Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Terorisme

22
PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KLATEN Nomor : 19/Pid.Sus /11/PN.Klt) JURNAL Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum DISUSUN OLEH : SAMUEL PANGARIBUAN NIM : 090200094 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

description

c

Transcript of Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Terorisme

  • PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME

    (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KLATEN Nomor : 19/Pid.Sus /11/PN.Klt)

    JURNAL

    Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

    Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

    DISUSUN OLEH :

    SAMUEL PANGARIBUAN

    NIM : 090200094

    DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    MEDAN

    2013

  • PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME

    (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KLATEN Nomor : 19/Pid.Sus /11/PN.Klt)

    JURNAL

    Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

    Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

    Disusun Oleh :

    SAMUEL PANGARIBUAN NIM : 090200094

    DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

    Disetujui Oleh : KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

    Dr. M. Hamdan., S.H ,M.H NIP : 195703261986011001

    EDITOR

    Dr. M. Hamdan., S.H ,M.H NIP : 197110051998011001

    FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    MEDAN 2013

  • 1

    ABSTRAK

    Dr. Madiasa Ablisar, SH.,M.S.* Dr. Marlina, SH.,M. Hum**

    Samuel Pangaribuan***

    Tidak asing dan tidak jarang ditemukan anak yang melakukan tindak pidana. Seperti anak yang melakukan pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, dan sebagainya. Anak yang melakukan tindak pidana tersebut tidak terlepas dari pertanggungjawaban hukum positif terhadap perbuatan yang dilakukannya. Dalam perkembangan masa kini, perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak semakin berkembang. Tindak pidana extra ordinary crime (seperti tindak pidana narkotika dan terorisme) telah ,menyentuh dunia anak. Anak pada masa kini telah turut sebagai pelaku tindak pidana extra ordinary crime. Terkhusus dalam tindak pidana terorisme. Bagaimana pengaturan tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh anak, bagaimana penerapan sanksi, dan hal apa yang menjadi bahan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak pelaku tindak pidana terorisme menjadi rumusan masalah skripsi ini.

    Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur permasalahan skripsi. Bersifat normatif maksudnya adalah penelitian hukum yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya (studi putusan).

    Pengaturan tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh anak diatur dalam UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pengaturan tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh anak disamakan dengan pengaturan tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh orang dewasa. Penjatuhan sanksi terhadap anak pelaku tindak pidana terorisme berbeda dengan penjatuhan sanksi terhadap orang dewasa pelaku tindak pidana terorisme, bagi anak pelaku tindak pidana terorisme berlaku baginya ketentuan-ketentuan khusus, seperti pasal 19 dan pasal 24 UU No. 15 tahun 2003 dan pasal 26 ayat (1) dan (2) UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Bahan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pada putusan Nomor:19/Pid.Sus /11/PN.Klt terdiri dari pertimbangan yuridis dan non yuridis.

    Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak pelaku tindak pidana terorisme harus benar-benar memperhatikan fakta-fakta hukum yang ada serta harus memperhatikan unsur-unsur dalam diri anak penyebab anak melakukan tindak pidana terorisme.

    * Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

  • 2

    A. PENDAHULUAN

    Anak merupakan seseorang yang dianggap belum dewasa dari segi umur.

    Batasan seseorang dikatakan sebagai anak tidak memiliki keseragaman. Undang-

    Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di Indonesia

    menentukan tingkatan usia seseorang dikatakan sebagai anak, namun Undang-

    Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di Indonesia

    tersebut tidak memiliki keseragaman dalam menentukan tingkatan usia seseorang

    dapat dikatakan sebagai anak, berkaitan dengan masalah penentuan

    pertanggungjawaban pidana anak.1

    Di dalam kehidupan masyarakat, tidak asing dan tidak jarang ditemukan

    seseorang yang dikatakan sebagai anak melakukan tindak pidana. Seperti anak

    yang melakukan pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, dan sebagainya. Anak

    yang melakukan tindak pidana tersebut tidak terlepas dari pertanggungjawaban

    hukum positif terhadap perbuatan yang dilakukannya sehingga timbul tugas yang

    mulia bagi hakim untuk menjatuhkan sanksi yang sesuai dan tepat bagi anak

    mengingat anak tersebut masih memiliki masa depan yang panjang.

    Perkembangan masa kini, perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak semakin

    berkembang. Tindak pidana extra ordinary crime (seperti tindak pidana narkotika

    dan terorisme) juga tidak terlepas dari anak. Anak pada masa kini telah turut

    sebagai pelaku Tindak pidana extra ordinary crime ini. Terkhusus tindak pidana

    terorisme yang dilakukan oleh anak.

    Kejahatan terorisme yang dipandang melanggar dan menindas HAM

    mengalami pertentangan apabila pelakunya adalah seorang anak. Anak yang

    merupakan tunas, potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa tentu tidak

    dapat dihukum begitu saja sesuai dengan perbuatan teror yang dilakukannya

    walaupun perbuatan tersebut merupakan extra ordinary crime mengingat fungsi

    dan peranan anak itu sendiri.

    Kemampuan anak yang masih terbatas dan tidak sesempurna orang dewasa

    harus diperhatikan oleh Undang-Undang serta aparat penegak hukum dalam

    1 Paulus Hadisuprapto, Junivenile Delinquency;Pemahaman dan penanggulangannya,

    Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal.9

  • 3

    menerapkan sanksi terhadap anak pelaku tindak pidana terorisme yang dilihat

    peneliti dalam putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor : 19 /Pid.Sus /11/PN.Klt

    dimana anak pelaku terorisme dijatuhi hukuman 2 tahun. Bagaimana pengaturan

    sanksi anak yang melakukan tindak pidana terorisme serta hal-hal apa yang

    menjadi bahan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap anak

    sebagai pelaku tindak pidana terorisme kemudian menarik peneliti untuk

    melakukan penelitian ini dengan mengacu pada putusan Pengadilan Negeri Klaten

    Nomor : 19 /Pid.Sus /11/PN.Klt.

    B. PERUMUSAN MASALAH

    1. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Terorisme yang Dilakukan oleh

    Anak dalam Peraturan Perundang-undangan

    2. Bagaimana Pertimbangan Hakim dalam Penjatuhan Sanksi Pidana

    Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Terorisme dalam Putusan

    Pengadilan Negeri Klaten Nomor : 19 /Pid.Sus /11/PN.Klt

    3. Bagaimana Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Anak Pelaku Tindak

    Pidana Terorisme dalam Putusan Pengadilan Negeri Klaten

    Nomor:19/Pid.Sus /11/PN.Klt

    C. METODE PENELITIAN

    Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis

    normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa

    terhadap Pasal-Pasal dalam peraturan perUndang-Undangan yang mengatur

    permasalahan skripsi. Bersifat normatif maksudnya adalah penelitian hukum ini

    bertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu

    peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam prakteknya (studi putusan).

    D. HASIL PENELITIAN

    1. Pengaturan Tindak Pidana Terorisme Anak di Indonesia

    Pengaturan tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh anak

    terdapat dalam Undang-Undang No. 15 tahun 2003 tentang

    Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pengaturan tindak pidana

    terorisme bagi anak tidak dibedakan dengan pengaturan tindak pidana

  • 4

    terorisme bagi orang yang telah dewasa, namun ketentuan sanksi pidana

    yang diterima oleh anak sebagai pelaku terorisme berbeda dengan

    sanksi yang diterima oleh orang dewasa sebagai pelaku terorisme.

    Sanksi pidana yang tercantum dalam Undang-Undang terorisme

    antara lain;2

    a. Pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara tertentu

    (dengan batasan minimal dan maksimal)

    b. Pidana penjara seumur hidup

    c. Pidana penjara (dengan batasan minimal dan maksimal)

    d. Pidana mati atau pidana penjara seumur hidup

    e. Pidana kurungan

    Perbedaan pengaturan ketentuan tindak pidana terorisme yang

    dilakukan oleh orang dewasa dengan anak yang melakukan tindak

    pidana terorisme terletak pada ketentuan sanksi pidana yang akan

    dijatuhkan yang tercantum dalam Pasal 19 dan Pasal 24 Undang-

    Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

    terorisme.

    Pasal 19 dan Pasal 24 dikatakan penjatuhan pidana minimum

    khusus yang tercantum dalam Pasal 6,8,9,10,11,12,13,15,16,20,21,22

    Undang-Undang No. 15 tahun 2003 tidak berlaku bagi anak yang

    terlibat terorisme. yang berarti dipakai strafminima umum yang

    terdapat didalam KUHP yaitu untuk pidana penjara dijatuhkan paling

    sedikit 1 hari.

    Undang-Undang terorisme Pasal 19 dan Pasal 24 tersebut diatas

    juga menghapuskan ketentuan pidana mati dan pidana penjara seumur

    hidup terhadap seseorang yang belum berusia 18 tahun. Dari Pasal

    tersebut ditarik kesimpulan bahwa untuk anak yang terlibat (pelaku)

    tindak pidana terorisme tidak berlaku strafminima khusus yang

    tercantum dalam Pasal-Pasal 6,8,9,10,11,12,13,15,16,20,21,22 Undang-

    Undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

    2 Ali Masyhar,2009,Op cit,hal.139

  • 5

    Terorisme. Dengan demikian, seorang anak pelaku tindak pidana

    terorisme tidak dapat dihukum mati dan tidak dapat dihukum pidana

    penjara seumur hidup atau ketentuan pidana mati dan pidana penjara

    seumur hidup seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Terorisme

    tersebut tidak berlaku bagi anak sebagai pelaku teror.

    Penghapusan strafminima khusus sanksi pidana yang

    diancamkan pada anak pelaku teror dan tidak diaturnya tata cara

    persidangan dan hak-hak bagi anak pelaku teror dalam Undang-Undang

    No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

    bagi anak diatas mengartikan berlakulah ketentuan-ketentuan lain

    diluar Undang-Undang terorisme tersebut untuk mengatur penjatuhan

    sanksi pidana dan tata cara persidangan bagi anak pelaku tindak pidana

    terorisme. Ketentuan tersebut adalah Undang-Undang No. 3 tahun 1997

    tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang No. 23 tahun 2002

    tentang Perlindungan Anak

    2. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN SANKSI

    PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA

    TERORISME DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI

    KLATEN Nomor : 19 /Pid.Sus /11/PN.Klt

    a. Pertimbangan Yuridis

    Pertimbangan yuridis hakim dalam menjatuhkan putusan

    terhadap perkara AW antara lain:

    1. Umur Terdakwa

    AW yang dalam persidangan perkara

    nomor:19/Pid.Sus/11/PN.Klt berdasarkan fakta hukum dan identitas

    terdakwa menyatakan umur terdakwa AW adalah 17 tahun, sehingga

    menurut UU No. 3 Tahun 1997, AW dikatakan sebagai anak dan

    diajukan ke sidang anak. Dalam penjatuhan putusan sanksi pidana

    terhadap AW, hakim mempertimbangkan kedudukan AW sebagai

  • 6

    anak yang tercantum dalam pertimbangan hakim perkara

    nomor:19/Pid.Sus/11/PN.Klt yaitu;3

    a. Menimbang, bahwa sebagaimana tersebut dalam pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak bahwa Pidana penjara, yang dapat dijatuhkan kepada terdakwa anak paling lama atau paling banyak adalah (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa;

    b. Menimbang, bahwa menurut hemat Hakim Majelis ketentuan dalam pasal 26 ayat (1) tersebut diberlakukan pula dalam hal batas minimum khusus ancaman pidana bagi anak. Pemberlakuan (satu per dua) dari batas minimum pidana orang dewasa bagi terdakwa anak, telah pula dipertegas oleh Mahkamah Agung, dalam putusannya tertanggal 22 September 2010 No. 1956 K/Pid.sus/2010;

    c. Menimbang bahwa khusus untuk tindak pidana Terorisme, pasal 19 Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang minimum khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, pasal 8, pasal 9, pasal 10. Pasal 11, pasal 12, pasal 13,pasal 15 dan pasal 16 dan ketentuan mengenai penjatuhan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sebagaimana dimaksud dalam pasal 14, tidak berlaku untuk pelaku tindak pidana terorisme yang berusia dibawah 18(delapan belas) tahun;

    d. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas dan dengan memperhatikan ketentuan pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dihubungkan dengan pasal 19 Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, maka menurut hemat Hakim Majelis ancaman pidana terhadap terdakwa anak dalam perkara tindak pidana teroris paling lama adalah 10 tahun penjara dan mengesampingkan ketentuan mengenai penjatuhan pidana minimum khusus.

    3 Lihat pertimbangan hakim dalam putusan perkara nomor:19/Pid.Sus/11/PN.Klt.

  • 7

    2. Dakwan Jaksa Penuntut Umum

    Perkara nomor:19/Pid.Sus/11/PN.Klt dengan terdakwa AW,

    telah didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan menggunakan

    sistem dakwaan kombinasi Alternatif-subsidiairitas4

    Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hakim terhadap

    surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan berdasarkan fakta-fakta

    hukum yang diajukan dalam persidangan terdakwa AW, Hakim

    Majelis berpendapat bahwa dakwaan alternatif pertama yang lebih

    tepat didakwakan kepada terdakwa dan oleh karena itu pula maka

    hakim Majelis memilih untuk mempertimbangkan dakwaan

    alternatif pertama dan mengesampingkan dakwaan alternatif kedua.

    Dakwaan alternative pertama Jaksa Penuntut Umum

    terhadap AW adalah bahwa perbuatan terdakwa sebagaimana diatur

    dan diancam pidana menurut Pasal 15 Jo. Pasal 9 Undang-Undang

    Republik Indonesia No.15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan

    Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 2002 tentang

    Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang.

    3. Keterangan saksi

    Persidangan terdakwa AW telah menghadirkan 36 orang

    saksi, yaitu 34 orang saksi yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum

    dan 2 orang saksi yang diajukan oleh terdakwa dan atau Penasehat

    hukumnya. Keterangan dari saksi-saksi tersebut membenarkan

    bahwa telah terjadi perbuatan pidana yang dilakukan oleh AW sesuai

    dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, antara lain melakukan

    pemufakatan jahat, membuat, mempunyai persediaan,

    mempergunakan suatu senjata api, amunisi, atau sesuatu bahan

    peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya untuk melakukan

    tindakan terorisme.5

    4 Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap AW pada kasus terorisme

    no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt 5 Lihat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap AW pada kasus terorisme

    no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt

  • 8

    Hakim berpendapat bahwa berdasarkan keterangan saksi-

    saksi dalam persidangan benar telah terjadi perbuatan pidana sesuai

    dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, dan pelakunya merupakan

    AW. Hal ini mengartikan bahwa keterangan saksi merupakan salah

    satu bahan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan perkara

    no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt. Dan berdasarkan pertimbangan hakim

    terhadap keterangan saksi-saksi dalam perkara

    no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt, hakim berkeyakinan bahwa benar telah

    terjadi perbuatan terorisme sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut

    Umum yang dilakukan oleh terdakwa AW.

    4. Keterangan terdakwa

    Terdakwa yang dalam keterangannya dipersidangan telah

    mengakui perbuatannya akan mempermudah hakim menemukan

    kebenaran dan menjadi pertimbangan hakim untuk meringankan

    sanksi pidana terdakwa. Namun dalam hal terdakwa tidak mengakui

    perbuatannya akan menjadi kesulitan bagi hakim dalam mencari

    kebenaran suatu perkara.

    Terdakwa AW dalam perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt.

    telah memberi keterangan yang pada pokoknya adalah:6

    a. Terdakwa AW membenarkan telah terjadi perbuatan pidana yang dilakukannya sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

    b. Terdakwa AW telah menyadari perbuatannya dan mengakui bersalah telah melakukan tindak pidana sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

    c. Terdakwa AW berjanji dan bersumpah tidak akan mengulangi perbuatan tersebut.

    Keterangan terdakwa AW dalam persidangan telah menjadi

    pertimbangan hakim dan menambah keyakinan hakim bahwa benar

    telah terjadi perbuatan pidana oleh AW sesuai dengan dakwaan

    Jaksa Penuntut Umum dalam perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt

    ditambah dengan fakta-fakta hukum yang terungkap di dalam

    6 Lihat Keterangan Terdakwa dalam perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt.

  • 9

    persidangan. Kemudian dengan pengakuan terdakwa lewat

    keterangannya, hakim mempertimbangkan hal tersebut untuk

    meringankan terdakwa AW karena telah mempermudah jalannya

    persidangan.7 Dan berdasarkan pertimbangan hakim terhadap

    keterangan terdakwa AW dalam perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt,

    hakim berkeyakinan bahwa benar telah terjadi perbuatan terorisme

    sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang dilakukan oleh

    terdakwa AW.

    5. Barang-barang bukti

    Persidangan terdakwa AW dalam perkara

    no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt telah menghadirkan 37 buah barang bukti,8

    dimana barang bukti tersebut digunakan untuk membenarkan telah

    terjadinya perbuatan tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh

    terdakwa AW. Berdasarkan barang bukti tersebut, hakim menilai

    bahwa perbuatan terorisme yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut

    Umum terhadap AW benar telah terjadi. Seperti penemuan 3 (tiga)

    butir selongsong peluru dan 14 (empat belas) butir peluru caliber 22

    di rumah terdakwa9 membuktikan bahwa benar telah terjadi

    penggunaan senjata api oleh terdakwa AW sesuai dengan dakwaan

    Jaksa Penuntut Umum. Barang bukti lainnya adalah penemuan 1

    (satu) ember plastic berisi satu buah plastic serbuk halus warna

    hitam yang merupakan serbuk arang /Carbon (kode a); 1 (satu) buah

    plastic serbuk kasar warna coklat yang merupakan senyawa kimia

    dari Kalium Klorat (KclO3 ); Belerang/Sulfur (S) dan unsure

    Carbon (C) (kode b); 1 (satu) buah plastic serbuk kasar warna hitam

    7 Lihat Hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa dalam perkara

    no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt. 8 Lihat Barang Bukti dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara

    no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt. 9 Lihat Barang Bukti ke-4 dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara

    no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt.

  • 10

    yang merupakan serbuk arang/unsure Carbon (kode c)10 yang

    digunakan oleh terdakwa untuk membuat bom.

    Penemuan-penemuan barang bukti dalam perkara AW telah

    dijadikan hakim bahan pertimbangan untuk membuktikan benar atau

    tidaknya dakwaan Jaksa Penuntut Umum serta menjadi bahan

    pertimbangan untuk memutus perkara AW.

    6. Alat Bukti Surat

    Alat bukti surat dalam persidangan terdakwa AW pada

    umumnya berupa laporan keterangan dari laboratorium yang

    membenarkan adanya kandungan zat-zat kimia yang dapat

    digunakan sebagai bahan pembuatan bom atau sejenisnya dari

    barang-barang bukti yang ditemukan di rumah terdakwa AW. Hal ini

    menjadi bahan pertimbangan hakim untuk membuktikan terpenuhi

    atau tidak unsur-unsur dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum

    terhadap terdakwa AW. Dan berdasarkan pertimbangan hakim

    terhadap alat bukti surat dalam perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt,

    hakim berkeyakinan bahwa benar telah terjadi perbuatan terorisme

    sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang dilakukan oleh

    terdakwa AW.

    7. Pasal-pasal lain yang dijadikan bahan pertimbangan hakim dalam

    menjatuhkan putusan perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt

    a. Pasal 19 Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003

    Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

    No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

    Menjadi Undang-Undang

    Penjatuhan putusan terhadap perkara anak yang melakukan

    tindak pidana terorisme, hakim dalam pertimbangannya harus

    mengacu kepada rumusan Pasal 19 Undang-undang No. 15 Tahun

    2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

    10 Lihat Barang Bukti ke-6 dalam Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara

    no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt.

  • 11

    undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

    Terorisme Menjadi Undang-undang

    Terdakwa AW dalam perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt

    masih berumur 17 tahun.11 Dengan kata lain, terdakwa AW

    merupakan pelaku yang didakwa melakukan tindak pidana terorisme

    yang masih berumur dibawah 18 tahun.

    Ketentuan dalam pasal 19 Undang-undang Terorisme

    menjadi bahan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan

    perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt. Dalam pertimbangannya hakim

    menyebutkan:

    1. Menimbang bahwa khusus untuk tindak pidana Terorisme, pasal 19 Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang menegaskan bahwa ketentuan mengenai penjatuhan pidana minimum khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, pasal 8, pasal 9, pasal 10. Pasal 11, pasal 12, pasal 13,pasal 15 dan pasal 16 dan ketentuan mengenai penjatuhan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sebagaimana dimaksud dalam pasal 14, tidak berlaku untuk pelaku tindak pidana terorisme yang berusia dibawah 18(delapan belas) tahun;

    2. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas dan dengan memperhatikan ketentuan pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dihubungkan dengan pasal 19 Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, maka menurut hemat Hakim Majelis ancaman pidana terhadap terdakwa anak dalam perkara tindak pidana teroris paling lama adalah 10 tahun penjara dan mengesampingkan ketentuan mengenai penjatuhan pidana minimum khusus.

    Hakim memutus perkara AW dengan pidana penjara selama

    2 tahun.12 Putusan ini dibawah ketentuan pidana minimum dalam

    pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003

    11 Lihat identitas terdakwa dalam perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt 12 Lihat putusan hakim dalam perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt

  • 12

    Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

    No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

    Menjadi Undang-Undang

    b. Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 3 tahun 1997

    tentang Pengadilan Anak

    Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya, menuntut

    terdakwa AW dengan pidana penjara selama 4 tahun.13 Dalam

    penjatuhan sanksi pidana terhadap anak pelaku pidana harus

    memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi anak seperti

    Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan anak, Undang-

    undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan

    ketentuan-ketentuan lain yang berlaku bagi anak. Hal ini ditujukan

    guna melindungi anak dari sanksi pidana yang tidak tepat dan

    melindungi masa depan anak yang masih panjang.

    Penjatuhan sanksi pidana penjara terhadap anak, hakim

    harus terlebih dahulu mempertimbangkan ketentuan dalam Pasal 26

    Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Pasal

    26 Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

    Ketentuan pasal 26 tersebut diatas berlaku bagi terdakwa

    AW yang masih berumur 17 tahun. Sehingga hakim dalam

    pertimbangannya untuk menjatuhkan putusan pidana penjara

    terhadap AW harus mempertimbangkan ketentuan-ketentuan dalam

    pasal 26 tersebut. Pertimbangan hakim dalam perkara AW

    menyebutkan:14

    1. Menimbang bahwa selanjunya Pembimbing Kemasyarakatan menyimpulkan bahwa apabila dalam persidangan AW terbukti bersalah, maka agar dituntut dan dijatuhi pidana penjara dengan memperhatikan hal-hal yang meringankan dengan berpedoman pada pasal 26 ayat (1) UU No. 3 tahun 1997, agar secepatnya AW kembali kepada orang tua, melanjutkan pendidikan demi masa depan dirinya dan keluarga serta negara

    13 Lihat tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt 14 Pertimbangan Hakim dalam perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt

  • 13

    2. Menimbang, bahwa sebagaimana tersebut dalam pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak bahwa Pidana penjara, yang dapat dijatuhkan kepada terdakwa anak paling lama atau paling banyak adalah (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa;

    3. Menimbang, bahwa menurut hemat Hakim Majelis ketentuan dalam pasal 26 ayat (1) tersebut diberlakukan pula dalam hal batas minimum khusus ancaman pidana bagi anak. Pemberlakuan (satu per dua) dari batas minimum pidana orang dewasa bagi terdakwa anak, telah pula dipertegas oleh Mahkamah Agung, dalam putusannya tertanggal 22 September 2010 No. 1956 K/Pid.sus/2010; 88

    4. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas dan dengan memperhatikan ketentuan pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dihubungkan dengan pasal 19 Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, maka menurut hemat Hakim Majelis ancaman pidana terhadap terdakwa anak dalam perkara tindak pidana teroris paling lama adalah 10 tahun penjara dan mengesampingkan ketentuan mengenai penjatuhan pidana minimum khusus.

    Berdasarkan pertimbangan hakim tersebut diatas, dapat

    ditarik kesimpulan bahwa apabila terdakwa dijatuhkan pidana

    penjara, maka pidana penjara yang dijatuhkan adalah dari

    tuntutan Jaksa Penuntut Umum yaitu dari 4 tahun pidana

    penjara, yaitu pidana penjara selama 2 tahun. Hal ini lah kemudian

    yang diterapkan hakim dalam putusannya yang memutus perkara

    AW dengan pidana penjara selama 2 tahun.15

    b. Pertimbangan Non Yuridis

    Pertimbangan-pertimbangan non yuridis hakim dalam

    perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt. antara lain;

    15 Lihat Putusan Hakim dalam perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt

  • 14

    1. Hal-hal yang memberatkan terdakwa AW, antara lain:

    Dalam perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt, hakim dalam

    menjatuhkan putusan pidana penjara terhadap terdakwa AW telah

    mempertimbangkan hal-hal berikut, antara lain;16

    1. Bahwa perbuatan terdakwa telah menimbulkan rasa takut

    di masyarakat

    2. Bahwa perbuatan terdakwa dapat menimbulkan rasa

    permusuhan antar umat beragama

    3. Bahwa perbuatan terdakwa dapat mengancam jiwa orang

    lain

    2. Hal-hal yang meringankan terdakwa AW, antara lain:

    Dalam perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt, hakim dalam

    menjatuhkan putusan pidana penjara terhadap terdakwa AW telah

    mempertimbangkan hal-hal berikut, antara lain;17

    a. Bahwa Perbuatan Terdakwa didorong oleh jiwa muda yang penuh semangat dan kemudian dimanfaatkan secara salah oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, termasuk dalam hal ini oleh Ustad Musab maupun oleh Saksi ROKI APRISDIANTO alias ATOK;

    b. Bahwa Terdakwa masih berusia anak-anak sehingga masih dapat diharapkan untuk memperbaiki kehidupannya;

    c. Bahwa Orang tua terdakwa sangat mengharapkan agar terdakwa kembali dapat menjalankan kehidupan yang baik sehingga dapat meraih masa depan yang lebih baik;

    d. Terdakwa sopan dipersidangan; e. Bahwa Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya; f. Bahwa Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak

    akan mengulangi; g. Bahwa Terdakwa belum pernah dihukum.

    3. Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan tentang terdakwa AW

    Laporan Penelitian Kemasyarakatan dalam perkara

    no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt. terhadap AW antara lain;18

    16 Hal-hal yang memberatkan terdakwa dalam perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt 17 Hal-hal yang meringankan terdakwa dalam perkara no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt 18 Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan terhadap terdakwa AW dalam perkara

    no:19/Pid.Sus/11/PN.Klt

  • 15

    a. Terdakwa masih memiliki usia muda, sehingga masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri, selain itu terdakwa adalah anak yang pintar dan diharapkan bisa menjadi salah satu asset bangsa;

    b. Terdakwa telah menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi;

    c. Selama proses hukum berjalan, terdakwa bersikap baik dan jujur;

    d. Terdakwa sebagai anak tertua dalam keluarga dan kehadirannya sangat dibutuhkan orang tua dan adik-adiknya;

    e. Pentingnya penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak

    Berdasarkan Laporan penelitian masyarakat diatas, hakim

    dalam pertimbangannya kemudian menyebutkan:

    Menimbang, bahwa dengan pemikiran yang demikian ini, maka tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut agar terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 4 (empat) tahun, menurut hemat Hakim Majelis masih terlalu berat bagi diri terdakwa yang masih anak-anak dan oleh karena itu pula harus diturunkan, sehingga tujuan dari pemidanaan itu sendiri, khususnya terhadap diri terdakwa akan lebih tepat dan bermanfaat.

    Sehingga, Laporan Penelitan Kemasyarkatan menjadi salah

    satu bahan pertimbangan non Yuridis hakim dalam menjatuhkan

    putusan terhadap AW.

    3. Penerapan Sanksi Pidana terhadap Anak Pelaku Tindak

    Pidana Terorisme (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten

    Nomor:19/Pid.Sus/11/PN.Klt)

    Hakim telah menjatuhkan putusan dalam Perkara dengan

    nomor 19/ Pid.Sus/ 2011/ PN.Klt. Putusan tersebut menghukum

    terdakwa (AW) pidana penjara selama 2 tahun karena telah

    melanggar pasal 15 jo pasal 19 Undang-Undang No. 15 tahun 2003

    Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Putusan ini

    dijatuhkan oleh Majelis Hakim dengan dasar surat tuntutan dan

    dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum serta fakta-fakta hukum

    selama di persidangan Perkara dengan nomor 19/ Pid.Sus/ 2011/

    PN.Klt. Dan berdasarkan Pertimbangan-pertimbangan hakim

  • 16

    terhadap surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan berdasarkan

    fakta-fakta hukum yang diajukan dalam persidangan terdakwa

    AW, Hakim Majelis berpendapat bahwa dakwaan alternatif

    pertama yang lebih tepat didakwakan kepada terdakwa dan oleh

    karena itu pula maka hakim Majelis memilih untuk

    mempertimbangkan dakwaan alternatif pertama dan

    mengesampingkan dakwaan alternatif kedua.

    Unsur-unsur dalam pasal 15 Jo. Pasal 9 Undang-Undang

    Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan

    Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 2002

    Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi

    Undang-Undang telah dipenuhi oleh perbuatan terdakwa dan oleh

    karena menurut pertimbangan Hakim majelis, tidak terdapat

    adanya alasan-alasan pemaaf maupun alasan-alasan pembenar atas

    perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tersebut, maka Terdakwa

    harus dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

    melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh

    Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan Pada Alternatif

    Pertama/ Kesatu Primair dan harus dijatuhi pidana.

    Perkara terdakwa AW adalah perkara pidana dengan

    penyertaan. Suatu penyertaan dikatakan terjadi jika dalam suatu

    peristiwa tindak pidana terlibat lebih dari satu orang. Hal ini

    terbukti lewat fakta-fakta hukum dalam persidangan perkara AW

    yang menyatakan AW bukanlah sebagai satu-satunya pelaku,

    melainkan sebagai orang yang turut serta melakukan (dader). Salah

    satu fakta hukum yang menyatakan AW bukanlah pelaku tunggal

    adalah dihadirkannya saksi mahkota yaitu Roki Aprisdianto alias

    Atok, Nugroho Budi Santoso, Joko Lelono,Tri Budi Santoso, Yuda

    Anggoro yang secara bersama-sama terdakwa melakukan tindak

    pidana terorisme. Saksi mahkota merupakan teman terdakwa yang

    melakukan tindak pidana bersama-sama, diajukan sebagai saksi

  • 17

    untuk mebuktikan dakwaan penuntut umum yang perkaranya

    diantaranya dipisah karena kurangnya alat bukti.

    Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2003

    Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

    Undang No. 1 tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

    Terorisme Menjadi Undang-Undang tidak mengatur tentang

    penyertaan dalam melakukan tindak pidana terorisme. Sehingga

    pengaturan tentang penyertaan dikembalikan kedalam KUHP, yaitu

    pasal 55 KUHP.

    Perbuatan terdakwa AW selain merupakan perbuatan

    penyertaan juga merupakan perbarengan tindak pidana dikarenakan

    terdakwa AW telah melakukan beberapa tindak pidana (concursus)

    seperti melakukan pemufakatan jahat dan meletakkan serta

    membuat bom. Tindak pidana concursus yang dilakukan oleh AW

    diatur dalam pasal 65 KUHP karena perbuatan AW dipandang

    sebagai perbuatan yang berdiri sendiri dan masing-masing

    perbuatan itu telah memenuhi rumusan tindak pidana yang diatur

    di dalam undang-undang No. 15 Tahun 2003 Tentang

    Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

    yaitu pasal 15 jo pasal 9.

    Berdasarkan pembahasan diatas, disimpulkan bahwa

    penerapan sanksi yang dijatuhkan oleh hakim terhadap terdakwa

    AW adalah benar sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, yaitu

    sesuai dengan Pasal 15 jo. Pasal 9 Undang-Undang No. 15 Tahun

    2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dimana

    terdakwa telah terbukti memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 15 dan

    Pasal 9 Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang

    Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

  • 18

    E. PENUTUP

    1. Kesimpulan

    a. Pengaturan tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh anak diatur

    dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan

    Tindak Pidana Terorisme.

    b. Pertimbangan hakim dalam putusan Nomor:19/Pid.Sus/11/PN.Klt

    antara lain adalah :

    1. Pertimbangan yuridis, yang terdiri dari umur terdakwa, dakwaan

    Jaksa Penuntut Umum, Keterangan Saksi, Keterangan Terdakwa,

    Barang- barang Bukti, Alat Bukti Surat, Pasal 19 Undang-Undang

    No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah

    Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 Tentang

    Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-

    Undang, Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 3

    Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

    2. Pertimbangan non yuridis, yang terdiri dari Hal-Hal yang

    Memberatkan terdakwa AW, Hal-Hal yang meringankan terdakwa

    AW, dan Laporan Hasil Penelitian Kemasyarakatan tentang

    terdakwa AW.

    c. Penerapan sanksi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana

    terorisme dalam Putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor : 19

    /Pid.Sus/11/PN.Klt, adalah sesuai dengan aturan hukum. Hakim

    memberikan vonis 2 tahun penjara kepada terdakwa dengan

    mempertimbangkan ketentuan dalam Pasal 19 Undang-Undang No. 15

    Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan

    Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang

    Pengadilan Anak.

    2. Saran

    a. Para penegak hukum terutama Jaksa dan Hakim diharapkan dapat

    menentukan dan menjatuhkan sanksi yang tepat bagi anak, agar sesuai

  • 19

    dengan tujuan pemidanaan yang bermanfaat bagi masa depan anak,

    dan bukan sebaliknya.

    b. Hakim sebelum menjatuhkan putusan terhadap anak pelaku tindak

    pidana terorisme, harus memperhatikan pertimbangan-pertimbangan

    yuridis dan pertimbangan-pertimbangan non yuridis, agar tercapai

    keadilan dan kemanfaatan dalam pemidanaan anak pelaku tindak

    pidana terorisme.

    F. Daftar Pustaka

    Buku

    Ali, Mahrus. 2011. Hukum Pidana Korupsi di Indonesia. Yogyakarta : UII

    Press

    Chazawi, Adami. 2002.Pelajaran Hukum Pidana 2 (Penafsiran Hukum

    Pidana Dasar Peniadaan, Pemberatan & Peringanan Pidana

    Kejahatan Aduan Perbarengan & Ajaran Kausalitas). Jakarta : Raja

    Grafindo Persada.

    ___________________.Pelajaran Hukum Pidana 3 (Percobaan dan

    Penyertaan). Jakarta : Raja Grafindo Persada.

    Effendi, Masyhur. 2007. HAM dalam Dimensi/Dinamika Yuridis, Sosial,

    Politik, dan Proses Penyusunan/Aplikasi Ha-Kham(Hukum Hak

    Asasi Manusia) dalam Masyarakat. Bogor Selatan : Ghalia

    Indonesia.

    Ekaputra, Mohammad. 2009. Percobaan dan Penyertaan. Medan : USU

    Press.

    Hadisuprapto, Paulus. 1997. Junivenile Delinquency;Pemahaman dan

    penanggulangannya,. Bandung : Citra Aditya Bakti.

    Husaini, Adin. 2001. Jihad Osama Versus Amerika. Jakarta : Gema insane

    Pers

    Kansil, C.S.T. 1982. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.

    Jakarta : PN. Balai Pustaka.

    Marlina. 2009. Peradilan Pidana Anak Di Indonesia: Pengembangan Konsep

    Diversi dan Restorative Justice. Bandung : Refika Aditama.

  • 20

    Masyar, Ali. 2009. Gaya Indonesia Menghadang Terorisme. Bandung :

    Mandar Maju.

    Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2002. Bunga Rampai Hukum Pidana.

    Bandung: Alumni.

    Muladi. 2002. Demokratisasi HAM dan Reformasi Hukum di Indonesia.

    Jakarta : The Habibie Center.

    Mulyadi, Lilik. 1996. Hukum Acara Pidana (Suatu Tinjauan Khusus

    Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Peradilan).

    Bandung : Citra Aditya Bakti.

    Nashriana. 2011. Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia.

    Jakarta : Raja Grafindo Persada.

    Purba, Hasim. 2006. Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum. Medan :

    Cahaya Ilmu.

    Sutedjo, Wagiati. 2006. Hukum Pidana Anak. Bandung : Refika Aditama.

    Wadong, M., Hassan. 2000. Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak.

    Jakarta : Grasindo,

    Wahid, Abdul. 2004. Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, Ham, dan

    Hukum. Bandung : Refika Aditama.

    Jurnal

    Purwastuti, Lilik Y. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Kejahatan

    Terorisme. Jurnal Ilmu Hukum.

    Bahan Kuliah

    Kalo, Syafrudin. 2012. Bahan Kuliah Kapita Selekta Hukum Pidana

    Simultan. Medan : Fakultas Hukum USU.

    Khair, Abul. 2010. Bahan Kuliah Hukum Acara Pidana. Medan : Fakultas

    Hukum USU.