Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp &...

29
TUGAS PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN PENINGKATAN KUALITAS UNSUR HARA PADA TANAH GAMBUT DENGAN MEMANFAATKAN ABU BOILER INDUSTRI PULP & KERTAS OLEH : REYZANDI H1E108043 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

Transcript of Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp &...

Page 1: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

TUGAS PENGELOLAAN KUALITAS LINGKUNGAN

PENINGKATAN KUALITAS UNSUR HARA PADA TANAH GAMBUT

DENGAN MEMANFAATKAN ABU BOILER INDUSTRI PULP & KERTAS

OLEH :

REYZANDI

H1E108043

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2010

Page 2: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

1. JUDUL

PENINGKATAN KUALITAS UNSUR HARA PADA TANAH

GAMBUT DENGAN MEMANFAATKAN ABU BOILER INDUSTRI

PULP DAN KERTAS.

2. PENDAHULUAN

- Latar Belakang

Pembangunan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidup.

Interaksi antara pembangunan dan lingkungan hidup membentuk sistem ekologi

yang disebut ekosistem. Manusia, baik sebagai subjek maupun objek

pembangunan merupakan bagian ekosistem.

Pembangunan bertujuan untuk menaikkan tingkat hidup dan

kesejahteraan rakyat. Dapat pula dikatakan pembangunan bertujuan untuk

menaikkan mutu hidup rakyat. Karena mutu hdup dapat diartikan sebagai derajat

dipenuhinya kebutuhan dasar, pembangunan dapat diartikan sebagai usaha untuk

memenuhi kebutuhan dasar rakyat dengan lebih baik.

Dalam usaha memperbaiki mutu hidup, harus dijaga agar kemampuan

lingkungan untuk mendukung kehidupan pada tingkat yang ,ebih tinggi tidak

menjadi rusak. Apabila kerusakan terjadi, bukannya perbaikan mutut hidup yang

akan dicapai melainkan justru kemerosotan. Bahkan bila kerusakan terlalu parah,

dapatlah terjadi kepunahan kehidupan kita sendiri. Atau paling sedikit ekosistem

tempat kita hidup dapat megalami keambrukan yang akan mengakibatkan banyak

kesulitan. Pembangunan demikian bersifat tidak berkelanjutan (Soemarwoto,

2001).

Perkembangan pembangunan, berkaitan erat dengan perkembangan di

sektor industri. Salah satu industri yang terus berkembang adalah industry pulp

dan kertas. Meningkatnya pertumbuhan industri pulp dan kertas di Indonesia

telah membawa dampak terhadap meningkatnya permasalahan lingkungan yang

disebabkan oleh pencemaran limbah. Oleh karenanya dalam upaya terpeliharanya

Page 3: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

kualitas lingkungan industri harus meningkatkan pengelolaan limbahnya melalui

pengolahan yang lebih efektif dan kemungkinan pemanfaatannya.

Industri pulp dan kertas pada saat ini dihadapkan pada masalah

penanganan limbah padat yang jumlahnya cukup besar. Konstribusi yang besar

salah satunya berasal dari abu sisa kulit kayu pada unit power boiler. Di lokasi

pabrik, limbah padat tersebut hanya ditumpuk dan belum dimanfaatkan sehingga

selain menimbulkan gangguan terhadap estetika juga menyebabkan pencemaran

tanah, air tanah, dan menimbulkan bau bagi masyarakat sekitar.

Pada industri pulp dan kertas, pemanfaatan abu boilernya dapat

digunakan sebagai regenerator dan aktivator untuk menciptakan ekosistem tanah

yang lebih sehat. Kandungan unsur-unsur mineralnya dapat dimanfaatkan untuk

mencukupi kebutuhan hara tanaman, sehingga dengan ini dapat mengurangi

bahkan meniadakan pemakaian pupuk kimia.

- Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui pengaruh

penggunaan abu boiler industri pulp dan kertas terhadap kualitas tanah gambut

serta pada tanaman yang dilakukan di media tanam tanah gambut.

- Batasan Masalah

Batasan masalah pada penulisan makah ini adalah :

1. Pemanfaatan abu sisa pembakaran kulit kayu pada industri pulp dan

kertas.

2. Pengaruh abu sisa pembakaran kulit kayu terhadap tanaman Acacia

crasicarpa di areal tanah gambut Hutan Tanaman Industri (HTI).

Page 4: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

- Metode Penulisan

Makalah ini bersifat diskriptif yang akan mengkaji mengenai potensi

penggunaan abu boiler industri pulp dan kertas sebagai bahan pengkondisi tanah

gambut pada areal hutan tanaman industri. Penyusunan makalah dilakukan

dengan studi pustaka, melalui tahapan pengumpulan pustaka dan data-data

pendukung dalam pembuatan makalah.

3. TINJAUAN PUSTAKA

- Perkembangan Industri Pulp dan Kertas di Indonesia

Proses produksi industri pulp dan kertas menghasilkan limbah padat yang

jumlahnya melimpah, salah satunya adalah limbah abu boiler yang berasal dari

power boiler yang menggunakan bahan bakar batubara atau kulit kayu. Abu

boiler tersebut diketahui mengandung kalsium serta unsur hara yang berfungsi

untuk kontinuitas pengadaan bahan baku proses pembuatan pulp sehingga

dibuang secara landfill di area Hutan Tanaman Industri. Namun di sisi lain,

kandungan kadmium sebagai logam berat non-esensial yang dominan,

dikhawatirkan dapat merembes ke dalam air tanah yang berfungsi sebagai air

baku untuk konsumsi minum bagi masyarakat sekitar dan mengganggu

kehidupan makhluk hidup lainnya

Pertumbuhan industri pulp dan kertas di Indonesia sungguh menakjubkan.

Kapasitas produksi industri kertas pada tahun 1987 sebesar 980.000 ton,

kemudian tahun 1997 meningkat tajam menjadi 7.232.800 ton. Bila

memperhitungkan rencana perluasan dan investasi baru pada tahun 1998-2005

maka kapasitas produksi industri kertas sampai dengan akhir tahun 2005 dapat

bertambah menjadi 13.696.170 ton (APKI Direktori, 1997).

Demikian juga halnya dengan industri pulp. Pada tahun 1987 kapasitas

produksi industri pulp baru mencapai 515.000 ton, kemudian tahun 1997

meningkat menjadi 3.905.600 ton. Sementara itu, pada tahun 1998-1999 telah

direncanakan penambahan kapasitas produksi sebesar 1.390.000 ton. Dengan

Page 5: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

demikian, pada akhir tahun 1999 total kapasitas produksi industri pulp dapat

mencapai 5.295.600 ton. Penambahan kapasitas produksi oleh industri pulp yang

sudah ada dan adanya rencana investasi baru pada tahun 2000 - 2005 akan

menambah kapasitas produksi industri pulp pada akhir tahun 2005 menjadi total

12.745.600 ton.

Seiring dengan meningkatnya kapasitas produksi, ekspor pulp dan kertas

Indonesia terus meningkat. Bila sebelumnya Indonesia selalu menjadi net

importir pulp maka sejak tahun 1995 berbalik menjadi net eksportir pulp. Angka

pertumbuhan ekspor pulp tidak kurang dari 96 % antara tahun 1994-1996.

Sebagai net eksportir kertas Indonesia sudah tidak asing lagi. Data APKI

(Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia) menunjukkan bahwa antara tahun 1987-

1996 jumlah ekspor kertas Indonesia selalu lebih besar dari jumlah impornya,

dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 26,11 %.

Meningkatnya kapasitas produksi industri pulp dan kertas juga diikuti

oleh kenaikan jumlah konsumsi kertas per kapita. Konsumsi kertas per kapita di

Indonesia pada tahun 1992 baru mencapai 10 kg, kemudian meningkat menjadi

15,5 kg pada tahun 1996. Kenaikan konsumsi kertas per kapita di Indonesia

utamanya dipicu oleh bertambahnya industri pers dan percetakan, meningkatnya

kebutuhan kertas industri, kemajuan teknologi informasi yang membutuhkan

media keluaran berupa kertas dan diversifikasi penggunaan kertas yang semakin

melebar.

Konsumsi kertas per kapita di Indonesia dipastikan akan terus meningkat.

Kendati konsumsi kertas sebesar 15,5 kg per kapita pada tahun 1996 lebih besar

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, ternyata masih jauh lebih rendah

dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Pada tahun 1996, Konsumsi kertas

per kapita di Malaysia telah mencapai 87,4 kg per tahun, Singapura 161,2 kg dan

Amerika Serikat sebesar 334,6 kg.

Harga pulp yang tinggi di pasar internasional (saat ini harganya US$ 680

- 700 per ton) dan konsumsi kertas yang terus meningkat merupakan dua faktor

utama yang merangsang pertumbuhan industri pulp dan kertas di Indonesia.

Page 6: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

Meskipun harga pulp dan kertas di pasar internasional berfluktuasi dari waktu ke

waktu, produsen pulp dan kertas di Indonesia sulit untuk rugi. Biaya produksi

pulp di Indonesia sebelum krisis ekonomi terjadi hanya US$ 217 per ton (saat ini

US$ 250-300), jauh lebih rendah dibandingkan biaya pembuatan pulp di kawasan

Asia/Pasifik, Amerika Latin, Amerika Utara, Eropa Barat dan Jepang, yaitu

masing-masing US$ 250, 260, 300, 420, dan 590. Brazil dan Chile merupakan

saingan kuat Indonesia, dengan biaya produksi pulp per ton masing-masing US$

231 dan 241.

Mega sukses industri pulp dan kertas dapat dianggap sebagai dewa

penyelamat terutama bila dikaitkan dengan krisis harga kertas yang sering terjadi.

Industri pulp dan kertas juga dapat diandalkan untuk meraup Dollar. Karena

itulah pemerintah telah mencanangkannya sebagai salah satu dari 10 komoditi

andalan ekspor.

Namun bila mengetahui dari mana asal-usul bahan baku pembuat kertas,

maka "wajah angker" industri pulp dan kertas akan terlihat jelas. Sampai

sekarang tercacat beberapa bahan baku pembuat kertas, antara lain merang,

bagas, bambu, kertas bekas dan kayu bulat. Industri pulp skala besar, yang

kebanyakan didirikan di luar pulau Jawa, bahan baku utamanya adalah kayu

bulat yang berasal dari hutan alam (aktivis LSM lingkungan hidup menyebutnya

‘pulping the rain forest"). Industri pulp yang telah lama didirikan di Pulau Jawa

belakangan ini juga menggunakan kayu sebagai bahan baku utamanya. Sampai

saat ini, masih lebih dari 90% bahan baku kayu untuk "memberi makan" industri

pulp di Indonesia berasal dari hutan alam, utamanya adalah kayu IPK (Ijin

Pemanfaatan Kayu), yaitu kayu berbagai jenis yang dihasilkan dari kegiatan land

clearing pada areal hutan alam yang akan dikonversi untuk berbagai keperluan,

misalnya untuk areal pembangunan hutan tanaman industri (HTI) dan

perkebunan kelapa sawit.

Dengan diambilnya bahan baku kayu untuk industri pulp dari hutan alam

maka tekanan terhadap hutan alam semakin besar. Sebelumnnya, sejak adanya

kebijakan larangan ekspor kayu bulat pada tahun 1980, di Indonesia telah terjadi

Page 7: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

booming pembangunan industri kayu lapis, industri kayu gergajian dan kemudian

industri pengolahan kayu hilir. Perkembangan industri perkayuan yang sangat

pesat menyebabkan kapasitas total industri perkayuan Indonesia melampaui

kemampuan hutan produksi untuk menyediakan bahan baku secara lestari.

Berdasarkan data Departemen Kehutanan (1997), total kapasitas produksi

industri perkayuan Indonesia setara dengan 68 juta m3 kayu bulat. Kapasitas

produksi tersebut lebih 3 kali lipat dibandingkan dengan kemampuan hutan

produksi Indonesia untuk menghasilkan kayu bulat secara lestari. Menurut

Mantan Menteri Kehutanan Djamaludin Surjohadikusumo, pada awal tahun 1998

hutan alam produksi Indonesia hanya mampu menghasilkan 18 juta m3 kayu

bulat. Jika ditambah dengan kayu dari hutan rakyat, HTI dan hutan konversi

(kayu IPK) sebesar 12 juta m3 maka jumlahnya baru mencapai 30 juta m3.

Ketimpangan antara kapasitas industri perkayuan dengan kemampuan hutan

untuk menyediakan bahan baku secara lestari telah menyebabkan pengurasan

(pengrusakan) sumberdaya hutan. Hal ini bertambah buruk dengan aktifitas

penjarahan hutan (pencurian kayu, illegal logging) yang semakin marak.

Akibatnya, kualitas dan kuantitas hutan Indonesia dari tahun ke tahun semakin

menurun. Laju deforestasi hutan Indonesia pada periode tahun 1985-1998 tidak

kurang dari 1,6 juta hektar per tahun (Dephutbun, 2000).

Bila untuk menghasilkan 1 ton pulp diperlukan 4,5 m3 kayu bulat, maka

industri pulp di Indonesia pada tahun 1999 memerlukan 24 juta m3 kayu bulat.

Dengan asumsi potensi kayu bulat pada areal hutan konversi rata-rata 80 m3 per

hektar, maka untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri pulp harus

ditebang sekitar 300.000 ha hutan alam. Areal hutan alam yang dirusak dengan

tebang habis akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya kapasistas

industri pulp dan kertas, sementara realisasi tanaman HTI-pulp masih sekitar

20%.

Page 8: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

- Lahan Gambut di Indonesia

Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian

mengarah pada lahan-lahan marjinal. Lahan gambut adalah salah satu jenis lahan

marjinal yang dipilih, terutama oleh perkebunan besar, karena relatif lebih jarang

penduduknya sehingga kemungkinan konflik tata guna lahan relatif kecil.

Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu

sekitar 21 juta ha, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua

(BB Litbang SDLP, 2008). Namun karena variabilitas lahan ini sangat tinggi,

baik dari segi ketebalan gambut, kematangan maupun kesuburannya, tidak semua

lahan gambut layak untuk dijadikan areal pertanian. Dari 18,3 juta ha lahan

gambut di pulau-pulau utama Indonesia, hanya sekitar 6 juta ha yang layak untuk

pertanian.

Sebagian besar lahan gambut masih berupa tutupan hutan dan menjadi

habitat bagi berbagai spesies fauna dan tanaman langka. Lebih penting lagi, lahan

gambut menyimpan karbon (C) dalam jumlah besar. Gambut juga mempunyai

daya menahan air yang tinggi sehingga berfungsi sebagai penyangga hidrologi

areal sekelilingnya. Konversi lahan gambut akan mengganggu semua fungsi

ekosistem lahan gambut tersebut.

Dalam keadaan hutan alami, lahan gambut berfungsi sebagai penambat

(sequester) karbon sehingga berkontribusi dalam mengurangi gas rumah kaca di

atmosfir, walaupun proses penambatan berjalan sangat pelan setinggi 0-3 mm

gambut per tahun (Parish et al., 2007) atau setara dengan penambatan 0-5,4 t

CO2 ha-1 tahun-1 (Agus, 2009). Apabila hutan gambut ditebang dan didrainase,

maka karbon tersimpan pada gambut mudah teroksidasi menjadi gas CO2 (salah

satu gas rumah kaca terpenting). Selain itu lahan gambut juga mudah mengalami

penurunan permukaan (subsiden) apabila hutan gambut dibuka. Oleh karena itu

diperlukan kehati-hatian dan perencanaan yang matang apabila akan

mengkonversi hutan gambut. Perencanaan harus mengacu pada hasil studi yang

mendalam mengenai karakteristik gambut setempat dan dampaknya bila hutan

gambut dikonversi.

Page 9: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

Perluasan pemanfaatan lahan gambut meningkat pesat di beberapa

propinsi yang memiliki areal gambut luas, seperti Riau, Kalimantan Barat dan

Kalimantan Tengah. Antara tahun 1982 sampai 2007 telah dikonversi seluas 1,83

juta ha atau 57% dari luas total hutan gambut seluas 3,2 juta ha di Provinsi Riau.

Laju konversi lahan gambut cenderung meningkat dengan cepat, sedangkan

untuk lahan non gambut peningkatannya relatif lebih lambat (WWF, 2008).

Ekosistem lahan gambut sangat penting dalam sistem hidrologi kawasan

hilir suatu DAS karena mampu menyerap air sampai 13 kali lipat dari bobotnya.

Selain itu, kawasan gambut juga merupakan penyimpan cadangan karbon yang

sangat besar, baik di atas maupun di bawah permukaan tanah.

Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik

yang sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses

dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya

yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai.

Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan

tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan

proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses

pedogenik (Hardjowigeno, 1986).

Secara alamiah lahan gambut memiliki tingkat kesuburan rendah karena

kandungan unsur haranya rendah dan mengandung beragam asam-asam organic

yang sebagian bersifat racun bagi tanaman. Namun demikian asam-asam tersebut

merupakan bagian aktif dari tanah yang menentukan kemampuan gambut untuk

menahan unsur hara. Karakteristik dari asam-asam organik ini akan menentukan

sifat kimia gambut. Untuk mengurangi pengaruh buruk asam-asam organik yang

beracun dapat dilakukan dengan menambahkan bahan-bahan yang banyak

mengandung kation polivalen seperti Fe, Al, Cu dan Zn. Kation-kation tersebut

membentuk ikatan koordinasi dengan ligan organik membentuk senyawa

komplek/khelat. Oleh karenanya bahan-bahan yang mengandung kation

polivalen tersebut bisa dimanfaatkan sebagai bahan amelioran gambut (Sabiham

et al., 1997; Saragih,1996).

Page 10: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

Tanah gambut bereaksi masam. Dengan demikian diperlukan upaya

ameliorasi untuk meningkatkan pH sehingga memperbaiki media perakaran

tanaman. Kapur, tanah mineral, pupuk kandang dan abu sisa pembakaran dapat

diberikan sebagai bahan amelioran untuk meningkatkan pH dan basa-basa tanah

(Subiksa et al, 1997; Mario, 2002; Salampak, 1999).

Tidak seperti tanah mineral, pH tanah gambut cukup ditingkatkan sampai

pH 5 saja karena gambut tidak memiliki potensi Al yang beracun. Peningkatan

pH sampai tidak lebih dari 5 dapat memperlambat laju dekomposisi gambut.

Pengaruh buruk asam-asam organik beracun juga dapat dikurangi dengan

menambahkan bahan-bahan amelioran yang banyak mengandung kation

polivalen seperti terak baja, tanah mineral laterit atau lumpur sungai (Salampak,

1999; Sabiham et al, 1997). Pemberian tanah mineral berkadar besi tinggi dapat

meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi (Mario, 2002; Salampak,

1999; Suastika,2004; Subiksa et al., 1997).

4. PEMBAHASAN

- BAHAN DAN METODA

a. Karakterisasi Bahan

Sebagai bahan penelitian adalah abu sisa pembakaran (fly ash) kulit kayu

dari unit boiler industry pulp dan kertas. Kulit kayu sebagai bahan bakar boiler

tersebut berasal dari proses pengulitan kayu ntuk bahan baku pembatan pulp.

Karakterisasi abu boiler meliputi tahapan sebaga berikut :

- Identifikasi limbah, yang dimaksudkan untuk menentukan tingkat

terindikasinya sebagai limbah B3 menurut PP No.18 Jo No. 85 Tahun

1999.

- Pengambilan contoh limbah dilakukan secara komposit mewakili

seluruh alur produksi dan kondisi operasi.

- Pengujian terhadap limbah meliputi parameter logam berat total (On-

Waste) dan TCLP.

Page 11: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

Analisa potensi limbah yang dimaksudkan untuk menentukan tingkat

manfaat sebagai bahan pengkondisi tanah. Pengujian meliputi parameter pH,

kadar air, unsure hara makro (C, N, P, K, S, Ca, Mg) dan unsure hara mikro (Fe,

Mn, Cu, Zn, Mo, B).

b. Uji Coba Aplikasi Abu Boiler

Uji coba aplikasi abu boiler sebagai pengkondisi tanah gambut dilakukan

pada skala rumah kaca (glass house) dan skala lapangan di areal HTI. Percobaan

pemberian abu boiler pada media tanam dengan cara dicampurkan ke dalam

media tanah di sekeliling lubang tanam. Perlakuan percobaan adalah variasi dosis

pemberian abu boiler, yaitu :

- T1 = Kontrol (tanpa pemberian abu boiler).

- T2 = abu boiler 5 kg pohon.

- T3 = abu boiler 10 kg pohon.

Percobaan di rumah kaca dilakukan pada pot berukuran diameter 80 cm

dengan tinggi pot 80 cm, dengan rancangan acak lengkap (RAL) 3 perlakuan dan

3 replikasi. Rancangan percobaan di lapangan menggunakan rancangan acak

blok sub sampling (RAB) dengan 3 perlakuan, 3 blok, 5 sub sampling. Luas

lahan yang digunakan seluruhnya 90 Ha terbagi atas 3 blok dengan masing-

masing blok terdiri atas 3 perlakuan. Dari luas lahan 10 Ha per plot percobaan

terdiri atas 5 sub sampling yang masing-masing terdapat 6 x 6 pohon dengan

jarak tanam 3 meter.

c. Pengamatan Uji Coba

Untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh dan risiko yang

ditimbulkan terhadap lingkungan, dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan

tanaman dan pengaruhnya terhadap kualitas tanah yang berlangsung sampai

tanaman mencapai umur tanam 12 bulan. Parameter pengamanan yang dilakukan

adalah sebagai berikut :

a. Tanaman = - tinggi tanaman

- Diameter tanaman

Page 12: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

b. Tanah = -kualitas kimia tanah (unsure hara makro dan mikro)

- Mikroba tanah

- Logam berat

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

- Karakterisasi Bahan

Hasil pengujian kandungan logam berat total dalam abu boiler yang

ditampilkan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa seluruh parameter logam berat

mempunyai konsentrasi rendah berada di bawah nilai baku mutu meurut

Kep.04/Bapeda/IX/1995, baik terhadap kolom A maupun kolom B. Kondisi ini

menunjukkan bahwa abu boiler ini bukan termasuk yang teridentifikasi sebagai

limbah B3 dan di dalam pengelolaannya dapat ditimbun dalam landfill kategori

ringan.

Page 13: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas
Page 14: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

Hasil pengujian TCLP logam berat yang dilakukan terhadap abu boiler

memberikan data-data seperti yang ditampilkan pada table 2. Dari nilai pengujian

TCLP menunjukkan bahwa seluruh parameter logam berat emiliki konsentrasi

jauh di bawah nilai baku mutu menurut PP No. 18 jo No. 85 Tahun 1999.

Kondisi ini menunjukkan bahwa limbah padat abu boiler ini di dalam

penimbunannya tidak menimbulkan pencemaran terhadap air tanah, berarti pula

aman bila dikelola melalui pemanfaatan sebagai pengkondisi tanah.

Hasil pengujian kandungan unsure-unsur hara di dalam abu boiler yang

berkaitan dengan tingkat konsentrasinya sebagai pengkondisi tanah dapat dilihat

pada table 3. Dari data analisis memperlihatkan bahwa abu boiler sangat basa

dengan pH berkisar antara 10 – 12, dan mengandung mineral-mineral hara yang

dibutuhkan tanaman yaitu sebagai nutrisi makro dan juga nutrisi mikro yang

cukup tinggi. Karakteristik abu boiler tersebut sangat potensial untuk

mengkondisikan tanah gambut yang tingkat kesuburannya rendah seperti dilihat

dari data-data analisis yang mnunjukkan sifat kimia tanah gambut pada table 4.

Data analisis tanah gambut memperlihatkan kondisi tanah yang sangat

asam (pH < 4) dan miskin unsure mineral, meskipun kandungan organic C sangat

tinggi, dan juga kandungan N dan P tergolong tinggi, serta nilai KTK tanh

gambut sangat tinggi, namun susunan kation tukar Na, K, Ca, dan Mg serta

kejenuhan basa (KB) tergolong rendah. Karakteristik tanah tersebut di atas

menyebabkan ketersediaan unsure hara yang dapat diserap oleh tanaman rendah

sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.

Berdasarkan hasil karakteristik terhadap abu boiler dari tanah gambut di

areal HTI, maka pemanfaatan abu boiler sebagai pengkondisi tanah cukup

potensial untuk diaplikasikan pada dosis yang sesuai kebutuhan tanaman. Sejauh

mana potensi dan seberapa besar dosis abu boiler yang dapat digunakan, dapat

diamati dari uji coba yang dilakukan terhadap pertumbuhan tanaman Acacia

crassicarpa.

Page 15: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

- Uji Coba Aplikasi Abu Boiler

Tanaman Acacia crassicarpa merupakan jenis tanaman keras yang

dibudidayakan di areal HTI tanah gambut untuk memenuhi kebutuhan kayu

sebagai bahan baku pembuatan pulp. Jenis tanaman ini memiliki daur

pertanaman relative pendek dengan umur panen 8 tahun. Pertumbuhan dan

perkembangan vegetative tanaman sangat dipengaruhi oleh tersedianya unsure-

unsur hara di dalam tanah yang bisa diabsorpsi oleh tanaman.

Pada uji coba penggunaan abu boiler ke dalam media tanam tanah gambut

dilakukan dengan mencampurkan abu boiler dengan tanah di waktu awal

penanaman bibit Acacia crassicarpa. Pengaruh aplikasi abu boiler terhadap

tanaman diamati melalui pengamatan tinggi tanaman dan diameter batang,

sedangkan pengaruhnya terhadap kualitas tanah dilakukan pengamatan sifat

kimia dan biologi serta kemungkinan terjadinya akumulasi logam berat dalam

tanah.

- Pengaruh Terhadap Tanaman

a. Pengamatan Tinggi Tanaman

Pengaruh pemberian abu boiler pada media tanam dapat dilihat dari

pengukuran tinggi rata-rata tanaman saat umur tanaman 6 bulan dan 12 bulan.

Data pengukuran uji coba skala rumah kaca dengan perlakuan dosis abu boiler 5

kg/pohon (T2) dan 10 kg/pohon (T3) yang dibandingkan terhadap perlakuan

control (T1) dapat dilihat pada Gambar 1, sedangkan skala lapangan ditampilkan

pada Gambar 2.

Berdasarkan analisis statistic menunjukkan bahwa perlakuan pemberian

abu boiler memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Pada

tanaman Acacia crassicarpa yang mendapatkan aplikasi abu boiler dengan dosis

pemberian 5-10 kg / pohon meningkat lebih tinggi dibandingkan tanaman control

yang tanpa pemberian abu boiler. Kondisi ini terjadi di rumah kaca maupun yang

Page 16: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

di lapangan dan berlangsung saat umur 6 bulan maupun setelah 12 bulan. Nilai

kejenuhan basa (KB) dari tanah gambut yang rendah menyebabkan unsure hara

tidak tersedia bagi tanaman. Tanah gambut yang mendapat aplikasi abu boiler

akan mendapatkan suplai unsure Ca, Mg, Na, dan K, yang berarti dapat menaikan

pH tanah dan juga nilai KB. Kondisi ini membuat tanah gambut memiliki

kemampuan menyimpan dan melepaskan kation sehingga unsure hara esensial

lebih tersedia dan mudah dimanfaatkan oleh tanaman yang akhirnya dapat

meningkatkan perkembangan akar dan pertumbuhan tanaman.

Perlakuan dosis pemberian abu boiler antara T2 (5 kg/pohon) dan T3 (10

kg/pohon) tidak menunjukkan perbedaan terhadap pertumbuhan tinggi tanaman,

baik pada uji coba di rumah kaca maupun di lapangan. Berarti dosis pemberian

abu boiler 10 kg/pohon merupakan dosis maksimal yang bisa diaplikasikan pada

awal tanam sesuai kebutuhan tanaman sampai umur 12 bulan. Peningkatan dosis

dari 5 kg/pohon ke dosis 10 kg/pohon tidak mempengaruhi besarnya ketersediaan

unsure hara makro dan mikro yang dapat dambil oleh tanaman.

Berdasarkan data pengukuran tinggi tanaman terlihat potensi penggunaan

abu boiler sangat prospektif dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman. Tinggi

tanaman Acacia crassicarpa di lahan uji coba tanah gabut yang mendapat aplikasi

abu boiler mencapai tinggi 665 cm atau meningkat 98% dibandingkan control

yang hanya mencapai tingkat 335 cm. Sedangkan uji coba dip o mencapai 20 cm

atau meningkat 25 % dari tanaman control yang tingginya 216 cm.

b. Pengamatan Diameter Batang

Pertumbuhan tanaman diukur dari pembesaran diameter batang diamati

untuk umur tanaman 12 bulan, yang data-datanya ditampilkan pada Gambar 3 dan

Gambar 4.

Hasil pengkuran diameter batang tanaman menunjukkan pula bahwa

perlakuan alikasi abu boiler 5-10 kg/pohon dapat meningkatkan perbesaran

diameter batang tanaman. Sejalan dengan peningkatan tinggi tanaman, hasil

pengukuran diameter batang tanaman yang mendapat aplikasi abu boiler mencapai

Page 17: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

696-739 cm dibandngkan diameter batang tanaman control 474 cm atau

mengalami peningkatan 47-56 % lebih besar. Namun, hasil pengukuran diameter

batang batang tanaman dari uji coba di pot tidak menunjukkan pengaruh yang

cukup besar seperti di lapangan. Semua tanaman di pot mengalami pertumbuhan

kurang baik, aplikasi abu boiler dosis 5 kg/pohon hanya memperbesar diameter

batang 6% dibanding tanaman control dan tidak ada pengaruh pada dosis 10

kg/pohon. Dengan demikian hasil uji coba aplikasi abu boiler menunjukkan

pengaruh positif pada pertumbuhan vegetative pada tanaman Acacia crassicarpa

di media tanam tanah gambut, yang berarti dapat meningkatkan produktivitas

pengelolaan HTI.

- Pengaruh Terhadap Kualitas Tanah

Tanah sebagai media pertumbuhan tanaman juga merupakan media yang

baik untuk mendaur ulang dan mengurangi sifat meracun dari bahan organic

maupun anorganik. Atas kemampuan tersebut, tanah dapat berperan sebagai media

penerima pembuangan limbah. Namun, jika pembuangan limbah tersebut

melampaui daya dukung tanah maka akan menyebabkan penurunan kualitas

bahkan kerusakan tanah.

Hasil analisis tanah gambut setelah tanaman Acacia crassicarpa umur

tanam 12 bulan dapat dilihat pada table 5. Berdasarkan data-data tersbeut pada

table 5, menunjukkan bahwa aplikasi abu boiler tidak memberi pengaruh berarti

terhadap sifat-sifat kimia tanah gambut sebagai media tanam Acacia crassicarpa.

Namun demikian, debiandingkan terhadap perlakuan control tanah yang mendapat

aplikasi abu boiler 5-10 kg/pohon mengalami peningkatan kandungan hara P, Ca,

Mg, K, dan nilai KTK. Kondisi ini diduga merupakan penyebab pertumbuhan

tanaman meningkat lebih baik sampai umur 12 bulan. Khususnya untuk pH tanah

gambut setelah perioda tanam 12 bulan ternyata tidak menunjukkan perbedaan, pH

tanah gambut dengan pertumbuhan abu boiler di awal tanam menjadi bersifat asam

kembali setelah 12 bulan perioda tanam.

Page 18: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

Demikian pula hal nya dengan sifat tanah gambut di lapangan yang

berada pada lahan HTI juga tidak mengalami perubahan berarti. Namun bila

dibandingkan dengan tanah control, pada tanah gambut yang mendapat aplikasi

abu boiler ada sedikit peningkatan kadar Ca, Mg, K, Na, dan KTK. Berarti aplikasi

abu boiler selain dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman juga dapat

memperbaiki sifat kimia tanah gambut yang kesuburannya kurang baik. Kesuburan

biologis tanah adalah kesuburan yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme

tanah. Aktivitas biologis tanah secar langsung menentukan tingkat kesuburan

tanah dengan peranannya dalam proses dekomposisi. Dalam penelitian ini

pengaruh aplikasi abu boiler terhadap kesuburan biologis tanah gambut dilakukan

dengan pengukuran produksi CO2 dan C-mic terhadap tanah setelah umur 12

bulan, yang datanya disajikan pada gambar 5.

Dari gambar 5 terlihat bahwa aktivitas mikroorganisme tanah yang

mendapat aplikasi abu boiler lebih baik dibandingkan tanah control. Produksi CO2

pada tanah dengan aplikasi abu boiler 5-10 kg/pohon mencapai 18,5 – 18,8 mg

CO2/kg/hari. Namun bila berdasarkan berat C-mikroba, tidak ada pengaruh berarti

antara tanah yang mendapat aplikasi abu boiler dengan tanah yang tanpa

pemberian abu boiler. Atas dasar analisis tersebut di atas, maka dapat dinyatakan

bahwa aplikasi abu boiler dapat membantu perbaikan sifat biologis tanah.

Penggunaan abu boiler yang mengandung logam berat dikhawatirkan

dapat terakumulasi pada media tanah sehingga dapat berakibat pada penurunan

kualitas bahkan pencemaran tanah. Hasil analisa logam berat dalam tanah gambut

setelah umur 12 bulan ditampilkan pada Tabel 6.

Berdasarkan data-data pada table 6 terlihat bahwa kandungan logam berat

dalam tanah gambut secara keseluruhan rendah masih dalam batas kisaran yang

dijumpai pada tanah normal yaitu untuk Pb = 2 -300 mg/kg, Ca = 0,1 – 2,0 mg/kg,

Cn = 2 – 250 mg/kg, Cr = 5- 1500 mg/kg, Ni = 2 – 750 mg/kg dan Zn = 1 – 900

mg/kg (1).

Aplikasi abu boiler yang mengandung logam berat tidak menunjukkan

pengaruh berarti terhadap terjadinya akumulasi logam berat dalam tanah. Berarti

Page 19: Peningkatan Kualitas Unsur Hara Pada Tanah Gambut Dengan Memanfaatkan Abu Boiler Industri Pulp & Kertas

aplikasi abu boiler sampai dosis 10 kg/pohon yang diberikan pada awal tanam

tidak menyebabkan terjadinya pencemaran logam berat dalam tanah.

c. KESIMPULAN

d. DAFTAR PUSTAKA