PENINGKATAN KUALITAS SIFAT KIMIA MATERIAL VULKANIK …repository.ub.ac.id/7112/1/Pratama, I Made...

54
PENINGKATAN KUALITAS SIFAT KIMIA MATERIAL VULKANIK GUNUNG KELUD DENGAN APLIKASI BAHAN ORGANIK, PENANAMAN Tithonia diversifolia DAN MULSA UNTUK PERTUMBUHAN SENGON Oleh I MADE DODO PRATAMA UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN MALANG 2017

Transcript of PENINGKATAN KUALITAS SIFAT KIMIA MATERIAL VULKANIK …repository.ub.ac.id/7112/1/Pratama, I Made...

  • PENINGKATAN KUALITAS SIFAT KIMIA MATERIAL VULKANIK GUNUNG KELUD DENGAN APLIKASI BAHAN ORGANIK,

    PENANAMAN Tithonia diversifolia DAN MULSA UNTUK PERTUMBUHAN SENGON

    Oleh

    I MADE DODO PRATAMA

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    FAKULTAS PERTANIAN

    MALANG

    2017

  • PENINGKATAN KUALITAS SIFAT KIMIA MATERIAL VULKANIK GUNUNG KELUD DENGAN APLIKASI BAHAN ORGANIK,

    PENANAMAN Tithonia diversifolia DAN MULSA UNTUK PERTUMBUHAN SENGON

    Oleh:

    I MADE DODO PRATAMA 135040201111170

    PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MINAT MANAJEMEN SUMBERDAYALAHAN

    SKRIPSI

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    FAKULTAS PERTANIAN

    JURUSAN TANAH

    MALANG

    2017

  • PERNYATAAN

    Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi,

    yang berjudul “Pemulihan Lahan Terkena Dampak Letusan Gunung Kelud

    dengan Amandemen Bahan Organik dan Tanaman Pionir” Kementerian Riset

    Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor : 033/SP2H/LT/DRPM/II/2016. Data

    yang digunakan dalam skripsi ini, merupakan data bersama yang dianalisis oleh

    tim penelitian.

    Saya menyatakan bahwa segala pernyataan yang terdapat dalam skripsi ini

    merupakan hasil penelitian saya sendiri dan bagian dari Penelitian Unggulan

    Perguruan Tinggi, dengan bimbingan komisi pembimbing skripsi. Skripsi ini tidak

    pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun, dan

    sepanjang pengetahuan saya, juga tidak ada karya atau pendapat yang pernah

    ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali rujukan yang ditunjukkan dalam

    naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

    Malang, 20 Juli 2017

    I Made Dodo Pratama

  • LEMBAR PERSETUJUAN

    Judul Penelitian : Peningkatan Kualitas Sifat Kimia Material Vulkanik Gunung Kelud dengan Aplikasi Bahan Organik,

    Penanaman Tithonia diversifolia dan Mulsa untuk Pertumbuhan Sengon.

    Nama Mahasiswa : I Made Dodo Pratama

    NIM : 135040201111170

    Jurusan : Tanah

    Program Studi : Agroekoteknologi

    Laboratorium : Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan

    Menyetujui :

    Disetujui oleh :

    Pembimbing I, Pembimbing II,

    Ir. Sri Rahayu Utami, M.Sc, Ph.D

    Christanti Agustina, SP, MP NIP. 19611028 198701 2 001 NIK. 820826 04 32 0025

    Diketahui,

    a.n Dekan

    Ketua Jurusan Tanah

    Prof. Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU

    NIP. 19540501 198103 1 006

    Tanggal Persetujuan :

  • LEMBAR PENGESAHAN

    Mengesahkan

    MAJELIS PENGUJI

    Penguji I, Penguji II,

    Prof. Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU

    Ir. Sri Rahayu Utami, M.Sc, Ph.D

    NIP. 19540501 198103 1 006

    NIP. 19611028 198701 2 001

    Penguji III, Penguji IV,

    Christanti Agustina, SP, MP

    Syahrul Kurniawan, SP, MP, Ph. D

    NIK. 820826 04 32 0025 NIP. 19791018 200501 1 002

    Tanggal Lulus :

  • Karya ini aku persembahkan

    untuk orang-orang yang paling aku cintai,

    yaitu kedua orang tuaku

    Ibu Made Painah dan Bapak Wayan Rentawan,

    serta kakakku tersayang Rika Pratiwi.

  • i

    RINGKASAN

    I MADE DODO PRATAMA. 135040201111170. Perbaikan Kualitas Sifat

    Kimia Material Vulkanik Gunung Kelud dengan Aplikasi Bahan Organik,

    Penanaman Tithonia diversifolia dan Mulsa untuk Pertumbuhan Sengon.

    Di bawah bimbingan Sri Rahayu Utami sebagai pembimbing utama dan

    Christanti Agustina sebagai pembimbing pendamping.

    Gunung Kelud terakhir kali mengalami erupsi pada Februari 2014. Material vulkanik menimbun lahan di Kecamatan Ngantang, Malang dengan ketebalan

    berkisar 20-30 cm. Material yang menimbun terdiri dari batuan besar maupun material berupa pasir dan debu. Material Gunung Kelud memiliki potensi untuk menyuburkan tanah pertanian, karena memiliki kandungan unsur hara kompleks.

    Namun, unsur-unsur tersebut umumnya masih dalam bentuk mineral-mineral primer, sehingga perlu proses pelapukan lanjut agar tersedia bagi tanaman. Selain

    itu, meterial Gunung Kelud memiliki daya ikat hara yang rendah, sehingga memicu hilangnya unsur hara. Maka perlu dilakukan usaha perbaikan untuk mengembalikan kesuburan tanah pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk

    menganalisis pemberian bahan organik, penanaman tithonia dan aplikasi mulsa terhadap sifat kimia material vulkanik Gunung Kelud dan tanah tertimbun, serta

    melihat respons pertumbuhan sengon pada media material Gunung Kelud Penelitian lapangan dilakukan di Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang,

    Malang. Analisis kimia dilakukan di Laboratorium Kimia Jurusan Tanah, Fakultas

    Pertanian, Universitas Brawijaya. Penelitian menggunakan dua faktor perlakuan. Faktor yang pertama, yaitu kombinasi bahan organik (biomassa tithonia, ubi jalar

    dan kotoran sapi), penanaman tithonia dan mulsa. Faktor perlakuan yang kedua, yaitu pembenaman pangkasan biomassa tithonia, terdiri dari tiga taraf (1) 6 bulan pembenaman biomassa tithonia (K1), (2) 6 bulan pembenaman biomassa tithonia

    + 2 bulan tanpa pembenaman (K2), dan (3) 6 bulan pembenaman biomassa tithonia + 4 bulan tanpa pembenaman (K3). Kedua faktor tersebut disusun

    berdasarkan rancangan petak tersarang (RPT) dan diulang sebanyak tiga kali. Semua perlakuan tersebut dilakukan pada plot percobaan yang masing-masing berukuran 1 m x 1 m, yang sebelumnya telah diisi dengan material vulkanik

    Gunung Kelud dengan ketebalan 25 cm. Dosis bahan organik yang diaplikasikan sebanyak 20 t/ha. Tithonia ditanam sebanyak empat bibit per plot percobaan,

    sedangkan sengon ditanam sebanyak satu bibit di tengah plot percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi bahan organik biomassa

    tithonia, ubi jalar dan kotoran sapi secara umum mampu meningkatkan % C-

    organik, pH, % N-total, KTK, jumlah Cadd dan Mgdd, serta KB material vulkanik Gunung Kelud, kecuali kandungan P-tersedia, jumlah Kdd dan Nadd. Bahan

    organik ubi jalar memberikan pengaruh paling baik, terutama pada peningkatan % C-organik, pH, KTK, jumlah Cadd, dan KB material vulkanik Gunung Kelud. Tidak ada perbedaan nyata antara pemberian mulsa dengan tanpa mulsa dalam

    peningkatan sifat kimia material. Terjadi peningkatan jumlah Cadd, Kdd dan Mgdd pada tanah tertimbun akibat pemberian perlakuan di material vulkanik di atasnya.

    Perlakuan 6 bulan pembenaman biomassa tithonia (K1), menunjukkan peningkatan kualitas sifat kimia yang lebih baik. Peningkatan kualitas sifat kimia

  • ii

    material vulkanik, tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi

    tanaman sengon.

  • iii

    SUMMARY

    I MADE DODO PRATAMA. 135040201111170. Increasing The Quality

    Properties Chemical of Kelud Mount Materials with Application of Organic

    Materials, Planting Tithonia diversifolia and Mulch for Paraserianthes

    falcataria Growth. Supervised by Sri Rahayu Utami and Christanti Agustina.

    Mount Kelud was erupted in February 2014, producing pyroclastic materials, which covering the nearby village, Ngantang, with 20-30 cm thick. Despite of its

    potential nutrient content, this pyroclastics has low nutrient holding capacity, leading to high loss of nutrients. This study was tempted to improve its chemical properties through application of organic matter, in combination with planting

    Tithonia diversifolia and mulch, and evaluate its impact on Paraserianthes sp growth.

    An experimental research was conducted in Pandansari Village, Ngantang District, Malang. Chemical analysis was conducted in Chemistry Laboratory of Soil Department, Faculty of Agriculture, University of Brawijaya. The treatments

    consisted of two factors. The first factor was combination of organic materials (biomass tithonia, sweet potato and cow dung), planting tithonia and mulch The

    second factor was the period of tithonia pruned biomass, consisted of three levels (1) 6 months biomass application (K1), (2) 6 months biomass application + 2 months without pruning (K2), and (3) 6 months biomass application + 4 months

    without pruning (K3). Both factors were arranged in a Nested Design and repeated three times. These treatments were applied in the plots (1 m x 1 m sized),

    which were filled pyroclastic materials (25 cm thick). Organic matter was applied at the rate of 20 t/ha. Tithonia diversifolia was planted after 2 weeks incubation with organic matter, and pruned every month until 6 months. Paraserianthes was

    planted 1 months after planting Tithonia diversifolia. The results showed that the combination of organic materials (biomass of

    tithonia, sweet potato and cow dung) and planting Tithonia diversifolia tend to increase pH, CEC, % C-organic, % N-total and exchangeable Ca and Mg content in the pryroclastic materials, but not the content of P-available, exchangeable K

    and Na. Biomass sweet potato treated materials had highest CEC, pH, % C-organic, exchangeable Ca content. Mulching apparently had no significant effect

    on the chemical properties of pyroclastic materials. The treatments on the pyroclastic materials tend to increase the content of exchangeable Ca, K and Mg in the soil buried. Six months application of biomass (K1) seem to have better

    chemical properties. However, increasing quality of checmical properties unsignificantly affect Paraserianthes sp. performance.

  • iv

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena

    atas Asung Kertha Wara Nugrahan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

    berjudul “Peningkatan Kualitas Sifat Kimia Material Vulkanik Gunung Kelud

    dengan Aplikasi Bahan Organik, Penanaman Tithonia diversifolia dan Mulsa

    untuk Pertumbuhan Sengon”.

    Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Sri Rahayu Utami, M.Sc,

    Ph.D, selaku dosen pembimbing utama sekaligus ketua proyek penelitian

    “Pemulihan Lahan Terkena Dampak Letusan Gunung Kelud dengan Amandemen

    Bahan Organik dan Tanaman Pionir”, yang didanai oleh Kementerian Riset

    Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Nomor : 033/SP2H/LT/DRPM/II/2016. Terima

    kasih Ibu Christanti Agustina SP. MP., selaku dosen pembimbing II, yang telah

    bersedia membagi ilmu, waktu dan tenaga, demi membimbing penulis. Terima

    kasih juga untuk kedua orang tua, Ibu Made Painah dan Bapak Wayan Rentawan

    yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, nasihat, doa restu dan menjadi

    penyemangat penulis dalam menyelesaikan skripsi. Terima kasih Kakak Rika

    Pratiwi yang telah menjadi pengingat penulis tentang sebuah tanggung jawab.

    Tidak lupa penulis ucapakan kepada Bapak Sarkam, Bapak Afif dan Bapak Kadi

    yang telah membantu penelitian di lapangan, keluarga Bapak Seno yang telah

    menyewakan lahan untuk penelitian, keluarga Ibu Santi yang telah bersedia

    menerima penulis untuk tinggal di rumahnya selama penelitian di lapangan.

    Kepada Sarah Fayruz, terima kasih banyak telah membantu dan menemani dalam

    mengerjakan skripsi, serta tidak lupa rekan Tim Eling Kelud II dan keluarga

    Soi13r yang turut memberikan dukungan dan membantu selama pelaksanaan

    penelitian.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kesalahan, oleh karena itu

    penulis menerima kritik dan saran dari pembaca untuk proses perbaikan. Penulis

    juga berharap, skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

    Malang, Juli 2017

    Penulis

  • v

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Desa Saung Dadi, Kecamatan Buay Pemuka Peliung,

    Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan, pada tanggal 14 Januari

    1995 sebagai anak kedua (dua bersaudara) dari Bapak Wayan Rentawan dan Ibu

    Made Painah.

    Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri 1 Panca Tunggal Benawa,

    Kecamatan Teluk Gelam, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, dari

    tahun 2001-2007. Penulis melanjutkan pendidikan sekolah ke SMP Negeri 2

    Lempuing Jaya, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, dari tahun

    2007-2010, dan kemudian melanjutkan sekolah di SMK Negeri 1 Lempuing Jaya,

    Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, pada tahun 2010-2013. Pada

    tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Strata-1 Program Studi

    Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur

    melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Pada

    akhir semester 5, penulis memutuskan untuk mengambil minat jurusan

    Manajemen Sumberdaya Lahan.

    Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata

    kuliah Dasar Ilmu Tanah (2013-2015), Dasar Budidaya Tanaman (2014) dan

    Survei Tanah dan Evaluasi Lahan (2015). Penulis juga pernah aktif mengikuti

    kepanitiaan Kajian Analisis Lansekap (KALDERA) pada tahun 2014, Pertemuan

    dan Musyawarah Kerja Nasional Forum Komunikasi Himpunan Mahasiswa Ilmu

    Tanah (FOKUSHIMITI) tahun 2015, Soil Launch Anniversary of HMIT

    (SLASH) pada tahun 2016 dan panitia Galang Mitra dan Kenal Profesi

    (GATRAKSI) pada tahun 2016.

  • vi

    DAFTAR ISI

    RINGKASAN............................................................................................................ i

    SUMMARY .............................................................................................................. iii

    KATA PENGANTAR............................................................................................... iv

    RIWAYAT HIDUP................................................................................................... v

    DAFTAR ISI ............................................................................................................. vi

    DAFTAR TABEL ..................................................................................................... viii

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ ix

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ x

    I. PENDAHULUAN............................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3

    1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 3

    1.4 Hipotesis Penelitian ........................................................................................ 3

    1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 4

    II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5

    2.1 Karakteristik Material Vulkanik Gunung Kelud ........................................... 5

    2.2 Permasalahan Sifat Kimia dari Material Vulkanik Gunung Kelud ............... 5

    2.3 Upaya Perbaikan Lahan Pertanian Pasca Erupsi Gunung Kelud................... 6

    2.4 Tanaman Potensial untuk dikembangkan di Lahan Terdampak Erupsi ......... 10

    III. METODE PENELITIAN .................................................................................. 11

    3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 11

    3.2 Alat dan Bahan............................................................................................... 11

    3.3 Rancangan Penelitian ................................................................................... 11

    3.4 Pelaksanaan Penelitian ................................................................................... 12

    3.5 Analisis Data.................................................................................................. 14

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................... 15

    4.1 Pengaruh Kombinasi Aplikasi Bahan Organik, Tanaman Tithonia

    dan Mulsa terhadap Sifat Kimia Material Vulkanik Gunung Kelud ............. 15

    4.2 Respons Tinggi Tanaman Sengon akibat Pemberian Bahan Organik,

    Penanaman Tithonia dan Pemulsaan .............................................................. 29

    4.3 Pembahasan Umum ........................................................................................ 31

  • vii

    V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 33

    5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 33

    5.2 Saran .............................................................................................................. 33

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 34

    LAMPIRAN .............................................................................................................. 38

  • viii

    DAFTAR TABEL

    No. Teks Halaman

    1. Kombinasi Perlakuan Penelitian................................................................. 10

    2. Parameter dan Metode Analisis Kimia....................................................... 14

  • ix

    DAFTAR GAMBAR

    No. Teks Halaman

    1. Ilustrasi Plot Percobaan ............................................................................. 12

    2. Kadar C-organik dengan perlakuan bahan organik penanaman tithonia, mulsa dan tanpa mulsa ................................................................. 16

    3. Nilai pH pada masing-masing perlakuan di material Gunung Kelud ........ 18

    4. Kadar N-total pada masing-masing perlakuan ........................................... 19

    5. Ketersediaan P pada masing-masing perlakuan ......................................... 21

    6. KTK setelah aplikasi bahan organik, penanaman tithonia, mulsa dan tanpa mulsa. ......................................................................................... 23

    7. Jumlah kation Nadd pada material vulkanik dan tanah tertimbun............... 24

    8. Jumlah kation Kdd pada material vulkanik dan tanah tertimbun ................ 25

    9. Jumlah kation Cadd pada material vulkanik dan tanah tertimbun ............... 26

    10. Jumlah kation Mgdd pada material vulkanik dan tanah tertimbun.............. 27

    11. Kejenuhan basa di material Gunung Kelud setelah aplikasi perlakuan ..... 28

    12. Pertumbuhan tinggi sengon dengan (a) mulsa dan (b) tanpa mulsa........... 30

  • x

    DAFTAR LAMPIRAN

    No. Teks Halaman

    1. Denah Plot Percobaan................................................................................ 38

    2. Dokumentasi Penelitian .............................................................................. 38

    3. Kriteria Penilaian Sifat Kimia .................................................................... 39

    4. Tabel Analysis of Variance (ANOVA) Sifat Kimia .................................. 40

    5. Uji Korelasi antar Sifat Kimia dan Tinggi Pohon Sengon......................... 43

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Indonesia adalah kawasan yang dikelilingi oleh ring of fire, sehingga menjadi

    salah satu negara yang memiliki banyak gunung aktif. Gunung Kelud merupakan

    salah satu gunung aktif di Provinsi Jawa Timur dan berada di tiga kabupaten,

    yaitu Kabupaten Malang, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Blitar. Gunung ini

    terakhir kali mengalami erupsi pada Februari 2014. Material vulkanik yang

    dikeluarkan berupa bongkahan besar hingga partikel yang halus. Material yang

    berukuran besar umumnya jatuh pada radius < 7 km dari kawah tergantung pada

    daya letusan gunung (Sudaryo dan Sutjipto, 2009). Material yang berukuran kecil

    memiliki sifat mudah terbawa oleh angin dan terangkut oleh air sehingga

    menyebabkan dampak yang besar terhadap wilayah di sekitar Gunung Kelud.

    Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang, Malang merupakan desa yang berada

    di timur laut lereng Gunung Kelud. Desa tersebut merupakan salah satu yang

    terkena dampak besar akibat erupsi Gunung Kelud pada tahun 2014 silam, karena

    jaraknya yang dekat (± 5 km) dari gunung tersebut. Material vulkanik yang

    menimbun lahan di wilayah tersebut jumlahnya melimpah. Ukuran material terdiri

    dari batuan besar maupun material berupa pasir dan debu. Ketebalan timbunan

    material di daerah Kecamatan Ngantang berkisar 20 - 30 cm.

    Pada dasarnya, material gunung api memiliki potensi untuk menyuburkan

    tanah pertanian. Menurut Syekhfani (1990), material Gunung Kelud memiliki

    kandungan P, S dan Ca terlarut yang cukup tinggi, sehingga material vulkanik

    dapat menambahkan unsur hara ke dalam tanah. Masalahnya adalah unsur-unsur

    di dalam material vulkanik umumnya masih terikat dalam bentuk mineral-mineral

    primer, sehingga perlu proses pelapukan lanjut dengan waktu yang lama agar

    unsur tersebut tersedia bagi tanaman. Selain itu, meterial vulkanik memiliki daya

    ikat hara yang rendah, karena didominasi oleh tekstur kasar seperti pasir. Tekstur

    pasir yang bersifat lepas dan memiliki luasan permukaan kecil, menyebabkan

    banyak ruang pori makro sehingga memiliki daya pegang hara yang rendah.

    Berbagai usaha perbaikan lahan (land reclamation) perlu dilakukan untuk

    mengembalikan fungsi lahan pertanian seperti semula. Salah satunya dengan

  • 2

    penambahan bahan organik. Kadar bahan organik di dalam tanah sangat

    berpengaruh pada kualitas fisika, kimia dan biologi tanah. Bahan organik berperan

    menyediakan unsur-unsur esensial, meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK),

    dan pH (Slamet, 2008). Biomassa tanaman tithonia (Tithonia diversifolia), ubi

    jalar (Ipomea batatas) dan kotoran sapi merupakan sumber bahan organik yang

    banyak tersedia di sekitar Desa Pandasari yang dapat digunakan untuk

    memperbaiki lahan terdampak erupsi. Kombinasi bahan organik dengan teknik

    penghijauan (revegetation) melalui penanaman tanaman pionir dapat dijadikan

    cara untuk memperbaiki lahan (Soelaeman dan Idjudin, 2008). Tanaman pionir

    merupakan tanaman perintis yang mampu tumbuh dengan baik, toleran terhadap

    kekeringan dan kadar bahan organik yang rendah.

    Penelitian yang dilakukan Putra (2016) dan Perdana (2016), kombinasi bahan

    organik tithonia dan ubi jalar, serta penanaman tithonia mampu meningkatkan

    sifat kimia material vulkanik Gunung Kelud. Ni’mah (2016) menyatakan bahwa,

    penambahan kotoran sapi juga mampu meningkatkan kadar C-organik, Na, dan

    Mg pada material Gunung Kelud. Ketiga penelitian tersebut membuktikan bahwa,

    penambahan bahan organik biomassa tithonia, ubi jalar dan kotoran sapi, serta

    penanaman tithonia secara umum mampu memperbaiki sifat kimia material

    Gunung Kelud. Tetapi dari penelitian tersebut tidak semua kation-kation basa

    meningkat. Kation-kation tersebut diperkirakan hilang diserap oleh tanaman,

    terjadi penguapan hara dan pencucian. Penyerapan hara tanaman ternyata tidak

    sebanding dengan penurunan kation basa, sehingga pengaruh penguapan dan

    pencucian unsur hara perlu diteliti. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian aplikasi

    mulsa untuk mengurangi hilangnya hara akibat penguapan. Hilangnya unsur hara

    juga dapat diimbangi dengan penambahan unsur hara melalui pengembalian

    biomassa tithonia. Pencucian unsur hara di lapangan dapat diduga dengan

    melakukan pengukuran sifat kimia pada tanah bagian bawah (tertimbun). Dalam

    penelitian ini, dilakukan penanaman bibit sengon (Paraserianthes falcataria)

    untuk menganalisis respons pertumbuhan tinggi tanaman terhadap perlakuan pada

    material vulkanik Gunung Kelud.

  • 3

    1.2 Rumusan Masalah

    Rumusan masalah yang diangkat dari latar belakang penelitian adalah sebagai

    berikut :

    1. Apakah penambahan bahan organik dengan penanaman tithonia memberikan

    pengaruh positif terhadap sifat kimia material vulkanik Gunung Kelud?

    2. Apakah perlakuan mulsa efektif dalam meningkatkan sifat kimia tanah material

    vulkanik Gunung Kelud?

    3. Apakah perlakuan yang diberikan pada material vulkanik memengaruhi sifat

    kimia tanah di bawahnya (tanah tertimbun)?

    4. Apakah dengan meningkatnya sifat kimia pada material vulkanik memberikan

    respons positif terhadap pertumbuhan tinggi sengon?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Dari latar belakang yang telah dijelaskan, penulis mamiliki tujuan sebagai

    berikut :

    1. Menganalisis pemberian bahan organik dan penanaman tithonia terhadap sifat

    kimia material vulkanik Gunung Kelud.

    2. Menganalisis efektivitas aplikasi mulsa dalam meningkatkan sifat kimia pada

    material vulkanik Gunung Kelud.

    3. Menganalisis peningkatan sifat kimia pada tanah tertimbun akibat pemberian

    perlakuan pada material vulkanik.

    4. Melihat respons pertumbuhan tinggi sengon pada media material vulkanik

    Gunung Kelud akibat pemberian perlakuan.

    1.4 Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, penulis mengusulkan hipotesis sebagai

    berikut:

    1. Penambahan bahan organik dan penanaman tithonia meningkatkan kualitas

    sifat kimia material vulkanik Gunung Kelud.

    2. Aplikasi mulsa memberikan pengaruh lebih baik terhadap sifat kimia material

    vulkanik Gunung Kelud dibanding tanpa mulsa.

    3. Terjadi peningkatan sifat kimia pada tanah tertimbun akibat perlakuan di

    material vulkanik.

  • 4

    4. Peningkatan kualitas sifat kimia material vulkanik Gunung Kelud juga

    meningkatkan tinggi tanaman sengon.

    1.5 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait dampak dari

    erupsi gunung api bagi sifat kimia tanah pertanian dan memberikan solusi

    mengenai cara pemulihan lahan terdampak erupsi

  • 5

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Karakteristik Material Vulkanik Gunung Kelud

    Material vulkanik adalah bahan yang dikeluarkan dari kawah gunung api pada

    saat terjadi erupsi. Pada umumnya, material yang dikeluarkan berupa lava, batuan

    piroklastik, tepra dan lahar dan tersusun atas silika dan kuarsa (Anda dan

    Wahdini, 2010 dalam Achmad dan Hananto, 2015). Material dalam bentuk lava

    biasanya mengalir dan dideposisikan ke daerah lereng. Bahan vulkanik yang

    berupa padatan dapat dilontarkan ke tempat lain, mulai dari daerah yang terdekat

    hingga mencapai ribuan kilometer, tergantung pada daya letusan, kecepatan angin,

    dan ukuran material vulkanik. Bahan letusan dalam bentuk batuan memerlukan

    proses pelapukan lebih lanjut, dengan kurun waktu ratusan sampai jutaan tahun.

    Bahan letusan yang berupa partikel pasir kasar hingga pasir halus, relatif lebih

    cepat melapuk pada kondisi suhu dan intensitas curah hujan yang tinggi.

    Material vulkanik Gunung Kelud memiliki pH sangat masam, 0,35 % C-

    organik (sangat rendah), 0,02 % N (sangat rendah), 45,57 ppm P tersedia (sangat

    tinggi), KTK 2,05 cmol/kg yang tergolong sangat rendah, dan kation-kation basa

    yang tergolong rendah (Utami et al., 2017). Manik (2017) dan Prasetya (2017)

    menyatakan material vulkanik Gunung Kelud juga memiliki partikel yang kasar

    dan didominasi oleh pasir, material berstruktur lepas, sehingga memiliki ruang

    pori makro yang banyak sehingga daya pegang air dan hara yang rendah, mudah

    terlimpas (run off) dan berpotensi terjadi pencucian hara yang tinggi.

    2.2 Permasalahan Sifat Kimia dari Material Vulkanik Gunung Kelud

    Letusan Gunung Kelud menyebabkan dampak cukup luas terhadap tanaman

    budidaya dan kondisi tanah pertanian, karena membuat perubahan mendasar pada

    sumberdaya lahan. Pada dasarnya penambahan material vulkanik pada lahan

    memiliki potensi kesuburan yang tinggi, karena adanya cadangan hara yang ada di

    dalam material vulkanik tersebut. Bahan-bahan vulkanik mengandung berbagai

    unsur kimia yang relatif tinggi, sehingga dapat meremajakan keseburan tanah

    pertanian (Utami et al., 2017). Menurut penelitian Achmad dan Hananto (2015)

    material vulkanik Gunung Kelud memiliki pH agak masak (6,4), mengandung

  • 6

    0,1% C-organik dan 0,04 % N yang tergolong sangat rendah, 38,01 mg/kg P dan

    Ca tergolong sangat tinggi, 0,45 cmol/kg K dan Mg tergolong sedang, dengan

    KTK 0,25 cmol/kg (sangat rendah).

    Permasalahan jangka pendek dari material vulkanik adalah ketersediaan unsur

    haranya masih rendah (Utami et al., 2017). Unsur-unsur tersebut masih terjerap

    dalam bentuk mineral primer. Material vulkanik (piroklastik) tergolong sangat

    muda dan belum mengalami proses pelapukan lebih lanjut, sehingga unsur

    tersebut belum dalam bentuk tersedia dan tidak dapat diserap oleh akar tanaman.

    Sesuai dengan pernyataan Achmad dan Hananto (2015), material vulkanik belum

    dapat menyumbangkan unsur hara, karena merupakan bahan baru (recent

    material) yang belum mengalami pelapukan sempurna. Masalah lain yang terjadi

    pada material vulkanik adalah daya pegang hara yang rendah, karena didominasi

    oleh partikel bertekstur kasar seperti debu dan pasir, yang keduanya memiliki luas

    permukaan yang lebih kecil. Daya pegang hara juga dipengaruhi oleh ketersedian

    bahan organik dalam tanah. Menurut Utami et al. (2017), material vulkanik

    Gunung Kelud memiliki bahan organik yang rendah, sehingga memiliki potensi

    kehilangan hara yang tinggi. Kehilangan hara dapat terjadi melalui beberapa

    proses, yaitu penyerapan oleh tanaman, pencucian oleh air, dan penguapan hara.

    Proses kehilangan hara akibat pencucian umumnya disebabkan oleh tanah yang

    memiliki muatan positif, karena hanya koloid tanah yang bermuatan negatif yang

    terbukti mampu memegang unsur esensial dan kation-kation dapat ditukar,

    sehingga terhindar dari pencucian (Supriyadi, 2007).

    2.3 Upaya Perbaikan Lahan Pertanian Pasca Erupsi Gunung Kelud

    Perbaikan lahan adalah upaya pengembangan lahan (land development) yang

    bertujuan untuk mengubah lahan yang tidak produktif menjadi produktif.

    Reklamasi memiliki makna, meningkatkan nilai guna dari suatu lahan. Perbaikan

    lahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satu yang paling banyak

    digunakan adalah dengan pemberian bahan organik pada tanah, penanaman

    tanaman pionir, dan pemberian mulsa untuk mengurangi volatilisasi hara.

    Menurut Soelaeman dan Idjudin (2008) terdapat beberapa cara yang dapat

    dilakukan untuk memperbaiki kualitas tanah pertanian pasca erupsi, yaitu teknik

  • 7

    mekanik atau fisik terhadap tanah, revegetasi lahan, serta teknik aplikasi bahan

    organik.

    2.3.1 Penambahan Bahan Organik

    Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan

    tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Bahan organik tanah merupakan

    suatu sistem yang kompleks dan dinamis yang berasal dari tanaman, kotoran

    hewan yang terdapat di dalam tanah. Bahan organik tanah dapat memengaruhi

    biologi tanah, karena kegiatan jasad mikro membantu dekomposisi bahan organik

    (Six et al., 2005), sehingga unsur-unsur hara yang terkandung di dalamnya akan

    dilepaskan dalam bentuk tersedia untuk diserap oleh tanaman (Subowo, 2010).

    Pada P yang bersifat imobile, asam-asam organik yang larut dalam bahan organik

    akan men-khelat senyawa Al dan Fe sehingga P menjadi tersedia (Rahayu et al.,

    2015). Bahan organik dapat berasal dari kotoran hewan, limbah rumah tangga

    serta dari biomassa tanaman budidaya. Bahan organik memiliki kandungan hara

    yang kompleks tergantung pada sumber bahan organik yang digunakan. Bahan

    organik telah terbukti mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan sifat biologi

    tanah sehingga berpotensi dijadikan salah satu cara untuk perbaikan lahan

    terdampak erupsi gunung api.

    Kotoran Sapi

    Kotoran sapi merupakan sumber bahan organik dari hewan ternak sapi.

    Kotoran sapi mengandung 13,5 % C-organik, 1,3 % N, 0,58 % , 2,5 % K, 0,99

    % Ca, Mg 0,52 % (Adeniyan et al., 2011). Sedangkan menurut Utami et al.,

    (2017), kotoran sapi mengandung 39,9 C-organik, 1,97 % N, C/N ratio 18,76,

    0,4 % P, 0,34 cmol/kg K, 0,7 cmol/kg Na, 0,82 cmol/kg Ca dan 0,52 cmol/kg

    Mg. Selain penyedia unsur hara bagi tanaman, pupuk kandang berfungsi untuk

    memperbaiki sifat fisik tanah seperti pori air tersedia, indeks stabilitas agregat

    (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Kotoran sapi mempunyai kemampuan

    memperbaiki berbagai sifat dalam tanah, sehingga berpotensi untuk

    dimaanfaatkan sebagai bahan perbaikan lahan terdampak letusan Gunung

    Kelud.

  • 8

    Biomassa Tithonia

    Ketersediaan bahan menjadi pertimbangan untuk pemilihan bahan organik

    yang digunakan. Sumber bahan organik dapat berasal dari tanaman liar yang

    banyak tumbuh di lahan pertanian. Salah satu tanaman liar yang dapat

    dimanfaatkan sebagai bahan oganik adalah tanaman tithonia. Tanaman tithonia

    telah banyak dimanfaatkan sebagai pupuk hijau. Beberapa penelitian

    menyatakan bahwa kandungan tertinggi dari biomassa tanaman tithonia adalah

    unsur P (Utami et al., 2002).

    Tanaman tithonia termasuk kedalam jenis gulma tahunan yang mengandung

    3,50 % N, 0,37 % P, dan 4,10 % K (Hartatik et al., 2005). Hasil penelitian

    Bintoro et al. (2008), kandungan unsur hara tithonia sebesar 3,59 % N, 0,34 %

    P, 2,29 % K. Jama et al. (2000), meneliti kandungan hara biomassa kering

    tanaman tithonia adalah 3,5 % N, 0,37 % P, 4,1 % K. Selain meningkatkan

    sifat kimia tanah, biomassa tanaman ini juga memperbaiki sifat biologi dan

    kimia tanah, sehingga tanaman tithonia menjadi sumber bahan yang berpotensi

    untuk bahan perbaikan lahan.

    Biomassa Ubi Jalar

    Ubi jalar merupakan tanaman budidaya yang diambil umbinya. Biomassa

    daun dan batang tanaman yang tidak terpanen dapat dimanfaatkan untuk

    sumber bahan organik. Ubi jalar merupakan salah satu tanaman pangan yang

    banyak dibudidayakan di Kecamatan Ngantang, sehingga ketersediaan

    bahannya melimpah. Menurut penelitian Untari dan Puspitaningtyas (2006)

    ekstrak biomassa ubi jalar mengandung unsur kalsium (Ca) sebanyak 55

    mg/100 g, unsur P. Biomassa ubi jalar mudah untuk terdekomposisi, karena

    memiliki C/N ratio yang rendah (Putra, 2016). Dengan sifat mudah

    terdekomposisi, maka unsur hara yang terkandung dalam biomassa ubi jalar

    mudah tersedia di tanah berpasir.

    2.3.2 Pananaman Tanaman Pionir

    Perbaikan lahan juga dapat dilakukan dengan cara penanaman tanaman

    pionir. Tanaman pionir merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik, dan

    memiliki adaptasi tinggi terhadap lingkungan yang kurang mendukung dan dapat

    menambah bahan organik tanah (Asher, 2001).

  • 9

    Karakteristik dari tanaman pionir umumnya dapat tumbuh cepat dan

    sebagian jenis tanaman pionir mengugurkan daunnya saat musim kemarau, dan

    kembali berdaun muda saat musim hujan. Jenis-jenis tanaman yang dipilih

    sebagai tanaman pionir harus memiliki persyaratan mudah diperbanyak, sistem

    perakaran tidak menimbulkan kompetisi dengan tanaman pokok, mempunyai sifat

    mengikat tanah, perumbuhan relatif cepat dan banyak menghasilkan biomassa,

    toleran terhadap pemangkasan, tahan kekeringan, dan mampu menekan

    pertumbuhan gulma.

    Tanaman pionir mampu menghijaukan lahan pasca erupsi dalam waktu yang

    relatif singkat. Telah diketahui bahwa, tanaman pionir mampu menghasilkan

    asam-asam organik seperti asam asetat, oksalat, sitrat, malonat, dan lainnya yang

    berfungsi dalam merombak hara dalam batuan. Senyawa humat dan fungi juga

    sering digunakan dalam mambantu mempercepat pelarutan mineral batuan

    (Wallander, 2006). Akar tanaman juga diketahui dapat mempercepat proses

    pelapukan, terutama dalam pelepasan kation-kation basa (Kusumarini et al.,

    2014). Salah satu tanaman liar yang dapat digunakan sebagai pionir yaitu tanaman

    tithonia. Tanaman ini dapat tumbuh baik di lahan-lahan marjinal dan juga

    memiliki pertumbuhan yang relatif cepat (Utami et al., 2002).

    2.3.3 Pemberian Mulsa

    Suhu yang tinggi mengakibatkan penguapan hara (volatilisasi) terutama

    pada unsur hara esensial N. Tekstur material vulkanik yang didominasi tekstur

    pasir menambah peluangan kehilangan hara karena daya ikat hara rendah. Ukuran

    partikel pasir lebih kasar, luas permukaan lebih kecil, sehingga didominasi pori

    makro, mengakibatkan kemampuan menyimpan air dan daya pegang hara menjadi

    rendah dibandingkan dengan tekstur halus (Utami, 2009)

    Upaya pencegahan kehilangan hara akibat penguapan dapat dilakukan

    dengan pemberian mulsa. Mulsa merupakan bahan penutup tanah yang memiliki

    berbagai fungsi, baik dari aspek fisik maupun kimia tanah. Secara fisik mulsa

    mampu menjaga suhu tanah lebih stabil dan mampu mempertahankan kelembaban

    tanah di sekitar perakaran tanaman. Penggunaan mulsa akan mencegah radiasi

    langsung matahari (Doring et al., 2006). Suhu tanah maksimum di bawah mulsa

    jerami pada kedalaman 5 cm 10º C lebih rendah dari pada tanpa mulsa. Dengan

  • 10

    menekan suhu yang tinggi akan membantu mengurangi tingkat kehilangan unsur

    hara melalui penguapan.

    Pengaruh pemberian mulsa ditentukan oleh jenis bahan mulsa. Bahan yang

    dapat digunakan sebagai mulsa di antaranya sisa-sisa tanaman (serasah dan

    jerami) atau bahan plastik. Doring et al. (2006), menyatakan bahwa mulsa jerami

    mempunyai daya pantul lebih tinggi dibandingkan dengan mulsa plastik. Menurut

    Mahmood et al. (2002), mulsa jerami atau mulsa yang berasal dari sisa tanaman

    lainnya mempunyai konduktivitas panas rendah sehingga panas yang sampai ke

    permukaan tanah akan lebih sedikit dibandingkan dengan tanpa mulsa atau mulsa

    dengan konduktivitas panas yang tinggi seperti plastik.

    2.4 Tanaman Potensial untuk dikembangkan di Lahan Terdampak Erupsi

    Lahan yang terkena dampak akibat erupsi gunung api, mengakibatkan

    perubahan pada kesuburan tanah. Gas dan material vulkanik yang bersuhu tinggi,

    membuat tanaman penutup lahan di sekitar gunung api mengalami layu dan mati.

    Maka perlu dilakukan usaha untuk mengembalikan tutupan lahan, dengan cara

    menanam jenis tanaman yang toleran terhadap lingkungan kurang mendukung,

    memiliki pertumbuhan yang relatif cepat, menghasilkan biomassa yang kaya

    unsur hara, dan memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat.

    Tanaman sengon (P. falcataria) merupakan salah tanaman dengan daya

    tumbuh relatif cepat (fast growing), mampu beradaptasi pada berbagai jenis tanah,

    memiliki kayu multi guna (multi purposes) dan memiliki nilai ekonomi tinggi,

    serta tidak membutuhkan persyaratan tumbuh yang khusus (Krisnawati et al.,

    2011). Pengembangan areal sengon menjadi penting untuk bahan baku industri,

    terutama ketika persediaan kayu dari hutan alam semakin berkurang.

    Sengon merupakan tanaman berhabitus pohon yang mudah beradaptasi dengan

    kondisi lingkungan yang bervariasi. Sengon merupakan salah jenis tanaman

    legum, akar tanaman dapat bersimbiosis dengan bakteri rhizobium yang

    membentuk bintil pada akar (Sukarman et al., 2012), sehingga tanaman sengon

    mampu meningkatkan ketersediaan unsur N di dalam tanah.

  • 11

    III. METODE PENELITIAN

    3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu percobaan lapangan yang

    dilakukan di Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang, Malang pada Februari 2016

    sampai Januari 2017. Tahap kedua merupakan analisis laboratorium yang

    dilakukan di Laboratorium Kimia, Jurusan Tanah, Universitas Brawijaya pada

    bulan Februari - Maret 2017.

    3.2. Alat dan Bahan

    Bor gambut digunakan untuk pengambilan sampel material vulkanik di

    lapangan. Bahan dasar yang digunakan adalah material vulkanik Gunung Kelud,

    bahan organik (biomasaa tanaman tithonia, ubi jalar dan kotoran sapi), bibit

    tanaman tithonia, bibit tanaman sengon dan mulsa jerami. Plastik fiber untuk

    membatasi plot yang diisi material vulkanik. Analisis laboratorium menggunakan

    alat dan bahan sesuai dengan metode analisis: C-organik (Walkley-Black), P

    tersedia (Bray I), N total (Kjeldahl), KTK, K, Na, Ca (NH4Oac 1N), dan analisis

    pH (Glass Elektrode).

    3.3. Rancangan Penelitian

    Penelitian ini menggunakan dua faktor, yaitu pembenaman biomassa tithonia

    dan kombinasi bahan organik, penanaman tithonia, dengan mulsa dan tanpa mulsa

    yang diulang 3 kali, berdasarkan rancangan petak tersarang seperti pada Tabel 1.

    Tabel 1. Kombinasi perlakuan penelitian

    Faktor

    Keterangan Pembenaman

    tithonia

    Kombinasi

    BTM

    K1, K2, K3

    B0T0M0 - Material letusan tanpa perlakuan

    B0T0M1 - Material letusan + mulsa, tanpa BO dan tan. Tithonia

    BPkTtdM0 - 20 ton/ha kotoran sapi + tan. tithonia tanpa mulsa

    BUbTtdM0 - 20 ton/ha ubi jalar + tan. tithonia tanpa mulsa

    BTdTtdM0 - 20 ton/ha tithonia + tan. tithonia tanpa mulsa

    BPkTtdM1 - 20 ton/ha kotoran sapi + tan. tithonia + mulsa

    BUbTtdM1 - 20 ton/ha ubi jalar + tan. tithonia + mulsa

    BTdTtdM1 - 20 ton/ha tithonia + tan. tithonia + mulsa

    Keterangan: B= bahan organik, PK= BO kotoran sapi, UB= BO ubi jalar, TD= BO tithonia, Ttd= pionir tithonia, T0= tanpa pionir, M1= mulsa, M0= tanpa mulsa, K1= 6 bulan

    pembenaman tithonia, K2= 6 bulan pembenaman tithonia + 2 bulan tanpa

    pembenaman, K3= 6 bulan pembenaman tithonia+ 4 tanpa pembenaman.

  • 12

  • 13

    dilakukan setelah inkubasi. Tithonia ditanam sebanyak empat bibit perplot

    percobaan, dan dilanjutkan aplikasi mulsa jerami. Satu bulan setelah pemberian

    perlakuan dilakukan penanaman sengon. Bibit tanaman sengon diperoleh dari

    kelompok tani di Desa Turen, Malang. Setiap satu plot, ditanam satu bibit sengon

    di tengah plot percobaan.

    Perlakuan pembenaman biomassa tithonia dilakukan ketika pertumbuhan

    tithonia menutupi tanaman sengon dan/atau satu bulan sekali selama 0 BST

    tithonia dan 6 BST tithonia. Biomassa pangkasan ditimbang pada masing-masing

    plot, kemudian dibenamkan pada material vulkanik (K1).

    3.4.3 Pemeliharaan

    Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman tanaman,

    penyiangan gulma, penyulaman tanaman, dan pergantian mulsa jerami.

    Penyiraman tanaman dilakukan satu hari sekali, jika tidak ada hujan. Penyiangan

    dilakukan apabila terdapat gulma yang tumbuh pada plot percobaan maupun di

    sekitar plot percobaan. Kegiatan penyulaman dilakukan apabila terdapat tanaman

    yang mati. Mulsa jerami diganti sebelum mulsa melapuk, karena akan menambah

    masukan hara ke dalam material vulkanik.

    3.4.4 Pengukuran Tinggi Tanaman Sengon

    Pengukuran tinggi tanaman sengon bertujuan untuk mengetahui respons

    pertumbuhan tanaman terhadap perlakuan yang diberikan. Pengukuran

    pertumbuhan tanaman sengon dilakukan pada 6 BST (K1), 8 BST (K2), dan 10

    BST (K3). Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan menggunakan meteran.

    3.4.5 Pengambilan Sampel

    Pengambilan sampel dilaksanakan pada 6 BST, 8 BST dan 10 BST. Sampel

    diambil pada dua lapisan yang berbeda. Sampel pertama pada lapisan material

    vulkanik, kemudian sampel yang kedua diambil pada tanah tertimbun (di bawah

    material vulkanik), menggunakan bor gambut. Pengambilan sampel dilakukan

    secara acak, menyebar dalam plot kemudian dikompositkan.

  • 14

    3.4.6 Analisis Laboratorium

    Analisis kimia yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

    Tabel 2. Parameter dan metode analisis kimia

    Parameter Metode Analisis Waktu Analisis

    C-organik Walkley – Black

    10 bulan setelah aplikasi

    perlakuan

    pH Glass Elektrode

    N-total Kjeldahl

    P-tersedia Bray I

    KTK NH4OAc 1N

    Nadd NH4OAc 1N Kdd NH4OAc 1N Cadd NH4OAc 1N Mgdd NH4OAc 1N

    3.5 Analisis Data

    Data yang diperoleh, dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance

    (ANOVA) berdasarkan rancangan petak tersarang (RPT), dengan menggunakan

    uji F. Jika analisis ragam yang diperoleh berpengaruh nyata, maka dilakukan

    pengujian menggunakan Uji Duncan pada taraf 5%. Uji korelasi juga dilakukan

    untuk mengetahui keeratan hubungan antar sifat kimia.

  • 15

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Pengaruh Kombinasi Aplikasi Bahan Organik, Tanaman Tithonia dan

    Mulsa terhadap Sifat Kimia Material Vulkanik Gunung Kelud

    Upaya perbaikan material vulkanik Gunung Kelud dilakukan dengan

    kombinasi aplikasi bahan organik, tanaman tithonia, dan mulsa. Beberapa sifat

    kimia yang dipengaruhi oleh perlakuan tersebut di antaranya kandungan C-

    organik, pH, N-total, P-tersedia, KTK, kation-kation basa dan KB.

    4.1.1 Kandungan C-organik

    Pada umumnya, penambahan bahan organik dan penanaman tithonia, baik

    mulsa maupun tanpa mulsa mampu meningkatkan kandungan C-organik material

    vulkanik Gunung Kelud, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Jika tanpa

    aplikasi mulsa, bahan organik ubi jalar memberikan pengaruh yang lebih baik

    terhadap peningkatan kandungan C-organik dalam material, sedangkan dengan

    aplikasi mulsa, bahan organik tithonia memberikan pengaruh yang paling baik.

    Tidak ada perbedaan nyata pada kelompok perlakuan di K1, K2 dan K3 dalam

    meningkatkan kandungan C-organik material. Pada K1 dan K2, peningkatan

    kandungan C-organik dalam material lebih tinggi jika dengan aplikasi mulsa. Tapi

    pada K3, kandungan C-organik dengan aplikasi mulsa menjadi menurun. Hal ini

    dapat dikarenakan, pertumbuhan tanaman tithonia yang semakin besar dapat

    menutupi material, sehingga mengurangi efektivitas dari mulsa.

    Secara umum antar perlakuan bahan organik dalam K1, K2 dan K3, bahan

    organik dari biomassa tithonia menunjukkan peningkatan kandungan C-organik

    paling tinggi ke dalam material vulkanik Gunung Kelud. Hal itu dapat

    dikarenakan, dalam biomassa segar tithonia mengandung karbon 14 % dan C/N

    ratio 8:1 (Olabode et al., 2007). Nilai karbon yang cukup tinggi dan C/N ratio

    rendah menyebabkan laju dekomposisi berlangsung relatif cepat, sehingga proses

    ketersediaan C-organik lebih cepat dibandingkan penggunaan dua bahan organik

    lainnya. Sedangkan rata-rata kandungan C-organik terendah terjadi pada

    panambahan bahan organik kotoran sapi. Seperti dalam penelitian Andayani dan

    Sarido (2013) pupuk kotoran sapi memiliki laju dekomposisi yang relatif lambat,

  • 16

    karena memiliki tekstur bahan yang padat sehingga menghambat ketersediaan

    hara di dalam tanah.

    Keterangan :

    Gambar 2. Kadar C-organik dengan perlakuan bahan organik penanaman tithonia,

    mulsa dan tanpa mulsa

    Kombinasi bahan organik tithonia dengan mulsa menghasilkan peningkatan C-

    organik yang lebih tinggi dibandingkan tanpa mulsa, baik di K1, K2 maupun K3.

    Pada kombinasi bahan organik kotoran sapi dengan mulsa juga menunjukkan

    kandungan C-organik yang lebih tinggi dibandingkan tanpa aplikasi mulsa,

    kecuali pada K3. Sedangkan pada kombinasi bahan organik ubi jalar tanpa mulsa,

    menunjukkan kandungan C-organik lebih baik dibandingkan dengan aplikasi

    Material vulkanik

    Tanah tertimbun

    Svo (kontrol tanah); B0T0M0 (kontrol material vulkanik); B0T0M1 (kontrol

    material vulkanik + mulsa); BpkTtd (BO kotoran sapi + pionir tithonia); BubTtd

    (BO ubi jalar + pionir tithonia); BtdTtd (BO tithonia + pionir tithonia); K1 (6 bulan

    pembenaman tithonia); K2 (6 bulan pembenaman tithonia + 2 bulan tanpa

    pembenaman), K3 (6 bulan pembenaman tithonia + 4 bulan tanpa pembenaman;

    tanpa mulsa; dengan mulsa; kontrol tanah.

  • 17

    mulsa. Perlakuan mulsa diharapkan mampu menjaga kehilangan C-organik.

    Namun rata-rata keseluruhan antar perlakuan dalam K1, K2 dan K3, aplikasi

    mulsa tidak menunjukkan kandungan C-organik yang lebih baik dibandingkan

    tanpa mulsa. Dapat dikatakan perlakuan mulsa belum efektif dalam menahan

    kehilangan hara. Hal ini dapat dikarenakan oleh ketebalan dari mulsa yang

    diaplikasikan masih kurang. Menurut Prasetyo et al. (2014), semakin tebal mulsa

    yang diaplikasikan akan menekan proses penguapan pada tanah.

    Pengamatan pada tanah tertimbun, secara keseluruhan pada K1 dan K2

    kandungan C-organik lebih rendah dibanding kontrol (Svo). Tingginya kandungan

    C-organik pada kontrol, disebabkan kontrol tidak ditanami tithonia maupun

    sengon seperti pada perlakuan lain. Bahan organik yang telah terdekomposisi dan

    berubah menjadi unsur-unsur tersedia, diduga hilang diserap oleh tanaman

    tithonia dan sengon. Di dalam penelitian Putra (2016) tanaman tithonia menyerap

    0,16 – 0,4 g/plot (50x50 cm) unsur hara K, 0,16 – 0,24 g/plot unsur Na, 0,19 –

    0,35 g/plot unsur Ca dan 0,02 – 0,08 unsur hara Mg. Dengan bukti daya serap

    tersebut, ada kecenderungan hara hasil dekomposisi bahan organik yang terdapat

    dalam material vulkanik diserap oleh tanaman.

    4.1.2 Nilai pH

    Aplikasi bahan organik penanaman tithonia, dan aplikasi mulsa maupun tanpa

    mulsa, secara umum telah meningkatkan nilai pH material vulkanik Gunung

    Kelud, walaupun tidak terjadi perbedaan signifikan (Gambar 3). Jika tanpa

    aplikasi mulsa, bahan organik kotoran sapi menunjukkan peningkatan pH paling

    tinggi, sedangkan dengan aplikasi mulsa, bahan organik ubi jalar memberikan

    peningkatan pH paling baik.

    Efektivitas aplikasi mulsa dalam meningkatkan nilai pH belum berdampak

    signifikan, walaupun secara umum perlakuan dengan aplikasi mulsa memiliki

    nilai pH lebih baik dibanding perlakuan tanpa mulsa. Pada perlakuan mulsa

    mampu meningkatkan suhu di dalam material, suhu yang meningkat akan

    mempercepat laju dekomposisi bahan organik di dalam material. Mikroorganisme

    mesofilik umumnya hidup pada suhu 10–40 ºC dan berfungsi sebagai dekomposer

    dari bahan organik dalam tanah sehingga dapat mempercepat laju dekomposisi

    (Irawan, 2014).

  • 18

    Keterangan :

    Gambar 3. Nilai pH pada masing-masing perlakuan di material Gunung Kelud

    Dari analisis pada tanah tertimbun, kelompok K1 perlakuan BubTtdM1

    menghasilkan nilai pH paling tinggi. Nilai tersebut lebih tinggi daripada nilai

    kontrol tanah asli (Svo). Ada dugaan terjadi proses pemindahan kation-kation

    basa pada material vulkanik di atasnya, sehingga meningkatkan nilai pH pada

    tanah tertimbun, akan tetapi tidak terjadi secara signifikan. Terlihat pada K1 tidak

    semua perlakuan memiliki nilai pH lebih tinggi dari pada kontrol. Berbeda pada

    K2, semua perlakuan mengalami peningkatan nilai pH dibanding kontrol. Nilai

    Tanah tertimbun

    Material vulkanik

    Svo (kontrol tanah); B0T0M0 (kontrol material vulkanik); B0T0M1 (kontrol

    material vulkanik + mulsa); BpkTtd (BO kotoran sapi + pionir tithonia); BubTtd

    (BO ubi jalar + pionir tithonia); BtdTtd (BO tithonia + pionir tithonia); K1 (6 bulan

    pembenaman tithonia); K2 (6 bulan pembenaman tithonia + 2 bulan tanpa

    pembenaman), K3 (6 bulan pembenaman tithonia + 4 bulan tanpa pembenaman;

    tanpa mulsa; dengan mulsa; kontrol tanah.

  • 19

    pH tertinggi terjadi pada pelakuan BtdTtdM0 (6,01). Nilai pH dapat meningkat

    akibat adanya pemindahan kation-kation basa oleh air yang terbawa akibat adanya

    gaya gravitasi. Material vulkanik Gunung Kelud yang didominasi oleh fraksi pasir

    membuat potensi pemindahan hara dari bagian atas lebih tinggi. Partikel pasir

    memiliki sifat yang porous menyebabkan daya ikat hara rendah, sehingga unsur

    hara mudah terbawa oleh air.

    4.1.3 Nitrogen Total

    Tidak ada perbedaan antara perlakuan di K1 dan K3 dalam peningkatan N-total

    di dalam material vulkanik Gunung Kelud, perbedaan hanya terjadi pada

    perlakuan di K2. Terlihat pada Gambar 4, pada perlakuan tanpa aplikasi mulsa,

    bahan organik biomassa tithonia menjadi yang paling baik dalam meningkatkan

    kandungan N-total, sedangkan yang paling rendah terjadi pada bahan organik ubi

    jalar. Jika dengan aplikasi mulsa, bahan organik ubi jalar menunjukkan rata-rata

    N-total yang paling tinggi, dan tithonia menjadi yang paling rendah.

    Bahan organik dari tithonia menghasilkan peningkatan kandungan N paling

    tinggi, tapi tidak jauh berbeda dengan bahan organik ubi jalar. Bahan organik

    tithonia yang mengandung 4,46 % N, C/N ratio 7,12, bahan organik 54,91 %

    (Hafifah et al., 2016). Olabode et al. (2007) juga menjelaskan bahwa tithonia

    merupakan sumber bahan organik yang baik karena memiliki nisbah C/N rendah,

    fraksi terlarut bahan organik tinggi, dan kandungan lignin yang rendah (6,5 %)

    sehingga laju dekomposisi relatif cepat, sehingga unsur mudah tersedia untuk

    tanaman.

    Aplikasi mulsa secara umum belum efektif menjaga dan meningkatkan

    kandungan N-total di dalam material Gunung Kelud. Dari rata-rata perlakuan

    tanpa mulsa, menunjukkan N-total yang lebih tinggi dibandingkan dengan mulsa.

    Penelitian Isnawati (2013), perlakuan mulsa dapat menurunkan laju evaporasi.

    Penguapan hara juga dapat ditekan melalui penggunaan mulsa, akan tetapi proses

    penguapan bukan menjadi faktor utama yang menyebabkan nilai N-total pada

    material menjadi rendah. Hilangnya N juga dipengaruhi oleh serapan hara oleh

    tanaman untuk proses pertumbuhan tanaman.

  • 20

    Keterangan :

    Gambar 4. Kadar N-total pada masing-masing perlakuan

    Kandungan N-total pada tanah tertimbun cenderung tidak jauh berbeda dan

    keseluruhan lebih kecil dari pada kontrol (Svo). Dapat dikatakan prsoses

    pemindahan N dari atas rendah, hal tersebut dapat dikarenakan, N merupakan

    unsur hara esensial untuk tanaman sehingga dibutuhkan dalam jumlah yang besar

    untuk pertumbuhan tanaman. Unsur nitrogen yang terdapat dalam material

    vulkanik diduga diserap oleh perakaran tanaman sengon dan tithonia, sehingga

    kandungan N di tanah tertimbun tidak mengalami penambahan dari material di

    atasnya.

    Material vulkanik

    Tanah tertimbun

    Svo (kontrol tanah); B0T0M0 (kontrol material vulkanik); B0T0M1 (kontrol

    material vulkanik + mulsa); BpkTtd (BO kotoran sapi + pionir tithonia); BubTtd

    (BO ubi jalar + pionir tithonia); BtdTtd (BO tithonia + pionir tithonia); K1 (6 bulan

    pembenaman tithonia); K2 (6 bulan pembenaman tithonia + 2 bulan tanpa

    pembenaman), K3 (6 bulan pembenaman tithonia + 4 bulan tanpa pembenaman;

    tanpa mulsa; dengan mulsa; kontrol tanah.

  • 21

    4.1.4 Fospor Tersedia

    Perbedaan taraf perlakuan K1, K2 dan K3 tidak menghasilkan perbedaan nyata

    terhadap peningkatan ketersediaan P di dalam material vulkanik Gunung Kelud.

    Rata-rata kandungan P-tersedia pada K1 lebih tinggi dibandingkan K2 dan K3

    (Gambar 5). Kandungan P-tersedia K2 dan K3 menurun dapat terjadi karena

    diserap oleh tanaman sengon dan tithonia. Pada K2 dan K3, tanaman memiliki

    pertumbuhan yang besar, sehingga membutuhkan unsur esensial seperti P dalam

    jumlah yang besar.

    Tidak terjadi perbedaan nyata antar perlakuan bahan organik. Bahan organik

    tithonia memiliki rata-rata memilki kandungan P-tersedia sedikit lebih tinggi, dan

    bahan organik ubi jalar menjadi perlakuan yang paling rendah.

    Keterangan :

    Gambar 5. Ketersediaan P pada masing-masing perlakuan

    Material vulkanik

    Tanah tertimbun

    Svo (kontrol tanah); B0T0M0 (kontrol material vulkanik); B0T0M1 (kontrol

    material vulkanik + mulsa); BpkTtd (BO kotoran sapi + pionir tithonia); BubTtd

    (BO ubi jalar + pionir tithonia); BtdTtd (BO tithonia + pionir tithonia); K1 (6 bulan

    pembenaman tithonia); K2 (6 bulan pembenaman tithonia + 2 bulan tanpa

    pembenaman), K3 (6 bulan pembenaman tithonia + 4 bulan tanpa pembenaman;

    tanpa mulsa; dengan mulsa; kontrol tanah.

  • 22

    Pada perlakuan aplikasi mulsa, menunjukan kandungan rata-rata P-tersedia

    yang lebih tinggi, dibandingkan perlakuan tanpa mulsa (Gambar 5). Pemberian

    mulsa dapat meningkatkan suhu di dalam material vulkanik, seperti yang

    dikemukakan oleh Harsono (2012), kecepatan perombakan bahan organik

    tergantung pada suhu tanah, semakin tinggi suhu tanah semakin mempercepat

    proses perombakan bahan organik (Suryani, 2007). Akan tetapi, unsur P yang

    tersedia kemungkinan besar hilang diserap oleh tanaman, dan tercuci oleh air

    sehingga penambahan bahan organik dalam penelitian ini memiliki jumlah P-

    tersedia yang lebih rendah dibandingkan kontrol.

    Hasil analisis pada tanah tertimbun, perlakuan di K2 menunjukkan kandungan

    P-tersedia lebih tinggi dibandingkan K1. BubTtdM0 menjadi yang tertinggi dari

    ketersediaan P pada K1, lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Tetapi secara

    umum nilai P-tersedia pada K1 lebih rendah dari pada kontrol. Namun pada K2

    terdapat beberapa perlakuan yang memiliki nilai lebih tinggi dibanding kontrol,

    yaitu BubTtdM0, BpkTtdM1, BtdTtdM1 dan BtdTtdM0. Ada dugaan adanya

    pemindahan P dari material ke tanah tertimbun pada kelompok K2, akan tetapi

    terjadi signifikan karena unsur P diketahui memiliki laju mineralisasi yang relatif

    lambat.

    4.1.5 Kapasitas Tukar Kation

    Penambahan bahan organik, penanaman tithonia dengan mulsa atau tanpa

    mulsa, meningkatkan KTK pada material vulkanik Gunung Kelud walaupun tidak

    secara signifikan, terutama pada perlakuan dengan mulsa. Pada K2 menunjukkan

    rata-rata KTK lebih baik (Gambar 6).

    Bahan organik ubi jalar menunjukkan KTK paling baik dibandingkan dengan

    bahan organik yang lain. Peran bahan organik ubi jalar sangat baik terhadap

    peningkatan jumlah KTK. Karakter biomassa ubi jalar yang memiliki laju

    dekomposisi yang cepat, sehingga cepat menghasilkan humus. Kadar humus yang

    melimpah ini yang berperan sebagai koloid, sehingga dapat meningkatkan KTK di

    dalam tanah (Lumbanraja dan Harahap, 2015). Walaupun usaha perbaikan KTK

    telah dilakukan dengan perlakuan bahan organik dan penanaman tithonia belum

    mampu secara signifikan meningkatkan KTK yang rendah. Hal ini tergambar dari

    hasil analisis, nilai rata-rata KTK keseluruhan < 5 cmol/kg yang tergolong sangat

  • 23

    rendah (Balai Penelitian Tanah, 2009). Pemberian mulsa menghasilkan rata-rata

    KTK lebih tinggi, dibandingkan tanpa mulsa. Menurut Harsono (2012), mulsa

    jerami padi dapat meningkatkan KTK tanah yang lebih tinggi dari jenis mulsa

    lainnya.

    Keterangan :

    Gambar 6. KTK setelah aplikasi bahan organik, penanaman tithonia, mulsa

    dan tanpa mulsa

    4.1.6 Kation-kation Basa Dapat Dipertukarkan

    Secara umum, penambahan bahan organik, penanaman tithonia dan aplikasi

    mulsa dan tanpa mulsa memberikan peningkatan jumlah kation-kation basa

    kecuali pada kation Nadd (Gambar 7). Hal ini disebabkan karena kation basa

    dipengaruhi oleh koloid tanah. Besarnya jerapan kation oleh tanah tergantung dari

    Material vulkanik

    Tanah tertimbun

    Svo (kontrol tanah); B0T0M0 (kontrol material vulkanik); B0T0M1 (kontrol

    material vulkanik + mulsa); BpkTtd (BO kotoran sapi + pionir tithonia); BubTtd

    (BO ubi jalar + pionir tithonia); BtdTtd (BO tithonia + pionir tithonia); K1 (6 bulan

    pembenaman tithonia); K2 (6 bulan pembenaman tithonia + 2 bulan tanpa

    pembenaman), K3 (6 bulan pembenaman tithonia + 4 bulan tanpa pembenaman;

    tanpa mulsa; dengan mulsa; kontrol tanah.

  • 24

    luas permukaan koloid tanah. Semakin luas permukaan koloid maka semakin

    banyak ion yang dapat dijerap. Material vulkanik yang didomniasi oleh mineral

    pasir yang relatif luas permukaannya kecil, menyebabkan rendahnya jumlah

    kation (Nursyamsi dan Suprihati, 2005). Mineral pasir tersebut membutuhkan

    waktu yang lama untuk melapuk menjadi mineral yang sangat halus, sehingga

    adanya penambahan bahan organik, penanaman tithonia, dan juga dilakukan

    pemulsaan belum bisa meningkatkan ketersediaan jumlah kation dalam jangka

    pendek.

    Keterangan :

    Gambar 7. Jumlah kation Nadd pada material vulkanik dan tanah tertimbun

    Pada kation Cadd antar K1, K2 dan K3 tidak terjadi perbedaan yang nyata

    (Gambar 9). Pada perlakuan dalam K1, K2 dan K3 bahan organik biomassa ubi

    Tanah tertimbun

    Material vulkanik

    Svo (kontrol tanah); B0T0M0 (kontrol material vulkanik); B0T0M1 (kontrol

    material vulkanik + mulsa); BpkTtd (BO kotoran sapi + pionir tithonia); BubTtd

    (BO ubi jalar + pionir tithonia); BtdTtd (BO tithonia + pionir tithonia); K1 (6 bulan

    pembenaman tithonia); K2 (6 bulan pembenaman tithonia + 2 bulan tanpa

    pembenaman), K3 (6 bulan pembenaman tithonia + 4 bulan tanpa pembenaman;

    tanpa mulsa; dengan mulsa; kontrol tanah.

  • 25

    jalar menunjukkan jumlah kation Cadd yang lebih tinggi. Sedangkan kombinasi

    bahan organik dengan tanpa mulsa, memberikan pengaruh lebih baik terhadap

    jumlah kation Cadd dibandingkan dengan aplikasi mulsa. Sehingga dapat

    dikatakan, aplikasi mulsa belum efektif dalam meningkatkan kation basa pada

    material vulkanik.

    Keterangan:

    Gambar 8. Jumlah kation Kdd pada material vulkanik dan tanah tertimbun

    Hasil analisis pada tanah tertimbun, semua perlakuan menunjukkan jumlah

    kation-kation basa (Kdd, Cadd dan Mgdd) yang lebih tinggi dibandingkan kontrol,

    kecuali pada kation basa Nadd. Hal ini mencerminkan bahwa terjadi pemindahan

    kation dari lapisan material vulkanik Gunung Kelud, sehingga jumlah kation di

    lapisan atas menjadi berkurang. Pemindahan kation tersebut dapat disebabkan

    oleh tekstur material yang dominan pasir (porous) dan ketersediaan dari kation-

    Material vulkanik

    Tanah tertimbun

    Svo (kontrol tanah); B0T0M0 (kontrol material vulkanik); B0T0M1 (kontrol

    material vulkanik + mulsa); BpkTtd (bahan organik kotoran sapi + pionir

    tithonia); BubTtd (bahan organik ubi jalar + pionir tithonia); BtdTtd (bahan

    organik tithonia + pionir tithonia); K1 (6 BST + 2 pembenaman tithonia); K2 (6

    BST + 2 bulan tanpa pembenaman), K3 (6 BST + 4 bulan tanpa pembenaman;

    tanpa mulsa; dengan mulsa; kontrol tanah.

  • 26

    kation di dalam material vulkanik. Menurut Kusumarini et al. (2014), tanah yang

    yang terbentuk dari material piroklastik gunung api akan terus berkembang,

    karena piroklastik merupakan material yang masih sangat muda. Oleh sebab itu,

    dengan terjadinya pelapukan mineral dari material Gunung Kelud, akan

    meningkatkan laju pelepasan kation-kation dari material vulkanik.

    Keterangan :

    Gambar 9. Jumlah kation Cadd pada material vulkanik dan tanah tertimbun

    Material vulkanik

    Tanah tertimbun

    Svo (kontrol tanah); B0T0M0 (kontrol material vulkanik); B0T0M1 (kontrol

    material vulkanik + mulsa); BpkTtd (BO kotoran sapi + pionir tithonia); BubTtd

    (BO ubi jalar + pionir tithonia); BtdTtd (BO tithonia + pionir tithonia); K1 (6 bulan

    pembenaman tithonia); K2 (6 bulan pembenaman tithonia + 2 bulan tanpa

    pembenaman), K3 (6 bulan pembenaman tithonia + 4 bulan tanpa pembenaman;

    tanpa mulsa; dengan mulsa; kontrol tanah.

  • 27

    Keterangan :

    Gambar 10. Jumlah kation Mgdd pada material vulkanik dan tanah tertimbun

    4.1.7 Kejenuhan Basa

    Kejenuhan basa merupakan perbandingan antara jumlah kation basa dapat

    dipertukarkan dengan KTK yang dinyatakan dalam satuan persen. Perlakuan

    perbedaan pemangkasan dan pembenaman biomassa tithonia K1, K2 dan K3

    memberikan pengaruh sangat nyata terhadap nilai kejenuhan basa (KB) dalam

    material Gunung Kelud (Gambar 11). Nilai KB dapat dipengaruhi oleh jumlah

    kation basa dapat ditukar.

    Nilai KB juga dipengaruhi oleh pH, nilai pH pada material vulkanik setelah

    aplikasi perlakuan bahan organik, penanaman tithonia memiliki nilai pH yang

    tergolong masam dan agak masam. Nilai KB pada semua perlakuan berkisar

    antara sedang-tinggi (41-80 %). Dilihat dari nilai pH dan jumlah kation-kation

    Material vulkanik

    Tanah tertimbun

    Svo (kontrol tanah); B0T0M0 (kontrol material vulkanik); B0T0M1 (kontrol

    material vulkanik + mulsa); BpkTtd (BO kotoran sapi + pionir tithonia); BubTtd

    (BO ubi jalar + pionir tithonia); BtdTtd (BO tithonia + pionir tithonia); K1 (6 bulan

    pembenaman tithonia); K2 (6 bulan pembenaman tithonia + 2 bulan tanpa

    pembenaman), K3 (6 bulan pembenaman tithonia + 4 bulan tanpa pembenaman;

    tanpa mulsa; dengan mulsa; kontrol tanah.

  • 28

    basa yang relatif rendah, seharusnya nilai KB juga tergolong rendah. Seperti yang

    dikemukakan Syekhfani (2009), terdapat hubungan erat KB dengan pH, jika

    jumlah basa-basa berkurang dan berarti nilai pH juga ikut menurun. Tingginya

    nilai KB dapat disebabkan oleh jumlah kation-kation basa yang tinggi terutama

    pada kation basa Ca. Walaupun pada dasarnya, nilai Ca pada hasil analisis

    menunjukkan nilai 1,6 – 2,3 cmol/kg yang termasuk sangat rendah hingga rendah.

    Nilai KB yang tergolong sedang hingga tinggi, menggambarkan bahwa kondisi

    material masih kaya akan unsur kation-kation basa (Supriyadi, 2009). Nilai KB

    yang tinggi juga mencerminkan ketersediaan kation-kation basa yang cukup

    banyak dalam material vulkanik Gunung Kelud.

    Keterangan :

    Gambar 11. Kejenuhan basa di material Gunung Kelud setelah aplikasi perlakuan

    Material vulkanik

    Tanah tertimbun

    Svo (kontrol tanah); B0T0M0 (kontrol material vulkanik); B0T0M1 (kontrol

    material vulkanik + mulsa); BpkTtd (BO kotoran sapi + pionir tithonia); BubTtd

    (BO ubi jalar + pionir tithonia); BtdTtd (BO tithonia + pionir tithonia); K1 (6 bulan

    pembenaman tithonia); K2 (6 bulan pembenaman tithonia + 2 bulan tanpa

    pembenaman), K3 (6 bulan pembenaman tithonia + 4 bulan tanpa pembenaman;

    tanpa mulsa; dengan mulsa; kontrol tanah.

  • 29

    Pada perlakuan aplikasi mulsa, cenderung memiliki KTK lebih rendah

    dibandingkan dengan tanpa aplikasi mulsa. Kombinasi bahan organik ubi jalar

    dengan tanpa mulsa memberikan peningkatan KTK yang lebih baik, dibandingkan

    kombinasi yang lain. Untuk melihat adanya proses pemindahan KB dari material

    vulkanik, maka dilakukan analisis pada lapisan tanah tertimbun. Namun, secara

    keseluruhan nilai KB lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (Svo). Hanya

    pada perlakuan BubTtdM0 (K1 dan K2) yang menunjukkan nilai KB lebih tinggi

    dibandingkan dengan kontrol. Dengan demikian, pemberian perlakuan pada

    lapisan material vulkanik memiliki laju perpindahan kation yang lambat.

    4.2 Respons Tinggi Tanaman Sengon akibat Pemberian Bahan Organik,

    Penanaman Tithonia, dan Pemulsaan

    Perlakuan aplikasi bahan organik (tithonia, ubi jalar, dan kotoran sapi) dengan

    penanaman tithonia tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap tinggi

    sengon, begitu pula pada perlakuan aplikasi mulsa dan tanpa mulsa (Gambar 12).

    Pengamatan tinggi pohon dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada 6 BST, 8 BST,

    dan 10 BST.

    Dilihat dari pertumbuhan tinggi pohon sengon pada aplikasi mulsa di waktu

    pengamatan 6 BST (Gambar 12a), kombinasi perlakuan bahan organik ubi jalar

    menunjukkan pertumbuhan sengon paling tinggi (126 cm), sedangkan perlakuan

    bahan organik tithonia terlihat memiliki pertumbuhan sengon paling rendah (95

    cm). Pada pengamatan 8 BST, pertumbuhan sengon pada perlakuan kontrol

    menjadi paling tinggi (210 cm), serta pertumbuhan sengon pada perlakuan bahan

    organik tithonia masih menjadi yang paling rendah (116 cm). Pengamatan tinggi

    10 BST, pohon sengon pada perlakuan kontrol menunjukkan pertumbuhan paling

    tinggi (302 cm), sedangkan pertumbuhan sengon yang paling rendah terjadi pada

    bahan organik kotoran sapi (177 cm).

    Pertumbuhan tinggi pohon sengon pada kombinasi perlakuan dan tanpa diberi

    mulsa, secara umum tidak jauh berbeda dengan aplikasi mulsa (Gambar 12b).

    Pada waktu pengamatan 6 BST, perlakuan bahan organik kotoran sapi

    menunjukkan pertumbuhan sengon paling tinggi (126 cm), dan sengon pada

    perlakuan bahan organik tithonia menjadi yang paling rendah (109 cm). Sengon

    pada perlakuan bahan organik tithonia, dilakukan penyulaman pada 3 minggu

  • 30

    0

    100

    200

    300

    400

    6 BST 8 BST 10 BST

    Tin

    ggi

    sengo

    n (

    cm)

    BPKTTD BUBTTD BTDTTD

    0

    100

    200

    300

    400

    6 BST 8 BST 10 BST

    Tin

    ggi

    sengo

    n (

    cm)

    B0T0 BPKTTD

    BUBTTD BTDTTD

    a.

    setelah tanam, hal tersebut yang membuat pertumbuhan sengon menjadi rendah.

    Di pengamatan 8 BST, perlakuan bahan organik ubi jalar menjadi yang paling

    tinggi (198 cm), sedangkan pertumbuhan sengon yang paling rendah terjadi pada

    perlakuan bahan organik tithonia (190 cm) yang dipengaruhi kegiatan

    penyulaman sengon pada 3 minggu setelah tanam. Pengamatan pertumbuhan

    sengon 10 BST tanpa mulsa, perlakuan bahan organik tithonia menjadi yang

    paling tinggi (342 cm), sedangkan yang paling rendah terjadi pada perlakuan

    bahan organik kotoran sapi (210 cm), hal ini dikarenakan pada 7 BST, pucuk

    tanaman sengon pada perlakuan kotoran sapi mengalami kering, sehingga

    menghambat pertumbuhan dari tanaman sengon. .

    Dari uji korelasi sifat kimia dengan pertumbuhan tinggi sengon, secara umum

    memiliki hubungan positif terutama pada N-total, P-tersedia, KTK, Ca dan KB

    (Lampiran 5). Hubungan cukup kuat terjadi antara sengon dengan sifat kimia N, P

    dan KTK. Nitrogen dan fosfor merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman

    dalam jumlah yang banyak. Telah diketahui bahwa unsur N sangat penting bagi

    tanaman terutama pada masa vegetatif. Menurut Patti et al. (2013), fungsi unsur

    nitrogen pada tanaman adalah untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif

    tanaman, meningkatkan protein dalam tanah, meningkatkan tanaman penghasil

    dedaunan, dan berfungsi sebagai sintesis asam amino dan protein dalam tanaman.

    Unsur P merupakan komponen penting penyusun senyawa pada proses transfer

    energi ATP tanaman (Fahmi et al., 2010).

    Keterangan:

    Gambar 12. Pertumbuhan tinggi sengon dengan (a) mulsa dan (b) tanpa mulsa

    b.

    B0T0 (kontrol material vulkanik + mulsa); BpkTtd (bahan organik kotoran sapi

    + pionir tithonia); BubTtd (bahan organik ubi jalar + pionir tithonia); BtdTtd

    (bahan organik tithonia + pionir tithonia)

  • 31

    Pada dasarnya, sengon merupakan tanaman yang memiliki tingkat

    pertumbuhan yang relatif cepat dan tidak memerlukan persyaratan tumbuh

    khusus. Berdasarkan penelitian Khalif et al. (2014), sengon termasuk ke dalam

    golongan tanaman legum, sehingga mampu meningkatkan ketersediaan N dalam

    tanah. Dengan pernyataan tersebut, sengon dapat menyediakan unsur nitrogen

    dalam tanah untuk tanaman lain atau untuk sengon itu sendiri, sehingga memiliki

    pertumbuhan yang cepat.

    4.3 Pembahasan Umum

    Dari hasil uji korelasi parameter C-organik dengan pH dan N-total

    didapatkan hasil yang hampir sama. Pada uji korelasi C-organik dengan pH

    didapatkan nilai koefisien r = 0,467, sedangkan C-organik dengan N-total

    menghasilkan nilai koefisien r = 0,349. Dari nilai tersebut korelasi C-organik

    terhadap pH dan N-total menghasilkan korelasi positif sedang. Hal ini

    menggambarkan bahwa penambahan C-organik berbanding lurus dengan

    peningkatan kadar N total dan pH. Menurut Nariratih et al., (2013), pemberian

    bahan organik dengan bahan yang berbeda mampu meningkatkan nilai pH dan N

    total.

    Hasil korelasi negatif lemah terjadi pada C-organik dengan P-tersedia (r =

    -0,128). Artinya penambahan kadar C-organik belum mampu menaikkan

    ketersediaan P dalam material vulkanik. Kadar C-organik dalam material yang

    jumlahnya sangat rendah, menyebabkan asam humat dan fulvat yang membentuk

    senyawa khelat menjadi rendah, sehingga mengurangi tingkat laju pelepasan

    fosfor dalam bentuk yang tersedia.

    Interaksi negatif juga terjadi pada parameter C-organik dengan KTK, yang

    menghasilkan nilai koefisien r = -0,251. Pada dasarnya, nilai KTK dipengaruhi

    oleh koloid liat dan kadar bahan organik dalam tanah. Seharusnya dengan

    penambahan kadar C-organik dalam material vulkanik akan meningkatkan nilai

    KTK. Seperti pada penelitian Rusdiana dan Lubis (2012), semakin tinggi

    kandungan bahan organik dalam tanah, akan meningkatkan KTK.

    Hasil korelasi antara antara pH dengan N-total, didapatkan korelasi positif

    sedang (r = 0,319). Seperti yang sudah diketahui, nilai pH berkisar netral

    menciptakan kondisi yang relatif seimbang antara OH- dan H

    +. Artinya kondisi

  • 32

    tersebut unsur hara esensial seperti N, P dan K mudah tersedia dalam tanah.

    Larutan pH tanah merupakan faktor penting, karena larutan pH di atas 5,5 unsur

    hara nitrogen akan tersedia untuk tanaman (Patti et al., 2013). Korelasi positif

    lemah juga terjadi antara pH dengan KTK (r = 0,26). Hal tersebut sesuai dengan

    pernyataan Rusdiana dan Lubis (2012), semakin tinggi nilai pH maka KTK juga

    akan semakin tinggi, begitu sebaliknya. Sedangkan uji korelasi antara pH dengan

    P-tersedia menghasilkan nilai r = -0,191. Hal ini berarti, peningkatan nilai pH

    akan menurunkan jumlah ketersediaan P. Korelasi negatif pH dengan P-tersedia

    dapat disebabkan oleh rendah nilai pH material vulkanik (masam-agak masam).

    Nilai pH yang masam akan mengikat P dalam bentuk yang tidak dapat tersedia.

    Menurut Novriani (2010) pH netral akan melepaskan ikatan-ikatan logam Al, Fe,

    dan Mn terhadap unsur P, sehingga P dapat tersedia dalam tanah.

    Setelah dilakukan uji korelasi kation-kation dapat dipertukarkan (Na, K, Ca,

    dan Mg) dengan KTK sacara umum memiliki hubungan positif. Nilai koefisien

    korelasi KTK dengan kation basa berturut-turut r = 0,428 (K), r = 0,317 (Na), r =

    0,55 (Cadd), dan r = 0,443 (Mgdd). Dari nilai korelasi yang positif antara KTK

    dengan kation basa menunjukkan bahwa dengan bertambahnya nilai KTK juga

    meningkatkan nilai-nilai kation basa. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan

    Syehfani (2009), KTK merupakan ketersediaan jumlah Ca, Mg Na dan K.

  • 33

  • 33

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    1. Aplikasi kombinasi perlakuan bahan organik biomassa tithonia, ubi jalar dan

    kotoran sapi (20 t/ha) secara umum mampu meningkatkan % C-organik, pH,

    % N-total, KTK, jumlah Cadd dan Mgdd, serta KB material vulkanik Gunung

    Kelud, kecuali kandungan P-tersedia, jumlah Kdd dan Nadd. Perlakuan 6 bulan

    pembenaman biomassa tithonia, menunjukkan peningkatan kualitas sifat

    kimia yang lebih baik.

    2. Perlakuan bahan organik ubi jalar memberikan peningkatan kualitas sifat

    kimia paling baik pada material vulkanik Gunung Kelud, terutama pada % C-

    organik, pH, KTK, jumlah kation Cadd, dan KB.

    3. Tidak ada perbedaan nyata antara aplikasi mulsa dengan tanpa mulsa.

    4. Terjadi peningkatan jumlah Cadd, Kdd dan Mgdd, pada tanah tertimbun akibat

    pemberian perlakuan di material vulkanik.

    5. Peningkatan kualitas sifat kimia pada material vulkanik Gunung Kelud, tidak

    memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman sengon.

    5.2 Saran

    1. Perlu dilakukan analisis serapan hara tanaman, agar dapat memperkirakan

    jumlah hilangnya unsur hara yang diambil oleh tanaman.

    2. Perlu dilakukan pemilihan ketebalan mulsa jerami yang tepat, dan waktu

    pergantian mulsa yang rutin untuk mendapatkan efektivitas mulsa yang lebih

    baik.

  • 34

    DAFTAR PUSTAKA

    Achmad, S.R., dan Hananto, H. 2015. Identifikasi Sifat Kimia Abu Vulkanik dan Upaya Pemulihan Tanaman Karet Terdampak Letusan Gunung Kelud (Studi

    Kasus: Kebun Ngrangkah Pawon, Jawa Timur). Warta Perkaretan 34(1): 19-30.

    Adeniyan, O.N., Ojo A.O., Akinbode, O.A., dan Adediran J.A. 2011. Comparative Study of Different Organic Manures and NPK Fertilizer for Improvement of Soil Chemical Properties and Dry Matter Yield of Maize in

    Two Different Soils. J. Soil Science and Environmental Management 2(1): 09-13.

    Andayani., dan Sarido, L. 2013. Uji Empat Jenis Pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Keriting (Capsicum annum L.). J. Agrifor. 7(1): 22-29.

    Asher, C.J. 2001. Limiting External Concentration of Trace Elements for Plant Growth: Use of Flowering Solution Culture Techniques. J. Plant Nutr. 3:

    163-180.

    Balai Penelitian Tanah. 2009. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah. Bogor.

    Bintoro., Saraswati R., Manohara, D., Taufik, E., dan Purwani, J. 2008. Pestisida Organik pada Tanaman Lada. Dalam Laporan Akhir Kerjasama Kemitraan

    Penelitian Pertanian antara Perguruan Tinggi dan Badan Litbang Pertanian (KKP3T).

    Doring, T., Heimbach, U., Thieme, T., Finckch, M., dan Saucke, H. 2006. Aspect

    of Straw Mulching in Organic Potatoes, Effects on Microclimate, Phytophtora infestans and Rhizoctonia solani. J. Nachrichtenblatt des

    Deutschen Pflanzenschutzdienstes. 58(3): 73-78.

    Fahmi, A., Syamsudin., Utami, S.R.H dan Radjagukguk, B. 2010. Pengaruh Interaksi Hara Nitrogen dan Fosfor terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung

    (Zea mays L) pada Tanah Regosol dan Latosol. J. Berita Biologi 10(3): 297-304.

    Hafifah., Sudiarso., Maghfoer, M.D., dan Prasetya, B. 2016. The Potential of Tithonia diversifolia Green Manure for Improving Soil Quality for Cauliflower (Brassica oleracea var. Brotrytis L.). J. Degraded and Mining

    Lands Management. 3(2): 499-506.

    Harsono, P. 2012. Mulsa Organik: Pengaruhnya terhadap Lingkungan Mikro,

    Sifat Kimia Tanah dan Keragaan Cabai Merah di Tanah Vertisol Sukoharjo pada Musim Kemarau. J. Hort. 3(1): 35-41.

    Hartatik, W., Setyorini., Widowati., dan Widati, S. 2005. Laporan Akhir

    Penelitian Teknologi Pengelolaan Hara pada Budidaya Pertanian Organik. Dalam Laporan Bagian Proyek Penelitian Sumberdaya Tanah dan Proyek

    Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif.

    Irawan, B.T.A. 2014. Pengaruh Susunan Bahan terhadap Waktu Pengomposan Sampah Pasar pada Komposter Beraerasi. J. Metana. 10(1): 18-24.

  • 35

    Isnawati, L. 2013. Pengaruh Ketebalan Mulsa Jerami dan Frekuensi Irigasi

    terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.). Skripsi. Fakultas Pertanian, Institut Teknologi Bandung. Bandung.

    Jama, B., Palm, P.A., Buresh, R.J., Niang, A., Gachengo, C., Nziguheba, G., dan Amandalo, B. 2000. Tithonia diversifolia as a Green Manure for Soil Fertility Improvement in Western Kenya. J. Agroforestry Systems. 49: 201-

    221.

    Khalif, U., Utami, S.R., dan Kusuma, Z. 2014. Pengaruh Penanaman Sengon

    (Paraserianthes falcataria) terhadap Kandungan C dan N Tanah Di Desa Slamparejo, Jabung, Malang. J. Tanah dan Sumberdaya Lahan. 1(1): 09-15.

    Krisnawati, H., Varis, E., Kallio, M., dan Kanninen, M. 2011. Paraserianthes

    falcataria (L.) Nielsen Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. CIFOR. Bogor.

    Kusumarini, N., Utami, S.R., dan Kusuma, Z. 2014. Pelepasan Kation Basa pada Bahan Piroklastik Gunung Merapi. J. Tanah dan Sumberdaya Lahan 1(1): 01-06.

    Lumbanraja, P., dan Harahap, E.M. 2015. Perbaikan Kapasitas Pegang Air dan Kapasitas Tukar Kation Tanah Berpasir dengan Aplikasi Pupuk Kandang

    pada Ultisol Simalingkar. J. Pertanian Tropik 2(1): 53-67.

    Mahmood, M., Farroq, K., Hussain, A., dan Sher, R. 2002. Effect of Mulching on Growth and Yield of Potato Crop. J. Plant Sci. 1(2): 122-133.

    Manik, P.M. 2017. Pengaruh Perlakuan Bahan Organik, Tanaman Paitan (Tithonia diversifolia) dan Mulsa terhadap Perbaikan Sifat Fisik Material

    Letusan dan Tinggi Bibit Pisang serta Sengon. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Malang.

    Nariratih, I., Damanik, M.M.B, dan Sitanggang, G. 2013. Ketersediaan Nitrogen

    pada Tiga Jenis Tanah Akibat Pemberian Tiga Bahan Organik dan Serapannya pada Tanaman Jagung. J. Agric. 1(3): 479-488.

    Ni’mah, F. 2016. Pengaruh Pupuk Kandang dan Tanaman Pionir untuk Perbaikan Sifat Kimia Bahan Letusan Gunung Kelud. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Malang.

    Novriani. 2010. Alternatif Pengelolaan Unsur Hara P (Fosfor) pada Budidaya Jagung. J. Agron. 2(3): 42-49.

    Nursyamsi, D., dan Suprihati. 2005. Sifat-sifat Kimia dan Mineralogi Tanah serta Kaitannya dengan Kebutuhan Pupuk untuk Padi (Oryza sativa), Jagung (Zea mays), dan Kedelai (Glycine max). Bul. Agron. 33(3): 40-47.

    Olabode, O.S., Sola, O., Akanbi, W.B., Adesina, G.O., dan Babajide, P.A. 2007. Evaluation of Tithonia diversifolia (Hemsl) a Gray for Soil Improvement.

    J. Agric Sci. 3(4): 503-507.

    Patti, P.S., Kaya, E., dan Silahooy, Ch. 2013. Analisis Status Nitrogen Tanah dalam Kaitannya dengan Serapan N oleh Tanaman Padi Sawah di Desa

    Waimitia, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat. J. Agrologia 2(1): 51-58.

  • 36

    Perdana, D.I. 2016. Aplikasi Bahan Organik Daun Ubi Jalar (Ipomea batatas) dan

    Tanaman Pionir untuk Memperbaiki Sifat Kimia Material Vulkanik Gunung Kelud. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Malang.

    Prasetya, A. 2017. Upaya Perbaikan Sifat Fisik Bahan Letusan Gunung Kelud melalui Kombinasi Bahan Organik dan Tanaman Pionir sebagai Media Tanam Bibit Pohon Pinus (Pinus merkusii) dan Pisang (Musa paradisiaca

    L.). Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Malang.

    Prasetyo, B.H., dan Suriadikarta D.A. 2006. Karakteristik, Potensi dan Teknologi

    Pengelolaan Tanah Ultisol untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. J. Litbang Pertanian 25(2): 39-47.

    Prasetyo, R.A., Nugroho, A., dan Moenardi, J. 2014. Pengaruh Sistem Olah Tanah

    dan Berbagai Mulsa Organik pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merr.). J. Produksi Tanaman 1(6): 486-495.

    Putra, M. 2016. Aplikasi Bahan Organik Daun Paitan (Tithonia diversifolia) dan Tanaman Pionir dalam usaha Perbaikan Karakteristik Material Vulkanik Gunung Kelud. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Malang.

    Rahayu, A., Utami, S.R., dan Prijono, S. 2015. The Changes of Soil Physical and Chemical Properties of Andisols as Affected by Drying and Rewetting

    Processes. J. Degraded and Mining Lands Management 3(1): 439-446.

    Rusdiana, O., dan Lubis, R.S. 2012. Pendugaan Korelasi antara Karakteristik Tanah terhadap Cadangan Karbon (Carbon stock) pada Hutan Sekunder. J.

    Silvikultur Tropika 3(1): 14-21.

    Six, J., Elliot, E.T., dan Paulina, K. 2005. Soil Structur and Soil Organic Matter :

    Ii. A Normalized Ability and The Effect of Mineralogy. J. Soil Society. 64: 1042-1049.

    Slamet, S. 2008. Kandungan Bahan Organik sebagai Dasar Pengelolaan Tanah di

    Lahan Kering Madura. J. Embryo. 5(2): 176-183.

    Soelaeman, Y., dan Idjudin, A.A. 2008. Rehabilitasi Sifat Fisika Tanah Pertanian

    Pasca Erupsi Gunung Merapi. Balai Penelitian Tanah. Bogor.

    Subowo. 2010. Strategi Efisiensi Penggunaan Bahan Organik untuk Kesuburan dan Produktivitas Tanah melalui Pemberdayaan Sumberdaya Hayati Tanah.

    J. Sumberdaya Lahan. 4(1): 13-25.

    Sudaryo dan Sutjipto, 2009. Identifikasi dan Penentuan Logam Berat pada Tanah

    Vulkanik di Daerah Cangkringan, Kabupaten Sleman dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron Cepat. Dalam makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional V SDM Teknologi. Yogyakarta.

    Sukarman., Kainde, R., Rombang, J., dan Thomas, A. 2012. Pertumbuhan Bibit Sengon (Paraserianthes falcataria) pada Berbagai Media Tumbuh. J.

    Eugenia. 8(3): 215-221.

    Supriyadi, S. 2007. Kesuburan Tanah di Lahan Kering Madura. J. Embryo. 4(2): 124-131.

    Supriyadi, S. 2009. Status Unsur-unsur Basa (Ca2+, Mg2+, K+ dan Na+) di Lahan Kering Madura. J. Agrivigor. 2(1): 35-41.

  • 37

    Suryani, A. 2007. Perbaikan Tanah Media Tanaman Jeruk dengan Berbagai

    Bahan Organik dalam Bentuk Kompos. Tesis. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Syekhfani. 1990. Survei Pendahuluan: dalam Usaha Menanggulangi Kerusakan Lahan Akibat Letusan Gunung Kelud. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang.

    Syekhfani. 2009. Hubungan Hara Tanah Air dan Tanaman: Dasar-dasar Pengelolaan Tanah Subur Berkelanjutan. Edisi Ke-2. ITS Press.

    Untari, R., dan Puspitaningtyas, D.M. 2006. Pengaruh Bahan Organik dan NAA terhadap Pertumbuhan Anggrek Hitam (Coelogyne Pandurata Lindl.) dalam Kultur In Vitro. J. Biodiversitas. 7(3): 344-348.

    Utami, N.H., 2009. Kajian Sifat Fisik, Sifat Kimia dan Sifat Biologi Tanah Pasca Tambang Galian C pada Tiga Penutup Tanah (Studi Kasus Pertambangan

    Pasir (Galian C) di Desa Gumulung Tonggoh, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

    Utami, S.R., Agustina, C., Wicaksono, K.S., Prasojo, B.D., dan Hanifa, H. 2017. Utilization of Locally Avialable Organic Matter to Improve Chemical

    Properties of Pyroclastic Materials from Mt. Kelud of East Java. J. Degraded and Mining Lands Management 4(2): 717-7.

    Utami, S.R., Hairiah, K., Supriyadi dan van Noordwjik, M. 2002. Pemanfaatan

    Bahan Organik Insitu (Tithonia diversifolia dan Tephrosia candida) untuk Meningkatkan Ketersediaan Fosfor pada Andisols. Dalam Majalah Ilmiah

    Pertanian : Agron