Penilaian Tingkat Keberhasilan Penerapan Smart City di ... · Penilaian Tingkat Keberhasilan...

27
Makalah II4071 Keprofesian STI Penilaian Tingkat Keberhasilan Penerapan Smart City di Kota Bandung Studi Kasus: Program e-Punten Kelompok: Teo Wijayarto 18215004 Airinnisa Nur Hidayati 18215020 Fathia Andita Resapati 18215031 Aliyah Sausan Huwel 18215040 Tessa Angela 18215046 Program Studi Sistem dan Teknologi Informasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung 2018

Transcript of Penilaian Tingkat Keberhasilan Penerapan Smart City di ... · Penilaian Tingkat Keberhasilan...

Makalah II4071 Keprofesian STI

Penilaian Tingkat Keberhasilan Penerapan Smart City di Kota Bandung

Studi Kasus: Program e-Punten

Kelompok:

Teo Wijayarto 18215004 Airinnisa Nur Hidayati 18215020 Fathia Andita Resapati 18215031 Aliyah Sausan Huwel 18215040 Tessa Angela 18215046

Program Studi Sistem dan Teknologi Informasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika

Institut Teknologi Bandung 2018

1. Pendahuluan

e-Punten merupakan singkatan dari elektronik Pendaftaran Penduduk Tidak Permanen. Aplikasi tersebut dibuat untuk menggantikan metode pembuatan surat keterangan tinggal sementara (SKTS) di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) bagi para warga pendatang yang tinggal sementara di Kota Bandung. Istilah “punten” sendiri berasal dari Bahasa Sunda yang bermakna “permisi”.

Gambar 1 Contoh SKTS Hasil Pendaftaran e-Punten

e-Punten dirilis pada Kamis, 7 September 2017. Aplikasi tersebut tersedia di Play Store dan memiliki situs web sendiri (epunten.bandung.go.id). Pembuatan SKTS melalui e-Punten bersifat wajib sehingga pendatang bisa terdata dengan baik.

Gambar 2 Situs Web e-Punten

1

Setelah registrasi, pendaftar akan mendapat balasan dan petunjuk lanjutan dari petugas untuk mendapat surat keterangan tinggal sementara (SKTS). Kartu tersebut nantinya bisa dicetak di kantor kecamatan pendaftar tinggal.

2. Landasan Teori

2.1 Pemahaman terkait Kota Cerdas

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3, permasalahan yang dihadapi kota memiliki tingkat kompleksitas yang berkembang pesat seiring berjalannya kasus. Seringkali, kapasitas solusi konvensional tidak dapat memenuhi kapasitas permasalahan kota tersebut. Oleh karena itu, kota memerlukan solusi yang inovatif untuk menyediakan solusi berkapasitas lebih besar.

Gambar 3 Permasalahan Kota dan Solusinya Saat Ini

Teknologi informasi merupakan sebuah enabler yang berpotensi dalam mengembangkan solusi yang inovatif dan efektif serta berkapasitas tinggi. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa kota cerdas tidak setara dengan kota TI atau kota digital.

Kota cerdas merupakan sebuah kota yang mampu memanfaatkan sumber dayanya secara efektif dan efisien untuk menyelesaikan tantangan apapun melalui solusi yang inovatif, terintegrasi, dan berkelanjutan dengan menyediakan infrastruktur dan memberikan layanan kota untuk meningkatkan kualitas hidup warganya.

Inovatif berarti gagasan-gagasan solusi baru tersebut memanfaatkan sumber daya secara lebih efisien dan efektif serta berkapasitas tinggi. Sementara itu, terintegrasi berarti solusi tersebut harus dikelola bersama baik antar institusi pemerintahan maupun antara pemerintah dan non pemerintah, baik secara vertikal maupun horizontal. Berkelanjutan berarti solusi tersebut harus dirancang untuk dapat bertahan dan tetap relevan dalam waktu yang lama.

2

2.2 Kerangka Kota Cerdas

2.2.1 Garuda Smart City Framework (GSCF)

GSCF merupakan sebuah kerangka komprehensif yang mendefinisikan Kota Cerdas, mengusulkan model untuk Kota Cerdas, dan didukung oleh beberapa komponen pendukung. GSCF dikembangkan oleh Smart City and Community Innovation Center (SCCIC) Institut Teknologi Bandung (ITB) dan diadopsi oleh Indonesia Smart Initiative sebagai Kerangka Kota Cerdas bagi Indonesia.

Sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 1, saat ini GSCF memiliki tiga versi. GSCF 1.0 yang dikenal sebagai GSC Model (GSCM) dirilis pada tahun 2015. GSCM hanya terdiri dari model dan model pengukuran yang terpisah. Sementara itu, GSCF 2.0 dirilis pada Juni 2017. Versi terakhir dari GSCF adalah GSCF 2.1, yang dirilis pada 1 November 2017, dengan sedikit revisi dari GSCF 2.0. Tabel 1 Versi GSCF

Parameter GSCF 1.0

GSCF 2.0 GSCF 2.1

Model GSCM 1.0

GSCM 2.0 GSCM 2.0

Model Pengukuran Hanya maturity model

Maturity vs. Kualitas Hidup

Maturity vs. Kualitas Hidup

Model Kolaborasi Tidak ada

Tidak ada Ada

Arsitektur Enterprise Tidak ada

Empat lapis Arsitektur Enterprise

Empat lapis Arsitektur Enterprise

Standar Tidak ada

Tidak ada Ada

Kanvas Layanan Tidak ada

Kanvas Layanan Kota Cerdas

Kanvas Layanan Kota Cerdas

Dirilis pada 2015 Juni 2017 November 2017

2.2.2 Arsitektur GSCF 2.1

GSCF 2.1 terdiri dari komponen-komponen dan keterhubungannya. Berikut ini merupakan komponen-komponen GSCF 2.1, disertai dengan keterhubungannya yang ditunjukkan pada Gambar 4.

3

1. Definisi Kota Cerdas, yang menjadi referensi paling utama bagi komponen lainnya. Komponen ini sangat penting karena terdapat banyak definisi kota cerdas di dunia.

2. Model Kota Cerdas, yang merupakan representasi kota atau kota cerdas. 3. Model Pengukuran, yang merupakan metode untuk mengukur tingkat kecerdasan dan

kualitas hidup. 4. Model Kolaborasi, yang merupakan skema kolaborasi yang diusulkan untuk

mensinergikan semua inisiatif kota yang melibatkan banyak komponen kota (pemangku kepentingan).

5. Siklus Pengembangan, yang merupakan siklus yang direkomendasikan untuk memastikan konektivitas antara identifikasi kebutuhan, perencanaan, pembangunan solusi, perilisan dan operasi yang berkelanjutan, serta pengawasan dan peningkatan.

6. Arsitektur Enterprise, yang merupakan referensi arsitektur untuk membantu penyelarasan antara bisnis, sistem informasi, dan teknologi informasi pada satu sisi serta penyelarasan sektor yang beragam di lain sisi.

7. Standar, yang merupakan referensi untuk memastikan konektivitas antar semua lapisan Arsitektur Enterprise, terutamanya dalam teknologi informasi.

8. Kanvas Layanan, yang merupakan kanvas sederhana yang direkomendasikan untuk merepresentasikan inisiatif kota cerdas manapun. Kanvas ini dirancang untuk merepresentasikan kelengkapan minimal terkait informasi dan pandangan yang dibutuhkan untuk inisiatif kota cerdas.

Gambar 4 Arsitektur GSCF 2.1

2.2.3 Hubungan antara GSCF 2.1 dan Kota Cerdas yang Sebenarnya

Kotak berwarna kuning pada Gambar 5 mewakili komponen arsitektur GSCF 2.1, sedangkan sisanya merupakan komponen sebuah kota cerdas.

4

Gambar 5 Hubungan antara GSCF 2.1 dan Kota Cerdas yang Sebenarnya

2.2.4 Model Kota Cerdas

Pada model yang ditampilkan pada Gambar 6, Kota Cerdas direpresentasikan sebagai tiga lapisan: (1) resources, (2) enablers, dan (3) services. Gambar 7 memaparkan ketiga lapisan tersebut dari segi arsitektur dan Tabel 2 menjelaskan definisi dari ketiga lapisan tersebut. Services dikelompokkan menjadi tiga lapisan, yakni (1) service domain, (2) service cluster, dan (3) service items, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. Layanan Kota Cerdas (service item) merupakan pemberian layanan aktual kepada warga. Layanan ini dapat diberikan oleh pemerintah, non-pemerintahan, atau kolaborasi antar keduanya.

5

Gambar 6 Model Kota Cerdas Menurut GSCF 2.1

Gambar 7 Model Kota Cerdas dari Segi Arsitektur

6

Tabel 2 Deskripsi Lapisan Model Kota Cerdas dari Segi Arsitektur

Lapisan Deskripsi

Resources Sesuatu yang tersedia di kota dan dapat digunakan sebagai sumber, misalnya manusia, lingkungan, sumber daya alam, dsb.

Enabler Resources yang telah ditingkatkan untuk mendukung suatu layanan. Terdapat tiga enabler: (1) manusia, (2) pemerintah, (3) infrastruktur, teknologi dan lingkungan.

Services Layanan-layanan yang disediakan oleh pemerintah maupun pihak lainnya

Gambar 8 Model Kota Cerdas dari Segi Layanan

2.2.5 Arsitektur Enterprise Kota Cerdas

Konsep Arsitektur Enterprise memodelkan sistem sebagai lapisan-lapisan Bisnis, Data, Aplikasi, dan Infrastruktur secara terintegrasi, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 9. Konsep tersebut dapat diterapkan dalam Kota Cerdas. Sebuah Kota Cerdas dapat dianggap sebagai mega enterprise dengan banyak komponen pembentuk yang akan menjaga integrasinya. Dengan demikian, Arsitektur Enterprise sebuah Kota Cerdas harus didefinisikan dan disepakati bersama untuk menjadi referensi bersama sejak awal sehingga integrasi data, aplikasi, dan infrastruktur teknologi dapat terjaga.

7

Gambar 9 Lapisan Arsitektur Enterprise

2.2.6 Standar Pendukung Kota Cerdas

Standar merupakan referensi yang digunakan untuk memastikan konektivitas antar semua lapisan Arsitektur Enterprise, terutamanya dalam segi teknologi informasi. Gambar 10 menampilkan standar yang ada pada setiap lapisan Arsitektur Enterprise Kota Cerdas.

Gambar 10 Standar Sistem dan Teknologi Informasi

2.2.6 Badan Kolaborasi Kota Cerdas

Model Kolaborasi Kota Cerdas diperlukan untuk mensinergikan semua inisiatif kota yang melibatkan banyak komponen kota, baik pemerintah maupun non-pemerintahan. Kota Cerdas dan e-Pemerintah seringkali dianggap sama, padahal berbeda. Tabel 3 menampilkan perbedaan antara Kota Cerdas dan e-Pemerintah. Gambar 11 menggambarkan keterhubungan antar keduanya.

8

Tabel 3 Kota Cerdas dan e-Pemerintah

Parameter e-Pemerintah Kota Cerdas

Tujuan Layanan publik yang lebih baik (oleh pemerintah)

Kota yang lebih baik

Proses pengelolaan internal yang lebih baik pada institusi pemerintahan

Lingkup Institusi pemerintahan suatu kota Seluruh kota

Cakupan Kendali Kendali penuh. Secara praktis, walikota memiliki kendali penuh atas semua komponen institusi pemerintahan.

Kendali parsial. Walikota tidak memiliki kendali atas non-pemerintahan. Sebagai contoh, walikota tidak bisa meminta perusahaan telekomunikasi untuk membangun jaringan baru di beberapa daerah kota.

Pelanggan Warga, pendatang, investor Warga, pendatang, investor

Gambar 11 Hubungan antara Kota Cerdas dan e-Pemerintah

e-Pemerintah relatif lebih mudah untuk diimplementasikan karena batasannya adalah institusi pemerintahan yang di bawah kendali penuh walikota. Akan tetapi, walikota tidak memiliki kendali penuh atas semua komponen kota untuk mendorong integrasi proses bisnis, data, aplikasi, dan infrastruktur. Integrasi dicapai sebagai sebuah kesepakatan berdasarkan diskusi panjang untuk menemukan titik keseimbangan yang memenuhi semua komponen kota.

9

Koordinasi dilakukan oleh sebuah badan kolaborasi yang secara aktif dipimpin oleh walikota, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 13, tidak terdapat komando dalam jenis organisasi ini sehingga kepercayaan dan kepemimpinan menjadi sangat penting.

Gambar 12 Badan Kolaborasi Kota Cerdas

Gambar 13 Struktur Organisasi Badan Kolaborasi Kota Cerdas

10

Berikut ini merupakan lingkup pekerjaan badan kolaborasi.

1. Menyelenggarakan program koordinasi antar pemangku kepentingan kota 2. Merancang arsitektur enterprise kota sebagai referensi bersama untuk integrasi proses

bisnis, data, aplikasi, dan infrastruktur 3. Menyelenggarakan program Kota Cerdas (program kolaborasi yang dieksekusi secara

terpisah oleh pemangku kepentingan yang bersangkutan). Program ini berbeda dengan program pemerintah kota, yang dikenal sebagai Rencana Pemerintah Jangka x (RPJx), tetapi harus selaras dengan RPJx dan rencana semua pemangku kepentingan kota. Gambar 14 menunjukkan hubungan antar rencana-rencana tersebut.

4. Mengevaluasi pencapaian program Kota Cerdas

Perlu dicatat bahwa badan kolaborasi ini tidak mengeksekusi proyek; proyek dieksekusi oleh pemangku kepentingan yang bersangkutan. Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya menyusun rencana strategis dan portofolio proyek mereka sendiri yang selaras dengan program Kota Cerdas yang disetujui oleh semua pemangku kepentingan.

Gambar 14 Hubungan antar Rencana Pemangku Kepentingan

2.2.7 Pengukuran Kota Cerdas

GSCF 2.1 memiliki sebuah model pengukuran, yang menggabungkan dua dimensi kota seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15. Terdapat dua indikator utama untuk mengukur Kota Cerdas.

1. Kualitas Hidup, yang mengukur hasil akhir dari berbagai upaya yang diharapkan meningkatkan kualitas hidup.

2. Maturity Level Kota Cerdas, yang mengukur sejauh mana tingkat kematangan kota (pemerintah kota dan pemangku kepentingan lainnya) secara efektif, efisien, terintegrasi, berkelanjutan, dan terukur untuk menghasilkan layanan-layanan yang dapat meningkatkan kualitas hidup warganya.

11

Gambar 15 Gabungan antara Maturity Level dan Kondisi Kota

Maturity Level Kota Cerdas memiliki lima tingkatan, yaitu (1) ad-hoc, (2) initiative, (3) scattered, (4) integrated, dan (5) smart. Pada tingkatan ad-hoc, belum ada inisiatif formal Kota Cerdas. Pada tingkat initial, sudah mulai ada inisiatif formal Kota Cerdas yang tercantum dalam rencana formal kota yang dilakukan oleh pemerintah kota. Pada tingkatan scattered, pemerintah kota mengajak berbagai pihak di dalam kota untuk melakukan berbagai inisiatif Kota Cerdas, tetapi inisiatif tersebut tidak dijamin terintegrasi satu sama lain. Hal tersebut mungkin terjadi karena belum ada forum resmi untuk berkoordinasi dan belum ada rencana formal Kota Cerdas. Pada tingkatan integrated, pemerintah kota mengajak berbagai pihak di dalam kota untuk melakukan berbagai inisiatif Kota Cerdas yang terintegrasi. Hal tersebut didukung oleh forum resmi, misalnya Dewan Kota Cerdas, yang melibatkan seluruh komponen kota, serta menyepakati rencana formal pengembangan Kota Cerdas yang memperlihatkan rencana yang terintegrasi. Pada tingkatan smart, kota yang sudah mencapai kondisi integrated melakukan pengukuran kinerja pencapaian target dan peningkatan program-program Kota Cerdas. Tabel 4 menjelaskan Maturity Level Kota Cerdas secara lebih lanjut.

Tabel 4 Maturity Level Kota Cerdas

Perencana Kota Cerdas

Pengeksekusi Kota Cerdas

Badan Kolaborasi Kota Cerdas

Rencana Strategis Pemerintah

Rencana Kota Cerdas

Ad-hoc Tersedia Tidak tersedia Tidak tersedia Tersedia Tidak tersedia

Initial Pemerintah Pemerintah Tidak tersedia Tersedia Tidak tersedia

Scattered Pemerintah dan pemangku kepentingan

Pemerintah dan pemangku kepentingan

Tersedia, tetapi tidak efektif

Tersedia, tetapi tidak selaras dengan

Tersedia, tetapi tidak selaras dengan rencana pemerintah kota

12

lainnya lainnya rencana Kota Cerdas

Integrated Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya

Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya

Tersedia, hanya untuk membuat rencana Kota Cerdas

Tersedia dan selaras dengan rencana Kota Cerdas

Tersedia dan selaras dengan rencana pemerintah kota

Smart Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya

Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya

Tersedia untuk membuat rencana Kota Cerdas serta pengawasan dan peningkatan

Tersedia dan selaras dengan rencana Kota Cerdas

Tersedia dan selaras dengan rencana pemerintah kota serta memiliki KPI yang jelas

Gambar 16 menjabarkan komponen penilaian Maturity Level Kota Cerdas. Perhitungan taraf maturity dilakukan menggunakan Rumus 1. Ad-hoc memiliki taraf maturity senilai 0-20%. Initiative memiliki taraf maturity senilai >20-40%. Scattered memiliki taraf maturity senilai >40-60%. Integrative memiliki taraf maturity senilai >60-80%. Smart memiliki taraf maturity senilai >80-100%.

Gambar 16 Komponen Penilaian Maturity Level Kota Cerdas

13

Rumus 1 Perhitungan Taraf Maturity

2.2.8 Kanvas Layanan Kota Cerdas

Smart City Service Canvas (SCSC) merupakan kanvas sederhana yang direkomendasikan untuk merepresentasikan inisiatif kota cerdas manapun. Terinspirasi dari Business Model Canvas (BMC), komponen ini dirancang untuk merepresentasikan kelengkapan minimal terkait informasi dan pandangan yang dibutuhkan untuk inisiatif kota cerdas. Gambar 17 menunjukkan SCSC yang merupakan komponen dari GSCF 2.1.

Gambar 17 Kanvas Layanan Kota Cerdas

Berikut ini adalah manfaat penggunaan SCSC.

1. Relatif mudah untuk dibuat. 2. Terstandarisasi 3. Mencakup informasi minimal yang diperlukan untuk merepresentasikan suatu layanan 4. Berguna untuk komunikasi

2.2.9 Siklus Pengelolaan Kota Cerdas

14

Siklus Pengembangan, yang merupakan siklus yang direkomendasikan untuk memastikan konektivitas antara identifikasi kebutuhan, perencanaan, pembangunan solusi, perilisan dan operasi yang berkelanjutan, serta pengawasan dan peningkatan. Untuk menyukseskan siklus pengelolaan tersebut, perlu dicatat bahwa turut diperlukan analisis kebutuhan yang kuat, perpindahan yang jelas dari tahapan pembangunan (proyek) ke tahap pengoperasian dan pemeliharaan, dan budgeting yang mencakup pembangunan serta pengoperasian dan pemeliharaan. Gambar 18 memaparkan siklus pengelolaan Kota Cerdas.

Gambar 18 Siklus Pengelolaan Kota Cerdas

3. Metodologi

Metodologi yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang berlangsung saat ini atau saat lampau. Pada makalah ini, akan dibahas mengenai aplikasi e-punten serta kondisi dan evaluasinya.

4. Hasil

4.1 Analisis Kondisi

4.1.1 Analisis Stakeholder

Sebagai salah satu layanan Smart City di Bandung, terdapat beberapa pihak yang memiliki kepentingan cukup tinggi terhadap e-Punten. Berikut ini merupakan stakeholder analysis dari e-Punten.

15

No Stakeholder Peran Kondisi Saat Ini

1 Peziarah Pengguna utama dari layanan

Peziarah dapat mengakses sistem melalui website dan play store. Kemudian, peziarah akan mengisi biodata dan mengunggah file-file yang dibutuhkan

2 Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil

Mendapatkan data dari sistem, menjadi penyedia layanan bagi sistem

Dinas Kependudukan harus aktif dalam memberitahukan langkah-langkah selanjutnya dalam memberikan layanan surat izin tinggal sementara

3 Kecamatan Pencetak surat izin tinggal sementara

Kecamatan tempat peziarah tinggal memiliki tugas untuk mencetak hasil surat izin tinggal.

4 Developer Merawat website dan aplikasi sehingga layanan dapat digunakan dengan nyaman

Terdapat website dan aplikasi yang dapat digunakan

5 Google Play Store

Pihak ketiga yang menjadi perantara antara sistem dengan masyarakat

Jumlah unduhan sebanya 10.000 unduhan dengan rating 4.1 / 5.00

4.1.2 Analisis Internal

Berikut ini merupakan analisis dari e-Punten.

No Aspek Keterangan

16

1 Performance Berdasarkan keluhan-keluhan dari kolom komentar e-Punten di Google Play Store, terdapat beberapa masalah yang ditemukan. Peziarah sulit dalam mengunggah file-file tertentu, belum update nya data-data yang dimiliki, dan beberapa tidak dapat mengakses aplikasinya secara utuh. Sementara di sisi lain, website memiliki beberapa statistik sebagai berikut.

Dari statistik diatas, dapat dilihat bahwa bounce rate website e-Punten cukup besar yakni 31,4%. Hal ini menandakan bahwa banyak user yang hanya melihat halaman utama dari website, kemudian langsung meninggalkan user. Besarnya angka ini dapat dijustifikasi dari tidak adanya informasi bagaimana cara kerjam e-Punten di home page. Hal ini membuat sulitnya user untuk memahami e-Punten. Selain itu, website juga masih bersifat tidak secured.

2 Information Penyebaran Informasi mengenai e-punten sudah cukup baik dilakukan. Informasi e-punten telah disebar melalui channel besar seperti NET dan koran seperti Pikiran Rakyat. Namun, informasi yang tersebar masih bersifat berantakan dimana tidak ada kontrol info tertentu yang harus disampaikan kepada calon pengguna sehingga penjelasan mengenai e-punten menjadi bervarian. Namun, penyedia e-Punten masih kurang dalam berinteraksi dengan pengguna, terutama pengguna yang berkomentar dalam Google Play Store. Hal ini sangat disayangkan karena dengan menjawab pertanyaan dan keluhan dari user, e-Punten dapat memiliki hubungan yang baik dengan customer dan memiliki overall picture mengenai kondisi saat ini dari e-Punten

3 Time Efektifitas dan efisiensi dari sistem e-Punten masih belum tercapai. Banyak pengguna e-punten yang mengeluh mengenai sulitnya mengisi data dalam e-punten karena sistem tidak dapat mengizinkan save data sementara, dan pengguna tidak mengetahui mengenai keharusan upload file. Selain itu, keharusan untuk mendatangi kecamatan juga menjadi salah satu masalah karena apabila pemerintah sudah memiliki data mengenai penduduk tersebut, kenapa penduduk masih perlu mendatangi kecamatan. Keharusan

17

mendatangi kecamatan menjadikan malasnya peziarah menggunakan sistem ini.

4.1.3 Pemetaan Hasil Analisis terhadap SCLC

Services: e-Punten Cluster: Smart Governanace (Bureaucracy)

Integrated Key Players

Peziarah sudah mudah untuk mengakses aplikasi melalui website dan aplikasi

Integrated Key Activities

Sosialisasi telah dijalankan dengan baik. Namun, maintenance aplikasi masih perlu ditingkatkan

Innovative Value Propositions

Efektifitas dan efisiensi layanan masih kurang terutama dalam penyimpanan data serta keharusan mengunjungi kecamatan untuk mencetak surat

Citizen Segments

Pekerja asal luar kota

Mahasiswa asa luar kota

Service Measurement

Banyaknya orang yang mendaftarkan

Integrated Key Resources

Front-end dari website masih perlu diperbaiki terutama penjelasan mengenai cara kerja e-punten

Citizen Relationships

Belum dapat menjalin hubungan terhadap pengguna dengan baik

Quality of Life Indicators

Masih terdapat keluhan mengenai proses layanan

18

Government Roles

Pemerintah berperan sebagai Pelaksana dari kegiatan

Channels

Website masih belum dapat memberikan gambaran cara kerja e-Punten dengan baik, dan aplikasi masih sering down

Cost and Structures

Implementasi Website, Admin

Investors

-

Revenue Streams

Dana Pemerintah Daerah

Sustainability Strategy

Sosialisasi telah dijalankan dengan baik, namun targeted marketing belum terlaksana, terutama terhadap peziarah yang ingin tinggal

Governance

Meragukan adanya evaluasi dari sistem karena kurangnya engagement terhadap keluhan dari pengguna di Google Play Store

4.2 Analisis Kondisi Ideal

4.2.1 Model Kota Cerdas Layanan dapat direpresentasikan sebagai tiga lapisan: 1) Service domain : Smart Society 2) Service cluster : Smart Government 3) Service Item : e-Punten Sedangkan e-Punten sebagai layanan kota cerdas secara ideal dapat direpresentasikan dalam tiga lapisan:

19

1) Resources : Sumber daya manusia, dana, pengetahuan, infrastruktur 2) Enablers : a. Physical : Server, Komputer b. Financial : Biaya pembuatan website dan aplikasi e-punten c. Human Resource : Programmer, Divisi IT d. Know-how : Proses Disdukcapil, SKTS e. Pemerintahan : Kominfo f. Environment : Masyarakat yang tidak gagap teknologi 3) Services : Layanan yang disediakan oleh e-punten dapat terbagi dalam dua sub-sistem, yaitu: a. Layanan pada aplikasi atau website, yaitu layanan untuk mendaftar dan mengecek resi b. Layanan pengantaran SKTS melalui kantor pos. 4.2.2 Model Pengukuran Kota Cerdas Indikator utama untuk mengukur e-Punten: 1) Kualitas Hidup e-Punten diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup bagi masyarakat lokal, pendatan, maupun investor. Aplikasi ini berfungsi untuk memberi perlindungan kepada masyarakat lokal maupun pendatang, seperti pengecekan wilayah terorisme atau mewaspadai pendatang yang tidak terdaftar. Sedangkan diharapkan juga e-Punten dapat memberikan data yang terpercaya agar investor dapat memberikan layanan yang lebih terpersonalisasi. 2) Maturity Level e-Punten diharapkan memiliki tingkat kematangan kota secara efektif, efisien, terintegrasi, berkelanjutan, dan terukur. Untuk mencapai tingkat kematangan tersebut, e-punten dapat memanfaatkan kerja sama dengan instansi yang memiliki masyarakat pendatang cukup tinggi seperti instansi pendidikan dan perusahaan, untuk mendata masyarakat pendatang secara langsung. e-Punten juga dapat dapat terhubung dengan aplikasi lainnya agar data yang didapatkan dapat dimanfaatkan dengan baik. Sehingga diharapkan e-Punten dapat mencapai tingkatan maturity pada level Smart, yaitu dapat mengukur kinerja pencapaian target setelah aplikasi sudah terintegrasi. 4.2.3 Model Kolaborasi Kota Cerdas Secara ideal, kolaborasi yang dapat dilakukan oleh e-Punten adalah kolaborasi dengan instansi pendidikan dan perusahaan yang kebanyakan memiliki masyarakat pendatang lebih banyak. Melalui instansi terssebut, masarakat pendatang dapat didata dengan lebih efektif dibandingkan dengan hanya mengharapkan kesadaran masyarakat pendatang untuk mendaftar sendiri pada aplikasi e-Punten. Melalui kolabotasi ini juga dapat dengan lebih mudah diketahui manfaat dari Surat Keterangan Tinggal Sementara (SKTS) bagi para masyarakat pendatang. 4.2.4 Siklus Pengembangan Kota Cerdas Pada siklus pengembangan kota cerdas ini, idealnya dapat terlaksana secara kontinu, tidak

20

hanya dalam sekali siklus. Untuk mencapai kondisi tersebut, perlu dibuat kegiatan yang jelas pada setiap tahap pada siklus beserta durasi masing-masingnya. Kegiatan ini diharapkan dapat berlangsung kontinu setiap tahunnya. 4.2.5 Arsitektur Enterprise Kota Cerdas Konsep Arsitektur Enterprise memodelkan sistem sebagai lapisan bisnis, data, aplikasi dan infrastruktur. E-Punten dapat mendefinisikan arsitektur enterprise-nya sebagai sebuah enterprise karena mencakup sebagai kota cerdas. 1) Bisnis Pada lapisan ini, akan dijelaskan kebutuhan maupun proses bisnis yang berubah karena adanya e-Punten. Dengan adanya e-Punten, pendataan masyarakat pendatang yang akan menetap cukup lama dapat dilakukan langsung melalui aplikasi, tanpa harus mengurus administrasi surat menyurat untuk mendapatkan SKTS secara manual oleh pegawai Disdukcapil. 2) Data Pada lapisan ini, akan dijelaskan data yang disimpan untuk memenuhi kebutuhan bisnis yang berubah akibat adanya e-Punten. Data tersebut berisi informasi masyarakat pendatang yang mencakup nama, tempat tanggal lahir, domisili asal, domisili di Bandung, pas foto, pengantar, dan kopi KTP elektronik. 3) Aplikasi Pada lapisan ini, aplikasi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bisnis dan data tersebut adalah aplikasi e-Punten, database informasi masyarakat pendatang. Selain itu, diharapkan aplikasi ini dapat terintegrasi dengan aplikasi lainnya, seperti misalnya aplikasi untuk melacak tempat tinggal, aplikasi untuk memverifikasi data, dan aplikasi lainnya yang dapat menunjang atau membutuhkan aplikasi e-Punten ini. 4) Infrastruktur Pada lapisan ini, akan dijelaskan infrastruktur yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan kebutuhan bisnis, data dan aplikasi e-Punten. Infrastruktur tersebut meliputi komputer, server, penyimpanan data, jaringan internet, fasilitas keamanan maupun fasilitas untuk disaster recovery. 4.2.6 Standar Kota Cerdas Pada bagian ini, dijelaskan standar atau referensi yang diharapkan dapat digunakan untuk mencapai kondisi ideal dari setiap lapisan pada arsitektur enterprise. 1) Bisnis Pada lapisan ini, dharapkan untuk mengikuti standar ISO 9001 tentang proses bisnis suatu perusahaan hingga jika terjadi perubahan. 2) Data Pada lapisan ini, diharapkan untuk mengikuti standar ISO 8000 tentang kebutuhan data yang berkualitas dan manajemennya.

21

3) Aplikasi Pada lapisan ini, diharapkan untuk mengikuti standar ISO 9126 tentang evaluasi kualitas software yang digunakan. 4) Infratruktur Pada lapisan ini, diharapkan untuk mengikuti standar ISO/IEC 20000-1:2011 tentang Information Technology yang mencakup standar kebutuhan infrastruktur dalam merencanakan hingga mengoperasikan aplikasi IT yang digunakan.

4.3 Smart City Lean Canvas

Pada smart city lean canvas terdapat beberapa area yang menjadi fokus untuk menciptakan innovative value. SCLC sendiri merupakan adaptasi dari business model canvas dan business lean canvas yang disesuaikan dengan karakteristik dari smart city. Berikut ini merupakan SCLC yang diajukan untuk e-Punten.

Services: e-Punten Cluster: Smart Governanace (Bureaucracy)

Integrated Key Players Dispendukcapil Kota Bandung, Diskominfo, RT, RW, Kecamatan

Integrated Key Activities Sosialisasi, Maintanance Website, Validasi data

Innovative Value Propositions Pengurusan surat keterangan tinggal sementara bisa dilakukan tanpa datang ke kantor

Citizen Segments Pekerja asal luar kota Mahasiswa asa luar kota

Service Measurement Banyaknya orang dari luar kota yang mendaftarkan diri pada e-PunTEN

Integrated Key Resources Website, Admin, Sistem Informasi

Citizen Relationships Melalui e-Mail, Publikasi Media Massa dan website e-Punten

Quality of Life Indicators Waktu yang singkat dalam pengurusan surat tinggal sementara

Government Roles Pemerintah kota Bandung berperan sebagai penyedia layanan e-PunTEN.

Channels Melalui website e-Punten

22

Cost and Structures Implementasi Website, Admin

Investors -

Revenue Streams Dana Pemerintah Daerah

Sustainability Strategy Melakukan sosialisasi pada target pasar dan institusi tempat target pasar melakukan kegiatan

Governance Sesuai dengan peraturan dispendukcapil mengenai pengelolaan identitas. ISO/IEC 20000-1:2011 ISO 9126 ISO 8000 ISO 9001

Berikut ini merupakan hasil analisis dari SCLC:

1. Integrated Key Players Integrated Key Player merupakan pihak-pihak yang membantu mengintegrasikan layanan yang ada dengan sistem yang sudah ada. Dalam kasus ini adalah pihak Diskominfo kota Bandung, Dispendukcapil kota Bandung dan Dispendukcapil pusat, dan RT,RW,Kecamatan. Semua pihak tersebut harus saling bekerjasama dalam menjadikan e-PunTEN layak untuk beroperasi baik secara legal maupun secara sistem. Apabila ada salah satu pihak yang merasa bahwa e-PunTEN ini bukan merupakan tanggung jawab mereka maka ada kemungkinan pelayanan dari E-PunTEN ini terhambat di salah satu proses.

2. Integrated Key Activities Integrated Key Activities merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk memastikan bahwa layanan ini berjalan dengan lancar dan mencapai KPI yang telah ditentukan. Masalah dari e-PunTEN ini adalah ketidaktahuan dari masyarakat mengenai layanan ini atau sebut juga informasi yang asymetric. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi yang efektif dan sesuai dengan target layanan ini. Target layanan ini lebih berfokus pada pendatang dan kebanyakan pendatang menyewa apartemen atau indekos. Maka apabila dilakukan sosialisasi yang tepat sasaran, tingkat kesuksesan dari layanan ini akan meningkat drastis.

3. Innovative Value Value yang diberikan adalah kemudahan untuk mengurusi masalah birokrasi. Apabila diperlukan surat keterangan tinggal sementara maka semuanya dapat diurus dengan cepat dan mudah serta tidak perlu datang ke kantor pemerintah. Semuanya dapat dilakukan melalui smartphone maupun komputer.

4. Citizen Segments E-PunTEN berfokus pada penduduk yang menetap secara sementara di kota Bandung. Profil penduduk yang memenuhi kriteria ini adalah mereka yang bekerja maupun berkuliah di Bandung. Luasnya lahan pekerjaan di Bandung terutama industri kreatif dan hiburan membuat bandung menjadi destinasi pekerja kreatif untuk berkerja. Selain itu, Bandung terkenal dengan jumlah universitas yang cukup banyak ditambah kualitasnya yang baik sehingga menarik mahasiswa perantauan, sebut saja universitas seperti ITB dan Universitas Padjajaran.

5. Service Measurement

23

Tingkat kesuksesan layanan e-PunTEN dinilai dari banyaknya warga yang mendaftar melalui aplikasi ini. Hal ini bisa disesuaikan dengan sensus yang dilakukan oleh setiap tahunnya terkait urbanisasi yang terjadi di wilayah perkotaan. Secara kualitas dapat dilihat dari banyaknya orang yang merasa e-PunTEN membantu proses birokrasi yang ada. Bisa dilihat waktu rata-rata penyelesaian permohonan dan usability testing yang dilaksankan pada sampel acak.

6. Government Roles Pemerintah berperan sebagai penyedia layanan baik secara proses internal maupun proses eksternal. Proses internal yang dimaksud adalah kegiatan yang dilakukan dibelakang layar seperti validasi berkas dan pencatatan pada sistem induk. Sedangkan, proses eksternal yang dimaksud adalah perawatan dan pengadaan dari website e-PunTEN baik secara mobile maupun berbasis web.

7. Citizen Relationships Hubungan dengan rakyat dibagi menjadi dua, hubungan massa dan hubungan individu. Hubungan massa melibatkan press conference dan sosialisasi pada segmen pasar yang sesuai. Hubungan personal adalah pelayanan ketika mengalami kesullitan dalam menggunakan e-PunTEN.

8. Quality of Life Indicators Indikator kualitas hidup yang dilihat adalah dengan adanya e-PunTEN pengurusan birokrasi semakin mudah dan tidak memerlukan proses yang berulang-ulang. Apabila kita sudah mengurus semua berkas yang diwajibkan yang diperlukan hanyalah melakukan pengisian pada formulir online dan tinggal melakukan pengambilan berkas apabila berkas sudah selesai.

9. Channels Kanal resmi untuk berhubungan dengan penyedia layanan adalah melalui website e-PunTEN dan layanan humas yang ada pada twitter. Pada website e-PunTEN hanya terdapat monitoring resi yang merupakan antarmuka antara pengguna layanan dengan pemerintah.

10. Cost and Structures Biaya yang ada dibagi menjadi dua yaitu biaya pengadaan dan biaya perawatan rutin. Biaya pengadaan seperti server dan berbagai perakat teknologi lainnya. Biaya perawatan rutin adalah maintanance dan perbaikan pada server apabila diperlukan.

11. Investors Tidak ada investor dalam proyek ini karena cukup dibiayain oleh APBD

12. Revenue Streams Berasal dari APBD.

13. Sustainability Strategy Melakukan sosialisasi menyeluruh kepada pihak yang berhubungan dengan layanan ini terutama RT RW dan segmen pasar.

14. Governance Tata kelola yang ada menggunakan standar internasional untuk berbagai proses yang dilakukan oleh perusahaan baik itu dari manajemen maupun pengadaan infrastruktur.

3.4 Evaluasi

Berdasarkan analisis kondisi yang telah dilakukan, ditemukan bahwa e-Punten masih harus memperbaiki kualitasnya dalam berbagai bidang. Dalam analisis stakeholder, terlihat bahwa peran dari stakeholder masih harus diperbaiki dan dipertegas agar dipatuhi oleh semua

24

stakeholder. Selain itu, dalam analisis internal juga terlihat bahwa performance dari situs e-Punten masih harus diperbaiki agar lebih mudah dipahami oleh pengguna, selain itu informasi juga masih belum tersebar secara merata ke masyarakat Bandung, serta waktu yang digunakan masih belum efisien.

5. Kesimpulan

e-Punten adalah suatu layanan Kota Bandung dengan konsep smart city untuk mendata pendatang sementara di Kota Bandung. Layanan ini diadakan dengan tujuan menggantikan pembuatan SKTS. Dalam evaluasi e-Punten, digunakan Garuda Smart City Framework. Layanan e-Punten masih memerlukan beberapa perbaikan dan pengembangan, baik itu dari sisi pemangku jabatan, secara operasional, sistem, serta aplikasi. Adapun hal-hal yang dapat dilakukan pemberi layanan untuk meningkatkan kualitas e-Punten tercantum pada bagian Saran.

6. Saran

Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah Kota Bandung untuk meningkatkan kualitas e-Punten :

1. Langkah-langkah dalam layanan surat izin tinggal sementara harus dipublikasikan kepada masyarakat Kota Bandung, baik itu oleh Dinas Kependudukan, maupun informasi melalui situs e-Punten

2. Situs e-Punten harus diperbaiki agar lebih mudah dipelajari oleh pengguna, sehingga pengguna dapat menggunakan layanan e-Punten sebagaimana mestinya dan masalah yang dihadapi pengguna dapat diselesaikan.

3. Situs e-Punten harus diberi sertifikasi agar bersifat secured sehingga dapat lebih mudah dipercayai oleh pengguna.

4. Informasi mengenai layanan e-Punten harus disebarkan lebih merata lagi agar dapat diketahui dan digunakan dengan baik oleh masyarakat Kota Bandung.

5. Efektifitas dan efisiensi layanan e-Punten harus ditingkatkan agar pengguna dapat menggunakan layanan e-Punten dengan nyaman.

7. Lampiran a. Pembagian Tugas

Nama NIM Hasil Pengerjaan

Tessa Angela 18215046 Pendahuluan, Landasan Teori, Template Makalah

25

Teo Wijayarto 18215004 Smart City Lean Canvas

Airinnisa Nur Hidayati 18215020 Evaluasi, Kesimpulan, Saran

Fathia Andita Resapati 18215031 Metodologi, Analisis Kondisi Ideal

Aliyah Sausan Huwel Analisis Kondisi

b. Data

c. Referensi

Supangkat, H. S., et al. (2018) The Implementation of Garuda Smart City Framework for Smart City Readiness Mapping in Indonesia. Journal of Asia-Pacific Studies (Waseda University) No. 32. Tokyo: Japan.

Arman, A. A., et al. (2017) Smart City Service Canvas for Smart City Services Development. ICeBeG 2017. Ankara: Turkey.

SCCIC (2017) Garuda Smart City Framework. Indonesia Smart City. Indonesia.

26