Penyaliran

21
III-1 III. 1 Daur Hidrologi Cabang ilmu yang mempelajari tentang air adalah Hidrologi. Hidrologi berasal dari dua kata, yaitu hidro = air, dan logos = ilmu. Dengan demikian secara umum hidrologi dapat berarti ilmu yang mempelajari tentang air. Konsep yang umum itu, kini telah berkembang sehingga cakupan obyek hidrologi menjadi lebih jelas. Menurut Marta dan Adidarma (1983), bahwa hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun dibawah permukaan bumi, tentang sifat fisik, kimia air serta reaksinya terhadap lingkungan dan hubunganya dengan kehidupan. Air yang berada di dalam maupun di permukaan bumi mengalami proses yang membentuk daur. Secara umum daur hidrologi terjadi karena air yang menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut akan terkondensasi dan kembali jatuh ke bumi. Kejadian ini disebut presipitasi yang dapat berbentuk hujan, salju, atau embun. Peristiwa perubahan air menjadi uap air dan bergerak dari permukaan tanah ke udara disebut evaporasi, sedangkan penguapan air dari tanaman disebut transpirasi. Jika kedua proses ini terjadi secara bersama-sama maka disebut evapotranspirasi. Setelah presipitasi terjadi, air akan mengalir ke tempat yang lebih rendah hingga bermuara ke laut. Aliran air ini dapat berupa aliran permukaan dan aliran dalam tanah. Setelah bermuara ke laut, maka air akan kembali menguap. Untuk lebih jelasnya daur hidrologi dapat dilihat pada gambar 3.1.

description

Penyaliran

Transcript of Penyaliran

Page 1: Penyaliran

III-1

III. 1 Daur Hidrologi

Cabang ilmu yang mempelajari tentang air adalah Hidrologi. Hidrologi

berasal dari dua kata, yaitu hidro = air, dan logos = ilmu. Dengan demikian

secara umum hidrologi dapat berarti ilmu yang mempelajari tentang air. Konsep

yang umum itu, kini telah berkembang sehingga cakupan obyek hidrologi

menjadi lebih jelas. Menurut Marta dan Adidarma (1983), bahwa hidrologi

adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air

di bumi, baik di atas maupun dibawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

kimia air serta reaksinya terhadap lingkungan dan hubunganya dengan

kehidupan.

Air yang berada di dalam maupun di permukaan bumi mengalami proses

yang membentuk daur. Secara umum daur hidrologi terjadi karena air yang

menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut akan terkondensasi dan

kembali jatuh ke bumi. Kejadian ini disebut presipitasi yang dapat berbentuk

hujan, salju, atau embun. Peristiwa perubahan air menjadi uap air dan bergerak

dari permukaan tanah ke udara disebut evaporasi, sedangkan penguapan air dari

tanaman disebut transpirasi. Jika kedua proses ini terjadi secara bersama-sama

maka disebut evapotranspirasi. Setelah presipitasi terjadi, air akan mengalir ke

tempat yang lebih rendah hingga bermuara ke laut. Aliran air ini dapat berupa

aliran permukaan dan aliran dalam tanah. Setelah bermuara ke laut, maka air

akan kembali menguap. Untuk lebih jelasnya daur hidrologi dapat dilihat pada

gambar 3.1.

Page 2: Penyaliran

III-2

III.1.1 Evapotranspirasi

Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di danau, dan sebagainya

akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan

seperti dilustrasikan pada gambar 3.2 di bawah ini. Pada keadaan jenuh

uap air awan itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan

turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, dan es. Ketika air

dipanaskan oleh sinar matahari, permukaan molekul-molekul air

memiliki cukup energi untuk melepaskan ikatan molekul air tersebut

dan kemudian terlepas dan mengembang sebagai uap air yang tidak

terlihat di atmosfir.

Evapotranspirasi merupakan gabungan dari evaporasi dan

transpirasi. Evaporasi adalah proses pertukaran molekul air di

pemukaan menjadi molekul uap air di atmosfer akibat panas, sedangkan

transpirasi adalah proses penguapan pada tumbuh-tumbuhan melalui

sel-sel stomata. Perkiraan evapotranspirasi sangat penting dalam kajian-

kajian hidrologi. Pengukuran langsung evaporasi maupun

evapotranspirasi dari air maupun permukaan lahan yang luas akan

mengalami banyak kendala. Untuk itu maka dikembangkan beberapa

metode pendekatan dengan menggunakan input data-data yang

diperkirakan berpengaruh terhadap besarnya evapotranspirasi. Pada

daerah-daerah yang kering besarnya evapotranspirasi sangat tergantung

pada besarnya hujan yang terjadi dan evapotranspirasi yang terjadi pada

saat itu disebut evapotranspirasi aktual. Evapotranspirasi dapat dihitung

dengan rumus Turc sebagai berikut :

E = 5.0

2

)(9.0

TL

P

P 5)

Page 3: Penyaliran

III-3

Dimana :

E = evapotranspirasi

P = curah hujan tahunan rata-rata (mm/tahun)

T = temperatur rata-rata (oC)

L(T) = fungsi suhu = 300 + 25T + 0.05T3

GAMBAR 3.2

EVAPOTRANSPIRASI 7)

III.1.2 Limpasan (Run Off)

Limpasan adalah semua air yang mengalir akibat hujan yang

bergerak dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah

tanpa memperhatikan asal atau jalan yang di tempuh sebelum mencapai

saluran. Debit limpasan dapat dihitung dengan persamaan rasional

berikut :

Q = 0,278 C x I x A 5)

Dimana :

Q = debit limpasan (m3/jam)

C = koefisien limpasan (Tabel III.1)

I = intensitas curah hujan (m/jam)

Page 4: Penyaliran

III-4

A = luas catchment area (m2)

TABEL III.1

KOEFISIEN LIMPASAN PADA BERBAGAI KONDISI8)

III.1.3 Air Tanah

Air tanah adalah semua air yang terdapat di bawah permukaan tanah

pada lajur/zona jenuh air (zone of saturation). Air tanah terbentuk

berasal dari air hujan dan air permukan , yang meresap (infiltrate) mula-

mula ke zona tak jenuh (zone of aeration) dan kemudian meresap makin

dalam (percolate) hingga mencapai zona jenuh air dan menjadi air

tanah. Dari daur hidrologi tersebut dapat dipahami bahwa air tanah

berinteraksi dengan air permukaan serta komponen-komponen lain yang

terlibat dalam daur hidrologi termasuk bentuk topografi, jenis batuan

penutup, penggunaan lahan, tetumbuhan penutup, serta manusia yang

berada di permiukaan. Air tanah dan air permukaan saling berkaitan dan

berinteraksi.

Kemiringan Tutupan / Jenis lahan C

< 3% (datar)

Sawah, rawa 0,2

Hutan/perkebunan 0,3

Perumahan 0,4

3% - 15%

Hutan, Perkebunan 0,4

Perumahan 0,5

Semak-semak agak jarang 0,6

Lahan Terbuka 0,7

>15% (curam)

Hutan 0,6

Perumahan 0,7

Semak-semak agak jarang 0,8

Lahan terbuka daerah

tambang 0,9

Page 5: Penyaliran

III-5

III.2 Curah Hujan

Curah hujan adalah banyaknya hujan yang terjadi pada suatu daerah. Curah

hujan merupakan faktor yang sangat penting dalam perencanaan sistem

penirisan, karena besar kecilnya curah hujan pada suatu daerah tambang akan

mempengaruhi besar kecilnya air tambang yang harus ditanggulangi.

Angka–angka curah hujan yang diperoleh merupakan data yang tidak dapat

digunakan secara langsung untuk perencanaan pembuatan sarana pengendalian

air tambang, tetapi harus diolah terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai curah

hujan yang lebih akurat. Curah hujan merupakan data utama dalam perencanaan

kegiatan penirisan tambang terbuka.

Pengamatan curah hujan dilakukan dengan alat pengukur curah hujan. Ada

dua jenis alat pengukur curah hujan, yaitu alat ukur manual dan otomatis. Alat

ini biasanya diletakkan ditempat terbuka agar air hujan yang jatuh tidak

terhalang oleh bangunan atau pepohonan. Terdapat dua jenis alat ukur hujan

yaitu :

1. Alat ukur hujan biasa (Manual Raingauge)

Data yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan alat ini,

berupa data hasil pencatatan oleh petugas pada setiap periode tertentu. Alat

pengukur hujan ini berupa suatu corong dan sebuah helas ukur, yang masing-

masing berfungsi untuk menampung jumlah air hujan dalam satu hari (hujan

harian).

2. Alat ukur hujan otomatis (Automatic Raingauge)

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan alat ini,

berupa data pencatatan secara menerus pada kertas pencatat yang dipasang

pada alat ukur. Berdasarkan data ini akan dapat dilakukan analisis untuk

memperoleh besaran intensitas hujan

III.2.1 Periode Ulang Hujan

Page 6: Penyaliran

III-6

Periode ulang hujan adalah hujan maksimum yang diharapkan

terjadi pada setiap n tahun. Perhitungan periode ulang dapat dilakukan

dengan beberapa metode, tetapi metode yang paling banyak dipakai di

Indonesia adalah Metode Extreem Gumbel atau lebih lazim disebut

Metode Gumbel.

Rumus metode Gumbel Tipe 1 adalah :

Y = a (X – Xo) 3)

Dimana :

Y = faktor reduksi Variansi (Tabel III.2)

x = curah hujan maksimum rata-rata (mm)

X = curah hujan rencana

Xo = x - a

5777,0 3)

a =S

283,1 3)

x dapat dihitung dengan rumus

x =

n

Xi 6)

Dimana :

Xi = curah hujan maksimum

n = lama tahun pengamatan

Besarnya simpangan baku (S) dapat dihitung dengan rumus :

S = 1

)( 2

n

xix 6)

Page 7: Penyaliran

III-7

TABEL III.2

HUBUNGAN PERIODE ULANG (T) DENGAN REDUKSI

VARIANSI (Y) 7)

Periode Ulang (T) Reduksi Variansi (Y)

1,58 0,000

2 0,367

2,33 0,579

5 1,500

10 2,250

20 2,970

50 3,902

100 4,600

200 5,296

403 6,000

III.2.2 Intensitas Hujan

Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan

dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi

pada satu kurun waktu air hujan terkonsentrasi (Wesli, 2008). Besarnya

intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah

hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas curah hujan yang tinggi

pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah

yang tidak luas. Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan

intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang.

Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang

jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air

bagaikan ditumpahkan dari langit. (Suroso, 2006).

Untuk perencanaan kapasitas pompa pengurasan untuk daerah

tertentu dan tidak luas, maka besar hujan yang digunakan adalah hujan

dengan durasi pendek, dalam satuan jam atau menit. Mengingat data

Page 8: Penyaliran

III-8

yang dicatat adalah dalam satuan hari maka diperlukan pendekatan

empiris. Salah satu metode yang banyak dipakai di indonesia adalah

metode Mononobe.

Sedangkan untuk menghitung intensitas curah hujan per jam dapat

dirumuskan sebagai berikut.

(

)

1)

Dimana :

I = intensitas (mm/jam)

RTr = curah Hujan (mm/hari)

t = durasi hujan (jam)

III.2.3 Daerah Tangkapan Hujan

Daerah tangkapan hujan (catchment area) adalah luasnya permukaan

yang apabila terjadinya hujan, maka air hujan tersebut akan mengalir ke

daerah yang lebih rendah menuju titik pengaliran. Daerah tangkapan

hujan merupakan suatu daerah yanag dapat mengakibatkan air limpasan

permukaan (run off) mengalir ke suatu tempat (daerah penambangan

yang lebih lebih rendah).

III.3 Kolam Penampung (Sump)

Kolam penampung merupakan tempat yang dibuat untuk menampung air

sebelum air tersebut dipompakan. Kolam penampung ini juga dapat berfungsi

sebagai tempat mengendapkan lumpur. Tata letak kolam penampung

dipengaruhi oleh sistem drainase tambang yang digunakan serta disesuaikan

dengan letak geografis daerah tambang dan kestabilan lereng tambang.

Berdasarkan tata letak kolam penampung (sump), sistem penirisan tambang

dapat dibedakan menjadi :

1. Sistem penirisan terpusat

Page 9: Penyaliran

III-9

Pada sistem ini sump-sump akan ditempatkan pada setiap jenjang atau

bench. Sistem pengaliran dilakukan dari jenjang paling atas menuju jenjang-

jenjang yang berada di bawahnya, sehingga akhirnya air akan terpusat pada

main sump untuk kemudian dipompakan keluar tambang.

2. Sistem penirisan tidak memusat

Sistem ini diterapkan untuk daerah tambang yang relatif dangkal dengan

keadaan geografis daerah luar tambang yang memungkinkan untuk

mengalirkan air secara langsung dari sump ke luar tambang.

Berdasarkan penempatannya, sump dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,

yaitu :

1. Travelling Sump

Sump ini dibuat pada daerah front tambang. Tujuan dibuatnya sump ini

adalah untuk menanggulangi air permukaan. Jangka waktu penggunaan

sump ini relatif singkat dan selalu ditempatkan sesuai dengan kemajuan

tambang.

2. Sump Jenjang

Sump ini dibuat secara terencana baik dalam pemilihan lokasi maupun

volumenya. Penempatan sump ini adalah pada jenjang tambang dan

biasanya di bagian lereng tepi tambang. Sump ini disebut sebagai sump

permanen karena dibuat untuk jangka waktu yang cukup lama dan biasanya

dibuat dari bahan kedap air dengan tujuan untuk mencegah meresapnya air

yang dapat menyebabkan longsornya jenjang.

3. Main Sump

Sump ini dibuat sebagai tempat penampungan air terakhir. Pada

umumnya sump ini dibuat pada elevasi terendah dari dasar tambang.

III.4 Pompa

Page 10: Penyaliran

III-10

Pompa adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk memindahkan

cairan dari suatu tempat ke tempat yang lain melalui suatu media perpipaan

dengan cara menambahkan energi pada cairan yang dipindahkan dan

berlangsung secara terus menerus. Dalam sistem pemompaan dikenal berbagai

macam tipe sambungan pemompaan yaitu:

a. Seri

Dua atau beberapa pompa dihubungkan secara seri maka jumlah head

bertambah sebesar nilai head masing-masing sedangkan debit pemompaan

tetap.

b. Paralel

Debit pemompaan bertambah sesuai kemapuan debit masing-masing

pompa namun head tetap.

Untuk menentukan kebutuhan pompa ada dua hal yang perlu diperkatikan

antara lain:

a. Penentuan titik optimal kerja pompa

Penentuan titik optimal kerja pompa digunakan dua jenis kurva yaitu

kurva resiten dari sistem dan kurva karakteristik pompa. Kurva resisten

adalah nilai head dari sistem untuk sejumlah variasi debit pemompaan.

Sedangkan kurva karekteristik pompa menyatakan kemapuan pompa untuk

mengatasi head untuk berbagai debit pemompaan atau sebaliknya. Kurva

dikeluarkan oleh pabrik pembuat pompa. Setelah kedua kurva tersedia maka

langkah selanjutnya kedua kurva digabungkan sehingga diperoleh titik

perpotongan yang merupakan titik optimal kerja pompa.

Untuk perencanaan harus dihitung dahulu head total sebagai berikut.

1. Static Head (HC)

Static head adalah kehilangaan tekanan yang disebabkan perbedaan

tinggi antara tempat penampungan dengan tempat pembuangan. Rumus

untuk mendapatkan nilai static head adalah sebagai berikut.

Page 11: Penyaliran

III-11

8)

Dimana :

H2 = elevasi air keluar (m)

H1 = elevasi air masuk (m)

2. Velocity Head

Velocity head adalah kehilangan tekanan yang disebabkan oleh

kehilangan air yang melalui pompa.

8)

Dimana :

Hv = head velocity

v = kecepatan aliran di dalam pipa (m/dt)

g = gravitasi bumi (9,8 m/det²) 8)

dengan

6)

1)

Dimana :

Q = debit kemampuan pompa

r = jari-jari pipa

3. Friction Head (Hf)

Friction head adalah kehilangan tekanan akibat gesekan air yang

melalui pipa dengan dinding pipa, yang dihitung berdasarkan persamaan

Darcy-Weisbach.

2)

Dimana :

Hf = head friction

Page 12: Penyaliran

III-12

f = faktor kekasaran pipa dengan menggunakan diagram Moddy

L = panjang pipa(m)

v = kecepatan air melalui pompa (m/dt)

D = diameter pipa (m) (Tabel III.3)

g = gravitasi bumi (m/dt)

Diameter pipa yang dimaksud adalah diameter dalam pipa, diameter

dalam pipa untuk berbagai ukuran pipa dapat dilihat pada Tabel III.5 di

bawah ini.

Untuk aliran laminar dengan Re lebih kecil dari 2000(Re<2000), maka

nilai faktor kekasaran pipa dapat dihitung dengan rumus:

8)

Sementara pipa kasar dengan aliran turbulen (4000<Re>100.000) maka

untuk mencari f dengan menggunakan diagram Moody seperti

diperlihatkan pada Gambar 3.4 di bawah ini.

Untuk mendapatkan nilai Re dapat digunakan rumus sebagai berikut:

2)

Dimana :

D = diameter kolom (dalam hal ini diameter pipa) (m)

)

TABEL III.3

DIAMETER PIPA BAKU 4)

No Ukuran Nominal

(Inch)

Garis Tengah (inch) Tebal Dinding

(inch) Luar Dalam

1 1/8 0,405 0,269 0,068

Page 13: Penyaliran

III-13

Untuk aliran laminar dengan Re lebih kecil dari 2000(Re<2000), maka

nilai faktor kekasaran pipa dapat dihitung dengan rumus:

f = 64/Re 8)

Sementara pipa kasar dengan aliran turbulen (4000<Re>100.000) maka

untuk mencari f dengan menggunakan diagram Moody seperti

diperlihatkan pada Gambar 3.4 di bawah ini.

Untuk mendapatkan nilai Re dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Re = v D/v 2)

Dimana :

v = kecepatan aliran (m/s)

D = diameter kolom (dalam hal ini diameter pipa) (m)

2 ¼ 0,540 0,364 0,088

3 3/8 0,675 0,493 0,091

4 ½ 0,840 0,622 0,109

5 ¾ 1,050 0,824 0,113

6 1 1,315 1,049 0,133

7 1 ¼ 1,660 1,380 0,140

8 1 ½ 1,900 1,610 0,145

9 2 2,375 2,067 0,154

10 2 ½ 2,875 2,469 0,203

11 3 3,500 3,068 0,216

12 3 ½ 4,000 3,548 0,226

13 4 4,500 4,026 0,237

14 5 5,563 5,047 0,258

15 6 6,625 6,065 2,80

16 8 8,625 7,981 0,322

17 10 10,750 10,020 0,365

18 12 12,750 12,000 0,375

Page 14: Penyaliran

III-14

v = viskositas kinematik fluida

GAMBAR 3.3

DIAGRAM MOODY 2)

Untuk menggunakan diagram moody, perlu dipersiapkan data-data

sebagai berikut :

1. Material Pipa, untuk mengetahui nilai kekasaran pipa (epsilon atau e)

seperti terlihat pada Tabel III.4

2. Diameter Pipa (D)

3. Bilangan Reynold (Re)

TABEL III.4

KEKASARAN PIPA BERDASARKAN BAHAN 8)

Material Raughness

mm inches

Drawn tubing 0,0015 0,00006

Page 15: Penyaliran

III-15

Plastic tubing 0,0015 0,00006

Steinless steel 0,015 0,0006

Commercial steel 0,05 0,002

Rusted steel 0,1 to 1 0,004-0,04

Galvanised iron 0,15 0,006

Cast iron 0,26 0,01

Untuk menentukan nilai f dengan menggunkan diagram Moody, dapat

dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

1. Tentukan nilai

pada sumbu Y bagian kanan tari garis ke arah kiri.

2. Tentukan nilai Re pada sumbu X bagian bawah lalu tarik garis tegak

lurus.

3. Didapat titik pertemuan garis

dan Re lalu tarik garis ke sumbu Y

bagian kiri.

4. Didapatlah nilai koefesien kekasaran pada sumbu Y bagian kiri.

4. Shock Loss Head (HL)

Kehilangan ini pada jaringgan pipa disebabkan oleh perubahan-

perubahan mendadak dari geometri pipa, belokan-belokan, katup-katup,

dan sambungan-sambungan.

8)

Dimana :

HL = shock loss head

n = jumlah belokan

8)

Dimana :

v = kecepatan air melalui pompa (m/dt)

g = gravitasi bumi (m/dt)

Page 16: Penyaliran

III-16

5. Kehilangan Tekanan Dalam Mulut Pipa (Nozzle)

Bentuk katup pada pipa masuk dapat menyebabkan kehilangan

tekanan pada sistem perpipaan. Rumus untuk mencari kehilngan tekanan

pada mulut pipa adalah sebagai berikut.

h = K g2

v 2

1)

Dimana :

h = kehilangan energi dalam mulut pipa (m)

v = kecepatan aliran di pipa (m/s)

g = percepatan gravitasi (m/s2)

K = koefisien (Tabel III.5)

6. Total Head

H = Static Head + Velocity Head + Friction Head + Shock Loss

Head + Kehilangan Energ energi dalam Mulut Pipa 9)

TABEL III.5

NILAI K PADA BERBAGAI JENIS KATUP 1)

No Bentuk Katup K

1 Katup pintu

Terbuka penuh 0,19

¾ terbuka 1,15

½ terbuka 5,6

¼ terbuka 24

2 Katup bola, terbuka 10

3 Katup sudut, terbuka 5

4 Bengkokan 90°, jari-jari pendek 0,9

Jari-jari pertengahan 0,75

Jari-jari panjang 0,6

5 Lengkungan pengembalian (180°) 2,2

Page 17: Penyaliran

III-17

6 Bengkokan 45° 0,42

7 Bengkokan 22½° (45cm) 0,13

8 Sambungan T 1,25

9

Sambungan pengecil (katup pada

ujung yang kecil) 0,25

10 Sambungan pembesar 0,25

11 Sambungan penecilmulut lonceng 0,10

12 Lubang terbuka 1,80

III.5 Saluran Terbuka

Saluran terbuka berfungsi mengalihkan sejumlah air dari suatu tempat ke

tempat lain. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk perancangan saluran

tahan erosi adalah :

1. Macam material yang membentuk tubuh saluran untuk menentukan

koefesien kekasarannya.

2. Kecepatan aliran minimum yang diijinkan agar tidak terjadi pengendapan

apabila air mengandung lumpur dan sisa-sisa kotoran.

Beberapa kriteria perancangan dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Bentuk saluran

Bentuk saluran untuk drainase tidak jauh berbeda dengan saluran air pada

umumnya. Dalam perancangan saluran harus diusahan mendapatkan

tampang yang ekonomis. Dimensi yang terlalu besar berarti tidak ekonomis,

sebaliknya saluran yang terlalu kecil tingkat kerugian akan semakin besar.

Bentuk saluran drainase terdiri dari :

1. Bentuk trapesium

Saluran berbentuk trapesium pada umumnya saluran dari tanah.

Saluran ini membutuhkan ruang yang cukup dan berfungsi sebagai

pengaliran air hujan, air irigasi maupun rumah tangga.

2. Bentuk persegi panjang

Page 18: Penyaliran

III-18

Saluran drainase berbentuk persegi panjang tidak membutuhkan

banyak ruang. Sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini saluran harus

dari beton.

3. Bentuk parabola dan lingkaran

Saluran dengan bentuk ini adalah pasangan dan pipa beton. Dengan

bentuk saluran yang bulat memudahkan pengangkutan bahan endapan

atau limbah.

b. Macam material

Lapisan dasar dan dinding saluran drainase dapat dibuat dari material

tanah, beton, pasangan batu kali, pasangan batu merah, aspal, kayu, besi cor,

baja, plastic dll.

c. Kemiringan saluran

Yang dimaksud kemiringan saluran adalah kemiringan dasar saluran dan

kemiringan dinding saluran.

Kemiringan dasar yang dimaksudkan disini adalah kemiringan dasar

arah memanjang dimana umumnnya dipengaruhi oleh daerah topografi.

Kemiringan dasar maksimum yang diperbolehkan adalah 0,005 – 0,008

tergantung pada bahan yang digunakan.kemiringan yang lebih curam dari

0,002 bagi tanah lepas sampai dengan 0,005 untuk tanah padat akan

menyebabkan erosi.

d. Jagaan (Freeboard)

Yang dimaksud jagaan (freeboard) dari suatu saluran adalah jarak

vertikal dari puncak tanggul sampai permukaan air pada kondisi

perencanaan. Jagaan direncanakan untuk mencegah pengeluapan air akibat

gelombang serta fluktuasi permukaan air. Jagaan tersebut direncanakan

atara kurang dari 5% sampai 30% lebih dari dalamnya aliran.

e. Koefesien kekasaran Manning

Page 19: Penyaliran

III-19

Dari macam-macam jenis saluran, baik berupa saluran tanah maupun

dengan pasangan, besarnya koefesien Manning dapat mengacu pada tabel

III.6 berikut ini

TABEL III.6

HARGA KOEFISIEN MANNING (n) 1)

Bahan saluran n

Logam 0,010 - 0,024

Termoplastik, kaca, semen 0,009 - 0,013

Beton 0,011 - 0,017

Kayu 0,012 - 0,017

Lempung 0,013 - 0,016

Saluran dengan dasar kerikil 0,020 - 0,033

Lapisan pasangan batu 0,025 - 0,032

Aspal 0,013 - 0,016

Lapisan dengan Tumbuh-tumbuhan 0,030 - 0,500

Sebelum merencanakan dimensi saluran, langkah pertama yang harus

diketahui adalah berapa debit rencananya. Untuk menghitung debit rencana

memerlukan data daerah yang harus di tangani oleh saluran tersebut. Jadi

langkah pertama adalah merencanakan tata letak berdasarkan peta topografi,

tentukan letak saluran kemudian hitung beban saluran tersebut.

B

Page 20: Penyaliran

III-20

y l

k

b

GAMBAR 3.4

PENAMPANG SALURAN BENTUK TRAPESIUM 1)

Untuk merancang dimensi saluran digunakan rumus-rumus aliran seragam.

⁄ 2)

2)

Dimana :

V = kecepatan aliran (m/det)

Q = debit air (m3/detik)

R = jari-jari hidrolik (m)

S = gradien

A = luas penampang basah (m2)

n = koefisien kekasaran Manning yang menunjukkan kekasaran dinding

suatu saluran (Tabel III.7)

- Luas penampang (A)

1)

- Keliling basah (P)

√ 1)

- Perbandingan side slope (kemiringan dinding saluran) = 2 H : 1 V 2)

- Jari-jari hidrolis (R)

R = A / P 1)

- Lebar atas saluran (B)

Page 21: Penyaliran

III-21

1)

TABEL III.7

KECEPATAN ALIRAN AIR YANG DIIZINKAN

No Material Kecepatan Aliran (m/det)

Air Jernih Air Keruh

1 Pasir halus koloida 0,457 0,672

2 Lanau kepasiran non koloida 0,534 0,762

3 Lanau non koloida 0,610 0,914

4 Lanau alluvial non koloida 0,610 1,067

5 lanau kaku 0,672 1,067

6 Debu vulkanis 0,672 1,067

7 Lempung kompak 1,143 1,524

8 lanau alluvial, koloida 1,143 1,524

9 Kerikil halus 0,672 1,524

10 Pasir kasar non koloida 1,143 1,524

11 Pasir kasar koloida 1,129 1,829

12 Batuan D 20 mm 1,340 1,9

13 Batuan D 50 mm 1,980 2,4

14 Batuan D 100 mm 2,810 3,4

15 Batuan D 200 mm 3,960 4,5

16 Tanah berumput 2

17 Pasangan batu 5

18 Tembok diplester 5

Sumber : PT. Servo Mining Contractor