Penyaliran
description
Transcript of Penyaliran
III-1
III. 1 Daur Hidrologi
Cabang ilmu yang mempelajari tentang air adalah Hidrologi. Hidrologi
berasal dari dua kata, yaitu hidro = air, dan logos = ilmu. Dengan demikian
secara umum hidrologi dapat berarti ilmu yang mempelajari tentang air. Konsep
yang umum itu, kini telah berkembang sehingga cakupan obyek hidrologi
menjadi lebih jelas. Menurut Marta dan Adidarma (1983), bahwa hidrologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air
di bumi, baik di atas maupun dibawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,
kimia air serta reaksinya terhadap lingkungan dan hubunganya dengan
kehidupan.
Air yang berada di dalam maupun di permukaan bumi mengalami proses
yang membentuk daur. Secara umum daur hidrologi terjadi karena air yang
menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut akan terkondensasi dan
kembali jatuh ke bumi. Kejadian ini disebut presipitasi yang dapat berbentuk
hujan, salju, atau embun. Peristiwa perubahan air menjadi uap air dan bergerak
dari permukaan tanah ke udara disebut evaporasi, sedangkan penguapan air dari
tanaman disebut transpirasi. Jika kedua proses ini terjadi secara bersama-sama
maka disebut evapotranspirasi. Setelah presipitasi terjadi, air akan mengalir ke
tempat yang lebih rendah hingga bermuara ke laut. Aliran air ini dapat berupa
aliran permukaan dan aliran dalam tanah. Setelah bermuara ke laut, maka air
akan kembali menguap. Untuk lebih jelasnya daur hidrologi dapat dilihat pada
gambar 3.1.
III-2
III.1.1 Evapotranspirasi
Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di danau, dan sebagainya
akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan
seperti dilustrasikan pada gambar 3.2 di bawah ini. Pada keadaan jenuh
uap air awan itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan
turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, dan es. Ketika air
dipanaskan oleh sinar matahari, permukaan molekul-molekul air
memiliki cukup energi untuk melepaskan ikatan molekul air tersebut
dan kemudian terlepas dan mengembang sebagai uap air yang tidak
terlihat di atmosfir.
Evapotranspirasi merupakan gabungan dari evaporasi dan
transpirasi. Evaporasi adalah proses pertukaran molekul air di
pemukaan menjadi molekul uap air di atmosfer akibat panas, sedangkan
transpirasi adalah proses penguapan pada tumbuh-tumbuhan melalui
sel-sel stomata. Perkiraan evapotranspirasi sangat penting dalam kajian-
kajian hidrologi. Pengukuran langsung evaporasi maupun
evapotranspirasi dari air maupun permukaan lahan yang luas akan
mengalami banyak kendala. Untuk itu maka dikembangkan beberapa
metode pendekatan dengan menggunakan input data-data yang
diperkirakan berpengaruh terhadap besarnya evapotranspirasi. Pada
daerah-daerah yang kering besarnya evapotranspirasi sangat tergantung
pada besarnya hujan yang terjadi dan evapotranspirasi yang terjadi pada
saat itu disebut evapotranspirasi aktual. Evapotranspirasi dapat dihitung
dengan rumus Turc sebagai berikut :
E = 5.0
2
)(9.0
TL
P
P 5)
III-3
Dimana :
E = evapotranspirasi
P = curah hujan tahunan rata-rata (mm/tahun)
T = temperatur rata-rata (oC)
L(T) = fungsi suhu = 300 + 25T + 0.05T3
GAMBAR 3.2
EVAPOTRANSPIRASI 7)
III.1.2 Limpasan (Run Off)
Limpasan adalah semua air yang mengalir akibat hujan yang
bergerak dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah
tanpa memperhatikan asal atau jalan yang di tempuh sebelum mencapai
saluran. Debit limpasan dapat dihitung dengan persamaan rasional
berikut :
Q = 0,278 C x I x A 5)
Dimana :
Q = debit limpasan (m3/jam)
C = koefisien limpasan (Tabel III.1)
I = intensitas curah hujan (m/jam)
III-4
A = luas catchment area (m2)
TABEL III.1
KOEFISIEN LIMPASAN PADA BERBAGAI KONDISI8)
III.1.3 Air Tanah
Air tanah adalah semua air yang terdapat di bawah permukaan tanah
pada lajur/zona jenuh air (zone of saturation). Air tanah terbentuk
berasal dari air hujan dan air permukan , yang meresap (infiltrate) mula-
mula ke zona tak jenuh (zone of aeration) dan kemudian meresap makin
dalam (percolate) hingga mencapai zona jenuh air dan menjadi air
tanah. Dari daur hidrologi tersebut dapat dipahami bahwa air tanah
berinteraksi dengan air permukaan serta komponen-komponen lain yang
terlibat dalam daur hidrologi termasuk bentuk topografi, jenis batuan
penutup, penggunaan lahan, tetumbuhan penutup, serta manusia yang
berada di permiukaan. Air tanah dan air permukaan saling berkaitan dan
berinteraksi.
Kemiringan Tutupan / Jenis lahan C
< 3% (datar)
Sawah, rawa 0,2
Hutan/perkebunan 0,3
Perumahan 0,4
3% - 15%
Hutan, Perkebunan 0,4
Perumahan 0,5
Semak-semak agak jarang 0,6
Lahan Terbuka 0,7
>15% (curam)
Hutan 0,6
Perumahan 0,7
Semak-semak agak jarang 0,8
Lahan terbuka daerah
tambang 0,9
III-5
III.2 Curah Hujan
Curah hujan adalah banyaknya hujan yang terjadi pada suatu daerah. Curah
hujan merupakan faktor yang sangat penting dalam perencanaan sistem
penirisan, karena besar kecilnya curah hujan pada suatu daerah tambang akan
mempengaruhi besar kecilnya air tambang yang harus ditanggulangi.
Angka–angka curah hujan yang diperoleh merupakan data yang tidak dapat
digunakan secara langsung untuk perencanaan pembuatan sarana pengendalian
air tambang, tetapi harus diolah terlebih dahulu untuk mendapatkan nilai curah
hujan yang lebih akurat. Curah hujan merupakan data utama dalam perencanaan
kegiatan penirisan tambang terbuka.
Pengamatan curah hujan dilakukan dengan alat pengukur curah hujan. Ada
dua jenis alat pengukur curah hujan, yaitu alat ukur manual dan otomatis. Alat
ini biasanya diletakkan ditempat terbuka agar air hujan yang jatuh tidak
terhalang oleh bangunan atau pepohonan. Terdapat dua jenis alat ukur hujan
yaitu :
1. Alat ukur hujan biasa (Manual Raingauge)
Data yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan alat ini,
berupa data hasil pencatatan oleh petugas pada setiap periode tertentu. Alat
pengukur hujan ini berupa suatu corong dan sebuah helas ukur, yang masing-
masing berfungsi untuk menampung jumlah air hujan dalam satu hari (hujan
harian).
2. Alat ukur hujan otomatis (Automatic Raingauge)
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan alat ini,
berupa data pencatatan secara menerus pada kertas pencatat yang dipasang
pada alat ukur. Berdasarkan data ini akan dapat dilakukan analisis untuk
memperoleh besaran intensitas hujan
III.2.1 Periode Ulang Hujan
III-6
Periode ulang hujan adalah hujan maksimum yang diharapkan
terjadi pada setiap n tahun. Perhitungan periode ulang dapat dilakukan
dengan beberapa metode, tetapi metode yang paling banyak dipakai di
Indonesia adalah Metode Extreem Gumbel atau lebih lazim disebut
Metode Gumbel.
Rumus metode Gumbel Tipe 1 adalah :
Y = a (X – Xo) 3)
Dimana :
Y = faktor reduksi Variansi (Tabel III.2)
x = curah hujan maksimum rata-rata (mm)
X = curah hujan rencana
Xo = x - a
5777,0 3)
a =S
283,1 3)
x dapat dihitung dengan rumus
x =
n
Xi 6)
Dimana :
Xi = curah hujan maksimum
n = lama tahun pengamatan
Besarnya simpangan baku (S) dapat dihitung dengan rumus :
S = 1
)( 2
n
xix 6)
III-7
TABEL III.2
HUBUNGAN PERIODE ULANG (T) DENGAN REDUKSI
VARIANSI (Y) 7)
Periode Ulang (T) Reduksi Variansi (Y)
1,58 0,000
2 0,367
2,33 0,579
5 1,500
10 2,250
20 2,970
50 3,902
100 4,600
200 5,296
403 6,000
III.2.2 Intensitas Hujan
Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan
dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi
pada satu kurun waktu air hujan terkonsentrasi (Wesli, 2008). Besarnya
intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah
hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas curah hujan yang tinggi
pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah
yang tidak luas. Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan
intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang.
Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang
jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air
bagaikan ditumpahkan dari langit. (Suroso, 2006).
Untuk perencanaan kapasitas pompa pengurasan untuk daerah
tertentu dan tidak luas, maka besar hujan yang digunakan adalah hujan
dengan durasi pendek, dalam satuan jam atau menit. Mengingat data
III-8
yang dicatat adalah dalam satuan hari maka diperlukan pendekatan
empiris. Salah satu metode yang banyak dipakai di indonesia adalah
metode Mononobe.
Sedangkan untuk menghitung intensitas curah hujan per jam dapat
dirumuskan sebagai berikut.
(
)
1)
Dimana :
I = intensitas (mm/jam)
RTr = curah Hujan (mm/hari)
t = durasi hujan (jam)
III.2.3 Daerah Tangkapan Hujan
Daerah tangkapan hujan (catchment area) adalah luasnya permukaan
yang apabila terjadinya hujan, maka air hujan tersebut akan mengalir ke
daerah yang lebih rendah menuju titik pengaliran. Daerah tangkapan
hujan merupakan suatu daerah yanag dapat mengakibatkan air limpasan
permukaan (run off) mengalir ke suatu tempat (daerah penambangan
yang lebih lebih rendah).
III.3 Kolam Penampung (Sump)
Kolam penampung merupakan tempat yang dibuat untuk menampung air
sebelum air tersebut dipompakan. Kolam penampung ini juga dapat berfungsi
sebagai tempat mengendapkan lumpur. Tata letak kolam penampung
dipengaruhi oleh sistem drainase tambang yang digunakan serta disesuaikan
dengan letak geografis daerah tambang dan kestabilan lereng tambang.
Berdasarkan tata letak kolam penampung (sump), sistem penirisan tambang
dapat dibedakan menjadi :
1. Sistem penirisan terpusat
III-9
Pada sistem ini sump-sump akan ditempatkan pada setiap jenjang atau
bench. Sistem pengaliran dilakukan dari jenjang paling atas menuju jenjang-
jenjang yang berada di bawahnya, sehingga akhirnya air akan terpusat pada
main sump untuk kemudian dipompakan keluar tambang.
2. Sistem penirisan tidak memusat
Sistem ini diterapkan untuk daerah tambang yang relatif dangkal dengan
keadaan geografis daerah luar tambang yang memungkinkan untuk
mengalirkan air secara langsung dari sump ke luar tambang.
Berdasarkan penempatannya, sump dapat dibedakan menjadi beberapa jenis,
yaitu :
1. Travelling Sump
Sump ini dibuat pada daerah front tambang. Tujuan dibuatnya sump ini
adalah untuk menanggulangi air permukaan. Jangka waktu penggunaan
sump ini relatif singkat dan selalu ditempatkan sesuai dengan kemajuan
tambang.
2. Sump Jenjang
Sump ini dibuat secara terencana baik dalam pemilihan lokasi maupun
volumenya. Penempatan sump ini adalah pada jenjang tambang dan
biasanya di bagian lereng tepi tambang. Sump ini disebut sebagai sump
permanen karena dibuat untuk jangka waktu yang cukup lama dan biasanya
dibuat dari bahan kedap air dengan tujuan untuk mencegah meresapnya air
yang dapat menyebabkan longsornya jenjang.
3. Main Sump
Sump ini dibuat sebagai tempat penampungan air terakhir. Pada
umumnya sump ini dibuat pada elevasi terendah dari dasar tambang.
III.4 Pompa
III-10
Pompa adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk memindahkan
cairan dari suatu tempat ke tempat yang lain melalui suatu media perpipaan
dengan cara menambahkan energi pada cairan yang dipindahkan dan
berlangsung secara terus menerus. Dalam sistem pemompaan dikenal berbagai
macam tipe sambungan pemompaan yaitu:
a. Seri
Dua atau beberapa pompa dihubungkan secara seri maka jumlah head
bertambah sebesar nilai head masing-masing sedangkan debit pemompaan
tetap.
b. Paralel
Debit pemompaan bertambah sesuai kemapuan debit masing-masing
pompa namun head tetap.
Untuk menentukan kebutuhan pompa ada dua hal yang perlu diperkatikan
antara lain:
a. Penentuan titik optimal kerja pompa
Penentuan titik optimal kerja pompa digunakan dua jenis kurva yaitu
kurva resiten dari sistem dan kurva karakteristik pompa. Kurva resisten
adalah nilai head dari sistem untuk sejumlah variasi debit pemompaan.
Sedangkan kurva karekteristik pompa menyatakan kemapuan pompa untuk
mengatasi head untuk berbagai debit pemompaan atau sebaliknya. Kurva
dikeluarkan oleh pabrik pembuat pompa. Setelah kedua kurva tersedia maka
langkah selanjutnya kedua kurva digabungkan sehingga diperoleh titik
perpotongan yang merupakan titik optimal kerja pompa.
Untuk perencanaan harus dihitung dahulu head total sebagai berikut.
1. Static Head (HC)
Static head adalah kehilangaan tekanan yang disebabkan perbedaan
tinggi antara tempat penampungan dengan tempat pembuangan. Rumus
untuk mendapatkan nilai static head adalah sebagai berikut.
III-11
8)
Dimana :
H2 = elevasi air keluar (m)
H1 = elevasi air masuk (m)
2. Velocity Head
Velocity head adalah kehilangan tekanan yang disebabkan oleh
kehilangan air yang melalui pompa.
8)
Dimana :
Hv = head velocity
v = kecepatan aliran di dalam pipa (m/dt)
g = gravitasi bumi (9,8 m/det²) 8)
dengan
6)
1)
Dimana :
Q = debit kemampuan pompa
r = jari-jari pipa
3. Friction Head (Hf)
Friction head adalah kehilangan tekanan akibat gesekan air yang
melalui pipa dengan dinding pipa, yang dihitung berdasarkan persamaan
Darcy-Weisbach.
2)
Dimana :
Hf = head friction
III-12
f = faktor kekasaran pipa dengan menggunakan diagram Moddy
L = panjang pipa(m)
v = kecepatan air melalui pompa (m/dt)
D = diameter pipa (m) (Tabel III.3)
g = gravitasi bumi (m/dt)
Diameter pipa yang dimaksud adalah diameter dalam pipa, diameter
dalam pipa untuk berbagai ukuran pipa dapat dilihat pada Tabel III.5 di
bawah ini.
Untuk aliran laminar dengan Re lebih kecil dari 2000(Re<2000), maka
nilai faktor kekasaran pipa dapat dihitung dengan rumus:
8)
Sementara pipa kasar dengan aliran turbulen (4000<Re>100.000) maka
untuk mencari f dengan menggunakan diagram Moody seperti
diperlihatkan pada Gambar 3.4 di bawah ini.
Untuk mendapatkan nilai Re dapat digunakan rumus sebagai berikut:
2)
Dimana :
D = diameter kolom (dalam hal ini diameter pipa) (m)
)
TABEL III.3
DIAMETER PIPA BAKU 4)
No Ukuran Nominal
(Inch)
Garis Tengah (inch) Tebal Dinding
(inch) Luar Dalam
1 1/8 0,405 0,269 0,068
III-13
Untuk aliran laminar dengan Re lebih kecil dari 2000(Re<2000), maka
nilai faktor kekasaran pipa dapat dihitung dengan rumus:
f = 64/Re 8)
Sementara pipa kasar dengan aliran turbulen (4000<Re>100.000) maka
untuk mencari f dengan menggunakan diagram Moody seperti
diperlihatkan pada Gambar 3.4 di bawah ini.
Untuk mendapatkan nilai Re dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Re = v D/v 2)
Dimana :
v = kecepatan aliran (m/s)
D = diameter kolom (dalam hal ini diameter pipa) (m)
2 ¼ 0,540 0,364 0,088
3 3/8 0,675 0,493 0,091
4 ½ 0,840 0,622 0,109
5 ¾ 1,050 0,824 0,113
6 1 1,315 1,049 0,133
7 1 ¼ 1,660 1,380 0,140
8 1 ½ 1,900 1,610 0,145
9 2 2,375 2,067 0,154
10 2 ½ 2,875 2,469 0,203
11 3 3,500 3,068 0,216
12 3 ½ 4,000 3,548 0,226
13 4 4,500 4,026 0,237
14 5 5,563 5,047 0,258
15 6 6,625 6,065 2,80
16 8 8,625 7,981 0,322
17 10 10,750 10,020 0,365
18 12 12,750 12,000 0,375
III-14
v = viskositas kinematik fluida
GAMBAR 3.3
DIAGRAM MOODY 2)
Untuk menggunakan diagram moody, perlu dipersiapkan data-data
sebagai berikut :
1. Material Pipa, untuk mengetahui nilai kekasaran pipa (epsilon atau e)
seperti terlihat pada Tabel III.4
2. Diameter Pipa (D)
3. Bilangan Reynold (Re)
TABEL III.4
KEKASARAN PIPA BERDASARKAN BAHAN 8)
Material Raughness
mm inches
Drawn tubing 0,0015 0,00006
III-15
Plastic tubing 0,0015 0,00006
Steinless steel 0,015 0,0006
Commercial steel 0,05 0,002
Rusted steel 0,1 to 1 0,004-0,04
Galvanised iron 0,15 0,006
Cast iron 0,26 0,01
Untuk menentukan nilai f dengan menggunkan diagram Moody, dapat
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
1. Tentukan nilai
pada sumbu Y bagian kanan tari garis ke arah kiri.
2. Tentukan nilai Re pada sumbu X bagian bawah lalu tarik garis tegak
lurus.
3. Didapat titik pertemuan garis
dan Re lalu tarik garis ke sumbu Y
bagian kiri.
4. Didapatlah nilai koefesien kekasaran pada sumbu Y bagian kiri.
4. Shock Loss Head (HL)
Kehilangan ini pada jaringgan pipa disebabkan oleh perubahan-
perubahan mendadak dari geometri pipa, belokan-belokan, katup-katup,
dan sambungan-sambungan.
8)
Dimana :
HL = shock loss head
n = jumlah belokan
8)
Dimana :
v = kecepatan air melalui pompa (m/dt)
g = gravitasi bumi (m/dt)
III-16
5. Kehilangan Tekanan Dalam Mulut Pipa (Nozzle)
Bentuk katup pada pipa masuk dapat menyebabkan kehilangan
tekanan pada sistem perpipaan. Rumus untuk mencari kehilngan tekanan
pada mulut pipa adalah sebagai berikut.
h = K g2
v 2
1)
Dimana :
h = kehilangan energi dalam mulut pipa (m)
v = kecepatan aliran di pipa (m/s)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
K = koefisien (Tabel III.5)
6. Total Head
H = Static Head + Velocity Head + Friction Head + Shock Loss
Head + Kehilangan Energ energi dalam Mulut Pipa 9)
TABEL III.5
NILAI K PADA BERBAGAI JENIS KATUP 1)
No Bentuk Katup K
1 Katup pintu
Terbuka penuh 0,19
¾ terbuka 1,15
½ terbuka 5,6
¼ terbuka 24
2 Katup bola, terbuka 10
3 Katup sudut, terbuka 5
4 Bengkokan 90°, jari-jari pendek 0,9
Jari-jari pertengahan 0,75
Jari-jari panjang 0,6
5 Lengkungan pengembalian (180°) 2,2
III-17
6 Bengkokan 45° 0,42
7 Bengkokan 22½° (45cm) 0,13
8 Sambungan T 1,25
9
Sambungan pengecil (katup pada
ujung yang kecil) 0,25
10 Sambungan pembesar 0,25
11 Sambungan penecilmulut lonceng 0,10
12 Lubang terbuka 1,80
III.5 Saluran Terbuka
Saluran terbuka berfungsi mengalihkan sejumlah air dari suatu tempat ke
tempat lain. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk perancangan saluran
tahan erosi adalah :
1. Macam material yang membentuk tubuh saluran untuk menentukan
koefesien kekasarannya.
2. Kecepatan aliran minimum yang diijinkan agar tidak terjadi pengendapan
apabila air mengandung lumpur dan sisa-sisa kotoran.
Beberapa kriteria perancangan dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Bentuk saluran
Bentuk saluran untuk drainase tidak jauh berbeda dengan saluran air pada
umumnya. Dalam perancangan saluran harus diusahan mendapatkan
tampang yang ekonomis. Dimensi yang terlalu besar berarti tidak ekonomis,
sebaliknya saluran yang terlalu kecil tingkat kerugian akan semakin besar.
Bentuk saluran drainase terdiri dari :
1. Bentuk trapesium
Saluran berbentuk trapesium pada umumnya saluran dari tanah.
Saluran ini membutuhkan ruang yang cukup dan berfungsi sebagai
pengaliran air hujan, air irigasi maupun rumah tangga.
2. Bentuk persegi panjang
III-18
Saluran drainase berbentuk persegi panjang tidak membutuhkan
banyak ruang. Sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini saluran harus
dari beton.
3. Bentuk parabola dan lingkaran
Saluran dengan bentuk ini adalah pasangan dan pipa beton. Dengan
bentuk saluran yang bulat memudahkan pengangkutan bahan endapan
atau limbah.
b. Macam material
Lapisan dasar dan dinding saluran drainase dapat dibuat dari material
tanah, beton, pasangan batu kali, pasangan batu merah, aspal, kayu, besi cor,
baja, plastic dll.
c. Kemiringan saluran
Yang dimaksud kemiringan saluran adalah kemiringan dasar saluran dan
kemiringan dinding saluran.
Kemiringan dasar yang dimaksudkan disini adalah kemiringan dasar
arah memanjang dimana umumnnya dipengaruhi oleh daerah topografi.
Kemiringan dasar maksimum yang diperbolehkan adalah 0,005 – 0,008
tergantung pada bahan yang digunakan.kemiringan yang lebih curam dari
0,002 bagi tanah lepas sampai dengan 0,005 untuk tanah padat akan
menyebabkan erosi.
d. Jagaan (Freeboard)
Yang dimaksud jagaan (freeboard) dari suatu saluran adalah jarak
vertikal dari puncak tanggul sampai permukaan air pada kondisi
perencanaan. Jagaan direncanakan untuk mencegah pengeluapan air akibat
gelombang serta fluktuasi permukaan air. Jagaan tersebut direncanakan
atara kurang dari 5% sampai 30% lebih dari dalamnya aliran.
e. Koefesien kekasaran Manning
III-19
Dari macam-macam jenis saluran, baik berupa saluran tanah maupun
dengan pasangan, besarnya koefesien Manning dapat mengacu pada tabel
III.6 berikut ini
TABEL III.6
HARGA KOEFISIEN MANNING (n) 1)
Bahan saluran n
Logam 0,010 - 0,024
Termoplastik, kaca, semen 0,009 - 0,013
Beton 0,011 - 0,017
Kayu 0,012 - 0,017
Lempung 0,013 - 0,016
Saluran dengan dasar kerikil 0,020 - 0,033
Lapisan pasangan batu 0,025 - 0,032
Aspal 0,013 - 0,016
Lapisan dengan Tumbuh-tumbuhan 0,030 - 0,500
Sebelum merencanakan dimensi saluran, langkah pertama yang harus
diketahui adalah berapa debit rencananya. Untuk menghitung debit rencana
memerlukan data daerah yang harus di tangani oleh saluran tersebut. Jadi
langkah pertama adalah merencanakan tata letak berdasarkan peta topografi,
tentukan letak saluran kemudian hitung beban saluran tersebut.
B
III-20
y l
k
b
GAMBAR 3.4
PENAMPANG SALURAN BENTUK TRAPESIUM 1)
Untuk merancang dimensi saluran digunakan rumus-rumus aliran seragam.
⁄
⁄ 2)
2)
⁄
⁄
Dimana :
V = kecepatan aliran (m/det)
Q = debit air (m3/detik)
R = jari-jari hidrolik (m)
S = gradien
A = luas penampang basah (m2)
n = koefisien kekasaran Manning yang menunjukkan kekasaran dinding
suatu saluran (Tabel III.7)
- Luas penampang (A)
1)
- Keliling basah (P)
√ 1)
- Perbandingan side slope (kemiringan dinding saluran) = 2 H : 1 V 2)
- Jari-jari hidrolis (R)
R = A / P 1)
- Lebar atas saluran (B)
III-21
1)
TABEL III.7
KECEPATAN ALIRAN AIR YANG DIIZINKAN
No Material Kecepatan Aliran (m/det)
Air Jernih Air Keruh
1 Pasir halus koloida 0,457 0,672
2 Lanau kepasiran non koloida 0,534 0,762
3 Lanau non koloida 0,610 0,914
4 Lanau alluvial non koloida 0,610 1,067
5 lanau kaku 0,672 1,067
6 Debu vulkanis 0,672 1,067
7 Lempung kompak 1,143 1,524
8 lanau alluvial, koloida 1,143 1,524
9 Kerikil halus 0,672 1,524
10 Pasir kasar non koloida 1,143 1,524
11 Pasir kasar koloida 1,129 1,829
12 Batuan D 20 mm 1,340 1,9
13 Batuan D 50 mm 1,980 2,4
14 Batuan D 100 mm 2,810 3,4
15 Batuan D 200 mm 3,960 4,5
16 Tanah berumput 2
17 Pasangan batu 5
18 Tembok diplester 5
Sumber : PT. Servo Mining Contractor