Pentingnya Pengakuan PBB terhadap Palestina.docx

8
Pentingnya Pengakuan PBB terhadap Palestina VIVAnews - Peningkatan status Palestina di PBB bukan hanya sekedar langkah simbolis mendapatkan pengakuan kedaulatan. Namun, peningkatan status ini berarti juga meningkatnya peran Palestina di kancah internasional, dan ini yang paling ditakuti oleh Israel. Kemenangan Palestina ditandai dengan dukungan 138 negara anggota PBB dan hanya 9 yang menolak, sementara 41 abstain. Status "entitas" yang disandang Palestina sejak tahun 1974 kini berubah menjadi "negara non- anggota". Dengan status baru ini, posisi Palestina setara dengan Vatikan. Sebelumnya, Swiss juga pernah menjadi negara pengamat non-anggota selama lebih dari 50 tahun dan baru jadi anggota tetap pada 2002 lalu. Dengan status ini, Palestina punya hak berbicara pada sidang PBB. Untuk menjadi negara non-anggota tidak perlu melalui voting di Dewan Keamanan yang sudah pasti akan diveto oleh Amerika Serikat. Hal ini pernah dialami Palestina tahun lalu saat berupaya menjadi negara anggota PBB. "Palestina mulai saat ini akan dianggap sebagai negara, berdasarkan hukum dan hubungan internasional. Tapi tidak bisa menjadi anggota PBB, karena harus melalui voting di Dewan Keamanan PBB," ujar Iain Scobbie, Profesor di Universitas London fakultas Studi Oriental dan Afrika. Scobbie mengatakan, pengakuan kali ini akan membuat daya tawar Palestina terhadap Israel menjadi lebih tinggi. Palestina bisa menjadi anggota dari badan-badan PBB. Selain itu, yang paling ditakutkan Israel, Palestina bisa bergabung dengan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Dengan keanggota di ICC, Palestina bisa mengajukan gugatan terhadap kejahatan Israel di Gaza dan Tepi Barat. Palestina juga bisa menyeret Israel ke ICC atas kejahatan perang. Sebelumnya pada April lalu, ICC menolak permintaan Palestina untuk menyelidiki Perang Gaza tahun 2008-2009 karena tidak dianggap sebagai

Transcript of Pentingnya Pengakuan PBB terhadap Palestina.docx

Page 1: Pentingnya Pengakuan PBB terhadap Palestina.docx

Pentingnya Pengakuan PBB terhadap Palestina

VIVAnews - Peningkatan status Palestina di PBB bukan hanya sekedar langkah simbolis mendapatkan

pengakuan kedaulatan. Namun, peningkatan status ini berarti juga meningkatnya peran Palestina di kancah

internasional, dan ini yang paling ditakuti oleh Israel.

Kemenangan Palestina ditandai dengan dukungan 138 negara anggota PBB dan hanya 9 yang menolak,

sementara 41 abstain. Status "entitas" yang disandang Palestina sejak tahun 1974 kini berubah menjadi "negara

non-anggota".

Dengan status baru ini, posisi Palestina setara dengan Vatikan. Sebelumnya, Swiss juga pernah menjadi negara

pengamat non-anggota selama lebih dari 50 tahun dan baru jadi anggota tetap pada 2002 lalu.

Dengan status ini, Palestina punya hak berbicara pada sidang PBB. Untuk menjadi negara non-anggota tidak

perlu melalui voting di Dewan Keamanan yang sudah pasti akan diveto oleh Amerika Serikat. Hal ini pernah

dialami Palestina tahun lalu saat berupaya menjadi negara anggota PBB.

"Palestina mulai saat ini akan dianggap sebagai negara, berdasarkan hukum dan hubungan internasional. Tapi

tidak bisa menjadi anggota PBB, karena harus melalui voting di Dewan Keamanan PBB," ujar Iain Scobbie,

Profesor di Universitas London fakultas Studi Oriental dan Afrika.

Scobbie mengatakan, pengakuan kali ini akan membuat daya tawar Palestina terhadap Israel menjadi lebih

tinggi. Palestina bisa menjadi anggota dari badan-badan PBB. Selain itu, yang paling ditakutkan Israel,

Palestina bisa bergabung dengan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

Dengan keanggota di ICC, Palestina bisa mengajukan gugatan terhadap kejahatan Israel di Gaza dan Tepi

Barat. Palestina juga bisa menyeret Israel ke ICC atas kejahatan perang.

Sebelumnya pada April lalu, ICC menolak permintaan Palestina untuk menyelidiki Perang Gaza tahun 2008-

2009 karena tidak dianggap sebagai negara.

"Jika Palestina sukses bergabung dengan ICC, maka akan jadi masalah besar bagi Israel yang melakukan

operasi militer di Tepi Barat dan Gaza. Jika ICC mengeluarkan perintah penangkapan, maka warga Israel yang

keluar dari negara itu bisa ditangkap," kata Scobbie.

Inilah yang membuat Israel dan AS galau. Pemerintahan Barack Obama mengancam akan memotong dana

bantuan bagi agen PBB yang menerima Palestina sebagai anggota, hal ini pernah diterapkan pada Unesco

Page 2: Pentingnya Pengakuan PBB terhadap Palestina.docx

tahun lalu. AS sebagai pendonor terbesar Palestina juga akan memotong bantuannya.

Namun, Palestina tidak gentar. Mereka mengatakan tetap akan maju memperjuangkan hak-hak yang selama ini

diberangus. Otoritas Palestina mengatakan, Amerika tidak bisa lagi memeras mereka dengan uang.

(CNN/Reuters, eh)

PKS Nongsa - Pengakuan PBB atas negara Palestina tentu tidak diragukan sebagai hal urgen. Lebih penting lagi sebagai anggota penuh di sana. Jika terwujud upaya ini, semakin penting pula mengefektifkan langkah legal di kancah dunia internasional. Pada saat yang sama, kita mesti berfikir jauh ke depan di balik pilihan ini.

Pertama, pengakuan ini tidak berarti akhir dari penjajahan Israel di Palestina. Namun ia sebagai awal jalan politik panjang. Pada saat yang sama, ada tanggungjawab mengakhiri penjajah Israel di PBB. Sebab tidak logis ada negara anggota PBB di bawah penjajahan. Ini bertentengan dengan tujuan piagama organisasi internasional tersebut. Di sisi lain, kasus seperti itu bertentangan syarat keanggotaan kemerdekaan negara yang maju menjadi anggota PBB.

Agar gambaran ini lebih jelas, kita mesti memahami status Palestina saat ini di PBB dan bagaimana ini menyikapinya. Pada awalnya, Palestina pernah diperlakukan sebagai anggota "yang diawasi" yang tidak memiliki hak dan kewajiban layaknya anggota lainnya.

Mereka hanya mengisi kehadiran di Majlis Umum PBB. Setelah itu PBB mengakui Palestina dengan status lebih dalam perlakuannya sebagai negara. Sekarang ini, Palestina diperlakukan lebih tinggi sebagai Otoritas pemerintahan, lebih tinggi dari tingkat anggota "diawasi" dan dibawah tingkat sebagai berstatus "negara".

Karenanya, pengakuan September nanti bisa jadi penyempurnaan dari status sebelumnya yang memiliki hak-hak penuh.

Namun pertanyaan penting; apakah pengakuan ini akhir penjajahan Israel dan solusi bagi konflik Arab – Israel? bagaimana kasus rumit lainya yang menjadi bagian dari isu Palestina? apakah otomatis akan menemukan solusinya, seperti masalah pengungsi, Al-Quds, perbatasan, dan masalah lainnya? Penulis tidak yakin.

Sebaliknya, pengakuan PBB akan menempatkan Palestina pada tantangan-tantangan baru. Kalau pengakuan terhadap negara Palestina itu berkonsekwensi harus mengakui yahudisme negara Israel?

Melihat watak konflik yang pelik dan sulitnya menerjemahkan tema negara Palestina di lapangan, maka masalah ini bisa jadi akan butuh perundingan baru dengan format baru serta referensi baru. Artinya, perundingan bisa jadi akan berubah antara negara dengan negara lain. Di

Page 3: Pentingnya Pengakuan PBB terhadap Palestina.docx

sini bisa jadi muncul syarat-syarat baru yang mengendalikan prilaku politik para juru runding. Dengan ungkapan lain, bisa jadi ada komitmen dari masing-masing negara dengan kepentingan nasionalismenya masing-masing. Ini bisa mendorong adanya sejumlah solusi isu utama, terutama isu pengungsi Palestina di negara yang bersangkutan.

Hal yang sama juga bisa berlaku dengan perbatasan final negara Palestina; pengakuan di perbatasan jajahan Juni 1967 yang tidak berarti pasukan Israel akan menarik diri dari wilayah itu, tidak berarti pula Israel menghilangkan permukiman-permukiman di sana. Akan ada perundingan lagi dalam masalah ini dengan intensitas dan keseriusan lebih besar dibanding sebelumnya. Perundingan ini juga akan memaksa negara Palestina tanpa senjata untuk meninggalkan pilihan perang untuk melakukan daya tawar dalam konflik dengan Israel.

Lantas bagaimana perlawanan Palestina jika negara berdiri, apakah akan tetap ada pilihan perlawanan? Dalam bentuk apa? Dengan sarana apa? Terutama perlawanan bersenjata. Jika melepaskan roket perlawanan apa yang terjadi? Apa sikap negara Palestina baru ini terhadap perlawanan? Berdirinya negara berarti otoritas menjadi satu dan semua instansi keamanannya yang ini otomatis disintregasi berakhir. Karenanya, seharusnya diselesaikan sekarang sebelum terlambat dengan menyepakati poin-poin baru memenej konflik dengan cara damai. Penulis tidak ingin menyimpulkan bahwa berdirinya negara Palestina dan diterimanya sebagai anggota PBB sebagai tujuan itu sendiri. Penulis ingin menegaskan bahwa itu adalah awal era baru memenej konflik dengan visi damai berperadaban dan berkembang.

Penulis yakin dengan visi ini akan ada solusi dalam masalah-masalah pelik dalam konflik yang tidak mungkin diselesaikan dengan berdirinya negara Palestina saja. Pada saat yangs ama, kedua pihak yang terlibat konflik langsung Palestina – Israel menyadari bahwa berdirinya negara Palestina meletakkan keduanya pada dua pilihan tidak ada yang ketiganya. Pilihan perang dan konlik dengan miliu baru yang tidak berpihak kepada salah dari keduanya. Atau pilihan mencari format menyempurnakan format pembauran.

Berdirinya negara Palestina bukan sekadar pengakuan secara legal hukum. Ia hanya awal memenej konflik yang komplek. Ini membutuhkan waktu lama. Namun yang terpenting adalah memahami batasan-batasan di atas dengan visinya yang baru. (bsyr)

Page 4: Pentingnya Pengakuan PBB terhadap Palestina.docx

Memahami Serangan Zionis IsraelPosted by Kang Wiman on November 24, 2012

Dalam autobiografinya, Almarhum Marsekal Muda (Purn) F Djoko Poerwoko menulis kisah menarik tentang kepergiannya ke Israel. Mantan Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional ini mengisahkan bagaimana Israel diformat sedemikian rupa menjadi Negara yang selalu disiapkan untuk perang. Di Israel bahkan dalam latihan, persenjataan yang digunakan adalah standar untuk perang beneran.

Tentu, jika kita rutin mengamati kondisi Timur Tengah, khususnya konflik Israel-Palestina, perang bagi Israel dan Palestina adalah hal yang lumrah dan lazim, sampai sampai dunia rasanya kurang pas jika saling serang dan saling tembak tak terjadi di kawasan tersebut. Konflik Palestina-Israel adalah konflik yang mirip benang kusut, ujung pangkalnya sukar ditelaah karena banyak factor yang saling berkait dan mempengaruhi satu sama lain mengapa sampai terjadi konflik antara Palestina dan Israel.

Kali ini, lepas dari soal korban jiwa dan hal-hal kemanusiaan, ada baiknya kita juga melihat satu sisi politis dari serangan Israel ke Palestina. Pemerintah Israel sedang butuh meyakinkan rakyatnya bahwa pemerintahan sekarang ini paling becus dan mampu mengelola keamanan Israel dari musuh-musuh yang ada disekelilingnya karena sebentar lagi, pada 2013 yang tak lama lagi hadir Israel akan menggelar hajatan demokrasi, pemilihan umum.

SEMBAKO ala Israel

Mari cermati fakta ini, Konflik yang agak panjang sebelumnya terjadi pada penghujung  2008 hingga awal 2009, dimana Israel akan mengadakan pemilu dan kini selang empat tahun kemudian pada akhir 2012-2013 dimana hajatan politik itu akan digelar lagi, terjadi eskalasi konflik yang meningkat antara Israel di satu sisi dan Palestina yang dalam hal ini Hamas selaku penguasa de facto jalur Gaza. Gaza merupakan basis kelompok Hamas yang merupakan kelompok yang mampu menandingi kekuatan Israel dalam konflik asimetrik ini. Maka konflik antara Israel dan Palestina adalah jualan politik tersendiri bagi rakyat Israel.

Jangan bayangkan hiruk pikuk kampanye Pemilu di Israel mirip dengan apa yang terjadi di negeri kita. Di negeri kita saban pemilu digelar jualan para politisi tidak jelas dan cenderung itu-itu saja, harga bahan pokok yang murah, pendidikan yang gratis, transportasi yang nyaman dan tetek bengek kenyamanan yang dijanjikan. Namun di Israel sana, punya pemerintahan yang keras pada tetangga yang dimusuhi dan bisa menggerakkan kekuatan bersenjata untuk menggebuk lawan kapanpun, adalah pemerintahan yang diimpikan. Inilah kemudian yang membuat banyak kalangan jadi antipati terhadap Israel.

Nyawa rakyat Palestina di Jalur Gaza bisa dipertaruhkan kapan saja demi popularitas politik pemimpin Israel. Terlebih Knesset, DPR-nya Israel juga gemar mengajukan mosi tidak percaya yang bica membubarkan pemerintahan di tengah jalan. Lazimnya banyak perdana menteri terjungkal musabab dianggap lembek terhadap Palestina. Itulah kenapa dalam politik Israel,

Page 5: Pentingnya Pengakuan PBB terhadap Palestina.docx

sembako yang dibutuhkan rakyat Israel tak sama dengan di negeri kita. Sembilan bahan pokok yang di negeri ini berkait erat dengan soal kesejahteraan masa damai yang terkait sandang pangan dan papan berbeda dengan di Israel. Sembako ala Israel adalah keamanan yang secara eksesif dimaknai sebagai kemampuan menyerang atau mengagresi lawannya kapanpun.

Sayangnya ketimbang berhasil, pola kampanye dengan mengorbankan nyawa rakyat Palestina ini kontraproduktif alias gagal. Sebagai gambaran, konflik 2008-2009 misalnya, untuk membebaskan seorang kopral Gilad Shalit, Israel menggempur Gaza habis-habisan, dan ujungnya Israel lebih dulu mengumumkan gencatan senjata sepihak. Apa sebab? Ternyata Hamas dan kekuatan militernya makin hari justru makin kuat. Untuk seorang Gilad Shalit, Israel harus membebaskan kurang lebih seribu tahanan politik. Tentu ongkos yang mahal karena dalam gempuran ke Gaza, Israel mengerahkan seluruh kemampuan tempurnya.

Terlebih lagi dalam konflik asimetris ini, banyak terjadi hal-hal yang menyentak Israel. Dari segi persenjataan, hitungan matematisnya semestinya Israel tidak kerepotan karena persenjataannya mutakhir dan mematikan. Nyatanya batu-batu yang dilemparkan gerakan intifadah jauh lebih memukul moril prajurit Israel. Kendatipun jumlah rakyat palestina yang tewas lebih banyak, namun jumlah korban dari pihak Israel tetap saja dianggap terlalu banyak, karena dari segi perbandingan kekuatan, Israel secara persenjataan lebih modern.

Paradoks Demokrasi

Memahami serangan Israel ke Gaza memang bukan perkara sederhana, mungkin ribuan tesis dan penelitian sudah ditulis untuk menjelaskan konflik ini. Artikel yang bertebaran di media massa pun jumlahnya tak sedikit. Namun kadang kita juga mesti memahami konflik ini dari sisi lain, betapa bagi Israel nyawa warga Palestina adalah sebuah pertaruhan politik yang dianggap bisa dikorbankan kapan saja. Disinilah letak kebiadaban itu. Demokrasi sama sekali tidak punya nilai manusia dimata kaum hawkish, di mata kaum yang menggunakan kekerasan untuk menumpas lawan politiknya, demokrasi hanya sebuah alat legitimasi. Itulah kenapa, ketika Hamas ikut Pemilu palestina dan memenanginya banyak Negara yang tak mau mengakui kemenangan lewat pemilu yang fair itu. Hamas dianggap sebagai kelompok keras, yang dianggap membahayakan. Pertanyaannya kemudian kalau Israel boleh dipimpin oleh kaum Hawkish, kenapa lantas Hamas yang juga dicap kelompok keras tak boleh memerintah kendati memenangi pemilu?. Inilah paradoks demokrasi Timur tengah yang mungkin jadi salah satu sumber konflik.

Sepatutnya demokrasi bukanlah ajang pertaruhan kekuasaan dengan memeprtaruhkan nyawa orang lain. Inilah kenapa banyak orang yang yakin Palestina akan senantiasa menang melawan Israel dalam konflik yang asimetris ini. Apa sebab? Karena dengan keterbatasan yang dimilikinya penduduk Jalur Gaza bisa melawan Israel dalam pertarungan yang sengit. Meminjam kalimat mantan Perdana Menteri Bosnia dan Herzegovina, “Perang akan dimenangkan bukan oleh siapa yang bisa membunuh lebih banyak, namun perang akan dimenangkan oleh siapa yang bisa bertahan hidup lebih lama”.

http://kangwiman.com

Page 6: Pentingnya Pengakuan PBB terhadap Palestina.docx

Di Akses 07 mei 2013 Pukul 09.41