PENUNTUN PRAKTIKUM ILMU TEKNIK KIMIA I...Koordinator Laboratorium ketika praktikum dilaksanakan. c....
Transcript of PENUNTUN PRAKTIKUM ILMU TEKNIK KIMIA I...Koordinator Laboratorium ketika praktikum dilaksanakan. c....
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
PENUNTUN PRAKTIKUM
ILMU TEKNIK KIMIA I
LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
KATA PENGANTAR
Puji syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat rahmat
dan karunia-Nya, Penuntun Praktikum Ilmu Teknik Kimia I untuk program S-1 dapat
diselesaikan dengan baik. Buku Penuntun Praktikum ini dibuat sebagai panduan
untuk melaksanakan praktikum di Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Medan.
Selain berisi panduan praktikum, penuntun praktikum ini juga dilengkapi
dengan teori singkat yang bertujuan membantu mahasisiwa untuk memahami
percobaan yang akan dilakukan. Namun, kepada mahasisiwa yang akan
melaksanakan praktikum disarankan untuk lebih mendalami teori percobaan dari
buku-buku teks yang berkenaan dengan percobaan.
Akhir kata, saran dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan
Penuntun Praktikum ini di masa yang akan datang. Semoga Penuntun ini bermanfaat
bagi praktikan Ilmu Teknik Kimia I.
Medan, Februari 2017
Laboratorium Operasi Teknik Kimia
Fakultas Teknik USU
Tim Penyusun
Dr. Ir. Iriany, M.Si
Dr. Ir. Taslim, M.Si
DAFTAR ISI
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
TATA TERTIB PRAKTIKUM iii
MODUL I SALURAN DENGAN PENAMPANG BERUBAH I-1
MODUL II PEMECAH DAN PENGAYAKAN II-1
SEDIMENTASI II-10
MODUL III PERALATAN PENCAMPURAN FLUIDA III-1
MODUL IV ALAT PENUKAR PANAS IV-1
MODUL V PENGERING BAKI V-1
MODUL VI KOLOM ABSORPSI GAS VI-1
MODUL VII EKSTRAKSI PADAT-CAIR VII-1
DAFTAR PUSTAKA D-1
TATA TERTIB PRAKTIKUM
1. Praktikum
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
a. Sebelum melakukan percobaan, semua hal yang berhubungan dengan teori,
peralatan, bahan, dan pelaksanaan percobaan harus sudah dipahami benar-
benar.
b. Pengujian lisan atau responsi akan dilakukan oleh pembimbing/asisten
praktikum, setiap kali percobaan akan dilakukan. Sebelum melaksanakan
percobaan, praktikan harus menjumpai pembimbing/asisten sesuai dengan
modul percobaan.
c. Pembimbing/asisten akan memberi tugas kepada kelompok praktikan pada
Lembar Penugasan. Tanpa lembar penugasan yang telah ditandatangani oleh
pembimbing/asisten kelompok praktikan tidak diizinkan melakukan
praktikum. Apabila pembimbing/asisten telah mengizinkan, maka praktikum
dapat dilaksanakan.
d. Data yang diperoleh dari pangamatan harus dituliskan pada Lembar Data.
e. Segera setelah praktikum, Lembar penugasan dan Lembar Data diserahkan
kepada asisten, dan akan ditandatangani oleh asisten.
f. Selama berada di laboratorium, patuhilah aturan-aturan keselamatan, seperti:
Dilarang merokok di dalam laboratorium.
Diwajibkan memakai jas praktikum, dan perlengkapan lainnya sesuai
arahan asisten.
Melaporkan secepat mungkin segala hal/kejadian di laboratorium yang
cenderung membahayakan kepada pembimbing/asisten yang terdekat.
Dilarang membuang sampah atau bahan kimia secara sembarangan.
g. Setelah selesai melaksanakan praktikum, praktikan diwajibkan untuk
mematikan semua sarana pendukung yang dipergunakan dan memutuskan
aliran dari sumbernya.
2. Alat
a. Peminjaman serta pemakaian alat laboratorium dilaksanakan oleh praktikan,
dengan menggunakan bon peminjaman yang telah dibubuhi tanda tangan
pembimbing/asisten masing-masing percobaan,
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
b. Dalam bon peminjaman alat tersebut harus dicantumkan jumlah serta
spesifikasi/kualitas yang diminta dengan jelas dan seksama.
c. Semua alat (baik instrument maupun alat gelas) yang dipinjam menjadi
tanggung jawab praktikan yang bersangkutan dan harus dikembalikan dalam
keadaan bersih dan baik.
d. Jika barang yang dikembalikan telah sedemikian kotor sehingga tidak dapat
dibersihkan lagi dianggap sebagai alat rusak dan harus diganti sesuai dengan
aturan penggatian alat laboratorium.
e. Jika alat yang dipinjam merupakan satu set lengkap harus dikembalikan
dalam keadaan satu set lengkap pula.
f. Penggunaan alat yang tersedia di laboratorium seperti timbangan, oven,
ataupun, perkakas reparasi harus sesuai dengan petunjuk masing-masing alat
serta seizing asisten yang sedang bertugas.
g. Semua alat yang dipinjam tidak boleh dipindahtangankan.
h. Penyelesaian peminjaman dan/atau penggantian harus diselesaikan dalam
jangka waktu 2 minggu setelah selesai praktikum terakhir selesai serta
menyerahkan surat keterangan surat keterangan penyelesaian alat-alat dari
laboratorium.
3. Laporan
a. Hasil percobaan harus diserahkan dalam bentuk laporan sesuai dengan format
yang telah ditentukan.
b. Laporan terdiri dari 2 jenis yaitu laporan singkat dan laporan lengkap.
Kelompok praktikan hanya perlu menyerahkan satu jenis laporan saja untuk
satu modul percobaan. Jenis laporan yang harus diserahkan ditentukan oleh
Koordinator Laboratorium ketika praktikum dilaksanakan.
c. Laporan singkat harus dibuat oleh masing-masing praktikan sedangkan
laporan lengkap oleh kelompok praktikan.
d. Bila suatu percobaan diselesaikan tanggal n, maka laporan singkat diserahkan
selambat-lambatnya tanggal (n+4) jam 12.00 WIB dan laporan lengkap
diserahkan selambat-lambatnya tanggal (n+7) jam 12.00 WIB.
e. Setiap kali menerima laporan singkat atau lengkap, pembimbing/asisten harus
membubuhkan tanggal dan paraf pada Lembar Bukti Penyerahan
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
f. Keterlambatan atas penyerahan laporan akan diperhitungkan sebagai
pengurangan nilai laporan dengan pengaturan sbb:
g. Laporan yang diserahkan dalam jangka waktu 24 jam setelah saat penyerahan
yang ditentukan, akan dipotong nilainya sebesar 10%.
h. Untuk setiap 24 jam berikutnya akan dikenakan potongan 10%
i. Bila laporan diserahkan setelah 5 x 24 jam dari saat penyerahan, maka diberi
nilai nol dan kepada praktikan/kelompok praktikan akan diberi surat
peringatan.
4. Format Laporan
a. Laporan disusun dengan urutan dan isi sbb :
Lembar Penugasan
Abstrak [Maksimum 1 Halaman]
Daftar Isi
Daftar Tabel
Datar Gambar/Grafik
Daftar Notasi/Simbol
Bab I Pendahuluan
Bab II Tinjauan Pustaka
(Memuat teori yang berhubungan dengan percobaan yang dilakukan, dapat
berupa tabel atau grafik, disusun padat dan ringkas. Sumber kutipan harus
disebutkan. Maksimum 8 halaman).
Bab III Peralatan dan Prosedur Kerja
(Peralatan utama harus digambarkan. Panjang maksimum 8 halaman).
Bab IV Hasil dan Pembahasan
(Hasil ditampilkan bukan berupa data mentah, sebaiknya dalam bentuk
grafik dan langsung pembahasan. Hasil dan pembahasan merupakan suatu
kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Maksimum 10 halaman).
Bab V Kesimpulan dan Saran [Maksimum 1 Halaman]
Daftar Pustaka
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Lampiran A Data percobaan yang disetujui asisten.
B Contoh Perhitungan
b. Format laporan lengkap disusun sesuai dengan susunan di atas sedangkan
laporan singkat dimulai dari Bab IV, Bab I, II dan III tidak perlu.
c. Laporan lengkap harus diketik sedangkan laporan singkat dapat diketik
maupun ditulis tangan.
d. Laporan diketik 11/2 spasi dengan margin kiri 4 cm, margin kanan 2,5 cm,
margin atas 3 cm dan margin bawah 2,5 cm. ukuran kertas A4.
e. Keterangan tabel dibuat di atas tabel yang bersangkutan, sedangkan
keterangan gambar/grafik dibuat di bawah gambar/grafik yang bersangkutan.
5. Hukuman
a. Praktikan akan dikenakan sanksi atas setiap pelanggaran terhadap ketentuan-
ketentuan yang ada.
b. Sanksi dapat diberikan oleh setiap pembimbing dan atau Koordinator Lab
ataupun atas usul asisten.
c. Sanksi-sanksi dapat berupa:
Pengurangan nilai
Pemberian surat peringatan.
6. Lain-lain
a. Hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini akan diatur kemudian.
b. Segala perubahan dan atau perbaikan tata tertib ini hanya dapat dilakukan atas
persetujuan Koordinator Laboratorium.
c. Isi tata tertib ini berlaku sejak tanggal ditertibkan.
MODUL I
SALURAN DENGAN PENAMPANG BERUBAH
(ADJUSTABLE BED FLOW CHANNEL)
1.1 TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengukur kecepatan dengan pitot tube.
2. Mengukur profil kecepatan.
3. Memperlihatkan aplikasi persamaan kontinuitas.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
4. Menukur kecepatan dengan suatu kontraksi.
1.2 TEORI
Persamaan Kontinuitas
Dalam dinamika fluida, fluida adalah sedang bergerak. Umumnya, fluida
dipindahkan dari suatu tempat Dalam dinamika fluida, fluida adalah sedang
bergerak. Umumnya, fluida dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan
menggunakan peralatan mekanik seperti pompa atau blower, head gravitasi, atau
tekanan, dan mengalir melalui sistem perpipaan dan/atau peralatan proses. Langkah
pertama dalam menyelesaikan masalah masalah aliran adalah menggunakan prinsip-
prinsip kekekalan massa pada seluruh sistem tersebut. Neraca massa atau bahan yang
sederhana tanpa reaksi kimia dapat ditulis sbb.:
masuk = keluar + akumulasi
(1)
Pada aliran fluida, biasanya yang ditinjau adalah laju alir pada keadaan mantap,
sehingga laju akumulasi = 0, pers. (1) menjadi :
laju masuk = laju keluar
(2)
Gambar 1.1 menunjukkan suatu sistem aliran sederhana di mana fluida masuk ke
bagian (section) 1 dengan kecepatan rata-rata u1 m/s dan densitas ρ1 kg/m3. Luas
penampang A1 m2 . Fluida meninggalkan bagian (section) 2 dengan kecepatan rata-rata u2
m/s. Neraca massa, pers. (2) menjadi :
m = ρ1 A1 u1 = ρ2 A2 u2 = ρ A u (3)
dimana m = kg/detik. Seringkali ρu dinyatakan sebagai G = ρu = kecepatan massa
atau fluks massa kg/det.m2. Persamaan (3) disebut persamaaan kontinuitas.
Persamaan Neraca Energi
Energi E dalam suatu sistem dapat diklasifikasikan:
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
1. Energi potensial suatu satuan massa fluida zg yaitu energi yang dimiliki karena
posisi masa tersebut di dalam medan gravitasi g, dimana z adalah tinggi relatif
terhadap suatu bidang acuan.
2. Energi kinetik suatu satuan massa fluida u2/2 yaitu energi yang dimiliki karena
gerakan translasi atau rotasi masa tersebut, di mana u adalah kecepatan pada suatu
titik tertentu relatif terhadap batas sistem.
3. Energi dalam , ya itu semua energi yang lain seperti energi rotasi dan vibrasi di
dalam ikatan kimia.
Jadi energi total fluida per satuan massa:
E = U + u2/2 + zg
Massa yang ditambahkan atau dipindahkan dari sistem membawa energi dalam,
kinetik dan potensial. Selain itu, energi akan ditransfer ketika masa mengalir
kedalam dan keluar dari sistem. Kerja netto dilakukan oleh fluida ketika mengalir
masuk ke dan keluar dari sistem. Kerja tekanan volume per satuan massa fluida
adalah PV. Suku PV dan U digabungkan menjadi suatu besaran lain entalpi, H.
H = U +PV
Dengan demikian energi total yang dibawa oleh suatu satuan massa adalah:
(H = u2/2 + zg)
Neraca energi menyeluruh sistem aliran keadaan mantap seperti yang ditunjukkan
dalam gambar 1.2:
𝑯𝟐 −𝑯𝟏 + 1
2𝛼(𝑢2
2 − 𝑢12) + g (𝑧2 − 𝑧1) = 𝑄 −𝑊𝑠 (4)
suku akumulasi dapat diabaikan karena aliran mantap. Harga α = ½ untuk aliran
laminar di dalam pipa, sedangkan untuk aliran turbulen, α = 1.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Gambar 1.2 Sistem aliran keadaan mantap untuk suatu fluida
Neraca Energi Mekanik
Neraca energi yang lebih bermanfaat terutama untuk cairan yang mengalir adalah
neraca energi total yang berhubungan dengan energi mekanik. Energi mekanik
adalah suatu bentuk energi yang dapat dikonversi langsung menjadi kerja.
1
2𝛼(𝑢2
2 − 𝑢12) + g (𝑧2 − 𝑧1) +
𝑃2 − 𝑃1
𝜌= 𝛴 𝐹 +𝑊𝑆 = 0
(5)
Persamaan (5) adalah neraca energi mekanik yang berlaku untuk cairan yang tak
termampatkan. Pada kasus khusus di mana tidak ada energi mekanik yang
ditambahkan (WS = 0) dan tidak ada friksi (ΣF = 0) maka pers. (5) menjadi
persamaan Bernoulli, yaitu pers. (6) yang berlaku untuk aliran turbulen:
𝑧1 g + 𝑢12
2+
𝑃1
𝜌= 𝑧2 g +
𝑢22
2+
𝑃1
𝜌 (6)
Pengukuran Aliran Fluida
Mengukur dan mengendalikan jumlah bahan yang masuk ke dan keluar dari pabrik
kimia atau pabrik pemprosesan lain merupakan suatu hal yang penting. Kebanyakan
bahan berupa fluida yang dialirkan melalui pipa-pipa atau saluran-saluran ke
peralatan pabrik. Terdapat berbagai jenis peralatan yang digunakan untuk mengukur
aliran fluida. Peralatan yang paling sederhana adalah peralatan yang mengukur
langsung volume fluida seperti meter gas, meter air dan pompa anjakan positif. Alat
ukur yang sering digunakan adalah tabung pitot (pitot tube), venture meter dan orifis
meter. Dalam percobaan ini digunakan tabung pitot sebagai alat ukur kecepatan
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
fluida. Kecepatan yang diukur tabung pitot adalah kecepatan lokal pada suatu titik
tertentu bukan kecepatan rata-rata dalam pipa atau saluran. Hal ini ditunjukkan
dalam percobaan B.
I.3 TATA KERJA
Saluran Aliran Tertutup
A. Pengukuran Kecepatan Dengan Pitot Tube
Gambar 1.3 Aliran dalam saluran tertutup
Gambar 1.3 menunjukkan suatu saluran yang telah terisi sepenuhnya dengan aliran
air yang akan diukur kecepatannya. Piezometer, sebuah tabung vertikal yang
dihubungkan ke suatu lubang pada sebelah atas saluran yang licin, menunjukkan
bahwa air tersebut tekanan. Jika lubang tersebut tidak berubah pola aliran kolom air,
P/ρg, di dalam piezometer menunjukkan head tekanan statik dari (stream tube) yang
berbatasan dengan dinding. Selain itu, jika seluruh alur aliran stream tube dalam
saluran mengalir sejajar dengan dinding, maka aliran tidak akan mengalami gaya
sentripental dan distribusi tekanan seluruhnya adalah hidrostatik. Dengan demikian
head tekanan statistic, P1/ρg , sepanjang aliran setinggi y dari atas unggun dapat
dihubungkan dengan kolom piezometer oleh persamaan:
𝑃1
𝜌g=
𝑃
𝜌g+ (𝑦 − 𝑦1)
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Energi terkait adalah jumlah energi tekanan, potensial dan kinetik dari fluida di
dalam aliran persamaan Bernoulli menyatakan jumlah tersebut dalam bentuk energy,
H per satuan berat fluida, yaitu:
𝐻 = 𝑃1
𝜌g+ (𝑦1 − 𝑧) +
𝑢2
2g (7)
Masing-masing suku dianggap sebagai suatu bentuk head karena mempunyai
dimensi panjang. Dengan demikian H dikenal sebagai head total, P1/ρg head tekanan,
(𝑦1 − 𝑧) head potensial dan u2/2g head kecepatan. Jumlah head tekanan dan head
potensial dikenal sebagai head piezometer.
Di sekitar ujung bagian horizontal tabung pitot aliran di sepanjang alur aliran
tertahan sebentar yang mana dikenal sebagai titik stagnasi. Tekanan statistik lokal
disebut tekanan stagnasi, Ps dan head total yang diukur oleh tabung pitot dinyatakan
dalam bentuk:
𝑃𝑠𝜌g
+ (𝑦1 − 𝑧)
Dengan menganggap tidak ada kehilangan head total sepanjang alur aliran,
persamaan Bernoulli menyatakan bahwa:
𝑃1
𝜌g+ (𝑦1 − 𝑧) +
𝑢2
2g=𝑃𝑆𝜌g
+ (𝑦1 − 𝑧)
atau ℎ +𝑢2
2g= 𝐻
dan 𝑢 = √2 g (𝐻 − ℎ)
(8)
Untuk aliran nyata (real) kecepatan dan head total tidak konstan ketika melewati
suatu bagian dari saluran tetapi tabung pitot masih dapat digunakan dengan
memuaskan untuk mengukur kecepatan dimana distribusi tekanan adalah hidrostatik.
Prosedur kerja percobaan ini :
I. Kalibrasi laju Alir
1. Bak penampung diisi air hingga batas yang telah ditentukan.
2. Dihidupkan pompa aliran.
3. Diatur laju alir dengan menggunakan valve inlet, sehingga diperoleh harga Q.
4. Buka valve outlet sampai keadaan penuh hingga air keluar melalui pipa outlet.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
5. Air yang keluar ditampung dengan menggunakan ember selama 3 detik.
6. Kemudian ukur volume air yang tertampung menggunakan gelas ukur.
7. Kemudian laju alir dikonversikan ke dalam satuan L/menit.
8. Percobaan diulang 3 kali dan diambil nilai rata-ratanya.
9. Percobaan diulangi untuk variasi harga Q yang lain.
Gambar 1.4 Batasan-batasan aliran dan bagian-bagian pengukuran
II. Pengukuran Kecepatan Fluida dengan Menggunakan tabung Pitot
1. Bak penampung diisi air hingga batas yang telah ditentukan.
2. Dihidupkan pompa aliran.
3. Diatur laju alir dengan menggunakan valve inlet, sehingga diperoleh harga Q.
4. Diatur ketinggian y0 agar konstan pada 250 mm dengan menggunakan valve
outlet.
5. Diatur ketinggian bed section (z) pada ketinggian tertentu.
6. Diukur tinggi fluida pada piezometer (h) dan pitot tube (H) untuk section 2.
7. Percobaan diulangi untuk variasi nilai z yang lain.
8. Percobaan diulangi untuk variasi nilai Q yang lain.
B. Pengukuran Profil Kecepatan
Prosedur kerja percobaan ini :
1. Bak penampung diisi air hingga batas yang telah ditentukan.
2. Dihidupkan pompa aliran.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
3. Diatur laju alir dengan menggunakan valve inlet, sehingga diperoleh harga Q.
4. Diatur ketinggian y0 agar konstan pada 250 mm dengan menggunakan valve
outlet.
5. Diatur ketinggian bed section (z) pada ketinggian z2.
6. Diatur ketinggian pitot tube pada section 1, 2 dan 3.
7. Diukur tinggi fluida pada piezometer (h) dan pitot tube (H) untuk y3’ = y1’ =
y2’ = 0.
8. Diulangi prosedur no. 3-5 untuk y3’ = y1’ dan y2’ yang lain.
9. Diulangi prosedur no. 3-6 untuk laju alir Q yang lain.
10. Dimatikan pompa aliran.
11. Alat dibersihkan.
C. Aplikasi Persamaan Kontinuitas
Prosedur kerja percobaan ini :
1. Bak penampung diisi air hingga batas yang telah ditentukan.
2. Dihidupkan pompa aliran.
3. Diatur laju alir dengan menggunakan valve inlet, sehingga diperoleh harga Q.
4. Diatur ketinggian y0 agar konstan pada 250 mm dengan menggunakan valve
outlet.
5. Diatur ketinggian bed section (z) pada ketinggian tertentu.
6. Diatur tinggi pitot tube pada section 1 dan 2.
7. Diukur tinggi fluida pada piezometer (h) dan pitot tube (H) untuk section 1
dan 2.
8. Diulangi prosedur no. 3-7 untuk nilai z yang berbeda.
9. Diulangi prosedur no. 3-8 untuk laju alir Q yang berbeda.
10. Aplikasikan persamaan kontinuitas pada section 1 dan 2 dan buktikan secara
teoritik bahwa:
1
2
2
1
)(
)(
hH
hH
y
y
untuk aliran satu dimensi yang tidak terjadi kehilangan head total.
11. Bandingkan prediksi secara teoritik dengan hasil pengukuran.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
D. Penggunaan Suatu Kontraksi sebagai Alat Ukur Aliran
Kehilangan sedikit head total yang dialami oleh aliran yang menguncup
mengizinkan digunakannya kontraksi dalam aliran sebagai alat ukur aliran.
Contohnya adalah pipa venturi dan plat orifis yang dapat memprediksi keluaran
(discharge) dalam bentuk selisih tekanan statik yang diukur dan geometri saluran.
Keluaran diramalkan berdasarkan asumsi bahwa aliran tidak mengalami
kehilangan head total antara 1 dan 2.
g
uh
g
uh
22
2
22
2
11 (9)
untuk satu dimensi aliran tak termampatkan :
u1 = V1, u2 = V2 dan Q = V1y1b = V2y2b, setelah disubstitusi, pers. (9) menjadi:
22
2
2
222
1
2
122 bgy
Qh
bgy
Qh
Setelah disederhanakan,
)
1
(2
2
2
1
211
y
y
hhgbyQ
(10)
Nilai prediksi dari discharge, Q pada persamaan (10) mengabaikan retardasi aliran
yang berdekatan dengan batas-batas akibat pengaruh gesekan. Discharge yang
sebenarnya dapat dihubungkan dengan discharge prediksi oleh suatu koefisien Cv
yang harganya dapat ditentukan dari kalibrasi alat ukur aliran, sbb.:
)
1
(2
2
2
1
211
y
y
hhgbyCQ
v
(11)
harga koefisien biasanya sekitar 0,9 < Cv < 0,99
Prosedur kerja percobaan ini
1. Dihidupkan pompa aliran.
2. Diatur laju alir dengan menggunakan valve inlet, sehingga diperoleh harga Q.
3. Diatur ketinggian y0 agar konstan pada 250 mm dengan menggunakan valve
outlet.
4. Diatur ketinggian bed section (z) pada ketinggian z2.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
5. Diukur tinggi fluida pada piezometer (h) dan pitot tube (H) untuk setion 1 dan
2.
6. Diulangi prosedur no. 2-5 untuk nilai Q yang berbeda.
7. Dimatikan pompa aliran.
I.4 HASIL PERCOBAAN
Pengukuran kecepatan dengan pitot tube\
y0 = 250 mm
y1 = y/2
Q z2 (mm) y (mm) V2 H2 h2 u2/2g
Pengukuran kecepatan dengan pitot tube
z2 = 100 mm
y =
Q V2 y1 (mm) H2 (mm) h2 (mm) u2/2g (mm)
Aplikasi persamaan kontonuitas
y0 =
Q z2
(mm)
y
(mm)
H1
(mm)
h1
(mm)
u12/2g
(mm)
H2
(mm)
h2
(mm)
u22/2g
(mm)
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
MODUL II
PEMECAHAN DAN PENGAYAKAN
(CRUSHING AND SCREENING)
II.1. TUJUAN PERCOBAAN
I. Melaksanakan proses pemecahan dengan menggunakan ball mill.
2. Memperlihatkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ball mill.
3. Melaksanakan proses pemisahan butiran/serbuk menurut ukuran partikel.
II.2. TEORI
Pemecahan
Pemecahan atau pengecilan ukuran berarti membagi-bagi suatu bahan padat menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil dengan menggunakan gaya-gaya mekanik. Pengubahan
bentuk atau ukuran bahan padat sering dilakukan di industri kimia baik sebagai proses
pendahuluan atau proses akhir. Tujuan operasi ini adalah:
1. memperluas permukaan kontak (misalnya pada pembuatan katalis).
2. memudahkan pemisahan (misalnya pada uji hasil tambang).
3. mendapatkan produk dengan ukuran dan bentuk tertentu (misalnya pada industri
permata).
4. memudahkan pencampuran, baik padat-padat atau padat-cair sehingga
diperoleh hasil seseragam mungkin.
Bahan padat dapat dipecahkan dengan berbagai cara yang berbeda, tetapi hanya 4
metoda yang biasa digunakan pada mesin pemecah:
1. tekanan (kompresi),
2. pukulan (impak),
3. gesekan (atrisi) dan
4. pemotongan.
Peralatan pemecah bahan padat dapat dibedakan atas:
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
1. mesin pemecah (crusher). Mesin ini bertugas melakukan kerja berat
memecah bongkahan besar menjadi kepingan kecil. Mesin pemecah
primer digunakan untuk memecahkan bahan mentah hasil tambang dan
dapat memecahkannya menjadi kepingan berukuran 6 -10 inci. Mesin
pemecah sekunder memecahkan lagi kepingan-kepingan menjadi partikel-
partikel berukuran ¼ inci. Contoh mesin pemecah: jaw crusher, gyratory crusher,
dan crushing roll.
2. mesin giling (grinder). Mesin giling memperkecil umpan menjadi serbuk. Hasil
pemecah antara (intermediate grinder) berukuran kira-kira 40 mesh. Contoh
mesin giling: hammer mill, impactor, attrition mill, bowl mill, roll mill, rod mill, ball
mill dan tube mill.
3. mesin giling ultrahalus (ultrafine grinder). Mesin giling jenis ini dapat
menghaluskan umpan berukuran > ¼ inci menjadi 1-50 µm. Contoh mesin giling
ultrahalus: fluid-energy mill, agitated mill dan hammer mill.
4. mesin pemotong. Mesin pemotong menghasilkan partikel yang ukuran dan
bentuknya tertentu, dengan panjang 2-10 mm. Contoh mesin pemotong: knife-
cutter dan slitter.
Contoh-contoh peralatan pengubah bentuk dan ukuran tersebut ditunjukkan dalam
gambar 2.1.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Pemilihan mesin untuk tugas pemecahan yang tertentu dipengaruhi oleh sifat produk
yang diperlukan, kuantitas dan ukuran bahan yang akan ditangani. Selain ukuran,
sifat-sifat umpan yang penting adalah:
Kekerasan (hardness). Kekerasan bahan mempengaruhi konsumsi daya dan
keausan mesin. Untuk bahan yang keras dan abrasif harus menggunakan mesin
dengan kecepatan rendah. Bearing harus dilindungi dari debu abrasif yang
digunakan. Dalam skala Mohr, bahan disusun berdasarkan kekerasan yang
semakin meningkat sebagai berikut:
1. talc 6. feldspar
2. gipsum 7. kuartz
3. kalsit 8. topaz
4. flourit 9. korundum, sapphire
5. apatit 10. Berlian
Struktur. Bahan-bahan berbentuk bijih-bijihan seperti batu bara, batuan dapat
dipecahkan dengan gaya kompresi, impak dan sebagainya. Bahan berserat
memerlukan aksi sobek (tearing).
Kandungan uap lembab. Bahan yang mengandung 5 - 50% uap lembab tidak
akan mengalir dengan baik. Pada kondisi ini bahan cenderung menggumpal
dalam bentuk bola-bola. Pada umumnya, penggilingan dapat dilakukan dengan
memuaskan di luar batasan ini.
Kekuatan pemecahan. Daya yang diperlukan untuk pemecahan hampir
sebanding dengan kekuatan pemecahan bahan.
Kerapuhan (friability). Kerapuhan bahan adalah kecenderungannya untuk retak
selama penanganan normal.
Stickiness. Bahan yang lengket akan menyumbat peralatan giling oleh karena itu
bahan demikian harus digiling dalam alat yang mudah dibersihkan.
Soapiness. Sifat ini adalah ukuran koefisien friksi permukaan bahan. Jika
koefisien friksi rendah, pemecahan menjadi lebih sukar.
Bahan yang mudah meledak hams digiling dalam keadaan basah atau dalam
lingkungan beratmosfir inert.
Bahan yang menghasilkan debu yang berbahaya harus digiling pada kondisi
dimana debu tidak dapat keluar dari mesin.
Ball Mill
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Ball mill digunakan untuk menggiling berbagai jenis bahan, mencakup batu bara,
pigmen, dan felspar, Ball mill dapat menangani umpan dengan ukuran hingga 50 mm.
Efisiensi penggilingan meningkat dengan kuantitas bahan hingga ruang-ruang kosong
antar bola terisi. Penambahan umpan lebih lanjut akan merendahkan efisiensi.
Bola-bola terbuat dari baja atau porselen dan menempati ruang antara 30 - 50%
volume mill. Diamater bola yang digunakan berkisar 12 - 125 mm dan diameter
optimumnya kira-kira sebanding dengan pangkat dua ukuran umpan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ukuran produk:
Laju umpan. Laju umpan yang tinggi akan mengurangi keefektifan
penggilingan.
Sifat-sifat bahan umpan.
Berat bola. Bola-bola yang berat akan menghasilkan produk yang halus.
Diameter bola. Bola yang kecil akan menghasilkan produk yang halus. Untuk
operasi yang ekonomis maka harus menggunakan bola dengan ukuran sekecil
mungkin.
Kemiringan mill. Peningkatan kemiringan mill akan menambah kapasitas.
Kecepatan rotasi mill. Kecepatan optimum sekitar ½ - ¾ kecepatan kritis.
Kecepatan kritis adalah kecepatan minimum dimana bola-bola akan berputar
bersama-sama dengan mill.
Level bahan di dalam mill. Konsumsi daya akan berkurang jika level bahan di dalam
mill rendah.
Keunggulan - keunggulan ball mill:
Dapat digunakan untuk penggilingan basah maupun kering,
Biaya instalasi dan daya murah,
Dapat digunakan pada atmosfir inert sehingga sesuai untuk menggiling bahan yang
mudah meledak,
Medium gilingan murah,
Sesuai untuk bahan dengan berbagai ukuran kekerasan,
Dapat digunakan untuk operasi batch atau kontinu.
Dapat digunakan pada sirkuit tertutup atau terbuka.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Pengayakan
Pengayakan dimaksudkan untuk menghasilkan campuran butiran dengan ukuran
tertentu, agar dapat diolah lebih lanjut atau agar diperoleh penampilan/bentuk
komersial yang diinginkan.
Pada proses pengayakan, bahan dibagi menjadi bahan kasar yang tertinggal (aliran
atas) dan bahan lebih halus yang lolos melalui ayakan (aliran bawah). Bahan yang
tertinggal hanyalah partikel-partikel yang berukuran lebih besar daripada lubang
ayakan, sedangkan bahan yang lolos berukuran lebih kecil daripada lubang-lubang
tersebut. Dalam praktek seringkali terjadi penyimpangan keadaan ideal ini.
Penyimpangan dapat dinyatakan dengan efisiensi yaitu perbandingan antara jumlah
bahan lolos sesungguhnya dan bahan lolos secara teoritik. Faktor-faktor yang
mempengaruhi efisiensi pengayakan:
Bentuk butir. Bahan padat berupa butiran tak beraturan lebih mudah lolos
daripada bahan-bahan berbentuk bola, jarum atau sisik yang dapat menyumbat
atau menutup lubang ayakan.
Gerakan dan waktu tinggal. Efisiensi akan turun jika bahan yang diayak
membentuk lapisan yang terlalu tebal atau bergerak terlalu cepat.. gerakan
yang terlalu kuat dapat menyebabkan pengecilan ukuran akibat pengikisan
terutama pada bahan yang lunak.
Kelembaban. Umpan yang lembab akan menyebabkan penggumpalan dan
menutup lubang ayakan.
Muatan listrik statik. Bahan-bahan organik khusus yang halus akan
mempunyai kecendrungan membentuk gumpalan karena adanya muatan listrik
statik. Karena itu alat-alat yang digunakan untuk mengayak bahan-bahan
organik harus dibumikan.
Lubang ayakan. Semakin halus bahan yang diayak semakin cepat terdapatnya
kecendrungan penyumbatan lubang ayakan.
Ayakan
Ayakan biasanya berupa anyaman dengan mata jala (mesh) yang berbentuk bujur
sangkar atau empat persegi panjang, berupa pelat yang berlubang-lubang bulat atau
bulat panjang atau juga berupa kisi.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Ayakan terbuat dari bahan yang dapat berupa paduan baja, nikel, tembaga, kuningan,
perunggu, sutera dan bahan-bahan sintetik. Material ini hams dipilih agar ayakan tidak
mudah rusak baik karena korosi atau karena gesekan. Selain itu selama pengayakan
ukuran lubang ayakan harus tetap.
Yang menjadi ciri ayakan antara lain:
Ukuran mata jala.
Jumlah mata jala per satuan panjang misalnya per inci (sering sama dengan
nomor ayakan).
Jumlah matajala per satuan luas.
Dalam pengayakan, ayakan dengan nomor mesh paling kecil disusun paling atas dan
nomor mesh yang lebih besar disusun di bawahnya, demikian seterusnya. Terdapat 2
bilangan yang diperlukan untuk mencirikan kisaran ukuran partikel, misalnya notasi
14/20 berarti "lolos pada mesh 14, tertahan pada mesh 20". Ayakan standar digunakan
untuk mengukur ukuran dan distribusi ukuran partikel pada kisaran ukuran antara
76 mm dan 38 µm. Standar Tyler (Tyler standard screen series) sering digunakan
untuk tugas pencirian ini. Perangkat ayakan ini didasarkan atas lubang (bukaan)
ayakan ukuran 200 mesh, yang ditetapkan sebesar 0,074 mm. Luas bukaan pada setiap
ayakan tertentu adalah persis dua kali bukaan pada ayakan ukuran berikutnya yang
lebih kecil. Standar Tyler yang lengkap dapat dilihat pada Lampiran.
Dari hasil ayakan dapat ditentukan: ukuran partikel, Dp, permukaan spesifik
campuran, Aw, ukuran partikel rata-rata dan persentase berdasarkan bahan baku atau
produk. Ukuran partikel didasarkan pada ayakan yang berhasil dilewatinya (sesuai
dengan ukuran mesh ayakan), sedangkan luas perrnukaan total partikel, A dan luas
perrnukaan spesifik, Aw:
A = 6𝑚
ɸ𝑠𝜌𝑝𝐷𝑝 (1)
Aw = 6𝑥1
ɸ𝑠𝜌𝑝𝐷̅ 𝑝𝐼 +
6𝑥2
ɸ𝑠𝜌𝑝𝐷 𝑝2 + … +
6𝑥𝑛
ɸ𝑠𝜌𝑝𝐷 𝑝𝑚 =
6
ɸ𝑠𝜌𝑝 ∑
𝑥𝑖
𝐷 𝑝𝑖
𝑛𝑖=1 (2)
dengan: m = total massa sampel 𝜌𝑝 = densitas partikel
ɸ𝑠 = sphericity,
partikel bola ɸ𝑠 = 1
partikel bulat ɸ𝑠 = 0,83
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
debu batu bara ɸ𝑠 = 0,73
𝐷𝑃 = diameter partikel atau diameter ekivalen
𝑥𝑖 = fraksi massa dalam increment tertentu
n = jumlah increment
𝐷 𝑝𝑖 = diameter partikel rata-rata
II.3. TATA KERJA
Prosedur kerja percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Bahan baku yang akan digunakan disiapkan
2. Ukuran bahan baku diperkecil sebelum dimasukkan ke dalam ballmill
3. Peralatan ballmill diperiksa apakah dalam keadaan baik
4. Bola-bola dan bahan dimasukkan ke dalam alat ballmill kemudian ballmill ditutup
5. Ballmill dihidupkan selama beberapa waktu tertentu
6. Ballmill dihentikan dan bahan yang telah digiling dikeluarkan
7. Bahan dibagi atas beberapa bagian
8. Bahan diayak dengan ayakan yang tersedia
9. Hasil ayakan ditimbang
10. Percobaan diulangi untuk variasi jumlah bola, waktu penggilingan dan berat
bahan baku yang berbeda-beda.
II.4 HASIL PERCOBAAN
Variasi jumlah bola
Jenis bahan =
Berat bahan/umpan = gram
Waktu penggilingan = menit
No. Mesh Bukaan ayak (mm)
Massa yang lolos ayakan (gr)
Massa yang tertahan ayakan (gr)
Fraksi massa yang tertahan, xi
4 4,699 x1
16 0,991 x2
32 0,495 x3
50 0,287 x4
70 0,198 x5
100 0,147 x6
140 0,109 x7
∑mi
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Jumlah bola Fraksi I x1 (gr)
Fraksi II x2 (gr)
Fraksi III x3 (gr)
Fraksi VI x4 (gr)
…..
Fraksi massa yang dapat dihitung dari:
xi =mi
∑ mii
Variasi waktu penggilingan
Jenis bahan =
Berat bahan = gram
Jumlah bola = buah
Waktu
(menit)
Fraksi I x1 (gr)
Fraksi II x2 (gr)
Fraksi III x3 (gr)
Fraksi IV x4 (gr)
……
Variasi berat bahan
Jenis bahan =
Jumlah bola =
Waktu penggilingan = menit
Berat umpan (gr)
Fraksi I x1 (gr)
Fraksi II x2 (gr)
Fraksi III x3 (gr)
Fraksi IV x4 (gr)
……
II. 5 LAMPIRAN
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
MODUL II
SEDIMENTASI
(SEDIMENTATION)
II.1. TUJUAN PERCOBAAN
1. Melaksanakan proses pemisahan secara mekanik.
2. Memperlihatkan faktor-faktor yang mempengaruhi sedimentasi.
3. Mengestimasi kecepatan settling partikel.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
II.2. TEORI
Sedimentasi adalah pengendapan (settling) partikel-partikel dari suspensi. Pada
sedimentasi partikel-partikel dipisahkan dari fluida akibat gaya gravitasi yang bekerja pada
partikel-partikel tersebut. Kebanyakan proses sedimentasi komersial dilang- sungkan
secara kontinu. Suspensi diumpankan ke satu atau lebih tangki atau kolam
pengendapan. Ketika suspensi dilewatkan, padatan-padatan akan mengendap. Padatan
ini kemudian dipisahkan bersama-sama dengan sejumlah fluida sebagai aliran bawah
yang kental (thickened underflow). Fluida sisa akan mengalir secara overflow bersama-
sama dengan padatan yang tidak mengendap.
Tujuan proses sedimentasi adalah:
untuk memisahkan partikel-partikel dari alur fluida sehingga fluida tersebut
bebas dari kontaminan partikel.
Untuk memulihkan partikel-partikel sebagai produk (seperti pemulihan fasa
terdispersi pada ekstraksi cair-cair).
Untuk memisahkan partikel-partikel menjadi fraksi-fraksi dengan ukuran atau
densitas yang berbeda dengan cara menyuspensikan partikel-partikel tersebut ke
dalam sesuatu fluida.
Aplikasi sedimentasi mencakup penyisihan padatan dari limbah cair, pengendapan
kristal-kristal dari larutan induk, pemisahan campuran cair-cair dari suatu tahapan ekstraksi
di dalam settler, pengendapan partikel-partikel pangan padat dari pangan cair dan
pengendapan campuran kental dari proses leaching kacang kedelai. Partikel- partikel
tersebut dapat berupa partikel-partikel padat atau tetesan-tetesan cairan. Fluida yang
dimaksud dapat berupa cairan atau gas yang sedang bergerak atau dalam keadaan
diam.
Jika pengendapan sesuatu partikel tidak dipengaruhi oleh dinding wadah dan partikel
partikel lain maka proses ini disebut free settling. Proses ini dapat tercapai jika rasio
diameter partikel terhadap diameter wadah < 1 : 200 atau konsentrasi partikel <
0,2% volum di dalam campuran. Jika partikel sangat banyak, mereka akan
mengendap dengan laju yang lebih lambat dan proses ini disebut hindered settling.
Pemisahan lumpur encer atau suspensi oleh gravity settling (pengendapan karena
gravitasi) menjadi fluida jernih dan lumpur pekat disebut sedimentasi.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Peralatan sedimentasi sangat bervariasi, tetapi pada umumnya terdiri dari:
1. Suatu tangki atau kolam sebagai tempat terjadinya sedimentasi.
2. Suatu sistem pengumpanan yang efektif.
3. Sistem overflow untuk mengumpulkan keluaran yang jernih.
4. Suatu (biasanya suatu mekanisme) untuk mengangkut padatan yang
mengendap ke tempat penampungan/pembuangan.
Gambar 2.2 menunjukkan beberapa peralatan untuk sedimentasi.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Mekanisme Sedimentasi
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Garnbar 2.3.
rnenunjukkan hasil pengujian sedirnentasi secara batch. Pada Garnbar 2.3.(a) sernua
partikel rnengendap secara bebas di zona suspensi B. Pada mulanya partikel-partikel
di zona B rnengendap dengan laju yang seragarn dan rnuncul suatu zona jernih A di
Gambar 2.3.(b). Ketinggian z menurun dengan laju yang konstan. Zona D juga rnulai
muncul, zona ini mengandung partikel-partikel yang telah mengendap di dasar
silinder. Zona· C adalah lapisan transisi yang kandungan padatannya berada diantara zona
B dan zona D. Setelah settling lebih jauh zona B dan C menghilang seperti ditunjukkan
dalarn Garnbar 2.3.(c). Kernudian muncul kompresi (pemadatan) I; saat ini disebut
critical point. Selama kompresi, cairan keluar menuju ke atas dari zona D dan ketebalan
zona D berkurang.
Gambar 2.3. Hasil-hasil sedimentasi secara
batch
Penentuan Kecepatan Settling
Pada Garnbar 2.4 tinggi antarmuka
cairan jemih, z diplot terhadap waktu. Titik
C adalah critical point. Kecepatan settling
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
adalah gradien dari kurva z vs t. Kecepatan ini ditentukan dengan menggambar suatu
garis singgung pada kurva dititik tertentu dengan gradien
-dz/dt = v1. (4)
pada titik ini ketinggian adalah z1
Konsentrasi rata-rata suspensi, c, jika tinggi suspensi z, dapat dihitung dari:
Cizi = cozo atau c1 = zoco/zi (5)
dengan c0 konsentrasi suspensi mula-rnula, kg/m3 pada ketinggian z, dan t=0.
Perhitungan ini diulangi untuk t lain.
II.3. TATA KERJA
Prosedur kerja percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. ditimbang sejumlah tertentu bahan padat yang berwujud bubuk.
2. bahan yang telah ditimbang disuspensikan dalam gelas beaker yang berisi liter
air dan diaduk hingga tercampur seragam.
3. campuran dibiarkan tenang dan perhitungan waktu dimulai.
4. pada interval waktu tertentu, dicatat tinggi antarmuka antara cairan jemih dan
suspensi keruh.
5. pengambilan data dihentikan jika telah tercapai waktu percobaan yang
diinginkan atau tinggi antarmuka telah konstan.
6. percobaan diulangi untuk konsentrasi padatan atau jenis padatan yang berbeda.
II.4. HASIL PERCOBAAN
Variasi konsentrasi padatan
Konsentrasi awal = Konsentrasi awal = Konsentrasi awal =
waktu z waktu z waktu z
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Variasi jenis padatan
co =
Sampel uji = Sampel uji = Sampel uji=
waktu z waktu z waktu z
Plot grafik z versus t, kemudian hitung kecepatan settling partikel.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
MODUL III
PERALATAN PENCAMPURAN FLUIDA
(FLUID MIXING APPARATUS)
III.1. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengamati berbagai pola aliran yang dapat diperoleh melalui penggunaan
impeller yang berbeda-beda dan dilengkapi dengan sekat atau tanpa sekat.
2. Mengamati pengaruh jenis impeller dan sekat terhadap kecepatan disperse
padatan di dalam cairan.
3. Mengamati pengaruh jenis impeller dan sekat terhadap keefektifan
pencampuran cairan yang tidak saling melarut.
III.2. TEORI
Dalam pabrik, banyak operasi bergantung kepada keefektifan agitasi dan
pencampuran fluida. Umumnya agitasi merujuk kepada pemaksaan terhadap suatu
fluida untuk mengalir dengan pola sirkulasi atau pola lain menggunakan peralatan
mekanik di dalam suatu bejana. Pencampuran didefinisikan sebagai bercampur
baurnya dua atau lebih bahan yang tidak sama untuk menghasilkan produk akhir
dengan tingkat keseragaman yang diinginkan baik secara fisik maupun kimia.
Tujuan agitasi fluida dapat diringkaskan sebagai berikut :
1. Mencampur dua fluida yang saling melarut seperti etil alkohol dan air.
2. Melarutkan padatan ke dalam cairan seperti garam dalam air.
3. Mendispersikan gas ke cairan sebagai gelembung-gelembung kecil seperti
oksigen dari udara ke suspense mikroorganisme untuk fermentasi atau untuk
proses lumpur aktif di dalam pengolahan air limbah.
4. Munsuspensikan padatan-padatan halus.
Peralatan Agitasi
Umumnya, cairan diaduk dalam satu bejana silinder yang dapat ditutup atau terbuka
ke udara. Tinggi cairan kira-kira sama dengan diameter tangki. Suatu impeller
dipasang pada poros (shaft) yang digerakkan oleh motor listrik. Gambar 3.1
menunjukkan suatu tangki/bejana berpengaduk mekanik.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
(a) (b)
Gambar 3.1 Tangki Bersekat dan Agitator Propeller 3 Bilah dengan Pola Aliran
Aksial (a) Tampak Samping, (b) Tampak Dasar
Komponen-kompenen tangki berpengaduk :
1. Bejana
Tangki silinder yang dipasang tegak, biasanya diisi hingga setinggi
diameter tangki.
Diameter bejana bervariasi dari 0,1 m – 10 m.
Dasar tangki mungkin berbentuk datar, bulat atau kerucut tergantung
kepada kemudahan pengosongan.
2. Sekat
Sekat (baffles) sering dipasang pada dinding bejana untuk mencegah
pembentukan vorteks pada cairan yang encer ketika diaduk.
Biasanya dipasang 4 sekat.
Sekat tidak diperlukan jika cairan yang diaduk bersifat kental.
3. Impeller
Gambar 3.2. memperlihatkan beberapa jenis impeller yang umum
digunakan :
Gambar 3.2 Beberapa Jenis Impeller
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Gambar 3.2 Beberapa Jenis Impeller
Propeller, turbin, paddle, anchor, helical ribbon dan helical screw
biasanya dipasang di tengah-tengah poros vertikal di dalam tangki
silinder tegak.
Penggunaan jenis-jenis impeller tersebut tergantung pada viskositas
cairan :
o Propeller < 2 kg/m.s
o Turbin < 50 kg/m.s
o Paddle < 1000 kg/m.s
Pemilihan pengaduk/agitator
o Propeller
o Turbin
o Paddle
o Anchor
o Helical Ribbon
o Helical Screw
Pola Aliran
Kecepatan rotasi tinggi
Pencampuran viskositas rendah, disperse gas ke
dalam cairan berviskositas rendah, pengontakan
cair-cair dan suspense padatan ke dalam cairan
dengan viskositas rendah.
Pencampuran viskositas tinggi
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Gambar 3.3 Pola Aliran yang Dihasilkan oleh Agitator Jenis (a) Propeller dan (b)
Turbin di dalam tangki bersekat
Pola aliran di dalam suatu tangki berpengaduk tergantung kepada sifat-sifat fluida,
geometri tangki, jenis dekat di dalam tangki dan agitator yang digunakan. Gambar
3.3 menunjukkan pola aliran yang dibangkitkan oleh agitator propeller dan turbin.
Agitator propeller menghasilkan pola aksial sedangkan turbin menghasilkan pola
aliran radial.
Keperluan Daya
Dalam merancang tangki berpengaduk, keperluan daya merupakan suatu factor yang
penting. Konsumsi daya dihubungkan dengan densitas fluida ρ, viskositas fluida µ,
kecepatan rotasi N dan diameter impeller oleh suatu plot bilangan daya Np vs NRe.
Bilangan daya :
Np = P
ρ N3Da5
Dimana :
P = daya, J/detik atau W
NRe = bilangan Reynold = Da2Nρ/μ
Gambar 3.4 adalah suatu korelasi untuk impeller yang sering digunakan untuk cairan
Newtonian yang terdapat dalam tangki silinder yang bersekat. Kurva-kurva dalam
gambar 3.4 dapat digunakan untuk impeller yang sama dalam tangki tanpa sekat jika
NRe ≤ 300. Jika NRe > 300, konsumsi daya untuk tangki tanpa sekat adalah lebih kecil
dari tangki bersekat.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Gambar 3.4 Bilangan Daya vs Bilangan Reynold
Keterangan :
H = tinggi cairan
Dt = diameter tangki
Da = diameter impeller
J = lebar sekat
C = jarak dasar agitator dari dasr tangki
W = tinggi bilah agitator
L = lebar bilah agitator
Kurva 1 : turbin datar 6 bilah dengan disk, (lihat gambar 3.2) Da/W = 5; 4 sekat, Dt/J
= 12.
Kurva 2`: turbin datar terbuka 6 bilah, Da/W = 8; 4 sekat, Dt/J = 12.
Kurva 3 : turbin terbuka 6 bilah miring 45o, Da/W = 8; 4 sekat, Dt/J = 12.
Kurva 4 : propeller (lihat gambar 3.2), pitch = 2Da; 4 sekat, Dt/J = 10.
Kurva 5 : propeller ; pitch = Da; 4 sekat, Dt/J = 10.
Scale Up
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Pada industri proses, data percobaan system agitasi seringkali tersedia dalam skala
laboratorium atau skala pilot. Biasanya diinginkan untuk memperbesar hasil yang
diperoleh agar dapat merancang unit dengan skala penuh. Karena proses-proses yang
akan diperbesar (scale-up) sangat beragam, maka tidak ada metoda tunggal yang
dapat menangani semua masalah scale-up sehingga terdapat berbagai pendekatn
scale-up. Beberapa diantaranya :
1. Menyamakan kecepatan ujung untuk mendapatkan laju geser sama.
N1Da1 = N2Da2
2. Menyamakan bilangan Reynolds untuk mendapatkan pola aliran dan
kualitas pencampuran yang sama
Da12 N1ρ1µ1
= Da22 N2ρ2µ2
Untuk cairan yang sama, kecepatan pencampur besar :
N2= Da22 N2ρ2µ2
3. Menyamakan bilanagn Froude untik mendapatkan gelombang-gelombang
permukaan yang sama
N12Da1g
= N22Da2g
Daya untuk pencampur besar :
P2 = P1 x Da23
Da13
III.3. TATA KERJA
Pola Aliran
Prosedur kerja percobaan ini adalah :
1. Bejana diisi dengan air hingga ketinggian tertentu.
2. Salah satu impeller dipasang pada ujung poros.
3. Ditambahkan sejumlah kecil pellet plastik.
4. Kecepatan impeller dinaikkan dengan tambahan yang kecil misalnya 25 rpm
hingga pelet plastik terlihat mulai berputar-putar dalam air.
5. Ditambahkan sedikit air zat warna untuk melihat pola lairan yang terbentuk.
Ketika kecepatan ditingkatkan, udara akan terseret dan gelembung-
gelembung menjadi terdispersi di dalam air.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
6. Percobaan diulangi dengan jenis impeller lain dan pemasangan sekat di
dalam bejana.
7. Gerakkan zat warna dan pelet untuk tiap variasi diamati.
Dispersi Padatan
Prosedur kerja percobaan ini adalah :
1. Bejana diisi dengan air hingga ketinggian tertentu.
2. Ke dalam bejana dimasukkan 25 gr pasir halus.
3. Impeller bilah datar dipasang pada ujung poros. Jarak pusat impeller ke
datar bejana 2 cm.
4. Kecepatan impeller dinaikkan dengan tambahan yang kecil misalnya 25 rpm
dan kemampuan pengangkatan, kawasan mati dan gerakan partikel pasir
diamati.
5. Percobaan diulangi untuk variasi jarak impeller dari dasar bejana, jenis
impeller dan pemasangan sekat.
6. Waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan seragam pada berbagai
variasi percobaan dicatat.
Pencampuran Cairan Yang Tidak Saling Melarut
Prosedur kerja percobaan ini adalah:
1. Bejana diisi dengan air hingga setinggi 10 cm dan minyak setinggi 2 cm.
2. Impeller bilah datar dipasang pada ujung poros. Jarak pusat impeller ke
dasar bejana 2 cm.
3. Kecepatan impeller dinaikkan dengan tambahan yang kecil misalnya 25 rpm
dan laju pencampuran dari kedua cairan. Diamati
4. Percobaan diulangi untuk variasi jarak impeller dari dasar bejana, 3 dan 4
cm.
5. Percobaan diulangi untuk jenis impeller yang lain dan pemasangan sekat di
dalam bejana.
6. Waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan seragam pada berbagai
variasi percobaan dicatat.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Gambar 3.5. Susunan peralatan percobaan pencampuran fluida
(RW20 digital laboratory stirrer)
Keterangan:
1. Motor
2. Klem
3. Pengunci impeller
4. Impeller
5. Bejana/Beaker gelas
6. Statif
III.4. HASIL PERCOBAAN
Pola Aliran
Hasil percobaan berupa gambar pola aliran yang terbentuk untuk berbagai variasi
jenis impeller, ada atau tanpa sekat dalam bejana.
Dispersi Padatan
Kecepatan N Jenis Jarak Impeller Sekat Waktu pencampuran
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
(rpm) Impeller C (m) (ada/tanpa) (menit)
Kesimpulan:
Konfigurasi terbaik =
Kecepatan yang direkomendasi =
Pencampuran Cairan Yang Tidak Saling Melarut
Kecepatan
N (rpm)
Jenis
Impeller
Jarak Impeller
C (m)
Sekat
(ada/tanpa)
Waktu pencampuran
(menit)
Kesimpulan:
Konfigurasi terbaik =
Rentang kecepatan untuk tiap konfigurasi =
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
MODUL III
PERALATAN PENCAMPURAN FLUIDA
(FLUID MIXING APPARATUS)
III.1. TUJUAN PERCOBAAN
4. Mengamati berbagai pola aliran yang dapat diperoleh melalui penggunaan
impeller yang berbeda-beda dan dilengkapi dengan sekat atau tanpa sekat.
5. Mengamati pengaruh jenis impeller dan sekat terhadap kecepatan disperse
padatan di dalam cairan.
6. Mengamati pengaruh jenis impeller dan sekat terhadap keefektifan
pencampuran cairan yang tidak saling melarut.
III.2. TEORI
Dalam pabrik, banyak operasi bergantung kepada keefektifan agitasi dan
pencampuran fluida. Umumnya agitasi merujuk kepada pemaksaan terhadap suatu
fluida untuk mengalir dengan pola sirkulasi atau pola lain menggunakan peralatan
mekanik di dalam suatu bejana. Pencampuran didefinisikan sebagai bercampur
baurnya dua atau lebih bahan yang tidak sama untuk menghasilkan produk akhir
dengan tingkat keseragaman yang diinginkan baik secara fisik maupun kimia.
Tujuan agitasi fluida dapat diringkaskan sebagai berikut :
5. Mencampur dua fluida yang saling melarut seperti etil alkohol dan air.
6. Melarutkan padatan ke dalam cairan seperti garam dalam air.
7. Mendispersikan gas ke cairan sebagai gelembung-gelembung kecil seperti
oksigen dari udara ke suspense mikroorganisme untuk fermentasi atau untuk
proses lumpur aktif di dalam pengolahan air limbah.
8. Munsuspensikan padatan-padatan halus.
Peralatan Agitasi
Umumnya, cairan diaduk dalam satu bejana silinder yang dapat ditutup atau terbuka
ke udara. Tinggi cairan kira-kira sama dengan diameter tangki. Suatu impeller
dipasang pada poros (shaft) yang digerakkan oleh motor listrik. Gambar 3.1
menunjukkan suatu tangki/bejana berpengaduk mekanik.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
(b) (b)
Gambar 3.1 Tangki Bersekat dan Agitator Propeller 3 Bilah dengan Pola Aliran
Aksial (a) Tampak Samping, (b) Tampak Dasar
Komponen-kompenen tangki berpengaduk :
4. Bejana
Tangki silinder yang dipasang tegak, biasanya diisi hingga setinggi
diameter tangki.
Diameter bejana bervariasi dari 0,1 m – 10 m.
Dasar tangki mungkin berbentuk datar, bulat atau kerucut tergantung
kepada kemudahan pengosongan.
5. Sekat
Sekat (baffles) sering dipasang pada dinding bejana untuk mencegah
pembentukan vorteks pada cairan yang encer ketika diaduk.
Biasanya dipasang 4 sekat.
Sekat tidak diperlukan jika cairan yang diaduk bersifat kental.
6. Impeller
Gambar 3.2. memperlihatkan beberapa jenis impeller yang umum
digunakan :
Gambar 3.2 Beberapa Jenis Impeller
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Gambar 3.2 Beberapa Jenis Impeller
Propeller, turbin, paddle, anchor, helical ribbon dan helical screw
biasanya dipasang di tengah-tengah poros vertikal di dalam tangki
silinder tegak.
Penggunaan jenis-jenis impeller tersebut tergantung pada viskositas
cairan :
o Propeller < 2 kg/m.s
o Turbin < 50 kg/m.s
o Paddle < 1000 kg/m.s
Pemilihan pengaduk/agitator
o Propeller
o Turbin
o Paddle
o Anchor
o Helical Ribbon
o Helical Screw
Pola Aliran
Kecepatan rotasi tinggi
Pencampuran viskositas rendah,
disperse gas ke dalam cairan
berviskositas rendah, pengontakan cair-
cair dan suspense padatan ke dalam
cairan dengan viskositas rendah.
Pencampuran viskositas
tinggi
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Gambar 3.3 Pola Aliran yang Dihasilkan oleh Agitator Jenis (a) Propeller dan (b)
Turbin di dalam tangki bersekat
Pola aliran di dalam suatu tangki berpengaduk tergantung kepada sifat-sifat fluida,
geometri tangki, jenis dekat di dalam tangki dan agitator yang digunakan. Gambar
3.3 menunjukkan pola aliran yang dibangkitkan oleh agitator propeller dan turbin.
Agitator propeller menghasilkan pola aksial sedangkan turbin menghasilkan pola
aliran radial.
Keperluan Daya
Dalam merancang tangki berpengaduk, keperluan daya merupakan suatu factor yang
penting. Konsumsi daya dihubungkan dengan densitas fluida ρ, viskositas fluida µ,
kecepatan rotasi N dan diameter impeller oleh suatu plot bilangan daya Np vs NRe.
Bilangan daya :
Np = P
ρ N3Da5
Dimana :
P = daya, J/detik atau W
NRe = bilangan Reynold = Da2Nρ/μ
Gambar 3.4 adalah suatu korelasi untuk impeller yang sering digunakan untuk cairan
Newtonian yang terdapat dalam tangki silinder yang bersekat. Kurva-kurva dalam
gambar 3.4 dapat digunakan untuk impeller yang sama dalam tangki tanpa sekat jika
NRe ≤ 300. Jika NRe > 300, konsumsi daya untuk tangki tanpa sekat adalah lebih kecil
dari tangki bersekat.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Gambar 3.4 Bilangan Daya vs Bilangan Reynold
Keterangan :
H = tinggi cairan
Dt = diameter tangki
Da = diameter impeller
J = lebar sekat
C = jarak dasar agitator dari dasr tangki
W = tinggi bilah agitator
L = lebar bilah agitator
Kurva 1 : turbin datar 6 bilah dengan disk, (lihat gambar 3.2) Da/W = 5; 4 sekat, Dt/J
= 12.
Kurva 2`: turbin datar terbuka 6 bilah, Da/W = 8; 4 sekat, Dt/J = 12.
Kurva 3 : turbin terbuka 6 bilah miring 45o, Da/W = 8; 4 sekat, Dt/J = 12.
Kurva 4 : propeller (lihat gambar 3.2), pitch = 2Da; 4 sekat, Dt/J = 10.
Kurva 5 : propeller ; pitch = Da; 4 sekat, Dt/J = 10.
Scale Up
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Pada industri proses, data percobaan system agitasi seringkali tersedia dalam skala
laboratorium atau skala pilot. Biasanya diinginkan untuk memperbesar hasil yang
diperoleh agar dapat merancang unit dengan skala penuh. Karena proses-proses yang
akan diperbesar (scale-up) sangat beragam, maka tidak ada metoda tunggal yang
dapat menangani semua masalah scale-up sehingga terdapat berbagai pendekatn
scale-up. Beberapa diantaranya :
4. Menyamakan kecepatan ujung untuk mendapatkan laju geser sama.
N1Da1 = N2Da2
5. Menyamakan bilangan Reynolds untuk mendapatkan pola aliran dan
kualitas pencampuran yang sama
Da12 N1ρ1µ1
= Da22 N2ρ2µ2
Untuk cairan yang sama, kecepatan pencampur besar :
N2= Da22 N2ρ2µ2
6. Menyamakan bilanagn Froude untik mendapatkan gelombang-gelombang
permukaan yang sama
N12Da1g
= N22Da2g
Daya untuk pencampur besar :
P2 = P1 x Da23
Da13
III.3. TATA KERJA
Pola Aliran
Prosedur kerja percobaan ini adalah :
8. Bejana diisi dengan air hingga ketinggian tertentu.
9. Salah satu impeller dipasang pada ujung poros.
10. Ditambahkan sejumlah kecil pellet plastik.
11. Kecepatan impeller dinaikkan dengan tambahan yang
kecil misalnya 25 rpm hingga pelet plastik terlihat mulai berputar-putar
dalam air.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
12. Ditambahkan sedikit air zat warna untuk melihat pola
lairan yang terbentuk. Ketika kecepatan ditingkatkan, udara akan terseret
dan gelembung-gelembung menjadi terdispersi di dalam air.
13. Percobaan diulangi dengan jenis impeller lain dan
pemasangan sekat di dalam bejana.
14. Gerakkan zat warna dan pelet untuk tiap variasi diamati.
Dispersi Padatan
Prosedur kerja percobaan ini adalah :
7. Bejana diisi dengan air hingga ketinggian tertentu.
8. Ke dalam bejana dimasukkan 25 gr pasir halus.
9. Impeller bilah datar dipasang pada ujung poros. Jarak pusat impeller ke
datar bejana 2 cm.
10. Kecepatan impeller dinaikkan dengan tambahan yang
kecil misalnya 25 rpm dan kemampuan pengangkatan, kawasan mati dan
gerakan partikel pasir diamati.
11. Percobaan diulangi untuk variasi jarak impeller dari
dasar bejana, jenis impeller dan pemasangan sekat.
12. Waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan
seragam pada berbagai variasi percobaan dicatat.
Pencampuran Cairan Yang Tidak Saling Melarut
Prosedur kerja percobaan ini adalah:
7. Bejana diisi dengan air hingga setinggi 10 cm dan minyak setinggi 2 cm.
8. Impeller bilah datar dipasang pada ujung poros. Jarak pusat impeller ke
dasar bejana 2 cm.
9. Kecepatan impeller dinaikkan dengan tambahan yang kecil misalnya 25 rpm
dan laju pencampuran dari kedua cairan. Diamati
10. Percobaan diulangi untuk variasi jarak impeller dari
dasar bejana, 3 dan 4 cm.
11. Percobaan diulangi untuk jenis impeller yang lain dan
pemasangan sekat di dalam bejana.
12. Waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan
seragam pada berbagai variasi percobaan dicatat.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Gambar 3.5. Susunan peralatan percobaan pencampuran fluida
(RW20 digital laboratory stirrer)
Keterangan:
7. Motor
8. Klem
9. Pengunci impeller
10. Impeller
11. Bejana/Beaker gelas
12. Statif
III.4. HASIL PERCOBAAN
Pola Aliran
Hasil percobaan berupa gambar pola aliran yang terbentuk untuk berbagai variasi
jenis impeller, ada atau tanpa sekat dalam bejana.
Dispersi Padatan
Kecepatan N Jenis Jarak Impeller Sekat Waktu pencampuran
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
(rpm) Impeller C (m) (ada/tanpa) (menit)
Kesimpulan:
Konfigurasi terbaik =
Kecepatan yang direkomendasi =
Pencampuran Cairan Yang Tidak Saling Melarut
Kecepatan
N (rpm)
Jenis
Impeller
Jarak Impeller
C (m)
Sekat
(ada/tanpa)
Waktu pencampuran
(menit)
Kesimpulan:
Konfigurasi terbaik =
Rentang kecepatan untuk tiap konfigurasi =
MODUL IV
ALAT PENUKAR PANAS PIPA SEPUSAT
(CONCENTRIC TUBE HEAT EXCHANGER)
IV.1 TUJUAN PERCOBAAN
1. Melaksanakan percobaan pertukaran panas dengan mengoperasikan alat
penukar panas secara searah dan berlawanan arah.
2. Melaksanakan percobaan pertukaran panas dengan memvariasikan suhu
aliran.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
3. Melaksanakan percobaan pertukaran panas dengan memvariasikan laju
aliran.
IV.2 TEORI
Dalam industri proses perpindahan panas memlalui dua fluida umumnya dilakukan
di dalam alat penukar panas (APP). Jenis APP yang paling umum adalah yang kedua
fluidanya tidak mengalami kontak langsung tetapi dipisahkan oleh dinding pipa atau
permukaan datar atau permukaan yang melengkung. Perpindahan panas dari fluida
panas ke dinding atau permukaan pipa adalah secara konveksi, melalui dinding pipa
atau plat secara konduksi dan kemudian secara konveksi ke fluida dingin.
Dilihat dari fungsinya, sebutan untuk alat perpindahan panas berbeda-beda:
Exchanger, APP yang memanfaatkan kembali panas diantara fluida proses.
Steam dan air tidak termasuk fluida proses tetapi sebgai utilitas
Heater, APP yang digunakan untuk memanaskan fluida proses. Steam
biasanya digunakan sebagai media panas.
Cooler, APP yang digunakan untuk mendinginkan fluida proses, biasanya
digunakan air.
Condensor, cooler yang bertugas untuk mengambil panas laten uap bukan
panas sensibel atau merubah fasa fluida proses.
Desuperheater, condensor yang berfungsi untuk menghilangkan panas
sensibel uap lewat panas.
Condensor sucooler, APP yang digunakan untuk mengembunkan uap jenuh
sekaligus menurunkan suhu cairan hingga dibawah suhu jenunhnya.
Reboiler, APP yang digunakan untuk menyediakan panas berupa panas laten
yang diperlukan fluida proses.
Evaporator, APP yang digunakan untuk memakatkan larutan dengan cara
menguapkan kandungan air umpan.
Vaporizer, sama dengan evaporator tetapi yang diuapkan adalah fluida selain
air.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Gambar 4.1 Aliran di dalam alat penukar panas pipa sepusat/ganda
Alat penukar panas yang paling sederhana adakah alat penukar panas pipa sepusat
atau pipa ganda seperti yang ditunjukkan dalam gambar 4.1. Satu fluida mengalir di
dalam pipa dan fluida lainnya mengalir di dalam ruang diantara pipa luar dan pipa
dalam. Arah aliran fluida pada penukar panas pipa ganda dapat divariasikan sbb :
1. Aliran searah/paralel (cocurrent)
2. Aliran berlawanan arah (countercurrent
Gambar 4.2 Profil suhu dalam APP untuk (a) aliran searah dan (b) aliran berlawanan
arah.
Gambar 4.2 (a) dan (b) menunjukkan profil suhu dalam APP pipa ganda untuk aliran
searah dan berlawanan arah. Notasi tH dan tC masing-masing adalah suhu fluida
panas dan suhu fluida dingin.
Alat penukar panas jenis pipa ganda digunakan terutama untuk laju alir fluida yang
kecil dengan luas permukaan perpindahan panas sekitar 100 – 200 ft2. APP pipa
ganda merupakan salah satu contoh APP jenis selongsong dan tabung (shell and
tube). Selain shell and tube, terdapat APP:
Jenis plat rata (flat-plate), APP jenis ini efentif untuk fluida yang kental
dengan viskositas hingga 300 Poise. Temperatur operasi maksimum sekitar
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
150oC dan tekanan di bawah 20 atm dengan luas permukaan perpindahan
panas 500 m2 (5400 ft2).
Aliran silang (crossflow), APP ini biasanya digunakan untuk mendinginkan
atau memanaskan gas seperti udara.
Penentuan Efesiensi APP
Dalam APP, besaran-besarab energi mekanik, energi potensial dan energi kinetik
kecil sekali dan dapat diabaikan. Fluida panas dengan suhu tHi akan melepaskan
panas sehingga suhunya turun menjadi tHo. Energi yang dilepaskan bentuk panas
sebesar :
WE = QH H CpH (tHi – tHo)
Panas yang dilepaskan ini akan diserap oleh fluida dingin, sehingga suhunya naik
dari tCi menjadi tCo. Besarnya energi yang diserap :
WC = QC C CpC (tCo – tCi)
Dengan QH, QC = laju alir volumnetrik fluida panas, fluida dingin, cc/detik, H C =
densitas fluida panas, fluida dingin, gr/cc dan CpH, CpC = kapasitas panas fluida
panas, fluida dingin, J/gr.oC
Berdasarkan hukum kekekalan energi, maka banyak energi yang diserap akan sama
dengan banyaknya energi yang dilepaskan. Tetapi kenyataannya, terdapat sebagian
energi yang hilang, yaitu sebesar :
Wloss = WE - WA
Efesiensi APP berdasarkan energi yang dilepas dan diserap:
100E
A
W
W
Efesiensi APP juga dpat dihitung berdasrakan suhu fluida :
1. Medium dingin
100
CiHi
CiCo
Ctt
tt
2. Medium panas
100
CiHi
HoHi
Htt
tt
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
3. Efesiensi suhu rata-rata :
1002
HC
mean
Beda Suhu Rata-Rata Logaritmik
Persamaan umum untuk perpindahan panas melalui suatu permukaan:
Q = U A ( T )
Dengan U= koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2.oC), A= luas
permukaan perpindahan panas (m2), T = beda suhu (oC), dan q = laju perpindahan
panas (W), digunakan hanya jika penurunan suhu ( T ) adalah konstan diseluruh
bagian permukaan pemanasan. Oleh karena itu, pers (8) hanya berlaku pada suatu
titik tertentu di dalam alat ketika fluida didiginkan atau dipanaskan. Namun, ketka
fluida mengalir sepanjang APP, fluida menjadi panas/dingin sehingga T berubah-
ubah terhadap posisi. Denan demikian diperlukan mT yang dapat digunakan untuk
keseluruhan APP, pers (8) menjadi :
Q = U A ( T m)
Dimana T m = beda suhu rata-
rata logaritmatik (LMTD) yang
didefinisikan sbb :
Besaran 1t dan 2t dapat dilihat oada gambar 4.2. LMTD tidak boleh
digunakan jika: U berubah cukup besar dan pola perubahnnya tidak beraturan serta
ada panas yang dibangkitkan pada salah satu sisi permukaan perpindahan panas.
Dalam percobaan ini, koefisien perpindahan panas menyeluruh, U dapat dihitung
dengan persamaan berikut :
AT
diserapyangdayaU
m
IV.3 TATA KERJA
Deskripsi Alat
2
1
21
lnt
t
ttTm
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Gambar 4.3 Tampak depan APP pipa ganda
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Gambar 4.4 Tampak belakang APP pipa ganda
Keterangan:
1. Tangki 9. Pengendali suhu 17. Termometer
2. Elemen pemanas 10. Termometer 18. Katup
3. Sekat 11. Katup 19. Flowmeter
4. Sensor 12. Termometer 20. Katup
5. Keluaran tangki 13. Pipa 21. Saluran masuk
6. Pompa 14. Termometer 22. Saluran keluar
7. Tutup tangki 15. Termometer 23. Flowmeter
8. Knop penyuplai listrik 16. Susunan katup 23. Katup buang
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Gambar 4.5 Pengaturan bukaan katup untuk mendapatkan aliran searah dan
berlawanan arah.
Spesifikasi APP yang digunakan:
Diameter luar pipa dalam (tube) : 15 (tebal dinding 0,7 mm)
Diamter luar pipa luar (shell) : 22 (tebal dinding 0,9 mm)
Ketebalan insulasi : 20 mm
Panjang perpindahan panas : 1,5 m
Luas permukaan perpindahan panas : 0,067 m2
Tata Kerja
Prosedur kerja percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Air ditampung dalam bak penampung air dan pemanas dihidupkan.
2. Arah aliran diatur apakah aliran searah atau berlawanan arah.
3. Pompa dihidupkan.
4. Air pendingin dari kran dialirkan melalui pipa air dingin masuk.
5. Setelah keadaan mantap tercapai, susu yang tertera pada keenam termometer
dan laju alir fluida panas dan dingin dicatat.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
6. Percobaan diulangi dengan memvariasikan laju air dan suhu air.
Gambar 4.6 Susunan peralatan untuk aliran berlawanan arah
IV.4 HASIL PERCOBAAN
Variasi suhu air panas/dingin
QH= cc/min
QC= cc/min
tHi
(oC)
tHm
(oC)
tHo
(oC)
tCi
(oC)
tCm
(oC)
tCo
(oC)
W
E
W
A
W
loss
mT
U
mean
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
(
W)
(
W)
(
W)
(
%)
(
oC)
(W/
m2.oC)
(
%)
(
%)
(
%)
Variasi laju alir air panas
QC= cc/min
Q
H
(c
c/min)
tHi
(oC)
tHm
(oC
)
tH
o
(o
C)
tC
i
(o
C)
tCm
(oC)
tCo
(oC
)
Q
H
(c
c/min)
W
E
(
W)
W
A
(
W)
W
loss
(
W)
(
%)
mT
(
oC)
U
(W/
m2.oC)
(
%)
(
%)
mean
(
%)
Variasi laju alir air dingin
QC= cc/min
Q
C
(c
c/min)
tHi
(oC)
tHm
(oC
)
tH
o
(o
C)
tC
i
(o
C)
tCm
(oC)
tCo
(oC
)
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Q
C
(c
c/min)
W
E
(
W)
W
A
(
W)
W
loss
(
W)
(
%)
mT
(
oC)
U
(W/
m2.oC)
(
%)
(
%)
mean
(
%)
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
MODUL V
PENGERING BAKI
(TRAY DRYER)
V.1 TUJUAN PERCOBAAN
1. Membuat kurva pengeringan dan kurva laju pengeringan untuk sautu padatan
basah yang dikeringkan dengan udara yang mmpunyai suhu dan kelembaban
tetap.
2. memperlihatkan pengaruh kecepatan udara terhadap laju pengeringan suatu
padatan basah didalam udara yang mempunyai suhu dan kelembaban tetap.
3. memperlihatkan pengaruh suhu udara terhadap laju pengeringan suatu padatan
basah dalam udara yang berkecepatan tetap.
V.2 TEORI
Tujuan Pengeringan
Pengeringan (drying) biasanya berarti pemisahan sejumlah kecil air atau zat cair lain
dari bahan. Evaporasi merujuk kepada pemisahan sejumlah besar air dari bahan.
Pada evaporasi air dipisahkan sebagai uap pada titik didihnya sedangkan pada
pengeringan air dipisahkan sebagai uap oleh udara.
Air yang terdapat dalam bahan padat dapat juga dipisahkan secara mekanik dengan
menggunakan penekan/pemeras, pemisah sentrifugal atau metoda lainnya.
Pemisahan air secara mekanik memerlukan biaya yang murah daripada pemisahan
secara termal. Oleh karena itu, biasanya kandungan air bahan diturunkan sebanyak-
banyaknya ecara mekanik sebelum diumpankan ke pengering termal.
Kandungan air di dalam bahan berbeda-beda dari satu bahan ke bahan lainnya.
Bahan yang sama sekali tidak mengandung air disebut kering tulang (bone-dry).
Pada umumnya bahan padat masih mengandung sedikit air. Garam meja yang telah
dikeringkan, misalnya ± 0,5 % air, batu kering ± 4 % dan kasein kering ± 8 %.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Biasanya pengeringan adalah tahapan akhir pemosesan sebelum pengemasan dan
membuat bahan seperti bubuk sabun menjadi lebih mudah ditangani.
Pengeringan atau dehidrasi bahan biologi terutama pangan digunakan sebagai teknik
pengawetan. Mikroorganisme yang menyebabkan makanan menjadi basi dan rusak
tidak dapat tumbuh dan berkembang biak tanpa adanya air. Banyak enzim yang dapat
enyebabkan perubahan kimia dalam makanan dan bahan biolgi lainnya jufa tidak
berfungsi baik jika tidak ada air. Mikroorganise biasanya tidak aktif pada kadar air <
10 %. Makanan kering dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama.
Metoda Umum Pengeringan
Metoda umum pengeringan dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara yang berbeda.
Proses pengeringan dapat dikelompokkan sebagai:
1. Batch, dimasukkan ke dalam peralatan pengering dan pengeringan
berlangsung selama periode waktu yang tertentu.
2. Kontunu, bahan ditambahkan secara terus menerus ke dalam pengering dan
bahan kering dipindahkan secara terus menerus.
Proses pengeringan dapat juga diklasifikasikan berdasarkan kondisi fisik yang
digunakan untuk menambahkan panas dan memindahkan uap air:
1. Bahan dikontakkan langsung dengan udara panas pada tekanan atmosfir dan
uap air terbentuk dipindahkan oleh udara. Pengering yang menggunakan cara
pengontakan seperti ini disebut pengering adiabatic atau pengering langsung.
2. Air diuapkan pada tekanan vakum dan panas ditambahkan secara tidak
langsung yaitu melalui pengontakan dengan dinding logam atau radiasi (suhu
rendah dapat juga digunakan pada tekanan vakum untuk bahan yang mudah
berubah warna atau terdekomposisi). Pengering jenis ini disebut pengering
nonadiabatik atau pengering tidak langsung.
3. Air disublimasi dari bahan beku pada freeze drying.
Peralatan Pengeringan
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
1. Tray dryer (pengering baki): pengering jenis ini disebut juga shelf, cabinet
atau compartment dryers. Pada pengering ini, bahan yang berupa padatan
kental, padatan pasta dihamparkan secara seragam di atas suatu baki logam
dengan kedalaman 10-100 mm. baki-baki yang dapat dipindahkan tersebut
diletakkan dalam suatu cabinet.
Udara yang dpanaskan dengan steam disirkulasi di atas dan parallel dengan
permukaan baki oleh suatu kipas. Selain steam dapat juga digunaan panas
listrik terutama untuk beban pemanasan rendah.
Setelah pengeringan selesai, cabinet dibua dan baki-baki ditukarkan dengan
baki-baki yang brisi bahan baru. Jika bahan yang dikeringkan berupa biji-
bijian, maka dapat digunakan ayakan yang merupakan dasar baki. Dengan
demikia udara dapat menembus unggun/hamparan padatan sehingga waktu
pengeringan menjadi lebih singkat.
2. Vacuum-shelf indirect dryer, pengerng ini mirip pengering baki, hanya asja
alat ini dilengkapi dengan pitu yang tertutup rapat sehingga dapat
dioperasikan pada tekanan vakum. Untuk operasi sushu rendah, air hangat
yang digunakan sebagai medium pemanasan. Pengering jenis ini biasanya
digunakan untuk engeringkan bahan yang mahal. Sensitive terhadap suhu,
atau mudah teroksidasi. Pengering ini sesui untuk menangani bahan dengan
pelarut yang mahal atau beracun.
3. Continuous tunne dryer, pengering ini seringkali merupakan truk atau ruang
baki yang dioperasikan secara seri. Padatan ditempatkan dalam truk atau baki
yang bergerak terus-menerus melalui suatu terowongan dimana udara panas
yang mengalir melalui permukaan tiap baki secara searah atau berlawanan
arah. Kebanyakan makanan dkeringkan dengan cara seperti ini. Jika padatan
yang dikeringkan berbentuk biji-bijian, maka dapat digunakan konveyor
kontinu yang berlubang-lubang. Bahan basah disebarkan membentuk lapisan
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
tebal 25-15- mm diatas ayakan sementara udara panas dihembuskan ke atas
menembus unggun padatan basah. Alat ini dilengkai dengan kipas dank oil
pemanas.
4. Rotary dryer, alat ni terdiri dari suatu silinder berongga yang berotasi dan
biasanya dipasang agak mirng. Padatan diumpankan pada ujung yang lebih
tinggi dan bergerak sepanjang selongsong ketika ia berotasi. Pemanasan
terjadi melalui pengontakan secara langsung gas panas dengan bahan baah.
Pemanasan dapat uga dilakukan secara tidak langsung yaitu melalui dinding
silinder/silinder yang dipanaskan.
5. Drum dryer, pengerngan ini terdiri dari suatu rol logam yang dipanaskan.
Pada sebela luar rol terdapat selapisan tipis cairan atau slurry yang
berevaporasi hingga kering. Drum dryer sesuai untuk mengeringkan bubur
atau pasta dengan padatan halus yang tersuspensi.
6. Spray dryer, pada alat ini bubur disemburkan sebagai tetesan-tetesan halus ke
alur gas panas. Air akan menguap cepat dari tetesan meninggalkan padatan
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
kering. Padatan yang dihasilkan biasanaya ringan dan aga berpori-pori.
Bubuk susu kering diperoleh dengan cara ini.
Defenisi-defenisi
1. Kadar uap lembap (moisture content), basis basah. Biasanya dinyatakan
dalam % berat uap lembap, yaitu:
𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟
𝑘𝑔 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ− 100 =
𝑋
1+𝑋100
(
1)
2. Kadar uap lembap, basis kering, dinyatakan:
𝑘𝑔 𝑎𝑖𝑟
𝑘𝑔 𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔− 100 = 100𝑋 (2)
3. Kandungan uap lembap kesetimbangan, X*, yaitu kandungan uap lembap zat
ketika berada pada kesetimbangan dengan tekanan parsial uap tertentu.
4. Air terikat, uap lembap yang terkandung dalam zat yang mana tekanan uap
kesetimbangan lebih kecil dari tekanan uap cairan murn pada suhu yang
sama.
5. Air tak terikat, uap lembap yang terkandung dalam zat yang mana tekanan
uap kesetimbangan sama dengan tekanan uap cairan murni pada suhu yang
sama.
6. Air bebas yaitu uap lembap yang dikandung oleh suatu zat melebihi uap
lembap kesetimbangan: X-X*. hanya air bebas yang dapat diuapkan, dan
kandungan air bebas suatu padatan tergantung pada konsentrasi uap didalam
gas.
Gambar 5.1 menunjukkan hubungan-hubungan di atas dengan grafi untuk suatu
padatan dengan kandungan uaplembap X yang dikontakkan langsung dengan udara
berkelembaban relatif A.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Laju Pengeringan Batch
Agar dapat menyusun rencana pengeringan dan menentukan ukuran peralatan, maka
perlu diketahui waktu yang diperlukan untuk mengeringkan suatu bahan dengan
kadar uap lembab tertent pada kondisi yang ditetapkan. Percobaan-percobaan
pengukuran perlu dilakukan untuk tujuan-tujuan tersebut.
Laju pengeringan dapat ditentukan untuk suatu sampel bahan dengan
memasukkannya k dalam alat/kabinet yang dilalui oleh alur udara. Kemudian berat
sampel diukur sebagai fungsi dari waktu. Dari data yang diperoleh selama percobaan
tersebut dapat digambar kurva kandungan uap lembap sebagai fungsi waktu seperti
yang ditunjukkan dalam gambar 5.2 (a) Kurva ini bermanfaat untuk menentukan
waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan dengan kuantitas yang lebih besar pada
kondisi yang sama.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Gambar 5.2 (b) menunjukkan kurva laju pengeringan untuk kondisi pengeringan
konstan. Pada saat t=0, kandungan ai bebas awal ditunjukkan pada titik A. pada
mulanya padatan biasanya bersuhu lebih endah daripada suhu akhir dan laju
penguapan akan meningkat. Pada titik B, suhu permukaan naik hingga ke harga
kesetimbangan. Sebaliknya jika padatan agak panas pada awalnya, maka laju akan
dimulai pada titik A’. periode tak mantap ini biasanya agak singkat dan seringkali
diabaikan dalam analisis waktu pengeringan. Dari titik B ke C kurva adalah lurus ini
berarti selama periode ini, slope dan laju pengeingan adalah konstan. Periode ini
disebut periode laju pengeringan konstan. Pada titik C, laju pengeringan mulai
berkurang hingga mencapai titik D. Periode laju pengeringan menurun ini seringkali
linear. Pada titik D, aju pengeringan menurun semakin cepat, hingga mencapa titik E
dimana kandungan uap lembap kesetimbangan adalah X*.
Kurva laju pengeringan dapat diperoleh dengan menentukan gradien-gradien dari
garis-garis singgung pada kurva kandungan uap lembap vs waktu yang akan
memberikan harga-harga dX/dt pada t tertentu. Laju pengeringan, R dihitung untuk
tiap titik:
𝑅 = −𝐿𝑠𝐴
𝑑𝑋
𝑑𝑡
Dengan Ls = kg padatan kering yang digunakan dan A = luas permukaan padatan
yang berkontak langsung dengan gas pengering. Kemudian kurva laju pengeringan
diperoleh dengan memplot R vs kandungan uap lembap.
Pengeringan bahan-bahan padat yang berlainan pada kondisi konstan yang berbeda-
beda akan memberikan kurva-kurva dengan bentuk yang berbeda-beda pula, tetapi
pada umumnya terdapat dua kurva laju pengeringan yang utama yaitu periode laju
konstan dan laju menurun.
Pengaruh Variabel Proses Terhadap Periode Laju Pengeringan Konstan
1. Kecepatan udara, jika tidak terdapat perpindahan panas secara konduksi dan
radiasi, maka laju pengeringan sebanding dengan koefisien perpindahan
panas (W/m2.K), h dan G0,8 untuk udara yang mengalir paralel permukaan
bahan.
h = 0,0204 G0,8
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
dengan G = kecepatan massa, kg/jam.m2. persamaan (4) berlaku untuk suhu
udara 45-150 oC dan G = 2450-29300 kg/jam.m2 atau kecepatan 0,61-7,6 m/s.
2. Kelembapan gas, jika kelembapan gas kurang, maka laju pengeringan akan
meningkat.
3. Suhu gas, jika suhu gas meningkat maka laju pengeringan juga meningkat.
4. Ketebalan padatan yang dikeringkan, jika perpindahan hanya oleh konveksi
daja, maka laju pengeringan tidak bergantung pada ketebalan padatan.
Namun, waktu untuk mengeringkan kandungan uap lembap bahan dari X1 ke
X2 berbanding langsung dengan ketebalan bahan.
V.3 TATA KERJA
Deskripsi Alat
Gambar 5.3 Tray Dryer
Keterangan:
1. Psychrometer
2. Siku-siku
3. Steker
4. Tombol on/off kipas
5. Tombol pengendali kecepatan
6. Tombol on/off pemanas
7. Tombol pengendali daya
8. Kipas
9. Celah hulu
10. Tombol on/off timabgan
11. Timbangan
12. Digital anemometer
13. Pintu dryer
14. Baki-baki sampel
15. Celah hilir
Spesifikasi pengering yang digunakan:
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Kecepatan udara maksimum : 1,5 m/s
Suhu udara maksimum : 80 oC
Tata Kerja
Prosedur kerja percobaan ini adalah:
1. Sejumlah tertentu bahan basah diisi ke dalam baki-baki dengan kedalaman
mesing-masing sekitar 10 mm. Jika pasir kering digunakan sebagai bahan
percobaan, maka terlebih dahuu timbang pasi kering tersebut, kemudian
rendam dalam ember berisi air. Pasir ditiriskan sebelu dimasukkan ke dalam
baki. Berat pasir basah harus dicatat ketika pengeringan dimulai.
2. Tombol kipas dihidupkan dan kecepatan kipas diatur pada posisi tengan dan
pengendali pemanas pada posisi maksimum ketika perhitungan
waktu/pengamatan dimulai.
3. Berat sampel di dalam baki dicatat pada interval waktu tertentu hingga
percobaan selesai, yaitu ketika berat sampel telah konstan.
4. Percobaan diulangi untuk variasi yang lain, yaitu ukuran partikel, kecepatan
udara atau suhu udara.
V.4 HASIL PERCOBAAN
Kurva-kurva pengeringan
Berat bahan kering = kg
Waktu (menit)
Berat Sampel Basah (kg)
Kandungan uap lembap, X
𝑋 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔=𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Plot kandungan uap lembap, X terhadap waktu dari hasil-hasil percobaan dan
perhitungan. Kemudian kurva ini dideferensiasi pada titik-titik tertentu untuk
mendapatkan plot laju pengeringan vs kandungan uap lembap.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Efek Ukuran Partikel
Ukuran Sampel µm µm
Berat sampel kering
(kg)
Waktu (menit) 0 0
Berat bahan basah
(kg)
Kandungan uap
lembap, X
Dari hasil percobaan, plot kurva pengeringan yang menghubungkan kandungan uap
lembap dengan waktu untuk tiap run. Kurva yang telah diperoleh dideferensiasikan
untuk membuat kurva laju pengeringan vs kandungan uap lembap. Berilah komentar
terhadap hasil yang diperoleh.
Efek Kecepatan Udara
Kecepatan udara
(m/s)
V1 = V2 =
Berat sampel kering
(kg)
Waktu (menit) 0 0
Berat bahan basah
(kg)
Kandungan uap
lembap, X
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Dari hasil percobaan, plot kurva pengeringan yang menghubungkan kandungan uap
lembap dengan waktu untuk tiap run. Kurva yang telah diperoleh dideferensiasikan
untuk membuat kurva laju pengeringan vs kandungan uap lembap. Berilah komentar
terhadap hasil yang diperoleh. Apakah kecepatan udara mempunyai pengaruh
langsung terhadap periode aju menurun?
Efek Suhu Udara
Kecepatan udara = m/s
Berat sampel kering = kg
Suhu bola kering (Tv)
oC
Suhu bola basah (Ti)
oC
Tv – Ti
Waktu (menit) 0 0
Berat bahan basah
(kg)
Kandungan uap
lembap, X
Dari hasil percobaan, plot kurva pengeringan yang menghubungkan kandungan uap
lembap dengan waktu untuk tiap run. Kurva yang telah diperoleh dideferensiasikan
untuk membuat kurva laju pengeringan vs kandungan uap lembap. Berilah komentar
terhadap hasil yang diperoleh.
Pada laju pengeringan konstan:
𝑅𝑐 ∝ ℎ𝑣(𝑇𝑣 − 𝑇𝑖)
Dimana, Rc = laju pengeringan selama periode laju pengeringan konstan, hv =
koefisien perpindahan panas total (terutama konvektif), Tv = suhu gas pengering dan
Ti = suhu antarmuka cair/gas = suhu bola basah udara pengering. Temperatur bola
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
basah adalah suhu keadaan tunak dan tak kesetimbangan yang dicapai oleh sejumlah
kecil massa zat cair yang dicelupkan pada keadaan adabatik di dalam suatu arus gas
dengan sumbu yang jenuh air. Laju pengeringan sebanding dengan selisih suhu bola
kering dan bola basah dari udara.
V.5 LAMPIRAN
Hubungan suhu dan kecepatan pada penyetelan daya maksimum
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
MODUL VI
KOLOM ABSORPSI GAS
(GAS ABSORPTION COLUMN)
VI.1. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengukur absorpsi CO2 ke dalam air yang mengalir menuruni kolom,
menggunakan peralatan analisis gas yang tersedia.
2. Menghitung laju absorpsi CO2 ke dalam air dari analisis larutan cair yang
mengalir menuruni kolom absorpsi.
3. Mengitung laju absorpsi CO2 ke dalam larutan NaOH dari analisis larutan
cair yang mengalir menuruni kolom absorpsi.
4. Menunjukkan bahwa jumlah CO2 yang dipindahkan dari alur udara sama
dengan jumlah yang diserap oleh alur larutan NaOH.
5. Menentukan koefisien perpindahan massa menyeluruh.
VI.2. TEORI
Banyak bahan proses kimia dan zat biologi merupakan campuran dari berbagai
komponen di dalam fasa gas, cair atau padat. Untuk memisahkan satu atau lebih
komponen dari campuran asal, maka bahan tersebut harus dikontakkan dengan fasa
lain. Akibat pengontakan ini, zat terlarut dapat berdifusi, dari satu fasa ke fasa
lainnya. Biasanya kedua fasa ini tidak saling melarut atau hanya saling melarut
sedikit saja. Pasangan dua fasa ini dapat berupa gas-cair, gas-padat, cair-cair, atau
cair-padat. Jika kedua fasa yang berkontak ini adalah pasangan gas-cair, maka unit
operasi ini disebut absorpsi.
Pada absorpsi, zat terlarut A atau beberapa zat terlarut diserap dari fasa gas ke dalam
fasa cair. Proses ini melibatkan difusi atau perpindahan massa secara molekul dan
turbulen zat terlarut A melalui B yang stagnant masuk ke dalam cairan C yang
stagnant. Sebagai contoh : absorpsi NH3 (A) dari udara (B) oleh air (C). Biasanya
larutan NH3 – air yangkeluar dari kolom absorpsi didistilasi untuk memulihkan NH3.
Peralatan Absorpsi
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-1
Untuk mengontakkan gas/uap dan cairan yang digunakan berbagai jenis peralatan,
diantaranya
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-2
1. Sieve tray tower. Pada sieve tray, gelembung uap mengalir ke atas melalui
lubang-lubang yang terdapat pada tray. Ukuran lubang sekitar 3 – 12 mm.
Luas lubang uap bervariasi sekitar 5 – 15% dari luas tray. Cairan
dipertahankan di atas permukaan tray dan dicegah oleh energi kinetik gas/uap
untuk mengalir ke bawah melalui lubang-lubang uap. Kedalaman cairan
diatas tray dipertahankan oleh suatu over flow wair (tanggul). Cairan
limpahan mengalir ke bawah melalui downspout.
2. Valve tray tower. Jenis ini merupakan modifikasi dari sieve tray. Tray ini
terdiri dari bukaan-bukaan yang diberi penutup yang dapat terangkat. Luas
bukaan bervariasi tergantung pada aliran uap.
3. Bubble cap tray tower. Saat ini sudah jarang digunakan karena harganya yang
mahal. Pada tray ini, uap atau gas mengalir ke atas melalui bukaan tray
menuju bubble cap. Kemudian uap mengalir melalui slots (celah-celah) yang
terdapat pada cap dan bergelembung menembus cairan menuju ke atas.
4. Packed tower. Menara ini terdiri dari suatu kolom silinder yang diisi dengan
packings (isian). Packing ini berfungsi untuk memperluas bidang
pengontakan cairan dan gas. Kebanyakan packings terbuat dari bahan yang
inert dan murah seperti plastik, porselen, grafit dan sebagainya.
Gambar 6.1. menunjukkan sieve tray dan bubble cap, sedangkan gambar 6.2.
menunjukkan beberapa jenis packing.
(a) (b)
Gambar 6.1. (a) Sieve tray dan (b) Bubble cap tower tray
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-2
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-3
Gambar 6.2. Jenis-jenis packing
Beberapa perbandingan antara menara isian dengan menara tray:
Menara isian sesuai untuk perbandingan cairan terhadap gas yang tinggi,
Penurunan tekanan di dalam menara isian > menara tray untuk laju gas yang
sama,
Kapasitas menara isian < menara tray,
Sistem utilitas lebih mudah dipasang dalam menara tray
Menara isian lebih sukar dibersihkan daripada menara tray
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-3
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-4
VI.2. TATA KERJA DAN HASIL
Deskripsi alat
Gambar 6.3. Kolom absorpsi gas
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-4
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-5
Keterangan:
1. tangki air (penampung)
2. kran/katup
3. manometer air raksasa
4. flowmeter
5. peralatan Hempl
6. katup pengendali aliran udara
7. kran pengambilan sampel gas
8. katup pengendali aliran air
9. flowmeter
10. katup pengendali aliran gas
11. kran pengambilan sampel gas
12. kompresor udara
13. pompa air
14. kran pembuangan
C2 katup pengendali airan
udara
C4 katup keluaran air
Spesifikasi kolom absorpsi gas yang digunakan:
Diameter kolom = 75 mm
Jenis packing = Raschig ring
Jumlah packing = 7 liter
Gambar 6.4. Susunan peralatan percobaan
Absorpsi CO2 ke dalam Air – Penggunaan Peralatan Analisis Gas
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-5
Peralatan yang dibutuhkan:
1. Tabung CO2 yang dilengkapi dengan regulator tekanan, dihubungkan dengan
regulator R pada tempat masuk gas di peralatan percobaan.
2. Larutan NaOH 1 M sebanyak 300 ml. Corong dan pipa kecil untuk pengisian
NaOH ke peralatan pengisian analisis gas (Hempl).
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-6
Prosedur Percobaan:
1. kedua bola pada peralatan Hempl diisi dengan larutan NaOH 0,1 M.
Sementara itu, level pada bola diatur hingga tepat pada tanda ‘0’ dengan
menggunakan katup buang Cv (lihat langkah A pada gambar 6.5). gunakan
suatu beaker untuk menampung larutan yang dibuang.
2. tangki air diisi dengan air kran sebanyak ¾ volum tangki.
3. katup pengendali aliran gas C2 dan C3 ditutup. Pompa air dihidupkan dan laju
air diatur sebesar 6 liter/menit pada flowmeter F1 dengan mengatur katup
pengendali F1.
4. kompresor dihidupkan dan katup pengendali C2 diatur untuk mendapatkan
aliran udara sekitar 30 liter/menit dalam flowmeter F2.
5. katup pengendali tekanan pada tabung CO2 dibuka dengan hati-hati dan katup
C3 diatur sehingga diperoleh harga pada flowmeter F3 kira-kira ½ dari aliran
udara F2. Katup pengendali C4 diatur untuk mempertahankan permukaan
cairan pada dasar kolom absorpsi.
6. sampel gas diambil secara simultan dari S1 dan S2 setelah 15 menit operasi
tunak. Kandungan CO2 dalam sampel dianalisis secara berturutan seperti
yang telah ditunjukkan dalam gambar 6.5.
7. saluran sampel dibilas dengan menyedot berulang-ulang dari saluran
menggunakan piston gas dan membuang isi silinder ke atmosfir. Volume
silinder sekitae 100 cc. Volume pipa yang berhubungan dengan peralatan
diestimasi. Kemudian diputuskan perlu berapa kali untuk mengisap dan
membuang (Langkah B dan C).
8. setelah bola absorpsi dan bukaan atmosfir ditutup, silinder diisi dengan
sampel dari saluran tertentu dengan menarik piston secara perlahan (Langkah
B). Volume yang harus dimasukkan ke dalam V1 kira-kira 20 ml untuk
percobaan ini. Kemudian ditunggu sekitar 2 menit agar suhu gas sama dengan
suhu silinder.
9. sambungan silinder dengan kolom dan bola absorpsi ditutup. Isi silinder
dibuang ke udara. Tutup setelah 10 detik (Langkah D).
10. silinder dengan bola absorpsi dihubungkan. Level cairan tidak boleh berubah.
Jika telah berubah, maka hubungkan ke atmosfir lagi.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-6
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-7
11. level di dalam pipa ditunggu hingga penunjuk berada pada ‘0’ yang
menunjukkan bahwa tekanan di dalam silinder adalah tekanan atmosfir.
12. piston ditutup dengan hati-hati untuk mengosongkan silinder ke bola
absorpsi. Kemudian tarik piston lagi. (Langkah E dan F). Langkah E dan F
dilakukan berulang kali hingga tidak terjadi perubahan level. Kemudian baca
penunjuk tanda pipa = V2. Angka ini merupakan volum gas yang diambil.
Gambar 6.5. Peralatan Hempl untuk analisis gas
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-7
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-8
Perhitungan:
1. Kadar CO2 dalam sampel gas
Dari penggunaan peralatan Hempl, didapat fraksi volum CO2 = V2/V1.
Untuk gas ideal, fraksi volume = fraksi mol = Y. Periksa apakah sampel yang
diambil dari inlet ke kolom absorpsi sama dengan harga fraksi CO2 seperti
yang ditunjukkan oleh inlet flowmeter.
yaitu: (V2
V1)
i = Yi =
F3
F2+ F3
Bacaan pada inlet Perhitungan
F3
(CO2)
liter/
detik
F2
(udara)
liter
/detik
V1
ml
V2
ml F3
F2+ F3
(V2
V1)
i
= Yi
Dari flowmeter Dari alat
Hempl dan
Titik sampel F3
2. Perhitungan jumlah CO2 yang diserap dalam kolom dari analisis sample pada
inlet dan outlet.
Dari analisis peralatan Hempl, fraksi volum CO2 dalam alur gas pada inlet =
(V2
V1)
i = Yi dan pada oulet Yo = (
V2
V1)
o
Jika Fa adalah jumlah CO2 liter/detik yang diserap antara puncak dan dasar,
maka [ F2 + F3 ] Yi – [ F2 + (F3 – Fa) ] Yo = Fa (2)
CO2 masuk CO2 keluar CO2 yang diserap
maka: Fa = (Yi – Y o)(F2 – F 3)
1 – Yo =
(Yi – Y o)
1 – Yox (total gas masuk)
Kondisi inlet Outlet CO2
yang
diserap
Fa
l/detik
Aliran gas liter/detik Sampe
l gas
Yi =
Sampel
gas
Yo =
(V2
V1)
o
U
dara
F
CO
2
F3
Tot
al
F2
(1)
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-8
2
+ F3
(V2
V1)
i
Catatan: liter/detik dapat dikonversi menjadi gmol/det sbb.:
Ga = Fa
22,42 x(
tekanan kolom rata-rata mmHg
760)x(
273
suhu kolom rata-rata C+273o )
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-9
Absorpsi CO2 ke dalam Air – Analisis Larutan
Prosedur percobaan:
1. tangki air diisi dengan air sebanyak ¾ volume tangki (VT liter).
2. katup pengendali aliran gas C2, dan C3
ditutup. Pompa air dihidupkan dan laju alir
diatur sebesar 6 liter/menit pada flowmeter F1
dengan mengatur katup pengendali C1.
3. kompresor dihidupkan dan katup
pengendali C2 diatur untuk mendapatkan aliran
udara sekitar 10% pada skala penus flowsheet
F2.
4. katup pengendali tekanan pada tabung
CO2 dibuka dengan hati-hati dan katup C3
diatur sehingga diperoleh harga pada flowsheet
F3 kira-kira ½ dari aliran udara F2. Katup
pengendali C4 diatur untuk mempertahankan permukaan cairan pada dasar
kolom absorpsi.
5. sampel diambil dengan interval waktu 10 menit dari S4 dan S5 setelah 15
menit operasi tunak.
Analisis CO2 yang larut dalam air
Air yang digunakan untuk absorpsi harus di-deonisasi karena garam-garam yang
larut dapat mempengaruhi hasil analisis. Jika air kran yang digunakan, maka ion
logam yang terdapat dalam air < 1,0 mg/liter dan pH harus: 7,1 – 7,8.
Larutan kimia yang diperlukan:
1. indikator fenolftalen, grade A.R. dengan pelarut air yang bebas CO2.
2. larutan standar NaOH 0,02777 M, dibuat dengan melarutkan NaOH 1 M
sebanyak 27,7 ml ke dalam 1 liter air suling bebas CO2.
3. larutan NaHCO3 0,01 M, dibuat dengan melarutkan 0,1 gram natrium
bikarbonat anhidrat ke dalam 100 ml air suling bebas CO2.
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-9
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-10
Prosedur:
1. sampel cairan S5 diambil dari tangki air atau tempat aliran keluar S4 kira-
kira 150 ml.
2. sampel dituang ke dalam gelas ukur 100 ml hingga mencapai tanda
100 ml,
3. ditambahkan 5 – 10 tetes larutan indikator fenolftalen; jika larutan segera
berubah menjadi warna merah, berarti tidak ada CO2 bebas. Jika sampel
tetap tak berwarna titrasi dengan larutan staandar NaOH 0,0277 M. Aduk
dengan perlahan hingga larutan berubah menjadi warna merah jambu
selama sekitar 30 detik. Perubahan warna ini adalah titik akhir. Volume
larutan NaOH yang ditambahkan dicatat, VB.
Untuk hasil yang terbaik, gunakan suatu pembanding warna standar,
disiapkan dengan menambah sejumlah volume larutan fenolftalen yang
sama ke dalam 100 ml larutan NaHCO3 0,01 M di dalam suatu gelas ukur
yang sama.
Perhitungan
Jumlah CO2 bebas di dalam sampel air dihitung dari:
gmol/liter CO2 bebas = VBx 0,0277
ml sampel = Cd
Kelarutan CO2 dalam air merupakan fungsi dari suhu.
Bacaan yang harus diambil:
F1 = liter/detik
VT = volum air dalam sistem (liter)
Wakt
u
(meni
t)
Dari S5 (sama dengan
kondisi pada puncak kolom)
Dari titik keluaran cairan,
S4
VB
(ml)
Cd di dalam
tangki [Cdi]
gmol/liter
VB
(ml)
Cd di dalam
tangki [Cdi]
gmol/liter
10
20
30
40
50
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-10
60
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-11
Perhitungan:
1. CO2 yang diserap dalam waktu tertentu (misal 30 menit):
Laju rata-rata = [Cdi (t = 40)− Cdi (t = 10)]xVT
30x60 gmol/liter
2. CO2 yang diserap sepanjang kolom pada waktu tertentu:
CO2 terlarut dalam aliran masuk = F1.Cdi gmol/detik
CO2 terlarut dalam aliran keluar = F1.Cdo gmol/detik
Maka laju absorpsi = F1 [Cdi – Cdo] gmol/detik
Absorpsi CO2 ke dalam Larutan Encer NaOH – Analisis Larutan
Prosedur percobaan:
1. tangki air diisi sebanyak ¾ volum tangki dengan larutan NaOH 0,2 M.
2. katup pengendali aliran gas C2 dan C3 ditutup. Pompa cairan dihidupkan dan
laju alir NaOH diatur kira-kira 3 liter/min pada flowmeter F1 dengan
mengatur katup pengendali C1.
3. kompresor dihidupkan dan katup pengendali C2 diatur untuk mendapatkan
aliran udara sekitar 30 liter/min pada flowmeter F2.
4. katup pengendali tekanan pada tabung CO2 dibuka dengan hati-hati dan katup
C3 diatur sehingga diperoleh harga pada flowmeter F3 kira-kira 3 liter/min.
Katup pengendali C4 diatur untuk mempertahankan permukaan cairan pada
dasar kolom absorpsi.
5. sampel diambil dengan interval waktu 20 menit dari S4 dan S5 secara
simultan setelah 15 menit operasi tunak. Sampel diambil sebanyak 250 ml
pada waktu yang diketahui. Kedua sampel dianalisis berdasarkan prosedur
berikut.
Analisis CO2 yang larut dalam larutan NaOH
Absorpsi CO2 dari campuran CO2 dan udara ke dalam larutan NaOH dicirikan
oleh reaksi berikut :
CO2 + 2 NaOH → Na2CO3 + H2O
Dibawah kondisi yang dipilih untuk percobaan absorpsi, jumlah CO2 yang
berpindah dari alur udara dapat diestimasi dari jumlah NaOH dan Na2CO3 di
dalam
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-12
dalam sampel larutan dengan anggapan tidak ada CO2 bebas yang tersisa di dalam
cairan.
Dalam menggunakan teknik titrasi, pertama-tamaasam digunakan untuk
menetralkan NaOH dan pada saat yang sama mengubah semua Na karbonat
menjadi bikarbonat. Titrasi seterusnya dengan asam akan menetralkan semua
bikarbonat. Dengan demikian konsentrasi total karbonat dapat diestimasi, yang
berarti jumlah CO2 yang diserap dapat ditentukan.
Larutan yang diperlukan:
1. indikator fenolftalen, grade A.R. dengan pelarut air yang bebas CO2.
2. Indikator metil jingga disediakan dengan cara yang sama.
3. Satu liter asam klorida 0,2 M yang telah dibakukan.
4. Satu liter larutan barium klorida 5% berat.
Prosedur:
1. 250 ml sampel diambil dari keluaran cairan kolom absorpsi atau tangki
penampung dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ke dalam 2 erlenmeyer
lain diisi dengan sampel tersebut masing-masing 50 ml.
2. erlenmeyer 1: tambahkan satu tetes fenolftalen dan titrasi dengan larutan
standar HCl hingga warna merah jambu tepat hilang. Catat volum asam yang
digunakan, T1 yaitu yang dibutuhkan untuk menetralkan semua hidroksida
dan mengubah karbonat menjadi bikarbonat. Kemudian tambahkan satu tetes
metil jingga ke dalam erlenmeyer dan lanjutkan titrasi dengan HCl standar
hingga tercapai titik akhir. Total asam yang ditambahkanhingga tercapai titik
akhir kedua ini, T2 mewakili netralisasi semua bikarbonat adalah (T2 – T1).
3. erlenmeyer 2: tambahkan sekita 10% atau lebih dari harga (T2 – T1) larutan
barium klorida ke dalam erlenmeyer dan goyang. Larutan barium klorida
yang ditambahkan ini akan mengendapkan seluruh karbonat yang terdapat
dalam sampel sebagai barium karbonat. Kemudian tambahkan 2 tetes
fenolftalen dan titrasi dengan asam hingga titik akhir. Volum asam yang
ditambahkan, T3 mewakili jumlah yang dibutuhkan untuk menetralkan hanya
NaOH mula-mula saja
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-13
(T2 – T3) mewakili selisih antara tital asam yang dibutuhkan untuk karbonat
dan hidroksida dan yang dibutuhkan untuk hidroksida saja.
Keseluruhan: Na2CO3 + 2HCl → 2NaCl + H2O + CO2
Perhitungan:
1. konsentrasi NaOH dalam sampel asal
Cc = T3
50 x 0,2 M (gmol / liter)
2. konsentrasi Na2CO3 dalam sampel asal:
CN = (T2- T3)
50 x 0,2 M x 0,5
3. jumlah CO2 yang disisihkan dari campuran udara:
selama interval waktu atau antara puncak dan dasar kolom, CN akan
bertambah karena CO2 diserap sebanyak ekimolar, sedangkan Cc berkurang
sebanyak 2x molar.
Bacaan:
Volum larutan dalam sistem: liter (VT)
Laju larutan (F1) : liter/detik
W
aktu
(
min)
Analisis sampel cair
Dari tangki penampung Dari keluaran cairan, S4
T
1
m
l
T
2
m
l
T
3
m
l
C
c
C
N
T
1
T
2
T
3
C
c
C
N
0
2
0
4
0
6
0
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-13
Perhitungan:
Jumlah CO2 yang diserap sepanjang kolom seperti yang diukur dari sampel yang
diambil secara simultan dari tangki pengumpan ke puncak kolom dan pada
keluaran di dasar kolom diberikan oleh:
CO2 yang diserap = laju aliran cairan x [(CN)o – (CN)i]
(gmol/detik) (liter/detik) (gmol/liter)
= laju alir cairan x ½ [(Cc)i – (Cc)o]
dengan cara yang sama, selama periode waktu θ detik setelah sampel I diambil
dari S5;
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-14
CO2 yang diseap = volum cairan total x [(Cc)t = θ– (Cc)t = 0]
Ket.: o = outlet; I = inlet
Absorpsi CO2 ke dalam Larutan Encer NaOH – Neraca Massa dalam Kolom
Pada keadaan tunak, perpindahan gas yang
diserap dari alur gas akan sama dengan yang
dipindahkan ke cairan.
Misalkan:
Li dan Lo = volum cairan yang masuk dan
meninggalkan kolom
Gi dan Go = total molal gas yang masuk dan
meninggalkan kolom.
Yi dan Yo = fraksi mol CO2 yang masuk dan
meninggalkan kolom
Gi – Go (gmol/detik) (1)
karena tidak ada udara yang larut dalam larutan
Berdasarkan percobaan sebelumnya jumlah CO2 yang dipindahkan dari alur cairan
sama dengan jumlah ion karbonat yang dihasilkan:
LoCNO – LiCNi (gmol/detik)
Tujuan percobaan ini adalah membuktikan bahwa pers. (1) = (2). Dalam percobaan
ini aliran cairan yang masuk dan meninggalkan kolom adalah sama (Li = Lo), aliran
gas adalah tidak sama karena terjadinya perpindahan CO2 dan juga karena penurunan
tekanan di sepanjang kolom.
Go dapat dihitung dari neraca molar alur udara
Go (1 – Yo) = Gi (1 – Yi)
Gi dapat dihitung dari kenyataan bahwa satu gram mol akan menempati volum
sebesar 22,43 liter pada 273 K dan 760 mmHg:
Gi = (F2+ F3)
22,42 x
760+ ∆P kolom
760 x
273
suhu kolom K
dan Yi dan Yo diestimasi dengan cara penyampelan seperti percobaan sebelumnya
(percobaan 1).
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-14
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-15
Prosedur:
Sama seperti percobaan 3 kecuali bahwa sampel gas pada inlet dan outlet harus
diambil seperti yang dijelaskan pada percobaan 1.
Karena komposisi cairan berubah secara perlahan akibat penyerapan CO2 secara
progresif, keadaan tunak hanya dapat didekati dengan mengambil sampel pada waktu
yang hampir bersamaan.
Oleh karena itu, setelah cairan dan gas disirkulasi dengan laju tertentu selama 5
menit, diambil:
1. sampel outlet gas, untuk mendapatkan Yo
2. sampel outlet cairan dari titik S4 segera setelah langkah 1.
3. Sampel cairan dari tangki penampung S5 pada waktu yang sama.
4. Sampel gas masuk, yang seharusnya konstan dan oleh karena itu dapat
diambil terakhir.
Bacaan yang harus diambil:
Kuantitas Unit Simbo
l
Keterangan
Laju alir udara Liter/m
in
Dari flowmeter
laju alir udara Liter/de
tik
F2 (dibagi 60)
Laju alir CO2 Liter/m
in
Dari flowmeter
Laju alir CO2 Liter/de
tik
F3
Laju alir NaOH Liter/m
in
Dari flowmeter
Laju alir NaOH Liter/de
tik
Li =
Lo
Konsentrasi keluar
CO2
Fraksi
volum
Yo Dari analisis
Hempl
Konsentrasi masuk
CO2
Fraksi
volum
Yi Dari analisis
Hempl (harus sama dg;
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-15
F2/F3+F4)
Sampel cairan: outlet
Titrasi dengan HCl ml T1(o) Dari prosedur
percobaan
Titrasi dengan HCl ml T2(o) 3
Titrasi dengan HCl ml T3(o)
Sampel cairan: inlet =
tangki
Titrasi dengan HCl ml T1(i) Dari prosedur
percobaan
Titrasi dengan HCl ml T2(i) 3
Titrasi dengan HCl ml T3(i)
Tekanan barometrik mmHg P Diasumsikan sama
dengan tekanan outlet
Penurunan tekanan
kolom
mmH2
O
∆P Dari manometer
Tekanan dasar pada
kolom
mmHg P +
∆P/13,6
Suhu gas umpan oC θi
Suhu gas umpan K θi +
273
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-16
Perhitungan:
Bacaan: Keterangan:
F2 = 0,40 liter/detik Bacaan flowmeter dibagi 60
F3 = 0,052 liter/detik
L = 0,051 liter/detik
Yo = 0,032 Dari bacaan peralatan Hempl
Yi = 0,111 (gunakan 0,111 untuk Yi)
dan Yi = F3
F2+F3 =
0,052
0,40 + 0,052 =
0,015
T1 = 33,2 ml Seperti di percobaan 3, HCl 0,20 M
yang
T2 = 50,9 ml Digunakan untuk titrasi 50 ml
sampel
T3 = 35,0 ml
T1 (i) = 48,4 ml Seperti di percobaan 3, HCl 0,20 M
yang
T2 (i) = 47,2 ml Digunakan untuk titrasi 50 ml
sampel
T3 (i) = 45,0 ml
P = 759 mmHg Barometer lab
∆P = 100 mm H2O = 100/13,6 = 7,35 ≈ 7 mmHg
θi = 19 oC = 292 K
Perhitungan:
1. Aliran gas
G1 (mol/detik campuran gas yang masuk kolom)
= 0,40 + 0,052
22,42 x
759 + 7
759 x
273
292 = 0,0190 gmol/detik
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-16
Dan Go = G1 (1- Yi)
(1- Yo) = 0,0190x
1 – 0,111
1 – 0,032 = 0,0175 gmol/detik
Jumlah CO2 yang disisihkan = 0,015 gmol/detik
2. Aliran cairan
a. NaOH: konsentrasi CO2 yang berhubungan dengan konsumsi hidroksida
di dalam cairan:
Pada inlet = T3 (𝑖)
50x0,20 =
45
50x0,20 = 0,18 M = Cci
Pada outlet = T3 (𝑜)
50x0,20 =
30
50x0,20 = 0,12 M = Cci
NaOH yang digunakan ekivalen dengan CO2 yang diserap:
= L x ½ (Cci – Cco) = 0,051
2 (0,18 – 0,12) = 0,0015 gmol/detik
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-18
b. Na2CO3
dari percobaan 3, konsentrasi Na2CO3:
CN = T2-T3x0,20x0,50
50
CN inlet = (47,2 – 45,0)x0,20x0,50
50 = 0,0044 M
dan CN outlet = (50,9 – 35,0)x0,20x0,50
50 = 0,0318 M
karbonat yang dihasilkan (oleh absorpsi CO2)
= L (CN out – CN in) = 0,051 (0,0318 – 0,0044) = 0,0014 gmol/detik
Absorpsi CO2 ke dalam Larutan Encer NaOH – Penentuan Kog
Persamaan untuk absorpsi menara isian:
H = ∫d (GY)
Kog.a.A(Y*- Y)
Yo
Yi
dimana
Y* = fraksi mol gas yang seimbang dengan cairan pada temoat sembarang di dalam
kolom dan
Y = fraksi mol curah
A = luas permukaan menara
H = tinggi isian
a = luas spesifik isian/unit volum isian
Untuk gas encer di dalam alur gas inert, persamaan di atas menjadlur gas inert,
persamaan di atas menjadlur gas inert, persamaan di atas menjadi
HaAKog
G = ∫
dY
Y*- Y
Yo
Yi
suku sebelah kana dari persamaan di atas sulit untuk diintegrasi dan Kog lebih
mudah dievaluasi (kurang akurat) dari definisi Kog :
N = Kog x aAH x log rata-rata
Laju absorpsi luas untuk perpindahan gaya penggerak
(gmol/detik) massa (m2) (tekanan dalam atm)
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-18
Kog = N
aAH x
ln(Pi Po)⁄
Pi – Po
Modul VI: Kolom Absorpsi Gas
VI-18
Prosedur:
Percobaan ini disebut percobaan 4 kecuali bahwa analisi cairan dapat diabaikan
karena dengan analisis gas saja dapat ditentukan laju absorpsi (sama seperti
percobaan 1).
Hasil dan Perhitungan:
1. N dihitung sama dengan percobaan 1 dan 4
2. a adalah luas spesifik isian/volum menara yang mana untuk isian Raschig
ring 9 mm = 440 m2/m3
3. A.H adalah volum kolom = π/4 x (0,075)2 x 1,4 = 0,0062 m3
4. tekanan parsial (CO2):
tekanan parsial = fraksi mol x tekanan total
tekanan parsial = fraksi volum x tekanan total
menggunakan hasil percobaan 3
inlet : Pi = 0,111x 759,17
760 = 0,111 atm
outlet : Po = 0,032x 759
760 = 0,032 atm
log rata-rata gaya penggerak = Pi – Po
ln(Pi Po)⁄ =
0,111 – 0,032
ln(0,111 0,032)⁄ atm
5. koefisian perpindahan massa:
Kog = 0,0015 (gmol / detik)
0,062x440x0,064 = 0,0086 gmol / atm.m2detik