Peningkatan Kemampuan Ketrampilan Membuat Hiasan Timbang Melalui Pembelajaran Contextual Teaching...
-
Upload
alim-sumarno -
Category
Documents
-
view
529 -
download
2
description
Transcript of Peningkatan Kemampuan Ketrampilan Membuat Hiasan Timbang Melalui Pembelajaran Contextual Teaching...
JURNAL
PENDIDIKAN LUAR BIASA
Oleh :
BADIATUL KHIKMAH
NIM. 071044269
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYAFAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGANPROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA
2012
i
Peningkatan Kemampuan Ketrampilan Membuat Hiasan Timbang Melalui Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) Siswa Kelas III
SDLB. AB Kemala Bhayangkari 2 Gresik
Badiatul Khikmah
Abstrak:Ketunarunguan menyebabkan hambatan dalam perkembangan intelegensi, kesulitan memahami/mengingat sesuatu dan lebih suka bekerja untuk hal-hal yang tidak membutuhkan pikiran. Ketrampilan vokasional di SLB.B diharapkan nantinya siswa mampu mengembangkan potensi yang ada. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah mengkaji hasil penerapan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), mendeskripsikan dan meningkatkan kemampuan ketrampilan membuat hiasan timbang. Pelaksanaan di SLB.AB Kemala Bhayangkari 2 Gresik. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas III SDLB.B berjumlah 4 siswa. Metode penyimpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan tes. Tehnik analisis data dalam penelitian ini menggunakan presentase (%) untuk mendeskripsikan penerapan dan peningkatan belajar siswa.Temuan dalam penelitian ini sebagai berikut: terjadi peningkatan pada aktivitas dan hasil belajar anak dalam membuat hiasan timbang yang ditunjukkan dalam rata-rata skor ketrampilan membuat hiasan timbang dengan pola berbagai macam bentuk ikan, siswa sebelum dikenai tindakan 56%, setelah diberi tindakan menjadi 59,7% artinya naik 3,7% pada siklus I dan 75,5% pada siklus II berarti naik 19,5% dengan kategori baik. Sedangkan aktifitas siswa diperoleh hasil 61,4% pada siklus I dari 58,5% sebelum tindakan artinya naik 2,9% dan 76% pada siklus II berarti meningkat 13,5% dengan kategori baik.
Kata Kunci : Kemampuan membuat hiasan timbang, CTL
Abstract : Deafness can give bad effect for the development of intelligence. It also causes the difficulties to understand/memorize something. It can make the students like working in a field which only needs a little thought. Vocational skill at inclusive school B is expected to make the students are able to develop their talent. The purposes of the classroom action research are to examine the result of Contextual Teaching and Learning (CTL), to describe and to improve the ability to make playmate bright starts. It was conducted at inclusive school AB. Kemala Bhayangkari 2 Gresik. The subjects of this research were 4 students of the third grade at inclusive school B. The data collecting methods in this research were observation and test. Data analysis technique in this research was percentage (%) , it was used to describe the use of the CTL and the students improvement. The result of this research are an improvement of the students activities and an improvement of the students study result in making playmate bright start. It is proven by the average score of the ability to make playmate bright starts in many kinds of fish. Before the students were given the treatment, their scores are just 56%. Their scores become 59,7% after they are given treatment. It means that their scores increase 3,7% in the first eycle. The scores increase 19,5% and become 75,5% in the second eycle. The last score is categorized as “ good” . the students activity before they were given the treatment is 58,5% their scores increase 2,9% and become 61,4% after they are given the treatment in the first
1
eycle. They scores 13,5% and become 76% in the second eycle. Their last score is categorized as “ good “.
Keywords : The ability to make playmate bright starts , CTL
Pendahuluan
Pendidikan kecakapan hidup meliputi beberapa keterampilan personal sosial,
vokasional dan akademik. Keterampilan vokasional di SLB.B diharapkan
nantinya siswa mampu mengembangkan potensi yang ada.Anak tuna rungu tidak
mampu mendengar. Ketunaannya membuat implikasi terhadap hal-hal yang khas
dan komplek, sehingga mempengaruhi pendidikan dan kehidupannya. Secara
nyata nampak dalam aspek bahasa, intelegensi, motorik dan sosialnya. Kerusakan
pendengaran mengakibatkan dampak-dampak yang saling terkait, diantaranya
anak tuna rungu tidak punya daya kreatifitas, kurang respon dan lebih suka
bekerja untuk hal-hal yang tidak membutuhkan pikiran. Sehingga mengakibatkan
terhambatnya perkembangan kecakapan hidup siswa.Minimnya penguasaan
bahasa anak tuna rungu yang dipengaruhi oleh gangguan pendengarannya, maka
anak tuna rungu menampakkan intelegensi yang rendah. Menurut pendapat
Cruiskshank yang dikutip Yuke R. Siregar (1988) menyatakan bahwa anak tuna
rungu sering memperlihatkan keterlambatan dalam belajar dan kadang-kadang
nampak terbelakang. Anak tuna rungu yang memiliki keterlambatan intelegensi
mengalami kesulitan untuk memahami dan mengingat sesuatu, sehingga ia lambat
dalam menuangkan ide-idenya.Dalam pendidikan keterampilan anak tuna rungu
anak kelas III SDLB.B semester I tahun 2011/2012 SLB.AB Kemala Bhayangkari
2 Gresik ada 60 % dari empat siswa mengalami kesulitan. Hal ini tergambar dari
hasil keterampilan membuat hiasan timbang yang kurang baik. Dalam
2
keterampilan membuat hiasan timbang anak tuna rungu tidak mampu membentuk
pola gambar ikan dengan berbagai macam dan jenis bentuk ikan. Anak tuna rungu
dalam membuat bentuk pola ikan monoton, bentuk pola ikannya hanya sebatas
meniru dan mencontoh, tidak mampu menghubungkan bagian-bagian rangkaian
hiasan timbang, sehingga kurang bermakna dan bermanfaat.Pembelajaran
keterampilan di kelas III SDLB Kemala Bhayangkari 2 Gresik selama ini kegiatan
pembelajaran dilakukan dengan metode ceramah, demonstrasi dan meniru contoh
sehingga siswa tidak dapat mengaitkan konsep dengan contoh riil dalam membuat
macam-macam bentuk pola ikan. Dalam pengembangan pembelajaran perlu
dipilih alternatif yaitu melalui langkah-langkah Contextual Teaching And
Learning (CTL). MenurutBaharuddin dan Wahyuni (2008:138) bahwa: secara
garis besar langkah penerapan Contextual Teaching And Learning ( CTL ) dalam
pembelajaran yaitu mengembangkan pemikiran anak lebih bermakna dengan cara
menemukan, mengkonstruksi sendiri pengalaman dan pengetahuan baru, kegiatan
inkuiri untuk semua topik, mengembangkan sifat keingintahuan siswa dengan cara
bertanya, belajar dalam kelompok, mengahadirkan model, melakukan refleksi
pada akhir pertemuan dan melakukan penilaian autentik.
Pembelajaran ketrampilan membuat hiasan timbang dengan standar kompetensi
pada kelas III semester I, bagian ketrampilan yaitu mengetahui benda yang di
gerakkan oleh angin. Adapun keunggulan Contextual Teaching And Learning
(CTL)siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan bakat atau potensi dan
harapan melalui pelajaran ketrampilan membuat hiasan timbang. Siswa
mengaitkan pengalaman–pengalaman barunya dan mengetahui kegunaan hiasan
timbang serta dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3
Dalam membuat ketrampilan hiasan timbang guru menyiapkan alat peraga sesuai
keperluan, memberikan contoh hasil ketrampilan yang sudah jadi dan siswa diajak
langsung ke tempat orang menjual ikan atau kolam ikan agar siswa bisa
menerapkan langsung pengalaman barunya.
Kajian Literatur
Dalam kajian pustaka membahas beberapa variabel yang berhubungan dengan
judul sesuai dengan teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan, hal ini
dimaksud guna memberikan landasan terhadap masalah yang diteliti.
Pengertian Kemampuan Keterampilan Membuat Hiasan Timbang .
Pendidikan seni, budaya dan keterampilan mempunyai kedudukan yang sangat
penting dalam pembentukan anak yang harmonis, artinya ada keseimbangan
antara kemampuan intelegensi, seni dan keterampilan. Keseimbangan ini sangat
dibutuhkan oleh anak-anak kelak saat mereka tumbuh dalam menghadapi
tantangan global yang sarat dengan perubahan Menurut Kamus Bahasa Indonesia
(2002 :1180), ketrampilan berasal dari kata dasar “Terampil” artinya cakap dalam
menyelesaikan tugas; mampu dan cekatan. “Ketrampilan” artinya kecakapan
untuk menyelesaikan tugas. Orientasi pembelajaran ketrampilan adalah
memfasilitasi pengalaman emosi, intelektual, fisik, sosial, estetika, artistik dan
kreativitas peserta didik dengan melalui apresiasi dan kreasi untuk menghasilkan
suatu karya/produk yang bermanfaat langsung bagi kehidupan peserta didik
(Depdiknas 2006/ Permen No. 22/2006).
Definisi keterampilan adalah kemampuan, bakat untuk melakukan sesuatu.
Keterampilam dalam menggunakan tangan dan tubuh yaitu ketangkasan,
keterampilan atau kekuatan. rcotent.com/translate_c?hl=id & langpair=…
4
Ketrampilan suatu kecakapan hidup atau life skill untuk mempertahankan dan
mengembangkan hidup serta dapat membuat suatu karya yang dikerjakan untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan guru dan berguna bagi siswa. Dalam
ketrampilan membuat hiasan timbang merupakan pembelajaran secara langsung
bagi peserta didik untuk membuat suatu karya yang bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2002:1180), “hiasan”
artinya barang yang dipakai untuk menghiasi sesuatu; dinding-rumah, sedang
“timbang” artinya tidak berat sebelah, sama. Jadi hiasan timbang adalah suatu
karya/hiasan yang dipakai untuk diletakkan di rumah atau digantungkan pada
tempat tertentu sebagai hiasan sehingga tempat tersebut menjadi indah dan
mempunyai makna, seperti: gantungan hiasan di kamar bayi mempunyai
manfaat untuk merangsang motorik dan kecerdasan bayi. Tujuan Mata Pelajaran
Ketrampilan. Dalam kurikulum SDLB-B mata pelajaran seni, budaya dan
ketrampilan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Memahami konsep dan pentingnya seni budaya dan ketrampilan b.
Menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya dan ketrampilan c.
Menampilkan kreativitas melalui seni budaya dan ketrampilan d. Menampilkan
peran serta dalam seni budaya dan ketrampilan. Ruang Lingkup Ketrampilan di
SDLB-B diantaranya adalah Seni rupa, mencakup ketrampilan tangan dalam
menghasilkan karya seni berupa lukisan, patung, ukiran, cetak mencetak dan
sebagainya.
5
Faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan dalam kemampuan
ketrampilan membuat hiasan timbang.
Adapun yang menyebabkan siswa kurang mampu dalam membuat suatu
ketrampilan adalah siswa tidak bisa memahami suatu konsep , sehingga kurang
mampu menuangkan ide-idenya ke dalam suatu bentuk karya. Menurut Lewtan
dan Mackey (1969:129), yang hasil penelitiannya menunjukkan : bahwa
keterbelakangan atau hambatan perkembangan kognisi anak tuli ada
hubungannya dengan kemiskinan bahasa mereka, oleh karena perolehan
informasi yang kurang menjadikan daya abtraksi dan eksplorasi ide-ide anak
tuna rungu mengalami hambatan pula.
pengembangan kreativitas siswa tidak hanya memperhatikan pengembangan
kemampuan berpikir kreatif tetapi juga memupuk sikap dan ciri-ciri kepribadian
kreatif. Ketrampilan membuat hiasan timbang memuntut kreativitas menjadi
suatu usaha yang lebih dari siswa. Hal ini ditandai bahwa kebanyakan siswa tuna
rungu enggan untuk berperan aktif, mereka hanya meniru dan monoton dalam
membuat suatu ketrampilan, serta kurang kreatif.
Cara meningkatkan kemampuan ketrampilan membuat hiasan timbang.
Tidak biasa dan kurangnya berkomunikasi itulah sehingga yang tumbuh
adalah rasa rendah diri , pemalu dan rasa takut salah. Padahal salah adalah
bagian dari belajar , tidak ada pembelajaran tanpa kesalahan, dan tidak pernah
salah adalah cirinya tidak belajar . dengan adanya kecakapan (life skiil) anak
tuna rungu akan terlatih dalam menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan
berkreasi ( kreativitas) melalui kegiatan eksplorasi, penalaran dan komunikasi.
6
Menurut pendapat dari Buzan (2008:7) bahwa: tanpa pengulangan pelajaran atau
revisi yang efektif dalam satu hari saja akan lupa 80% pelajaran yang dipelajari .
Oleh karena itu , pemodelan merupakan hal yang harus dilakukan dalam
membuat suatu ketrampilan . Makin sering diulangi materi pelajaran akan
semakin dikuasai. Sejalan dengan pernyataan tersebut, pengulangan dan
pengamatan langsung ke tempat suatu kejadian juga merupakan hal yang harus
dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan ketrampilan siswa tuna rungu.
Melalui pembelajaran secara langsung akan berdampak pada daya imajinasi
siswa dalam mengolah pikirannya sehingga akan meningkatkan daya pikir dan
logika melalui pemberian latihan kepada siswa dalam membuat hiasan timbang.
Mereka akan berkreasi tanpa batas menghasilkan kelak dikemudian hari.
Pembelajaran Contextual Teaching And Learning ( CTL )
Belajar adalah proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami
konsep yang di kembangkan dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam kegiatan
belajar mengajar ada kegiatan yang dilakukan guru dan siswa. Pembelajaran
merupakan kegiatan belajar mengajar ditinjau dari sudut kegiatan siswa berupa
pengalaman belajar siswa. Pembelajaran adalah pengorganisasian atau
penciptaan atau pengaturan suatu kondisi lingkungan sebaik-baiknya yang
memungkinkan terjadinya peristiwa belajar pada anak. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pembelajaran adalah penggunaan metode tertentu untuk
meningkatkan hasil belajar. Metode pembelajaran sebagai cara-cara untuk
mencapai hasil pembelajaran dan digunakan dalam kondisi tertentu untuk
mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan.
7
Pembelajaran Contextual Teaching And Learning ( CTL ) adalah suatu trategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses kestabilan siswa secara penuh
untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan dihubungkannya dengan
situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka.
Nama lain dari Contextual Teaching And Learning ( CTL ) adalah
pendekatan kontekstual karena merupakan suatu konsep belajar di mana guru
menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan
konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa proses
pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa siswa. Belajar
dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke murid. Menurut Sagala
(2008 : 87 ) bahwa: Contextual Teaching And Learning ( CTL ) merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajakan
dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilkinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sebagai anggota masyarakat. Menurut Depdiknas (2003 : 5) bahawa:
Contextual Teaching And Learning ( CTL ) adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata dan mendorong siswa dalam membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Baharuddin dan Wahyuni (2008:138) secara garis besar langkah penerapan
Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :a.
8
Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
baru b. Melakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.c.
Kembangkan sifat keingintahuan siswa dengan cara bertanya.d. Ciptakan
masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok).e.Menghadirkan model
sebagai contoh dalam pembelajaran. f.melakukan refleksi pada akhir pertemuan.
g.Melakukan penilaian outentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan
siswa.
Siswa belajar dengan cara mengerjakan,menemukan dan mengkontruksi
sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru melalui observasi langsung dengan
dengan melihat ikan aslinya ke akuarium atau ke pejual ikan, guru memberikan
contoh cara-cara membuat berbagai macam bentuk bentuk pola ukan, melalui
pertanyaan guru/ mengarahkan siswa untuk menemukan materi yang
dipelajari ,guru mengkondisikan kelas menjadi beberapa kelompok, masing-
masing satu kelompok dua orang, menghadirkan model untuk mempermudah
siswa dalam membuat hiasan timbang dengan berbagai macam bentuk ikan,
melakukan tanya jawab secara secara langsung pada tiap akhir pertemuan dan
penilaian yang dilakukan secara terus - menerus selama kegiatan pembelajaran
berlangsung.
Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) .
Langkah-langkah penerapan Contexual Teaching and Learning dalam kelas
sebagai berikut:
a. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja, menemukan dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan
9
baru. Siswa dilatih untuk memecahkan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan
bergulat dengan ide-ide dan kemudian mampu mengkonstruksinya. Dalam hal
ini, siswa akan membangun sendiri pengetahuannya melalui keterlibatan secara
observasi langsung melihat ikan di akuarium/penjual ikan di pasar serta dalam
proses pembelajaran.
b. Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.Merupakan
siklus proses dalam membangun pengetahuan atau konsep. Siklus inkuiri
meliputi observasi, tanya jawab, hipotesis,pengumpulan data,analisis data
kemudian di simpulkan . Proses pembelajaran di dasarkan pada penemuan dan
pencapaian melalui proses berpikir secara sistematis .Guru berperan untuk
mengoptimalkan kegiatan pada proses belajar sebagai motivator, fasilifator, dan
pengaruh. Guru merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat
menemukan sendiri materi yang harus dipahami.
c. Kembangkan sifat keingintahuan siswa dengan cara bertanya. Siswa bertanya
menunjukkan ada perhatian terhadap materi yang dipelajari dan ada upaya
untuk menemukan jawaban sebagai bentuk pengetahuan. Bagi guru, bertanya
adalah upaya mengaktifkan siswa, guru mendorong, membimbing, dan menilai
kemampuan berpikir siswa.
d. Ciptakan masyarakat belajar ( belajar dalam kelompok-kelompok ). Hasil
belajar yang diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antar
yang tahu ke yang belum tahu. Siswa dibagi dalam kelompok –kelompok yang
anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu
memberitahu yang belum tahu, yang cepat mendorong teman yang lambat.
10
e. Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Dalam sebuah
pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu ada model yang bisa di
tiru oleh siswa. Model dalam hal ini berupa cara mengoperasikan. atau guru
memberi contoh cara mengerjakan sesuatu.
f. Melakukan refleksi pada akhir pertemuan. Refleksi yaitu melihat kembali
atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk
mengidentifdikasi hal yang sudah atau belum di ketahui. Reflesi merupakan
respon terhadap kejadian, aktivitis atau pengalaman yang baru di terima.
g. Penilaian Autentik. Belajar di nilai tidak hanya dari hasil tetapi lebih pada
prosesnya dengan berbagai cara, menilai ketrampilan dan pengetahuan yang di
peroleh siswa. Penilaian autentik dilakukan selama dan sesudah proses
pembelajaran berlangsung. Bentuk kegiatan penilaian sebagai dasar untuk menilai
prestasi dan kompetensi siswa diantaranya demonstrasi dan karya siswa.
Keterkaitan antara kemampuan keterampilan membuat hiasan timbang
dengan Contextual Teaching And Learning ( CTL).
Teaching And Learning (CTL) adalah sebuah sistem yang menyeluruh.
Teaching And Learning (CTL) terdiri bagian-bagian yang saling terhubung. Jika
bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang
melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah. Seperti membuat
hiasan timbang atau gantung. Terdiri dari beberapa bagian-bagian. Contohnya
bahan-bahan untuk membuat hiasan timbang atau gantung yaitu benang, jarum,
kain planel, gunting, kapas, bila bambu, kerincing dan lem. Bahan-bahan tersebut
11
bila secara terpisah kurang mempunyai makna akan tetapi ketika digunakan secara
bersama-sama menjadi hiasan timbang atau gantung dalam bentuk ikan maka
akan lebih bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.
Kelebihan dan kelemahan pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL).
Menurut Elaine B. Johnson kelebihan dan kelemahan dalam pembelajaran
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah :
a. Kelebihan Contextual Teaching and Learning (CTL) yaitu :
1). Memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan bakat atau Potensi
melalui ketrampilan membuat hiasan timbang 2).Siswa mengaitkan pengalaman –
pengalaman barunya mengetahui dan mengetahui kegunaan hiasan gantung serta
dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
b.Kelemahan Contextual Teaching and Learning (CTL).
1).Guru lebih insentif dalam membimbing. Karena dalam metode Contextual
Teaching and Learning (CTL) , guru tidak lagi berperan sebagai puast
informasi .Tugas guru adalah mengolah kelas sebagai sebuah tim yang bekerja
sama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa .
Kemampuan belajar seseoran akan di pengaruhi oleh tingkat perkembangan dan
keluar pengalaman yang dimilikinya.Bagi anak tuna rungu untuk
mengembangkan pengetahua ketrampilan membuat hiasan timbang dengan bentuk
ikan ,guru harus lebih intensif dalam membimbing agar siswa dapat membuat
macam-macam bentuk ikan dan memahami kegunaan hiasan timbang dalam
kehidupan sehari-hari.
12
2).Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan
ide-idenya sendiri . Pada saat observasi melihat macam ikan siswa dapat
menerapkan pengalamannya membuat macam macam bentuk ikan sesuai dengan
pengalamannya dengan menggunakan strategi mereka sendiri . Dalam konteks ini
tentunya . guru memerlukan perhatian dan timbingan yang ekstra terhadap anak
tunarungu agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.
Pengertian Tuna Rungu.
Tuna rungu adalah anak yang memiliki hambatan perkembangan indra
pendengaran, anak tuna rungu tidak dapat mendengar suara atau bunyi.
kemampuan berbicaranyapun kadang menjadi terganggu. Ketunaannnya membuat
implikasi terhadap hal-hal yang khas dan komplek . sehingga mempengaruhi
pendidikan dan kehidupannya. kerusakan pendengaran mengakibatkan dampak-
dampak yang saling terkait , diantaranya anak tunarungu tidak punya daya
kreativitas , kurang respon dan lebih suka bekerja untuk hal-hal yang tidak
membutuhkan pikiran , sehingga mengakibatkan terhambatnya perkembangan
kecakapan hidup. Menurut pendapat Lewton dan Mackey ( 1969:129), bahwa
keterbelakangan atau hambatan perkembangan kognisi anak tuli ada hubungannya
dengan kemiskinan bahasa . Oleh karena perolehan informasi kurang, menjadikan
daya abtraksi dan imajinasinya mengalami hambatan pula. Sehingga anak dalam
membuat hiasan timbang kurang kreatif , karena menuangkan ide-idenya.
Dampak dari ketunarunguan.
1. Dampak Ketunarunguan Terhadap Perkembangan Intelegensi .
Perkembangan intelegensi amat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa. Anak
tunarungu akan nampak mempunyai intelegensia yang rendah disebabkan
13
karena kesulitan dalam memahami bahasa. Pandangan ini didukung oleh
pendapat Bacwin bahwa intelegensi rata-rata anak dengan gangguan
pendengaran lebih rendah daripada intelegensi anak normal, hal ini disebabkan
oleh gangguan bicaranya, oleh karena itu pada tes tanpa verbal didapatkan skor
yang mendekati normal.Sehingga mengalami kesulitan untuk memahami dan
mengingat sesuatu yang bersifat abstrak.
2. Dampak Ketunarunguan Terhadap Perkembangan Emosi .
Keterbatasan berkomunikasi pada anak tunarungu akan mengakibatkan rasa
terasing dari lingkungannya. Hal ini terbukti dari banyaknya keluarga dengan
anak tunarungu yang mengalami kesukaran untuk melibatkan diri anak dalam
keadaan dan kejadian sehari – hari supaya anak mengerti dan memahami apa
yan seharusnya diketahui dan dirasakan oleh orang lain. Beberapa temuan
penelitian menunjukkan bahwa banyak anak tunarungu yang beresiko terasing
dari pergaulan kehidupan luar. Keterasingan tersebut menimbulkan efek emosi
dan kepribadian negatif, antara lain egosentris, takut terhadap dunia luar,
tergantung pada orang lain, perhatian yang tidak mudah dialihkan, mudah
marah dan tersinggung.
3. Dampak Ketunarunguan Terhadap Perkembangan Sosial .
Manusia sebagai seorang individu dalam interaksi sosialnya akan selalu
menggunakan bahasa sebagai media untuk menjalin komunikasi. Sebagai
akibat gangguan dalam pendengarannya yang berdampak pada hambatan
berbahasa akan menjadikan hambatan pula bagi anak tunarungu dalam
interaksi sosialnya.
14
Anak tunarungu seolah–olah terisolir dari lingkungannya karena adanya
kesalahpahaman antara masyarakat dengan anak tunarungu dimana
keduanya sama–sama memilki kesulitan untuk mengekspresikan bahasa dan
bicara. Masyarakat pada umumnya tidak mengerti bahasa anak tunarungu.
Karena anak tunarungu dalam berkomunikasi lebih banyak menggunakan
bahasa isyarat yang sebagian tidak begitu memahami bahasa tersebut.
Permasalahan yang dihadapi anak lainnya dapat diminimalkan melalui
kerjasama dengan beberapa orang yaitu orang tua, guru, dan masyarakat.
Mereka hendaknya berusaha memahami keadaan anak tunarungu yang sulit
berbahasa.
ketrampilan berbicara di tentukan oleh seberapa sering seseorang
mendengar orang lain berbicara.Menurut para pakar, perkembangan fungsi
berbahasa merupakan proses paling komplek diantara seluruh fase
perkembangan. Menurut (Hardiono Pusponegoro : 2003) fungsi berbahasa
seringkali menjadi indikator paling baik dari ada tidaknya gangguan
perkembangan intelek.Bersama-sama dengan perkembangan sensori
motorik,perkembangan fungsi bahasa akan menjadi fungsi perkembangan
sosial.
4. Dampak ketunarunguan terhadap fisik atau kesehatan.
Jalannya kaku dan agak membungkuk ( jika organ keseimbangan yang ada
pada telinga bagian dalam); gerak matanya lebih cepat, gerak tangannya
cepat/lincah dan pernafasannya pendek sedangkan kesehatannya pada
umumnya.
Hipotesis Tindakan
15
Dalam penelitian tindakan kelas ini diketengahkan hipotesis tindakan sebagai
berikut. Kemampuan membuat hiasan timbang akan meningkat apabila
menggunakan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) bagi anak
kelas III SLB/B Kemala Bhayangkari 2 Gresik.
Metode Penelitian.
Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas [PTK]. Dilakukan untuk
mengatasi permasalahan di kelas.Hal ini sesuai dengan pendapat Uno,
Lamatenggo, dan Koni (2011:41) yang menyatakan bahwa: penelitian tindakan
kelas adalah penelitian yang dilakukan guru di dalam kelasnya sendiri melalui
refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya, sehingga proses
pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan hasil belajar siswa meningkat.
Proses PTK dimulai dari tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan, dan
reflektif untuk memecahkan masalah demi peningkatan kualitas pembelajaran di
kelas. Penelitian ini dilakukan secara kolaboratif. berpasangan antara fihak yang
melakukan penelitian dengan pihak yang mengamati proses jalannya
tindakan,Arikunto (2010:17). Cara ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi
unsur subjektifitas pengamat serta mutu kecermatan pengamatan yang dilakukan.
Adapun teman sejawat yang dijadikan kolabolator dengan Guru ketrampilan di
SDLB. SLB A.B Kemala Bhyangkari 2 Gresik.
Desain PTK Model Kemmis & Mc Taggart. Menurut model Kemmis & Mc
Taggart dalam Zainal Aqib ( 2009 : 13 ),desain pelaksanaan penelitian tindakan
kelas adalah sebagai berikut:
16
Dengan desain sebagai berikut:
Gambar : 3.1 Spiral Tindakan Kelas (Adaptasi dari Hopkins, 1993:48 )
1. Perencanaan. Merencanakan tindakan dengan mempersiapkan perangkat
pembelajaran [ RPP,materi dan lembar penilaian] dan instrumen penelitian
[ lembar observasi aktivitas guru dan siswa ]
17
aksi
Observasi
Refleksi
Perencanaan Ulang
Refleksi
Observasi
aksi
Perencanaan Masalah
Identifikasi Masalah
2. Tindakan /aksi. Melaksanakan tindakan yang disesuaikan dengan RPP yang
telah dibuat dan pelaksanaannya dilakukan dalam dua siklus masing-masing
siklus empat kali pertemuan.
3. pengamatan/Observasi. melakukan pengamatan dengan mengisi lembar
observasi siswa untuk mengukur tingkat aktivitas siswa dan hasil membuat
hiasan timbang dengan berbagai macam pola hiasan ikan.
4. Refleksi .Pada tahap ini dilakukan analisis apakah pelaksanaan tindakan yang
dilakukan telah sesuai dengan apa yang telah direncanakan, kemudian
menganalisis penyebabnya, lalu dibuat rencana tindakan revisi untuk
pengembangan selanjutnya.
Subjek Penelitian .Adapun lokasi dalam penelitian ini di SLB.AB Kemala
Bhayangkari 2 Gresik. Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian
adalah siswa kelas III SDLB-B tahun ajaran 2011/2012 dengan jumlah empat
siswa.
Tehnik Pengumpulan Data. Sugiono ( 2011:308), menyatakan bahawa:
pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data . Tehnik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan tes.
1. Observasi .Arifin, (2012:231) menyatakan bahwa:observasi merupakan tehnik
pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan pengamatan dan pencatatan
secara sistematis, logis, obyektif dan rasional mengenai berbagai fenomena
untuk mencapai tujuan tertentu. Dari data yang di peroleh pada pelaksanaan
18
siklus 1 dan II dari pertemuan 1 sampai 4, maka peneliti melakukan analisis
data melalui 3 tahap yaitu:mereduksi data dengan menyeleksi,
menyederhanakan, mengelompokkan dan mengorganisasi data mentah
kemudian memaparkan data yaitu dengan menampilkan data yang telah di
reduksi dalam bentuk tabel maupun diskripsi. proses pengamatan ini, data
diperoleh tes ketrampilan membuat hiasan timbang dengan berbagai macam
bentuk ikan, observasi dan dokumentasi kegiatan. Hasil pengamatan digunakan
sebagai data kualitatif yang menilai keberhasilan penelitian secara proses.
2. Tes adalah serentetan atau latihan yang digunakan untuk mengukur
ketrampilan, pengetahuan, sikap, intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok, Riyanto (2001:103). Tes dalam
penelitian ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam membuat
ketrampilan hiasan timbang dengan berbagai jenis bentuk ikan . Seperti : (a)
membuat pola; (b) menggunting pola; (c) mengisi kapas dan menjahit pola; (d)
menempel hiasan; (e) memasang benang dan kerincing.
Tehnik Analisa data hasil aktifitas dan hasil ketrampilan siswa terhadap
pembelajaran keterampilan membuat hiasan gantung melalui Contextual
Teaching And Learning (CTL) disajikan dalam bentuk skala huruf
( KS,K,C,B,BS). Analisa data yang dilakukan dengan menafsirkan nilai huruf
tersebut dalam kalimat yang bersifat kualitatif.
Hasil dan Pembahasan.
Berdasarkan hasil observasi dan analisis pada siklus I maka dapat diambil
kesimpulan. Siswa belum terbiasa dengan kondisi belajar dengan menggunakan
metode Contextual Teaching and Learning (CTL). Perkembangan aktivitas siswa
19
pada saat pembelajaran masih kurang yaitu 61.2%. Sebagian besar siswa kurang
antusias dalam mengikuti pembelajaran dan kurang mandiri. siswa dalam proses
pembelajaran masih belum berani menjawab pertanyaan guru, karena mereka
cenderung ragu sehingga terkesan pasif bila ditanyai guru dan siswa dalam
memberikan jawaban dinilai masih kurang tepat. Hal ini karena siswa tuna rungu
mengalami kesulitan dalam mengucapkan. Begitu juga tingkat pencapaian hasil
membuat hasil membuat Hiasan Timbang melalui penerapan Contextual Teaching
And Learning (CTL) masih tergolong rendah, yaitu pada pertemuan 1 sebesar 57
% dan pertemuan 4 sebesar 63 %. Keberhasilan yang dicapai masing-masing
siswa tuna rungu berbeda-beda seperti Al hanya mencapai 63 %, Ash hanya 58 %,
GN hanya 56 % dan FP mencapai 62 %. Berdasarkan hasil diskusi dengan guru
ketrampilan. kedua anak yang nilainya di bawah 60 % membutuhkan perhatian
khusus juga butuh bimbingan dalam menggunakan alat/bahan yang belum terbiasa
sehingga siswa lebih terampil dalam menggunting memasukkan kapas, menempel
hiasan dan memasukkan benang dan memasang benang.Hasil observasi pada
siklus II terhadap aktifitas guru meningkat menjadi 73 % pada pertemuan pertama
dan 82 % pada pertemuan ke empat. Serangkaian tindakan pada pelaksanaan
kemampuan ketrampilan membuat hiasan timbang melalui Contextual Teaching
And Learning (CTL) telah dilakukan pemberian tindakan pada tiap-tiap siklus
menunjukkan hasil yang berbeda-beda, Penyampaian materi serta pemberian
bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan dinilai sudah baik, terutama
keterlibatan siswa dalam pemanfaatan media baik sekali, sehingga pencapaian
aktifitas peneliti pada siklus II terjadi peningkatan dibandingkan dengan siklus I.
20
Setelah mengkaji hasil penilaian terhadap pencapaian kemampuan ketrampilan
membuat hiasan timbang melalui Contextual Teaching And Learning (CTL) dapat
meningkatkan kemampuan membuat hiasan timbang dengan berbagai pola macam
bentuk ikan hias yang dengan kriteria penilaian yang harus dicapai sebesar 75 %.
Berdasarkan hasil observasi pada siklus 2 maka dapat disimpulkan bahwa suasana
pembelajaran yang aktif mulai tercipta, siswa aktif dalam menjawab pertanyaan
dan bertanya pada guru, termotivasi saat melihat pemodelan secara langsung yaitu
mengamati macam-macam bentuk ikan di kolam/akuarium serta saling kerjasama
dalam menyelesaikan tugas. Hal ini dikarenakan keberhasilan peneliti dalam
memberikan bimbingan dan pengelolaan kelas yang mengalami peningkatan.
Siswa antusias dalam membuat hiasan timbang dan lebih mandiri tidak
menggantungkan pada gurunya lagi. Bila aktifitas siswa dalam pembelajaran pada
pertemuan pertama 75 % pada pertemuan ke empat mengalami peningkatan
sebesar 76 %. Dari hasil pengamatan pada siklus II menunjukkan bahwa
ketrampilan membuat hiasan timbang dengan pola berbagai macam bentuk ikan
mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini dibuktikan hasil membuat hiasan
membuat pola bentuk ikan sudah kreatif, dalam membuat hiasan bentuk ikan
sudah tapi dan bervariasi macam bentuknya dan jumlah bentuk pola ikannya
sudah banyak serta dalam menggunakan alat seperti: gunting, benang, jarum, dll,
Tidak kaku lagi.Skor rata-rata yang diperoleh siswa tuna rungu pada siklus II
adalah 75 %.Pada pertemuan pertama dan meningkat pada pertemuan ke empat
sebesar 75.5 %.
Berdasarkan hasil temuan penelitian tentang keaktifan siswa dalam
pembelajaran ketrampilan membuat hiasan gantung dengan pola berbagai macam
21
bentuk ikan siklus 1 menunjukkan adannya peningkatan keaktifan siswa dari
61,4 % menjadi 76 % atau terjadi peningkatan sebesar 14,6 %.
Temuan tersebut menunjukkan keaktifan siswa meningkat yang ditunjukkan
melalui keantusiasan siswa dalam proses mengamati berbagai macam bentuk
ikan. Hal ini dikarenakan siswa tunarungu lebih banyak belajar melalui visualnya
dan sesuai dengan pernyataan Sadjaah ( 2005 : 202) bahwa : pembelajaran pada
anak tunarungu harus dibantu dengan menggunakan media minimal gambar, oleh
karena melihat tulisan disertai dengan gambarnya akan lebih konkrit dan secara
visual dilihat secara nyata lebih melekat dalam ingatan, sehingga kognisi
ingatannya akan terlatih. Selain itu peneliti juga memodifikasi dan
menyederhanakan kalimat dalam materi benda – benda yang dapat bergerak
karena tiupan angin serta cara – cara membuat hiasan gantung agar dapat
dipahami oleh anak tunarungu, dengan begitu siswa menjadi lebih mudah
memahami. Hal ini dilakukan sesuai dengan pendapat Sumadi (1982: 11) yang
menyatakan bahwa: anak tunarungu sulit mengartikan ungkapan – ungkapan
bahasa yang mengandung arti kiasan/ abstrak. Peningktatan tersebut dikarenakan
adanya pemodelan yang dilakukan oleh peneliti pada setiap pertemuan. Kegiatan
tersebut dilakukan untuk memotivasi siswa agar tidak merasa ragu dalam
memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Hal ini sejalan
dengan pendapat Bunawan tentang teori natural yang mengatakan bahwa
pembelajaran yang bertolak dari pengalaman dan mengandalkan dorongan meniru
atau imitasi ternyata benar adanya dapat meningkatkan aktivitas siswa. Dipertegas
lagi oleh Bandura dan Walter ( Dalam Slameto, 2003) yang mengatakan bahwa:
tingkah laku baru dikuasai mula – mula dengan mengamati dan meniru suatu
22
model atau contoh. Dalam kegiatan tersebut, siswa saling berebut untuk
menjawab pertanyaan karena adanya sitem reward yang diterapkan peneliti
sehingga dapat memotivasi keaktifan siswa. Dalam tahap pasca pembuatan hiasan
gantung siswa terlihat sangat senang dalam merangkai pola dan memajang hasil
karya mereka di tempat pemajangan. Pada tahap tersebut siswa terlihat
bersemangat dan termotivasi untuk menunjukkan hasil karyanya. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darwawati, Endang dan Siti Purwati
(2009) yang menyatakan bahwa:kegiatan ekspose karya pribadi dapat
meningkatkan kepercayaan diri siswa. Kegiatan ini dilakukan oleh peneliti untuk
meningkatkan aktifitas dan kepercayaan diri siswa tunarungu dalam membuat
hiasan gantung. Pembelajaran ketrampilan membuat hiasan gantung dengan pola
berbagai macam bentuk ikan ditemukan keaktifan siswa tunatungu meningkat,
siswa juga lebih senang dan lebih bersemangat dalam belajar. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa teknik CTL dalam pembelajaran keterampilan membuat
hiasan gantung dengan pola berbagai macam bentuk ikan dapat meningkatkan
aktivitas siswa tunarungu kelas III SLB.AB Kemala Bhayangkari 2 Gresik.
Selain dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran
keterampilan, teknik CTL juga dapat meningkatkan ketrampilan membuat hiasan
gantung siswa tunarungu. Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil penilaian yang
menunjukkan ketrampilan siswa pada silkus 1 reratanya sebesar 59,7 %, pada
siklus 2 reratanya 75,5 %. Dari data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa
ketrampilan membuat hiasan gantung siswa tunarungu meningkat dari siklus 1
menuju siklus 2 sebesar 15,8%. Peningkatan keterampilan ini disebabkan karena
teknik yang digunakan dalam pembelajaran menulis cerita sesuai dengan
23
karakteristik siswa tunarungu. Anak gangguan pendengaran dijuluki sebagai insan
visual, oleh karena itu keseluruhan kegiatannya banyak ditopang oleh fungsi
visualnya ( Sadjaah, 2005: 24). Dengan karakteristik yang seperti itu, maka
diperlukan suatu teknik pembelajaran keterampilan yang inovatif untuk
memvisualisasikan materi pelajaran yang disampaikan untuk menghilangkan
kesan abstrak, sehingga materi pelajaran dapat tersampaikan secara efektif dan
efisien. Hal ini sesuai dengan pendapat Sadjaah ( 2005 : 202)
bahwa :pembelajaran pada anak tunarungu harus dibantu dengan menggunakan
media minimal gambar, oleh karena melihat tulisan disertai dengan gambarnya
akan lebih konkrit dan secara visual dilihat secara nyata lebih melekat dalam
ingatan, sehingga kognisi ingatannya akan terlatih. Selain itu, dalam pembelajaran
keterampilanmembuat hiasan gantung melalui tehnik CTL, peneliti melakukan
pengulangan kegiatan dengan memberi contoh cara membuat hiasan timbang
dengan berbagai macam bentuk ikan. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih
memahami bagaimana cara membuat hiasan gantung dengan benar. Pengulangan
yang dilakukan peneliti sejalan dengan pendapat John Locke (1940) bahwa:
prinsip utama dalam belajar adalah pengulangan. Makin seringdiulangi,materi
pelajaran akan semakin dikuasai.Penerapan CTL yang digunakan dalam
pembelajaran keterampilan membuat hiasan gantung ini dengan demonstrasi
secara langsung.Pembelajaran keterampilan membuat hiasan gantung dengan
tehnik CTL ditemukan keterampilan siswa tunarungu meningkat, siswa juga
lebih senang dan lebih bersemangat dalam belajar. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa CTL dalam pembelajaran keterampilan membuat hiasan gantung
dengan pola berbagai macam bentuk ikan dapat meningkatkan ketrampilan siswa
24
membuat macam –macam pola ikan, terampil dalam menggunakan alat dan lebih
memahami kegunaan jarum,gunting, benang serta siswa menjadi mandiri .
Simpulan dan Saran
Simpulan
Penelitian tindakan kelas dalam pembelajaran Kemampuan Keterampilan
Membuat Hiasan Timbang dengan pola berbagai macam bentuk ikan melalui
penerapan Contextual Teaching and Learning (CTL) menunjukkan adanya
peningkatan aktifitas siswa yang dibuktikan dengan rerata 58,5% pada pra
tindakan, 59 % pada siklus I pertemuan 1 dan 54 % pada pertemuan ke empat .
siklus II pertemuan pertama sebesar 75%, meningkat menjadi 79% pada
pertemuan ke empat . Dari data tersebut dapat disimpulkan adanya peningkatan
aktifitas siswa dari pra tindakan menuju siklus 1 sebesar 5,5 %, siklus 1 menuju
siklus 2 sebesar 14% .
Selain dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran
ketrampilan membuat hiasan timbang melalui penerapan Contextual Teaching
and Learning (CTL) juga dapat meningkatkan membuat hiasan timbang dengan
pola berbagai macam bentuk ikan siswa tunarungu. Hal ini dibuktikan dengan
adanya hasil penilaian siswa yang menunjukkan kemampuan membuat hiasan
timbang siswa pra tindakan 56%, pada silkus 1 reratanya sebesar 63%, dan pada
siklus 2 reratanya 79%. Dari data yang diperoleh dapat dikatakan
bahwaketrampilan membuat hiasan timbang siswa meningkat dari pratindakan
25
menuju siklus 1 sebesar 7%. Kemudian pada siklus I menuju siklus II
mengalami peningkatan sebesar 16%.
Saran
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pembelajaran
ketrampilan siswa tunarungu , khususnya siswa Sekolah Dasar Luar Biasa.
Sebaiknya penelitian ini dijadikan sebagai acuan meningkatkan
pembelajaran ketrampilan di rumah , sebagai tindak lanjut dari pembelajaran di
sekolah.
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu referensi dalam
pembelajaran ketrampilan membuat hiasan timbang melalui Contextual Teaching
and Learning (CTL) .
Pustaka Acuan
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Satuan Pendekatan Praktek. Jakarta.
Rineka Cipta.
Depdiknas. 2003. Pedoman Pelaksanaan Pengelolahan Pendidikan Berbasis Life
Skill di Sekolah Menengah Atas Khusus.
Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SDLB-B).
Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
Johnson, Elaine B. 2009. Contextual Teaching and Learning (CTL). Terjemahan
Ibnu Setiawan dan Pengantar Prof. Dr. A. Chaedar Alwasilah, Bandung,
http://bandono.web.id/2009/03/07/menyusun-model-pembelajaran-contextual-
teaching-and-learning-ctl.ph
hhtp://yahoo.com/ hakekat anakluar biasa.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Pusat Bahasa. Departemen Pendidikan
Nasional. Jakarta. Balai Pustaka.
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual. Malang. UNM.
26
Permen Diknas. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Sadjaah, E. dan Sukarjo. 1995. Bina Persepsi Bunyi dan Irama. Bandung.
Depdiknas.
Sadjaah,E. 2005. Pendidikan Bahasa Bagi Anak Gangguan Pendengaran dalam
Keluarga. Jakarta.Depdiknas.
Somat dan Hernawati. 1996. Orthopedagogik Anak Tuna Rungu. Proyek Pendidikan Guru Departemen P dan K.
Sugiono 2011. Metode penelitian pendidikan pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D Bandung : Alfabeta.
W. Gulo. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Munandar Utami,2009.Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.,Jakarta.Rineka Cipta
Wiriaatmadja Rochiati, 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas.Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
PLPG,2012 .Buku Panduan Instruktur dan Panitia.Surabaya.UNESA.
27