Penyakit pada sendi

42
MAKALAH PBL BLOK XIV Penyakit Pada Sendi STIEN JULIA RISKY HETHARIE 102010266 KELOMPOK A6 20 Maret 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN

description

Makalah ini memuat tentang penyakit pada sendi

Transcript of Penyakit pada sendi

MAKALAH PBL BLOK XIV

Penyakit Pada Sendi

STIEN JULIA RISKY HETHARIE

102010266

KELOMPOK A6

20 Maret 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731

[email protected]

Stien Julia Risky Hetharie

Penyakit Pada Sendi

102010266 (A6)

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No. 6. Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Telp. 021-56942061

@[email protected]

Pendahuluan

Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat-alat di

dalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolism kalsium dan mineral, dan organ hemopoetik.

Tulang juga merupakan jaringan ikat yang dinamis yang selalu diperbarui melalui proses

remodeling yang terdiri dari proses resorpsi dan formasi. Dengan proses resorpsi bagian

tulang yang tua dan rusak akan dibersihkan dan diganti oleh tulang yang baru melalui

proses formasi.1,2,8

Sendi merupakan bagian tubuh yang kurang mendapatkan perhatian lebih lanjut,

misalnya saja, saat seseorang merasa sendi nya sakit, orang tersebut akan mencari obat

untuk meredakan nyeri tersebut, atau malahan pergi ke tukang pijat di samping rumahnya

dan bukannya lebih berkonsentrasi untuk mencari penyebab dari nyeri sendi tersebut. Hal ini

menyebabkan kerusakan yang di disebabkan oleh sendi tersebut menjadi semakin parah.1,2,8

Nyeri pada sendi tidak serta merta di sebabkan oleh rheumatoid artitis atau

osteoporosis saja, karena nyeri pada sendiri atau yang sering di sebut radang sendi (artritis)

memiliki beberapa jenis sesuai dengan etiologi dan gejala klinisnya. Untuk itulah, dalam

makalah ini, saya akan membahas beberapa penyakit yang berhubungan dengan radang

sendi atau artritis. 1,2,8

Pembahasan

A. Pengertian

Osteoarthritis (OA)

Merupakan penyakit sendi degeneratif yang progresif dimana tulang rawan kartilago

yang melindungi ujung tulang mulai rusak, disertai perubahan reaktif pada tepi sendi dan

tulang subkhondral yang menimbulkan rasa sakit dan hilangnya kemampuan gerak.Insidensi

dan prevalensi OA berbeda-beda antar negara. Penyakit ini merupakan jenis arthritis yang

paling sering terjadi yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa.4,7,9

Gambar Tulang Normal, AR dan Osteoporosis No. 2 Sumber www.google.com

Arthritis gout (pirai)

Artritis pirai (gout) adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh

dunia. Artritis pirai merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal

monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat didalam cairan

ekstraselular. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout akut, akumulasi kristal

pada jaringan yang merusak tulang (tofi), batu asam urat dan yang jarang adalah kegagalan

ginjal (gout nefropati). Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah

hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0

rag/dl.2-5

Juvenile arthritis (arthritis pada anak-anak)

Istilah umum bagi semua tipe arthritis yang menyerang anak-anak. Anak-anak dapat

terkena Juvenile Rheumatoid Osteoarthritis atau lupus anak, ankylosing spondylitis atau tipe

lain dari arthritis.4-5

Systemic Lupus Erythematosus (lupus)

Lupus eritematosus sistemik (LES) atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE),

merupakan prototipe penyakit otoimun yang ditandai oleh produksi antibodi terhadap

komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas. SLE

terutama menyerang wanita muda dengan insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama

masa reproduksi dengan ratio wanita dan laki-laki 5:1.6-7

Infeksius Atritis

Infeksi virus yang sering menyebabkan nyeri sendi multiple berpindah. Bakteri

menyebabkan radang sendi.4

Septik artritis4

Infeksi bakteri piogenik (penghasil nanah) akut pada sendi yang jika tidak segera

ditangani dapat berlanjut menjadi kerusakan pada sendi. Gejala klinis yang tampak pada

bayi berbeda dengan pada anak-anak dan dewasa, yaitu : Bayi.

Dapat ditemukan kekakuan pada sendi yang terkena, nyeri pada pergerakan sendi,

dapat terjadi demam, namun gejala ini bukan patokan utama, dapat terjadi dislokasi

patologik pada sendi pada minggu kedua. Sedangkan pada anak-anak dan orang dewasa

dapat memberitahu lokasi terjadinya sakit dan nyeri yang timbul saat pergerakkan. Karena

sendi sakit, maka tubuh secara otomatis berusaha untuk melindunginya dengan

mengontraksikan otot-otot disekitar sendi. Kekakuan sendi jelas terlihat, adanya demam,

subluksasi lebih sering terjadi daripada dislokasi. Bakteri yang paling sering menyebabkan

terjadinya penyakit ini adalah Stafilokokus aureus. Faktor risiko yang dapat meningkatkan

terjadinya penyakit ini adalah HIV, AIDS, dan penggunaan terapi adenokortikosteroid jangka

panjang secara intravena.

Rheumathoid Arthritis (RA)1,8

Artritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik

kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama. Manifestasi klinik klasik AR

adalah poliartritis simetrik yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki.

Selain lapisan synovial sendi, AR juga bisa mengenai organ-organ di luar persendian seperti

kulit, jantung, paru-paru, dan mata. Mortalitasnya meningkat akibat adanya komplikasi

kardiovaskular, infeksi, penyakit ginjal, keganasan, dan adanya komorbiditas. Menegakkan

diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin, dapat menurunkan progersifitas penyakit.

Metode terapi yang dianut saat ini adalah pendekatan pyramid terbalik (reverse pyramid),

yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk menghambat perburukan penyakit. Bila tidak

mendapat terapi yang adekuat, akan terjadi destruksi sendi, deformitas dan disabilitas.

Morbiditas dan mortilitas AR berdampak terhadap kehidupan social dan ekonomi. Kemajuan

yang cukup pesat dalam pengembangan DMARD biologic, memberi harapan baru dalam

penatalaksanaan penderita AR.

Artritis reumatoid dapat menjadi suatu proses yang komples. Diagnosis tidak hanya

bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasarkan pada suatu evaluasi dari

sekelompok tanda da gejala. Kriteria diagnostik sebagai berikut :

- Kekakuan pagi hati (lamanya paling tidak 2 jam)

- Artritis pada tiga atau lebih sendi

- Artritis sendi-sendi jari tangan

- Artritis yang simetris

- Nodul reumatoid

- Faktor reumatoid serum

- Perubahan-perubahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)

Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari

tujun kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan tedahulu harus sudah

berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu. 3

Kriteria Diagnosis Atritis Reumatoid Menurut ACR8

Gejala dan tanda Definisi

Presentase penderita AR jika

gejala atau tanda

Ada Tidak Ada

Kaku pagi hari Kekakuan pada sendi dan sekitarnya 39 14

(morning stiffness) yang berlangsung paling sedikit selama 1

jam sebelum perbaikan maksimal

Artritis pada 3

persendian atau

lebih

Paling sedikit 3 sendi secara bersamaan

menunjukan pembengkakan jaringan

lunak atau efusi (bukan hanya

pertumbuhan tulang saja) yang

diobservasi oleh seorang dokter. Ada 14

daerah persendian yang mungkin terlibat

yaitu : PIP, MCP, pergelangan tangan,

siku, lutut, pergelangan kaki, dan MTP

kanan atau kiri.

32 13

Arthritis pada

persendian tangan

Paling sedkit ada satu pembengkakan

(seperti yang disebut diatas) pada sendi :

pergelangan tangan, MCP, atau PIP

33 12

Arthritis yang

simetrik

Keterlibatan sendi yang sama pada

kedua sisi tubuh secara bersamaan

(keterlibatan bilateral sendi PIP, MCP,

atau MTP dapat diterima walaupun tidak

mutlak bersifat simetris

29 17

Nodul Reumatoid Adanya nodul subkutan pada daerah

tonjolan tulang, permukaan ekstensor

atau daerah juxtaartikular yang

diobeservasi oleh seorang dokter.

50 25

Faktor Reumatoid

serum positif

Adanya titer abnormal faktor reumatoid

serum yang diperiksa dengan metode

apapun, yang memberikan hasil positif <

5% pada kontrol subyek normal

74 13

Perubahan

gambaran radiologis

Terdapat radiologis yang khas untuk

arthritis reumatoid pada foto

posteroanterior tangan dan pergelangan

tangan, berupa erosi atau dekalsifikasi

tulang yang terdapat pada sendi atau

daerah yang berdekatan dengan sendi

(perubahan akibat osteoarthritis saja

tidak memenuhi persyaratan)

79 21

B. Anamnesis

Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarahkan masalah pasien ke

diagnosis penyakit tertentu. Di dalam Ilmu Kedokteran wawancara terhadap pasien disebut

anamnesis. Teknik anamnesis yang baik disertai dengen empati merupakan seni tersendiri

dalam rangkaian pemeriksaan pasien secara keseluruhan dalam usaha untuk membuka

saluran komunikasi antara dokter dengan pasien.3

Anamnesis berasal dari kata Yunani artinya mengingat kembali. Anamnesis adalah cara

pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien (Auto

anamnese) atau pada orang tua atau sumber lain (Allo anamnese). 80% untuk menegakkan

diagnosa didapatkan dari anamnesis. Tujuan anamnesis yaitu: untuk mendapatkan

keterangan sebanyak-banyaknya mengenai kondisi pasien, membantu menegakkan

diagnosa sementara. Ada beberapa kondisi yang sudah dapat ditegaskan dengan

anamnesis saja, membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya. 3

Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,

riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita), riwayat penyakit

dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial

ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan). Pada pasien usia lanjut perlu

dievaluasi juga status fungsionalnya, seperti ADL, IADL. Pasien dengan sakit menahun,

perlu dicatat pasang surut kesehatannya, termasuk obat-obatnya dan aktivitas sehari-

harinya. Selain itu, dalam hal menganamnesis kita juga harus mempunyai pengetahuan

mengenai karakteristik dari penyakit itu sendiri.3

Umur

Penyakit rematik dapat menyerang semua umur, tetapi frekuensi setiap penyakit

terdapat pada kelompok umur tertentu. Osteoartritis lebih sering ditemukan pada pasien usia

lanjut dibandingkan usia muda. Tiap kenaikan 1 dekade, risiko terkena osteoporosis adalah

1,4-1,8. SLE lebih sering ditemukan pada wanita usia muda dibandingkan dengan kelompok

usia lainnya.2,3,7

Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa. Sebagaimana yang

disampaikan oleh Hippocrates bahwa gout jarang pada pria sebelum masa remaja

{adolescens) sedangkan pada perempuan jarang sebelum menopause. 2,3,7

Tabel Penyakit Sendi pada Berbagai Kelompok Umur3

Usia Muda (2-25 th) Usia pertengahan

(30-50 th)

Usia lanjut (<65 th)

Artritis Gout Sangat jarang Sering terjadi Sering terjadi

SLE

SLE akibat obat

Artritis

Reumatoid

Osteoartritis

Sering terjadi

Jarang

Sering teradi

Hampir tak pernah terjadi

Sering terjadi

Jarang

Sering terjadi

Jarang

Jarang

Sering terjadi

Sering terjadi

Sering terjadi

Jenis Kelamin

Misalnya pada RA yang lebih terserang yaitu perempuan, ada riwayat keluarga yang

menderita RA dan umur lebih tua. Pada tahun 1986 dilaporkan prevalensi gout di Amerika

Serikat adalah 13.6/1000 pria dan 6.4/1000 perempuan. Prevalensi OA lutut radiologis di

Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria, dan 12.7% pada wanita. Arthritis

Gout lebih sering menyerang laki-laki. Biasanya sebagai akibat dari kerusakan sistem kimia

tubuh. Kondisi ini paling sering menyerang sendi kecil, terutama ibu jari kaki. Arthritisgout

hampir selalu dapat dikendalikan oleh obat dan pengelolaan diet.4

Tabel Perbedaan Jenis Kelamin pada Penyakit Sendi3

Artritis Reumatoid

SLE

Artritis Gout

Osteoartritis koksae

Osteoartritis lutut dan tangan

Pria < Wanita (1:3)

Pria < Wanita

Pria > Wanita

Pria = Wanita

Pria < Wanita

Karakteristik2,3,7

Penyakit sendi memiliki ciri khas masing-masing dalam setiap kasus. Pada kasus A

disebutkan bahwa Ny. O, 30 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada jari-jari

tangan, & pergelangan tangan pada tangan kanan & kiri sudah berlangsung selama 4 bulan

ini. Selain itu jari-jari tangan terasa kaku pada pagi hari rata-rata 1 jam lebih, disertai nyeri

dan bengkak pada sendi-sendinya. Pasien sudah berobat; saat meminum obat dikatakan

nyeri & bengkak umumnya berkurang, tetapi sering kambuh lagi. Riwayat trauma pada

tangan tidak ada. Pasien mengatakan ibunya juga sering nyeri sendi terutama pada lutut

kirinya.

A. Nyeri Sendi

Nyeri sendi merupakan keluhan utama pasien rematik. Pasien sebaiknya diminta

menjelaskan lokasi nyeri serta punctum maximumnya karena mungkin sekali nyeri

tersebut menjalar ke tempat jauh merupakan karakteristik yang disebabkan oleh

penekanan radiks saraf. Pentingnya untuk membedakan nyeri yang disebabkan

perubahan mekanis dengan nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul

setelah aktivitas akan hilang setelah istirahat serta tidak timbul di pagi hari

merupakan nyeri mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi akan bertambah berat pada

pagi hari saat bangun tidur dan disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat pada awal

gerak dan berkurang setelah melakukan aktivitas. Pada pasien OA, umumnya

mereka mengatakan bahwa keluhannya sudah berlangsung lama, tetapi berkembang

secara perlahan – lahan.

Pada artritis reumatoid, nyeri yang paling berat biasanya pada pagi hari,

membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada malam hari. Sebaliknya pada

osteoartritis, nyeri paling berat pada malam hari, pagi hari terasa lebih ringan dan

membaik di siang hari. Pada artritis gout, nyeri yang terjadi biasanya berupa

serangan yang hebat pada waktu bangun pagi hari, sedangkan pada malam hari

sebelumnya pasien tidak merasakan apa-apa, nyeri ini biasanya self limiting dan

sangat resposif dengan pengobatan. Nyeri malam hari terutama bila dirasakan

seperti suatu regangan merupakan nyeri akibat peninggian tekanan intra artikular

akibat suatu nekrosis avaskular atau kolaps tulang akibat artritis yang berat. Nyeri

yang menetap sepanjang hari (siang dan malam) pada tulang merupakan tanda

proses keganasan.

B. Kaku Sendi

Kaku sendi merupakan rasa seperti diikat, pasien merasa sukar untuk menggerakan

sendi. Keadaan ini biasanya akibat desakan cairan yang berada di sekitar jaringan

yang mengalami inflamasi (kapsul sendi, sinovial, atau bursa). Kaku sendi makin

nyata pada pagi hari atau setelah istirahat. Setelah digerak-gerakan, cairan akan

menyebar dari jaringan yang mengalami inflamasi dan pasien merasa terlepas dari

ikatan. Lama dan beratnya kaku sendi pada pagi hari atau setelah istirahat biasanya

sejajar dengan beratnya inflamasi sendi ( kaku sendi pada artritis reumatoid lebih

lama dari osteoartritis, kaku sendi pada artritis reumatoid berat lebih lama daripada

yang ringan).

C. Gejala Sistemik

Penyakit sendi inflamator baik yang disertai maupun tidak disertai keterlibatan

multisistem lainnya akan mengakibatkan peningkatan reaktan fase akut seperti

peningkatan LED atau CRP. Selain itu terkadang akan disertai gejala sistemik seperti

panas, penurunan berat badan, kelelahan, lesu dan mudah terangsang.

D. Bengkak sendi dan deformitas

Pasien yang sering mengalami pembengkakan sendi, ada perubahan warna,

perubahan bentuk atau perubahan posisi struktur ekstremitas. Perubahan bentuk

(deformitas) sendi yang permanen dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama,

perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan

pada tulang dan permukaan sendi.

E. Tanda – tanda peradangan

Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, bengkak, gangguan

gerak, rasa hangat, dan kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya

sinovitis. Biasanya tanda – tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan, seringkali

dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan sendi – sendi kecil tangan dan kaki.

F. Krepitasi

Pada OA rasa gemeretak (kadang – kadang terdengar) pada sendi yang sakit.

Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya

berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau

dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat

terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini timbul akibat gesekan kedua permukaan

tulang sendi saat digerakan.

G. Bunyi Lain

Ligamentous snaps merupakan suara tersendiri yang keras tanpa rasa nyeri.

Keadaan ini merupakan hal yang biasa terdengar di sekitar femur bagian atas

sebagai click-ing hips. Cracking merupakan bunyi yang diakibatkan tarikan pada

sendi, biasanya pada sendi jari tangan yang disebabkan terbentuknya gelembung

gas intraartikular. Cracking tidak dapat diulang selama beberapa menit sebelum gas

tersebut habis diserap. Cloncking merupakan suara yang ditimbulkan oleh

pertemuan yang tidak teratur misalnya antara skapula dengan iga.

H. Nodul

Sering ditemukan pada berbagai atropati, atau pada umumnya di ekstensor

punggung tangan, siku, tumit belakang, sakrum. Ditemukan pada artritis gout

(tofi/tophus) dan RA (nodul reumatoid)

I. Perubahan Kuku

Perubahan yang sering ditemukan antara lain:

Jari tabuh (clubbing finger) berhubungan dengan osteoartropati hipertrofik

pulmoner dan alveolitis fibrotik.

Thimble pitting onycholysis (lisis kuku berbentuk lubang) dan distrofi kuku

berhubugan dengan artropati psoriatik dan penyakit Reiter Kronik.

Serpihan berdarah (splinter haemorhages) pada vasikulitis pembuluh darah kecil.

J. Lesi Membran Mukosa

Keadaan ini sering tanpa gejala (artropati reaktik dan penyakit Reiter) atau dengan

gejala (SLE, vaskulitis, sindrom Behcet). Perlu diperhatikan adanya ulkus pada oral,

genital dan mukosa hidung.

K. Gangguan tidur dan depresi

Faktor yang berperan dalam gangguan pola tidur antara lain seperti nyeri kronik,

terbentuknya fase reaktan, obat anti inflamasi nonsteroid (seperti indometasin).

Artritis Rheumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang

walaupun manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetpai

penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh. Pada umumnya selain gejala

artikular, AR dapat pula menunjukan gejala konstitusional berupa kelemahan umum,

cepat lelah atau gangguan organ non artikular lainnya.1

Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan ikat difus

yang diperantai oelh imunitas dan tidak diketahui penyebabnya. Artritis rheumatoid

kira-kira 2,5 kali lebih sering menyerang perempuan dari pada laki-laki. Insiden

meningkat dengan bertambahnya usia, terutama untk perempuan. Insiden puncak

anatara usia 40 tahun-60 tahun.2

Gambar tulang dan sendi yang mengalami degradasi (sumber:www.google.com)

1. Sudah berapa lama nyeri & bengkak nya berlangsung?

2. Apakah sudah pernah di obati sebelumnya?

3. Adakah kelainan/gangguan yang dirasakan selain nyeri dan bengkak?

4. Bagaimana riwayat keuarga nona?

Riwayat Penyakit2,3,7

Riwayat penyakit sangat penting dalam langkah awal diagnosis semua penyakit,

termasuk pula rematik. Sebagaimana biasanya diperlukan riwayat penyakit yang deskriptif

dan kronologis. Ditanyakan pula faktor yang memperberat penyakit dan hasil pengobatan

untuk mengurangi keluhan pasien.

C. Pemeriksaan Fisik2,3

1. Inspeksi :

o Mata

Sindroma Sjorgen, skleritis, episkleritis, skleromalasia perforans, katarak, anemia

o Mulut

kering, karies dentis, ulkus), suara serak, sendi temporomandibula (krepitus).

o Perubahan Kulit

Kelainan kulit sering menyertai penyakit rematik atau penyakit kulit sering pula

disertai dengan penyakit rematik. Kelainan kulit yang sering ditemukan antara lain

psoriasis dan eritema nodusum. Kemerahan disertai deskuamasi pada kulit di sekitar

sendi menunjukan adanya inflamasi periartikular, yang sering pula merupakan tanda

artritis septik atau artritis kristal (gout).

o Perubahan gaya berjalan dan postur tubuh

Bagaimana cara penderita mengatur posisi dari bagian badan yang sakit. Sendi

yang meradang biasanya mempunyai tekanan intraartikuler yang tinggi, oleh karena

itu penderita akan berusaha menguranginya dengan mengatur posisi sendi tersebut

seenak mungkin, biasanya dalam posisi setengah fleksi.

Gaya berjalan yang normal terdiri dari 4 fase, yaitu heel strike phase, loading /

stance phase , toe off phase dan swing phase. Pada heel strike phase, lengan

diayun diikuti gerakan tungkai yang berlawanan yang terdiri dari fleksi sendi koksae

dan ekstensi sendi lutut. Pada loading / stance phase, pelvis bergerak secara

simetris dan teratur melakukan rotasi ke depan bersamaan dengan akhir gerakan

tungkai pada heel strike phase. Pada toe off phase, sendi koksae ekstensi dan tumit

mulai terangkat dari lantai. Pada swing phase, sendi lutut fleksi diikuti dorsofleksi

sendi talokruralis.

Gaya berjalan abnormal meliputi gaya berjalan antalgik (Gaya berjalan pada

pasien artritis dimana pasien akan segera mengangkat tungkai yang nyeri),

Trendelenburg (Disebabkan oleh abduksi koksae yang tidak efektif sehingga panggul

kontralateral akan jatuh pada swing phase), Waddle gait (Gaya berjalan

tendelenburg bilateral sehingga pasien akan berjalan dengan pantat bergoyang),

Paraparetik Spastik (Kedua tungkai melakukan gerakan fleksi dan ekstensi secara

kaku dan jari-jari kaki mencengkeram kuat sebagai usaha agar tidak jatuh),

Paraparetik flaksid (Gaya berjalan seperti ayam jantan), hemiparetik (tungkai yang

kesemutan akan digerakan ke samping baru diayun ke depan karena koksae dan

lutut tidak dapat difleksikan), ataktik (Kedua tungkai dilangkahkan secara bergoyang

ke depan dan ditapakkan ke lantai secara ceroboh secara berjauhan satu sama lain),

parkinson (gerak berjalandilakukan perlahan, setengah diseret, tertatih-tatih dengan

jangkauan yang pendek-pendek), scissor gait (Gaya berjalan dengan kedua tungkai

bersikap genu velgum sehingga lutut yang satu berada di depan lutut yang lain

secara bergantian).

2. Palpasi :

Kenaikan Suhu sekitar Sendi

Pada perabaan dengan menggunakan punggung tangan akan dirasakan adanya

kenaikan suhu di sekitar sendi yang mengalami inflamasi.

Bengkak Sendi

Bengkak sendi dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau tulang. Cairan

sendi yang terbentuk biasanya akan menumpuk di sekitar daerah kapsul sendi yang

resistensinya paling lemah dan mengakibatkan bentuk yang khas pada tempat tersebut.

Nyeri Raba

Menentukan lokasi nyeri raba yang tepat merupakan hal yang penting untuk

menentukan penyebab keluhan pasien. Nyeri raba kapsular / artikular terbatas pada daerah

sendi merupakan tanda artropati atau penyakit kapsular.

Atrofi atau Penurunan Kekuatan Otot

Atrofi otot merupakan tanda yang paling sering ditemukan. Pada sinovitis segera terjadi

hambatan refleks spinal lokal terhadap otot yang bekerja untuk sendi tersebut. Pada

artropati berat dapat terjadi atrofi periartikular yang luas. Sedangkan pada jepitan saraf,

gangguan tendon atau otot terjadi atrofi lokal. Perlu dinilai kekuatan otot, karena ini lebih

penting dari besar otot.

Tangan : kenaikan suhu sekitar sendi, bengkak dan nyeri

Lengan : siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran

kelenjar limfe aksila

Leher : tanda-tanda terkenanya tulang servikal

Toraks Jantung : adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup

aorta dan mitra

Paru-paru : adanya efusi pleural, fibrosis, nodul infark, sindroma

Caplan

Abdomen : adanya splenomegali dan nyeri tekan apigastrik

Tungkai bawah : adanya ulkus, pembengkakan betis ( kista Baker yang

reptur) neuropati, mononeuritis multipleks dan tanda-

tanda kompresi medulla spinalis

D. Pemeriksaan Penunjang 3

C-Reactive Protein (CRP)

Merupakan salah satu protein fase akut. CRp terdapat dalam konsentrasi rendah

pada manusia. CRP adalah suatu alfa globulin yang timbul dalam serum setelah terjadi

proses inflamasi. Awalnya dikira memiliki respons spesifik terhadap C polisakarida dari

pneumokokus, tetapi ternyata protein ini adalah suatu reaktan fase akut yang timbul akibat

proses inflamasi.

Adanya stimulasi inflamasi akut, konsentrasi CRP akan meningkat secara cepat dan

mencapai puncaknya setelah 2-3 hari. Secara umum, konsentrasi CRP merefleksikan

luasnya kerusakan jaringan. Bila tidak ada stimulus inflamasi maka konsentrasi CRP serum

akan turun dengan relatif cepat dengan waktu paruh sekitar 18 jam. Peningkatan

konsentrasi CRP secara persisten menggambarkan adanya inflamasi kronik seperti pada

RA, tuberkolosis dan keganasan. CRP dianjurkan dalam situasi sebagai berikut:

1. Penapisan proses radang/nekrotik

2. Diagnosis/monitoring proses radang seperti neonatal, septikemia, meningitis,

pneumonia, pyelonefritis, komplikasi pasca bedah, kondisi keganasan.

3. Penilaian gambaran klinik pada kondisi radang, seperti kelompok penyakit reumatik

atau selama episode akut ataupun infeksi intermiten

4. Diagnosis diferensial kondisi radang seperti SLE, AR ataupun penyakit artritis

lainnya, kolitis ulseratif dan kistitis akut/pielomielitis.

Faktor Rheumatoid

Merupakan antibodi tersendiri terhadap determinan antigenik pada fragmen Fc dari

imonoglobulin. Klas imunoglobulin yang muncul dari antibodi ini adalah IgM, IgA IgG dan

IgE. Tetapi yang selama ini diukur adalah FR kelas IgM. Istilah rheumatoid diberikan karena

faktor ini kebanyakan diberikan pada penyakit RA.

Foto Polos

Foto polos bermanfaat dalam membantu menentukan prognosis, menilai kerusakan

sendi secara longitudinal, dan bila diperlukan terapi pembedahan. Pemeriksaan MRI mempu

mendeteksi adanya erosi lebih awal bila dibandingkan dengan pemeriksaan radiografi

konvensional dan mampu menampilkan struktur sendi secara rinci, tetapi membutuhkan

biaya yang lebih tinggi.

Tabel Perbedaan Pemeriksaaan Laboratorium Pada Pasien Arthritis2

Ciri-ciri Osteoathritis SLE Athritis Gout Rheumatoid

Athritis

Nyeri + + + +

Kristal - - + -

LED Normal + - + tinggi

CRP - - + tinggi + tinggi

F.Reumatoid Normal - - +

ANA Normal + - +

Inflamasi + + - +

Merah + + - +

Erosi - - - +

Cairan sendi Normal Normal + warna susu kental + tidak

jernih

Tabel Pemeriksaan Penunjang Diagnostik untuk Arthritis Reumatoid3

Pemeriksaan penunjang Penemuan yang berhubungan

C-reactive protein (CRP) Umumnya meningkat sampai >0,7 picogram/ml,

bisa digunakan untuk monitor perjalanan

penyakit

LED Sering meningkat > 30 mm/jam, bisa digunakan

untuk monitor perjalanan penyakit

Hemoglobin/hematokrit Sedikit menurun, Hb rata-rata sekitar 10g/dl

Jumlah lekosit Mungkin meningkat

Jumlah trombosit Biasanya meningkat

Fungsi hati Normal / Alkali fosfatase sedikit meningkat

Faktor Reumatoid (RF) Hasilnya negatif pada 30% penderita AR

stadium dini. Jika pemeriksaan awal negatif

dapat diulang setelah 6-12 bulan dari onset

penyakit. Bisa memberikan hasil positif pada

beberapa penyakit seperti SLE, skleroderma,

penyakit keganasan, sarkoidosis, infeksi (virus,

parasit atau bakteri). Tidak akurat untuk penilai

perburukan penyakit.

Foto polos sendi Mungkin normal atau tampak adanya

osteopenia atau erosi dekat celah sendi pada

stadium dini.

MRI Mampu mendeteksi adanya erosi sendi lebih

awal dibandingkan dengan foto polos, tampilan

struktur sendi lebih rinci

Anticyclic citrullinated peptide

antibody (anti-CCP)

Berkorelasi dengan perburukan penyakit,

sensitivitasnya meningkat bila dikombinasi

dengan pemeriksaan RF. Lebih spesifik

dibandingkan dengan RF. Tidak semua

laboratorium mempunyai fasilitas pemeriksaan

anti-CCP.

Anti-RA33 Merupakan pemeriksaan lanjutan bilan RF dan

anti-CCP negatif

Antinuclear antibody (ANA) Tidak terlalu bermakna untuk penilaian AR

Pemeriksaan cairan sendi Diperlukan bila diagnosis meragukan. Pada AR tidak

ditemukan kristal, kultur negatif dan kadar glukosa rendah.

Pemeriksaan radiografi3

Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan klinis serta pemeriksaan foto polos sendi sudah

cukup memadai untuk menegakkan diagnosis.3

Gambaran radiografi OA adalah sebagai berikut:

Penyempitan ruang sendi akibat penipisan kartilago. Genu varum akan terjadi pada

OA sendi lutut yang sudah tahap lanjut.

Terbentuk marginal osteofit sebagai respon dari peningkatan stress / tekanan di

permukaan sendi.

Terdapat sklerosis subkondral sebagai respon dari peningkatan stress / tekanan di

permukaan sendi.

Terdapat kista subkondral yang terbentuk dari cairan synovial yang masuk ke dalam

tulang subkondral melalui bagian defek permukaan tulang subkondral.

Subluksasi sendi

Terdapat intra-atricular bodies / joint mice yang berasal dari fragmen – fragmen

kartilago dan tulang yang bisa mengalami pengapuran atau penulangan di dalam

rongga synovial.4

Terdapat efusi sendi suprapatelar (pembengkakan) sebagai respon dari peradangan

sendi. Keadaan ini bisa dilihat dari foto lateral.4,5

Gambaran radiografi juga bisa membedakan OA dan rematoid arthritis (RA) :

Kepadatan tulang terjadi pada sendi OA, pada RA terjadi sebaliknya, yaitu osteopeni.

Erosi periartrikular yang tidak terdapat pada OA, tetapi terdapat pada RA.

Terdapat sklerosis dan osteofit pada OA yang tidak terdapat pada RA.

OA biasanya terjadi pada sendi – sendi penahan beban, DIP dan CMC tangan, tetapi

RA biasanya bilateral simetris dan bisa menyerang sendi apapun.4

A. ETIOLOGI

- Faktor Genetik

Etilogi dari AR tidak diketahui secara pasti. Terdapat interaksi dari kompleks antara

faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berperan penting terhadap kejadian AR,

dengan angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Hubungan gen HLA – DRB1

dengan kejadian AR telah diketahui dengan baik, walaupun beberapa lokus non-HLA juga

berhubungan dengan AR seperti daerah 18q21 dari gen TNFRSR11A yang mengkode

aktivator reseptor nuclear factor kappa B (NF-кB). Gen ini berperan penting dalam

reabsorbsi tulang pada AR. Faktor genetik juga berperan penting dalam terapi AR karena

aktivitas enzim seperti methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurine

methyltransferase untuk metabolisme metrotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor

genetik. Pada kembar monozigot mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya AR

lebih dari 30% dan pada orang kulit putih dengan AR yang meekspresikan HLA-DR1 atau

HLA-DR4 mempunyai angka kesesuaian sebesar 80%. 1,3,8

Sekitar 10 – 20% pasien LES mempunyai kerabat dekat (first degree relative) yang

juga menderita LES.Angka terdapatnya LES pada saudara kembar identik pasien LES (24 –

69%) lebih tinggi daripada saudara kembar non identik (2 – 9%). Penehtian-penelitian

terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan, terutama gen yang mengkode

unsur-unsur sistem imun. Kaitan dengan haplotip MHC tertentu, terutama HLA-DR2 dan

HLA-DR3 serta dengan komponen komplemen yang berperan pada fase awal reaksi ikatan

komplemen (yaitu Clq, Clr, C,s, C4, dan C2) telah terbukti. Gen-gen lain yang mulai terlihat ikut

berperan ialah gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobulin dan sitokin.6

- Hormon Seks

Prevalensi AR lebih besar pad aperempuan dibadingkan dengan laki-laki, sehingga

diduga hormon sex berperanan dalam perkembangan penyakit ini. Pada observasi

didapatkan bahwa terjadi perbaikan gejala AR selama kehamilan. Perbaikan ini duduga

karena :

1. Adanya aloantibodi dalam sirkulasi maternal yang menyerang HLA-DR sehingga

terjadi hambatan fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan penyakit.

2. Adanya perubahan profil hormon. Placental corticotropin-releasing hormone secara

langsung menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron (DHEA) yang merupakan

androgen utama pada perempuan yang dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus.

Androgen bersifat imunosupresi terhadap respon imun selular dan humoral. DHEA

merupakan substrat penting dalam sintesis endrogen placenta. Estrogen dan

progesteron menstimulasi respon imun humoral (Th2) dan menghambat respon imun

selular (Th1). Oleh karena pada AR respon Th1 lebih dominan sehingga estrogen dan

progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan AR.

Pemberian kontrasepsi oral dilaporkan mencegah perkembangan AR atau

berhubungan dengan penurunan insiden AR yang lebih berat. 3

- Protein Heat Shock (HSP)

HSP adalah keluaga protein yang diproduksi oleh sel pada semua spesies sebagai

respons terhadap stres. Protein ini menganduk untaian (sequence) asam amino homolog.

HSP tertentu manusia dan HSP mikobakterius tuberkolosis mempunyai 65% untaian yang

homolog. Hipotesisnya adalah antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi

dan sel host. Hal ini memfasilitasi reaksi silang limfosit dengan sel host seingga

mencetuskan reaksi imunologis. Mekanisme ini dikenal sebagai kemiripan molekul

(molecular mimicry). 3

B. PATOFISIOLOGI

Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua, yaitu OA primer dan OA

sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang penyebabnya tidak diketahui,

dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun perubahan lokal pada sendi.

OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolic,

pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro, dan imobilisasi yang terlalu lama.3

Seperti telah disebutkan, kartilago sendi merupakan sasaran utama perubahan degenerative

pada OA. Kartilago sendi memiliki letak strategis, yaitu di ujung – ujung tulang untuk

melaksanakan 2 fungsi, yaitu mencegah gesekan antar tulang dalam persendian berkat

cairan sinovium, dan di sendi sebagai menebarkan beban ke seluruh permukaan sendi,

sehingga tulang dibawahnya dapat menerima benturan dan berat tanpa mengalami

kerusakan. Osteoarthritis ditandai dengan perubahan signifikan baik dalam komposisi

maupun sifat mekanis kartilago. Pada awal perjalanan penyakit, kartilago yang mengalami

degenerasi memperlihatkan peningkatan kandungan air, dan penurunan konsentrasi

proteoglikan dibandingkan kartilago sehat. Selain itu, tampaknya terjadi perlemahan jaringan

kolagen, mungkin karena penurunan sintesis lokal kolegen tipe 2 dan peningkatan

pemecahan kolagen yang sudah ada.3

Serangan gout akut berhubungan dengan perubahan 1 asam urat serum, meninggi

ataupun menurun. Pada kadar urat yang stabil, jarang mendapat serangan. Pemakaian

alkohol berat oleh pasien gout dapat menimbulkan fluktuasi konsentrasi urat serum.

Penurunan urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal sodium urat dari depositnya

dalam tofi (aystals shedding). Pada pasien gout atau yang dengan hiperurisemia

asimptomatik ditemukan pada sendi metatarsofalangeal dan lutut yang tidak pernah

mendapat serangan akut. Dengan demikian gout, juga pseudogout, dapat timbul pada

keadaan asimptomatik. Terdapat peranan temperatur, PH dan kelarutan urat untuk

serangan gout akut. Peradangan atau inflamasi merupakan reaksi penting pada gout

terutama gout akut. Peradangan pada artritis gout akut adalah akibat penumpukan kristal

monosodium urat pada sendi. 3

Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan fibrobas sinovial setelah

adanya adanya faktor pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah

perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi neovaskularisasi.

Pembuluh darah dari sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau

sel-sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalami

inflamasi sehingga terbentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan merusak rawan

sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan

dilepaskan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik. 3

Gambar mekanisme pada penyakit RA

PERAN SEL T 10

Jika sistem imun secara terus menerut membentuk autoantibodi (AAB) atau

mengaktifasi sel T terhadap antigen endogen, dapat menyebabkan kerusakan jaringan atau

organ. Etiologi dan patogenesis penyakit autoimun tidak sepenuhnya jelas, tetapi

pembentukan auto-antibody dan aktivasi sel T didasarkan oleh mekanisme yang sama

dengan yang bekerja pada reaksi imun terhadap benda asing. Penyebab berikut dapat

sepenuhnya atau sebagian bertanggung jawab terhadap terjadinya penyakit autoimun :

1. Pedisposisi genetik berhubungan dengan alel HLA – II tertentu ; misalnya pembawa

alel HLA-II DR3 + DR4 kemungkinan menalami diabetes melitus tipe I sebesar 500 kali

lebih sering dari pada pembawa DR2-DR2

2. Pengaruh hormon yang tertutama jelas terlihat pada pubertas terkait jenis kelamin

3. Infeksi dapat menyebabkan penyakit autoimun. Contohnya sel T spesifik MBP akan

teraktifasi jika terdapat bakteri tertentu. Patogen ini dapat menyebabkan hilangnya

sinyak kostimulasi. Selain itu, antibodi terhadap antigen patogen tertentu atau sel T

dapat mengalami reaksi silang dengan autoantigen (AAG) mimikri molekular, seperti

antibodi terdapat steptokokus A dengan Aag di jantung (endokarditis), persendian

(arthritis reumatoid), dan ginjal (glomerulonefritis).

4. Kesalahan pengaturan sistem imun dengan tipe yang tidak dikenal dapat pula

menyebabkan penyakit autoimun.

Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi dua, yaitu OA primer dan OA

sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang penyebabnya tidak diketahui,

dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun perubahan lokal pada sendi.

OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolic,

pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro, dan imobilisasi yang terlalu lama.1

Kartilago sendi merupakan sasaran utama perubahan degenerative pada OA. Kartilago

sendi memiliki letak strategis, yaitu di ujung – ujung tulang untuk melaksanakan 2 fungsi,

yaitu mencegah gesekan antar tulang dalam persendian berkat cairan sinovium, dan di

sendi sebagai menebarkan beban ke seluruh permukaan sendi, sehingga tulang

dibawahnya dapat menerima benturan dan berat tanpa mengalami kerusakan. Kedua fungsi

ini yang membuat sendi bisa bekerja dengan baik dan normal. Osteoarthritis ditandai

dengan perubahan signifikan baik dalam komposisi maupun sifat mekanis kartilago. Pada

awal perjalanan penyakit, kartilago yang mengalami degenerasi memperlihatkan

peningkatan kandungan air, dan penurunan konsentrasi proteoglikan dibandingkan kartilago

sehat. Selain itu, tampaknya terjadi perlemahan jaringan kolagen, mungkin karena

penurunan sintesis lokal kolegen tipe 2 dan peningkatan pemecahan kolagen yang sudah

ada. Perubahan structural paling dini pada OA adalah pembesaran dan disorganisasi

kondrosit bagian superficial kartilago, dan disertai perubahan komponen matriks, termasuk

fibrilasi (pemisahan) di permukaan sendi.

C. MANIFESTASI KLINIS 1,3,8

Awitan (onset)

Kurang lebih 2/3 penderita AR, awitan terjadi secara perlahan, artritis simetris terjadi

dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan penyakit. Kurang lebih 15%

dari penderita mengalami gejala awal yang lebih cepat yaitu antara beberapa hari sampai

beberapa minggu. Sebanyak 10-15% penderita mempunyai awitan fulminant berupa artritis

poliartikular, sehingga diagnosis AR lebih mudah ditegakan. Pada 8-15% penderita, gejala

muncul beberapa hari setelah kejadian tertentu (infeksi). Artritis sering diikuti oleh kekakuan

sendi pada pagi hari yang berlangsung selama satu jam atau lebih.

Manifestasi artikular

Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada banyak

sendi, walaupun ada sepertiga penderita mengalami gejala awal pada satu atau beberapa

sendi saja. Walaupun tanda kardinal inflamasi (nyeri, bengkak, kemerahan, dan teraba

hangat) mungkin ditemukan pada awal penyakit atau selama keakmbuhan (flare), namun

kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada AR yang kronik.

Penyebab artritis pada AR adalah sinovitis, yaitu adanya inflamasi pada membran

sinovial yang membungkus sendi. Pada umumnya sendi yang terkena adalah persendian

tangan, kaki, dan vertebra servikal, tetapi persendian besar seperti bahu dan kutut juga bisa

terkena.

Sendi yang terlibat pada umumnya simetris, meskipun presentasi awal bisa tidak

simetris. Sinovitis akan menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas

dan kehilangan fungsi. Sendi pergelangan tangan hampir selalu terlibat, demikian juga sendi

interfalang proximal dan metakarpofalangeal. Sendi interfalang distal dan sakroiliaka tidak

pernah terlibat.

Manifestasi Ekstraarikular

Walaupun artritis merupakan manifestasi klinis utama, tetapi AR merupakan penyakit

sistemik sehingga banyak penderita juga mempunyai manifestasi ektraartikular. Manifestasi

ektraartikular pada umumnya didapatkan pada penderita yang mempunyai titer fator

reumatoid (RF) serum tinggi. Nodul reumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling

sering dijumpai, tetapi biasanya tidak memerlukan intervensi khusus. Nodul reumatoid

umumnya ditemukan di daerah ulna, olekranon, ari tangan, tendon achilles atau bursa

olekranon. Nodul reumatoid hanya ditemukan pada penderita AR dengan faktor reumatoid

positif (sering titernya tinggi) dan mungkin dikelirukan dengan tofus gout, kista ganglion,

tendon canthoma atau nodul yang berhubungan dengan demam reumatik, lepra, MCTD,

atau multicentric reticulohistiocytosis.

Manifestasi ektraartikular dirangkum dalam tabel berikut :1,8

Sistem Organ Manifestasi

Konstitusional Demam, anoreksia, kelelaham kelemahan,

limfadenopati.

Kulit Nodul Rematoid

Mata Sjogren syndrome (keratoconjunctivits

sicca), scleritis, episcleritis, scleromalacia

Kardiovaskular Pericarditis, efusi perikardial, endokarditis,

valvulitis

Paru-Paru Pleuritis, efusi pleura, nodul reumatoid pada

paru

Hematologi Anemia penyakit kronik, trombositosis,

eusinofilia

Gastrointestinal Xerontomia, amyloidosis, vaskulitis.

Neurologi Entrapment neuropathy

Ginjal Amyloidosis, renal tubular acidosis,

interstitial nephritis

Metabolik Osteoporosis

Deformitas2

Kerusakan struktur artikular dan periartikular (tendon dan ligamentum) menyebabkan

terjadinya deformitas. Bentuk-bentuk deformitas yang bisa ditemukan pada penderita AR

dirangkum sebagai berikut :

Bentuk deformitas Keterangan

Deformaitas leher angsa (swan-

neck)

Hiperekstensi PIP dan fleksi DIP

Deformitas boutonniere Fleksi PIP dan hiperekstensi DIP

Deviasi ulna Deviasi MCP dan jari-jari tangan ke arah

ulna

Deformitas kunci piano Dengan penekanan manual akan terjadi

pergerakan naik dan turun dari ulnar styloid

yang disebabkan oleh rusaknya sendi

radioulnar

Deformitas Z-tumbh Fleksi dan subluksaqsi sendi MCP I dan

hiperekstensi dari sendir interfalang

Arthritis mutilans Sendi MCP, PIP, tulang carpal, dan kapsul

sendi mengalami kerusakan sehingga terjadi

instabilitasi sendi dan tangan tampak

mengecil (operetta glass hand)

Hallux valgus MTP I terdesak kearah medial dan jempol

kaki mengalami deviasi kearah luar yang

terjadi secara bilateral.

D. PENATALAKSANAAN

1. Medika3,10

Farmako terapi untuk penderita AR pada umumnya meliputi obat antiinflamasi non –

steroid (OAINS) untuk mengendalikan nyeri, glukokortikoid dosis rendah atau intraartikular

dan DMARD. Analgetik lain juga mungkin digunakan seperti acetaminofen, opiat,

diproqualone dan lidokain topikal. Pada dekade terdahulu, terapi farmakologi untuk AR

menggunakan penderkatan piramid yaitu : pemberian terapi untuk mengurangi gejala

dimulai saat diagnosis ditegakan dan perubahan dosis atau penambahan terapi hanya

diberikan bila terjadi perburukan gejala. Tetapi saat ini pemendekan piramid terbalik (reverse

pyramid) lebih disukai yaitu pemberian DMARD sediki mungkin untuk menghambat

perburukan penyakit.

Perubahan pendekatan ini merupakan hasil yang didapat dari beberapa penelitian yaitu :

1. Kerusakan sendi sudah sejak awal penyakit

2. DMARD memebrikan manfaat yang bermakna bila diberikan sedini mungkin

3. Manfaat DMARD bertambah bila diberikan secara kombinasi

4. Sejumlah DMARD yang baru sudah tersedia dan terbukti memberikan efek me

nguntungkan.

Penderita dengan penyakit ringan dan hasil pemeriksaan radiologis normal, bisa dimulai

dengan terapi radiologis normal, bisa dimulai dengan terapi hidroksiklorokuin/klorokuin

fosfat, sulfasalazin atau minosiklin, meskipun methotrexate (MTX) juga menjadi pilihan.

Penderita dengan penyakit yang lebih berat atau ada perubahan radiologis harus dimulai

dengan terapi MTX. Jika gejala tidak bisa dikendalikan secara adekuat, maka pemberian

leflunomide, azathioprine atau terapi kombinasi (MTX ditambah satu DMARD yang terbaru)

bisa dipertimbangkan. Kategori obat secara individual akan dibahas sebagai berikut :

A. OAINS

Obat alagesik antipiretik serta obat antiinflamasi nonsteroidd (AINS) merupakan salah

satu kelompok obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep dokter. Obat-

obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, secara kimia. Walaupun demikian

obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dengan efek terapi maupun efek samping.

Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karen itu obat golongan ini sering disebut juga

sebagai obat mirip aspirin (aspirin-like-drugs) 10

o Mekanisme kerja berhubungan dengan sistem biosintesis PG mulai diaporkan pada

tahun 191 oleh Vane dkk yang memperlihatkan secara invitro bahwa dosis rendah

aspirin dan indometasin menghambat produksi enzimatik PG. Golongan obat ini

menghambat enizim siklokinase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2

terganggu. Setiap obat ini menghambat enzim siklooksigenase dengan kekuatan dan

selektivitas yang berbeda. 11

OAINS digunakan terapi awal untuk negurangi nyeri dan pembengkakan. Oleh karena

obat-obat ini tidak merubah perjalanan penyakit maka tidak boleh digunakan secara

tunggal. Penderita AR mempunyai resiko dua kali lebih sering mengalami komplikasi

serius akibat penggunakan OAINS dibandingkan dengan penderita osteoarthritis,

karena itu perlu pemantauan secara ketat terhadap gejala efek samping

gastrointestinal. 10

o Efek Farmakodinamik

Semua obat mirip-aspirin bersifat antipiretik, analgesik dan anti-inflamasi. Ada

perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut, misalnya paracetamol (asemaninofen)

bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat anti-inflamasinya lemah sekali. 10

o Efek Samping

Selain menimbulkan efek terapi yang sama AINS juga memilihi efek samping serupa,

karena didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis PG. Selain itu kebanyakan obat

bersifat asam sehingga lebih banyak terkumpul dalam sel yang bersifat asam misalnya di

lambung, ginjal dan jaringan inflamasi. 10

Secara umum AINS berpotensi menyebabkan efek samping pada 3 sistem organ yaitu

saluran cerna, ginjal, dan hari. Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak

peptik (tukak duodenum dan tukak lambung) yang kadang-kadang disertai anemia sekunder

akibat pencarahan saluran cerna. 10

B. Glukokortikoid 3

Steroid dengan dosis ekuivalen dengan prednison kurang dari 10 mg/hari cukup efektif

unutk meredakan gejala dan dapt memperlambat kerusakan sendi. Dosis steroid harus

diberikan dalam dosis minimal karena resiko tinggi mengalami efek samping seperti

osteoporosis, katarak, gejala Cushingoid, dan gangguan kadar gula darah.

Bila artritis hanya mengenai satu sendi dan mengakibatkan disabilitas yang bermakna,

maka injeksi steroid cukup aman dan efektif, walaupun efeknya bersifat sementara. Adanya

artritis infeksi harus disingkirkan sebelum melakukan injeksi. Gejala mungkin akan kambuh

kembali bila steroid dihentikan, terutama bila menggunakan steroid dosis tinggi, sehingga

kebanyakan Rheumatologist mengehntikan steroid secara perlahan dalam satu bulan atau

lebih untuk menghindari rebound effect.

C. DMARD

Pemberian DMARD harus dipertimbangkan untuk semua penderita. Pemilihan jenis

DMARD harus mempertimbangkan kepatuhan, beratnya penyakit, pengalaman dokter dan

adanya penyakit penyerta. DMARD yang paling umum digunakan adalah MTX,

hidroksiklorokuin atau klorokuin sulfat, sulfasalazin, lefronomide, dan lain-lain. 3

Metrotreksat (MTX)

Metrotreksat dianggap sebagai APP (Antireumatik Pemodifikasi Penyakit) terpilih

saat ini. Obat ini efektid pada dosis yang jeuh lebih kevcil dari sebagai obat kanker sehingga

efek samping berat jarang merupakan masalah.

Dosis sebagai APP. 15-25 mg per minggu dan ditingkatkan sampai 3—35 per

minggu bila perlu. Efek samping umum ialah mual dan ulkus mukosa saluran cerna. 10

Klorokuinidin dan Hidroksiklorokuin

Mekanismenya pada gangguan autoimun belum jelas. Ada yang mengatakan obat

ini menstabilkan membran lysosom dan menghambat metabolisme deoksiribonukleotida.

Dosis hidroksiklorokuin 6,4 mg/kgBB/hari. Karena berifat toksik terhadap retina, dianjurkan

pemeriksaan mata setiap 6-12 bulan. Obat ini dianggap relatif aman pada kehamilan. 10

Sulfasalazin

Suatu derivatsulfonamida efektif sebagai APP. Juga ebrguna pada artritis juvenil

kronik dan spondilitis ankilosa dan uveitis yang menyertainya. Efek samping yang umum

berupa mual, muntah, nyeri kepala dan rush. Obat ini menyebabkan infertilitas pada laki-laki

yang tidak menetap, tetapi tidak pada perempuan. 10

Leflunomid

Merupakan derivat isosaksol dan mulai dipakai sejak tahun 1999. Bekerja

menghambat enzim dihidroorotat dehidrogenase untuk sintesis pyramidin yang menghambat

proliferasi sel T yang butuh kadar besar dari pyramidin. Monoterapi sama efektif seperti

metrotreksat. Perlu loading dose 3 hari dengan 100 mg dilanjutkan dengan 20 mg per hari

sampai terjadi remisi penyakit. Sangat teratogenik, oleh karena itu tidak boleh diberikan

pada wanita yang ingin punya anak. Efek samping berupa hepatotoksik, alopesia, dan

leukopenia yang reversible. 10

Sulfasalazin atau hidroksikolokuin sering digunakan sebagai terapi awal, tetapi pada

kasus yang lebih berat MTX atau kombinasi terapi mungkin digunakan sebagai terapi lini

pertama. Banyak bukti menunjukan bahwa kombinasi DMARD lebih efektif dibandingkan

dengan terapi tunggal. Perempuan pasangan usia subur harus menggunakan alat

kontrasepsi yang adekuat dalam terapi DMARD, oleh karena DMARD membahayakan

fetus.3

2. Non Medika

Tujuan terapi pada penderita adalah : 3

1. Mengurangi nyeri

2. Mempertahankan status fungsional

3. Mengurangi inflamasi

4. Mengendalikan keterlibatan sisterik

5. Proteksi sendi dan stuktur ektraartikular

6. Mengendalikan progesivitas penyakit

7. Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan terapi.

Ada sejumlah cara penalatksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-

tujuan ini : 3

1. Pendidikan yang cukup tenatang penyakit kepada pasien, keluarganya, dan siapa saja

yang berhubungan dengan pasien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan

dengan pasien.

2. Istirhat penting karena biasanya disertai rasa lelah yang hebat.

3. Latihan-latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi

4. Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri.

5. Alat-alat pembantu dan adaptif mungkin diperlukan untuk melakukan aktivitas

kehidupan sehari-hari.

Ada hal yang harus benar-benar dijelaskan kepada penderita sehingga tahu bahwa

pengobatan yang diberikan bertujuan mengurangi keluhan/ gejala memperlambat

progresifvtas penyakit. Tujuan utama dari program penatalaksanaan / perawatan adalah

sebagai berikut :3

- Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan

- Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita

- Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi

- Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.

Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-

tujuan tersebut di atas, yaitu :3

a. Pendidikan

Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan pendidikan yang

cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa saja yang berhubungan

dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan

penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen

program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan

untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan

oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.

b. Istirahat

Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang

hebat.Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana

penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu seharinya

menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.

c. Latihan Fisik dan Termoterapi

Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan

inimencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali

sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan. Kompres

panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin

dengan suhu yang bisa diatur serta mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di

rumah. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah

mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang

berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh

adanya penyakit.

d. Diet/Gizi

Penderita Reumatik tidak memerlukan diet khusus. Ada sejumlah cara pemberian diet

dengan variasi yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti

kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang adalah penting.

Pembedahan harus dipertimbangkan bila : 3

1. Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan sendi yang ekstensif

2. Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat

3. Ada ruptur tendon.

E. PENCEGAHAN 11

1. Makan sayuran (bayam, lobak, wortel, singkong, daun ubi jalar, seledri) dan buah-

buahan

2. Tiga hari berturut-turut minumlah susu dan telur ayam kampung setengah matang

3. Jangan mengkonsumsi makanan/minuman dingin

4. Mandi berendam dengan air hangat

5. Isirahat yang cukup

6. Jangan sampai kedinginan

7. Jangan minum beralkohol, teh, kopi, coklat, mentega, rempa yang pedas, kue dari

tepung gula putih, sayur kangkung, melinjo, rebung dan daging

8. Kompres hangat pada sendi yang sakit

9. Olahraga teratur

10. Mengatur keseimbangan antara istirahat dan aktifias

11. Tidak bekerja terlalu berat

12. Makanan tinggi protein, vitamin V, dan zat besi.

13. Mengatur diet untuk menurunkan berat badan terutama pada penderita gemuk

14. Melakukan senam rematik

15. Jaga keamanan lingkungan rumah

Kesimpulan

Nyeri pada sendi tidak serta merta di sebabkan oleh rheumatoid artitis atau

osteoartritis saja, karena nyeri pada sendi (artritis) memiliki beberapa jenis sesuai dengan

etiologi dan gejala klinisnya masing-masing.

Saran

Dokter harus memahami benar setiap keluhan nyeri. Nyeri tidak dapat diabaikan,

tetapi butuh perhatian khusus dan pemeriksaan sesegera mungkin untuk mencegah

keparahan penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

1. Yazici Y. Treatment of rheumatoid arthritis. we are getting there. Lancet.

2009;374:178-180. [PubMed]

2. Gunadi W, Rachmat, et all. Diagnosis & terapi penyakit reumatik. Bandung : Sagung

Seto ; 2006.

3. Sudoyo W.A, Setiyohadi, Alwi I, K Simadibrata M, dan Setiati S. Buku Ajar; Ilmu

Penyakit Dalam.Jilid III. Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing;2010.

4. Zegaria MA. Osteoarthritisin seniors. Key elements in disease management. US :

Pharmacist ; 2006

5. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani, Wahyu I, Setiowulan W. Kapita selekta

kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius ; 2000.

6. Setyohadi B. Penatalaksanaan lupus eritematosus sistemik. Temu ilmiah rematologi.

Jakarta : FKUI ; 2003.h.154-8.

7. Price, dan Wilson. Patofisiologi, edisi 6. Jakarta : ECG ; 2006

8. Harris ED, Firestein GS. Clinical features of rheumatoid arthritis. Kelley's textbook of

rheumatology. 8th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2008 : chap 66.

9. Silbernargl, Steven dan Florian Lang. Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Jakarta :

ECG ; 2007

10. Farmakologi dan terapi, edisi 5. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

11. Peter EL. Arthritis rheumatoid. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Ed 13.

Vol