penjelasan rekam medik orto

69
1 MALOKLUSI 1. Definisi maloklusi Maloklusi adalah kondisi menyimpang dari relasi normal gigi terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung atau terhadap gigi pada lengkung rahang lawannya. Maloklusi merupakan ketidakteraturan lokal dari gigi geligi atau hubungan yang tidak harmonis dengan gigi lawannya. Keadaan gigi yang tidak harmonis secara estetik mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi, baik fungsi pengunyahan maupun bicara. Maloklusi umumnya bukan proses patologi, namun proses penyimpangan dari perkembangan normal (Thomson, 2007). Terdapat beberapa kriteria dari maloklusi, antara lain. a. Kedudukan gigi menyimpang dari oklusi normal. b. Keadaan gigi yang menyimpang dalam satu lengkung gigi, atau antara gigi gigi pada lengkung gigi atas dan lengkung gigi bawah. c. Tidak adanya keseimbangan dento-fasial (Sulandjari, 2008). Maloklusi merupakan salah satu anomali yang menyebabkan cacat atau gangguan fungsi atau kemungkinan bisa menjadi rintangan bagi kesehatan fisik maupun emosional pasien. Maloklusi berdampak merugikan bagi pasien secara estetik dan fungsi,

description

seluk beluk rekam medik orto

Transcript of penjelasan rekam medik orto

1

MALOKLUSI

1. Definisi maloklusi

Maloklusi adalah kondisi menyimpang dari relasi normal gigi terhadap

gigi lainnya dalam satu lengkung atau terhadap gigi pada lengkung rahang

lawannya. Maloklusi merupakan ketidakteraturan lokal dari gigi geligi atau

hubungan yang tidak harmonis dengan gigi lawannya. Keadaan gigi yang

tidak harmonis secara estetik mempengaruhi penampilan seseorang dan

mengganggu keseimbangan fungsi, baik fungsi pengunyahan maupun bicara.

Maloklusi umumnya bukan proses patologi, namun proses penyimpangan

dari perkembangan normal (Thomson, 2007). Terdapat beberapa kriteria dari

maloklusi, antara lain.

a. Kedudukan gigi menyimpang dari oklusi normal.

b. Keadaan gigi yang menyimpang dalam satu lengkung gigi, atau antara

gigi gigi pada lengkung gigi atas dan lengkung gigi bawah.

c. Tidak adanya keseimbangan dento-fasial (Sulandjari, 2008).

Maloklusi merupakan salah satu anomali yang menyebabkan cacat atau

gangguan fungsi atau kemungkinan bisa menjadi rintangan bagi kesehatan

fisik maupun emosional pasien. Maloklusi berdampak merugikan bagi pasien

secara estetik dan fungsi, oleh karena itu dibutuhkan perawatan individual

(Foster, 1993).

2. Etiologi maloklusi

Maloklusi dapat disebabkan oleh satu atau berbagai macam penyebab

yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan. Penyebab maloklusi dibedakan

menjadi direct yaitu yang langsung menyebabkan maloklusi dan indirect

yaitu penyebab maloklusi secara tidak langsung (Thomson, 2007).

a. Penyebab maloklusi secara langsung (direct) antara lain,

1) Missing teeth, dapat disebabkan beberapa faktor seperti hereditas

atau keturunan, agenesis dan kongenital. Biasanya gigi yang missing

adalah gigi I2 atas, P2 atas dan M3 bawah. Contoh bila P2 missing

2

maka dapat menyebabkan M1 menjadi miring ke mesial atau disebut

dengan mesial drifting.

2) Supernumery teeth, berarti jumlah gigi yang lebih dari normal dan

letaknya ada di dental arch sering menyebabkan maloklusi.

Contohnya mesiodens, gigi supernumery 12, gigi supernumer P3,

dan gigi paramolar.

3) Transposed teeth / pindah tempat, dapat terjadi karena premature

loss gigi sulung.

4) Malformed tooth, bentuk dan ukuran gigi yang tidak normal

menyebabkan adanya maloklusi. Contohnya, makrodontia,

mikrodontia, peg shaped.

5) Abnormal frenulum labial, bila frenulum memanjang dan lengket

dengan papilla incisivus dibagian palatinal sehingga menyebabkan

kedua gigi tersebut diastema. Pada keadaan normal jarak frenulum

labial dengan gingival 3-5 mm.

6) Intra uterine pressure, tekanan saat dalam kandungan dapat

menyebabkan maloklusi. Contohnya apabila terjadi displacement

mandibula dan bentuk kepala yang abnormal.

7) Pressure sleeping habits, kebiasaan tidur satu sisi saja dapat

menyebabkan maloklusi.

8) Tekanan otot yang berlebih, seperti menghisap jari, mendorong

lidah, mengigit bibir. Hal ini menyebabkan tekanan abnormal otot

yang tidak seharusnya.

9) Malfungsi muskulus, merupakan kebiasaan jelek menyebabkan

maloklusi. Contohnya, anak sering menghisap jari, mengigit bibir,

menonjolkan lidah dan bernapas melalui mulut. Hal hal tersebut

dapat menyebabkan protusi dan open bite. Kebiasaan isap ibu jari

akan menyebabkan keadaan gigi atas didorong dan gigi bawah

ditekan, sehingga dapat mengakibatkan maloklusi kelas 1. Bernapas

melalui mulut akan menyebabkan mulut sering terbuka dan fungsi

otot tidak normal, sehingga dapat menyebabkan RA menjadi lebih

sempit, gigi depan protusi dan gigi belakang ke lingual.

3

10) Gigi sulung tanggal lebih cepat / premature loss, gigi sulung yang

tanggal sebelum waktunya menyebabkan gigi sebelahnya bergeser

dan mengisi ruang gigi lain sehingga mengganggu arah

pertumbuhan gigi lain.

11) Terlambat erupsi gigi tetap, dapat disebabkan karena penyakit,

kelainan endokrin, gingival tebal sehingga gigi sulit keluar.

12) Persistensi, karena belum tanggal gigi sulung maka gigi tetap tidak

ada ruang untuk tumbuh.

13) Tanggal gigi tetap, hilangnya gigi tetap menyebabkan mesial

drifting.

14) Restorasi yang kurang sempurna, apabila tambalan tidak sempurna

menyebabkan titik kontak dengan gigi sebelahnya hilang dan terjadi

pergeseran.

15) Gigi yang terbenam / submerged tooth, karena gigi melekat menjadi

satu dengan tulang (ankylosis), hal ini mengganggu arah

pertumbuhan gigi lain.

16) Alveolar deficiency, defisiensi tulang alveolar dapat terjadi karena

malnutrisi, penyakit, atau kurangnya aktivitas fungsional.

17) Kista, kista yang besar mendorong kedudukan gigi sehingga

maloklusi.

18) Trauma atau kecelakaan, yang menyebabkan maloklusi (Proffit dkk,

2007).

b. Penyebab maloklusi secara tidak langsung (indirect) antara lain,

1) Ketidakseimbangan endokrin, endokrin berperan dalam

pertumbuhan badan, tulang dan gigi termasuk erupsi dan resorbsi

akar. Disfungsi endokrin dapat mempengaruhi pembentukan dan

erupsi gigi serta jaringan lunak mulut.

2) Infeksi akut atau kronis dan penyakit defisiensi, dapat mengganggu

pertumbuhan organ enamel dan mengubah struktur gigi. Contohnya,

congenital syphilis menyebabkan hutchinton teeth, peg shaped,

agenesis, dan penyakit ricket yang menyebabkan keterlambatan gigi

erupsi dan tanggal terlalu dini.

4

3) Gangguan metabolisme, apabila metabolism Ca tidak baik akan

mempengaruhi kekuatan tulang yang rapuh sehingga mandibula

sering berubah bentuk menjadi maloklusi.

4) Cacat kongenital atau herediter, jika herediter kelainan bisa

disebabkan karena DM dan buta warna, jika kongenital seperti

syphilis, dan jika cacat kongenital dan herediter yaitu cleft lip, cleft

palate, dan missing teeth.

5) Pengaruh lingkungan, dapat prenatal dan postnatal. Prenatal

misalnya, trauma, diet dan malnutrisi dalam kandungan. Postnatal

misalnya luka, cerebral palsy dan luka TMJ (Proffit dkk, 2007).

Selain dibedakan secara langsung dan tidak langsung, penyebab

terjadinya maloklusi juga dapat diklasifikasikan menjadi dua faktor yaitu,

faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (Iman, 2008).

a. Faktor intrinsik, terdiri dari:

1) Premature loss / gigi sulung tanggal prematur

Premature loss pada gigi sulung akan menyebabkan gigi sebelahnya

bergeser mengisi ruang bekas gigi sulung dulu tumbuh (mesial

drifting).

2) Persistensi gigi sulung,

Persistensi dapat terjadi karena benih gigi tetap lambat erupsi,

perkembangan gigi tetap lambat, terlambat resorbsi akar gigi sulung,

ataupun ankilosis. Persistensi akan menyebabkan terganggunya arah

pertumbuhan gigi lain. Contoh, apabila gigi insisivus sulung

persistensi akibatnya gigi insisivus tetap palatoversi/ linguoversi.

3) Gangguan erupsi gigi tetap

Hal ini disebabkan karena posisi akar gigi sulung, supernumary

teeth, tumor, hormonal dan impaksi.

4) Gigi tetap tanggal pada usia dini

Tanggalnya gigi tetap yang terlalu dini disebabkan karena karies atau

trauma. Akibat yang terjadi hilang kontak dengan gigi tetangga,

sehingga adanya pergeseran gigi.

5

5) Restorasi gigi tidak baik

Apabila tumpatan tidak baik akan mengganggu gigi tetangganya,

contoh apabila tumpatan kelas II GV Black tidak baik menyebabkan

titik kontak dengan gigi sebelahnya hilang dan menyebabkan

pergeseran gigi sehingga terjadi maloklusi.

6) Perlekatan frenulum labii terlalu rendah

Perlekatan frenulum labii yang terlalu rendah mengakibatkan

diastema sentral diantara gigi tetap rahang atas (Iman, 2008).

b. Faktor ektrinsik, terdiri dari:

1) Kebiasaan buruk

a) Kebiasaan menghisap jari, menyebabkan gigi insisivus rahang

atas protusif dan gigi insisivus rahang bawah linguoversi, open

bite anterior, penyempitan lengkung rahang atas.

b) Kebiasaan mendorong lidah, menyebabkan gigi geligi terdorong

ke depan dan protusi.

c) Kebiasaan bernafas melalui mulut, mengakibatkan penyempitan

lengkung rahang atas, palatum tinggi dan gigi berjejal. Hal

tersebut terjadi karena pada saat bernapas lidah pada dasar mulut

menyebabkan perkembangan maksila tidak seimbang.

d) Lip habits, kebiasaan menghisap/ menggigit/ menekan bibir.

Menghisap atau menekan bibir mengakibatkan gigi insisivus

rahang atas labioversi/protusi. Menekan bibir mengakibatkan

ketidakmampuan menutup bibir tanpa kontraksi otot orbicularis

oris dan otot mentalis.

2) Penyakit lokal

a) Penyakit nasofaringeal dan tersumbat jalannya napas,

menyebabkan kebiasaan bernapas melalui mulut sehingga

maloklusi.

b) Infeksi telinga tengah, menyebabkan kerusakan TMJ.

c) Tumor/ kista, menyebabkan terganggunya pertumbuhan gigi.

d) Karies, menyebabkan premature loss (Iman, 2008).

6

3. Maloklusi skeletal dan dentoalveolar

Secara umum golongan maloklusi dibagi menjadi 3, yaitu dental

dysplasia, skeleton dental dysplasia dan skeletal dysplasia.

a. Dental displasia

Merupakan suatu maloklusi yang hanya bersifat dental yaitu satu gigi

atau lebih yang berada dalam satu atau dua rahang memiliki hubungan

abnormal satu dengan lain. Hubungan rahang atas dan rahang bawah,

keseimbangan muka dan fungsi dan perkembangan muka dan skeletal

dalam keadaan normal dan baik. Contoh dari kelainan ini adanya

kekurangan tempat gigi dalam lengkung yang biasa disebabkan oleh

premature loss, tambalan kurang baik, ukuran gigi lebih besar, sehingga

dapat terjadi keadaan linguoversi, labioversi dan sebagainya.

b. Skeleto dental displasia

Pada golongan ini, tidak hanya gigi yang abnormal tetapi dapat disertai

hubungan rahang atas dan rahang bawah atau hubungan rahang terhadap

kranium yang tidak normal. Fungsi dari otot-otot pengunyahan dapat

normal atau tidak tergantung macam kelainan dan derajat kelainan

tersebut.

c. Skeleto displasia

Pada golongan ini keabnormalannya dapat terjadi pada hubungan

anteroposterior rahang atas dan bawah terhadap basis kranium atau

hubungan rahang atas dan bawah, tetapi posisi gigi dalam lengkung gigi

normal (Sulandjari, 2008).

4. Klasifikasi maloklusi

Klasifikasi Angle merupakan klasifikasi maloklusi yang pertama

diterima secara umum dan dipakai hingga sekarang. Pada klasifikasi ini gigi

yang digunakan sebagai kunci oklusi adalah gigi M1 atas karena merupakan

gigi permanen yang pertama tumbuh dan terbesar, bukan pengganti gigi

desidui, apabila gigi ini mengalami pergeseran akan diikuti pergeseran poros

gigi lainnya dan anomali jarang sekali terjadi pada gigi ini. Pada klasifikasi

7

Angle terdapat 3 kelas yaitu kelas I Angle (neutro oklusi), kelas II Angle

(disto oklusi), dan kelas III Angle (mesio oklusi).

a. Kelas I Angle (neutro oklusi)

Pada kelas ini, hubungan mandibula dan maksila normal dengan tanda-

tanda tonjol mesiobukal gigi M1 atas terletak di buccal groove gigi M1

bawah, gigi C atas terletak pada embrassure gigi C bawah dan P1 bawah,

dan tonjol mesiolingual M1 atas terletak di fossa central M1 bawah.

Maloklusi kelas 1 Angle ini terbagi menjadi 5 tipe yaitu.

1) Tipe 1 : Terjadi crowding pada gigi anterior atau kaninus lebih ke

arah labial (ektopik),

2) Tipe 2 : Gigi-gigi anterior terutama maksila nampak labioversi atau

protrusive.

3) Tipe 3 : Terdapat crossbite anterior karena inklinasi gigi atas ke

palatinal.

4) Tipe 4 : Terdapat crossbite posterior.

5) Tipe 5 : Gigi posterior mengalami mesial drifting.

b. Kelas II Angle ( Disto Oklusi)

Pada kelas ini, lengkung gigi mandibula dan mandibula lebih ke arah

distal dalam hubungannya dengan maksila. Tanda-tanda pada kelas ini

antara lain tonjol mesiobukal M1 atas terletak di ruangan antara tonjol

mesiobukal M1 bawah dan tepi distal tonjol bukal P2 bawah dan tonjol

mesiolingual M1 atas terletak di embrasure tonjol mesiobukal M1 bawah

dan tepi distal tonjol bukal P2 bawah. Kelas II Angle ini terbagi menjadi

2 divisi yaitu.

1) Kelas II Angle Divisi 1

Apabila gigi-gigi anterior maksila berinklinasi ke arah labial atau

protrusive.

2) Kelas II Angle Divisi 2

Jika gigi-gigi anterior maksila berinklinasi ke palatal atau retrusif.

Biasanya terjadi pada insisivus sentral, sedangkan insisivus lateral

proklinasi.

8

c. Kelas III Angle (Mesio Oklusi)

Pada kelas ini, lengkung gigi mandibula dan mandibula lebih ke arah

mesial dalam hubungannya dengan maksila. Tanda pada kelas ini antara

lain tonjol mesiobukal M1 atas terletak di antara bagian distal tonjol

distal gigi M1 bawah dan tepi mesial tonjol mesial gigi M2 bawah dan

adanya crossbite anterior. Deway memodifikasi kelas III Angle menjadi

3 tipe yaitu.

1) Tipe 1 : Pada tipe ini apabila rahang beroklusi akan menyebabkan

gigi insisivus edge to edge.

2) Tipe 2 : Pada tipe ini insisivus mandibula crowded dan memiliki

lingual relation terhadap insisivus maksila.

3) Tipe 3 : Pada tipe ini gigi insisivus maksila crowded dan crossbite

dengan gigi anterior mandibula.

(Bhalaji, 2006 ; Sulandjari, 2008 ; Zenab, 2010 ).

Berdasarkan relasi gigi insisivus rahang atas dan rahang bawah

terdapat 3 klas yaitu.

a. Klas I apabila edge insisal gigi insisivus bawah berkontak dengan bagian

sentral atau singulum dari insisivus sentral atas.

b. Klas II apabila edge insisal dari insisivus bawah terletak di posterior

singulum insisivus sentral atas. Klas ini terbagi menjadi 2 divisi, divisi 1

terdapat proklinasi insisivus sentral atas yang mengakibatkan overjet

semakin besar dan divisi 2 terjadi retroklinasi insisivus sentral atas.

c. Klas III apabila edge insisivus bawah terletak lebih anterior edge

insisivus atas yang menyebabkan berkurangnya overjet (Harty dan

Ogston, 1995).

5. Diagnosa dan Pemeriksaan

a. Anamnesa

Anamnesa merupakan komunikasi antara dokter dengan pasien dan

hasilnya dapat menjadi informasi penting untuk mendiagnosa penyakit.

Anamnesa harus dicatat dan ditulis dengan kata-kata pasien sendiri dan

tidak boleh disamarkan (Gleadle, 2012). Dari anamnesa dapat diketahui

9

identitas pasien dan keluhan utama pasien. Beberapa data yang dapat

diperoleh setelah dilakukan anamnesa, diantaranya.

1) Identitas pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, nomor

telepon, pendidikan pasien, serta nama dan alamat orang tua pasien.

a) Nama pasien, digunakan untuk mengetahui identitas pasien.

b) Umur pasien, digunakan untuk mengetahui,

i) Apakah pasien masih dalam masa pertumbuhan atau sudah

berhenti,

ii) Pertumbuhan gigi geligi masih termasuk periode gigi susu/

desidui/ campuran/ mixed atau permanen,

iii) Gigi yang sudah erupsi sesuai dengan umur pasien,

iv) Menetapkan jenis alat ortodontik yang tepat untuk

digunakan (alat cekat atau lepasan, alat aktif atau

fungsional),

v) Untuk memperkirakan waktu/ lama perawatan yang

diperlukan. Apakah perawatan bisa segera dilakukan atau

harus ditunda, berapa lama dibutuhkan perawatan aktif dan

berapa lama dibutuhkan perawatan aktif dan berapa lama

diperlukan untuk periode retensi.

c) Jenis kelamin, pencatatan jenis kelamin pasien diperlukan

berkaitan dari segi psikologi perawatan.

i) Pasien wanita lebih sensitif dari pasien laki-laki, oleh

karena itu perawatan harus dilakukan dengan cara yang

lebih lemah lembut dari laki-laki.

ii) Pasien wanita lebih memperhatikan secara detail

keteraturan giginya dari pada pasien laki-laki.

iii) Pasien wanita biasanya lebih tertib, lebih sabar dan lebih

telaten daripada pasien laki-laki dalam melaksanakan

ketentuan perawatan.

d) Alamat dan nomor telepon, digunakan agar operator dapat

menghubungi pasien dengan cepat bila diperlukan dan

10

sebaliknya pasien juga diberi alamat dan nomor telepon operator

untuk memudahkan komunikasi.

e) Pendidikan pasien, digunakan agar operator dapat menyesuaikan

cara memberi penerangan dan cara memotivasi pasien.

f) Suku bangsa, digunakan karena suatu kelompok suku bangsa

atau ras tertentu akan mempunyai ciri-ciri spesifik yang masih

termasuk normal untuk kelompok tersebut (misalnya suku

bangsa negroid sedikit protrusif masih termasuk normal).

g) Nama dan alamat orang tua, dipergunakan jika sewaktu-waktu

operator perlu konsultasi dengan orang tua pasien.

2) Chief complaint, merupakan informasi pertama yang diperoleh dari

pasien. Keluhan ini berupa gejala atau masalah yang diutarakan

pasien dengan bahasanya sendiri yang berkaitan dengan kondisi

yang membuatnya cepat-cepat untuk datang mencari perawatan.

Chief complaint perlu ditanyakan karena dari informasi tersebut bisa

mengetahui bagaimana rencana perawatan yang akan dilakukan.

3) Present illness, merupakan riwayat penyakit saat ini. Present illness

dimaksudkan untuk mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh

pasien saat ini. Secara tidak langsung dari gejala-gejala tersebut

dapat mengetahui penyakit yang diderita oleh pasien karena setiap

penyakit memiliki gejala-gejala yang berbeda.

4) Past medical history, merupakan riwayat kesehatan sistemik. Past

medical history dimaksudkan untuk mengetahui apakah pasien

memiliki penyakit tertentu yang mungkin dapat menggangu proses

pertumbuhan, perkembangan gigi, serta perawatan gigi nantinya

selain itu apakah pasien memiliki penyakit yang menular atau

penyakit yang masih dalam masa perawatan.

5) Past dental history, merupakan riwayat kesehatan gigi geligi. Past

dental history dimaksudkan untuk mengetahui pertumbuhan dan

perkembangan gigi geligi pasien.

6) Family history, merupakan riwayat keluarga yang dimiliki pasien.

Famil history penting untuk ditanyakan, karena sangat penting untuk

11

mengetahui apakah penyakit yang dialami pasien terkait dengan

genetik yang dialami pula oleh keluarganya (Gleadle, 2012).

7) Social history, merupakan riwayat sosial yang dimiliki pasien, terdiri

dari lingkungan tempat tinggal, pekerjaan dan kebiasaan pasien.

Riwayat sosial juga penting ditanyakan dokter kepada pasien untuk

mengetahui latar belakang pasien, efek sakit pasien terhadap

kehidupan pasien dan keluarga. Pekerjaan pasien juga dapat

berpengaruh terhadap penyakit pasien. Pekerjaan tertentu dapat

berisiko terhadap penyakit tertentu (Gleadle, 2012).

b. Pemeriksaan klinis

1) Pemeriksaan ekstra oral

a) Tipe wajah

Tipe wajah pasien diperiksa secara visual untuk

mengetahui apakah wajah pasien sempit, lebar atau normal. Tipe

wajah berhubungan dengan basis kranium. Kepala yang

dolikosefalik membentuk muka yang sempit, panjang dan

protusif, disebut dengan leptoprosop, sedangkan kepala yang

brakiosefalik membentuk muka yang lebih datar, kurang

protrusif yang disebut dengan euriprosop, apabila muka sedang

disebut dengan mesoprosop (Rahardjo, 2011).

Gambar 5.1 Tipe muka Leptosporop (kiri), Mesoprosop

(tengah) Euriprosop (kanan)

12

Secara visual juga dapat mengetahui simetri wajah.

Simetri wajah diperiksa dengan melihat pasien dari depan dan

memeriksa proporsi lebar mata, hidung dan mulut, proporsi

ukuran vertikal wajah. Menurut Houston dkk., (1992), dengan

melihat wajah pasien dari depan dapat dengan mudah

mengetahui adanya asimetri rahang terhadap muka secara

keseluruhan. Muka yang asimetri dapat merupakan variasi

biologis, keadaan patologis atau pun kelainan kongenital

(Rahardjo, 2011).

b) Profil wajah

Pemeriksaan profil wajah dapat membedakan secara klinis

pasien yang mempunyai muka baik atau cukup baik.

Pemeriksaan profil wajah penting untuk merawat pasien, tidak

hanya untuk perawatan ortodontis. Profil muka terbagi dalam

tiga tipe, yaitu cekung, lurus dan cembung. Profil cembung

mengarah ke maloklusi kelas II yang disebabkan rahang atas

lebih ke anterior atau mandibula yang lebih posterior. Muka

yang cekung mengarah ke maloklusi kelas III yang dapat

disebabkan rahang atas lebih ke posterior atau rahang bawah

lebih anterior. Profil muka cembung atau cekung menunjukkan

disproporsi rahang (Rahardjo, 2011).

Gambar 5.2 Profil wajah A. cekung B. lurus C. cembungSumber: Rahardjo, 2011

13

c) Bibir

Bentuk dan aktivitas bibir memiliki peran penting dalam

menentukan bentuk lengkung gigi. Selain itu, keseimbangan

bibir bersama pipi dan lidah juga mempengaruhi keseimbangan

gigi. Bibir dibedakan menjadi bibir kompeten dan bibir tidak

kompeten. Apabila dalam keadaan istirahat bibir tidak

memerlukan kontraksi otot karena bibir cukup panjang untuk

mencapai kontak bibir atas disebut dengan bibir kompeten.

Apabila bibir memerlukan kontraksi otot untuk mencapai kontak

bibir atas dan bawah disebut dengan bibir tidak kompeten

(Rahardjo, 2011).

d) Temporomandibular joint

Adanya masalah fungsi pada temporomandibular joint

dapat diketahui dari pergerakan mandibula yang terganggu atau

tidak. Pergerakan mandibula yang normal berarti fungsinya

tidak terganggu, sebaliknya jika pergerakan mandibula terbatas

biasanya menunjukan adanya masalah fungsi pada

temporomandibular joint. Indikator penting tentang fungsi

temporomandibular joint adalah lebar pembukaan maksimal,

yang pada keadaan normal berkisar 35-40 mm, 7 mm gerakan ke

lateral dan 6 mm ke depan (Rahardjo, 2011).

Palpasi pada otot pengunyahan dan temporomandibular

joint merupakan bagian pemeriksaan rutin dan perlu dicatat

tanda-tanda adanya masalah pada temporomandibular joint,

misalnya adanya rasa sakit pada temporomandibular joint, suara

dan keterbatasan pembukaan. Apabila pembukaan

Gambar 5.3 Bibir kompeten dan tidak kompetenSumber: Rahardjo, 2011

14

temporomandibular joint tidak sesuai dengan kisaran normal

berarti terdapat kelainan pada temporomandibular joint

(Rahardjo, 2011).

2) Pemeriksaan intra oral

a) Keadaan gigi geligi

Keadaan gigi geligi dapat diperiksa dengan menggunakan

kaca mulut dan sonde. Pemeriksaan dilakukan secara berurutan

dari gigi kanan atas belakang pasien sampai gigi kiri atas

belakang dan dari gigi kiri bawah belakang sampai gigi kanan

bawah belakang pasien. Apabila terdapat kelainan dicatat dan

dicocokkan dengan riwayat anamnesis geligi yang telah

dilakukan (Ardhana, 2009).

Pasien dengan oral hygiene yang jelek biasanya

mempunyai gingiva dan mukosa yang inflamasi dan hipertrofi.

Periksa, catat dan beri keterangan keadaan gingiva pasien,

mukosa pipi dan bibir pasien (Ardhana, 2009). Tujuan dilakukan

pemeriksaan geligi pasien dimaksudkan untuk mengetahui

beberapa hal, diantaranya.

i) Apakah ada gigi-gigi yang harus dirawat dulu (ditambal,

dicabut), sebelum perawatan ortodontik dimulai?

ii) Apakah ada gigi yang memakai jaket atau mahkota buatan

yang mungkin akan lepas atau rusak jika mendapat tekanan

ortodontik?

iii) Apakah ada gigi yang telah mendapat perawatan endodontik

sehingga perlu diperhatikan jika nanti akan dikenakan

tekanan?

iv) Apakah ada gigi yang impaksi, harus dioperasi atau dirawat

secara ortodontik?

v) Apakah ada gigi susu yang persistensi sehingga perlu

dicabut dulu?

15

vi) Apakah ada kelainan lain yang akan menghambat

perawatan ortodontik yang akan dilaksanakan?

b) Malposisi gigi

Pemeriksaan malposisi gigi individual dimaksudkan untuk

mengetahui penyimpangan letak masing-masing gigi terhadap

lengkung alveolarisnya. Untuk mendiagnosis suatu malposisi

gigi harus memperhatikan hubungan gigi-gigi tersebut terhadap

Gambar 5.4 Odontogram dan simbol odontogram untuk mengetahui keadaan gigi geligi pasien

16

lengkung rahang, hubungan gigi tersebut terhadap rahang yang

berlawanan, hubungan gigi tersebut terhadap gigi yang sejenis

dalam satu lengkung rahang dan posisi sumbu gigi terhadap

sumbu tulang alveolar. Macam-macam malposisi gigi antara

lain.

(i) Elongasi atau ekstrusi atau supraversi atau supraklusi yaitu

keadaan dimana gigi lebih tinggi dari garis oklusi.

(ii) Depresi atau instrusi atau infraversi atau infraklusi yaitu

keadaan dimana gigi lebih rendah atau tidak mencapai

bidang oklusi.

(iii) Transfersi merupakan posisi gigi berpindah dari kedudukan

normal. Berikut beberapa macam-macam transfersi,

diantaranya.

Mesioversi : gigi lebih ke mesial dari normal

Distoversi : gigi lebih ke distal dari normal

Bukoversi : gigi lebih ke bukal dari normal

Palatoversi : gigi lebih ke palatine dari normal

Linguoversi : gigi lebih ke lingual dari normal

Labioversi : gigi lebih ke labiar dari normal

Transposisi : gigi berpindah posisi erupsinya di daerah

gigi lain

Aksiversi : gigi seakan berpindah tapi ujung sumbunya

pada akar tetap

Torsoversi : gigi berputar terhadap sumbunya, tetapi

kedua ujung sumbu tidak berubah,

(Candrawasih, 2012).

Gambar 5.5 Malposisi pada gigi

17

Cara memeriksa malposisi gigi geligi menurut Ardhana

(2009) yaitu dengan menggunakan kaca mulut dan sonde

periksa secara berurutan dari gigi kanan atas belakang pasien

sampai gigi kiri atas belakang dan dari gigi kiri bawah belakang

sampai gigi kanan bawah belakang pasien.

c) Kebersihan mulut

Kebersihan rongga mulut dapat dikategorikan sebagai

baik, cukup, atau jelek. Kebersihan rongga mulut dapat

ditetapkan dengan indeks OHIS. Pasien dengan kebersihan

rongga mulut yang buruk kemungkinan besar saat perawatan

kebersihan rongga mulutnya akan lebih buruk lagi. Oleh karena

itu perlunya memotivasi pasien untuk menjaga kebersihan

rongga mulutnya selama perawatan ortodontik (Ardhana, 2009).

Kebersihan rongga mulut dapat dilakukan dengan cara

pemeriksaan debris dan kalkulus. Caranya yaitu menggunakan

sonde yang digerakkan dari insisal ke gingival sedangkan

pemeriksaan kalkulus dengan cara menggunakan sonde yang

digerakkan dari bagian distal ke mesial. Pemeriksaan debris dan

kalkulus dilakukan pada gigi tertentu dan pada permukaan

tertentu dari gigi tersebut.

(i) Rahang atas yang diperiksa:

Gigi molar pertama kanan atas pada permukaan bukal.

Gigi insisivus pertama kanan atas pada permukaan

labial.

Gigi molar pertama kiri atas pada permukaan bukal.

(ii) Rahang bawah yang diperiksa:

Gigi molar pertama kiri bawah permukaan lingual.

Gigi insisivus pertama kiri bawah pada permukaan

labial

Gigi molar pertama kanan bawah pada permukaan

lingual.

18

Bila terdapat salah satu gigi indeks yang akan diperiksa

tidak ada, maka penilaian dapat dilakukan pada dua gigi indeks

yang dapat dinilai seperti:

(i) Bila molar pertama atas atau bawah tidak ada, penilaian

dilakukan pada molar kedua atas atau bawah.

(ii) Bila molar pertama dan molar kedua atas atau bawah tidak

ada, penilaian dilakukan pada molar ketiga atas atau bawah.

(iii) Bila molar pertama, kedua dan ketiga atas atau bawah tidak

ada, tidak dapat dilakukan penilaian.

(iv) Bila insisivus pertama kanan atas tidak ada, penilaian

dilakukan pada insisivus pertama kiri atas.

(v) Bila insisivus pertama kanan atau kiri atas tidak ada, tidak

dapat dilakukan penilaian.

(vi) Bila insisivus pertama kiri bawah tidak ada, penilaian

dilakukan pada insisivus pertama kanan bawah.

(vii)Bila insisivus pertama kiri atau kanan bawah tidak ada,

tidak dapat dilakukan penilaian.

Kriteria penilaian kebersihan gigi dan mulut (OHI-S)

seseorang dapat dilihat dari adanya debris dan kalkulus pada

permukaan gigi. Untuk menentukan kriteria penilaian debris

atau penilaian OHI-S, maka dipakai tabel debris skor dan

kalkulus skor sebagai berikut.

(i) Kriteria Penilaian Pemeriksaan Debris

Debris Index = Jumlah penilaian debris

Jumlah gigi yang diperiksa

Tabel 5. 1 Skor Pemeriksaan Debris

19

a. Kriteria

b. Pe

(ii) Kriteria Penilaian Pemeriksaan Kalkulus

Calculus Index = Jumlah penilaian calculus

Jumlah gigi yang diperiksa

Tabel 5. 2 Skor Pemeriksaan Kalkulus

No KRITERIA NILAI

1.Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada

debris atau pewarnaan ekstrinsik.0

2.

a.    Pada permukaan gigi yang terlihat, pada

debris lunak yang menutupi permukaan gigi

seluas 1/3 permukaan atau kurang dari 1/3

permukaan.

b.   Pada permukaan gigi yang terlihat tidak ada

debrislunak tetapi ada pewarnaan ekstrinsik

yang menutupi permukaan gigi sebagian

atau seluruhnya.

1

3.

Pada permukaan gigi yang terlihat pada

debris lunak yang menutupi permukaan

tersebut seluas lebih dari 1/3 permukaan

gigi, tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi.

2

4.

Pada permukaan gigi yang terlihat ada

debris yang menutupi permukaan tersebut

seluas lebih 2/3 permukaan atau seluruh

permukaan gigi.

3

20

Penilaian OHI-S adalah sebagai berikut:

(i) Baik apabila nilai berada diantara 0-1,2

(ii) Sedang apabila nilai berada diantara 1,3-3,0

(iii) Buruk apabila nilai berada diantara 3,1-6,0

No KRITERIA NILAI

1. Tidak ada karang gigi 0

2.

Pada permukaan gigi yang terlihat ada

karang gigi supragingival menutupi

permukaan gigi kurang dari 1/3

permukaan gigi.

1

3.

a.    Pada permukaan gigi yang terlihat ada

karang gigi supragingival menutupi

permukaan gigi lebih dari 1/3 permukaan

gigi.

b.       Sekitar bagian cervikal gigi terdapat

sedikit subgingival.

2

4.

a.      Pada permukaan gigi yang terlihat

adanya karang gigi supragingival

menutupi permukaan gigi lebih dari 2/3

nya atau seluruh permukaan gigi.

b.      Pada permukaan gigi ada karang gigi

subgingival yang menutupi dan melingkari

seluruh cervikal (A. Continous Band of

Subgingival Calculus).

3

21

Sehingga oral hygiene index simplified merupakan hasil

penjumlahan debris index (DI) dan calculus index (CI) yakni:

Rumus OHI-S = DI + CI

d) Keadaan gingiva

Gingiva dapat dikategorikan normal, hipertrofi dan

hipotrofi. Sementara, untuk mukosa dapat dikategorikan normal,

terdapat inflamasi dan adanya kelainan lainnya. Pasien dengan

kebersihan rongga mulut yang buruk biasanya mempunyai

gingiva dan mukosa yang hipertrofi dan inflamasi (Ardhana,

2009).

Gingiva memiliki tekstur seperti permukaan kulit jeruk

yang lembut dan tampak tidak beraturan yang disebut stippling.

Stippling merupakan gambaran gingiva sehat, di mana

berkurang atau menghilangnya stippling umumnya dihubungkan

dengan adanya penyakit gingiva (Newman dan Takai, 2002).

Pemeriksaan gingiva dapat dilakukan dengan cara palpasi

pitting. Menurut Perry dan Potter (1994), palpasi pitting dan non

pitting dilakukan dengan cara menekan dengan menggunakan

ibu jari dan mengamati waktu kembalinya. Dikatakan pitting

apabila daerah yang ditekan timbul cekungan. Sebenarnya

cekungan yang tebentuk ini dapat kembali seperti semula, tetapi

membutuhkan waktu yang cukup lama. Dikatakan non pitting

apabila ditekan maka dengan segera cekungan itu akan kembali

seperti semula.

Penilaian pemeriksaan gingiva sebagai berikut:

(i) Derajat I : kedalamannya 1- 3 mm dengan waktu kembali 3

detik.

(ii) Derajat II : kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5

detik.

(iii) Derajat III : kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7

detik.

22

(iv) Derajat IV : kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7

detik.

Pemeriksaan gingiva dapat juga dilakukan dengan gingival

indeks. Menurut Rebelo dan Queiroz (2011), kegunaan gingival

indeks adalah untuk mengukur.

(i) Warna gingiva

(ii) Kontur gingiva

(iii) Perdarahan gingiva

(iv) Luasnya keterlibatan gingiva dan laju alir cairan gingiva.

Skor penilaian gingival indeks adalah sebagai berikut.

(i) Skor 0 : Gingiva normal tidak terdapat peradangan, tidak

ada perubahan warna dan tidak ditemukan perdarahan.

(ii) Skor 1 : Terdapat peradangan ringan, ada sedikit perubahan

warna, terdapat sedikit edema, namun tidak terdapat

perdarahan.

(iii) Skor 2 : Terdapat peradangan sedang, terlihat warna

kemerahan, terdapat edema, terdapat pula perdarahan.

(iv) Skor 3 : Terlihat warna merah terang, terdapat edema, ada

ulserasi, cenderung terjadi perdarahan spontan.

Skor penilaian dan kriteria gingival indeks adalah sebagai

berikut.

(i) Skor 0 : Sehat

(ii) Skor 0,1 - 1,0 : Peradangan ringan

(iii) Skor 1,2 - 2,0 : Peradangan sedang

(iv) Skor 2,1 - 3,0 : Peradangan berat

Periksa, catat dan beri keterangan keadaan gingiva pasien,

mukosa pipi, dan bibir pasien. Tujuan dilakukannya

pemeriksaan gingiva dimaksudkan untuk mengetahui beberapa

hal, diantaranya.

(i) Apakah ada peradangan, resesi, perubahan warna, adanya

benjolan atau ulkus, pada gingiva dan seberapa parah?

23

(ii) Apakah ada peradangan, lesi, tumor pada mukosa dan

seberapa parah?

(iii) Apakah ada kelainan lain gingiva dan mukosa yang akan

menggangu perawatan ortodontik yang akan dilakukan?

(Cendrawasih dan Christnawati, 2012)

e) Frenulum

Frenulum yang dilihat saat akan melakukan perawatan

ortodontik adalah frenulum labii superior, frenulum labii inferior

dan frenulum lingualis. Kategori frenulum yang dilihat antara

lain normal, tinggi atau rendah, tebal atau tipis. Frenulum

rendah merupakan frenulum yang semua bagiannya melekat

pada mukosa alveolar, frenulum sedang adalah seluruh bagian

frenulum melekat pada seluruh bagian mukosa alveolar sampai

dengan gingiva cekat, sedangkan frenulum tinggi adalah seluruh

frenulum melekat pada mukosa alveolar sampai dengan gingiva

tepi (Ardhana, 2009).

Pemeriksaan frenulum dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui posisi perlekatan pada marginal gingiva serta

ketebalannya apakah mengganggu pengucapan atau

mengganggu pemakaian alat orthodontik yang dipasang.

Frenulum labialis atas yang pendek dan besar menyebabkan

terbentuknya diastem sentral gigi rahang atas, sedangkan

frenulum lingualis yang tinggi dapat mengakibatkan kesulitan

dalam kata-kata. Pemeriksaan frenulum dapat dilakukan dengan

cara blanch test yakni dengan cara menarik frenulum secara

ringan kemudian dipertahankan sehingga menyebabkan

interdental papil antara gigi insisivus pertama rahang atas

berubah warna menjadi pucat. Frenulum yang normal adalah 2-3

mm dari puncak papila incisivum (Singh, 2007).

f) Lidah

Keadaan lidah yang diperiksa antara lain ukuran lidah,

bentuk lidah dan fungsi lidah. Ukuran lidah dan bentuk lidah

24

dapat diperiksa secara subjektif. Pemeriksaan subjektif

dilakukan dengan melihat kondisi lidah pasien. Keadaan lidah

dapat berupa ukuran normal, makroglosia atau ukuran gigi

melebihi ukuran lengkung rahang dan mikroglosia atau ukuran

gigi geligi yang lebih kecil dari ukuran lengkung rahang. Ciri-

ciri lidah yang terlihat besar antara lain ukuran lidah tampak

lebih besar dari ukuran lengkung rahang, dalam keadaan

istirahat lidah tampak luber kepermukaan gigi-gigi rahang

bawah, gigi geligi tampak ranggang atau general diastem

(Rahardjo, 2011).

g) Palatum

Proyeksi konfigurasi fossa cranial anterior ditentukan

oleh palatum, sedangkan konfigurasi basis apikal gigi rahang

atas ditentukan oleh perimeter palatum. Sehingga bentuk

palatum dapat mempengaruhi retensi peranti lepasan. Seseorang

yang memiliki palatum relatif tinggi mempunya retensi dan

penjangkaran yang lebih baik. Bentuk kepala brakiosefalik

cenderung memiliki bentuk palatum yang lebar, pendek dan

dangkal. Bentuk kepala dolikosefalik memiliki bentuk palatum

yang sempit, panjang dan dalam (Rahardjo, 2011).

h) Tonsil

Tonsil yang besar dapat mempengaruhi posisi lidah,

apalagi dalam keadaan bengkak. Terkadang dapat menganggu

fungsi penelanan karena lidah terletak terlalu anterior. Anak-

anak yang memiliki lengkung gigi berbentuk huruf v biasanya

disebabkan karena tonsil yang membesar sehingga

mengakibatkan posisi lidah yang turun dan berubahnya

keseimbangan kekuatan yang memberikan tekanan pada area

bukal maksila (Rahardjo, 2011).

i) Garis median

Garis median rahang atas ditentukan oleh titik pertemuan

rugae palatina kedua kiri dan kanan untuk acuan di anterior,

25

sedangkan di posterior titik yang dipakai adalah titik pada raphe

palatina. Pada keadaan normal garis ini melewati titik kontak

insisiv sentra latas. Kemudian penentuan garis median rahang

bawah dilakukan dengan membuat titik pada perlekatan

frenulum labial dan lingual yang biasanya melewati titik kontak

insisiv sentral bawah. Cara melihat pergeseran garis median

dengan memperhatikan jika garis median muka melewati titik

kontak insisiv sentral masing-masing rahang. Pergeseran ke kiri

terjadi bila titik kontak insisiv sentral terletak di sebelah kiri

garis median muka, demikian pula sebaliknya (Rahardjo, 2011).

j) Overbite

Overbite insisal adalah jarak vertikal antara ujung gigi-

gigi insisivus rahang atas dan bawah dalam keadaan oklusi.

Overbite yang ideal adalah insisivus bawah berkontak dengan

sepertiga permukaan palatal gigi insisivus rahang atas dengan

jarak 2-4 mm (Bakar, 2013). Overbite dipengaruhi oleh derajat

perkembangan vertikal dari segmen dento-alveolar anterior.

Overbite diperlukan untuk mengetahui relasi gigi dalam arah

vertikal (Ardhana, 2010).

k) Overjet

Overjet insisal adalah jarak horizontal antara gigi-gigi

insisivus rahang atas dan bawah pada keadaan oklusi. Hubungan

overjet yang ideal adalah insisivus rahang atas terletas insisivus

rahang bawah dengan jarak 2-4 mm (Bakar, 2013). Overjet

Gambar 5.6 Overbite insisal

26

tergantung pada inklinasi dari gigi-gigi insisivus dan hubungan

antero-posterior dari lengkung gigi. Sebagian besar orang

memiliki overjet positif, yaitu ketika gigi insisivus atas terletak

di depan gigi insisivus bawah dalam keadaan oklusi. Namun,

overjet juga bisa kebalikan atau edge-to-edge (Foster, 2012).

Overjet berlebihan adalah jarak yang lebih 4 mm, overjet kecil /

kebalikan adalah kurang dari 2 mm, edge-to-edge bite yaitu

ketika jaraknya 0 mm. Kondisi overjet pasien diperlukan untuk

mengetahui relasi gigi dalam arah anteroposterior dan lateral

(Ardhana, 2010). Overjet juga digunakan untuk menentukan

relasi skeletal yang dinilai melalui analisis regresi linier. Overjet

menggambarkan hubungan molar kelas II dan kelas III Angle.

Overjet ≥ 5 mm mengindikasikan maloklusi kelas II Angle

(Proffit dkk, 2007).

Gambar 5.8 Perbedaan antara overjet dan overbite

l) Open bite

Open bite adalah keadaan yang mana gigi geligi rahang

bawah tidak menyentuh gigi geligi antagonis rahang bawah

ketika oklusi sentrik. Open bite dapat melibatkan dental atau

skeletal. Open bite dapat terjadi pada segmen anterior atau

Gambar 5.7 Overjet insisal

27

posterior dari lengkung gigi, yang disebut open bite anterior atau

open bite posterior (Phulari, 2011).

Open bite posterior dapat terjadi unilateral atau bilateral.

Open bite posterior biasanya disebabkan oleh gigi geligi

posterior yang terkena ankylosis atau pola pertumbuhan rahang

yang tidak baik. Open bite posterior dapat mengganggu fungsi

mastikasi, tergantung pada tingkat keparahannya. Open bite

posterior adalah ketika gigi-geligi dalam kondisi oklusi terdapat

jarak diantara gigi geligi posterior. Open bite posterior dapat

berada pada satu sisi, yaitu unilateral dan dapat berada pada

kedua sisi yaitu bilateral. Faktor penyebab open bite posterior

antara lain, kebiasaan mendorong lidah ke lateral atau gigi

posterior yang terkena ankylosis atau yang gagal untuk

mencapai bidang oklusal (Phulari, 2011).

m) Crossbite

Crossbite adalah suatu keadan saat relasi sentrik terdapat

satu atau beberapa gigi rahang atas terdapat di sebelah palatinal

atau lingual gigi-gigi rahang bawah. Crossbite dapat mengenai

seluruh atau setengah rahang, sekelompok gigi, atau satu gigi

saja (Sulandjari, 2008). Berdasarkan lokasinya crossbite dibagi

dua macam yaitu.

(i) Crossbite anterior

Gambar 5.9 Kondisi open bite pada rongga mulutSumber: Phulari, B.S., 2011, Orthodontics: Principles and Practice Hal 535

28

Suatu keadaan rahang dalam relasi sentrik, namun terdapat

satu atau beberapa gigi anterior maksila yang posisinya

terletak di sebelah lingual dari gigi anterior mandibula.

(ii) Crossbite posterior

Hubungan bukolingual yang abnormal dari satu atau

beberapa gigi posterior mandibula. Terdapat dua macam

crossbite posterior yaitu.

Lingual cross bite, yaitu keadaan di mana tonjol bukal

gigi posterior atas terdapat pada fossa sentral gigi

posterior bawah.

Complete lingual cross bite atau inner cross bite atau

scissor bite, yaitu keadaan di mana tonjol bukal gigi

posterior atas terdapat di sebelah lingual tonjol lingual

gigi posterior bawah (Sulandjari, 2008).

n) Diastema

Diastema adalah ruang di antara gigi geligi yang

seharusnya berdekatan, gingiva diantara gigi-gigi berdekatan.

Adanya pada fase geligi pergantian masih merupakan keadaan

yang baik karena menyediakan tempat untuk gigi permanen

yang anatominya lebih besar dan jumlahnya lebih banyak

(Rahardjo, 2011). Diastema ada 2 macam, yaitu.

(i) Lokal, apabila terdapat diantara 2 atau 3 gigi, dapat

disebabkan karena mesiodens, frenulum labii yang

Gambar 5.10 Macam-macam crossbite

29

abnormal, gigi yang tidak ada, kebiasaan jelek dan

persistensi.

(ii) Umum, apabila terdapat pada sebagian besar gigi, dapat

disebabkan oleh faktor keturunan, lidah yang besar dan

oklusi gigi yang traumatis.

6. Macam Rencana Perawatan

Pada perawatan ortodontik sering sekali diperlukan penambahan ruang

untuk mengatur gigi-gigi yang malposisi, sehingga setelah perawatan gigi-

gigi dapat tersusun dalam lengkung yang baik. Tergantung pada jumlah

kekurangan ruang yang diperlukan untuk mengatur gigi-gigi yang malposisi

tersebut, dapat dilakukan beberapa tindakan, diantaranya.

a. Tindakan non ekstraksi

1) Enamel stripping/grinding/slicing

Pengurangan enamel dapat dilakukan pada sisi distal atau

mesial gigi sulung atau permanen. Enamel stripping selain

menyediakan ruangan juga dapat membentuk gigi permanen ke

bentuk yang lebih baik atau memperbaiki titik kontak. Enamel

stripping dilakukan dengan menggunakan metal abrassive strip atau

dengan menggunakan bur yang dipasang pada high speed air-turbine

handpiece. Untuk memudahkan pengurangan enamel di daerah

posterior dapat dipasang separator di antara molar dan premolar

selama 3-5 hari sehingga didapatkan diastema di antara gigi-gigi

tersebut. Banyaknya enamel yang dibuang tanpa membahayakan gigi

tersebut adalah 0,25 mm tiap sisi gigi. Enamel stripping bila

dilakukan dengan baik tidak memberikan efek negatif pada gigi yang

dikurangi enamelnya. Bila enamel stripping dilakukan pada semua

gigi insisivus maka akan didapat ruangan 2 mm di regio anterior

sedangkan bila dilakukan pada seluruh rahang akan didapat ruangan

sebesar 5-6 mm di rahang tersebut. Perlu diupayakan bahwa enamel

stripping juga tetap mempertahankan bentuk gigi dan kontak dengan

gigi yang berdekatan. Harus diingat bahwa sesudah dilakukan

30

enamel stripping gigi harus diulas dengan bahan aplikasi topikal

yang mengandung flour untuk mencegah terjadinya karies pada gigi

tersebut (Foster, 1993).

2) Ekspansi

Ekspansi adalah suatu prosedur untuk melebarkan lengkung

gigi, dan dapat dilakukan baik dalam arah sagital (protraksi) maupun

transversal. Gejala klinis yang terlihat pada defisiensi lengkung gigi

adalah kontraksi lengkung gigi, gigitan silang (anterior maupun

posterior), gigi yang berjejal serta koridor bukal yang lebar. Hal ini

dapat diatasi dengan melakukan ekspansi pada lengkung giginya.

Ekspansi dapat mengatasi kekurangan ruang 3-8 mm dengan

melebarkan jarak intermolar lengkung gigi atas sekitar 4-10 mm dan

lebar intermolar lengkung gigi bawah sekitar 4-6 mm. Adkins dkk

menyatakan bahwa tiap penambahan 1 mm lebih intermolar, akan

menambah panjang lengkung gigi sebesar 0,77 mm (Foster, 1993).

Beberapa indikasi dari perawatan dengan ekspansi,

diantaranya.

a) Gigitan silang anterior (anterior crossbite).

b) Gigitan silang posterior (posterior crossbite) bilateral atau

unilateral.

c) Lengkung gigi atau lengkung basal yang sempit yang

disebabkan pertumbuhan ke arah lateral kurang.

Gambar 6.1 Sebelum dan sesudah enamel slicing

31

d) Adanya " space loss", sebagai akibat pergeseran gigi molar

permanen ke mesial pada pencabutan gigi desidui terlalu awal

(premature loss).

e) Adanya gigi depan berjejal yang ringan, dengan diskrepansi

lengkung gigi 4 — 6 mm (Foster, 1993).

Berdasarkan cara pemakaiannya alat ekspansi dapat bersifat,

a) Fixed/cekat, misalnya RME (rapid maxillary expansion)

Alat ini bersifat cekat, menghasilkan pelebaran arah lateral,

paralel dan simetris, digunakan untuk melakukan pelebaran

lengkung basal pada periode gigi bercampur. RME terdiri dari

cincin stainles yang disemenkan pada gigi-gigi molar satu

desidui atau premolar satu dan gigi molar satu permanen kanan

dan kiri, dihubungkan dengan sekrup ekspansi yang mempunyai

daya pelebaran yang besar. Penggunaan alat ini dapat

mengakibatkan terjadinya pelebaran sutura palatina mediana ke

arah lateral dan lengkung gigi bergerak secara bodily.

b) Semi cekat (quad helix)

Alat ini bersifat semi cekat, dapat menghasilkan gerakan paralel

simetris atau asimetris maupun gerakan non paralel simetris atau

asimetris, tergantung kebutuhan. Semi cekat, karena sebagian

dapat dilepas untuk diaktifkan (bagian ekspansif yang terbuat

dari kawat stainless steel diameter 0,9 mm) dan cincin yang

dipasang cekat dengan semen pada kedua gigi molar pertama.

Pelebaran lengkung gigi diperoleh dengan cara mengaktifkan

coil, lengan helix ataupun palatal bar, tergantung arah pelebaran

yang diharapkan.

c) Removable/lepasan, misalnya plat ekspansi

Plat ekspansi merupakan alat ortodontik lepasan yang sering

digunakan pada kasus gigi depan berjejal yang ringan.

Kekurangan ruang guna mengatur gigi-gigi tersebut diperoleh

dengan menambah perimeter lengkung gigi menggunakan plat

ekspansi. Pada pasien dewasa, pelebaran yang dihasilkan

32

merupakan gerakan ortodontik, yaitu hanya melebarkan

lengkung gigi dengan cara tipping, merubah inklinasi gigi.

Elemen-elemen plat ekspansi terdiri dari.

(i) Plat dasar akrilik, tidak boleh terlalu tebal dan harus dipoles

licin supaya enak dipakai dan mudah dibersihkan. Bagian

verkeilung plat harus menempel pada permukaan

lingual/palatinal gigi-gigi, karena dapat menambah daya

penjangkar. Antara plat yang menempel pada gigi

penjangkar (anchorage) dan gigi attachment terdapat

belahan atau separasi.

(ii) Klamer yang mempunyai daya retensi tinggi, misalnya

Adam's clasp atau arrowhead clasp. Plat ekspansi

memerlukan retensi dan stabilitas yang tinggi sehingga

maksud pelebaran lengkung gigi dapat tercapai. Stabilitas

diperoleh dengan menggunakan klamer yang mempunyai

daya retensi tinggi misalnya Adam's clasp atau arrowhead

clasp yang dibuat dari kawat stainless steel diameter 0,7

mm.

(iii) Elemen ekspansif, dapat berupa sekrup ekspansi maupun

coffin spring. Elemen ekspansif dapat berupa sekrup

ekspansi (expansion screw) yang dibuat oleh pabrik atau

berupa coffin spring yang dibuat sendiri dari kawat stainles

diameter 0,9 1,25 mm. Sekrup ekspansi terdapat bermacam-

macam, tapi dasar kerjanya sama. Tersedia berbagai tipe,

yaitu, tipe Badcock, tipe Fisher, tipe Glenross dan tipe

Wipla.

(iv) Busur labial (labial arch), busur labial pada plat ekspansi

dibuat dari kawat stainless steel diameter 0,7 mm. Di

samping dapat menambah daya retensi alat, Busur labial ini

dapat digunakan untuk meretraksi gigi-gigi anterior yang

protrusi. Pada pelebaran lengkung gigi ke anterior, misalnya

pada kasus di mans terdapat gigitan silang pada gigi-gigi

33

depan (anterior crossbite), busur labial ini tidak diperlukan

dan untuk menambah retensi alat ditambahkan spur atau taji

yang dipasang di sebelah distal insisivus lateral atau Adams

clasp untuk ke empat insisivusi atas.

(v) Kadang dilengkapi juga dengan spur atau taji, tie-bar dan

pir-pir penolong (auxilliary spring).

Terdapat beberapa macam plat ekspansi, yaitu.

a) Ekspansi arah lateral

(i) Paralel

Simetris, plat ekspansi ini paling banyak digunakan,

mempunyai bentuk sederhana tapi kuat dan hasil

memuaskan. Fungsi pokok adalah melebarkan

lengkung gigi ke arah lateral secara paralel, jadi

gerakannya secara resiprokal. Gerakan prosesus

alveolaris dalam mengikuti gerakan plat dapat dicapai

dengan cepat tapi penguatan jaringan sekitar gigi

berjalan lebih lambat. Selain berfungsi untuk

melebarkan lengkung gigi, alat ini dapat digunakan

untuk meretrusi atau meretraksi gigi-gigi insisivi yang

protrusif. Untuk keperluan ini plat ekspansi dilengkapi

dengan busur labial.

Cara kerja alat ini dilakakan dengan memutar

sekrup ekspansi dilakukan di dalam mulut. Pada waktu

alat diaktifkan dengan memutar sekrup ekspansi, kedua Gambar 6.2 Plat ekspansi lateral paralel, simetris

34

ujung busur labial akan melebar mengikuti gerakan

plat, sehingga busur labial akan menjadi tegang dan

menekan gigi-gigi insisivi yang protrusi. Plat akrilik di

sebelah palatinal gigi-gigi tersebut dikurangi, dan

tekanan dari kawat busur labial akan meretrusi atau

retraksi gigi-gigi insisivi.

Jika gerakan retrusi gigi-gigi insisivi belum

memungkinkan misalnya ruangan belum cukup, maka

tekanan busur labial terhadap gigi harus dihindari

dengan jalan melebarkan U-loop. Setelah alas

diaktifkan beberapa kali dan ruangan yang diperlukan

sudah cukup, busur labial diaktifkan dengan cara

memperkecil atau mempersempit U-loop dan plat

akrilik di sebelah palatinal gigi insisive dikurangi.

Dalam perawatan dengan plat ekspansi, mungkin

ada satu atau beberapa gigi yang tidak perlu diekspansi.

Oleh karena itu pada waktu alat diaktifkan plat

disebelah palatinal gigi yang akan dipertahankan harus

dikurangi agar gigi tersebut bebas dari tekanan.

Pada waktu pembuatan plat ekspansi untuk

gerakan arah lateral secara paralel dan simetris,

penempatan sekrup secara tepat merupakan faktor yang

penting dalam perawatan. Sekrup dipasang sedekat

mungkin dengan palatum agar plat tidak terlalu tebal,

tepat di tengah-tengah palatum ( linea mediana ) antara

kedua gigi premolar pertama. Sumbu panjang sekrup

paralel dengan bidang oklusal, arah putaran ke

belakang. Sekrup diaktifkan 1/4 putaran ( 90° ) 2 X

seminggu atau 2 X 1/4 putaran ( 1800 ) sekali

seminggu. Agar plat bisa bergerak ke arah lateral pada

waktu sekrup diaktifkan, plat akrilik diseparasi atau

dibelah dibagian tengah.

35

Asimetris, digunakan untuk mengoreksi kelainan

gigitan silang pada gigi posterior satu sisi (unilateral-

posterior crossbite). Hambatan akibat tonjol gigi

antagonis dihindarkan dengan memberi dataran

peninggi gigitan (bite raiser) posterior. Peningkatan

anchorage dilakukan dengan menambah plat akrilik

yang menutup permukaan lingual gigi antagonis pada

sisi yang normal. Spur (taji) dipasang pada gigi

anchorage maupun gigi attachment untuk menambah

retensi dan stabilitas slat. Retensi diperoleh dengan

pemasangan Adams clasp pada gigi-gigi 6.4 / 4.6,

sedang spur dibuat dari kawat 0,6 mm. Sekrup dipasang

paralel dengan bidang oklusal. Cara pengaktifan

dengan memutar skrup 2 X 'A putaran ( 1800 ) sekali

seminggu.

(ii) Non paralel atau radial

Simetris, alat ekspansi ini sering disebut ekspansi

secara radial, biasanya digunakan untuk ekspansi

Gambar 6.3 Plat ekspansi arah lateral, paralel, asimetris Sumber: Dickson, 1977

36

lengkung bagian anterior (C — C) dan sedikit di daerah

premolar pertama, sedangkan gigi-gigi posterior

lainnya dipertahankan kedudukannya.

Alat ini modifikasi antara sekrup ekspansi dan

tie-bar yang terletak pada bagian terdistal plat di garis

tengah. Sering juga dilengkapi dengan box-in safety pin

spring (spring yang diletakkan dalam rongga plat)

untuk proklinasi gigi-gigi insisivus yang retrusi atau

palatoversi.

Badcock dengan guide arm atau guide pin yang

dipotong. Tie bar dibuat dari kawat stainless steel

diameter 0,9 — 1,25 mm.

Pada waktu alat diaktifkan, oleh karena plat

bagian posterior ditahan oleh tie bar, maka plat bagian

posterior tetap sedang bagian anterior melebar.

Kontruksi safety- pin dibuat dengan tujuan pada waktu

sekrup diaktifkan, plat akan melebar dan safety-pin

spring akan bergerak ke depan sehingga akan

Gambar 6.4 Plat ekspansi lateral non paralel, simetris

37

mendorong gigi insisivus yang retrusi/retroklinasi

menjadi proklinasi. Untuk menghindari spring

meluncur ke insisal akibat bentuk permukaan palatinal

insisivus tersebut, spring harus ditutup atau dilindungi

di dalam box. Retensi dan stabilitas dapat ditingkatkan

dengan tambahan clasp yang diletakkan se anterior

mungkin, misalnya pada premolar pertama.

Safety-pin spring dibuat dari kawat stainless steel

diameter 0,4 — 0,6 mm yang dilengkapi dengan 4 coil

masing-masing berdiameter 0,2 — 0,3 mm. Ke-4 coil

hams terletak segaris dan horisontal. Panjang spring

yang menempel di kedua gigi insisivus hams sedikit

lebih pendek dari jumlah lebar mesiodistal kedua gigi

tersebut. Basis spring tidak boleh menempel pada

sekrup. Spring ditanam pada model kerja dan ditutup

dengan gips keras, kecuali bagian basis. Tie bar dibuat

dari kawat berdiameter 0,9 — 1,25 mm. Klamer yang

dipakai adalah Adams clasp pada kedua gigi premolar

pertama dengan kawat 0,6 mm dan kedua gigi molar

pertama dengan kawat 0,7 mm.

Asimetris, digunakan sebagai space regainer di daerah

anterior, untuk menyediakan ruangan bagi insisivus

lateral yang mesio-labioversi. Sekrup berupa soft metal,

tipe Badcock. Retensi dari Adams clasp pada gigi 6 4 / 4

6, tie-bar : 0,9 mm, pengaktifan : 2 X 1/4 putaran sekali

seminggu.

38

b) Ekspansi arah antero-posterior (Schwartz plate)

(i) Pergerakan ke distal gigi-gigi posterior

Plat ekspansi ini digunakan untuk menggeser satu atau

beberapa gigi posterior ke distal, misalnya pada kasus

erupsinya gigi C yang ektopik. Penggeseran gigi-gigi

premolar dan molar ke distal dilakukan untuk memberikan

ruangan bagi gigi C tersebut. Sekrup yang digunakan adalah

hard metal dengan guide-pin paralel dengan bidang oklusal

dan arah gerakan gigi yang akan digeser. Alat ini sering

ditambah dengan anterior inclined hire plane guna

menambah anchorage dan membebaskan tonjol-tonjol gigi

yang akan digerakkan terhadap gigi antagonisnya. Spur

dipasang pada insisivus lateral untuk mencegah bergeser ke

distal. Retensi dengan Adams clasp yang dipasang pada

gigi-gigi 6 4 / 4 6 . Dapat juga dengan arrowhead clasp

pada gigi-gigi yang akan digeser. Sekrup diputar 1/4

putaran sekali seminggu.

(ii) Pergerakan ke labial atau proklinasi gigi-gigi anterior

Alat ini digunakan untuk merawat anterior crossbite, baik

mengenai satu atau ke empat gigi insisivi atas. Agar plate

akrilik tidak terlalu tebal, sekrup dipasang sedekat mungkin

dengan gigi-gigi anterior yang akan digerakkan dan dengan

palatum. Sumbu panjang sekrup terletak di garis tengah dan

paralel dengan bidang okiusal. Retensi dengan Adams clasp

Gambar 6.5 Plat ekspansi radial, asimetris

Gambar 6.6 Shchwartz plate untuk menggeser segmen bukal ke distal

39

pada gigi-gigi 6 4 / 4 6 , spur dipasang di sebelah distal 2 / 2

dan sebelah mesial 3 / 3. Sekrup diputar atau 2 X 1/4

putaran seminggu sekali.

3) Distalisasi Gigi Molar atas

Distalisasi gigi molar atas bertujuan untuk memperoleh ruangan

guna memperbaiki susunan gigi geligi atau memperbaiki hubungan

gigi molar. Pergerakan yang diinginkan adalah pergerakan bodili

semaksimal mungkin dengan minimalnya resiko resorpsi akar dan

loss of anchorage gigi anterior ke labial. Indikasi distalisasi molar

atas adalah pada kasus maloklusi klas II ringan hingga sedang,

terutama pada kasus yang disebabkan oleh premature loss, pada

kasus gigi berjejal ringan hingga sedang, baik untuk tipe wajah

mesofacial atau brachifacial, profil wajah lurus atau flat dan masih

mempunyai potensi pertumbuhan. Alat untuk distalisasi gigi molar

dapat intraoral atau ekstraoral. Headgear merupakan alat distalisasi

molar ekstra oral yang paling sering digunakan. Kelebihan headgear

selain menghasilkan efek ortodonti juga efek ortopedik pada usia

pertumbuhan, tidak menyebabkan hilangnya penjangkaran pada gigi

anterior, dapat digunakan pada kasus asimetri, dan memiliki kontrol

vertikal. Headgear mendistalisasi gigi molar sebesar 3 mm dalam 3

bulan. Banyak macam alat distalisasi molar intra oral. Hilger’s

pendulum adalah salah satu alat intra oral yang sering dipakai. Alat

ini terdiri atas plat palatal akrilik berdiameter 25 mm dengan kawat

distalisasi dari beta-titanium berdiameter 0,032 yang tertanam

Gambar 6.7 Schwartz plate untuk proklinasi gigi insisivus RA

40

didalamnya, kemudian ujung kawat distalisasi lainnya disolder atau

dimasukkan kelingual palatal sheath dari cincin gigi molar (Foster,

1993).

b. Tindakan ekstraksi

Pencabutan gigi permanen perlu dilakukan apabila diskrepansi total

menunjukan kekurangan tempat lebih dari 8 mm. Diskrepansi total terdiri

atas diskrepansi model, diskrepansi sefalometrik, kedalaman kurva spee

dan perkiraan banyaknya kehilangan penjangkaran. Sebelum dilakukan

pencabutan gigi permanen pada masa geligi pergantian perlu

diperhatikan bahwa gigi permanen yang lain ada meskipun saat itu masih

belum erupsi. Pemilihan gigi yang akan dicabut membutuhkan

pertimbangan yang kompleks yang menyangkut semua aspek perawatan

ortodontik.

Terdapat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam

mencabut beberapa komponen individual dari gigi geligi, diantaranya.

1) Insisivus atas

Insisivus sentral atas jarang dicabut untuk menghilangkan susunan

yang berjejal, kecuali kondisinya merupakan faktor pengindikasi,

seperti misalnya jika gigi ini fraktur parah. Pada kasus semacam itu,

insisivus lateral bisa digeser dan diberi mahkota selubung agar mirip

dengan insisivus sentral yang dicabut pada situasi yang

menguntungkan. Alasan mencabut insisivus lateral atas adalah.

a) malposisi gigi yang parah, khususnya jika apeksnya terlalu

dipalatal.

b) malformasi gigi, yang paling sering adalah mahkotanya

berbentuk konus. Kadang-kadang gigi ini juga dicabut untuk

gigi kaninus, jika gigi kaninus ini berjejal ke bukal, keluar dari

lengkung rahang.

2) Insisivus bawah

Seringkali gigi insisivus bawah tampaknya seolah-olah gigi yang

perlu dicabut untuk menghilangkan susunan yang berjejal,

khususnya jika keadaan berjejal ini terbatas pada segmen anterior

41

dari lengkung gigi. Meskipun demikian, secara umum hasil

pencabutan insisivus bawah mengecewakan, kecuali pada situasi-

situasi khusus yang tertentu. Ada kecenderungan bahwa sesudah

insisivus bawah dicabut, gigi-gigi anterior yang tersisa akan bergeser

dan meskipun susunan yang berjejal bisa diperbaiki dalam waktu

yang singkat, pergerakan ke depan dari gigi-gigi bukal akan

menghasilkan kontak dan posisi insisivus yang tidak ideal. Ada dua

keadaan di mana pencabutan gigi insisvus bawah merupakan

indikasi, diluar pemikiran mengenai kondisi gigi-gigi, yaitu:

a) jika insisivus sama sekali terletak diluar lengkung rahang.

b) jika gigi kaninus bawah mempunyai inklinasi distal yang besar.

Pada kasus kedua ini, pencabutan gigi disebelah mesial gigi

kaninus akan memungkinkan gigi ini diperbaiki letaknya, karena

menggerakkan mahkota lebih mudah daripada menggerakkan

bagian apikal. Bahkan pada situasi ini, pencabutan gigi premolar

dan memperbaiki susunan gigi-gigi anterior dengan terapi

pesawat sering kali merupakan pilihan yang lebih sesuai.

3) Caninus

Kaninus atas normalnya haya dicabut jika letaknya sangat malposisi.

Keadaan ini bisa merupakan malposisi perkembangan, atau

malposisi akibat susunan gigi yang berjejal. Posisi apeks merupakan

faktor pertimbangan utama. Kaninus adalah gigi yang besar dan

pencabutan gigi ini akan meninggalkan ruangan yang lebih besar

daripada pencabutan inisisivus lateral maupun gigi premolar. Dari

segi penampilan, kaninus bisa digantikan dengan baik oleh gigi

premolar pertama, asalkan gigi ini berada pada posisi yang baik dan

tidak terotasi. Pencabutan gigi kaninus bawah hanya bisa

dipertimbangkan jika gigi ini diperkirakan sangat sulit diperbaiki

susunannya. Ini biasanya terjadi jika gigi terletak sama sekali di luar

lengkung gigi dan apeksnya sangat malposisi.

4) Premolar pertama

42

Premolar pertama adalah gigi yang paling sering dicabut untuk

memperbaiki susunan yang berjejal. Gigi ini terletak di dekat bagian

tengah setiap kuadran lengkung gigi dan karena itu, normalnya

terletak didekat daerah yang berjejal. Faktor lain yang penting adalah

gigi ini bisa digantikan dengan premolar kedua yang mempunyai

bentuk sama dan membentuk hubungan kontak yang sama dengan

kaninus. Jadi, tanggalnya gigi premolar pertama tidak akan

mempengaruhi kualitas hidup antar gigi.

5) Premolar kedua

Pencabutan gigi premolar kedua untuk menghilangkan susunan yang

berjejal biasanya dilakukan jika gigi itu sendiri malposisi selain juga

berjejal. Karena gigi premolar kedua erupsi sesudah premolar

pertama dan molar pertama permanen, gigi ini bisa saja terletak sama

sekali diluar lengkung gigi. Jika dicabut, gigi ini bisa digantikan

dengan baik oleh gigi premolar pertama kecuali jika gigi molar

pertama tetap miring atau rotasi ke depan.

6) Molar pertama permanen

Gigi molar pertama permanen dianggap sebagai kunci dari lengkung

gigi dan tidak boleh dicabut atau dikatakan bahwa molar pertama

permanen bisa dicabut sebagai tindakan rutin, yang bermanfaat bagi

lengkung gigi pada beberapa kasus. Kedua pendapat yang berbeda

tersebut tentu saja tidak bisa benar dua-duanya dan kelihatan karena

adanya variasi kondisi oklusal yang luas, maka tidak ada satu aturan

tunggal mengenai molar pertama yang bisa diterapkan pada semua

individu. Seperti halnya dengan gigi-gigi yang lain, situasi yang ada

harus dilihat secara individual. Cara yang rasional untuk

melakukannya adalah dengan memeriksa hasil yang bisa diperoleh

dari pencabutan molar pertama permanen. Meskipun demikian, gigi

molar pertama sering juga dicabut jika kondisinya buruk. Pada kasus

semacam ini, ada dua aturan umum untuk menentukan waktu

pencabutan yang paling cocok, yaitu:

43

a) jika tidak ada susunan yang berjejal, atau bila keadaan ini

terbatas pada segmen premolar dan tidak dibutuhkan ruangan

untuk memperbaiki susunan gigi-gigi anterior. Pada kondisi ini,

kebiasaan untuk mencabut molar pertama sebelum molar kedua

erupsi, sehingga gigi molar kedua akan bisa bergeser kedepan

selama erupsinya dan menempati posisi molar pertama, asalkan

gigi premolar yang berjejal sudah diperbaiki terlebih dahulu.

Pada praktiknya, molar pertama bawah biasanya perlu dicabut

lebih cepat daripada molar pertama atas, karena molar kedua

berjalan kedepan dengan lebih cepat pada rahang bawah.

b) jika dibutuhkan ruangan untuk mengatur susunan gigi-gigi

anterior. Pada kondisi ini, ruang yang diperoleh dengan

mencabut gigi molar pertama dibutuhkan untuk memperbaiki

susunan gigi-gigi anterior. Oleh karena itu perlu menunggu

sampai molar kedua erupsi sebelum mencabut molar pertama,

sehingga penutupan ruang karena pergeseran kedepan dari molar

kedua, bisa dicegah. Pada susunan gigi geligi yang berjejal, jika

gigi molar pertama kondisinya buruk, kadang-kadang gigi ini

perlu dicabut lebih dini, untuk memungkinkan terjadinya

penutupan ruangan, dan kemudian gigi premolar digerakkan

masing-masing kuadran untuk memperbaiki susunan gigi yag

berjejal.

7) Molar kedua permanen

Gigi molar kedua permanen tidak sering dicabut untuk memperbaiki

susunan yang berjejal. Posisinya yang berada diakhir lengkung gigi

pada masa kanak-kanak membuat gigi ini biasanya terletak jauh dari

daerah berjejal dan tidak benar-benar malposisi meskipun ada

susunan gigi yang berjejal. Meskipun demikian, Richardsno (1983)

melaporkan hasil suatu studi klinis dimana pencabutan molar kedua

bawah mengurangi berjejal-jejalnya susunan gigi-gigi anterior

bawah. Gigi molar kedua bawah kadang-kadang dicabut jika molar

pertama tetap sudah bergeser ke depan, meninggalkan ruang yang

44

tidak memadai untuk erupsi premolar kedua. Pencabutan gigi molar

kedua dianjurkan untuk mencegah terjadinya impaksi molar ketiga

bawah, namun cara perawatan ini tidak bisa diterapkan untuk semua

kasus. Satu-satunya kondisi dimana pencabutan molar kedua bawah

bisa menghasilkan posisi molar ketiga bawah yang baik adalah.

a) jika molar ketiga letaknya lurus, tidak miring ke mesial lebih dari

30 derajat.

b) jika pencabutan dilakukan hanya jika mahkota gigi molar ketiga

sudah terkalsifikasi.

Pencabutan molar kedua juga menjadi alternatif perawatan pada

pasien dengan gigitan terbuka yang hanya berkontak pada gigi molar

kedua dengan pembukaan bidang oklusal yang besar.

8) Molar ketiga permanen

Pencabutan molar ketiga hanya untuk mencegah gigi berdesakan di

regio anterior tidak dianjurkan (Foster, 1993).