Penundaan Kurikulum 2013.doc

22
BAB I PENDAHULUAN A. Kebermasalahan Sistem pendidikan di Indonesia secara umum masih dititikberatkan pada kecerdasan kognitif. Hal ini dapat dilihat dari orientasi sekolah-sekolah yang ada masih disibukkan dengan ujian, mulai dari ujian mid, ujian akhir hingga ujian nasional. Ditambah latihan-latihan soal harian dan pekerjaan rumah untuk memecahkan pertanyaan di buku pelajaran yang biasanya tak relevan dengan kehidupan sehari-hari para siswa. Saatnya para pengambil kebijakan, para pendidik, orang tua dan masyarakat senantiasa memperkaya persepsi bahwa ukuran keberhasilan tak melulu dilihat dari prestasi angka- angka. Hendaknya institusi sekolah menjadi tempat yang senantiasa menciptakan pengalaman pengalaman bagi siswa untuk membangun dan membentuk karakter unggul . Munculnya gagasan program pendidikan karakter di Indonesia, bisa dimaklumi. Sebab, selama ini dirasakan, proses pendidikan dirasakan belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Bahkan, banyak yang menyebut, pendidikan telah gagal, karena banyak lulusan sekolah atau sarjana yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi mental dan moralnya lemah. Banyak pakar bidang moral dan agama yang sehari- hari mengajar tentang kebaikan,tetapi perilakunya tidak 1

Transcript of Penundaan Kurikulum 2013.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Kebermasalahan

Sistem pendidikan di Indonesia secara umum masih dititikberatkan pada kecerdasan kognitif. Hal ini dapat dilihat dari orientasi sekolah-sekolah yang ada masih disibukkan dengan ujian, mulai dari ujian mid, ujian akhir hingga ujian nasional. Ditambah latihan-latihan soal harian dan pekerjaan rumah untuk memecahkan pertanyaan di buku pelajaran yang biasanya tak relevan dengan kehidupan sehari-hari para siswa. Saatnya para pengambil kebijakan, para pendidik, orang tua dan masyarakat senantiasa memperkaya persepsi bahwa ukuran keberhasilan tak melulu dilihat dari prestasi angka-angka. Hendaknya institusi sekolah menjadi tempat yang senantiasa menciptakan pengalaman pengalaman bagi siswa untuk membangun dan membentuk karakter unggul.

Munculnya gagasan program pendidikan karakter di Indonesia, bisa dimaklumi. Sebab, selama ini dirasakan, proses pendidikan dirasakan belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Bahkan, banyak yang menyebut, pendidikan telah gagal, karena banyak lulusan sekolah atau sarjana yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi mental dan moralnya lemah. Banyak pakar bidang moral dan agama yang sehari-hari mengajar tentang kebaikan,tetapi perilakunya tidak sejalan dengan ilmu yang diajarkannya. Sejak kecil, anak-anak diajarkan menghafal tentang bagusnya sikap jujur, berani, kerja keras, kebersihan, dan jahatnya kecurangan. Tapi, nilai-nilai kebaikan itu diajarkan dan diujikan sebatas pengetahuan di atas kertas dan dihafal sebagai bahan yang wajib dipelajari, karena diduga akan keluar dalam kertas soal ujian.

Pendidikan karakter bukanlah sebuah proses menghafal materi soal ujian, dan teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan.Pembiasaan untuk berbuat baik, pembiasaan untuk berlaku jujur, ksatria, malu berbuat curang, malu bersikap malas, malu membiarkan lingkungannya kotor. Karakter tidak terbentuk secara instan, tapi harus dilatih secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal. Dan saat ini sedang ditawarkan kurikulum pendidikan terbaru berbasis karakter, yaiut kurikulum 2013. Dalam teori kurikulum (Anita Lie, 2012) keberhasilan suatu kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola pelaksanaan kurikulum termasuk pembelajaran dan penilaian pembelajaran dan kurikulum.

Penundaan pemberlakuan urikulum 2013 untuk semua sekolah menjadi isu yang hangat dan menarik untuk diperbincangkan. Untuk itu penulis berupaya mengkaji lebih jauh topik ini secara rinci, mendalam dan ilmiah dalam sebuah makalah berjudul Landasan atas Kebijakan Penundaan Kurikulum 2013.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran pendidikan di Indonesia ?

2. Bagaimana landasan atas kebijakan penundaan penerapan Kurikulum 2013 di semua sekolah ?

BAB II

KAJIAN TEORETIS

A. Konsep Pendidikan

Secara ontologis, sasaran obyek pendidikan adalah manusia. Karena manusia mengandung banyak aspek dan sifatnya yang kompleks, karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak ada sebuah batasan yang cukup untuk menentukan arti pendidikan secara lengkap. batasan pendidikan yang dirumuskan para ahli sangat beraneka ragam, dan kandungannyapun berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan atau karena falsafah yang melandasi luasnya aspek yang dibina oleh pendidikan.

Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Untuk kebutuhan belajar ini diperlukan pengaruh dari luar. Pengaruh dari luar ini oleh Imam Santoso dalam Suwito (2008), disebut dengan istilah pendidikan. Dalam pengertian yang sederhana pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai yang ada dalam masyarakat. Bagi Abduh dalam Nizar (2008), pendidikan yang baik adalah pendidikan yang dalam prosesnya mampu mengembangkan seluruh fitrah peserta didik, terutama fitrah akal dan agamanya. Dengan fitrah ini, peserta didik akan dapat mengembangkan daya berpikir secara rasional. Sementara melalui fitrah agama, akan tertanam pilar-pilar kebaikan pada diri peserta didik yang kemudian terimplikasi dalam seluruh aktifitas hidupnya.

Adapun menurut Carter V. Good dalam Dictinary of Education bahwa pendidikan mengandung pengertian ; Proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku yang berlaku dalam masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang terpimpin (misalnya sekolah) sehingga ia dapat mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan pribadinya. Sedangkan menurut konsep yang dikemukakan oleh Freeman Butt dalam bukunya Cultural History of Western Education bahwa ; Pendidikan adalah kegiatan menerima dan memberikan pengetahuan sehingga kebudayaan dapat diteruskan dari generasi ke generasi (Ibda, 2014).

Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan ketrampilan saja, namun diperluas, sehingga mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan, dan kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan social yang memuaskan. Dalam pengertian yang sederhana atau umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan.

B. Kurikulum

Kata kurikulum berasal dari bahasa Latin currere, yang berarti lapangan perlombaan lari. Kurikulum juga bisa berasal dari kata curriculum yang berarti a running course, dan dalam bahasa Prancis dikenal dengan carter berarti to run (berlari). Dalam perkembangannya (BMPM, 2005 : 1).

Menurut J. Galen Sailor dan William M Alexander (1974 : 74), curriculum is defined reflects volume judgments regarding the nature of education. The definition used also influences haw curriculum will be planned and untilized.

Kurikulum merupakan nilai-nilai keadilan dalam inti pendidikan. Istilah tersebut mempengaruhi terhadap kurikulum yang akan direncanakan dan dimanfaatkan.

Menurut Galen, the curriculum is that of subjects and subyek matter therein to be thought by teachers and learned by students.

Kurikulum merupakan subyek dan bahan pelajaran di mana diajarkan oleh guru dan dipelajari oleh siswa.

Secara terminologi, kurikulum berarti suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistematika atas dasar norma-norma yang berlaku dan dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi pendidik untuk mencapai tujuan pendidikan (Dakir, 2004: 3). Menurut Dakir kurikulum itu memuat semua program yang dijalankan untuk menunjang proses pembelajaran. Program yang dituangkan tidak terpancang dari segi administrasi saja tetapi menyangkut keseluruhan yang digunakan untuk proses pembelajaran.

Menurut Suryobroto dalam bukunya Manajemen pendidikan di Sekolah (2002: 13), menerangkan, bahwa kurikulum adalah segala pengalaman pendidikan yang diberikan oleh sekolah kepada seluruh anak didiknya, baik dilakukan di dalam sekolah maupun di luar sekolah (Suryobroto, 2004 : 32). Nampaknya Suryobroto memandang semua sarana prasarana dalam pendidikan yang berguna untuk anak didik merupakan kurikulum.

Menurut pendapat Ali Al-Khouly kurikulum di artikan sebagai perangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan (Ali Al-Khouly, tth : 103 ).

Dalam berbagai sumber referensi disebutkan bahwa definisi kurikulum memiliki ragam pengertian, seperti Menurut Nurgiantoro, bahwa kurikulum, yaitu alat untuk mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan. Kurikulum dan pendidikan adalah dua hal yang sangat erat kaitannya, tidak dapat dipisahkan satu sama yang lain (Nurgiantoro, 1988 :2). Nurgiantoro menggaris bawahi bahwa relasi antara pendidikan dan kurikulum adalah relasi tujuan dan isi pendidikan. Karena ada tujuan, maka harus ada alat yang sama untuk mencapainya, dan cara untuk menempuh adalah kurikulum.

Dari para pendapat ahli di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat isi, bahan ajar, tujuan yang akan ditempuh sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Gambaran Pendidikan di Indonesia

Indonesia adalah negara yang berhasil merdeka karena salah satu faktornya yakni pendidikan. Pendidikan mampu membawa bangsa ini lepas dari belenggu penjajahan yang bertahan ratusan tahun lamanya. Sejarah pendidikan dimasa penjajahan sangatlah buruk dalam segi kualitas dan kuantitas untuk para penduduk pribumi. Para penjajah sangat tidak mementingkan pendidikan bagi wilayah yang mereka jajah terutama bangsa Belanda yang telah menjajah Indonesia 350 tahun lamanya. Akan tetapi, berkat usaha keras dari para pemuda bangsa yang punya tekad untuk mengenyam pendidikan agar dapat membawa perubahan bagi bangsanya melahirkan benih-benih kesadaran akan pentingnya kemerdekaan.

Pendidikan di Indonesia memang mengalami situasi yang terus berkembang. Hal ini dapat kita lihat melalui perkembangan kurikulum yang berlaku di Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga saat ini. Dimulai dari kurikulum tahun 1968 kemudian menjadi kurikulum 1975 atau kurikulum 1984 menjadi 1994 dan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Perubahan-perubahan yang dilakukan ini tidak lain demi keberhasilan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang di dalamnya menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesuai, peran guru dan manusia dewasa untuk membina anak didik yang ada disekitarnya dengan baik.

Hingga saat ini berbagai upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia sangat gencar dilakukan. Mulai dari terealisasinya anggaran pendidikan 20% dari APBN negara, subsidi dana BOS dari hasil kenaikan harga BBM hingga buku-buku gratis agar seluruh anak di Indonesia menuntaskan program pendidikan 9 tahun. Kiat-kiat diatas diharapkan mampu memberantas angka buta huruf yang tinggi di Indonesia supaya martabat manusia Indonesia menjadi lebih baik karena adanya pendidikan. Jika kita melihat lebih dalam hasil atau evaluasi dari program-program yang dijalankan pemerintah untuk meningkatkan martabat manusia Indonesia melalui pendidikan belumnya berjalan dengan maksimal. Masih saja terdapat kelemahan yang terjadi, semisal tidak semua anak didik mampu bersekolah dengan gratis, buku-buku pelajaran yang masih diperjual-belikan untuk tambahan guru, pungutan liar di sekolah, bahkan metode pembelajaran yang diterapkan guru tidak mengalami perkembangan dari waktu ke waktu dan hanya mengandalkan satu metode mengajar saja seperti metode ceramah yang dinilai oleh siswa membosankan.

Beragam permasalahan pendidikan di Indonesia ini membuat kita semakin khawatir akan nasib bangsa ini. Peran pendidik profesional yakni guru yang diharapkan mampu menghantarkan anak didik dalam proses pembelajaran saat ini tidak begitu terlihat. Ujian Nasional (UN) membuat para guru kehilangan peran dalam mendidik siswa, tetapi kebanyakan hanya mengajarkan materi dengan tergesa-gesa untuk mengejar target lulus UN sehingga kebervariasian metode belajar yang harusnya mampu meng-cover kebutuhan siswa dalam pengembangan kognitif, afektif, dan psikomotor pun diabaikan. Perkembangan pengetahuan akan beberapa tipe siswa yang mampu belajar dengan baik dengan salah satu cara melihat (visual), mendengar (auditori), praktek/contoh model (kinestetik) tidaklah bisa terjangkau hanya dengan satu metode mengajar saja. Contoh metode mengajar ceramah, metode ini hanya mampu menjangkau siswa auditori saja, sedangkan berdampak lemah terhadap siswa visual dan kinestetik.

B. Landasan atas kebijakan penundaan penerapan kurikulum 2013 di semua sekolah

1. Landasan Filosofis

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menargetkan Kurikulum 2013 (K-13) dijalankan secara penuh atau serentak pada 2018. Keputusan itu lebih cepat dari Peraturan Pemerintah 32/2013 yang menentukan bahwa transisi dari Kurikulum 2006 ke K-13 sejatinya berjalan tujuh tahun, yakni mulai 2013 hingga 2020 nanti (www.jpnn.com). Dasarnya yaitu terwujudnya kurikulum pendidikan Indonesia yang matang dan terencana dengan sangat baik.

Peranan landasan filosofis pendidikan adalah memberikan rambu-rambu apa dan bagaimana seharusnya pendidikan dilaksanakan. Rambu-rambu tersebut bertolak pada kaidah metafisika, epistemologi dan aksiologi pendidikan sebagaimana studi dalam filsafat pendidikan. Landasan filosofis pendidikan tidaklah satu melainkan ragam sebagaimana ragamnya aliran filsafat. Sebab itu, dikenal adanya landasan filosofis pendidikan Idealisme, landasan filsofis pendidikan Pragmatisme, dsb. Contoh: Penganut Realisme antara lain berpendapat bahwa pengetahuan yang benar diperoleh manusia melalui pengalaman dria. Implikasinya, penganut Realisme mengutamakan metode mengajar yang memberikan kesempatan kepada para siswa untuk memperoleh pengetahuan melalui pengalaman langsung (misal: melalui observasi, praktikum, dsb.) atau pengalaman tidak langsung (misal: melalui membaca laporan-laporan hasil penelitian, dsb).

Selain tersajikan berdasarkan aliran-alirannya, landasan filosofis pendidikan dapat pula disajikan berdasarkan tema-tema tertentu. Misalnya dalam tema: Manusia sebagai Animal Educandum (M.J. Langeveld, 1980), Man and Education (Frost, Jr., 1957), dll. Demikian pula, aliran-aliran pendidikan yang dipengaruhi oleh filsafat, telah menjadi filsafat pendidikan dan atau menjadi teori pendidikan tertentu. Ada beberapa teori pendidikan yang sampai dewasa ini mempunyai pengaruh yang kuat terhadap praktek pendidikan, misalnya aliran empirisme, naturalisme, nativisme, dan aliran konvergensi dalam pendidikan.

Perlu difahami bahwa yang dijadikan asumsi yang melandasi teori maupun praktek pendidikan, bukan hanya landasan filsafat Pendidikan, tetapi masih ada landasan lain, yaitu landasan ilmiah pendidikan, dan landasan religi pendidikan.

Landasan ilmiah pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari disiplin ilmu tertentu yang menjadi titik tolak dalam pendidikan. Sebagaimana Anda ketahui terdapat berbagai disiplin ilmu, seperti: psikologi, sosiologi, ekonomi, antropologi, hukum/yuridis, sejarah, biologi, dsb. Sebab itu, ada berbagai jenis landasan ilmiah pendidikan, antara lain: landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan biologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan, landasan ekonomi pendidikan, landasan politik pendidikan, dan landasan fisiologis pendidikan.

2. Landasan Politik Pendidikan

Manusia sebagai animal educabili yang mana manusia itu mempunyai potensi untuk didik dan atau dikembangkan,dengan pendidikan manusia dapat mewujudkan kemanusiannya (animal educandum) sehingga manusia membutuhkan pendidikan sebagai sesuatu yang mutlak. Proses pendidikan terjadi dalam masyarakat yang berbudaya. Kebudayaan manusia merupakan hasil interaksi dari suatu anggota masyarakat. Proses pendidikan adalah suatu proses untuk mencerdaskan bangsa. untuk mencapai tujuan dari pendidikan itu dibutuhkan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pendidikan itu. Sejarah membuktikan kepada kita bahwa pendidikan ditanah Indonesia tidak terlepas dari pengaruh kekuasaan mulai dari masa Kolonial sampai kepada masa orde baru. Pada masa kolonial, pendidikan yang berjalan tidak merata yang hanya diprioritaskan bagi anak colonial dan bangsawan,sedangkan anak bumi putera hanya mengecap pendidikan seadanya ,karena dipersiapkan untuk menjadi pegaawai pemerintah rendahan. Pada era kemerdekaan orde lama proses indoktrinasi idiologi pendidikan dipaksakan melalui pendidikan pendidikan ynag berjalan pada semua tingkatan pendidikan , baik yang dilaksanakan oleh pemerinah maupun pendidikan yang dilaksanakan oleh masyarakat,hal ini membuktikan bahwa kekuasaan kebebasan manusia untuk kepentingan negara. Era orde baru memang membawa perubahan, pendidikan diabdikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakayat, tetapi pada akhirnya kekuasaan orde baru berubah dimana lebih mementingkan masyarakat tertentu. Sistem pendidikan pada orde baru mengalami kegagalan dengan menghasilakn generasi yang tertekan sehingga menimbulkan keinginan untuk melepaskan diri, khususnya generasi muda dengan melakaukan perlawanan melalui demonstrasi-demonstrasi sehingga runtuhlah rezim Soeharto. Runtuhnya rezim Soeharto maka lahirlah era Reformasi,yang mana dituntut suatu hak kebebasan individu yang lebih luas dalam kehidupan bermasyarakat, untuk itu cara-cara yang berkuasa pada era orde lama dan orde baru seperti diktator dan indoktrinitif didalam masyarakat dalam melaksanakan kekuasaan pemerintah perlu diganti dengan cara yang demokratis. Sejak era reformasi sangat dirasakan adanya perubahan-perubahan pada setiap sendi kehidupan kita samapi kedalam kehidupan pendidikan kita, sistem pendidikan kita telah diganti dengan system pendidikan yang terdesentralisasi sejalan dengan lahirnya UU pemerintahan otonom didaerah.

Reformasi juga terjadi pada dunia pendidikan kita, reformasi kurikulum yang berlangsung dari kurikulum 1947 (rencana pengajaran) , kurikulum 1952 (rencana pengajaran terurai),kurikulum 1968 (untuk pembentukan etiaka), kurikulum 1975 (Orientasi pada tujuan), kurikulum1984(berorientasi pada tujuan instruksional), kurikulum 1994 (berorientasi pada materi isi), kurikulum 2004 (kurikulum berbasis kompetensi), kurikulum 2006 (kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) serta yang terakhir kurikulum 2013 dan reformasi pendidikan ini juga diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan bangsa kita,khususnya mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi era globalisasi (pasar bebas). Disamping kurikulum proses pendidikan juga ditunjang oleh faktor-faktor yang lain seperti fasilitas sekolah (gedung-gedung sekolah yang dilengkapi dengan srana dan prasarana lainnya) untuk masalah ini juga tidak terjadi pemerataan karena masih terdapat yang tidak memenuhi kriteria untuk dijadikan tempat belajar (hanya layak sebagai kandang hewan), hal ini membutuhkan kejelian pemerintah dalam kebijakan pemerintah khususnya masalah pendanaan agar tersentuh sampai kedaerah-daerah pelosok.

Disamping itu juga profesionalisme guru, salah satu bentuk kebijakan pendidikan yaitu dengan membentuk Badan Sertifikasi Nasional Pendidikan (BSNP) apakah badan ini terdiri dari ahli-ahli pendidikan yang mempuyai kompetensi untuk melakukan tugasnya dengan baik atau sebaliknya.Untuk meningkatkan profesionalisme guru juga membutuhkan pendanaan oleh sebab itu dinaikkannya dana APBN oleh pemerintah untuk pendidikan kiranya dapat merubah mutu pendidikan kita. Dari sini menjadi bekal bahwa kurikulum 2013 harus dilaksanakan ketika semua pihak sudah benar-benar siap. Kurikulum 2013 tidak lagi terkesan kurikulum yang terburu-buru.

Landasan Psikologis Pendidikan

Pada hakikatnya pengembangan kurikulum itu merupakan usaha untuk mencari bagaimana rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu dalam suatu lembaga. Pengembangan kurikulum di arahkan pada pencapaian nilai-nilai umum, konsep-konsep, masalah dan keterampilan yang akan menjadi isi kurikulum yang disusun dengan fokus pada nilai-nilai tadi.

Adapun selain berpedoman pada landasan-landasan yang ada, pengembangan kurikulum juga berpijak pada prinsip-prinsip pengembangan kurikulum. Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003 Bab X tentang kurikulum, pasal 36 ayat 1 bahwa pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Suatu kurikulum diharapkan memberkan landasan, isi dan menjadi pedoman bagi pengembangan kemampuan siswa secara optimal sesuai dengan tuntunan dan tantangan perkembangan masyarakat.

Terjadi interaksi antar individu manusia dalam proses pendidikan, yaitu antara pendidik dan peserta didik, juga antara peserta didik dengan orang-orang lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi psikologis para peserta didik maupun kondisi pendidiknya. Tugas utama yang sesungguhnya dari para pendidik adalah membantu perkembangan peserta didik secara optimal, perkembangan seluruh aspek kehidupannya.

Nana Syaodih Sukmadinata pada tahun 1997 mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu psikologi perkembangan (developmental psychology) dan psikologi belajar (psychology of learning). Keduanya sangat diperlukan, baik di dalam merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, memilih dan menerapkan metode perkembangan serta teknik-teknik penilaian.

Sehingga realisasi kurikulum 2013 harus melalui proses yang sangat terperinci. Akhir dari proses itu adalah evaluasi terhadap penerapan yang sudah diberlakukan di beberapa sekolah yang dijadikan pilot project. Dengan melalui proses yang mendetail, memberikan kekuatan terhadap landasan psikologis yaitu semua elemen telah siap baik secara teori ataupun praktik.

3. Landasan Profesionalisme Tenaga Pendidik

Dengan tertundanya pelaksanaan kurikulum 2013 untuk semua sekolah akan memberikan ruang lebih luas dan waktu lebih panjang kepada tenga pendidik untuk belajar dan mengkaji lebih dalam tentang kurikulum ini. Karena konsep kurikulum 2013 ini adalah diawalai dari merubah cara berpikir guru dari Teacher center menjadi student center. Sehingga kurikulum ini berhasil karena faktor pendukung utama yaitu guru yang profesional telah cukup memiliki bekal melaksanakannya. Professional sering diartikan sebagai suatu ketrampilan teknis yang dimiliki seseorang. Misalnya, seorang guru dikatakan professional apabila memiliki kualitas mengajar yang tinggi. Padahal profesional mengandung makna yang lebih luas dari hanya berkualitas tinggi dalam hal teknis. Profesional dapat dipandang dari tiga dimensi, yaitu :

a) Ekspert / ahli dalam bidang pengetahuan yang diajarkan dan ahli dalam tugas mendidik

b) Rasa tanggung jawab. Menurut teori ilmu mendidik, bertanggung jawab mengandung arti bahwa seseorang mampu memberi pertanggung jawaban dan kesediaan untuk diminta pertanggung jawaban. Tanggung jawab yang mengandung makna multidimensional ini, berarti bertanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap orang tua, lingkungan sekitarnya, masyarakat, bangsa dan negara, sesama manusia dan akhirnya terhadap Tuhan Yang Maha Pencipta

c) Rasa Kesejawatan. Rasa ini merupakan rasa perlindungan terhadap citra guru yang perlu dikembangkan agar harkat dan martabat guru dijunjung tingggi, baik oleh korps guru sendiri maupun masyarakat pada umumnya.

Dengan begitu pekerjaan profesional akan senantiasa menggunakan teknik dan prosedur yang berpijak pada landasan intelektual yang harus dipelajari dengan sengaja, terencana dan kemudian dipergunakan untuk kepentingan atau kamaslahatan umat manusia.

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi,misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu. Kebijakan pendidikan tidak terlepas dari kekuasaan,sesuai yang dikemukakan oleh pakar pendidikan seperti Ki Hadjar Dewantara, Romo Mangun, Paoulu Fiere dan Amarta Sen, kekuasaanlah yang mempreteli hak-hak kebebasan manusia untuk mengecap pendidikan. Dengan demikian kebijakan pendidikan haruslah didasarkan pada ilmu politik normative (ilmu yang mengkaji atau mengevaluasi masyarakat yang ada maupun yang akan lahir) yang dalam masyarakat Indonesia berarti mewajibkan pendidikan berdasarkan nilai-nilai moral pancasila.

Pendidikan harus berdasarkan teori dan kenyataan di lapangan agar dapat menjadi masukan untuk kebijakan pendidikan berikutnya.

B. Saran

Perkembangan dan perubahan kurikulum mungkin sudah sering dilakukan pemerintah, hanya saja transfaransi tujuan dan hakekat perubahan dan perkembangan nya saja yang belum terpenuhi. Barangkali keseriusan pemerintah dan orang-orang yang hidupnya bersinggungan dengan dunia pendidikanlah yang sekarang diperlukan untuk mencapai tujuan utama pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Anita Lie, 2002. Cooperative Learning. Jakarta : PT. Grasindo

B. Suryosubroto (2004). Manejemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka

Cipta.

BNPM, 2005, Panduan Pengembangan Kurikulum, Jakarta, Percetakan Depag

RI

Dakir. 2008. Dasar-dasar Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ibda, H., (2014). Makalah Pendidikan dalam Perspektif Kebudayaan. http:// Hamidulloh Ibda (HI) Study Centre MAKALAH Pendidikan Dalam Perspektif Kebudayaan.htm. diakses tanggal 30 September 2014.

Nurgiantoro, Burhan, 1988, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum sekolah;

Sebuah Pengantar Teoritis dan Pelaksanaan, Yogyakarta, BPPE.

Peraturan Pemerintah (PP.) No. 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab I, Pasal 1.

UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003, Jakarta: BP. Dharma Bhakti, 2003

www.jpnn.com/read/2014/12/23/277112/Kurikulum-2013-Diterapkan-Penuh-Paling-Lambat-2018 di akses tanggal 24 Desember 2014.

1

3

6

13

14

3

6

6