistics: Women.4 Kompas, “Angka Kematian Ibu Dapat Diturunkan; Edisi Kesehatan Ibu dan Anak”,

23 Januari 2010, h. 36.

Page 2: Penyebab Tingginya Kematian Ibu Kemiskinan, - wri.or.id · ingkat Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menjadi perde-batan. Sekalipun demikian, Badan Perencanaan Pembangunan

Angka AKI di Indonesia yang dikeluarkan olehdua lembaga internasional tersebut jauh lebih tinggidibanding dengan data yang dikeluarkan Bappenasuntuk tahun 20075 dan 2009.6 Bappenas menunjuk-kan bahwa AKI di Indonesia telah mengalami penu-runan dari 390 per 100.000 kelahiran yang hiduppada tahun 1994 menjadi 307 pada tahun 2002-2003, dan menjadi 228 pada tahun 2008. Meskipunangka perhitungan nasional tersebut menunjukkantren penurunan, Bappenas mengisyaratkan bahwaIndonesia akan sulit mencapai target MilleniumDevelopment Goals (MDG) untuk menurunkan AKIsampai ke angka 102 pada tahun 2015. Dalam duaterbitan tersebut, Bappenas memperkirakan bahwapada tahun 2015, AKI di Indonesia masih akan ber-kisar di angka 163. Indonesia tertinggal jauh dariMalaysia dan Thailand yang angka AKInya masing-masing 30 dan 24,7 dan lebih mendekati tingkat AKIVietnam (150), Filipina (230), dan Myanmar (380).8

Penyebabnya sangat kompleks dan beragam.Mulai dari tingginya angka kemiskinan, kebijakanyang bias gender dan tidak sensitif pada kelompokmiskin, kondisi geografis alam yang sulit, sampaiinfrastruktur yang tidak memadai.

Data angka kematian ibu di setiap daerah sa-ngat berbeda. Ada yang hanya dua persen namunada juga yang mencapai 98 persen. Hal ini ditambahlagi dengan kenyataan beberapa daerah yang memi-liki kondisi geografis wilayah yang sulit, sehinggasulit pula mengakses fasilitas dan tenaga kesehatan.Data Susenas tahun 2001 memperlihatkan, hanyasebanyak 46 persen kelahiran yang ditolong olehbidan di pedesaan. Jumlah bidan di seluruh Indone-sia pun jauh dari mencukupi. Menurut Ikatan BidanIndonesia (IBI) saat ini hanya sekitar 80.000 oranguntuk 240 juta penduduk Indonesia. Bahkan jumlahbidan di desa terus menyusut dari 62.812 bidan padatahun 2000, menjadi 39.906 bidan pada tahun 2003.Profil Kesehatan Indonesia tahun 2000, mencatatsekitar 80 persen penduduk Indonesia bermukim di

69.061 desa dan saat ini tercatat 22.906 desa tidakmemiliki bidan desa.9

Penelitian WRI (2009) mencatat, bukan jumlahbidan yang menjadi persoalan utama namun masa-lah distribusi bidan yang belum dan tidak merataantara wilayah satu dengan wilayah lainnya. Teruta-ma antara wilayah desa dengan wilayah kota.

Letak geografis bermukimnya perempuanutamanya yang sedang hamil, juga memunculkanmasalah akses terhadap fasilitas kesehatan. Darihasil penelitian WRI di tujuh wilayah kabupaten dankota di Indonesia, yaitu: Lampung Utara, Lebak, Indra-mayu, Surakarta, Jembrana, Lombok Tengah danSumba Barat, terdapat tiga faktor penyebab keter-lambatan yang membuat ibu meninggal karenamelahirkan, yakni:1. Terlambat mengenali tanda bahaya dan meng-

ambil keputusan2. Terlambat mencapai fasilitas kesehatan3. Terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas

kesehatan

Hal yang mendasari alasan keterlambatan tersebutadalah pengetahuan. Akses perempuan terhadappengetahuan, bahkan pengetahuan yang berhubung-an dengan kesehatan reproduksinya masih didomi-

Foto: Dok. WRI

9 Ringkasan eksekutif SMERU Research Institute “StrategiAkselerasi Pencapaian Target MDGs 2015”.

5 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas -Ministry for National Development Planning/National De-velopment Planning Agency), Summary Report MillenniumDevelopment Goals, Indonesia 2007.

6 Direktoral Evaluasi Pembangunan Sektoral, Bappenas, Sta-tus Ringkas: Millennium Development Goals, Indonesia2009.

7 www.unicef.org: Info by Country: Statistics: Women.8 Kompas, “Angka Kematian Ibu Dapat Diturunkan; Edisi Kese-

hatan Ibu dan Anak”, 23 Januari 2010, h. 36.

Page 3: Penyebab Tingginya Kematian Ibu Kemiskinan, - wri.or.id · ingkat Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menjadi perde-batan. Sekalipun demikian, Badan Perencanaan Pembangunan

nasi oleh laki-laki. Nilai-nilai agama yang patriarkisjuga melanggengkan hal ini. Terutama bila berkaitandengan reproduksi perempuan. Persoalan kontrasep-si, masih menjadi pro kontra di tengah masyarakat.Selain banyak teknologi kesehatan kontrasepsi yangmasih bias gender. Variasi alat kontrasepsi masihlebih banyak ditujukan untuk perempuan (suntik, IUD,pil dan implant). Hampir semua alat kontrasepsiuntuk perempuan (kecuali IUD) digunakan sebagaialat kontrol terhadap hormon perempuan.

Dalam Keluarga, Suami atau Laki-laki adalahPengambil Keputusan

Pandangan bahwa laki-laki adalah kepala keluargadan berhak atas segala keputusan dalam keluarga,masih menjadi pandangan dominan dalam masya-rakat. Kerja perempuan di ruang domestik ‘dianggap’tidak melakukan kerja produktif, menyebabkan pe-rempuan tidak berhak terhadap pengambilan kepu-tusan yang berhubungan dengan keuangan keluarga.Kondisi ini akan berlaku semakin berlapis pada ke-lompok perempuan miskin. Masalah kemiskinan yangberwajah perempuan ini, memiliki keterkaitan dengannilai budaya yang tidak memberi ruang cukup luasbagi partisipasi perempuan.

Kesehatan masih Menjadi Barang ‘Mahal’ karenaSemua Fasilitas Kesehatan, Termasuk KesehatanDasar Memerlukan Biaya

Berikut adalah gambaran untuk biaya persalinan.Fasilitas kesehatan seperti Puskesmas, sekalipunsudah ada Surat Keputusan Bupati yang menyatakanpelayanan kesehatan ibu dan anak gratis, tercatat49 persen diantaranya masih mengeluarkan biayakurang dari Rp.300.000.10 Sementara pendapatanatau upah rata-rata penduduk Indonesia menurutBadan Pusat Statistik (BPS), Agustus 2010, berkisarRp.1.373.753 per tahun. Artinya bila diambil rata-rata biaya persalinan normal sebesar Rp.300.000,maka biaya itu telah mengambil 25 persen dari pen-dapatan masyarakat tersebut. Biaya ini belum terma-suk ongkos perjalanan menuju fasilitas kesehatandan segala bentuk obat-obatan. Bagaimana denganwilayah yang tidak mempunyai kebijakan persalinangratis?

Masalah infrastruktur seperti pembangunanjalan yang belum merata dan menyulitkan aksesperempuan hamil mencapai sarana kesehatan men-jadi penyumbang penting tingginya AKI. Ini disebab-kan karena pusat pelayanan kesehatan terbanyak diwilayah ibukota kecamatan dan belum menjangkauhingga desa-desa terpencil. Sulitnya akses jalan me-nuju fasilitas kesehatan yang memadai menimbulkanpermasalahan mahalnya biaya transportasi menujufasilitas kesehatan. Di wilayah desa yang terpencilakses ke pusat layanan kesehatan harus ditempuhdengan menggunakan ojek dengan kondisi jalan yangrusak dan berliku. Kondisi ini tentu saja menambahbiaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkanlayanan kesehatan. Sebagai gambaran, ongkos trans-portasi (ojek) yang berkisar antara Rp.5.000 sampaiRp.30.000 yang harus dibayarkan warga di desaterpencil untuk mengakses layanan kesehatan ham-pir sama dengan upah satu hari bekerja di sawahbagi buruh perempuan.11

Foto: Dok. WRI

10 Hasil penelitian WRI (2009) di Jembrana, Tabanan Bali.11 Ibid.

TabelPersentase Kelahiran Balita Menurut Penolong Kelahiran Terakhir

Dokter Bidan Tenaga Medis

15,3 % 61,2 % 1 %

Dukun

21,3 %

Keluarga

1,2 %

Sumber: Booklet Publikasi BPS Agustus 2010

Page 4: Penyebab Tingginya Kematian Ibu Kemiskinan, - wri.or.id · ingkat Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menjadi perde-batan. Sekalipun demikian, Badan Perencanaan Pembangunan

Jalan Kalibata Utara II No. 25A, Jakarta-12740, INDONESIATel. (62-21) 799.5670, 798.7345 Fax. (62-21) 798.7345Email. [email protected] Website. www.wri.or.id

Menurunkan angkakematian ibu bukan se-kedar masalah kesehat-an, namun juga menca-kup masalah kebijakan.Hal ini terkait dengan pe-mahaman akan relasikuasa dalam hubunganlaki-laki dan perempuan.Indonesia telah memilikiUndang-Undang Kese-hatan No. 36 tahun 2009.Dalam undang-undangini hanya diatur kesehat-an reproduksi bagi pe-rempuan yang menikah.

Seperti tersirat dalam pasal 72 dimana ‘sehat’dimaksudkan pada pasangan yang ‘sah’. “Pasal 72,ayat a, menjalani kehidupan reproduksi dan kehi-dupan seksual yang sehat, aman, serta bebas daripaksaan dan/atau kekerasan dengan pasangan yangsah.”

Dalam bunyi Undang-Undang Kesehatan terse-but, kehamilan di luar pernikahan yang sah menjaditidak dijamin kesehatannya. Hal ini menambah ren-tan tingginya angka kematian ibu. Begitupun halnyadengan alokasi dana untuk kesehatan. Dalam kurunwaktu lima tahun terakhir, sejak tahun 2005 sampai2009 anggaran kesehatan tidak mengalami pening-katan berarti. Padahal APBN meningkat tajam dariRp.226 trilyun di tahun 2005 menjadi Rp1.032 trilyundi tahun 2009. Namun anggaran kesehatan justrumengalami penurunan persentase dari 3,1 persenpada tahun 2005 menjadi 1,8 persen tahun 2009.12

Selama alokasi anggaran kesehatan ibu masihberkisar di angka 1-2 persen, maka target penurunanAKI di Indonesia akan sulit dicapai.

Foto: Dok. WRI

Kepercayaan ma-syarakat yang tinggi ter-hadap dukun beranakdan berbagai mitos se-putar kehamilan, perem-puan hamil dan prosesikelahiran, menambahpersoalan sulitnya mela-kukan upaya sosialisasikesehatan reproduksi.Proses melahirkan ma-sih dianggap sebagaiproses alami yang sela-yaknya bisa dilakukansecara alami pula olehsemua perempuan.Kendala ini menyebabkan pilihan pada dukun ber-anak atau tenaga kesehatan tradisional ‘dirasa’ cu-kup bagi perempuan desa. Menurut data BPS (2009)21 persen kelahiran masih menggunakan jasa dukunberanak. Kondisi ini tidak mendatangkan persoalan,sejauh proses kelahiran tidak mengalami komplikasi.

Pada fasilitas kesehatan umum, diskriminasiterhadap perempuan masih berlanjut. Apabilaperempuan hamil memeriksakan kehamilan ataumengkonsultasikan masalah reproduksinya, selaludikaitkan dengan keberadaan suami atau laki-laki.Begitupun dengan persoalan medis yang berkaitandengan reproduksi perempuan. Kondisi perempuanyang diasumsikan lemah (karena fisiknya yang se-dang hamil) membuat pendapat perempuan diabai-kan dalam pengambilan keputusan yang berkaitandengan tindakan medis.

Apa yang Telah Kita Lakukan?

“Pembangunan kesehatan diselenggarakan denganberasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, man-faat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dankewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatifdan norma-norma agama.” demikian bunyi Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009.

12 Ringkasan eksekutif SMERU Research Institute “StrategiAkselerasi Pencapaian Target MDGs 2015”.