PENINGKATAN AKSES PETANI TERHADAP PERMODALAN DI...

4
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 PENINGKATAN AKSES PETANI TERHADAP PERMODALAN DI DAERAH LAHAN MARJINAL Oleh : Bambang Sayaka Dewa K.S. Swastika Rudy S. Rivai Supriyati Herman Supriyadi Andi Askin PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011

Transcript of PENINGKATAN AKSES PETANI TERHADAP PERMODALAN DI...

Page 1: PENINGKATAN AKSES PETANI TERHADAP PERMODALAN DI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2011_BSY.pdf · komersial (BRI, BNI tingkat pusat, provinsi dan kabupaten, Bank Jateng,

LAPORAN AKHIRPENELITIAN TA 2011

PENINGKATAN AKSES PETANI TERHADAPPERMODALAN DI DAERAH LAHAN MARJINAL

Oleh :Bambang Sayaka

Dewa K.S. SwastikaRudy S. Rivai

SupriyatiHerman Supriyadi

Andi Askin

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN2011

Page 2: PENINGKATAN AKSES PETANI TERHADAP PERMODALAN DI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2011_BSY.pdf · komersial (BRI, BNI tingkat pusat, provinsi dan kabupaten, Bank Jateng,

iv

RINGKASAN EKSEKUTIF

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. Pemerintah berupaya meningkatkan produksi pangan guna memenuhi kebutuhan domestik yang terus bertambah. Peningkatan produksi pangan bukan hanya dilakukan di lahan subur tetapi juga di lahan marjinal. Pengelola sawah tadah hujan umumnya petani miskin, infrastruktur terbatas, dan teknologi yang diterapkan masih tradisional. Pemanfaatan lahan kering secara optimal untuk menghasilkan produk pertanian menghadapi berbagai kendala, yaitu kendala biofisik, sosial, dan ekonomi. Masalah sosial dan ekonomi meliputi keterbatasan pengetahuan dan modal serta pemilikan lahan yang sempit seringkali menjadi penghambat adopsi teknologi usahatani lahan kering.

2. Pemberdayaan petani di lahan marjinal memerlukan pendekatan khusus. Pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUB) merupakan tahap awal untuk membantu petani di lahan marjinal dengan bantuan modal cuma-cuma. Kemudian dilanjutkan dengan bantuan kredit bergulir untuk kelompok lain yang belum memperoleh kredit. Jika kredit bergulir bisa berhasil dengan baik perlu ditingkatkan menjadi kredit bersubsidi. Tahap berikutnya baru bisa diterapkan kredit komersial dengan perlakuan khusus, misalnya tanpa agunan dari petani.

3. Pemanfaatan lahan marjinal untuk peningkatan produksi pangan sebenarnya relatif menjanjikan jika kendala-kendala yang ada bisa diatasi secara baik. Dari berbagai kendala yang ada, kendala sosial ekonomi terutama modal yang dimiliki oleh petani merupakan kendala yang cukup signifikan. Pemerintah telah meluncurkan berbagai kredit program untuk sektor pertanian, misalnya Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) termasuk linkage program dari kredit tersebut. Akses terhadap kredit formal, baik kredit program maupun linkage program melalui lembaga keuangan non bank dan kreditur lainnya, masih relatif sulit bagi petani. Jarang sekali KKP-E dialokasikan untuk usahatani di lahan marjinal karena risiko usahatani yang lebih tinggi dan tingkat keuntungan yang lebih rendah.

Tujuan Penelitian

4. Tujuan penelitian adalah: (a) Mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan usahatani tanaman pangan di lahan marjinal; (b) Mengkaji keragaan penyaluran, pemanfaatan, dan pengembalian kredit formal maupun kredit non formal serta kendala-kendala yang dihadapi; (c) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan petani untuk mengakses sumber permodalan formal dan non formal; dan (d) Menyusun alternatif strategi dalam upaya meningkatkan akses petani terhadap permodalan di lahan marjinal.

METODE PENELITIAN

5. Lokasi penelitian dilaksanakan di daerah pertanian tanaman pangan tadah hujan dan lahan kering, yaitu di Kabupaten Kendal, dan Kabupaten Temanggung (Jawa Tengah), serta tanaman pangan dan hortikultur lahan pasang surut, yaitu di Kabupaten Barito Kuala dan Kabupaten Tanah Laut (Kalimantan Selatan); dan tanaman pangan di dataran tinggi di Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Majalengka (Jawa Barat). Tanaman pangan meliputi padi dan palawija, serta hortikultura meliputi sayuran dan buah.

Page 3: PENINGKATAN AKSES PETANI TERHADAP PERMODALAN DI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2011_BSY.pdf · komersial (BRI, BNI tingkat pusat, provinsi dan kabupaten, Bank Jateng,

v

6. Responden penelitian meliputi: (i) Bank yang menjadi kreditur kredit program dan komersial (BRI, BNI tingkat pusat, provinsi dan kabupaten, Bank Jateng, Bank Kalsel, Bank Jabar Banten tingkat provinsi dan kabupaten); (ii) Petani, kelompok tani, koperasi, pedagang, dan pengolah hasil pertanian yang menjadi debitur bank penyalur kredit program (BNI, BRI, Bank Jabar-Banten, Bank Kalsel, Bank Jateng; (iii) Debitur penerima BLM (PNPM Mandiri); (iv) Instansi terkait (Dinas Pertanian dan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kabupaten.

7. Metode analisis untuk menjawab tujuan (1), (2) dan (3) adalah analisis deskriptif, sementara itu, untuk menjawab tujuan (4) adalah metode SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats).

HASIL PENELITIAN Tujuan 1: Mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan usahatani tanaman

pangan di lahan marjinal. 8. Sumber pembiayaan petani di lahan marjinal bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu

pembiayaan formal dan non formal. Pembiayaan formal berasal dari bank atau lembaga keuangan lainnya dengan perjanjian kredit resmi antara kreditur dan debitur (petani). Pembiayaan non formal diperoleh petani melalui pedagang sarana produksi dan hasil pertanian atau pihak lainnya.

9. Pembiayaan formal secara umum dikelompokkan menjadi dua, yaitu kredit komersial dengan bunga yang berlaku di pasar dan kredit program yang bunganya disubsidi pemerintah. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) dan Kredit usaha Rakyat (KUR) merupakan kredit program yang banyak diakses petani. Resi Gudang, PKBL, dan PNPM relatif sedikit diakses oleh petani. Kredit program pertanian juga harus bersaing dengan kredit program dari perbankan maupun Kementerian lainnya. KUR mikro (Rp 20 juta ke atas) menerapkan bunga subsidi, tetapi KUR ritel (kurang dari Rp 20 juta) menerapkan bunga yang sama atau lebih tinggi dari bunga kredit komersial. Pembiayaan non formal menerapkan bunga jauh tinggi dari kredit formal tetapi lebih banyak diakses oleh petani karena persyaratan yang lebih mudah.

Tujuan 2: Mengkaji keragaan penyaluran, pemanfaatan, dan pengembalian kredit

formal maupun kredit non formal serta kendala-kendala yang dihadapi 10. KKP-E lebih banyak disalurkan untuk budidaya tebu, kemudian ternak, tanaman

pangan, hortikultura, dan pengadaan pangan. Budidaya tanaman pangan dan hortikultura kurang menarik bagi bank dibanding budidaya tebu dan ternak. KKP-E untuk tanaman pangan lebih banyak dibiayai oleh BRI, sedangkan BNI dan BPD (Jateng, Jabar, dan Kalsel) kurang berminat. Dampaknya adalah sebagian petani tanaman pangan menerima KUR yang bunganya lebih besar dari KKP-E. Pengadaan pangan selain mendapat pembiayaan dari KKP-E juga dari KUR.

11. Umumnya petani maupun pedagang saprodi dan hasil pertanian memanfaatkan kredit sesuai pengajuan agar bisa mengembalikan kredit sesuai jadwal. Penundaan angsuran kredit biasanya terjadi karena gagal panen. Hal ini mengakibatkan petani tidka bisa meminjam untuk musim berikutnya.

12. Tingkat kredit macet relatif kecil untuk KKP-E dan sedikit lebih besar untuk KUR. Pihak bank juga berupaya agar kredit macet tidak melebihi 5 persen guna menghindari sangsi bank Indonesia. Monitoring oleh pihak bank cukup intensif dilakukan agar debitur selalu mengetahui hak dan kewajibannya.

Page 4: PENINGKATAN AKSES PETANI TERHADAP PERMODALAN DI …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2011_BSY.pdf · komersial (BRI, BNI tingkat pusat, provinsi dan kabupaten, Bank Jateng,

vi

Tujuan 3: Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan petani untuk mengakses sumber permodalan formal dan non formal.

13. Kelompok tani yang bisa mengakses kredit program karena mempunyai faktor-faktor internal yang mendukung, yaitu memiliki sertifikat tanah untuk agunan, tidak mmepunyai tunggakan kredit di bank, dan menanam komoditas sesuai kondisi lahan serta mudah memasarkannya. Faktor-faktor penghambat akses kredit program antara lain tidak mengetahui prosedur perbankan dan tidak mempunyai sertifikat tanah.

14. Faktor-faktor eksternal yang mempermudah akses kredit antara lain mengetahui prosedur perbankan karena ada pendampingan dari bank atau PPL dan bunga kredit rendah. Faktor eksternal yang menghambat akses kredit program antara lain prosedur kredit rumit karena tidak ada pendampingan, biaya sertifikat lahan mahal, dan tidak ada keringanan jika terjadi gagal panen.

Tujuan 4: Menyusun alternatif strategi dalam upaya meningkatkan akses petani

terhadap permodalan di lahan suboptimal. 15. Prosedur pengajuan kredit disederhanakan agar kelompok tani yang baru pertama

akses kredit bisa lebih mudah. Pendampingan bagi kelompok tani harus difasilitasi oleh bank atau Dinas terkait. Biaya pembuatan sertifikat tanah yang mahal harus dibuat lebih murah agar lebih terjangkau oleh sebagian besar petani. Sosialisasi kredit program oleh bank dan Dinas terkait dilakukan ebih intensif sehingga semakin dikenal masyarakat terutama petani dna pedagang saranana produksi dan hasil pertanian.

IMPLIKASI KEBIJAKAN 16. Perlu penyederhanaan kredit program pertanian agar mempermudah dalam

pelaksanaan, sosialisasi dan monitoring. Di lapang terjadi persaingan dalam menyalurkan berbagai kredit program tersebut.

17. Kredit program untuk sektor pertanian, khususnya subsektor pangan, harus mendapat alokasi khusus dan tidak digabung dengan sub sector lainnya. Demikian pula kredit program pertanian tidak diganung dengan sektor lainnya karena bank akan lebih mengutamakan sektor non pertanian.

18. Asuransi pertanian diperlukan untuk menjamin kredit program sehingga petani mendapatkan keringanan bagi petani jika terjadi gagal panen.

19. Linkage program perlu diperluas karena mempermudah akses modal bagi petani walaupun bunganya relatif lebih tinggi.

20. Pembuatan sertifikat tanah harus dipermudah sebagai syarat utama agunan dalam pengajuan kredit formal agar semakin banyak petani yang bisa mengakses kredit.

21. Penyuluhan untuk lahan marjinal agar dilakukan lebih intensif terutama anjuran petani untuk menanam komoditas bernilai ekonomi tinggi yang lebih sesuai lingkungan setempat. Disamping itu sarana dan prasarana pertanian di lahan marjinal perlu diperbaiki agar lebih kompetitif serta menarik bagi perbankan.