Penilaian Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan …directory.umm.ac.id/Data...

74
Penilaian Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Metode Rasio Keuangan, Economic Value Added (EVA) Dan Market Value Added (MVA) (Studi Pada Perusahaan Semen Yang Go Public) SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Gelar Sarjana Ekonomi Oleh Nama : Dimas Ragil Kinayungan P. NIM : 02610260

Transcript of Penilaian Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan …directory.umm.ac.id/Data...

Penilaian Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan

Metode Rasio Keuangan, Economic Value

Added (EVA) Dan Market Value Added (MVA)(Studi Pada Perusahaan Semen Yang Go Public)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai

Derajat Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh

Nama : Dimas Ragil Kinayungan P.

NIM : 02610260

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2007BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Negara berkembang seperti Indonesia, kebutuhan semen sangat vital

terhadap pertumbuhan ekonomi, bahkan pertumbuhan kebutuhan semen secara

rata-rata, jauh lebih tinggi dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB).

Berdasarkan pendekatan ekonometrik, hubungan antara pertumbuhan riil PDB dan

pertumbuhan permintaan semen adalah sekitar dua kali lipatnya. Sebagai contoh:

apabila pertumbuhan PDB rata-rata 4 persen per tahun, maka pertumbuhan

permintaan semen menjadi 8 persen per tahun. Lebih jelasnya lagi, apabila tahun

ini utilisasi pabrik domestik adalah 58 persen, sementara diasumsikan tidak ada

kenaikan kapasitas industri semen di Indonesia beberapa tahun ke depan, maka

diperkirakan kondisi puncak utilisasi (kira kira 95 persen) akan dicapai pada tahun

2008. Apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih dari rata-rata 4 persen per

tahun, berarti kondisi puncak utilisasi tersebut akan dicapai lebih cepat. (Kompas,

Senin, 2 Desember 2002)

Ada ancaman serius dalam industri semen domestik yang luput dari

perhatian. Pertama, ancaman kelangkaan atau krisis semen. Jika konsumsi semen

1

terus naik konstan 10% per tahun, sedangkan investasi baru tidak ada, tahun 2007

Indonesia akan mengalami krisis semen. Kedua, industri semen domestik tumbuh

dalam iklim yang tidak sehat karena dibayang-bayangi oleh ancaman kartel oleh

raksasa semen global yang ada di Indonesia, tetapi untuk menyelesaikan kedua

masalah itu tidaklah mudah. Kapasitas industri semen nasional saat ini sebesar 47

juta ton setahun, tetapi karena krisis dan permintaan yang turun, utilisasi kapasitas

produksinya hanya 36 juta ton (71,7%). Untuk menghindari kelangkaan, selain

bisa dilakukan dengan mengurangi volume ekspor bisa juga dengan investasi

baru. Masalahnya, investasi baru (grassroot) memerlukan 150-200 dolar AS per

ton kapasitas dan untuk pengembangan 100-150 dolar AS per ton kapasitas, itu

pun jangka pembangunannya sekitar 3-4 tahun. Masalah tersebut sulit dipecahkan

karena realitasnya industri semen domestik sudah tidak lagi di bawah kendali kita.

Sejak program privatisasi BUMN digulirkan pada 1998, satu per satu industri

semen domestik jatuh ke kelompok The Big Five (Lafarge, Blue Circle,

Holderbank, Heidelberger, dan Cemex).

Menurut data, ada empat raksasa semen dunia sudah

mencengkeram Indonesia. Saham Semen Gresik (SG) sudah dikuasai Cemex, raja

semen dari Meksiko, sebesar 25,53% sejak 1998 yang lalu. Heidelberger Zement

dari Jerman menguasai saham PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. sebesar

60,62%. Holderbank bahkan sudah menguasai 100% saham PT Semen Cibinong

Tbk. Sementara itu, raksasa semen dari Prancis, Lafarge - yang merger dengan

Blue Circle dari Inggris menguasai 72,41% saham PT Semen Andalas Indonesia.

(Pikiran Rakyat, Senin, 23 Juni 2003)

2

Ada tiga besar industri semen Indonesia adalah Semen Gresik Group

(SGG) (pangsa pasar nasional terbesar yakni 41 persen), Indocement (dengan

pangsa pasar 33 persen) dan Semen Cibinong (pangsa pasar 14 persen). Di antara

ketiga produsen semen terbesar tersebut, SGG merupakan saham yang

direkomendasikan kepada para investor, hal itu dikarenakan SGG memiliki

likuiditas saham yang tinggi serta kondisi neraca yang jauh lebih baik dari

pesaingnya. Valuasinya pun paling murah dalam "kacamata" Enterprise Value

(EV) per ton kapasitas. (Enterprise value menyatakan nilai pasar dari saham dan

utang perusahaan). (Pikiran Rakyat, Senin, 23 Juni 2003)

Bila tidak ada penambahan kapasitas pabrik atau pembangunan pabrik

semen baru maka pada tahun 2007 Indonesia akan mengalami krisis semen.

Mengingat pembangunan pabrik membutuhkan waktu sampai tiga tahun, maka

pada tahun 2006 atau lebih dini lagi, penambahan kapasitas pabrik atau

pembangunan pabrik semen baru, sudah harus dimulai, jadi semua pemain

industri semen nasional haruslah mempersiapkan diri dan mengkonsolidasikan

usahanya mulai dari sekarang agar supaya mereka berada dalam kondisi keuangan

yang siap untuk melakukan ekspansi pabrik baru pada tahun 2006 atau lebih dini.

(Kompas, Senin, 2 Desember 2002)

Dalam hubungannya dengan penilaian kinerja keuangan perusahaan

semen, tingkat kesehatan perusahaan bagi para pemegang saham sangat

berkepentingan untuk mengetahui kondisi sebenarnya suatu perusahaan, agar

modal yang diinvestasikan cukup aman dan mendapatkan tingkat hasil

pengembalian (rate of return) yang menguntungkan dari investasi yang

3

ditanamkannya. Bagi pihak manajemen perusahaan, penilaian kinerja ini akan

sangat mempengaruhi dalam penyusunan rencana usaha perusahaan yang akan

diambil untuk masa yang akan datang demi kelangsungan hidup perusahaan.

Untuk mengukur kinerja perusahaan ini tentunya bukan merupakan hal

yang mudah. Berbagai aspek harus dipertimbangkan dalam penilaian kinerja ini

antara lain yaitu harapan dari pihak-pihak yang menginvestasikan uangnya, dan

karyawannya. Para penyedia dana tentunya akan mengharapkan tingkat

pengembalian yang besar untuk investasi yang ditanamkannya, sedangkan pihak

karyawan menginginkan kinerja perusahaan agar kelangsungan hidup dari

perusahaan dapat terjamin yang berarti bahwa kesejahteraan mereka juga akan

ikut terjamin. Pada saat ini terdapat berbagai alat ukur kinerja yang kadang

berbeda dari satu industri dengan industri yang lain. Tetapi sulit untuk

mengatakan bahwa alat ukur tersebut benar-benar merupakan alat ukur yang dapat

menilai keberhasilan perusahaan yang sebenarnya. Sehingga kita dapat

mengetahui apakah roda usaha telah berjalan dengan efisien dan efektif.

Ada 4 metode yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan

perusahaan selama ini, antara lain :

a. Metode Rasio Keuangan, merupakan alat yang digunakan untuk menilai

kinerja perusahaan yang menekankan operasi keuangan yaitu: Likuiditas

Ratio, Leverage Ratio, Probabilitas Ratio, dan Activity Ratio.

b. Metode Economic Value Added (EVA), digunakan dalam menilai kinerja

perusahaan yang memfokuskan pada penerapan nilai, dan hanya bisa

menilai proses dalam periode 1 tahun, dengan kata lain EVA merupakan

4

pengukuran pendapatan sisa (residul income) yang mengurangkan biaya

modal terhadap laba operasi.

c. Metode Balanced Scorecard (BSC), merupakan alat untuk mengukur

kinerja perusahaan dengan menyeimbangkan faktor-faktor keuangan dan

non keuangan dari suatu perusahaan. Mempertimbangkan 4 aspek atau

prospektif yakni prospektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal

dan proses belajar dan berkembang.

d. Metode Radar, merupakan alat untuk menilai kinerja pada perusahaan

yang merupakan modifikasi atau penyempurnaan dari metode-metode

sebelumnya. Rasio Radar mengelompokkan rasionya menjadi 5 kelompok

besar yaitu Rasio Profitabilitas, Produktifitas, Utilitas Aktiva, Stabilitas

dan Rasio Pertumbuhan.

Dalam penilaian kinerja keuangan perusahaan, analisis rasio keuangan

merupakan metode analisis keuangan yang paling banyak digunakan di Indonesia Hal

ini dapat dilihat dari penggunaan Indonesian Capital Market Directory, yang

semakin luas sebagai dasar untuk melihat kinerja keuangan perusahaan-

perusahaan yang tercatat di Pasar Modal Indonesia. Hasil analisis rasio keuangan

ini dinyatakan dalam suatu rasio, yaitu suatu besaran yang merupakan

perbandingan antara nilai suatu rekening tertentu dalam laporan keuangan dengan

nilai rekening yang lainnya. Dalam penerapannya, analisis rasio keuangan

memiliki beberapa kelemahan, kemudian analisis ini dikembangkan lebih lanjut

menjadi analisis rasio keuangan yang dimodifikasi seperti dikemukakan Warsono

(2003; 26) analisis ini berusaha untuk memberikan analisis rasio keuangan klasik

5

dengan variasi yang lain, yaitu membandingkan antar rekening yang ada dalam

laporan keuangan dalam periode waktu yang sama atau membandingkan antara

suatu rekening yang sama dengan periode waktu yang berbeda. Dengan cara ini

keunggulan dari analisis rasio dapat dilihat berdasarkan besarnya persentase suatu

rekening tertentu dengan rekening lainnya, atau melihat perkembangan suatu

rekening antar waktu.

Untuk melengkapi analisis rasio keuangan kemudian berkembang metode

analisis modifikasi baru, dimana metode ini dalam mengukur kinerja dapat secara

tepat memperhatikan sepenuhnya kepentingan dan harapan penyedia dana

(kreditur dan pemegang saham). Metode yang dimaksud adalah model Economic

Value Added atau EVA (konsep penilaian kinerja) yang di Indonesia lebih dikenal

dengan nama konsep Nilai Tambah Ekonomis atau NITAMI. Cara perhitungan

berdasarkan model EVA mulai muncul pada 1993, yang dipopulerkan pertama

kali oleh sebuah perusahaan konsultan di AS yaitu Stern Steward Management

Services (SSMS). Dengan konsep ini akan diketahui berapa sebenarnya biaya

yang harus dikeluarkan sehubungan dengan pemakaian modal usaha.

Penerapan konsep EVA dalam suatu perusahaan akan membuat perusahan

lebih memfokuskan perhatian pada penciptaan nilai perusahaan, hal ini

merupakan keunggulan EVA dibandingkan dengan metode perhitungan yang lain.

Selain itu keunggulan EVA yang lain adalah EVA dapat dipergunakan tanpa

memerlukan data pembanding. Namun, EVA juga mempunyai kelemahan yaitu

hanya mengukur hasil akhir saja. Penggunaan EVA tetap berguna untuk dijadikan

6

acuan mengingat EVA memberikan pertimbangan dalam hal biaya modal sebagai

kompensasi atas dana yang digunakan untuk membiayai investasi tersebut.

Metode yang kedua yaitu MVA yang mempunyai tekanan yang sama

dengan EVA yaitu pada kesejahteraan penyandang dana perusahaan. MVA

merupakan hasil komulatif dari kinerja perusahaan yang dihasilkan oleh berbagai

investasi yang telah dilakukan maupun yang diantisipasi akan dilakukan.

Sehingga peningkatan MVA adalah sebagai keberhasilan memaksimalkan

kekayaan pemegang saham dengan aloksi sumber-sumber yang tepat. Dengan

demikian MVA merupakan ukuran kinerja eksternal perusahaan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kinerja keuangan

perusahaan semen, khususnya pada perusahaan – perusahaan yang sudah go

publik dengan judul “Penilaian Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan

Metode Rasio Keuangan, Economic Value Added (EVA) Dan Market

Value Added (MVA) (Studi Pada Perusahaan Semen Yang Go Public)”.

II. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka untuk mempermudah

pembahasan, penulis merumuskan permasalahan tersebut sebagai berikut:

a. Apakah kinerja keuangan pada perusahaan semen yang go public jika

diukur dengan menggunakan Rasio Keuangan sehat?

b. Apakah kinerja keuangan pada perusahaan semen yang go public jika

diukur dengan menggunakan Economic Value Added (EVA) sehat?

7

c. Apakah kinerja keuangan pada perusahaan semen yang go public jika

diukur dengan menggunakan Market Value Added (MVA) sehat?

d. Diantara perusahaan semen yang go public, perusahaan manakah yang

mempunyai kinerja keuangan yang paling sehat?

III. Batasan Penelitian

Agar pokok permasalahan yang diteliti tidak melebar terlalu jauh, maka

penulis membatasi masalah hanya pada data berupa laporan keuangan dari tahun

2003 s/d tahun 2005 dan menggunakan 3 perusahaan semen yang terdaftar di

Bursa Efek Jakarta (BEJ) yaitu PT Semen Gresik (Persero) Tbk, PT Semen

Cibinong Tbk dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

IV. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui kondisi kinerja keuangan pada perusahaan semen yang

go public, jika diukur dengan Rasio Keuangan.

b. Untuk mengetahui kondisi kinerja keuangan pada perusahaan semen yang

go public, jika diukur dengan Economic Value Added (EVA).

c. Untuk mengetahui kondisi kinerja keuangan pada perusahaan semen yang

go public, jika diukur dengan Market Value Added (MVA).

8

d. Untuk mengetahui perusahaan mana yang mempunyai kinerja keuangan

yang paling sehat pada perusahaan semen yang go public.

2. Kegunaan Penelitian

a. Bagi investor, dapat memberikan tambahan informasi untuk melakukan

investasi pada perusahaan yang diinginkan.

b. Bagi kreditur, dapat memberikan tambahan informasi akan kemampuan

perusahaan dalam membayar kewajiban-kewajibannya.

c. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah

serta memperkaya ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan acuan bagi

penelitian selanjutnya yang khususnya berhubungan dengan pengukuran

kinerja perusahaan.

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Tinjauan Pustaka

A. Tinjauan Peneliti Terdahulu

a) Peneliti Pertama

Penelitian Heny Fuji Rosyidiana pada tahun 2003, dengan judul

“Penerapan Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA)

dalam Penilaian Kinerja Keuangan Perusahaan pada PT Mandom Indonesia

Tbk dan PT Mustika Ratu Tbk”.

Tabel 1

Perbandingan Nilai EVA dan MVA

PT /Tahun EVA MVAPT Mandom 1999 Rp3.599.650.920 Rp103.350.000.000

2000 (Rp1.913.149.610) (Rp120.900.000.000)

2001 Rp4.526.253.470 (Rp245.700.000.000)

PT Mustika Ratu 1999 (Rp599.616.590) (Rp64.200.000.000)

2000 (Rp5.376.844.220) (Rp133.750.000.000)

10

2001 (Rp16.169.554.550) (Rp144.450.000.000)

Sumber : Skripsi Heny Fuji Rosyidiana

Hasil analisis data pada PT Mandom Indonesia Tbk dan PT Mustika

Ratu Tbk selama tahun 1999-2001 dengan menggunakan metode EVA dan

MVA yaitu kinerja PT Mandom Indonesia Tbk jika dinilai dengan metode

EVA pada tahun 1999 dan 2001 kinerjanya sehat, sedangkan tahun 2000

kinerjanya tidak sehat. Apabila dinilai dengan metode MVA pada tahun 1999

kinerjanya sehat, sedangkan pada tahun 2000 dan 2001 kinerjanya tidak sehat.

Kinerja PT Mustika Ratu Tbk jika dinilai dengan metode EVA, selama tiga

tahun kinerjanya tidak sehat. Apabila dinilai dengan metode MVA, selama

tiga tahun kinerjanya juga tidak sehat. Diantara kedua perusahaan tersebut

yang kinerjanya lebih sehat adalah PT Mandom Indonesia Tbk karena nilai

EVA tahun 1999 dan 2001 positif dan MVA tahun 1999 positif, sedangkan PT

Mustika Ratu Tbk selama tiga tahun nilai EVA dan MVA negatif.

Persamaan dari landasan penelitian terdahulu dengan penelitian yang

akan dibuat adalah sama-sama menilai kinerja perusahaan menggunakan

metode EVA dan MVA, sedangkan perbedaannya adalah pada periode waktu,

obyek atau perusahaan dan dalam penelitian ini juga diterapkan metode

penilaian kinerja yang lain yaitu analisis rasio keuangan.

b) Peneliti Kedua

Penelitian Fina Setyarini pada tahun 2003, dengan judul “Analisa

Penerapan Antara EVA Dengan Rasio Keuangan dalam Menilai Kinerja

Perusahaan ( Studi Pada Perusahaan Makanan dan Minuman Yang Terdaftar

di BEJ )”.

11

Hasil analisis data penilitian tersebut yaitu jika dilihat dari Rasio

keuangan, rata-rata kinerja perusahaan makanan dan minuman pada tahun

1998-2000 memiliki angka rasio yang baik, sehingga mempunyai

pertumbuhan yang cukup tinggi atau mempunyai prospek yang bagus pula

baik pada saat ini dan di masa mendatang. Dan dilihat dari EVA, rata-rata

kinerja perusahaan makanan dan minuman pada tahun 1998-2000 hampir

semua menunjukkan angka positif, yang berarti perusahaan telah berhasil

menciptakan nilai ekonomis dan dapat memenuhi harapan investor.

Persamaan dari landasan penelitian terdahulu dengan penelitian yang

akan dibuat adalah sama-sama menilai kinerja perusahaan menggunakan

metode EVA dan Rasio Keuangan, sedangkan perbedaannya adalah pada

periode waktu, obyek atau perusahaan dan dalam penelitian ini juga

diterapkan metode penilaian kinerja yang lain yaitu MVA.

c) Peneliti Ketiga

Penelitian Muzayyanah pada tahun 2000, dengan judul Penggunaan

Analisis Rasio Finansial dan Konsep EVA (Economic Value Added) Dalam

menilai Kinerja Perusahaan pada PT Tancho Indonesia,Tbk. dan PT Unilever

Indonesia, Tbk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja perusahaan

PT Tancho Indonesia, Tbk. dan PT Unilever Indonesia, Tbk. melalui metode

analisis Rasio Finansial dan Metode Economic Value Added.

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah, Hasil analisis data

penilitian tersebut yaitu jika dilihat dari Rasio keuangan, rata-rata kinerja

perusahaan PT Tancho Indonesia, Tbk. dan PT Unilever Indonesia, Tbk pada

12

tahun 1998-2000 memiliki angka rasio yang cukup baik, sehingga mempunyai

pertumbuhan yang cukup tinggi atau mempunyai prospek yang bagus pula

baik pada saat ini dan di masa mendatang.

Berdasarkan pada perhitungan EVA, terlihat bahwa kedua perusahaan

tersebut mempunyai kinerja perusahaan yang sehat, karena nilai EVA kedua

perusahaan selama dua tahun menunjukkan nilai positif. Nilai EVA PT

Tancho Indonesia,Tbk. pada tahun 1997 sebesar Rp2.439.052.000,00 dan pada

tahun 1998 nilainya mengalami penurunan menjadi Rp184.880.000,00. Nilai

EVA PT Unilever Indonesia, Tbk. Pada tahun 1997 sebesar

Rp70.200.308.000,00 dan pada tahun 1998 nilainya mengalami kenaikan

menjadi sebesar Rp74.654.793.000,00.

Persamaan dari landasan penelitian terdahulu dengan penelitian yang

akan dibuat adalah sama-sama menilai kinerja perusahaan menggunakan

metode Analisis Rasio Finansial dan EVA, sedangkan perbedaannya adalah

pada periode waktu, obyek atau perusahaan dan dalam penelitian ini juga

diterapkan metode penilaian kinerja yang lain yaitu MVA.

B. Landasan Teori

1. Analisis Rasio Keuangan

1) Pengertian Kinerja dan Pengukuran Kinerja Keuangan

Kinerja berasal dari kata performance, kinerja dinyatakan sebagai

prestasi yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu yang

mencerminkan tingkat kesehatan dari perusahaan tersebut.

13

Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik tampilan

perusahaan yang berupa kegiatan operasional, struktur organisasi, dan

karyawan yang berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah

ditetapkan sebelummya ( Mulyadi, 1997; 419).

Pengukuran kinerja bisa didasarkan pada informasi keuangan

maupun non keuangan, oleh sebab itu pengukuran kinerja dibedakan

menjadi dua yaitu:

a) Pengukuran kinerja manajerial

Pengukuran kinerja manajerial ini bertujuan untuk:

a. Mengelola kegiatan operasi perusahaan secara efektif dan efisien

dengan pemotivasian karyawan secara maksimum.

b. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan

karyawan.

c. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan

karyawan.

d. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana

atasan mereka menilai kinerja mereka.

e. Pengukuran kinerja dapat menyediakan suatu dasar bagi distribusi

penghargaan.

b) Pengukuran kinerja keuangan

Pengukuran kinerja keuangan mempunyai arti yang penting bagi

pengambilan keputusan baik bagi pihak intern maupun ekstern

perusahaan. Laporan keungan merupakan alat yang dijadikan acuan

14

penilaian untuk meramalkan kondisi keuangan, operasi dan hasil usaha

perusahaan.

Menurut Mahmud dan Halim, (2003, 75) ukuran kinerja meliputi

rasio-rasio berikut :

a. Rasio Likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk

memenuhi kewajiban jangka pendeknya atau kemampuan

perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya pada saat

ditagih.

b. Rasio Aktivitas mengukur sejauh mana efektivitas penggunaan aset

dengan melihat tingkat aktivitas aset.

c. Rasio Solvabilitas mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan

memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya.

d. Rasio Profitabilitas mengukur seberapa kemampuan perusahaan

menghasilkan laba (Profitabilitas).

e. Rasio Pasar mengukur perkembangan nilai perusahaan relatif

terhadap nilai pasar.

Rasio Keuangan sebagai pengukuran kinerja keuangan dalam

laporan keuangan perusahaan dapat digunakan sebagai salah satu dasar

untuk memprediksi laba bersih dan dividen pada masa yang akan datang.

Cara yang digunakan untuk mendukung prediksi tersebut adalah dengan

menganalisis laporan keuangan perusahaan. Analisis tersebut

mengkombinasikan hubungan antara komponen keuangan yang satu

dengan komponen keuangan yang lain. Pada umumnya, hubungan tersebut

15

dilihat dari rasio antara komponen-komponen keuangan yang satu dengan

yang lain. Dalam konteks manajemen keuangan, analisis tersebut dikenal

dengan analisis rasio keuangan. Analisis rasio ini berguna untuk

membandingkan kinerja perusahaan yang satu dengan perusahaan yang

lain atau membandingkan kinerja satu perusahaan pada tahun ini dengan

tahun yang lainnya.

Pada dasarnya analisis rasio keuangan dikelompokkan ke dalam

empat macam kategori, yaitu (Hanafi; 2003: 77-88):

a. Rasio Likuiditas

Rasio ini mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek

perusahaan dengan melihat aktiva lancar perusahan relatif terhadap

hutang lancarnya (hutang dalam hal ini merupakan kewajiban

perusahaan). Biasanya rasio yang digunakan adalah current ratio, cash

ratio, dan net working capital to total asset ratio.

b. Rasio Leverage (Solvabilitas)

Rasio ini untuk digunakan untuk mengukur kemampuan

perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya.

Perusahaan yang tidak solvabel adalah perusahaan yang total

hutangnya lebih besar dibandingkan total asetnya. Rasio Leverage

yang bisaanya digunakan seperti debt to total asset ratio, total debt to

total capital asset ratio, total debt to equity ratio, long term debt to

equity ratio, dan lain-lain.

c. Rasio Aktivitas

16

Rasio ini melihat beberapa aset kemudian menentukan

beberapa tingkat aktivitas aktiva-aktiva tersebut pada tingkat kegiatan

tertentu. Aktivitas yang rendah pada tingkat penjualan tertentu akan

mengahkibatkan semakin besarnya dana kelebihan yang tertanam pada

aktiva-aktiva tersebut. Beberapa rasio yang digunakan misalnya: total

asset turn over ratio, receivable turn over ratio, inventory turn over

ratio, dan sebagainya.

d. Rasio Keuntungan (Profitabilitas)

Rasio ini memberikan gambaran tentang kemampuan suatu

perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada

tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu pada periode

tertentu. Beberapa rasio yang sering digunakan adalah gross profit

margin, net profit margin, return on total asset (ROA), dan sebagainya

(Sadarachman diambil dari Hanafi; 1995: 262).

2) Kegunaan Analisis Rasio Keuangan

Analisis rasio keuangan tidak hanya berguna bagi kepentingan

intern dan ekstern perusahaan. Bagi para bankir berguna untuk

mempertimbangkan pemberian kredit jangka pendek maupun kredit

jangka panjang kepada perusahaan, untuk itu para bankir lebih tertarik

pada rencana jangka pendek, likuiditas, kemampuan memperoleh laba,

tingkat efisiensi operasional dan solvabilitas. Bagi para kreditur jangka

panjang lebih tertarik pada kemampuan laba dan tingkat efisiensi

operasional. Sedangkan bagi para penanam modal lebih tertarik pada

17

kemampuan memperoleh laba jangka panjang dan tingkat efisiensi

perusahaan. Bagi manajer keuangan tentu saja sangat berkepentingan

dengan semua aspek rasio keuangan, karena harus mampu membayar

hutang jangka pendek, mampu membayar hutang jangka panjang, mampu

meningkatkan efisiensi perusahaan, mampu memaksimalkan nilai

perusahaan dan mampu memperoleh laba untuk memaksimalkan kekayaan

pemegang saham.

3) Kelemahan Analisis Rasio Keuangan

Meskipun analisis rasio dapat menghasilkan informasi yang

bermanfaat tentang operasi dan keuangan perusahaan, tetapi mempunyai

kelemahan menurut Warsono (2003; 25) yaitu :

a. Kadang sulit untuk mengidentifikasi kategori industri dengan

perusahaan berada jika perusahaan beroperasi dalam beberapa

bidang usaha.

b. Angka rata-rata industri yang diterbitkan hanya merupakan

perkiraan saja dan hanya memberikan panduan umum, karena

bukan merupakan hasil penelitian ilmiah dari seluruh perusahaan

dalam industri maupun sampel yang cocok dari beberapa

perusahaan dalam industri.

c. Rasio keuangan dapat terlalu tinggi atau terlalu rendah.

d. Rata-rata industri mungkin tidak memberikan target rasio atau

norma yang diinginkan. Rata-rata industri hanya dapat memberikan

18

panduan atas posisi keuangan perusahaan rata-rata dalam industri.

e. Banyak perusahaan mengalami situasi musiman dalam kegiatan

operasinya sehingga pos neraca dan rasionya akan berubah

sepanjang tahun saat laporan disiapkan.

4) Analisis Rasio Keuangan atas Laporan Keuangan

Laporan keuangan menjadi penting karena memberikan input

informasi yang bisa dipakai untuk pengambilan keputusan. Banyak pihak

yang berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan, mulai

dari investor atau calon investor sampai dengan manajemen perusahaan itu

sendiri. Laporan keuangan akan memberikan informasi mengenai

likuiditas, profitabilitas, timing aliran kas, yang kesemuanya akan

mempengaruhi banyak pihak-pihak yang berkepentingan. Harapan

tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi nilai perusahaan.

Dalam laporan keuangan, angka-angka yang berdiri sendiri sulit

dikatakan baik tidaknya. Untuk itu diperlukan pembanding yang bisa

dipakai untuk melihat baik tidaknya angka yang dicapai oleh perusahaan,

oleh karena itu diperlukan analisis rasio keuangan untuk menilai kinerja

keuangan perusahaan. Rata-rata industri bisa dan biasa digunakan sebagai

pembanding. Meskipun rata-rata industri ini bukan merupakan

pembanding yang paling tepat karena beberapa hal, misalnya karena

perbedaan karakteristik rata-rata perusahaan dalam industri dengan

perusahaan tersebut. Tetapi rata-rata industri tetap bisa dipakai untuk

perbandingan (Hanafi; 2003:70).

19

2. Economic Value Added (EVA)

1) Pengertian EVA

Menurut Young dan O’Byrne (2001: 18) EVA merupakan alat

komukasi yang efektif baik untuk penciptaan nilai yang dapat dijangkau

oleh manajer lini yang akhirnya mendorong kinerja perusahaan dan untuk

menghubungkan dengan pasar modal.

Ide dasar dari EVA adalah pengemasan ulang dari manajemen

perusahaan yang dapat dipercaya dan prinsip keuangan yang pernah ada.

Namun EVA merupakan inovasi terpenting karena ia membuat teori

keuangan moderen. Implikasi manajerial dari teori ini adalah mudah

diakses oleh menejer perusahaan yang tidak terlatih dengan baik dalam

keuangan atau tidak pernah memikirkannya. EVA membantu para manajer

untuk lebih memahami tujuan keuangan, dan dengan demikian membantu

mereka untuk mencapai tujuan.

EVA tidak memerlukan adanya suatu perbandingan dengan

perusahaan sejenis dalam industri dan tidak pula membuat suatu analisa

kecenderungan dengan tahun-tahun sebelumnya. Konsep ini lebih

menekankan pada penentuan besarnya cost of capital. Diperhitungkannya

biaya modal atas ekuitas merupakan keunggulan pendekatan EVA

dibanding pendekatan akuntansi tradisional dalam mengukur kinerja

perusahaan.

20

Economic Value Added (EVA) atau disebut juga dengan nilai

tambah ekonomis (NITAMI) diartikan sebagai suatu konsep yang

dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam pengukuran laba operasi

perusahaan harus dengan adil mempertimbangkan harapan – harapan

setiap penyedia dana (kreditur dan pemegang saham). Derajat keadilannya

dinyatakan dengan ukuran tertimbang dan struktur modal yang ada

(Widayanto, 1993:51)

Economic Value Added (EVA) adalah keuntungan operasi setelah

pajak dikurangi dengan biaya modal dari seluruh modal untuk

menghasilkan laba. Laba operasional setelah pajak menggambarkan hasil

penciptaan nilai (value) didalam perusahaan, sedangkan biaya modal dapat

diartikan sebagai pengorbanan yang dikeluarkan dalam penciptaan nilai

tersebut (Steward, 1997:10).

Berdasarkan pendapat – pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

pengertian Economic Value Added (EVA) adalah keuntungan operasional

setelah pajak, dikurangi biaya modal yang digunakan unntuk menilai

kinerja perusahaan dengan memperhatikan secara adil harapan – harapan

para pemegang saham dan kreditur. Economic Value Added (EVA)

merupakan perangkat finansial untuk mengukur keuntungan nyata

perusahaan. Hal ini membuat perhitungan Economic Value Added (EVA)

lain dengan perhitungan analisis rasio keuangan lainnya. Perbedaan

tersebut dikarenakan pada perhitungan dengan menggunakan pendekatan

Economic Value Added (EVA) dilibatkannya biaya modal operasi setelah

21

laba bersih, dimana hal tersebut tidak dilakukan dalam perhitungan

konvensional.

Setiap perusahaan tentunya menginginkan nilai Economic Value

Added (EVA) akan naik terus-menerus, karena Economic Value Added

(EVA) adalah tolok ukur fundamental dari tingkat pengembalian modal

(return of capital). Ada beberapa cara untuk meningkatkan nilai Economic

Value Added (EVA) perusahaan yaitu (Widayanto, 1993:32-33):

a. Meningkatkan keuntungan (profit) tanpa menambah modal

b. Mengurangi pemakaian modal

c. Melakukan investasi pada proyek – proyek dengan tingkat

pengembalian tinggi.

Konsep ini tidak memerlukan adanya suatu perbandingan dengan

perusahaan sejenis dalam industri dan tidak perlu membuat analisis

kecenderungan dengan tahun – tahun sebelumnya. Konsep ini lebih

menekankan pada seberapa besar laba yang dihasilkan setelah dikurangi

dengan biaya modal rata – rata tertimbang.

Metode Economic Value Added (EVA) sebagai Alat Ukur Kinerja

Perusahaan Konsep Economic Value Added (EVA) ini tidaklah

dimaksudkan untuk mengganti laporan rugi laba yang telah ada. Namun

pendekatan ini hanyalah alat analisis yang digunakan sebagai tambahan

informasi keuangan yang sangat berguna bagi pihak kreditur dan

penyedian dana dalam menentuakan hubungannya dengan perusahaan.

Bagi eksekutif hasil pengukuran kinerja dengan metode Economic Value

22

Added (EVA) seringkali digunakan untuk pengendalian serta sebagai alat

yang sangat berguna didalam pengambilan keputusan – keputusan

strategis.

Analisis Economic Value Added (EVA) ini mencoba melihat dari

segi ekonomis dalam pengukuran kinerja perusahaan dengan adil atas

dasar konsep kepuasan stakeholder (seluruh anggota perusahaan),

bentuknya adalah dengan mempertimbangkan harapan – harapan

karyawan, pelanggan, dan pemberi modal (investor/pemegang saham).

Derajat keadilannya adalah ditunjukkan oleh biaya modal rata – rata

tertimbang dan berpedoman terhadap nilai pasar.

EVA adalah sisa laba (residual income, excess earning) setelah

penyedia modal memberikan kompensasi sesuai tingkat pengembalian

(rate of return) yang dibutuhkan atau setelah semua biaya kapital yang

digunakan untuk menghasilkan laba. Yang dimaksud dengan laba disini

adalah Net Operating Profit After Tax (NOPAT) yaitu laba operasi bersih

sesudah pajak. Sedangkan biaya kapital adalah biaya bunga pinjaman dari

biaya ekuitas yang digunakan untuk menghasilkan NOPAT yang dihitung

secara rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital = WACC).

EVA yang positif menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan

nilai (create value) bagi pemilik modal, konsisten dengan tujuan

memaksimumkan nilai perusahaan. Sebaliknya EVA yang negatif

menandakan nilai perusahaan berkurang sebagai akibat tingkat

pengembalian yang dituntut investor.

23

2) Manfaat EVA

Manfaat dari penerapan EVA antara lain (Utama, 1997; 12) :

a. Dapat digunakan sebagai penilai kinerja perusahaan yang berfokus

pada penciptaan nilai (value creation).

b. Dapat meningkatkan kesadaran manajer bahwa tugas mereka adalah

untuk memaksimumkan nilai perusahaan serta nilai pemegang saham.

c. Dapat membuat para manajer berfikir dan juga bertindak seperti halnya

pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaksimumkan

tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal

sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimumkan.

d. EVA membuat para manajer agar memfokuskan perhatian pada

kegiatan yang menciptakan nilai dan memungkinkan mereka untuk

mengevaluasi kinerja berdasarkan kriteria maksimum nilai perusahaan.

e. EVA sebagai motivator perusahaan untuk lebih memperhatikan

kebijaksanaan struktur modalnya.

f. EVA dapat digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi proyek atau

kegiatan yang memberikan pengembalian yang lebih tinggi dari pada

biaya modal.

3) Keunggulan dan Kelemahan EVA

Economic Value Added (EVA) sebagai alternatif pengukuran

kinerja perusahaan yang relatif baru, memiliki beberapa keunggulan dan

kelemahan (Utama, 1997: 10). Keunggulan yang dimiliki metode

Economic Value Added (EVA) antara lain:

24

a. Konsep Economic Value Added (EVA) merupakan alat ukur yang

dapat berdiri sendiri tidak memerlukan adanya suatu perbandingan

dengan perusahaan sejenis dalam satu industri, dan tidak perlu pula

membuat suatu analisis kecenderungan dengan tahun – tahun

sebelumnya.

b. Konsep Economic Value Added (EVA) adalah pengukur kinerja

perusahaan yang melihat segi ekonomis dalam pengukurannya, yaitu

dengan memperhatikan harapan – harapan pada pemilik modal

(kreditur dan pemegang saham) secara adil. Dimana derajat

keadilannya dinyatakan dalam ukuran tertimbang dari struktur modal

yang ada dan berpedoman pada nilai pasar, bukan nilai buku.

c. Konsep Economic Value Added (EVA) dapat dipakai sebagai tolok

ukur dalam pemberian bonus bagi karyawan. Disamping itu Economic

Value Added (EVA) juga merupakan tolok ukur yang tepat untuk

memenuhi konsep kepuasan stakeholder yakni bentuk perhatian

perusahaan kepada karyawan, pelanggan dan pemberi modal (kreditur

dan investor).

d. Walaupun konsep Economic Value Added (EVA) berorientasi pada

kinerja operasional akan tetapi sangat berpengaruh untuk

dipertimbangkan dalam penentuan arah strategis perkembangan

portofolio perusahaan.

25

Disamping keunggulan – keunggulan yang dimiliki oleh Economic

Value Added (EVA) terdapat pula beberapa kelemahan EVA (Mirza, 1997

; 68) :

a. EVA hanya mengukur hasil akhir (result), konsep ini tidak mengukur

aktivitas-aktivitas penentu seperti loyalitas dan tingkat retensi

konsumen.

b. EVA terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat

mengandalkan pendekatan fundamental dalam mengkaji dan

mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham-saham

tertentu, padahal faktor-faktor lain terkadang justru lebih dominan.

c. Konsep ini tergantung pada transparansi perhitungan EVA secara

akurat, dalam kenyataanya seringkali perusahaan kurang transparan

dalam mengemukakan kondisi internalnya.

4) Strategi Meningkatkan EVA

Ada beberapa strategi untuk meningkatkan EVA:

a. Strategi penciptaan nilai dengan mencapai pertumbuhan keuntungan

(Profitable Growth), hal ini bisa dicapai dengan menambah modal

yang diinvestasikan pada proyek dengan tingkat pengembalian tinggi.

b. Strategi penciptaan nilai dengan meningkatkan efisiensi operasi dalam

hal ini menaikkan keuntungan tanpa menggunakan tambahan modal.

c. Strategi penciptaan nilai dengan rasionalisasi dan keluar dari bisnis

yang tidak menjanjikan (rationalize and exit unrewording business).

26

Hal ini berarti menarik modal yang tidak produktif dan menarik

modal dari aktivitas yang menghasilkan tingkat pengembalian yang rendah

dan menghapus unit bisnis yang tidak menjanjikan hasil.

5) Langkah-langkah Menentukan EVA

Langkah-langkah yang dilakukan untuk menentukan EVA menurut

(Rousana, 1997; 19) :

a. Menghitung biaya modal utang (Cost of Debt)

b. Menghitung biaya modal saham (Cost of Equity)

c. Menghitung struktur permodalan dari neraca. Struktur modal biasanya

terdiri dari utang dan ekuitas, sehingga dicari:

Komposisi utang = rasio utang terhadap jumlah modal

Komposisi utang = rasio modal saham terhadap jumlah modal

d. Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost

of Capital)

e. Menghitung EVA

EVA = laba operasi bersih sesudah pajak (NOPAT) – biaya modal.

6) Tolok Ukur Penilaian Kinerja Keuangan dalam EVA

Dalam EVA, penilaian kinerja keuangan diukur dengan ketentuan:

a. Jika EVA > 0, maka kinerja keuangan perusahaan dapat dikatakan

baik, karena perusahaan bisa menambah nilai bisnis. Dalam hal ini,

karyawan berhak mendapat bonus, kreditur tetap mendapat bunga dan

pemilik saham bisa mendapatkan pengembalian yang sama atau lebih

dari yang ditanam.

27

b. Jika EVA = 0, maka secara ekonomis “impas” karena semua laba

digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik

kreditur maupun pemegang saham, sehingga karyawan tidak mendapat

bonus hanya gaji.

c. Jika EVA < 0, maka kinerja keuangan perusahaan tersebut dikatakan

tidak sehat, karena perusahaan tidak bisa memberikan nilai tambah.

Dalam hal ini karyawan tidak bisa mendapatkan bonus hanya saja

kreditur tetap mendapat bunga dan pemilik saham tidak mendapat

pengembalian yang sepadan dengan yang ditanam.

3. Market Value Added (MVA)

Menurut Warsono (2003: 47) tujuan utama manajemen keuangan

perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran bagi para pemegang

sahamnya. Tujuan ini jelas bermanfaat bagi para pegang saham biasa, dan itu

juga menjamin bahwa sumberdaya yang terbatas dialokasikan secara efesien.

Kemakmuran bagi para pemegang saham dapat dimaksimumkan dengan

memaksimumkan perbedaan antara nilai pasar ekuitas dengan jumlah modal

ekuitas yang dipasok oleh para investor kepada perusahaan. Perbedaan ini

disebut sebagai nilai tambah pasar (Market Value Added/MVA).

Sedangkan menurut Sartono (2001: 103) tujuan utama perusahaan

adalah memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Selain memberi

manfaat bagi pemegang saham, tujuan ini juga menjamin sumber daya

perusahaan yang langka dialokasikan secara efesien dan memberi manfaat

28

ekonomi. Kemakmuran pemegang saham dimaksimalkan dengan

memaksimalkan kenaikan nilai pasar dari modal perusahaan di atas nilai

modal yang disetor pemegang saham. Kenaikan ini disebut Market Value

Added (MVA).

Ruky (1999: 350) menyatakan bahwa MVA adalah hasil kumulatif

kinerja perusahaan yang dihasilkan oleh berbagai investasi yang telah

dilakukan maupun yang akan dilakukan. MVA mencerminkan seberapa

sukses investasi baru di masa datang.

Manfaat dari MVA disamping untuk mengukur kinerja perusahaan

adalah juga untuk mengukur nilai perusahan yang berhasil diciptakan nilai

perusahaan dalam kaitannya dengan pasar modal akan tampak pada harga

saham perusahaan yang bersangkutan.

Sebagian besar perusahaan memiliki tujuan utama untuk

memaksimalkan kekayaan pemegang saham (investor). Tujuan ini jelas

menguntungkan pemegang saham, tetapi juga bermaksud untuk memastikan

bahwa sumber daya yang terbatas telah dialokasikan secara efisien yang

menguntungkan perekonomian.

Kekayaan pemegang saham akan menjadi maksimal dengan

memaksimalkan perbedaan antara nilai pasar ekuitas perusahaan dengan

jumlah modal ekuitas yang diinvestasikan investor. Perbedaan ini disebut nilai

tambah pasar (Market Value Added) (Brigham dan Houston, 2001:150). Nilai

Market Value Added dapat dihitung dengan rumus (Young dan O’Byrne,

29

2001: 26): MVA = Nilai pasar Ekuitas – Modal ekuitas yang diinvestasikan

investor

MVA t = P t .Q t - P 0.Q t

Keterangan:

P t = Harga pasar saham per lembar

Q t = Jumlah lembar saham yang beredar pada tahun t

P 0 = Harga pasar saham per lembar saat penawaran perdana

Tolok ukur Market Value Added adalah:

a. MVA positif, berarti pihak manajemen perusahaan telah mampu

meningkatkan kekayaan perusahaan dan para pemegang saham atau bisa

dikatakan kinerja perusahaan tersebut sehat.

b. MVA negatif, berarti pihak manajemen tidak mampu atau telah

menurunkan kekayaan perusahaan dan kekayaan para pemegang saham,

atau bisa dikatakan bahwa kinerja perusahaan tidak sehat.

Manfaat dari Market Value Added yang dapat diaplikasikan pada perusahaan,

antara lain:

a. Sebagai alat mengukur nilai tambah dari perusahaan guna meningkatkan

kesejahteraan bagi pemegang saham.

b. Dengan MVA investor dapat melakukan tindakan antisipasi sebelum

mengambil keputusan investasi.

c. MVA dapat dijadikan sebagai alat pengukur atau penilaian peningkatan

kekayaan para pemegang saham perusahaan.

30

C. Kerangka Pikir

Gambar 1

Rasio Keuangan, EVA dan MVA Dalam Mengukur Kinerja Perusahaan

Semen

31

Laporan R/L, Neraca, IHSG, Bunga Obligasi, SBI, Harga Penutupan

Saham.

Rasio Keuangan1. Rasio

Likuiditas2. Rasio

Leverage3. Rasio

Profitabilitas

EVA

1. Biaya modal hutang

2. Biaya modal saham

3. WACC

HasilSehat, Cukup sehat, Tidak sehat

MVA

MVA = Nilai pasar ekuitas – modal ekui-tas yang diinvesta-sikan investor.

PT Semen Gresik (Persero)TbkPT Semen Cibinong Tbk PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

AnalisisCross Sectional Approach dan Time Series Analysis

Berdasarkan Gambar 1, kerangka pikir pada penelitian ini menjelaskan

bahwa untuk mengetahui kondisi kinerja keuangan perusahaan semen, sampel

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu PT Semen Gresik (Persero)Tbk, PT

Semen Cibinong Tbk dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dengan

menggunakan 3 alat analisis yaitu analisis rasio keuangan, EVA dan MVA.

Pertama, Analisis rasio keuangan merupakan suatu teknik analisis yang dalam

banyak hal mampu memberikan petunjuk atau indikator dalam berbagai

kondisi untuk periode sekarang dan periode mendatang yang mungkin akan

mempengaruhi posisi keuangan atau hasil operasi perusahaan yang

bersangkutan. Kedua, Economic Value Added (EVA) merupakan suatu teknik

analisis yang memperhitungkan keuntungan operasi setelah pajak dikurangi

dengan biaya modal dari seluruh modal untuk menghasilkan laba yang

digunakan untuk menilai kinerja perusahaan dengan memperhatikan secara

adil harapan – harapan para pemegang saham dan kreditur. Ketiga, Market

Value Added (MVA) adalah hasil kumulatif kinerja perusahaan yang

dihasilkan oleh berbagai investasi yang telah dilakukan maupun yang akan

dilakukan untuk kemakmuran pemegang saham, dengan memaksimalkan

kenaikan nilai pasar dari modal perusahaan di atas nilai modal yang disetor

pemegang saham.

Ketiga alat perhitungan tersebut dianalisis dengan Cross Sectional

Approach, dengan cara membandingkan rasio-rasio perusahaan yang satu

dengan perusahaan lainnya yang sejenis pada saat yang bersamaan atau

32

dengan rasio rata-rata industri. Time Series Analysis, dengan cara

membandingkan rasio-rasio keuangan perusahaan dari suatu periode ke

periode lainnya, sehingga dapat diketahui bagaimana kondisi kinerja keuangan

perusahaan semen jika diukur dengan metode rasio keuangan, EVA dan

MVA, apakah kondisi kinerja keuangan sudah sehat dan sudah sesuai dengan

yang diharapkan oleh pemegang saham dan kreditur.

D. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian dan tinjauan

pustaka, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : kinerja keuangan PT

Semen Gresik (Persero) Tbk, PT Semen Cibinong Tbk, PT Indocement

Tunggal Prakarsa Tbk sehat jika diukur dengan metode Analisis Rasio

Keuangan, EVA dan MVA.

33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif, yaitu penelitian yang

bertujuan untuk menyusun gambaran atau fenomena suatu permasalahan secara

detail dan sistematis (Poerwanti, 2000: 24).

B. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dokumenter

yaitu jenis data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan oleh pihak lain, yang

biasanya dalam bentuk publikasi atau jurnal.

2. Sumber Data

34

Dalam melakukan penelitian ini penulis memperoleh data dari sumber

data sekunder yaitu neraca dan laporan laba rugi yang diterbitkan oleh

perusahaan semen yang tercatat di Bursa Efek Jakarta. Data penelitian ini

diperoleh dari internet dan pojok BEJ (JSX corner) Universitas

Muhammadiyah Malang.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melihat dan

mempelajari dokumen-dokumen dan catatan-catatan tentang perusahaan yang

diteliti, seperti neraca, laporan laba/rugi dan data tentang saham.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah kelompok dimana seorang peneliti akan memperoleh

hasil penelitian yang dapat disamaratakan (digeneralisasikan). Populasi yang

akan diteliti dalam penelitian ini adalah perusahaan semen yang go publik di

Indonesia, yang listing dan aktif dalam transaksi penjualan di Bursa Efek

Jakarta (BEJ).

2. Sampel

35

Sampel adalah suatu sub kelompok dari populasi yang dipilih dalam

penelitian. Penentuan sampel menggunakan teknik non random sampling

dengan jenis sensus sampling yaitu teknik yang menggunakan semua populasi

dalam pengambilan sampelnya, disamping mempunyai kriteria sebagai

perusahaan semen yang go publik dan memiliki laporan keuangan lengkap

selama periode 2003-2005 yaitu pada perusahaan PT Semen Gresik (Persero)

Tbk, PT Semen Cibinong Tbk dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.

E. Definisi Operasional Variabel

Kinerja perusahaan pada dasarnya menjadi acuan dalam mengelola atau

menilai sehat atau tidaknya suatu perusahaan. Suatu perusahaan dapat berjalan

dengan baik dikarenakan suatu kinerja perusahaan yang baik pula sehingga dapat

memenuhi harapan – harapan para pemegang saham dan kreditur.

Variabel-variabel yang diteliti diantaranya:

1. Analisis Rasio

a. Rasio Likuiditas

Rasio ini dipakai untuk mengukur kemampuan perusahaan

membayar kewajiban jangka pendeknya dengan segera. Termasuk rasio ini

antara lain adalah:

Current Ratio

36

Merupakan perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang

lancar. Rasio menunjukkan kesanggupan membayar hutang jangka

pendek.

Current Ratio = x 100%

Quick Ratio

Merupakan perbandingan antara aktiva lancar (kecuali persediaan)

dengan hutang lancar. Rasio ini merupakan Rasio Likuiditas yang lebih

ketat dari pada Current Ratio. Persediaan dianggap aktiva lancar kurang

likuid, sebab harus melalui dua tahap untuk menjadi kas (persediaan dijual

kemudian menjadi piutang, piutang dikumpulkan baru menjadi kas).

Quick Ratio = x 100%

Pada Current Ratio, semakin besar kemampuan perusahaan untuk

memenuhi kewajiban finansial jangka pendek, tetapi jika terlalu tinggi,

efeknya terhadap earning power kurang baik karena tidak semua modal

kerja dapat digunakan. Pada Quick Ratio elemen-elemen aktiva lancar

selain inventory dianggap paling likuid untuk menjamin pembayaran

hutang pada saat jatuh tempo. Kreditur akan mempertimbangkan rasio ini

dalam memberikan kreditnya.

b. Rasio Leverage (Solvabilitas)

Rasio ini mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh

pemilik dengan dana yang dipinjam perusahaan dari kreditur. Rasio ini

menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban

37

Aktiva LancarHutang Lancar

Aktiva Lancar - PersediaanHutang Lancar

finansialnya. Baik jangka panjang maupun jangka pendeknya. Yang

temasuk rasio ini adalah :

Total Debt to Total Asset Ratio

Merupakan perbandingan antara hutang dengan total aktiva. Rasio

ini mengungkapkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala

kewajiban finansial.

Debt to Asset Ratio = x 100%

Total Debt to Equity Ratio

Merupakan perbandingan antara total hutang dengan modal sendiri.

Rasio ini menunjukkan berapa nilai jumlah modal sendiri yang disediakan

untuk membayar hutang.

Debt to Equity Ratio = x 100 %

c. Rasio Profitabilitas

Rasio ini digunakan untuk mengungkapkan kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba, yang termasuk rasio ini adalah:

Gross Profit Margin = x 100 %

Net Profit Margin = x 100 %

38

Total HutangTotal Aktiva

Total HutangTotal Modal

Laba Sebelum Bunga & Pajak Penjualan

Laba Bersih Setelah Pajak Penjualan

Laba Bersih Setelah Pajak Total Aktiva

Return On Assets = x 100 %

Return On Equity = x 100 %

d. Rasio Aktivitas

Rasio ini untuk menggunakan seberapa efektif perusahaan

menggunakan sumber-sumber dana sebagai mana digariskan oleh

kebijaksanaan perusahaan. Yang termasuk rasio ini adalah:

Total Assets Turn Over =

Fixed Assets Turn Over =

Receivable Turn Over =

Inventory Turn Over =

2. Economic Value Vaded (EVA)

Dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Menghitung biaya modal utang (cost of debt)

Menurut Weston dan Brigham (1990:104) biaya modal utang dapat

ditentukan sebagai berikut:

a. Biaya Utang Sebelum Pajak (before tax cost of debt)

Biaya utang sebelum pajak (Kd) diformulasikan sebagai berikut:

Keterangan:

Kd = Biaya utang sebelum pajak

39

Laba Bersih Setelah Pajak Modal Sendiri

Penjualan Bersih Total Aktiva

Penjualan Bersih . Aktiva Tetap Bersih

Penjualan Kredit Piutang

Harga Pokok Penjualan Rata-rata Persediaan

b. Biaya Utang Setelah Pajak (after tax cost debt)

Biaya utang setelah pajak (Ki) dapat dihitung sebagi berikut:

Keterangan:

= Biaya utang setelah pajak

Kd = Biaya utang sebelum pajak

T = Tarif pajak

2) Menghitung biaya modal saham dengan pendekatan CAPM

Menurut Warsono (2002;147). Biaya modal saham dapat ditentukan

sebagai berikut:

Ks = Rf + β ( Rm - Rf )

Keterangan:

Ks = biaya laba ditahan

Rf = tingkat pengembalian atas suatu aktiva bebas risiko

β = beta, pengukur risiko sistematis saham

Rm = tingkat pengembalian pasar

Adapun rumus perhitungan besarnya beta berdasarkan pendekatan

regresi adalah:

Keterangan:

n = Banyaknya periode pengamatan

x = Tingkat hasil pengembalian dari portofolio pasar ( )

40

y = Tingkat hasil pengembalian saham individual ( )

Untuk mengetahui tingkat hasil pengembalian dari portofolio pasar (

)

Keterangan:

= Tingkat hasil pengembalian dari portofolio pasar periode t

= Indeks harga saham gabungan periode t

= Indeks harga saham gabungan sebelum periode t

Untuk mengetahui tingkat pengembalian saham individual ( )

Keterangan:

= Tingkat hasil pengembalian saham I pada periode t

= Harga saham I pada periode t

= Harga saham I sebelum periode t

= Deviden pada periode t

(Widayanto, 1993: 53)

3) Menghitung struktur permodalan dari neraca

Struktur modal biasanya terdiri dari utang dan modal saham, sehingga

dicari:

komposisi utang = rasio utang terhadap jumlah modal.

komposisi ekuitas = rasio modal saham terhadap jumlah modal

4) Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (WACC)

41

Menurut Young dan O’Bryne (2001; 149) rumus biaya modal rata-rata

tertimbang dapat dihitung sebagai berikut:

WACC =

Adapun rumus lain yang digunakan untuk menghitung WACC

(Weston and Brigham,1994:116)

WACC = Wd . Kd (1 – T) + Ws . Ks

Keterangan:

Wd = Bobot dari hutang

Kd = Tingkat biaya modal hutang sebelum pajak

T = Tingkat pajak yang berlaku

Ws = Bobot dari saham biasa

Ks = Tingkat biaya modal saham biasa

5) Menghitung EVA

Menurut Young dan O’Bryne (2001;32), EVA dihitung sebagai

berikut:

EVA = NOPAT – Biaya Modal

Keterangan:

EVA = Economic Value Added (Nilai Tambah Ekonomis)

NOPAT = Net Operating After Taxes (Laba Operasi Setelah Pajak)

Biaya Modal = WACC x Total Modal

3. Market Value Added (MVA)

42

a. Menghitung nilai kapitalisasi pasar saham = Harga pasar saham x

jumlah saham beredar

= P t .Q t

b. Menghitung MVA = Nilai pasar ekuitas – modal ekuitas yang

diinvestasikan investor

= P t .Q t – P 0.Q t

Keterangan:

P t = harga saham pada periode t

Q t = jumlah saham pada periode t

P 0 = harga saham pada saat penawaran perdana

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini ada dua cara yang dilakukan dalam

membandingkan kinerja keuangan perusahaan antara lain :

1. Cross Sectional Approach dengan menggunakan uji analisis data

perbedaan rata-rata.

Cross Sectional Approach merupakan suatu cara mengevaluasi

unsur-unsur neraca dan laporan laba/rugi dengan cara membandingkan

rasio-rasio perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya yang sejenis

pada saat yang bersamaan atau dengan rasio rata-rata industri. Pendekatan

ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa baik atau buruk suatu

43

perusahaan dibandingkan dengan perusahaan sejenis atau dengan rata-rata

industrinya.

2. Time Series Analysis dengan menggunakan uji analisis data angka indeks.

Time Series Analysis adalah suatu cara mengevaluasi unsur-unsur

neraca dan laporan laba/rugi dengan jalan membandingkan rasio-rasio

keuangan perusahaan dari suatu periode ke periode lainnya. Perbandingan

antara rasio yang dicapai saat ini dengan rasio-rasio pada masa lalu akan

memperlihatkan apakah perusahaan dapat dilihat dari trend tahun ke tahun,

sehingga dengan melihat perkembangan ini perusahaan dapat membuat

rencana-rencana untuk masa depannya.

(Syamsuddin, 2002:39)

G. Uji Hipotesis

Analisis Rasio Keuangan

a. Rasio Likuiditas

Jika ,maka kinerja keuangan perusahaan dapat

dinyatakan sehat atau sebaliknya.

Jika ,maka kinerja keuangan perusahaan dapat

dinyatakan sehat atau sebaliknya.

b. Rasio Leverage (Solvabilitas)

Jika ,maka kinerja keuangan perusahaan dapat

dinyatakan sehat atau sebaliknya.

44

Jika ,maka kinerja keuangan perusahaan dapat

dinyatakan sehat atau sebaliknya.

c. Rasio Profitabilitas

Jika ,maka kinerja keuangan perusahaan dapat

dinyatakan sehat atau sebaliknya.

Jika ,maka kinerja keuangan perusahaan dapat

dinyatakan sehat atau sebaliknya.

Jika ,maka kinerja keuangan perusahaan dapat

dinyatakan sehat atau sebaliknya.

Jika ,maka kinerja keuangan perusahaan dapat

dinyatakan sehat atau sebaliknya.

d. Rasio Aktivitas

Jika ,maka kinerja keuangan perusahaan dapat

dinyatakan sehat atau sebaliknya.

Jika ,maka kinerja keuangan perusahaan dapat

dinyatakan sehat atau sebaliknya.

Jika ,maka kinerja keuangan perusahaan dapat

dinyatakan sehat atau sebaliknya.

Jika ,maka kinerja keuangan perusahaan dapat dinyatakan

sehat atau sebaliknya.

EVA

45

Jika EVA > EVA, maka kinerja keuangan perusahaan dapat

dinyatakan sehat.

Jika EVA < EVA, maka kinerja keuangan perusahaan dapat

dinyatakan tidak sehat.

MVA

Jika MVA > MVA, maka kinerja keuangan perusahaan dapat

dinyatakan sehat.

Jika MVA < MVA, maka kinerja keuangan perusahaan dapat

dinyatakan tidak sehat.

Daftar Pustaka

Eugene, Brigham and Joel Houston. 2001. Fundamentals Of Financial

Management. Eighth Edition, Diterjemahkan oleh Herman Wibowo,

Manajemen Keuangan, Edisi kedelapan, Erlangga, Jakarta.

Hanafi, M. Mamduh Dr, MBA, dkk. 1995. Analisis laporan Keuangan, Edisi

Revisi; UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

_____, M Mamduh dan Abdul Halim. 2003. Analisis Laporan Keuangan, UPP

AMP YKPN, Yogyakarta.

Mahmud, Abdul Halim. 2003. Analisis Laporan Keuangan, Cetakan Pertama,

UPP STIE YKPN, Yogyakarta.

46

Mirza, Teuku. 1997. EVA Sebagai Alat Penilai, Usahawan No.4, XXVI.

Stewart, G Bennet, Stern, Joel M. 1997. EVA sebagai Alat Penilai;

Majalah Usahawan, No.04 / Th XXVI / April.

Mulyadi. 1997. Akuntansi Manajemen, Konsep, Manfaat dan Rekayasa, Edisi

Kedua, STIE YKPN, Yogyakarta.

Riyanto, Bambang. 1997. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan, Edisi 4,

BPFE, Yogyakarta.

Rosyidiana, Heny F. 2003. “Penerapan Economic Value Added (EVA) dan

Market Value Added (MVA) dalam Penilaian Kinerja Keuangan

Perusahaan pada PT Mandom Indonesia Tbk dan PT Mustika Ratu

Tbk”. Skripsi pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah

Malang.

Rousana, Mike. 1997. Memanfaatkan EVA Untuk Menilai Perusahaan di

Pasar Modal Indonesia, Majalah Usahawan No.4 TH XXVI (April):

18-20.

Sartono, A. 2001. Manajemen Keuangan. Edisi 3, BPFE, Yogyakarta.

Setyarini, Fina. 2003. “Analisa Penerapan Antara Eva Dengan Rasio

Keuangan dalam Menilai Kinerja Perusahaan ( Studi Pada

Perusahaan Makanan dan Minuman Yang Terdaftar di BEJ )”.

Skripsi pada Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang.

Syamsudin, Lukman. 2002. Manajemen Keuangan Perusahaan. PT. Raja

Grafindo. Jakarta.

47

Utama, Sidartha. 1997. Economic Value Added, Pengukur Penciptaan Nilai

Perusahaan. Majalah Usahawan no 04 th XXVI, April.

Warsono. 2002. Manajemen Keuangan Perusahaan, Jilid I, Edisi Kedua,

Cetakan Pertama. Penerbit UMM Press, Malang.

_______. 2003. Manajemen Keuangan Perusahaan, Edisi Ketiga, Bayumedia,

Malang.

Weston, J.F dan E.F. Brigham. 1994. Dasar-dasar Manajemen Keuangan.

Terjemahan Al Fonsus Sirait, Jilid 1, Edisi Kesembilan, Cetakan

Pertama, Penerbit Erlangga, Jakarta.

______, J.F dan T.E. Copeland. 1997. Management Finance, Alih bahasa Jaka

Wibisana dan Kirkbrandoko; Manajemen Keuangan, Jilid I dan II,

Edisi ke-9, Penerbit Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Widayanto, Gatot. 1993. Nitami / EVA, Suatu Terobosan Baru dalam

Pengukuran Kinerja Perusahaan, Majalah Usahawan No. 12 TH

XXII: 50-51.

Young, S. David and Stephen O’Byrne. 2001. EVA and Value-Based

Management: A pratical Guide to Implementation, Diterjemahkan

oleh Lusy Widjaja.. Salemba Empat, Jakarta.

www.bi.go.id

www.indoexchange.com

www.jsx.com

www.kompas.com

www.pikiran rakyat.com

48

49