PENTINGNYA LEMBAGA CATATAN SIPIL, TEMPAT … · Makalah Diajukan untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan,...
-
Upload
phamkhuong -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of PENTINGNYA LEMBAGA CATATAN SIPIL, TEMPAT … · Makalah Diajukan untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan,...
PENTINGNYA LEMBAGA CATATAN SIPIL, TEMPAT
KEDIAMAN DAN KEADAAN TIDAK HADIR UNTUK
DIBICARAKAN DALAM HUKUM
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan, Mata Kuliah Hukum Perdata,
Semester Genap, Tahun Akademik 2017/2018
Disusun oleh:
Fajri Nulhidayat
NPM. 151000132
Dosen:
Tuti Rastuti, S.H.,M.H.
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
FAKULTAS HUKUM
2018
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan hidayah yang dikaruniakanNya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Pentingnya Lembaga Catatan Sipil, Tempat Kediaman
dan Keadaan Tidak Hadir Untuk Dibicarakan Dalam Hukum”. Sesuai dengan
namanya, sebuah makalah memang tidak dimaksudkan sebagai buku materi atau
buku panduan, melainkan didalamnya terdapat pembahasan dan rincian-rincian
mengenai hasil dari beberapa sumber yang telah penulis dapatkan.
Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapatkan berbagai kesulitan,
baik dalam penyusunan, pengumpulan data dan dalam hal yang lainnya. Akan
tetapi, berkat pertolonganNyalah akhirnya makalah ini dapat penulis selesaikan
sesuai yang diharapkan. Adapun penyusunan makalah ini berdasarkan pada rincian-
rincian data yang telah penulis dapatkan dari berbagai sumber.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Tuti Rastuti, S.H.,M.H., sebagai dosen mata kuliah Hukum Perdata yang
telah memberikan tugas ini kepada penulis.
2. Orang tua penulis yang telah memberikan dukungan, dorongan, bantuan,
serta memberikan doa restunya sehingga terselesaikannya makalah ini.
3. Saudara-saudara dan rekan-rekan penulis, yang senantiasa memberikan
support semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
Penulis memahami dan menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna.
Namun, penulis telah berusaha menyusun makalah dengan usaha terbaik yang
penulis miliki. Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada segenap yang
telah mendukung terselesaikannya makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini
sesuai dengan yang diharapkan. Amiin Ya Allah Ya Rabbal Alamiin Ya Mujibas
Sailin.
Bandung, 20 Juli 2018
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan .............................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................... 4
A. Lembaga Catatan Sipil Dalam Hukum ............................................ 4
1. Definisi Lembaga Catatan Sipil ................................................ 4
2. Tujuan Lembaga Catatan Sipil .................................................. 5
3. Fungsi Lembaga Catatan Sipil ................................................... 6
4. Macam-macam Akta Catatan Sipil ............................................ 7
B. Tempat Kediaman Dalam Hukum ................................................... 17
1. Definisi Tempat Kediaman ........................................................ 17
2. Macam-macamTempat Kediaman ............................................. 17
3. Hak dan Kewajiban .................................................................... 19
4. Satus Hukum .............................................................................. 20
5. Artinya Penting Domisili ........................................................... 21
C. Keadaan Tidak Hadir Dalam Hukum ............................................... 22
1. Definisi Tidak Hadir .................................................................. 22
2. Pengaruh Keadaan Tidak Hadir ................................................. 22
3. Tahap Penyelesaian Keadaan Tidak Hadir ................................ 23
BAB III PENUTUP ............................................................................... 29
A. Kesimpulan ..................................................................................... 29
B. Saran ................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 30
A. Buku ................................................................................................. 30
B. Peraturan Perudang-undangan ........................................................ 30
C. Sumber Lainnya ............................................................................... 31
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada mulanya semua kejadian yang menyangkut manusia, seperti
kelahiran,perkawinan, dan kematian dicatat oleh gereja. Namun karena
pencatatan yang dilakukan oleh gereja tidak lengkap dan tidak mudah untuk
diperiksa, maka pada masa Revolusi Prancis, unruk pertama kalinya di Eropa
diadakan Lembaga Catatan Sipil. Di Indonesia lembaga pencatatan pertama kali
berlaku bagi golongan Eropa pada tahun 1848 melalui asa konkordansi, namun
baru diundangkan pada tahun 1949. Adapun tujuan dari Lembaga Catatan Sipil
adalah untuk mencatat selengkap dan sejelas-jelasnya sehingga memberikan
kepastian yang sebenar-benarnya mengenai semua kejadian.1
Selain itu,seluruh peristiwa penting yang terjadi dalam keluarga (yang
memiliki aspek hukum), perlu didaftarkan dan dibukukan, sehingga baik yang
bersangkutan maupun orang lain yang berkepentingan mempunyai bukti yang
outentik tentang peristiwa-peristiwa tersebut, dengan demikian maka
kedudukan hukum seseorang menjadi tegas dan jelas. Untuk melakukan
pencatatan, dibentuknya lembaga khusus yang disebut Lembaga Catatan Sipil
(Burgerlijke Stand).2
1 Sudikno Mertokusumo, 2002, Hukum Acara Perdata di Indonesia Edisi 6 Cet 1, Liberty,
Yogyakarta, hlm. 142. 2 Srinurbayanti Herni, Rofiandri Ronal, dan Novitarini Wini, 2003, Publikasi Hak
Masyarakat Dalam Bidang Identitas Cet 2, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta,
2003, hlm. 19.
2
Dan bilamana seseorang untuk waktu yang pendek maupun waktu yang
lama meninggalkan tempat tinggalnya, tetapi sebelum pergi ia memberikan
kuasa kepada orang lain untuk mewakili dirinya dan mengurus harta
kekayaannya, maka keadaan tidak ditempat orang itu tidak menimbulkan
persoalan. Akan tetapi bilamana orang yang pergi meninggalkan tempat tinggal
tersebut sebelumnya tidak memeberikan kuasa apapun kepada orang lain untuk
mewakili dirinya maupun untuk mengurus harta kekayaannya dan segala
kepentingannya, maka keadaan tidak ditempatnya orang itu menimbulkan
persoalan, siapa yang mewakili dirinya dan bagaimana mengurus harta
kekayaannya. Oleh Karena itu, Keadaan tidak hadir (Afwezigheid) diatur dalam
Bab ke-delapan bela Burgelijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata). Dari Pasal 463 tentang beberapa unsur tentang keadaan tidak hadir.
Berdasarkan pemaparan tersebut du atas, Penulis tertarik untuk
mengkajinya dalam bentuk Makalah dengan judul “Pentingnya Lembaga
Catatan Sipil, Tempat Kediaman dan Keadaan Tidak Hadir Untuk
Dibicarakan Dalam Hukum”.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pentingnya lembaga catatan sipil dalam hukum?
2. Bagaimana pentingnya tempat kediaman dalam hukum?
3. Bagaimana konseskuensi keadaan tidak hadir dalam hukum?
3
C. Tujuan
1. Mengatahui dan memahami pentingnya lembaga catatan sipil dalam hukum.
2. Mengatahui dan memahami pentingnya tempat kediaman dalam hukum.
3. Mengatahui dan memahami konseskuensi keadaan tidak hadir dalam
hukum.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lembaga Catatan Sipil Dalam Hukum
1. Definisi Lembaga Catatan Sipil
KUHPerdata tidak memberikan pengertian dari apa yang dimaksud
dengan pencatatan sipil itu. Padahal Lembaga Pencatatan Sipil ini sudah
dikenal sejak zaman Hindia Belanda,namun di dalam Art.16 NBW Baru
negeri Belanda disebutkan bahwa catatan sipil merupakan intuisi untuk
meregistrasi kedudukan hukum mengenai pribadi seseorang terhadap
kelahirannya, perkawinannya, perceraiannya, orang tuanya, dan
kematiannya. Adapun beberapa unsur penting dalam Lembaga Catatan
Sipil, yaitu:
a. Di bentuk oleh pemerintah.
b. Betugas mencatat, mendaftarkan, dan membukukan peristiwa
penting bagi status keperdataan.
c. Bertujuan mendapatkan data yang lengkap, agar status warga
dapat diketahui dan dibuktikan.
Adapun pengaturan catatan sipil atau pencatatan sipil diatur dalam
Bab kedua Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 Buku Kesatu KUHPerdata.
Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16 KHUPerdata
tersebut mengatur mengenai akta-akta catatan sipil bagi golongan penduduk
Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan itu. Namun,dengan keluarnya
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1961 tentang Perubahan atau Penambahan
5
Nama Kelauarga, ketentuan-ketentuan dalam Pasal 6 sampai Pasal 10
KUHPerdata dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengann yang baru
sebagaimana termuat dalam pasal-pasal Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1961.
2. Tujuan Lembaga Catatan Sipil
a. Untuk memperoleh kepastian hukum tentang status perdata seseorang
yang mengalami peristiwa hukum tersebut. Kepastian hukum sangat
penting dalam setiap perbuatan hukum.
b. Kepastian hukum itu menentukan apakah ada hak dan kewajiban hukum
yang sah antara pihak-pihak yang berhubungan dengan hukum itu.
c. Kepastian hukum mengenai kelahiran menentukan status perdata
seseorang itu dewasa atau belum dewasa.
d. Kepastian hukum mengenai perkawinan menentukan status perdata
mengenai boleh atau tidak boleh melangsungkan perkawinan dengan
pihak lain lagi.
e. Kepastian hukum mengenai perceraian menentukan status perdata untuk
bebas mencari pasangan lain.
f. Kepastian hukum mengenai kematian menentukan status perdata
sebagai ahli waris dan keterbukaan waris.
6
3. Fungsi Lembaga Catatan Sipil
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983 telah
ditentukan, bahwa kantor Catatan Sipil mempunyai fungsi
menyelenggarakan:
a. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Kelahiran; diberikan
oleh dokter atau bidan rumah sakit/klinik mengenai peristiwa
kelahiran itu.
b. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Perkawinan; dibuat
petugas pencatat nikah (PPN) yang menyaksikan peristiwa
pernikahan itu.
c. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Perceraian; putusan
pengadilan yang diberikan oleh Pengadilan Negeri bagi beragama
non islam dan Pengadilan Agama bagi beragama Islam.
d. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Pengakuan dan
Pengesahan Anak.
e. Pencatatan dan penerbitan Kutipan Akta Kematian;diberikan oleh
dokter rumah sakit yang merawatnya atau oleh kepala
kelurahan/desa tempat tinggal yang bersangkutan.
f. Penyimpanan dan pemeliharaan Akta Kelahiran, Akta
Perkawinan, Akta Perceraian, Akta Pengakuan dan Pengesahan
Anak dan Akta Kematian.
g. Penyelidikan bahan dalam rangka perumusan kebijaksanaan
bidang kependudukan/kewarganegaraan.
7
4. Macam-Macam Akta Catatan Sipil
a. Akta Kelahiran
Akta kelahiran adalah akta/catatan otentik yang dibuat oleh
pegawai catatan sipil berupa catatan resmi tentang tempat dan waktu
kelahiran anak, nama anak dan nama orang tua anak secara lengkap dan
jelas, serta status kewarganegaraan anak.
1) Akta Kelahiran adalah Sebuah Catatan Administratif
Pada prinsipnya, akta kelahiran hanyalah sebuah catatan
administratif. Dianggap penting karena data yang ada dalam
akta kelahiran dapat digunakan sebagai bukti jati diri bagi si
anak, sehubungan dengan hak waris atau klaim asuransi dan
pengurusan hal-hal administratif lainnya seperti tunjangan
keluarga, paspor, KTP, SIM, pengurusan perkawinan,
perijinan, mengurus beasiswa dan lain-lain. Dengan adanya
data di KCS, secara administratif negara berkewajiban
memberi perlindungan terhadap anak dari segala bentuk
kekerasan fisik, mental, penyanderaan, penganiayaan,
penelantaran, eksploitasi termasuk penganiayaan seksual dan
perdagangan anak (pasal 19 ayat 1 Konvensi Hak Anak).
Untuk itu pihak berwenang dapat menjerat pelaku dengan
ketentuan kejahatan terhadap anak di bawah umur.
8
b. Akta Perkawinan
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku
(pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan nomor 1 tahun 1974). Bagi
mereka yang melakukan perkawinan menurut agama Islam, pencatatan
dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA). Sedang bagi yang beragama
Katholik, Kristen, Budha, Hindu, pencatatan itu dilakukan di Kantor
Catatan Sipil (KCS).
1) Sahnya Perkawinan
Sebuah perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu (pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan). Ini berarti
bahwa jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan rukun
nikah atau ijab kabul telah dilaksanakan (bagi umat Islam) atau
pendeta/pastur telah melaksanakan pemberkatan atau ritual
lainnya (bagi yang non muslim), maka perkawinan tersebut
adalah sah, terutama di mata agama dan kepercayaan
masyarakat.
Karena sudah dianggap sah, akibatnya banyak
perkawinan yang tidak dicatatkan. Bisa dengan alasan biaya
yang mahal, prosedur berbelit-belit atau untuk menghilangkan
jejak dan bebas dari tuntutan hukum dan hukuman
adiministrasi dari atasan, terutama untuk perkawinan kedua
dan seterusnya (bagi pegawai negeri dan ABRI). Perkawinan
9
tak dicatatkan ini dikenal dengan istilah Perkawinan Bawah
Tangan (Nikah Syiri’).
2) Akibat Hukum Tidak dicatatkannya Perkawinan
a) Perkawinan Dianggap tidak Sah
Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan
kepercayaan, namun di mata negara perkawinan Anda
dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh Kantor Urusan
Agama atau Kantor Catatan Sipil.
b) Anak Hanya Mempunyai Hubungan Perdata dengan
Ibu dan Keluarga Ibu
Anak-anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau
perkawinan yang tidak tercatat, selain dianggap anak
tidak sah, juga hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibu atau keluarga ibu (Pasal 42 dan 43 Undang-
Undang Perkawinan). Sedang hubungan perdata dengan
ayahnya tidak ada.
c) Anak dan Ibunya tidak Berhak atas Nafkah dan
Warisan
Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat
adalah, baik isteri maupun anak-anak yang dilahirkan
dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut nafkah
ataupun warisan dari ayahnya. Namun demikian,
Mahkamah Agung RI dalam perkara Nugraha Besoes
10
melawan Desrina dan putusan Pengadilan Negeri
Yogyakarta dalam perkara Heria Mulyani dan Robby
Kusuma Harta, saat itu mengabulkan gugatan nafkah
bagi anak hasil hubungan kedua pasangan tersebut.
c. Akta Perceraian
Perceraian yang secara sah menurut hukum negara (sesuai dengan
UU No. 1 Tahun 1974) adalah melalui Pengadilan. Perceraian yang
demikian wajib dicatat dan memperoleh akta cerai. Perceraian
merupakan salah satu peristiwa penting yang mengubah status catatan
sipil seseorang. Perceraian mengubah status kawin menjadi status janda
atau duda, dan membawa akibat-akibat hukum lain seperti pembagian
harta bersama (gono-gini), serta hak dan kewajiban terhadap anak.
Pengadilan hanya memutuskan mengadakan sidang pengadilan untuk
menyaksikan perceraian apabila memang terdapat alasan-alasan dan
pengadilan berpendapat bahwa antara suami isteri yang bersangkutan
tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah
tangga. Sesaat setelah dilakukan sidang untuk menyaksikan perceraian
yang dimaksud maka Ketua Pengadilan membuat surat keterangan
tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat keterangan itu dikirimkan
kepada Pegawai Pencatat di tempat perceraian itu terjadi untuk diadakan
pencatatan perceraian.
11
Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya
terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor
pencatatan oleh Pegawai Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama
Islam terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Sehingga jika putusan
perceraian di pengadilan tidak segera dicatatkan, maka belum
mempunyai kekuatan hukum dan akan menyulitkan suami/isteri dalam
mengambil tindakan hukum lainnya. Misalkan untuk menikah kembali.
d. Akta Kematian
Kematian adalah menghilangnya secara permanen semua tanda-
tanda kehidupan setiap saat setelah kelahiran hidup terjadi.Pencatatan
kematian memberikan kepastian hukum atas hak dan kewajiban perdata
seseorang yg meninggal dunia, termasuk pada pihak yg mempunyai
hubungan garis keturunan atau hubungan darah.
Akta kematian merupakan bukti pengakuan negara atas
meninggalnya seseorang dgn berbagai implikasi keperdataan yg wajib
diselesaikan. Bagi pemerintah, pencatatan kematian yg dilaksanakan
secara benar, hasilnya merupakan sumber data statistik yg akurat
sekaligus mengakomodasi kepentingan dlm perencanaan pembangunan
di bidang kesehatan.
12
1) Tujuan Pencatatan Kematian
a) Memberikan status dan kepastian hukum atas peristiwa
kematian seseorang.
b) Memberikan perlindungan data pribadi penduduk yang
berkaitan dengan kematian.
c) Fasilitasi pelayanan publik sebagai implikasi pencatatan
kematian.
2) Manfaat Pencatatan Kematian
Dengan diperoleh bukti dan dokumen autentik atas
kematian seseorang maka hal ini memberikan manfaat
diantaranya yakni Pembuktian kematian secara hukum,
pengurusan warisan/hubungan hutang-piutang/ asuransi;
pengurusan pensiun bagi pegawai (janda/duda); pemberian
tunjangan keluarga; pengurusan taspen; pencairan
dana/tabungan di bank; persyaratan perkawinan bagi pasangan
yang ditinggal mati; penghapusan data pribadi. selain itu juga
dengan pencatatan kematian akan didapatkan data statistik
vital kematian dan bagi penyelenggara pencatatan akan
memberikan konstribusi dlm pemeliharaan database
kependudukan yang akurat, muktahir dan realible.
13
e. Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak
Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak adalah catatan pinggir
yang dibuat bagi anak lahir diluar perkawinan orang tuanya yang
kemudian diakui dan disahkan dalam pencatatan perkawinan orang
tuanya yang sah.
1) Pengakuan Anak
Dalam Penjelasan Pasal 49 ayat (1) Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan,
bahwa yang dimaksud dengan Pengakuan Anak adalah:
Pengakuan seorang ayah terhadap anaknya yang lahir di
luar perkawinan sah atas persetujuan ibu kandung anak
tersebut.
Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan menentukan bahwa
Pengakuan Anak tersebut wajib dilaporkan oleh orangtua pada
Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal Surat Pengakuan Anak oleh ayahnya dan disetujui oleh
ibu dari anak yang bersangkutan. Dalam kaitan ini mengenai
Surat Pengakuan Anak oleh ayahnya yang disetujui oleh ibu
kandung anak yang bersangkutan, lebih baik dibuat dalam
bentuk akta Notaris, untuk kesempurnaan Pengakuan Anak
tersebut, dan dapat menjadi bukti yang kuat bagi para pihak.
14
2) Pengesahan Anak
Dalam Penjelasan Pasal 50 ayat (1) Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan,
bahwa yang dimaksud dengan Pengesahan Anak adalah:
Pengesahan status seorang anak yang lahir di luar ikatan
perkawinan sah pada saat pencatatan perkawinan kedua tua
anak tersebut.
Pasal 50 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006
Tentang Administrasi Kependudukan menentukan bahwa
Pengesahan Anak tersebut wajib dilaporkan oleh orang tua
pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan
perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan terhadap anak
yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah, dapat dilakukan
Pengakuan Anak atau Pengesahan Anak. Kalau Pengakuan
anak hanya sebatas pengakuan dari ayah kandungnya yang
disetujui oleh ibu kandungnya, tanpa diikuti dengan
perkawinan ibu-bapaknya, tapi dalam Pengesahan Anak ibu
danbapak si anak tersebut melangsungkan pernikahan dan
pada saat pencatatan perkawinan si anak diakui sebagai anak
kandung mereka.
15
3) Akta Pergantian Nama
Nama biasanya diberikan kepada seseorang sejak ia
dilahirkan ke dunia. Akan tetapi, nama juga bisa dirubah.
Seiring dengan perkembangan jaman, banyak masyarakat kita
yang melakukan perubahan nama dengan berbagai alasan. Di
antaranya karena alasan profesi, nama lama kurang membawa
hoki, nama lama kurang bagus sehingga pemiliknya merasa
malu jika memperkenalkan diri dan berbagai alasan lainnya.
Tanpa kita sadari, mengganti atau merubah nama ini
tidak serta merta berubah begitu saja, karena perubahan nama
ini berpengaruh terhadap seluruh administrasi yang
dilakukan. Di antaranya, dalam bidang administrasi
kependudukan berpengaruh terhadap KTP, KK dan akta
kelahiran yang bersangkutan. Selain itu, dalam administrasi
pendidikan berpengaruh terhadap data pendidikan dan ijazah.
Perlu diketahui, bahwa penetapan perubahan nama ini
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan Pasal 52 yang
menyatakan:
a) Pencatatan perubahan nama dilaksanakan
berdasarkan penetapan pengadilan negeri tempat
pemohon.
16
b) Pencatatan perubahan nama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada
Instansi Pelaksana yang menerbitkan akta Pencatatan
Sipil paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
diterimanya salinan penetapan pengadilan negeri oleh
Penduduk.
c) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan
pinggir pada register akta Pencatatan Sipil dan
kutipan akta Pencatatan Sipil.
Dalam hal perubahan nama ini, akta kelahiran kita
nantinya akan tetap sama dengan akta kelahiran yang lama.
Hanya saja dalam akta tersebut ditambahkan catatan pinggir
oleh petugas catatan sipil mengenai perubahan nama.
Selanjutnya, kita dapat mengurus perubahan nama pada
surat-surat, seperti KTP, sertifikat tanah, surat-surat yang
berhubungan dengan perbankan, dan lain sebagainya dengan
akta tersebut.
17
B. Tempat Kediaman Dalam Hukum
1. Definisi Tempat Kediaman
Tempat kediaman (domicilie) adalah tempat seseorang harus
dianggap selalu hadir dalam hubungannya dengan pelaksanaan hak dan
pemenuhan kewajiban, juga apabila pada suatu waktuia benar-benar tidak
dapat hadir di tempat tersebut. Bukan hanya manusia alami yang memiliki
tempat tinggal, Badan Hukum juga memiliki tempat inggal. Namun istilah
yang digunakan bukanlah tempat tinggal, melainkan tempat kedudukan
yakni tempat kedudukan (kantor) pengurusnya.
Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata tempat kediaman itu
seringkali ialah rumahnya, kadang-kadang kotanya. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa setiap orang dianggap selalu mempunyai tempat tinggal
di mana ia sehari-harinya melakukan kegiatannya atau di mana ia
berkediaman pokok. Kadang-kadang menetapkan tempat kediaman
seseorang itu sulit, karena selalu berpindah-pindah (banyak rumahnya).
Untuk memudahkan hal tersebut dibedakan antara tempat kediaman hukum
(secara yuridis) dan tempat kediaman yang sesungguhnya.
2. Macam-Macam Tempat Kediaman
Menurut KUHPerdata domisili/tempat tinggal itu ada dua jenis,
yaitu:
18
a. Tempat tinggal sesungguhnya yaitu tempat yang bertalian dengan
hak-hak melakukan wewenang seumumnya. Tempat tinggal
sesungguhnya dibedakan antara lain:
1) Tempat tinggal sukarela/bebas yang tidak terikat/tergantung
hubungannya dengan orang lain. Pasal 17 KUHPdt
menyatakan bahwa setiap orang dianggap mempunyai tempat
tinggal di mana ia menempatkan kediaman utamanya. Dalam
hal seseorang tidak mempunyai tempat kediaman utama maka
tempat tinggal dimana ia benar-benar berdiam adalah tempat
tinggalnya.
2) Tempat tinggal yang wajib/tidak bebas yaitu yang ditentukan
oleh hubungan yang ada antara seseorang dengan orang lain.
Misalnya:
a) wanita bersuami mengikuti suaminya;
b) anak di bawah umur mengikuti tempat tinggal orang
tuanya/walinya;
c) orang dewasa yang ada di bawah pengampuan mengikuti
curatornya;
d) pekerja /buruh mengikuti tempat tinggal majikannya.
3) Tempat tinggal yang dipilih, yaitu tempat tinggal yang
berhubungan dengan hal-hal melakukan perbuatan hukum
tertentu saja. Tempat tinggal yang dipilih ini untuk
memudahkan pihak lain atau untuk kepentingan pihak yang
19
memilih tempat tinggal tersebut. Tempat tinggal yang dipilih
ada dua macam, yaitu:
a) Tempat tinggal yang terpaksa dipilih ditentukan undang-
undang (pasal 106:2 KUHPdt).
b) Tempat kediaman yang dipilih secara bebas misalnya
tempat tinggal yang dipilih secara sukarela harus dilakukan
secara tertulis artinya harus dengan akta (pasal 24:1
KUHPdt), bila ia pindah maka untuk tindakan hukum yang
dilakukannya ia tetap bertempat tinggal di tempat yang
lama.
3. Hak dan Kewajiban
Tempat tinggal menentukan hak dan kewajiban seseorang menurut
hukum. Hak dan kewajiban ini dapat timbul dalam bidang hukum perdata.
Hak dan kewajiban dalam bidang hukum pubik, misalnya:
a. Hak mengikuti pemilihan umum, hak suara hanya dapat diberikan
di TPS di mana yang bersangkutan tinggal/beralamat.
b. Kewajiban membayar pajak bumi dan bangunan hanya dapat
dipenuhi ditempat dimana yang bersangkutan tinggal/beralamat.
c. Kewajiban membayar pajak kendaraan bermotor hanya dapat
dipenuhi dimana yang bersangkutan tinggal/beralamat, karena
kendaraan bermotor di daftarkan mengikuti alamat pemiliknya.
20
Hak dan kewajiban dalam hukum perdata misalnya:
a. Jika dalam perjanjian tidak ditentukan tempat pembayaran,
debitur wajib membayar di tempat tinggalnya (pasal 1393 ayat 2
KUHPdt).
b. Debitur wajib membayar wesel/cek kepada pemegangnya
(kreditur) di tempat tinggal/alamat debitur (pasa 137 KUHD). Ini
berarti kreditur (bank) untuk memperoleh pembayaran. Debitur
(bank) hanya akan membayar di kantornya, bukan di tempat lain.
c. Debitur berhak menerima kredit dari kreditur (bank) di kantor
kreditur (bank), demikian juga kewajiban membayar kredit
dilakukan di kantor kreditur.
4. Status Hukum
Status hukum seseorang juga menentukan tempat tinggalnya,
sehingga akan menentukan pula hak dan kewajiban menurut hukum.
Tempat tinggal seorang istri ditentukan oeh pemufakatan dengan suaminya.
Dengan demikian hak dan kewajiban hukum mengikuti tempat tingga yang
ditentukan itu. Tempat tinggal anak dibawah umur di tentukan ileh tempat
tinggal orangtuanya. Dengan demikian hak dan kewajiban anak tersebut
ditentukan oleh tempat tinggal kedua orang tuanya itu. Perjanjian juga
menentukan tempat tinggal atau tempat kedudukan. Dengan demikian hak
dan kewajiban mengikuti tempat tinggal/alamat yang dipilih sesuai
perjanjian.
21
5. Arti Pentingnya Domisili
Arti penting (relevansi) tempat tinggal bagi seseorang atau badan
hukum ialah dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban, penentuan status
hukum seseorang dalam lalu lintas hukum, dan berusaha dengan pengadilan.
Tempat tingggal menentukan apakah seseorang itu terikat untuk
memenuhi hak dan kewajibannya dalam setiap peristiwa hukum. Tempat
tinggal juga menentukan status hukum seseorang apakah ia dalam ikatan
perkawinan, apakah ia dalam keadaan belum dewasa, apakah ia dalam
keadaan tidak wenang berbuat. Tempat tinggal juga menentukan apabila
seseorang berurusan/berperkara di muka pengadilan. Pengadilan Negeri
atau Pengadilan Agama berwenang menyelesaikan perkara perdata adalah
yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal tergugat (pasal 118 HIR).
Domisili penting untuk seseorang dalam hal sebagai berikut:
a. Untuk menentukan atau menunjukan suatu tempat di mana
berbagai perbuatan hukum harus dilakukan, misalnya
mengajukan gugatan, pengadilan mana yang berwenang
mengadili (menurut Sri Soedewi M.Sofwan).
b. Untuk mengetahui dengan siapakah seseorang itu melakukan
hubungan hukum serta apa yang menjadi hak dan kewajiban
masing-masing (Riduan Syahrani).
c. Untuk membatasi kewenangan berhak seseorang.
22
C. Keadaan Tidak Hadir Dalam Hukum
1. Definisi Keadaan Tidak Hadir
Keadaan tidak hadir diatur dalam Buku I Bab 18 pasal 463-495
KUHPdt yang merumuskan secara definitif tentang keadaan tidak hadir.
Keadaan tidak hadir adalah suatu keadaan tidak adanya seseorang di
tempat kediamannya karena bepergian atau meninggalkan tempat
kediamannya, baik dengan izin maupun tanpa izin dan tidak diketahui di
mana tempat ia berada.
2. Pengaruh Keadaan Tidak Hadir
Keadaan tidak hadir yang berlangsung lama dapat menimbulkan
persoalan, yaitu dugaan telah meninggal dunia. Dugaan ini timbul apabila
pencarian telah dilakukan dengan segala upaya, dengan perantaraan orang
lain, dengan bantuan pejabat negara, atau dengan bantuan media massa,
tetapi tidak juga diketahui keberadaan ang bersangkutan. Berlangsung lama,
menurut KUHPdt Indonesia, tidak ada kabar beritanya sekurang-kurangnya
5 tahun (pasal 467 KUHPdt) dan sampai 10 tahun (pasal 470 KUHPdt).
Menurut bahasa sehari-hari, orang itu dikatakan orang hilan.
Persoalan lain adalah apabila bepergian yang bersangkutan itu tidak
meninggalkan pesan atau kuasa pada keluarga yang ditinggalkan, siapa dan
bagaimana cara mengurus kepentingannya (hak dan kewajiban), sebenarnya
yang bersangkutan diharapkan akan kembali, tetapi setelah lampau
tenggang waktu lama tidak juga muncul di tempat, timbul kesangsian
23
apakah ia masih hidup atau sudah meninggal dunia. Keadaan tidak hadir
memengaruhi dan memberi akibat hukum kepada yang bersangkutan sendiri
dan kepada pihak keluarga yang ditinggalkan. Pengaruh keadaan tidak hadir
itu adalah pada:
a. Penyelenggaraan kepentingan yang bersangkutan.
b. Status hukum yang bersangkutan sendiri, atau status hukum
anggota keluarga yang ditinggalkan mengenai perkawinan dan
pewarisan.
3. Tahap Penyelesaian Keadaan Tidak Hadir
Menurut Tan Thong Kie, Keadaan tidak hadir dapat dibagi ke dalam
3 masa, yaitu masa pengambilan tindakan sementara, masa ada dugaan
hukum mungkin telah meninggal dan masa pewarisan definitif.
a. Pengambilan Tindakan Sementara
Masa ini diambil jika ada alas an-alasan yang mendesak
untuk mengurus seluruh atau sebagian harta kekayaannya.
Tindakan sementara ini dimintakan kepada Pengadilan Negeri
oleh orangyang mempunyai kepentingan terhadap harta
kekayaannya. Dalam tindakan sementara ini hakim
memerintahkan BPH (Balai Harta Peninggalan) untuk mengurus
seluruh harta kekyaan serta kepentingan dari orang tak hadir.
Adapun kewajiban BHP adalah:
1) Membuat pencatatan harta yang diurusnya.
24
2) Membuat daftar pencatatan harta, surat-surat lain
uang kontan, kertas berharga dibawa ke kantor
BHP.
3) Memperhatikan segala ketentuan untuk sesorang wali
mengenai pengurusan harta seorang anak (Pasal 464
KUHPerdata).
4) Tiap tahun memberi pertanggung jawaban pada jaksa
dengan memperlihatkan surat-surat pengurusan dan
efek-efek (Pasal 465 KUHPerdata).
5) BHP berhak atasa upah yang besarnya sama dengan
seorang wali (Pasal 411 KUHPerdata).
b. Masa Ada Dugaan Hukum Mungkin Telah Meninggal
Seseorang dapat diputuskan “kemungkinan” sudah
meninggal jika:
1) Tidak hadir 5 tahun, bila tidak meninggalkan surat
kuasa (Pasal 467 KUHPerdata), dimulai pada
hari ia pergi tidak ada kabar yang diterima dari
orang tersebut atau sejak kabar terakhir diterima.
2) Tidak hadir 10 tahun, bila surat kuasa ada tetapi sudah
habis berlakunya (pasal 470 KUHPerdata), dimulai
pada hari ia pergi tidak ada kabar yang
diterima dari orang tersebut atau sejak kabar terakhir
diterima.
25
3) Tidak hadir 1 tahun, bila orangnya termasuk awak
atau penumpang kapal laut atau pesawat
udara (S. 1922 No. 455), dimulai sejak adanya kabar
terakhir dan jika tidak ada kabar sejak hari
berangkatnya.
4) Tidak hadir 1 tahun, jika orangnya hilang pada suatu
peristiwa fatal yang menimpa sebuah kapal laut
atau pesawat udara (S. 1922 No. 455), di mulai
sejak tanggal terjadinya peristiwa.
5) Dalam Peraturan Pemerintah No. 9/1975, dikatakan
bahwa apabila salah satu pihak
meninggalkannya 2 tahun berturut-turut, pihak yang
ditinggalkan boleh mengajukan perceraian.
Akibat-akibat dari masa kemungkinan sudah meninggal
bagi para ahli waris dan penerima hibah wasiat/legataris
adalah:
1) Menuntut pembukaan surat wasiat.
2) Mengambil (menerima) harta orang yang tak hadir
dengan kewajiban membuat pencatatan harta
yang dimbil serta memberi jaminan yang harus
disetujui oleh hakim (pasal 472 KUHPerdata).
3) Meminta pertanggung jawab oleh BHP bila BHP
dahulu mengurusnya.
26
4) Mengoper segala kewajiban dan gugatan orang tak
hadir (asal 488 KUHPerdata). Para ahli waris
yang diperkirakan demi hokum menerima harta
warisan secraa terbatas (Pasal 277 KUHPerdata).
5) Pada umumnya mereka bertindak sebagai orang yang
mempunyai hak pakai hasil (Pasal 474 KUHPerdata)
6) Berhak mengadakan pemisahan dan pembagian
dengan ketentuan harta tetap tidak dapat dijual
kecuali dengan ijin hakim (Pasal 478 dan 481
KUHPerdata)
Keadaan “mungkin sudah meninggal” berakhir:
1) Jika orang yang tidak hadir kembali atau ada kabar
baru tentang hidupnya.
2) Jika si tak hadir meninggal dunia.
3) Jika masa “pewarisan definitive” termaksud dalam
Pasal 484 KUHPerdata dimulai.
c. Masa Pewarisan Definitive
Masa ini terjadi apabila lewat 30 tahun sejak tanggal
tentang “mungkin sudah meninggal” atas keputusan hakim, atau
setelah lewat 100 tahun setelah lahirnya si tak hadir.
Akibat-akibat permulaan masa pewarisan definitive:
1) Semua jaminan dibebaskan.
27
2) Para ahli waris dapat mempertahankan pembagian
harta warisan sebagaimana telah dilakukan atau
membuat pemisahan dan pembagian definitive.
3) Hak menerima warisan secara terbatas berhenti dan
para ahli waris dapat diwajibkan menerima warisan
atau menolaknya.
Seandainya orang yang tidak hadir kembali setelah masa
pewarisan definitive, ia ada hak untuk meminta kembali
hartanya dalam keadaan sebagaimana adanya berikut harga dari
harta yang tidak dipindatangankan, semuanya tanpa hasil dan
pendapatannya (Pasal 486 KUHPerdata).
Akibat-akibat keadaan tidak hadir terhadap istri adalah:
1) Jika suami atau istri tak hadir 10 tahun tanpa ada
kabar tentang hidupnya, maka istri/suami yang
ditinggal dapat menikah lagi dengan ijin Pengadilan
Negeri (Pasal 493 KUHPerdata). Sebelumnya
pengadilan harus mengadakan dulu pemanggilan
3X berturut-turut.
2) Waktu 10 tahun dapat diperpendek jadi satu tahun
dalam masa “mungkin sudah meninggal” (S.
1922 No. 455).
3) Dalam PP No. 9/1975 boleh kawin lagi apabila
ditinggal 2 tahun berturut-turut.
28
4) Jika izin pengadilan sudah diberikan tapi
perkawinan baru belum dilangsungkan sedang
orang yang tak hadir kembali/member kabar masih
hidup, ijin untuk menikah dari pengadilan gugur
demi hukum.
5) Setelah suami/istri yang ditinggal menikah lagi dan
kemudian orang yang tak hadir, maka orang yang
tak hadir boleh menikah lagi dengan orang lain.
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Lembaga Catatan Sipil ini mengurusi pencatatan peristiwa hukum
seseorang seperti kelahiran,perkawinan,kematian,perceraian,pengakuan
dan pengesahan anak serta pergantian nama yang menyangkut hal-hal
keperdataan yang dimiliki, baik untuk kejelasan status, atau penyelesaian
masalah-masalah keperdataan yang akan atau sedang terjadi.
2. Tempat tinggal ini terkait hak dan kewajiban dalam peristiwa hukum
seseorang serta menentukan status hukumnya.
3. Keadaan tidak hadir ini dapat menimbulkan ketidak pastian hukum yang
terkait dengan orang lain.
B. Saran
1. Untuk Lembaga Catatan Sipil agar dapat bekerja lebih baik dalam
melakukan pencatatan dan terkait dengan tempat tinggal dan keadaan tidak
hadir seseorang agar status hukumnya jelas.
2. Mesti ada sinkronisasi pembaharuan tempat tinggal seseorang agar
terbentuknya data yang uptodate.
3. Ketidakhadiran mesti diminimalisasi demi tercapainya kepastian hukum.
30
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Herni, Srinurbayanti Rofiandri Ronal, dan Novitarini Wini. 2003. Publikasi
Hak Masyarakat Dalam Bidang Identitas Cet 2. Jakarta: Pusat Studi
Hukum dan Kebijakan Indonesia.
HS, Salim. 2006. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar
Grafika.
Kie, Tan Thong. 2007. Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris.
Jakarta:Inchtiar Baru Van Hoeve.
Mertokusumo, Sudikno .2002. Hukum Acara Perdata di Indonesia Edisi 6 Cet
1. Yogyakarta: Liberty.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Penerbit PT
Citra Aditya Bakti.
Rachmadi, Usman. 2006. Aspek-aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan
di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Salim. 2008. Pengantar hukum Perdata Tertulis. Jakarta: Sinar Grafika.
Soetojo Prawirohamidjojo, R. dan Marthalena Pohan. 1991. Hukum Orang dan
Keluarga (Personen en Familie-Recht). Surabaya: Airlangga
University Press.
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
31
C. Sumber Lainnya
Soleh Hasan. ''Pencatatan Sipil di Indoneisa''. 15 Maret 2015. http://soleh-
com.blogspot.com/2012/03/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html.
Egi Septiannjari. ''Makalah Hukum Perdata''. 16 Maret 2015.
http://makalahhukumperdata.blogspot.com/
Andrycko, Muhammad. ''Materi kuliah Pengetahuan dasar Hukum Perdata
Lengkap''. 16 Maret 2015.
http://andrycko.blogspot.com/2011/12/pengetahuan-dasar-hukum-
perdata.html
Hasbi Hasadiqi.''Domisili Hukum Perdata''. 16 Maret 2015.
http://artikelfakta.blogspot.com/2013/07/domisili-hukum-perdata.html