Penyakit Parkinson
-
Upload
anom-wedwm -
Category
Documents
-
view
325 -
download
0
Transcript of Penyakit Parkinson
PENDEKATAN RADIOLOGIS PADA PENYAKIT PARKINSON
(David J. Brooks – Pusat Ilmu Pengetahuan Klinis dan Divisi Neurosains dan
Kesehatan Mental, Fakultas Kedokteran, Universitas Imperial, Rumah Sakit
Hammersmith, London, Inggris)
Penyakit Parkinson dikaitkan dengan degenerasi substansia nigra dan defisiensi
dopamin pada neostriatum. Melalui pemeriksaan sonografi transkranial atau diffusion-
weighted MRI penyakit parkinson menunjukkan adanya kelainan struktural otak tengah,
sementara melalui pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) atau Single-Photon
Emission Computed Tomography (SPECT) dapat diketahui adanya disfungsi dopamin
striatal. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendukung diagnosis dan sebagai acuan
penggunaan obat dopaminergik secara rasional. Pada penyakit parkinson atipikal,
pemeriksaan sonografi transkranial dapat mendeteksi hiperechogenisitas striatal, dan
pencitraan diffusion-weighted MRI dapat mendeteksi peningkatan difusi air pada putamen,
sedangkan melalui pemeriksaan F-FDG PET dapat menunjukkan berkurangnya
metabolism glukosa pada nucleus lentiformis. PET dan SPECT dapat mendeteksi
perubahan kadar dopamin striatal setelah pemberian levodopa dan hubungannya dengan
respon motorik. Kehilangan dopaminergik kortikal dan fungsi kolinergik terjadi pada
penyakit parkinson yang disertai dengan demensia. Pada kondisi ini simpanan amiloid
dapat dideteksi. Hilangnya inervasi simpatis jantung pada penyakit parkinson dapat
dideteksi dengan baik dengan menggunakan F-dopamin PET atau I-
metaiodobenzylguanidine SPECT. Kesimpulannya, PET dapat mendeteksi luasnya
peradangan otak pada penyakit parkinson. Tinjauan ini membahas mengenai peranan
pencitraan struktural dan fungsional untuk mendiagnosa dan mengelola berbagai macam
sindrom parkinson.
PENDAHULUAN
Diagnosis pasti penyakit parkinson idiopatik/primer adalah melalui hasil pemeriksaan
histologis lewy bodies intraneuronal pada substantia nigra pars kompakta, dan pemeriksaan
ini biasanya dilakukan setelah pasien meninggal. Hilangnya proyeksi neostriatum pada
penyakit Parkinson berhubungan dengan defisiensi dopamin striatum pada putamen
posterior. Penelitian patologi klinik mengusulkan bahwa untuk mendiagnosis suatu
penyakit parkinson dapat dilakukan menurut kriteria U.K. Brain Bank, yang 90%
menggunakan kesan klinis dan gambaran lewy bodies pada substansia nigra.
Pada penyakit parkinson dini, tiga tanda dan gejala klinis (resting tremor, bradikinesia,
dan rigiditas) mungkin belum nampak. Beberapa diagnosis banding yang mungkin adalah
tremor distonik dan sindroma parkinson yang terkait dengan agen eksogen seperti
penggunaan dopamin reseptor-blocker. Kondisi ini tidak berhungan dengan degenerasi
pada substansia nigra atau kekurangan dopamin pada neostriatum. Pada lebih dari 15%
kasus diagnosis parkinson dini dilakukan berdasarkan pengamatan, dimana pada tahap ini
pencitraan menunjukkan fungsi terminal dopamin yang normal sehingga perlu dipikirkan
diagnosis alternatif. Berdasarkan data statistik tersebut, kemampuan deteksi noninvasive
untuk mendeteksi peningkatan struktur substansia nigra atau fungsi terminal dopamin pada
neostriatum dapat bermanfaat untuk menghasilkan suatu alat yang dapat membantu
meningkatkan spesifisitas diagnostik suatu sindroma parkinson dan merasionalkan
keputusan klinis pada tahap awal penyakit.
Sementara itu, pada penyakit parkinson atipikal terdapat defisiensi dopamin pada
neostriatum namun tidak terdapat kelainan patologis pada Lewy bodies seperti terjadinya
atrofi multisistem, kelumpuhan supranuclear yang progresif, dan degenerasi kortikobasal.
Keakuratan diagnosis pada kondisi ini meningkat berdasarkan lamanya penyakit dimana
tanda dan gejala penyakit menjadi jelas, namun pada tahap awal penyakit parkinson
atipical sulit untuk dibedakan dari penyakit parkinson idiopatik hanya berdasarkan atas
dasar klinis. Penyakit parkinson vascular juga dapat sulit dibedakan dari penyakit
Parkinson idiopatik, meskipun penyakit parkinson vaskular kurang responsif terhadap
levodopa dan karakteristiknya berkaitan dengan sindroma parkinson pada bagian bawah
tubuh dan gait apraxia.
Komplikasi nonmotorik dari penyakit parkinson dapat menyebabkan gangguan
kualitas hidup yang lebih besar dibandingkan kecacatan motorik. Demensia terjadi 2-6 kali
lebih tinggi pada penyakit parkinson dibandingkan dengan demensia yang terjadi terkait
usia dan yang berhubungan dengan penyakit kortikal lewy bodies dan, pada beberapa
kasus, diikuti dengan kelainan Alzheimer. Demensia dengan Lewy Bodies (DLB), seperti
pada penyakit Alzheimer, dikaitkan dengan gangguan ingatan, bicara, dan persepsi namun
di samping itu juga ditandai dengan adanya rigiditas, kebingungan, psikosis, dan halusinasi
visual. Saat ini, masih belum jelas apakah DLB, penyakit parkinson yang disertai demensia
(penyakit parkinson dengan demensia), dan penyakit parkinson tanpa disertai demensia
mempunyai kelainan pada spektrum lewy bodies. Degenerasi Nigral terjadi pada ketiga
kondisi ini, berbeda dengan penyakit Alzheimer, dimana fungsi dopaminergik masih baik.
Pada pemeriksaan postmortem, sebagian besar kasus DLB menunjukkan gabungan antara
inklusi Lewy bodies kortikal dan kelainan patologis Alzheimer. Pencitraan fungsional
dapat mendeteksi suatu disfungsi dopaminergik, hipometabolisme kortikal, dan gambaran
patologis amiloid pada sindrom demensia, sehingga dapat membantu dalam melakukan
klasifikasi.
Algoritma yang disajikan pada Gambar 1 merangkum peran pencitraan struktural dan
fungsional untuk mendiagnosa dan mengelola sindrom parkinson.
GAMBARAN RADIOLOGIS PERUBAHAN STRUKTUR SUBSTANSIA NIGRA
MRI
MRI konvensional dapat mencitrakan perubahan struktural otak sebagai akibat
pengurangan volume (atrofi) dan perubahan mekanisme pertukaran air dan proton melalui
gelombang T1 dan T2. Air biasanya mengalir sepanjang saluran saraf di otak. Diffusion-
weighted MRI dapat digunakan untuk mengukur kehilangan anisotropi (secara langsung)
atau peningkatan amplitudo difusi air dan menunjukkan gangguan saluran saraf.
Terdapatnya kelainan dari besi dalam bahan kimia paramagnetik akan mengakibatkan
berkurangnya waktu relaxation T2 akibat meningkatnya kepekaan magnetik.
T1 dan T2-weighted MRI konvensional menunjukkan struktur substansia nigra yang
normal pada penyakit parkinson primer sehingga tidak dapat digunakkan untuk membantu
diagnosa. Suatu penelitian dengan menggunakna volumetric T1-weighted MRI juga gagal
untuk mendeteksi penurunan volume substansia nigra pada penyakit parkinson,
kemungkinan hal ini terjadi karena kesulitan dalam menggambarkan secara akurat
perbatasan dari substansia nigra pars kompakta. Namun demikian, penggunaan MRI sangat
bermanfaat untuk menentukan adanya suatu lesi struktural seperti tumor ganglia basalis,
granuloma, dan kalsifikasi, penyakit pembuluh darah; perubahan sinyalemen basal ganglia
seperti pada penyakit Wilson atau pada keracunan efedrin, dan hidrosefalus dan
memungkinkan semua hal tersebut untuk disingkirkan sebagai penyebab sekunder dari
penyakit parkinson.
Inversi urutan pemulihan dapat dirancang untuk menekan sinyal materi abu-abu atau
putih. Inversi tersegmentasi rasio pemulihan pencitraan menghasilkan gambaran abu-abu
dan putih apabila sinyal ditekan pada tingkat voxel. Dengan pendekatan rasio pemulihan
inversi tersegmentasi, semua pasien parkinson yaitu 6 orang pasien dilaporkan
menunjukkan peningkatan perubahan sinyal nigral yang tidak ditemukan pada seorang
yang sehat. Sebuah penelitian lainnya melaporkan temuan serupa pada 7 dari 10 orang
pasien yang ditetapkan menderita penyakit parkinson, menunjukkan sensitivitas sebesar
70%. Pengurangan rasio sinyal materi abu-abu dan putih juga dapat dilakukan. Melalui
pendekatan ini, Minati et al. mendeteksi hipointensitas yang signifikan dari lateral nigral
pada pasien parkinson. Namun, terdapat tumpang tindih pada 50% kasus antara sinyal
nigral yang normal dengan pada pasien parkinson. Meskipun penggunaan materi abu-abu
dan putih yang menekan pemulihan inversi dapat mendeteksi perubahan dalam struktur
nigral pada penyakit parkinson, namun hal tersebut sulit untuk diterapkan dan saat ini tidak
cukup sensitif untuk digunakan menegakkan diagnosis.
Rangkaian T2-weight MRI dipengaruhi oleh kenaikan sensitifitas magnetik dari
kandungan besi pada daerah otak. Melalui pendekatan ini, Michaeli et al. telah mampu
mendeteksi peningkatan sensitifitas magnetic substansia nigra pada penyakit parkinson.
Namun, waktu relaksasi otak tengah perlu dipertimbangkan pada orang sehat.
Sebuah kemajuan potensial melibatkan penggunaan diffusion tensor imaging untuk
menentukan fraksi anisotrop dalam substansia nigra. Dalam penelitian terbaru, fraksi
anisotrop dalam substantia nigra ditemukan pada 14 pasien parkinson dan 14 orang
relawan sehat sebagai kelompok yang telah disesuaikan berdasarkan usia dan jenis
kelamin. Nilai fraksi anisotrop dalam substansia nigra pada pasien Parkinson lebih rendah
dibandingkan dengan kelompok kontrol (Gambar 2A). Perbedaan terbesar antara kedua
kelompok diamati pada bagian kaudal dari substantia nigra. Temuaan ini dilakukan pada
pemeriksaan postmortem, yang menunjukkan hilangnya sel terbanyak ditemukan pada
bagian ventrokaudal substansia nigra. Pasien Parkinson dibedakan dengan kelompok
kontrol dengan sensitivitas dan sensitifitas mencapai 100% berdasarkan nilai fraksi
anisotrop mereka dalam bagian kaudal substansia nigra. Apabila dikonfirmasi dalam
penelitian kohort yang lebih besar, temuan ini menunjukkan bahwa diffusion tensor
imaging dapat bermanfaat untuk menunjang diagnosis parkinson.\
Gambar 1. Algoritma pencitraan pada penyakit parkinson
Sonografi Transkranial
Sonografi transkranial mendeteksi pantulan gelombang ultrasound dari struktur otak.
Pada penelitian awal, 92% pasien parkinson dilaporkan menunjukkan peningkatan
echogenisitas dari dari bagian lateral otak tengah (Gambar 2B). Ukuran dari sinyal
sonografi transkranial, tidak behubungan langsung dengan nilai kecacatan pada pasien
parkinson dan tetap sama selama 5 tahun meskipun terdapat perkembangan gejala. Telah
dianjurkan bahwa hyperechogenisitas otak tengah adalah kondisi bawaan dari otak tengah
dibandingkan sebagai penanda untuk suatu penyakit parkinson dan mencerminkan
kandungan besi dari otak tengah. Untuk mendukung pandangan ini, hyperechogenisitas
otak tengah telah dilaporkan dalam manifestasi awal penyakit parkinson termasuk sifat
pembawa α-synuclein, lysine-rich repeat kinase kinase (LRRK2), Parkin, dan mutasi DJ1.
Sebuah studi prospektif terakhir telah menilai spesifisitas dan sensitivitas sonografi
transkranial untuk mendiagnosis penyakit parkinson. Enam puluh orang pasien dengan
tanda-tanda parkinson yang tidak terlalu jelas menjalani pemeriksaan sonografi
transkranial dan menjalani permeriksaan tersebut setiap 3 bulan selama 1 tahun. Pada akhir
masa follow up, 39 orang pasien didiagnosis memiliki penyakit parkinson, 10 orang pasien
didiagnosis mengalami sindroma parkinson atipikal (yang tidak menunjukkan
hyperechogenisitas otak tengah), dan 4 oranga pasien yang tidak termasuk keduanya.
Dibandingkan dengan diagnosis klinis akhir, sensitivitas sonografi transkranial untuk
mendeteksi penyakit parkinson adalah sebesar 91% dan spesifisitasnya sebesar 82%. Nilai
prediktif positif dari sonografi transkranial untuk pasien parkinson adalah sebesar 93%,
dengan nilai keakuratan sebesar 88%.
Meskipun hasil ini menjanjikan, namun penelitian lain dari penggunaan sonografi
transkranial melaporkan sonografi transkranial memiliki sensitivitas yang rendah yaitu
sebesar 50% untuk mendiagnosis suatu probable parkinson. Selain itu juga terdapat
kesulitan dalam penggunaan sonografi transkranial untuk keperluan diagnostik: Pertama,
echogenisitas otak tengah juga dilaporkan meningkat pada 17% pasien dengan esensial
tremor, 40% pasien depresi tanpa tanda-tanda parkinson, dan 10% relawan sehat. Hal ini
menunjukkan bahwa spesifisitas sonografi transkranial masih belum optimal. Kedua,
hanya 90% pasien yang memiliki tulang preauricular yang sesuai, dan sekitar 10% pasien
tidak mempunyai patulan gelombang yang dapat dideteksi. Akhirnya, pasien dengan
tremor berat harus disingkirkan dalam pemeriksaan karena akan menyulitkan interpretasi.
Gambar 2. (A) Gambaran fraksional anisotropi dari otak tengah. Fraksioanl anisotropi
substansia nigra menurun pada bagian rostral dan kaudal pada penyakit Parkinson. (B)
Sonografi transkranial menunjukkan hiperechogenisitas dari bagian lateral otak tengah
(substansia nigra) pada penyakit Parkinson.
GAMBARAN RADIOLOGIS PERUBAHAN STRUKTURAL PENYAKIT
PARKINSON ATIPIKAL
MRI dapat memainkan peran penting dalam menentukan suatu sindrom parkinson
atipikal, seperti terjadinya atrofi multisistem dan kelumpuhan tipe supranuklear yang
progresif dari penyakit parkinson. Atrofi dari nucleus lentiformis adalah gambaran dari
gangguan atipikal, namun MRI volumetric tidak terbukti cukup sensitif sebagai nilai
diagnostik. Sebaliknya, diffusion-weighted dan diffusion tensor MRI sangat sensitif
terhadap perubahan di dalam struktur neostriatum dan berpotensi untuk digunakan
membedakan gangguan Parkinson atipikal. Diffusion-weighted MRI telah dilaporkan dapat
mendeteksi peningkatan koefisien difusi air-proton dalam yang putamen pada 90-100%
pasien yang secara klinis mengalami atrofi multisistem dan kelumpuhan tipe supranuklear
yang progresif, sementara itu koefisien difusi dalam putamen pada penyakit parkinson
adalah normal (Gambar 3). Atrofi multisistem dapat dibedakan dari kelumpuhan tipe
supranuklear yang progresif oleh adanya perubahan difusi air dalam pedunculus serebri.
Hal yang harus dicermati adalah seberapa efektif diffusion-weighted MRI untuk digunakan
pada kasus yang masih belum jelas dimana ketidakpastian diagnostik klinis masih ada.
Menariknya, meskipun degenerasi substansia nigra terdapat pada sindrom parkinson
primer dan atipikal, sonografi transkranial tidak mendeteksi hyperechogenisitas otak
tengah pada penyakit parkinson atipikal. Pada penyakit parkinson atipikal terdapat
peningkatan echogenisitas dari nucleus lentiformis yang tidak ditemukan pada penyakit
Parkinson idiopatik. Gabungan gambaran otak tengah yang normal dengan terdapatnya
hiperechogenisitas dari nukleus lentiform membedakan penyakit parkinson atipikal dari
penyakit parkinson idiopatik dengan sensitivitas sebesar 59% dan spesifisitas sebesar
100% dan denga nilai prediktif positif sebesar 100%.
Gambar 3. Gambaran diffusion-weighted MRI pada subjek sehat, pasien dengan penyakit
Parkinson dan pasien dengan sindrom Parkinson atipikal yang mengalami atrofi
multisystem. Gambaran koefisien diffusion neostriatum dalam batas normal pada pasien
Parkinson namun meningkat pada pasien denga atrofi multisystem. MSA = Multiple-
system atrophy.
GAMBARAN RADIOLOGIS FUNGSI DOPAMINERGIK PRESINAPTIK PADA
PENYAKIT PARKINSON
Fungsi dari terminal dopamin pada penyakit parkinson dapat diperiksa secara in vivo
dengan 3 cara utama. Pertama, ketersediaan transporter dopamin presinaptik (DAT) yang
dapat dinilai dengan menggunakan PET dan SPECT, yang sebagian besar yang berbasis
tropane. Contohnya adalah 123I-(-)-2βcarbomethoxy-3β-(4-iodophenyl)tropane (123I-β-CIT)
(Dopascan; Guilford Pharmaceuticals Inc.), 123I-N-3-fluoropropyl-2β-carbomethoxy-3β-(4-
iodophenyl)tropane (123I-FP-CIT) (DaTSCAN; GE Healthcare), 123I-altropane, dan 11C-2-
carbomethoxy-3-(4-18F-fluorophenyl)tropane (11C-CFT). Kedua, PET 18F-3,4-
dihydroxyphenylalanine (18F-dopa) memberikan penanda aktivitas terminal dopa
dekarboksilase dan pertukaran dopamin. Ketiga, ketersediaan vesikel monoamin
transporter pada terminal dopamin dapat diperiksa dengan menggunakan PET 11C atau 18F
dihydrotetrabenazine. Pasien hemiparkinsonian tahap awal menunjukkan penurunan fungsi
terminal dopaminergik putamen secara bilateral, putamen posterior kontralateral
mengalami penekanan yang lebih berat kearah anggota tubuh yang terkena (Gambar 4).
Gejala klinis parkinson terjadi ketika pasien penyakit parkinson telah kehilangan 40-50%
fungsi terminal dopamin pada putamen posterior. Jumlah uptake putamen 18F-dopa dan
DAT berbanding terbalik dengan terjadinya bradikinesia dan rigiditas pada pasien
parkinson, namun tidak dengan beratnya tremor. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya
tremor pasien parkinson bukan merupakan dampak langsung dari degenerasi neostriatum.
Tidak semua serabut dopamin rusak pada awal penyakit parkinson, pada beberapa
kondisi terjadi peningkatan pertukaran dopamin sebagai mekanisme adaptasi. Pada saat
terjadinya rigiditas dan bradikinesia, terjadi peningkatan uptake 18F-dopa pada globus
pallidus sampai 50%. Dengan semakin beratnya penyakit, penyimpanan 18F-dopa
mengalami kerusakan yang menyebabkan kadarnya menjadi di bawah normal. Kecacatan
kemudian bertambah berat dan terjadi komplikasi dari pengobatan. Hal ini menunjukkan
bahwa baik putamen dan globus pallidus membutuhkan pengiriman dopamin dari
substansia nigra sehingga gerakan ekstremitas dapat berlangsung, dan ketika tejadi
kerusakan pada kedua tempat tersebut maka penyakit parkinson menjadi bertambah berat.
Ketika pasien parkinson dan pasien dengan tremor esensial dibandingkan, pencitraan
DAT substansia nigra dengan 123I-FP-CIT SPECT dapat menunjukkan perbedaan kedua
kondisi ini dengan sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%. Beberapa penelitian telah
meneliti peranan pencitraan DAT yang dapat menentukan hubungan kasus parkinson yang
belum jelas dengan defisiensi dopamin neostriatum. Dimana diagnosis klinis mempunyai
spesifisitas yang lebih rendah dibandingkan dengan diagnosis menggunakan 123I-β-CIT
SPECT.
Sebuah kesimpulan serupa dicapai dalam penelitian di Eropa, melalui penelitian
longitudinal yang membandingkan diagnosis klinis dengan temuan 123I-FP-CIT SPECT.
Pengamatan dilakukan selama lebih dari 3 tahun pada pasien dengan diagnosis yang belum
pasti antara parkinson degeneratif dan gangguan tremor ringan. Pada 99 orang pasien yang
telah menyelesaikan penelitian, diagnosis klinis memiliki sensitivitas mencapai 93%
namun spesifisitasnya hanya sebesar 46%. Sementara itu 123I-FP-CIT SPECT menunjukkan
sensitivitas rata-rata sebesar 78% dan dengan spesifisitas 97%. Hal ini menunjukkan
diagnosis penyakit parkinson sulit ditentukan pada 15% pasien.
Sebuah penelitian yang berjudul “Impact of Dopamine Transporter SPECT on the
Diagnosis and Management of Patients with Clinically Uncertain Parkinsonian
Syndromes” (CUPS) dirancang untuk menentukan apakah suatu pengetahuan dasar
mengenai DAT neostriatum dipengaruhi pengelolaan berikutnya. Ketika hasil temuan FP-
CIT SPECT diungkapkan kepada dokter, diagnosis sindroma parkinson karena defisiensi
dopamin direvisi pada 52% pasien dari 118 pasien dan manajemen strategi telah diubah
pada 72% pasien. Sebuah penelitian yang dilaksanakan selama 2 tahun menemukan bahwa
90% diagnosis dari pasien parkinson masih dipertahankan setelah dokter mengetahui hasil
penemuan FP-CIT SPECT. Penelitian ini mendukung pandangan terhadap fungsi
dopaminergik neostriatum pada kasus parkinson yang belum jelas berperan dalan
perencanaan penanganan kasus tersebut. Namun, kendala yang ditemui dari penelitian
CUPS adalah tidak adanya kelompok kontrol tanpa pencitraan yang dimasukkan,
seseorang tidak dapat meyakini bahwa pengetahuan tentang DAT dapat memberikan hasil
yang lebih baik terhadap perbaikan kondisi pasien. Selain itu, gambaran patologi dari
pasien masih belum jelas sehingga follow-up klinis pasien tetap digunakan sebagai dasar
diagnosis.
Sekitar 15% dari kasus sindrom parkinson karena defisiensi dopamin menunjukkan
fungsi terminal dopamin yang normal melalui pemeriksaan PET atau SPECT. Makna
prognosis dari temuan ini masih belum pasti, namun serangkaian penelitian yang dilakukan
Marshall et al. telah membantu memberikan gambaran terhadap hal ini. Seratus lima puluh
pasien yang didiagnosis menderita parkinson namun mempunyai hasil pemeriksaan FP-
CIT SPECT normal difollow-up selama 2 tahun. Hanya 4 (3%) pasien menunjukkan
perkembangan klinis kearah penyakit parkinson dan masih diyakini menderita parkinson
setelah penelitian; sementara pasien lainnya dikatakan menderita tremor ringan atau
gangguan parkinson nondegeneratif. Temuan ini menyiratkan bahwa SPECT atau PET
temuan presinaptik yang normal fungsi dopaminergik dalam kasus penyakit parkinson
yang diduga terkait dengan prognosis yang baik apapun diagnosis akhir.
Salah diagnosis banding dari penyakit parkinson yang sering menimbulkan kesiulitan
dalam diagnosis adalah suatu tremor distonik, yang dapat terjadi sebagai resting tremor
yang bersifat asimetris pada lengan namun tanpa disertai bukti pasti adanya akinesia. Pada
pasien dengan kondisi ini, pencitraan fungsional harus dipertimbangkan untuk dilakukan,
hal ini untuk menghindari kesalahan pengobatan. Marshall et al. Melakukan penelitian
pada 11 orang pasien yang pada awalnya memenuhi kriteria diagnostik penyakit parkinson
dan telah mendapatkan pengobatan Parkinson namun karena adanya keraguan dalam
diagnostic maka dilakukan pemeriksaan dengan DAT FP-CIT SPECT dan ternyata
diperoleh hasil negatif sehinggan pemberian obat antiparkinson dihentikan. Penghentian
pengobatan tidak menyebabkan memburuknya gejala klinis, sehingga dapat dikatakan
pencitraan dopaminergik bermanfaat pemberian obat antiparkinson yang tidak perlu.
Gambar 4. Gambaran 123I-FP-CIT- SPECT pada subjek sehat dan pasien dengan penyakit
Parkinson dini. Pasien Parkinson menunjukkan kehilangan ikatan DAT putamen bilateral.
METABOLISME GLUKOSA OTAK DAN PENYAKIT PARKINSON
18F-FDG PET dapat digunakan untuk menilai metabolism glukosa otak pada saat
istirahat. Tingkat metabolisme glukosa pada nucleus lentiformis digunakan sebagai nilai
acuan pada penyakit parkinson. Tingkat profil metabolisme glukosa pada parkinson
berhubungan dengan keparahan penyakit secara klinis, sehingga dapat digunakan sebagai
penanda perkembangan penyakit. Keberhasilan pengobatan dengan menggunakan
levodopa atau stimulasi otak akan mengurangi profil metabolisme glukosa pada pasien
parkinson. Dalam hal ini, perubahan dalam pengobatan dapat menjadi faktor perancu
dalam penggunaan 18F-FDG PET untuk menilai perkembangan penyakit parkinson.
Eckert dkk. Melakukan pemeriksaan 18F-FDG PET pada 8 orang pasien yang dicurigai
menderita parkinson namun memiliki hasil pemeriksaan 18Fdopa PET normal. Tak satu pun
dari 8 orang pasien tersebut menunjukkan profil dari metabolisme glukosa, dan lebih dari 3
tahun tidak menunjukkan perkembangan klinis dari penyakit. Hal ini memperkuat sudut
pandang yang menunjukkan bahwa hasil pencitraan dopaminergik yang normal dapat
digunakan untuk menyingkirkan suatu sindroma parkinson degeneratif.
GAMBARAN RADIOLOGIS FUNGSIONAL DAN PENYAKIT PARKINSON
ATIPIKAL
Pencitraan fungsi terminal dopaminergik presinaptik dengan salah satu dari uptake 18F-
dopa neostriatum atau penanda SPECT DAT menunjukkan sensitivitas yang tinggi untuk
mendeteksi suatu sindroma parkinson atipikal namun memiliki spesifisitas yang rendah
untuk membedakannya dari Parkinson tipikal. Derajat kehilangan fungsi dopaminergik
pada penyakit parknson, tidak dapat digunakan untuk menilai kondisi kelumpuhan tipe
supranuclear yang bersifat progresif dan pada pasien dengan degenerasi kortikobasal. Pada
kelumpuhan tipe supranuklear yang bersifat progresif, terdapat tanda khas dari disfungsi
neostriatum dibandingkan pada sindroma parkinson lainnya.
Sebaliknya, pengukuran metabolisme glukosa istirahat dapat membantu untuk
membedakan sindrom parkinson atipikal dan tipikal. Pada penyakit Parkinson idiopatik,
tampak peningkatan metabolisme glukosa pada nucleus lentiformis dibandingkan dengan
sindrom Parkinson atipikal (Gambar 5).
Gambar 5. Gambaran 18F-FDG PET pada pasien Parkinson dan pasien atrofi multisystem.
Pasien atrofi multisystem menunjukkan penurunan metabolism glukosa pada neostriatum
DETEKSI PREKLINIK PENYAKIT PARKINSON
Untuk setiap pasien yang memperlihatkan gejala penyakit Parkinson, terdapat kira-kira
10 kasus subklinis dengan insidensi gangguan batang otak. Subjek yang beresiko terhadap
perkembangan penyakit Parkinson termasuk karier dari mutasi genetik yang berhubungan
dengan parkinsonisme (a-synuclein, parkin, LRRK2, glucocerebrosidase A), subjek dengan
hyposmia idiopatik, dan pasien dengan gangguan pergerakan bola mata saat istirahat.
Ketika dilakukan penelitian terhadap seorang dewasa asimptomatik dengan penyakit
Parkinson familial, 25% memperlihatkan penurunan level uptake 18F-dopa di putamen dan
sepertiganya memperlihatkan parkinsonisme klinis. Mutasi gen parkin merupakan
penyebab utama terjadinya parkinsonisme resesif onset dini. Parkin merupakan ubiquitin
ligase, dan mutasi dari gen ini telah dijelaskan. Sebagian besar kasus klinis campuran
karier gen heterozigot dibandingkan dengan homozigot pada mutasi yang sama. Secara
klinis campuran karier gen heterozigot memperlihatkan reduksi berat pada uptake 18F-
dopa striatal bahkan pada kecacatan yang ringan, memperlihatkan perkembangan proses
adaptasi untuk mengkompensasi defisiensi dopamin. Pola dari defisit dopaminergik pada
pasien parkin simptomatik hamper sama dengan pada penyakit parkinson idiopatik,
putamen menjadi sasaran, akan tetapi caudatus dan otak tengah relatif lebih terlindung.
Karier parkin heterozigot asimptomatik juga memperlihatkan penurunan uptake 18F-dopa di
putamen yang ringan namun signifikan. Defisit dopaminergik mungkin dapat
menyebabkan karier heterozigot lebih rentan terhadap penyakit Parkinson onset lambat.
Mutasi dari LRRK2 gene—PARK8 adalah penyebab utama yang diketahui dapat
menyebabkan penyakit Parkinson onset lambat yang dominan familial. Adams et al
menggunakan 18F dopa, 11C-dihydrotetrabenazine, dan 11C-methylphenidate PET untuk
menilai kapasitas penyimpanan dopamin striatal, ikatan transporter monoamin vesikular,
dan ikatan DAT dalam 15 anggota keluarga dengan LRRK2. Penelitian yang dilakukan
pada anggota LRRK2 memperlihatkan temuan imaging yang sama dengan penyakit
Parkinson idiopatik : hilangnya fungsi dopamin pada putamen. Dua karier mutasi
asimptomatik memperlihatkan reduksi 11C-methylphenidate di putamen tetapi ambilan
18F-dopa yang normal memperlihatkan reduksi selektif ikatan DAT. Temuan ini sama
dengan pada parkinson idiopatik, di mana ikatan DAT putamen diketahui relatif lebih
menurun dibandingkan ambilan 18F-dopa. 2 karier mutasi asimptomatik yang lain
memiliki ikatan DAT yang normal namun 4 tahun follow up setelah itu ambilan 18F-dopa
tetap normal. Penulis menyimpulkan bahwa fenotip neurochemical dari mutasi LRRK2
tidak dapat dibedakan dari penyakit Parkinson sporadis. Karier gen asimptomatik, dapat
memperlihatkan downregulasi dari ikatan DAT dan penjagaan aktivitas dopa
dekarboksilase, yang akan berperan dalam pemeliharaan level dopamin sinaps dan
menunda onset parkinsonisme.
Pasien Parkinson dengan hyposmia idiopatik relatif beresiko terhadap penyakit
Parkinson. Ponsen et al mengumpulkan 40 contoh relatif setelah dilakukan skrining 400
subjek dengan hyposmia, dan dengan 123I-b-CIT SPECT, menemukan bahwa 7 dari 40
contoh tadi memperlihatkan reduksi ikatan DAT striatal. 4 dari 7 kemudian
memperlihatkan klinis penyakit Parkinson dalam periode 2 tahun. Pasien dengan gangguan
pergerakan mata saat istirahat memiliki resiko tinggi terhadap perkembangan
parkinsonisme dan demensia. Menggunakan 123I-IPT SPECT, Eisensehr et al menemukan
penurunan ikatan DAT striatal pada 5 pasien dengan gangguan pergerakan mata saat
istirahat. Pada seri yang lain, 11 pasien dengan gangguan tidur telah diperiksa dengan FP-
CIT SPECT, dan 3 diantaranya ditemukan adanya reduksi ikatan DAT striatal, 1 dari
mereka terbukti memiliki klinis parkinsonisme. Peningkatan echogenisitas otak tengah
dilaporkan pada 5 dari 7 orang pasien karier gen parkin asimptomatik dan pada 11 dari 30
orang pasien hipormia idiopatik. Temuan ini menunjukkan bahwa sonografi transkranial
dapat digunakan untuk mendeteksi kelainan nondopaminergik pada pasien Parkinson
seperti terdapatnya peningkatan kanndungan besi.
MEKANISME UTAMA TERJADINYA FLUKTUASI DAN DISKINESIA
Pasien parkinson menunjukkan penurunan uptake 18F-dopa putamen, uptake rata-
ratanya menurun sebesar 20%. Namun, hilangnya fungsi terminal dopamine pada putamen
ini tidak dapat menjadi satu-satunya faktor yang bertanggung jawab yang menentukan
waktu dan onset dari komplikasi motorik.
Penelitian dengan menggunakan 11C-raclopride PET melaporkan bahwa ikatan
putamen D2 pada awalnya meningkat hingga 20% pada pasien Parkinson namun setelah 6
bulan pengobatan levodopa, jumlah reseptor D2 kembali normal. Pemeriksaan 11C-
SCH23390 PET menunjukkan ikatan D1 striatal pada pasien parkinson, sedangkan pasien
yang telah mendapatkan terapi levodopa menunjukkan penurunan sebesar 20%. Jumlah
reseptor dopamin D1 dan D2 telah dibandingkan pada kelompok pasien Parkinson
diskinetik dan nondiskinetik yang telah disesuaikan berdasarkan durasi penyakit dan
tingkat keparahan penyakit dimana telah menerima dosis harian levodopa yang sama.
Jumlah reseptor D1 dan D2 pada kedua kelompok adalah sama, hal ini menunjukkan bahwa
terjadinya fluktuasi motorik dan diskinesia pada pasien parkinson tidak dipengaruhi oleh
perubahan jumlah reseptor dopamin neostriatum postsinaptik.11C-raclopride PET mampu mendeteksi secara tidak langsung fluktuasi dopamin
sinaptik dengan memantau ketersediaan reseptor D2 striatal. Semakin tinggi kadar
dopamine ekstraseluler, maka semakin rendah kemampuan untuk memantau ketersediaan
reseptor dopamin D2. Penelitian Mikrodialisis pada hewan menunjukkan bahwa penurunan
sebesar 25% dari uptake 11C-raclopride pada putamen setara dengan kenaikan sebanyak 10
kali lipat kadar dopamin sinaptik. Ketika pasien parkinson mendapatkan pengobatan
levodopa, mereka menunjukkan terjadinya penurunan ikatan 11C-raclopride striatal. Pavese
et al. melaporkan bahwa respon bradikinesia dan rigiditas terhadap levodopa pada penyakit
parkinson berhubungan dengan peningkatan kadar dopamin striatal yang dideteksi dengan 11C-raclopride PET. Mekanisme kompensasi yang terjadi berupa peningkatan jumlah
dopamin pada terminal dopamin selanjutnya menyebabkan fluktuasi dan kegagalan
penyangga dopamin yang dihasilkan dari levodopa eksogen karena hilangnya DATs dan
vesikel.
Kegagalan penyangga dopamin striatum pada pasien parkinson mendorong berlebihan
internalisasi reseptor dopamin pada neuron, kemudian mekanisme normal pemisahan
reseptor dopamin menyebabkan respon pengobatan menjadi berfluktuasi dan tak terduga.
Untuk membuktikan hal ini, De la Fuente-Fernandez et al. Melakukan pengukuran ikatan 11C-raclopride striatal pada pasien Parkinson, 1 dan 4 jam setelah pemberian levodopa
secara oral. Penelitian ini menemukan bahwa fluktuasi menunjukkan peningkatan kadar
dopamine sinaptik sebesar 8 kali lipat sedangkan pada beberapa responden hanya terjadi
kenaikan 2 kali lipat, yang meningkat secara perlahan pada 4 jam berikutnya. Fenomena
ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan jumlah reseptor dopamine D1 dan D2 pada pasien
Parkinson yang mendapat pengobatan levodopa oral.
Dalam penelitian dengan 11C-raclopride PET, Pavese dkk. mencatat semakin beratnya
diskinesia yang disebabkan pemberian levodopa pada pasien parkinson berhubungan
dengan kadar dopamin striatal yang dihasilkan. Temuan ini menyiratkan bahwa
overstimulasi pada reseptor dopamin menjadi faktor utama yang menyebabkan terjadinya
diskinesia. Namun, penelitian yang dilakukan pada hewan pada penyakit Parkinson
menunjukkan bahwa perubahan dalam transmisi peptida juga berperan dalam terjadinya
bradikinesia. 11C-diprenorphine PET merupakan penanda nonselektif dari μ-, κ-, dan δ-opioid site,
dan ikatannya sensitif terhadap kadar opioid endogen. Penurunan yang signifikan dari
ikatan 11C-diprenorphine pada kaudatus, putamen, thalamus, dan cingulate anterior
dilaporkan terjadi pada pasien diskinesia. Kadar uptake 11C-diprenorphine berbanding
terbalik dengan derajat berat ringannya diskinesia. Temuan ini sejalan dengan peningkatan
kadar enkepalin dan dinorpin dalam ganglia basalis pada pasien Parkinson dengan
diskinesia. 18F-SPARQ PET merupakan penanda selektif neurokinin 1. Dalam sebuah
penelitian, ditemukan bahwa terjadi penurunan kadar neurokinin 1 talamus pada pasien
Parkinson dengan diskinesia namun kadanya dalam batas normal pasien yang tidak disertai
diskinesia. Penelitian ini mendukung pandangan mengenai terjadinya peningkatan kadar
peptide endogen dalam ganglia basalis pada pasien Parkinson dengan bradikinesia.
GAMBARAN RADIOLOGIS FARMAKOLOGI DEPRESI PADA PENYAKIT
PARKINSON
Prevalensi depresi pada pasien parkinson dilaporkan berkisar antara 10-45%. Karena
gangguan Lewy bodies diketahui mempengaruhi serotonergik dan noradrenergik serta
neurotransmisi dopaminergik, disfungsi dari salah satu atau semua sistem ini menjadi
penjelasan yang masuk akal terhadap substrat fungsional depresi. Sampai saat ini,
pencitraan fungsional masih gagal untuk menunjukkan hubungan antara disfungsi
serotonergik dan depresi pada penyakit parkinson. 123I-β-CIT mengikat dopamin melalui
afinitas nanomolar, noradrenalin, dan transporter serotonin. Meskipun uptake 123I-β-CIT
neostriarum 24 jam setelah pemberian suntikan intravena terutama mencerminkan
pengikatan DAT, uptake 123I-β-CIT otak tengah 1 jam setelah pemberian mencerminkan
ketersediaan transporter serotonin. Kim et al. Melaporkan uptake normal 123I-β-CIT batang
otak pada penyakit parkinson. Mereka menemukan tidak terdapat perbedaan antara uptake
pada pasien depresi dan tidak depresi serta tidak terdapat hubungan antara uptake
radiotracer dan Skoring Skala Depresi Hamilton.
Serotonin 5-hydroxytryptamine reseptor 1A (5-HT1A) ditemukan sebagai suatu
autoreceptor dari 5-HT sel tubuh pada otak tengah, yang berperan untuk menghambat
pelepasan serotonin, dan juga pada serat saraf piramidal. 11C-WAY 100635 PET
merupakan penanda in vivo letak HT1A, dan pada pasien Parkinson terdapat penurunan
HT1A sekitar 25% pada otak tengah, dibandingkan pada individu yang sehat. Namun,
penurunan HT1A ini bernilai sama pada pasien Parkinson dengan riwayat depresi ataupun
tidak. Hasil dari penelitian 11C-WAY 100635 PET dan 123I-β-CIT Studi SPECT ini tidak
mendukung pendapat mengenai penurunan serotonergik berkaitan dengan depresi pada PP.
Penelitian tersebut juga tidak memberikan alasan mengenai penggunaan selektif serotonin
reuptake inhibitor untuk pengobatan pasien Parkinson dengan depresi.11C-methyl(1R-2-exo-3-exo)-8-methyl-3-(4-methylphenyl)-8-azabicyclo[3.2.1]oktana-
2-karboksilat (11C-RTI 32) PET merupakan penanda DAT dan berperan mengikat
transporter noradrenalin. Pasien Parkinson yang tidak mengalami menunjukkan penurunan
uptake putamen 11C-RTI 32, namun pasien dengan riwayat depresi menunjukkan
penurunan yang lebih besar pada pengikatan 11C-32 RTI dalam lokus coeruleus
nonadrenergik, thalamus, dan limbik sistem (amigdala, ventral striatum, dan cingulate
anterior). Tingkatan beratnya kecemasan berbanding terbalik dengan pengikatan 11C-RTI
32 di wilayah ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa depresi dan kecemasan pada
penyakit parkinson berhubungan dengan hilangnya noradrenergik dan persarafan
dopaminergik limbik sehingga menyebabkan kekurangan dopamin striatal. Penggunaan
monoamine transporter nonselektif inhibitor dapat meningkatkan jumlah dopamine dan
noradrenalin sinaptik, sebagai, pendekatan rasional untuk mengobati depresi pada penyakit
parkinson dibandingkan penggunaan selectif serotonin reuptake inhibitor.
PENGOBATAN TERKAIT GANGGUAN PENGENDALIAN IMPULSE
Ketika pasien parkinson telah mendapatkan pengobatan dopaminergik, terutama
dopamine agonis, pada beberapa kasus tampak terjadi gangguan pengendalian impuls
seperti gangguan patologis dan hyperseksualitas. Gangguan pengendalian impuls ini
menurunkan kualitas hidup pasien Parkinson dan keluarga mereka. Mekanisme yang
mendasari gangguan ini sampai saat ini masih diteliti lebih lanjut.
Dengan menggunakan 99mTc-ethylcysteinate dimer bicisate SPECT, penanda aliran
darah serebri, dilaporkan bahwa pasien parkinson dengan gangguan patologis
menunjukkan peningkatan aktivitas jaringan hemisfer kanan yang meliputi korteks
orbitofrontal, hipokampus, amigdala, insula, dan ventral pallidum. Melalui penelitian
terbukti bahwa hiperstimulasi system dopaminergik mendasari gangguan pengendalian
impuls pada penyakit parkinson.
MEKANISME UTAMA DEMENSIA PADA PENYAKIT PARKINSON
Secara keseluruhan prevalensi demensia pada pasien Parkinson adalah sekitar 40%,
angka ini 6 kali lebih tinggi dibandingkan pada individu sehat, yang meningkat sesuai usia.
Jika pasien parkinson hidup selama 20 tahun, sekitar 80% mengalami demensia
komplikasi. Faktor yang berperan terhadap disfungsi kognitif ini adalah keterlibatan
langsung korteks dari kerusakan Lewy bodies, hilangnya proyeksi kolinergik dari nucleus
basalis Meynert degenerasi proyeksi dopaminergik mesofrontal dan mesolimbic dan
terdapatnya penyakit Alzheimer. Terdapatnya factor-faktor tersebut diatas dapat dideteksi
dengan menggunakan kombinasi pencitraan struktural dan fungsional.
MRI Volumetrik
Dengan menggunakan MRI volumetrik dengan aplikasi voxel-based morphometry
terjadinya atrofi pada hipokampus, thalamus dan cingulated anterior dapat dideteksi pada
pasien paskinson dengan demensia. Sementara pada pasien Parkinson tanpa demensia
penilaian subklinis dapat dilakukan apabila terdapat atrofi pada daerah tersebut. Pada
pasien Parkinson dengan demensia juga terjadi atrofi daerah asosiasi korteks. MRI
volumetric memungkinkan penilaian seluruh perubahan volume otak secara kuantitatif.
Melalui pendekatan ini, Burton et al. Melaporkan terjadinya kehilangan 0,31% dari volume
otak pada pasien Parkinson (mirip dengan orang tua yang sehat) setiap tahunnya,
sedangkan pada pasien Parkinson dengan demensia terjadi kehilangan volume otak sebesar
1,12% dan mendekati 2% pada pasien tang juga disertai penyakit Alzheimer. Para peneliti
menyimpulkan bahwa MRI dapat digunakan sebagai alat untuk menilai perkembangan
penyakit Parkinson dengan demensia.
Pencitraan Metabolik
Pada pasien parkinson yang mengalami demensia, 18F-FDG PET
menunjukkan terjadi penurunan metabolism glukosa otak pada daerah cingulate posterior,
parietal, temporal dan daerah presentralis. Sementara itu daerah motor, visual dan ganglia
basalis tidak mengalami penurunan metabolism glukosa. Pola penurunan metabolisme
glukosa ini serupa dengan yang dilaporkan pada penyakit Alzheimer. Hipometabolisme
pada daerah temporoparietal kortikal juga dapat diamati pada sebagian kecil pasien
parkinson tanpa demensia. Masih harus ditentukan apakah hipometabolisme glukosa hanya
terjadi pada demensia yang telah lanjut. DLB ditandai dengan timbulnya demensia yang
berhubungan dengan parkinson, halusinasi visual, psikosis, dan kebingungan yang
fluktuatif.
Pencitraan Dopaminergik
Meskipun kerusakan Lewy bodies mengenai substansia nigra, hal ini tidak terjadi pada
penyakit Alzheimer. Penelitian pendahuluan, Walker et al. menilai fungsi integritas
nigrostriatal dengan mengukur ikatan DAT dengan 123I-FP-CIT SPECT pada pasien
parkinson, Alzheimer, dan DLB. Pada pasien Parkinson dan DLB tampak penurunan
uptake 123I-FP-CIT striatal, sedangkan pada pasien Alzheimer uptake 123I-FP-CIT striatal
dalam kondisi normal (Gambar 6). Dilakukan pemeriksaan postmortem pada 10 orang
subjek yang mengalami demensia dengan menggunakan SPECT. Hasilnya, 4 orang subjek
yang terbukti menderita DLB pada pemeriksaan postmortem menunjukkan penurunan
uptake 123I-FP-CIT striatal. Empat dari 5 orang subjek terbukti menderita penyakit
Alzheimer menunjukkan uptake 123I-FP-CIT dalam kondisi normal, sedangkan subjek yang
kelima, didiagnosis dengan DLB saat masih hidup dan mengalami gangguan
serebrovaskular menunjukkan penurunan ikatan DAT. 123I-FP-CIT SPECT memberikan
sensitivitas 100% dan spesifisitas 83% untuk membedakan DLB dan Penyakit Alzheimer.
Hal ini memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan diagnosis klinis saat masih
hidup.
Penelitian lanjutan yang mengumpulkan data lebih dari 10 tahun, melaporkan
hubungan antara kondisi klinis, patologi, dan uptake 123I-FP-CIT striatal pada 20 orang
pasien demensia (8 orang telah terbukti DLB; 9 orang menderita penyakit Alzheimer,
seringkali disertai penyakit serebrovaskular; dan 3 orang lainnya didiagnosis demensia
frontotemporal, degenerasi corticobasal, atau patologi spesifik). Menggunakan
pemeriksaan patologi sebagai nilai acuan, Walker et al. menemukan bahwa diagnosis awal
DLB berdasarkan kriteria klinis memiliki sensitivitas sebesar 75% dan spesifisitas 42%.
Sebaliknya, sensitivita dari 123I-FP-CIT SPECT dalam menentukan diagnosis DLB adalah
sebesar 88% DLB dan dengan spesifisitas 100%.
Hasil penelitian yang sama juga telah dilaporkan,melalui penelitian longitudinal pada
44 individu yang dicurigai mengalami DLB dan telah menjalani pemeriksaan awal dengan 123I-FP-CIT SPEC. Para peneliti menyimpulkan bahwa pencitraan DAT dapat digunakan
untuk mengklasifikasikan kasus demensia yang belum jelas.123I-FP-CIT SPECT telah digunakan untuk menilai tingkat relativitas dan pola
penurunan uptake striatal pada pasien DLB, dibandingkan dengan pasien penyakit
parkinson dengan demensia. Uptake 123I-FP-CIT mengalami penurunan pada pasien DLB,
penyakit parkinson dengan demensia, dan penyakit parkinson namun normal pada pasien
dengan penyakit Alzheimer. Dibandingkan dengan pasien parkinson, pasien dengan DLB
dan penyakit parkinson dengan demensia menunjukkan penurunan uptake 123I-FP-CIT
striatal yang lebih mirip. Terdapat hubungan yang signifikan antara Skoring Pemeriksaan
Mini Mental State dan ikatan 123I-FP-CIT pada penyakit parkinson dengan demensia,
mendukung hipotesis bahwa penurunan dopaminergik pada neostriatum berperan dalam
pada penurunan kognitif pasien.
Peran proyeksi dopaminergik mesofrontal pada penyakit parkinson dengan demensia
telah diteliti dengan 18F-dopa PET menggunakan pemetaan parametrik statistik untuk
menilai penurunan kapasitas penyimpanan dopamin pada tingkat voxel. Dilakukan
pemeriksaan pada pasien Parkinson dengan dan tanpa demensia yang telah disesuaikan
berdasarkan usia, durasi penyakit, dan tingkat keparahan penyakit. Melalui pemeriksaan 18F-dopa tampak penurunan penyimpanan dopamine putamen pada kedua kelompok.
Namun, dibandingkan dengan pasien parkinson, pasien penyakit parkinson dengan
demensia menunjukkan juga peningkatan penurunan uptake 18F-dopa di kaudatus kanan,
striatum ventral bilateral dan cingulate anterior. Temuan ini mendukung konsep bahwa
demensia pada penyakit parkinson dikaitkan dengan gangguan frontalis gangguan dan
fungsi dopaminergik kaudatus. Penurunan uptake 18F-dopa frontal sebelumnya telah
dilaporkan pada pasien parkinson yang menunjukkan penurunan kinerja pada tes kefasihan
verbal, ingatan verbal, dan merentang angka.
Gambar 6. Gambaran FP-CIT SPECT pada subjek sehat dan pada pasien Parkinson,
Alzheimer dan DLB. Ikatan DAT striatal mengalami penurunan pada pasien Parkinson dan
DLB.
Fungsi Kolinergik
123I-iodobenzovesamicol SPECT merupakan penanda ikatan transporter asetilkolin
vesikular pada saraf kolinergik terminal. Penurunan ikatan 123I-iodobenzovesamicol telah
telah dilaporkan terjadi pada korteks parietalis dan oksipitalis pada pasien Parkinson yang
tidak disertai demensia, dan penurunan ikatan ini terjadi pada semua daerah kortikal pada
pasien parkinson dengan demensia. Penanda lain dari integritas kolinergik adalah tingkat
aktivitas acetylcholinesterase. Hal ini dapat dinilai dengan N-11C-methylpiperidin-4-il
asetat (11C-MP4A) atau 1-11C-methylpiperidin-4-il propionat (11C-PMP) PET, penurunan
ikatan pada daerah kortikal dilaporkan terjadi pada 11% pasien parkinson dan 30%
penyakit parkinson dengan demensia. 1-11C-methylpiperidin-4-il PET propionat
menunjukkan suatu hubungan yang signifikan antara aktivitas acetylcholinesterase kortikal
dan kinerja pada tes atensi pada kelompok penyakit parkinson dan penyakit parkinson
dengan demensia. Menariknya defisiensi acetylcholinesterase tidak berhubungan dengan
gejala motorik. Secara keseluruhan, penemuan ini menunjukkan bahwa penurunan
transmisi kolinergik berperan terhadap terjadinya demensia pada pasien parkinson dan
medukung penggunaan terapi kolinesterase inhibitor.
Efek terapi kolinesterase inhibitor pada metabolisme glukosa otak telah dinilai pada 12
orang pasien Parkinson dengan demensia. Terapi kolinesterase inhibitor menyebabkan
peningkatan metabolism otak yang signifikan pada girus kiri, girus superior kanan, dan
girus orbitofrontal kiri. Terdapat hubungan yang signifikan antara perbaikan dalam
Pemeriksaan Mini Mental State dan peningkatan metabolisme otak skor pada daerah
supramarginal kiri, orbitofrontal dan cingulate.
Mengukur Kadar β-Amyloid pada Pasien Parkinson dengan Demensia
Senyawa Pittsburgh B (PIB) merupakan thioflavin netral yang menunjukkan afinitas
nanomolar β-amiloid pada irisan otak pasien Alzheimer namun menunjukkan afinitas
rendah terhadap neurofibrilari intraseluler dan Lewy bodies. Telah dilakukan penelitian
menggunakan 11C-PIB PET yang melaporkan terjadi peningkatan retensi tracer pada
korteks asosiasi dan cingulate pada pasien Alzheimer, dibandingkan dengan individu sehat. 11C-PIB PET telah digunakan untuk menentukan peningkatan kadar amiloid pada pasien
DLB dan penyakit parkinson dengan demensia (Gambar 7). Sebelas dari 13 pasien DLB
dan hanya 2 dari 13 penyakit parkinson dengan demensia yang menunjukkan peningkatan
amiloid kortikal. Penemuan ini menunjukkan bahwa β-amiloid tidak berperan signifikan
terhadap patogenesis penyakit parkinson dengan demensia, sejalan dengan laporan
patologis. Sebaliknya, pada pasien DLB yang didahului demensia, peningkatan uptake 11C-
PIB terlihat pada kebanyakan pasien. Dapat dsimpulkan bahwa terdapatnya β-amiloid
mempercepat demensia pada pasien parkinson tetapi tidak mempengaruhi sifat
simptomatologi.
Singkatnya, demensia pada pasien parkinson bersifat multifaktorial, dapat
berhubungan dengan kerusakan Lewy bodies kortikal, deposisi amiloid, dan penurunan
dopaminergik dan transmisi kolinergik kortikal. Pencitraan fungsional dapat membantu
menentukan kontribusi relatif pada pasien dan berpotensi merasionalisasi penggunaan
antiamyloid sebagai pengobatan pilihan.
Gambar 7. Gambaran kadar β-amiloid melalui 11C-PIB PET. Pasien sehat lanjut usia dan
pasien Parkinson dengan demensia menunjukkan tidak adanya deposit plaque pada otak
dibandingkan pada 2 orang pasien DLB dimana deposit amiloid meningkat.
NEUROINFLAMASI DAN PENYAKIT PARKINSON
Mikroglia merupakan 10-20% dari sel darah putih yang terdapat didalam otak dan
normalnya berada dalam keadaan tidak aktif. Perubahan pada lingkungan otak, misalkan
disebabkan oleh luka atau degenerasi, menyebabkan microglia menjadi aktif dan
menyebabkan pelepasan sitokin. Mitokondria dari mikroglia yang aktif menggambarkan
translocator protein, yang dikenal sebagai reseptor benzodiazepine perifer. Hal ini dapat
dideteksi dengan berbagai macam ligan PET contohnya adalah isoquinoline 11C-PK11195.
Hilangnya neuron substantia nigra pada penyakit parkinson telah terbukti berkaitkan
dengan aktivasi mikroglia. Baru-baru ini, penelitian histokimia menunjukkan aktivasi
mikroglia yang luas pada tahap akhir penyakit parkinson, yang terlihat pada ganglia
basalis, cingulate, hipokampus, dan daerah korteks asosiasi. 11C-PK11195 PET telah
digunakan untuk mempelajari aktivasi mikroglia pada penyakit parkinson. Peningkatan
sinyal pada otak tengah dapat dideteksi, dan hal ini dilaporkan berhubungan terbalik
dengan tingkat uptake 11C-CFT putamen posterior. Peningkatan uptake 11CPK11195 juga
dilaporkan terjadi pada medula dan pons, striatum, pallidum, dan korteks frontal pada
penyakit parkinson, sejalan dengan kerusakan Lewy bodies (Gambar 8). Pada pasien yang
di follow-up selama 2 tahun, tampak hanya sedikit perubahan dari aktivasi mikroglia pada
penyakit Parkinson meskipun terjadi perburukan kondisi pasien secara klinis. Hal ini
menunjukkan bahwa aktivasi mikroglia hanyalah fenomena sesaat pada penyakit
parkinson, namun penelitian postmortem menunjukkan bahwa sel-sel mikroglia terus
mengekspresikan sitokin RNA messenger, menunjukkan bahwa sel-sel tersebut dapat
mengendalikan perkembangan penyakit walaupun jumlah sel microglia dalam jumlah
tetap.
Gambar 8. Gambaran 11C-PK11195 PET pada subjek sehat dan pasien Parkinson. Aktivitas
menengah dari microglia terlihat pada thalamus subjek sehat, dan meningkat pada otak
tengah dan neostriatum pada pasien Parkinson.
GAMBARAN RADIOLOGIS PERSARAFAN SIMPATIS JANTUNG PADA
PENYAKIT PARKINSON
Beberapa penelitian SPECT dan PET melaporkan bahwa sebagian besar pasien
Parkinson primer menunjukkan penurunan persarafan simpatis jantung namun tidak
ditemukan pada penyakit parkinson atipikal. Penurunan uptake simpatik miokardial
terhadap 123I-metaiodobenzylguanidine (MIBG) dan 18F-fluorodopamine dilaporkan pada
pasien Parkinson bahkan pada tahap awal penyakit ketika reflex kardiovaskular masih
baik. Namun, 123I-MIBG SPECT bukan merupakan penanda sensitif dari pasien parkinson
tahap awal, dimana hampir 50% dari pasien Hoehn dan Yahr masih menunjukkan kesan
yang normal. 18F-dopamin dan 123I-MIBG menggunakan jalur metabolisme yang sama
dengan norepinefrin, dan uptake kedua senyawa tersebut pada miokardial tidak hanya
mencerminkan densitas neuron simpatik postganglionik tetapi juga menggambarkan
integritas fungsional.
Telah dikemukakan bahwa persarafan simpatis jantung memberikan kontribusi
terhadap timbulnya gejala kegagalan persarafan autonom seperti terjadinya hipotensi
ortostatik. Oka et al. meneliti hubungan antara uptake 123I-MIBG miokardial dengan
ortostatik hipotensi, nadi, dan perubahan tekanan darah selama manuver Valsava dan
konsentrasi norepinefrin pada pasien parkinson. Dalam peneltian ini tampak bahwa uptake 123I-MIBG miokard lebih rendah pada pasien parkinson dengan hipotensi ortostatik dan
hasil maneuver valsava yang abnormal. Namun, tidak ditemukan hubungan antara
penurunan tekanan darah sistolik pada perubahan posisi kepala dan sensitivitas baroreflex
atau konsentrasi plasma norepinefrin. Hasil ini menunjukkan bahwa disfungsi persarafan
simpatik jantung merupakan penyebab utama dari gangguan refleks kardiovaskular reflex
pada pasien parkinson.
KESIMPULAN
Perubahan struktural substansia nigra pada penyakit parkinson dapat dideteksi dengan baik
melalui pemeriksaan sonografi transkranial dan diffusion tensor MRI. Sonografi
transkranial tidak merefleksikan beratnya penyakit Parkinson namun bermanfaat untuk
menunjang diagnosis. Pengukuran dengan menggunakan PET dan SPECT dapat menilai
fungsi terminal dopamin untuk mendeteksi kekurangan dopamine pada subjek dengan
gejala Parkinson dan berisiko untuk terkena parkinson. Terjadinya kekurangan dopamin
pada neostriatum berhubungan dengan terjadinya bradikinesia dan rigiditas dapat
digunakan untuk pemantauan penyakit. Ikatan DAT normal pada neostriatum pada pasien
yang dicurigai menderita Parkinson dengan menyingkirkankan sindroma akibat defisiensi
dopamin dianggap sebagai prognosis yang baik. Sindrom parkinson atipikal dapat
dibedakan dari penyakit Parkinson tipikal dengan menggunakan diffusion-weighted MRI
atau 18F-FDG PET.
DLB dapat dibedakan dengan penyakit Alzheimer berdasarkan ikatan DAT pada
neostriatum. Kebanyakan pasien DLB menunjukkan peningkatan kadar amiloid yang
signifikan dengan menggunakan 11C-PIB PET, dan hal ini jarang ditemukan pada pasien
parkinson.
Aktivasi mikroglia pada pasien Parkinson dapat diperiksa dengan menggunakan
protein marker dari translocator 11C-PK11195 PET, hal dapat digunakan sebagai dasar
penggunaan anti-inflamasi sebagai neuroprotectant potensial.