Peninggalan Arkeologis Di Pujon

2
Peninggalan arkeologis di Pujon A.Watu Gilang benteng kuno peninggalan kerajaan Kediri Pada saat Kediri diperintah oleh Kertajaya, terjadi pertentangan antara para brahmana dan Raja Kertajaya. Hal ini terjadi karena para brahmana menolak menyembah raja yang menganggap dirinya sebagai dewa. Para brahmana lalu meminta perlindungan pada Ken Arok.Saat itu Ken Arok merupakan akuwu dari Tumapel,Setelah sebelumnya membunuh Tunggul Ametung dan menikahi Ken Dedes. Kesempatan ini digunakan Ken Arok untuk membebaskan Tumapel dari kekuasaan Kediri.Pasukan Tumapel menuju kediri melalui jalur gunung Dworowati.Akhirnya terjadi pertempuran di Ganter,sebuah desa yang terletak di lereng gunung Dworowati Pujon.Pada pertempuran tersebut pasukan Kediri menghadapi prajurit Tumapel pimpinan Ken Arok yang di dukung para brahmana dari Kediri, sedangkan pemimpin dari pasukan Kediri adalah Mahisa Wulungan,saudara dari raja Kertajaya. Akhirnya pertempuran dimenangkan oleh pasukan Tumapel. Di lokasi tempat terjadinya pertempuran tentara Tumapel melawan Kediri,terdapat banyak peninggalan arkeologis.Salah satunya adalah watu gilang,sebuah benteng setinggi 4 meter dengan panjang 27 Meter.Benteng ini diduga merupakan sarana pertahanan pasukan Kediri untuk menghalau serangan dari pasukan Tumapel yang dipimpin Ken Arok.Di sekitar Benteng yang disebut dengan watu gilang tersebut juga terdapat beberapa makam kuno.Menurut juru kunci watu gilang,makam tersebut merupakan persemayaman terakhir dari prajurit yang gugur saat pertempuran Ganter .Di situs Watu Gilang ini terdapat beberapa tulisan kuno berukuran besar yang terpampang di salah satu batu. Bentuk tulisan di Watu Gilang itu berbeda dengan temuan pada seluruh situs di wilayah Jawa Timur.Adapun makna dari tulisan yang ada di watu gilang,hingga kini belum berhasil diungkap.Selain benteng dan makam kuno,di komplek situs Watu Gilang ini juga terdapat arca berukuran sangat besar.Tak jauh dari komplek pemakaman watu gilang, tepatnya di puncak gunung Kukusan,juga terdapat sebuah makam kuno,namun tidak diketahui secara pasti keterkaitan makam ini dengan pertempuran Ganter yang terjadi di gunung Dworowati. Kini watu gilang menjadi salah satu objek wisata religi di Kecamatan Pujon namun,untuk dapat sampai ke Watu Gilang, pengunjung harus melewati rute menanjak berupa jalan desa beraspal dan jalan perbukitan yang curam.Pengunjung bisa berjalan kaki melewati desa Ngabab atau memanfaatkan jasa ojek yang banyak tersedia di sekitar STA Mantung.Tarif ojek ke watu gilang berkisar antara 50-70 ribu per orang.Pengunjung yang datang ke watu gilang tak hanya berasal dari Malang raya, banyak pengunjung yang datang dari luar kota,bahkan dari luar pulau.Kebanyakan pengunjung datang ke watu gilang untuk melakukan ritual di makam Mbah Semuo,namun ada juga pengunjung yang hanya sekedar tracking,hunting objek photo dan melakukan penelusuran sejarah.Disekitar Watu gilang,terdapat dua gunung yang memiliki rute tracking cukup menantang,yakni gunung Dworowati dan gunung Kukusan.Selain itu ada pula jalan pintas yang menghubungkan antara kecamatan Pujon dan Ngantang.

description

deskripsi singkat peninggalan kerajaan kediri di Pujon

Transcript of Peninggalan Arkeologis Di Pujon

Page 1: Peninggalan Arkeologis Di Pujon

Peninggalan arkeologis di Pujon

A.Watu Gilang benteng kuno peninggalan kerajaan Kediri

Pada saat Kediri diperintah oleh Kertajaya, terjadi pertentangan antara para brahmana dan Raja Kertajaya. Hal ini

terjadi karena para brahmana menolak menyembah raja yang menganggap dirinya sebagai dewa. Para brahmana

lalu meminta perlindungan pada Ken Arok.Saat itu Ken Arok merupakan akuwu dari Tumapel,Setelah sebelumnya

membunuh Tunggul Ametung dan menikahi Ken Dedes. Kesempatan ini digunakan Ken Arok untuk membebaskan

Tumapel dari kekuasaan Kediri.Pasukan Tumapel menuju kediri melalui jalur gunung Dworowati.Akhirnya terjadi

pertempuran di Ganter,sebuah desa yang terletak di lereng gunung Dworowati Pujon.Pada pertempuran tersebut

pasukan Kediri menghadapi prajurit Tumapel pimpinan Ken Arok yang di dukung para brahmana dari Kediri,

sedangkan pemimpin dari pasukan Kediri adalah Mahisa Wulungan,saudara dari raja Kertajaya. Akhirnya

pertempuran dimenangkan oleh pasukan Tumapel.

Di lokasi tempat terjadinya pertempuran tentara Tumapel melawan Kediri,terdapat banyak peninggalan

arkeologis.Salah satunya adalah watu gilang,sebuah benteng setinggi 4 meter dengan panjang 27 Meter.Benteng ini

diduga merupakan sarana pertahanan pasukan Kediri untuk menghalau serangan dari pasukan Tumapel yang

dipimpin Ken Arok.Di sekitar Benteng yang disebut dengan watu gilang tersebut juga terdapat beberapa makam

kuno.Menurut juru kunci watu gilang,makam tersebut merupakan persemayaman terakhir dari prajurit yang gugur

saat pertempuran Ganter .Di situs Watu Gilang ini terdapat beberapa tulisan kuno berukuran besar yang

terpampang di salah satu batu. Bentuk tulisan di Watu Gilang itu berbeda dengan temuan pada seluruh situs di

wilayah Jawa Timur.Adapun makna dari tulisan yang ada di watu gilang,hingga kini belum berhasil diungkap.Selain

benteng dan makam kuno,di komplek situs Watu Gilang ini juga terdapat arca berukuran sangat besar.Tak jauh dari

komplek pemakaman watu gilang, tepatnya di puncak gunung Kukusan,juga terdapat sebuah makam kuno,namun

tidak diketahui secara pasti keterkaitan makam ini dengan pertempuran Ganter yang terjadi di gunung Dworowati.

Kini watu gilang menjadi salah satu objek wisata religi di Kecamatan Pujon namun,untuk dapat sampai ke Watu

Gilang, pengunjung harus melewati rute menanjak berupa jalan desa beraspal dan jalan perbukitan yang

curam.Pengunjung bisa berjalan kaki melewati desa Ngabab atau memanfaatkan jasa ojek yang banyak tersedia di

sekitar STA Mantung.Tarif ojek ke watu gilang berkisar antara 50-70 ribu per orang.Pengunjung yang datang ke

watu gilang tak hanya berasal dari Malang raya, banyak pengunjung yang datang dari luar kota,bahkan dari luar

pulau.Kebanyakan pengunjung datang ke watu gilang untuk melakukan ritual di makam Mbah Semuo,namun ada

juga pengunjung yang hanya sekedar tracking,hunting objek photo dan melakukan penelusuran sejarah.Disekitar

Watu gilang,terdapat dua gunung yang memiliki rute tracking cukup menantang,yakni gunung Dworowati dan

gunung Kukusan.Selain itu ada pula jalan pintas yang menghubungkan antara kecamatan Pujon dan Ngantang.

Page 2: Peninggalan Arkeologis Di Pujon

Prasasti Sebaluh

Prasasti Sebaluh,ditemukan di punden dusun Sebaluh kecamatan Pujon.Prasasti tersebut ditemukan dalam kondisi

tercecer,sehingga makna tulisan dalam prasasti sulit terungkap.Berdasarkan Informasi dari warga sekitar, prasasti

tersebut sengaja disembunyikan di punden sejak sekitar tahun 1975 lalu. Warga sempat melihat kondisi prasasti juga

sudah seperti itu, dan berdekatan dengan Punden. Kala itu, sempat ada sebuah pergerakan massa yang merusak

punden dan prasasti, dengan alasan agar tidak disembah untuk menghindari perbuatan syirik

Harjoto Juru Kunci Candi Songgoriti memperkirakan bahwa prasasti tersebut dibuat pada abad 9 atau 10 karena

struktur batu maupun tulisan, bentuknya sama seperti Prasasti Songgoriti dan Turian (Turen). Dia juga menyakini,

penulisnya sama dan dikerjakan sejak zaman Mpu Sindok atau Mpu Supo. Tulisan dalam prasasti itu, menggunakan

Bahasa Sansekerta. Namun makna tulisannya belum diketahui. Diperkirakan, prasasti tersebut sebagai tanda jika

kawasan Sebaluh dan sekitarnya, merupakan daerah pertanian yang subur sejak zaman dahulu. Hal itu ditandai

dengan keberadaan lingga dan yoni, yang ditemukan bersamaan dengan prasasti.

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Dosen Universitas Negeri Malang Dwi Cahyo,menurutnya berdasarkan

penelitian yang dilakukan peneliti asal Belanda, Professor G.G. Casparit,bentuk huruf Prasasti Sebaluh yang

ditemukan di Pujon Malang diduga dibuat pada zaman Majapahit, sekitar abad XIV . Sejaman dengan prasasti

Selobrojo yang ditemukan di Banjarejo ,Ngantang.Cahyo memperkirakan bahwa prasasti tersebut berisi penetapan

Sebaluh sebagai desa Pardikan(merdeka)

Sementara sesepuh punden dan juru kunci punden Sebaluh, Wajib Abraham menceritakan, prasasti itu pernah

dibaca oleh Dinas Kebudayaan. Isinya, punden itu ada sejak abad ke IX. Pada abad XVI, kerajaan mataram terpecah

jadi dua, yakni Ngayogyo Adi Ningrat dan Surakarta Adi Ningrat.Pada saat Mataram mengalami perpecahan,salah

seorang putra raja Mataram, mbah Ageng Ki Hajar Seguh bertapa di lokasi yang kini menjadi punden Sebaluh

Penemuan Uang logam Kuno Pujon Kidul

September 2010,kepingan uang logam kuno ditemukan di desa Pujon Kidul. Uang koin kuno berbahan tembaga dan

kuningan itu berbentuk bulat sebesar uang logam Rp 500. Pada bagian tengahnya berlubang segi empat. Di salah

satu sisinya tertera huruf China. Ribuan keping uang koin kuno itu secara keseluruhan diperkirakan berbobot 50

kilogram .

Koin kuno ini diperkirakan peninggalan Dinasti Ching dan Dinasti Ming yang berkuasa pada abad ke-13 hingga abad

ke-16. Widya Heri Setyowati, arkeolog BP 3 Trowulan mengatakan, koin kuno ini dipergunakan pada jaman Dinasti

Ming hingga Dinasti Ching yang berkuasa sekitar abad 13 hingga abad 16.Lokasi penemuan koin kuno kemungkinan

pada masa lampau merupakan jalur yang dilewati tentara China menuju Singosari. Diperkirakan jumlah uang yang

dibawa terlalu besar, sehingga sebagain di antaranya diamankan dengan cara ditanam di tanah. “Terlalu banyak

kalau uang ini dibawa untuk logistik perang.