Penilaian Kesehatan Bank Umum Oleh Bank Indonesia -Tugas Kelompok

60
HUKUM PERBANKAN PENILAIAN KESEHATAN BANK OLEH BANK INDONESIA TERHADAP BANK UMUM Disusun Oleh : 1. AYU LAURA TANIA ( 8111412023 ) 2. SILVIA KUMALASARI (8111412028 ) 3. HAFIZHA ( 8111412080 ) 4. VIVI VILASARI ZIADATUL . W ( 8111412133) 5. ALTEZA ABADI ABDILLAH ( 8111413275) FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

description

hukum perbankan

Transcript of Penilaian Kesehatan Bank Umum Oleh Bank Indonesia -Tugas Kelompok

HUKUM PERBANKAN

PENILAIAN KESEHATAN BANK OLEH BANK INDONESIA TERHADAP BANK UMUM

Disusun Oleh :1. AYU LAURA TANIA( 8111412023 )2. SILVIA KUMALASARI(8111412028 )3. HAFIZHA( 8111412080 )4. VIVI VILASARI ZIADATUL . W( 8111412133)5. ALTEZA ABADI ABDILLAH( 8111413275)

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS NEGERI SEMARANGSEMARANG2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan tugas makalah yang berjudul PENILAIAN KESEHATAN BANK OLEH BANK INDONESIA TERHADAP BANK UMUM . Makalah sederhana ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perbankan. Dalam penulisan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini juga dimaksudkan untuk membantu mahasiswa dalam melengkapi pengetahuan tentang penilaian kesehatan bank oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dalam menilai kesehatan bank umum di Indonesia. Oleh sebab itu penulisan makalah ini disesuaikan dengan kebutuhan dimaksud.Kami meyakini bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan kekeliruannya, sehingga setiap tegur sapa dan kritik yang dimaksudkan untuk menyempurnakan atau memperbaiki tulisan makalah ini disambut baik oleh kami sebagai penulis. Semoga makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa dan pihak yang berkepentingan. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Semarang, 30 Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL iKATA PENGANTAR iiDAFTAR ISI iiiBAB I. PENDAHULUAN 11.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 41.3 Tujuan Penulisan 41.4 Manfaat Penulisan 4BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 6 2.1 Kesehatan Bank 62.2 Dasar Hukum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank 72.3 Pihak-Pihak yang Berkepentingan terhadap Kesehatan Bank 8BAB III. PEMBAHASAN 103.1 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum 103.2 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Syariah 273.3 Dampak Penilaian Kesehatan Bank oleh Bank Indonesia 33BAB 1V. PENUTUP 354.1 Kesimpulan 354.2 Saran 36DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKebijakan perbankan yang dikeluarkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia pada dasarnya adalah ditujukan untuk menciptakan dan memelihara kesehatan, baik secra individu maupun perbankan sebagai suatu sistem. Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangann bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, penegelola bank, masyarakat pengguna jasa bank, dan Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank dan pihak lainnya. Kondisi bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehatia-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan menejemen resiko. Perkebangan industri perbankan terutama produk jasa yang semakin kompleks dan beragam akan meningkatkan eksposur resiko yang dihadapi bank. Perubahan eksposur rsiko bank dan penerapan menejemen resiko akan mempengaruhi profil resiko bank yang selanjutnya akan berakibat pada kondisi bank secara keseluruhan.Tingkat Kesehatan Bank merupakan hasil penilaian kondisi Bank yang dilakukan terhadap resiko dan kinerja Bank atau dalam pengertian lain tingkat kesehatan Bank adalah suatu cerminan bahwa sebuah bank dapat menjalankan fungsinya dengan baik.Dalam pengertian lain Tingkat kesehatan bank merupakan hasil penelitian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas asset, manajemen, rentabilitas, likuiditas. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penialian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional. Penilaian kuantitatif adalah penilaian terhadap posisi, perkembangan, dan proyeksi rasio-rasio keuangan bank. Penilaian kualitatif adalah penilaian terhadap faktor-faktor yang mendukung hasil penilaian kuantitatif, penerapan manajemen resiko, dan kepatuhan bank dan saat ini Bank Indonesia juga memiliki metode penilaian kesehatan secara keseluruhan baik dari segi kualitatif dan kuantitatif.Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan atas Undang-udang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubung-an dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.Kesehatan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan opeasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang belaku.Dasar hukum penilaian kesehatan bank tertera pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 13/1/PBI/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. PBI tersebut menggantikan PBI sebelumnya dengan Nomor 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Indikator penilai tingkat kesehatan bank tersebut tertera pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP Tanggal 25 Oktober 2011. Penilaian tingkat kesehatan bank menggunakan struktur atau komponen CAMELS(Capital, Asset Quality, Management, Earning Power, Liquidity, and Sensitivity to Market Risk). Penilaian bank tersebut tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 sertaSurat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004.Dalam menentukan tingkat kesehatan suatu bank, setiap faktor penilaian Tingkat Kesehatan Bank ditetapkan peringkatnya berdasarkan hasil analisis yang komprehensif dan terstruktur dengan menggunakan indikator penilaian baik kuantitatif maupun kualitatif. Peringkat setiap faktor dikategorikan menjadi 5 kategori, yaitu peringkat 1, peringkat 2, peringkat 3, peringkat 4, dan peringkat 5. Urutan peringkat faktor yang lebih kecil mencerminkan kondisi Bank yang lebih baik.Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan.Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat sehingga Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank dapat memberikan arahan atau petunjuk bagaimana bank tersebut harus dijalankan atau bahkan dihentikan kegiatan operasinya.Ukuran untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Kepada bank-bank diharuskan membuat laporan baik yang bersifat rutin ataupun secara berkala mengenai seleuruh aktivitasnya dalam suatu periode tertentu.Penilaian kesehatan bank dilakukan setiap tahun, apakah ada peningkatan atau penurunan. Bagi bank yang kesehatannya terus meningkat tidak jadi masalah, karena itulah yang diharapkan dan supaya dipertahankan terus kesehatannya. Akan tetapi, bagi bank terus-menerus tidak sehat, mungkin harus mendapat pengarahan atau sangsi dari Bank Indonesia sebagai pengawas dan pembina bank-bank.Perkebangan metodologi penilaian kondisi bank senantiasa bersifat dinamis sehingga sistem penilain tingkat kesehatan bank harus diatur kembali agar lebih mencerminkan kondisi bank yang saat ini dan di waktu yang akan datang. Pengaturan kembali tersebut antara lain meliputi penyempurnaan pendekatan penilaian (kualitatif dan kuantitatif ) dan penamabahan atau penilaian. Bagi perbankan hasil akhir penilaian kondisi bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan dalam menetapkan strategi usaha diwaktu yang akan datang. Sedangkan bagi Bank Indonesia, antra lain digunkan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan bank, agar pada suatu waktu yang ditetapkan bank dapat mnerapkan sistem penilaian tingkat kesehatan bank sebagaiana diatur dala peraturan Indonesia maka perbanakan perlu melakukan langkah-langkah persiapakan dalam sistem tersebut.

1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana penilaian tingkat kesehatan bank konvensional oleh Bank Indonesia ?2. Bagaimana penilaian kesehatan bank syariah oleh Bank Indonesia ?3. Bagaimana dampak dari hasil penilaian Bank Indonesia terhadap bank yang tidak sehat ?

1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana penilaian tingkat kesehatan bank konvensional oleh Bank Indonesia.2. Untuk mendeskripsikan bagaimna kesehatan bank syariah oleh Bank Indonesia. 3. Untuk menganalisis bagaimana dampak dari hasil penilaian kesehatan oleh Bank Indonesia terhadap bank yang tidak sehat.

1.4 Manfaat 1. Manfaat Teoritis :a. Penulisan makalh ini diharapkan dapat memberi kontribusi akademis bagi peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan khusunya ilmu dalam bidang hukum perbankan terkait dengan penilaian tingkat kesehatan bank umum yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Diharapkan dari penilaian kesehatan bank tersebut dapat bermanfaat khususnya bagi bank untuk meningkatkan kualitas pelayanan perbankan terhadap masyarakat dan meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk menghimpun dananya ke bank. b. Memberikan informasi dan pengetahuan tentang indikator-indikator penilaian yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk menilai apakah suatu bank tersebut dikatakan bank sehat atau bank yang buruk, diharapkan dapat berguna bagi masyarakat untuk mempercayakan uang atau investasinya kepada bank bank yang terpercaya.

2. Manfaat praktis :a. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi masyarakat untuk dapat secara hati hati dan teliti mempercayakan uangnya atau investasinya kepada bank-bank yang memiliki reputasi dan kualitas prima.b. Adapun untuk akademisi makalah ini diharapkan dapat dijadikan bahan untuk menambah khasanah ilmu hukum perbankan terkait dengan penilaian kesehatan bank oleh Bank Indonesia.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan Bank Budisantoso dan Triandaru mengartikan kesehatan bank sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengertian tentang kesehatan bank tersebut merupakan suatu batasan yang sangat luas, karena kesehatan bank mencakup kesehatan suatu bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya. Menurut Budisantoso dan Triandaru kegiatan tersebut meliputi:1. Kemampuan menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain dan modal sendiri;2. Kemampuan mengelola dana;3. Kemampuan menyalurkan dana ke masyarakat;4. Kemampuan memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain;5. Pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku.Dengan kata lain tingkat kesehatan bank juga erat kaitannya dengan pemenuhan peraturan perbankan (kepatuhan pada Bank Indonesia).[footnoteRef:1] [1: Budisantoso Totok, Triandaru Sigit, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Salemba Empat , Jakarta, 2006. Hlm 51.]

Menurut Bank Of Settlement, bank dapat dikatakan sehat apabila bank tersebut dapat melaksanakan control terhadap aspek modal, aktiva, rentabilitas, manajemen dan aspek likuiditasnya. Pengertian Kesehatan bank menurut Bank Indonesia sesuai denganUndangundang RI No. 7 Tahun 1992 Tentang perbankan Pasal 29 adalah Bankdikatakan sehat apabila bank tersebut memenuhi ketentuan Kesehatan bank dengan memperhatikan aspek Permodalan, Kualitas Asset, Kualitas Manajemen, Kualitas Rentabilitas, Likuiditas, Solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usahabank.

2.2 Dasar Hukum Penilaian Kesehatan BankBerdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia, menetapkan bahwa:1. bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian;2. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada Bank,3. Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;4. Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkas-berkas milik bank tersebut, serta wajib memberikan bantuan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank tersebut;6. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun setiap waktu apabila diperlukan. Bank Indonesia dapat menugaskan akuntan publik untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank;7. Bank wajib untuk menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca, perhitungan laba rugi tahunan dan penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Neraca dan laporan laba rugi tahunan tersebut wajib terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik;8. Bank wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.Peraturan kesehatan bank menekankan bahwa bank di Indonesia memiliki kewajiban untuk melakukan aturan-aturan yang telah disebutkan diatas. Keadaan bank yang tidak sehat akan merusak keadaan perbankan secara keseluruhan dan mengurangi rasa kepercayaan masyarakat. Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai hak untuk selalu mengawasi jalannya kegiatan operasional bank dengan mengetahui posisi keuangan perbankan agar keadaan perbankan di Indonesia dalam keadaan sehat untuk senantiasa melakukan kegiatannya.Selain itu terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur penilaian kesehatan bank antara lain:1. Undang-undang No. 3 Tahun 2004, Undang-Undang Bank Sentral.2. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 13/ 1 /Pbi/2011 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Pelanggaran Aturan Kesehatan Bank.3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP Tanggal 25 Oktober 2011. Penilaian tingkat kesehatan bank menggunakan struktur atau komponen CAMELS (Capital, Asset Quality, Management, Earning Power, Liquidity, and Sensitivity to Market Risk). Penilaian bank tersebut tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 4. Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004.

2.3 Pihak-Pihak yang Berkepentingan Terhadap Kesehatan BankKesehatan bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, karena kegagalan perbankan akan berakibat buruk terhadap perekonomian. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam laporan keuangan terdiri dari pihak eksternal dan pihak internal.[footnoteRef:2] Pihak internal terdiri dari: [2: Nila Jumihari, PENILAIAN KESEHATAN BANK DENGAN METODE CAMEL DAN BASELII, di akses dari https://nilajumiharni.wordpress.com/2014/02/23/makalah-penilaian-kesehatan-bank-dengan-metode-camel-dan-basel-ii/ pada tanggal 30 Maret 2015.]

1. Pihak manajemen, berkepentingan langsung dan sangat membutuhkan informasi keuangan untuk tujuan pengendalian(controlling), pengorganisasian (coordinating) dan perencanaan(planning)suatu perusahaan.2. Pemilik perusahaan, dengan menganalisis laporan keuangannya pemilik dapat menilai berhasil atau tidaknya manajemen dalam memimpin perusahaan.Pihak eksternal terdiri dari:1. Investor, memerlukan analisis laporan keuangan dalam rangka penentuan kebijakan penanaman modalnya. Bagi investor yang penting adalah tingkat imbalan hasil(return)dari modal yang telah atau akan ditanam dalam suatu perusahaan tersebut.2. Kreditur, merasa berkepentingan terhadap pengembalian/pembayaran kredit yang telah diberikan kepada perusahaan, mereka perlu mengetahui kinerja keuangan jangka pendek (likuiditas) dan profitabilitas dari perusahaan.3. Pemerintah, informasi ini sangat berguna untuk tujuan pajak dan jugaoleh lembaga yang lain seperti Statistik.4. Karyawan, berkepentingan dengan laporan keuangan dari perusahaan tempat mereka bekerja karena sumber penghasilan mereka bergantung pada perusahaan yang bersangkutan.

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Penilaian Tingkat Kesehatan BankUmum ( Konvensional )Bank diwajibkan untuk melakukan penilaian sendiri (self assessment) Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan Resiko (Risk-based Bank Rating/RBBR) baik secara individual maupun secara konsolidasi. Dengan terbitnya PBI dan SE terbaru ini, metode CAMELS dinyatakan tidak berlaku lagi, diganti dengan model baru yang mewajibkan Bank Umum untuk melakukan penilaian sendiri (self-assessment) Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan resiko RBBR (Risk-based Bank Rating) baik secra individual maupun secara konsolidasi. Periode Perubahan : CAMEL menuju CAMELS menuju RGEC

Kemudian dikeluarkan PBI No. 13/1/PBI/2011 dan SE BI No. 13/24/DPNP yang berlaku per Januari 2012 menggantikan cara lama penilaian kesehatan bank dengan metodeCAMELS dengan metodeRGEC. Metode CAMELS tersebut sudah diberlakukan selama hampir delapan tahun sejak terbitnya PBI No. 6/10/PBI/2004 dan SE No.6/23/DPNP. Dengan terbitnya PBI dan SE terbaru ini, metode CAMELS dinyatakan tidak berlaku lagi, diganti dengan model baru yang mewajibkan Bank Umum untuk melakukan penilaian sendiri (self-assessment) Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan resiko RBBR (Risk-based Bank Rating) baik secra individual maupun secara konsolidasi.Metode CAMELIndikator pada CAMEL tersebut sangat sederhana, yaitu:1. Penilaian Capital hanya menggunakan satu ukuran saja, yaitu CAR (Capital Adequacy Ratio) yaitu Rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut resiko;2. PenilaianAsset Quality berdasarkan kualitas aktiva produktif bank dengan menggunakan dua indikator yaituRasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif dan Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan;3. Penilaian Management menggunakan 250 pertanyaan, yang mencakup manajemen permodalan, manajemen aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas;4. Penilaian Earning menggunakan dua ukuran yaitu ROA (rasio laba terhadap total aset) dan BOPO (rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional); dan5. PenilaianLiquidity menggunakan LDR yaitu rasio kredit terhadap dana yang diterima dan Rasio kewajiban call money bersih terhadap aktiva lancar.Selain perhitungan kuantitatif di atas, metode CAMEL memperhitungkan faktor lain, yaitu pelaksanaan pemberian kredit usaha kecil (KUK); pelaksanaan pemberian kredit ekspor; pelanggaran terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK); dan Pelanggaran terhadap Posisi Devisa Netto (PDN). Selain itu, tingkat kesehatan bank akan diturunkan menjadi tidak sehat apabila ada perselisihan internal, campur tangan pihak luar dalam manajemen, window dressing atau rekayasa keuangan, praktek bank dalam bank, dan kesulitan keuangan yang mengakibatkan penghentian sementara atau pengunduran diri dari keikutsertaannya dalam kliring.Peraturan Bank Indonesia nomor 6/10/PBI/2004 serta Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 dalam CAMELS lebih mengarah pada ukuran-ukuran kinerja perusahaan secara internal, mulai dari Asset Quality, Management, Earning Power, dan Liquidity, serta Sensitivity to Market Risk.Sistem penilaian dengan 5 faktor tersebut sering disebut dengan CAMELS Rating System. Penilaian CAMEL secara umum adalah sebagai berikut:

Metode RGEC

Sesuai dengan Peratuan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Bank wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan berdasarkan Resiko (Risk-based Bank Rating). Penilaian Tingkat Kesehatan Bank dilakukan terhadap Bank secara individual maupun konsolidasi.Tahap-tahap penilaian bank pada RGEC boleh disebut model penilaian kesehatan bank yang sarat dengan manajemen resiko. Menurut BI dalam PBI tersebut, Manajemen Bank perlu memperhatikan prinsip-prinsip umum berikut ini sebagai landasan dalam menilai Tingkat Kesehatan Bank: Berorientasi Resiko, Proporsionalitas, Materialitas dan Signifikansi, serta Komprehensif dan Terstruktur.Cara perhitungan pada RGEC dibandingkan metode CAMELS relatif berbeda signifikan pada komponen R, yaitu Risk Profile.Kini, penilaian Risk Profile relatif lebih ribet karena mengunakan matriks dengan dua dimensi. Dulu maksudnya dengan CAMELS kita bisa langsung mengetahui nilai peringkat (skornya antara 1 sampai 5) jika sudah mengetahui nilai indikatornya. Namun kini, ada aspek lain yang perlu dipertimbangkan sebelum memperoleh nilai akhir untuk indikator tersebut. Misalnya ratio debitur inti terhadap total kredit sebuah bank adalah .%. Tahap pertamanya sama dengan metoda CAMELS yaitu menentukan peringkat jika diketahui nilai indikatornya. Contoh penjelasan untuk sebagian indikator penilaian untuk faktor Resiko Kredit dapat dilihat pada gambar berikut.

Namun dengan metode baru (RGEC), nilai rasio tersebut belum menentukan nilai akhirnya. Kita harus melihat bagaimana implementasi manajemen resiko bank terkait dengan konsentrasi nilai kredit pada para debitur kelas kakap. Andaikan bank tersebut sudah memagari resiko tersebut dengan segala kebijakan, prosedur, SOP, atau teknik pengendalian resikonya, maka bisa jadi nilai untuk indikator tersebut malah membaik, atau tidak dinilai peringkat 3 seperti cara CAMELS. Sebagai ilustrasi, kita lihat gambar di bawah ini.

Penilaian faktor Profil Resiko merupakan penilaian terhadap Resiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Resiko dalam aktivitas operasional Bank. Penilaian Resiko inheren merupakan penilaian atas Resiko yang melekat pada kegiatan bisnis Bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak, yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan Bank. Karakteristik Resiko inheren Bank ditentukan oleh faktor internal maupun eksternal, antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis, kompleksitas produk dan aktivitas Bank, industri dimana Bank melakukan kegiatan usaha, serta kondisi makro ekonomi.Jadi untuk Risk Profile, kita menggunakan dua dimensi,yaitu nilai faktor dan peringkat resiko sebelum menentukan peringkat akhirnya. Atau dengan kata lain, nilai sebuah indikator merupakan fungsi dari nilai indikatornya dan kualitas manajemen resiko yang terkait dengan indikator tersebut. Inilah esensi dari penilaian kesehatan bank yang baru, yaitu kualitas manajemen resiko. Aspek Risk Profile tersebut mencakup 8 (delapan) jenis Resiko.Penilaian untuk faktor lainnya, yaitu faktor G, E, dan C secara umum sama seperti penilaian dengan CAMELS sebelumnya. Hingga pada akhirnya sampai pada penilaian peringkat komposit tingkat kesehatan bank.

Penilaian pendekatan RGEC menurut Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 Pasal 7 faktor-faktor penilaiannya adalah :1. Risk Profile (Profil Resiko)Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 Pasal 7 ayat 1 penilaian terhadap faktor profil resiko sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf a merupakan penilaian terhadap resiko inheren dan kualitas penerapan manajemen resiko dalam operasional Bank yang dilakukan terhadap 8 (delapan) resiko yaitu resiko kredit, resiko pasar, resiko likuiditas, resiko operasional, resiko hukum, resiko stratejik, resiko kepatuhan, resiko reputasi. Penelitian ini mengukur faktor Risk Profile dengan menggunakan 3 indikator yaitu faktor resiko kredit dengan menggunakan rumus Non Performing Loan (NPL), resiko pasar dengan menggunakan rumus Interest Rate Risk (IRR), dan resiko likuiditas dengan menggunakan rumus Loan to Deposit Ratio (LDR), Loan to Asset Ratio (LAR) dan Cash ratio. Hal tersebut dikarenakan pada resiko diatas peneliti dapat memperoleh data kuantitatif yang tidak dapat diperoleh pada faktor resiko operasional, resiko hukum, resiko stratejik, resiko kepatuhan dan resiko reputasi.Dalam menilai profil resiko, bank wajib pula memperhatiakn cakupan penerapan Manajemen resiko sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan manajemen resiko bagi Bank Umum.Salah satu perbedaan utama metode RGEC dan Metode CAMELS adalah perhitungan profil resiko pada metode RGEC menggunakan dua dimensi penilaian, yaitu (1) Penilaian Resiko Inheren dan (2) Penilaian Kualitas Penerapan Manajemen Resiko.(1) Penilaian Resiko InherenPenilaian resiko inheren merupakan penialaian atas resiko yang melekat pada kegiatan bisnis bank, baik yang dapat dikuantifikasikan maupun yang tidak. Yang berpotensi mempengaruhi posisi keuangan Bank. Karakteristik resiko inheren Bank ditentuakan oleh faktor internal maupun eksternal, antara lain strategi bisnis, karakteristik bisnis, kompleksitas produk, dan aktivitas Bank, industry dimana bank melakukan kegiatan usaha, serta kondisi makro ekonomi.Penilaian atas resiko inheren dilakukan dengan memperhatikan parameter atau indicator yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Penetapan tingkat resiko inheren atas masing-masing jenis resiko mengacu kepadaprinsip-prinsip umum penilaian tingkat kesehatan Bank Umum. Penetapan tingkat resiko inheren untuk masing-masing jenis resiko dikategorikan ke dalam peringkat 1 (low), peringkat 2 (low to moderate), peringkat 3 (moderate), peringkat 4 ( moderate to high), dan peringat 5 (high).a) Resiko KreditResiko Kredit adalah Resiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Dalam menilai Resiko inheren atas Resiko Kredit, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) komposisi portofolio aset dan tingkat konsentrasi; (ii) kualitas penyediaan dana dan kecukupan pencadangan; (iii) strategi penyediaan dana dan sumber timbulnya penyediaan dana; dan (iv) faktor eksternal. Penilaian resiko kredit menggunakan 12 parameter/indikator yang dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran I.1.a dari SE BI No.13/24/DPNP, dengan sebagian cuplikannya dapat dilihat pada tabel berikut.

Sebagian matrik parameter penilaian resiko kredit (sumber: Lampiran I.1.a SE BI No.13/24/DPNP)b) Resiko PasarResiko Pasar adalah Resiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat perubahan dari kondisi pasar, termasuk Resiko perubahan harga option. Resiko Pasar meliputi antara lain Resiko suku bunga, Resiko nilai tukar, Resiko ekuitas, dan Resiko komoditas. Dalam menilai Resiko inheren atas Resiko Pasar, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) volume dan komposisi portofolio, (ii) kerugian potensial (potential loss) Resiko Suku Bunga dalam Banking Book (Interest Rate Risk in Banking Book-IRRBB) dan (iii) strategi dan kebijakan bisnis. Penilaian resiko pasar menggunakan 17 parameter/indikator yang dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran I.1.b dari SE BI No.13/24/DPNP, dengan sebagian cuplikannya dapat dilihat pada tabel berikut.Sebagian matrik parameter penilaian resiko pasar (sumber: Lampiran I.1.b SE BI No.13/24/DPNP)c) Resiko LikuiditasResiko Likuiditas adalah Resiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas, dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. Resiko ini disebut juga Resiko likuiditas pendanaan (funding liquidity risk). Dalam menilai Resiko inheren atas Resiko Likuiditas, parameter yang digunakan adalah: (i) komposisi dari aset, kewajiban, dan transaksi rekening administratif; (ii) konsentrasi dari aset dan kewajiban; (iii) kerentanan pada kebutuhan pendanaan; dan (iv) akses pada sumber-sumber pendanaan. Penilaian resiko likuiditas menggunakan 11 parameter/indikator yang dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran I.1.c dari SE BI No.13/24/DPNP, dengan sebagian cuplikannya dapat dilihat pada tabel berikut.

Sebagian matrik parameter penilaian resiko likuiditas (sumber: Lampiran I.1.c SE BI No.13/24/DPNP)d) Resiko OperasionalResiko Operasional adalah Resiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank. Dalam menilai Resiko inheren atas Resiko Operasional, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) karakteristik dan kompleksitas bisnis; (ii) sumber daya manusia; (iii) teknologi informasi dan infrastruktur pendukung; (iv) fraud, baik internal maupun eksternal, dan (v) kejadian eksternal. Penilaian resiko operasional menggunakan 15 parameter/indikator yang dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran I.1.d dari SE BI No.13/24/DPNP, dengan sebagian cuplikannya dapat dilihat pada tabel berikut.

Sebagian matrik parameter penilaian resiko operasional (sumber: Lampiran I.1.d SE BI No.13/24/DPNP)e) Resiko Hukum Hukum adalah Resiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. Resiko ini juga dapat timbul antara lain karena ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendasari atau kelemahan perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak atau agunan yang tidak memadai. Dalam menilai Resiko inheren atas Resiko Hukum, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) faktor litigasi; (ii) faktor kelemahan perikatan; dan (iii) faktor ketiadaan/perubahan peraturan perundang-undangan. Penilaian resiko hukum menggunakan 13 parameter/indikator yang dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran I.1.e dari SE BI No.13/24/DPNP, dengan sebagian cuplikannya dapat dilihat pada tabel berikut.

Sebagian matrik parameter penilaian resiko hukum (sumber: Lampiran I.1.e SE BI No.13/24/DPNP)f) Resiko StratejikResiko Stratejik adalah Resiko akibat ketidaktepatan Bank dalam mengambil keputusan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Dalam menilai Resiko inheren atas Resiko Stratejik, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) kesesuaian strategi bisnis Bank dengan lingkungan bisnis; (ii) strategi beresiko rendah dan beresiko tinggi; (iii) posisi bisnis Bank; dan (iv) pencapaian rencana bisnis Bank. Penilaian resiko stratejik menggunakan 10 parameter/indikator yang dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran I.1.f dari SE BI No.13/24/DPNP, dengan sebagian cuplikannya dapat dilihat pada tabel berikut:

Sebagian matrik parameter penilaian resiko stratejik (sumber: Lampiran I.1.f SE BI No.13/24/DPNP)g) Resiko KepatuhanResiko Kepatuhan adalah Resiko yang timbul akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku. Sumber Resiko Kepatuhan antara lain timbul karena kurangnya pemahaman atau kesadaran hukum terhadap ketentuan maupun standar bisnis yang berlaku umum. Dalam menilai Resiko inheren atas Resiko Kepatuhan, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) jenis dan signifikansi pelanggaran yang dilakukan, (ii) frekuensi pelanggaran yang dilakukan atau track record ketidakpatuhan Bank, dan (iii) pelanggaran terhadap ketentuan atau standar bisnis yang berlaku umum untuk transaksi keuangan tertentu. Penilaian resiko kepatuhan menggunakan 5 parameter/indikator yang dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran I.1.g dari SE BI No.13/24/DPNP, dengan sebagian cuplikannya dapat dilihat pada tabel berikut.

Sebagian matriks parameter penilaian resiko kepatuhan (Sumber: Lampiran I.1.g SE BI No.13/24/DPNP)h) Resiko ReputasiResiko Reputasi adalah Resiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank. Dalam menilai Resiko inheren atas Resiko Reputasi, parameter/indikator yang digunakan adalah: (i) pengaruh reputasi negatif dari pemilik Bank dan perusahaan terkait; (ii) pelanggaran etika bisnis; (iii) kompleksitas produk dan kerjasama bisnis Bank; (iv) frekuensi, materialitas, dan eksposur pemberitaan negatif Bank; dan (v) frekuensi dan materialitas keluhan nasabah. Penilaian resiko kepatuhan menggunakan 10 parameter/indikator yang dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran I.1.h dari SE BI No.13/24/DPNP, dengan sebagian cuplikannya dapat dilihat pada tabel berikut:

Sebagian matriks parameter penilaian resiko reputasi (Sumber: Lampiran I.1.h SE BI No.13/24/DPNP).(2) Penilaian Kualitas Penerapan Manajemen ResikoPenilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko mencerminkan penilaian terhadap kecukupan sistem pengendalian Risiko yang mencakup seluruh pilar penerapan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Penilaian kualitas penerapan Manajemen Risiko bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas penerapan Manajemen Risiko Bank sesuai prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.2. Good Corporate Governance (GCG)Good Corporate Governance merupakan suatu tata kelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip ketebukaan, akuntabilitas, pertanggung jawaban, independensi, dan kewajaran. [footnoteRef:3]Penilaian terhadap faktor GCG dalam pendekatan RGEC didasarkan ke dalam tiga aspek utama yaitu, governance structure, governance process, dan governance output. Berdasarkan ketetapan Bank Indonesia yang disajikan dalam Laporan Pengawasan Bank. [3: Muh Arief Efendi, The Power of Good Corporate Governance Teori dan Implementasi, Salemba Empat, Jakarta, 2009, hlm. 84]

governance structure mencakup pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi serta kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite. Governance process mencakup fungsi kepatuhan bank, penanganan benturan kepentingan, penerapan fungsi audit intern dan ekstern, penerapan manajemen resiko termasuk system pengendalian intern, penyediaan dana kepada pihak terkait dan dana besar, serta rencana strategis bank. Aspek terakhir governance output mencakup transaparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan pelaksanaan GCG yang memenuhi prinsip Transparancy, Accountability, Responsibility, Indepedency, dan Fairness (TARIF).Penerapan Good Corporate Governance bagi bank dinilai sangat penting karena Good Corporate Governance diharapkan dapat memperbaiki citra perbankan. Dalam melaksanakan prinsip Good Corporate Governance menurut peraturan Bank Indonesia No.8/14/PBI/ 2006 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank umum, setiap bank umum diwajibkan melakukan penilaian mandiri atas pelaksanaan Good Corporate Governance , menyusun laporan pelaksanaan Good Corporate Governance tersebut secara berkala dan kemudian akan dinilai oleh Bank Indonesia.3. Earnings (Rentabilitas)Penilaian terhadap faktor earnings didasarkan pada dua rasio yaitu:a. Return on Asset (ROA) atau Rasio laba sebelum pajak terhadap rata-rata total aset.b. Net Interest Margin (NIM) Rasio pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata total aset.4. Capital (Permodalan)Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 Pasal 7 ayat 2 sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf d meliputi penilaian terhadap tingkat kecukupan permodalan dan pengelolaan permodalan. CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko.[footnoteRef:4] [4: Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya. PT. Rajagrafindo, Jakarta, 2007, hlm.198]

Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko. CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) yang dibiayai dari dana modal sendiri bank baik dari sumbersumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain.[footnoteRef:5] [5: Lukman Dendawijaya, Lima Tahun Penyehatan Perbankan Nasional,Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004, hlm.17.]

Bank wajib menyampaikan hasilself assessmentTingkat Kesehatan Bank kepada Regulator sebagai berikut:1. Untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual, paling lambat pada tanggal 31 Juli untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Juni dan tanggal 31 Januari untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember; dan2. Untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi, paling lambat pada tanggal 15 Agustus untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Juni dan tanggal 15 Februari untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember.

3.2 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank SyariahAnalisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja keuangan bank umum di Indonesia. CAMELS merupakan kepanjangan dari Capital (C), Asset Quality (A), Management (M), Earning (E), Liability atau Liquidity (L), dan Sensitivity to Market Risk (S). Analisis CAMELS diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja keuangan bank umum di Indonesia. CAMELS merupakan kepanjangan dari Capital (C), Asset Quality (A), Management (M), Earning (E), Liability atau Liquidity (L), dan Sensitivity to Market Risk (S).Analisis CAMELS diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.Penilaian tingkat kesehatan bank berdasarkan ketentuan Bank Indonesia mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari:A. Permodalan (Capital)Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan dilakukan melalui penilaian terhadap kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku. Melalui rasio ini akan diketahui kemampuan menyanggah aktiva bank terutama kredit yang disalurkan dengan sejumlah modal bank (Abdullah, 2003:60).Tabel 1. Matriks Kriteria Peringkat Komponen PermodalanRasioPeringkat

CAR 12%1

9% CAR < 12%2

8% CAR < 9%3

6% < CAR < 8%4

CAR 6%5

(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)B. Kualitas Aset (Asset Quality)Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor aset bank dilakukan melalui penilaian terhadap komponen aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif dan tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP).Rasio Kualitas Aktiva Produktif merupakan rasio yang mengukur kemampuan kualitas aktiva produktif yang dimiliki bank untuk menutup aktiva produktif yang diklasifikasikan berupa kredit yang diberikan oleh bank. Rasio ini mengindikasikan bahwa semakin besar rasio ini menunjukkan semakin menurun kualitas aktiva produktif (Taswan, 2010:167).

Tabel 2 Matriks Kriteria Peringkat Komponen KAPRasioPeringkat

KAP1 21

2 < KAP1 3%2

3% < KAP1 6%3

6 < KAP1 9%4

KAP1> 9%5

(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)Rasio pemenuhan PPAP merupakan rasio yang mengukur kepatuhan bank dalam membentuk PPAP untuk meminimalkan risiko akibat adanya aktiva produktif yang berpotensi menimbulkan kerugian (Taswan, 2010:167).Tabel 3 Matriks Kriteria Peringkat Komponen KAPRasioPeringkat

KAP 110%1

105% KAP2< 110%2

100% KAP2< 105%3

95% KAP2< 100%4

KAP2< 95%5

(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)C. Manajemen (Management)Penelitian Merkusiwati (2007) menggambarkan tingkat kesehatan bank dari aspek manajemen dengan rasio Net Profit Margin (NPM), alasannya karena seluruh kegiatan manajemen suatu bank yang mencakup manajemen umum, manajemen risiko, dan kepatuhan bank pada akhirnya akan mempengaruhi dan bermuara pada perolehan laba. Net Profit Margin dihitung dengan membagi Net Income atau laba bersih dengan Operating Income atau laba usaha.Tabel 4 Matriks Kriteria Peringkat Komponen NPMRasioPeringkat

NPM 100%1

81% NPM < 100%2

66% NPM < 81%3

51% NPM < 66%4

NPM < 51%5

(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)D. Profitabilitas (Earnings)Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor profitabilitas bank antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM) atau Net Operating Margin (NOM), dan Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO).ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba secara keseluruhan dari total aktiva yang dimiliki (Dendawijaya, 2009:118).

Tabel 5 Matriks Kriteria Peringkat Komponen ROARasioPeringkat

ROA > 1,5%1

1,25% < ROA 1,5%2

0,5% < ROA 1,25%3

0 < ROA 0,5%4

ROA 0%5

(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)ROE mengindikasikan kemampuan bank dalam menghasilkan laba dengan menggunakan ekuitasnya. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan dan selanjutnya kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham bank (Dendawijaya, 2009:119)Tabel 6 Matriks Kriteria Peringkat Komponen ROERasioPeringkat

ROE > 15%1

12,5% < ROE 15%2

5% < ROE 12,5%3

0 < ROE 5%4

ROE 0%5

(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)Rasio NIM mengindikasikan kemampuan bank menghasilkan pendapatan bunga bersih dengan penempatan aktiva produktif (Taswan, 2009:167). Bank syariah menjalankan kegiatan operasional bank tidak dengan sistem bunga, maka dalam penilaian rasio NIM pada bank syariah menggunakan rasio Net Operating Margin (NOM) yang merupakan pendapatan operasi bersih terhadap rata-rata aktiva produktif.Tabel 7 Matriks Kriteria Peringkat Komponen NIM/NOMRasioPeringkat

NIM > 3%1

2% < NIM 3%2

1,5% < NIM 2%3

1% < NIM 1,5%4

NIM 1%5

(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Dendawijaya, 2009:120). Semakin tingga rasio ini menunjukkan semakin tidak efisien biaya operasional bank.Tabel 8. Matriks Kriteria Peringkat Komponen BOPORasioPeringkat

BOPO 94%1

94% < BOPO 95%2

95% < BOPO 96%3

96% < BOPO 97%4

BOPO > 97%5

(Sumber: SEBI No. 6/23/DPNP tahun 2004)

E. Likuiditas (Liquidity)Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas bank dilakukan melalui penilaian terhadap komponen Loan to Deposit Ratio (LDR).LDR menunjukkan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya (Dendawijaya, 2009:116).Tabel 9. Matriks Kriteria Peringkat Komponen LDRRasioPeringkat

LDR 75%1

75% < LDR 85%2

85% < LDR 100%3

100% < LDR 120%4

LDR > 120%5

(Sumber: SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004)F. Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk) Penilaian rasio sensitivitas terhadap risiko pasar didasarkan pada Interest Rate Risk Ratio (IRRR) yang proksi terhadap risiko pasar. IRRR menunjukkan kemampuan bank dalam mengcover biaya bunga yang harus dikeluarkan dengan pendapatan bunga yang dihasilkan.

3.3 Dampak Penilaian Kesehatan Bank oleh Bank IndonesiaApabila terdapat penyimpangan terhadap aturan tentang kesehatan bank, Bank Indonesia dapat mengambil tindakan-tindakan tertentu dengan tujuan dasar agar bank bersangkutan menjadi sehat dan tidak membahayakan kinerja perbankan secara umum. Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar :1. pemegang saham menambah modal;2. Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan atau direksi bank;3. Bank menghapus bukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang macet, dan meperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;4. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;5. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;6. Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain;7. Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan kewajiban bank kepada bank atau pihak lain.Apabila tindakan tersebut belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank, dan atau menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem perbankan, maka pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan memerintahkan direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuditas. Apabila direksi bank tidak menyeleggarakan Rapat Umum Pemegang Saham, maka pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisikan pembubaran badan hukum bank tersebut,penunjukan tim likuditas, dan perintah pelaksanaan likuditas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB IVPENUTUP

4.1 Kesimpulan Bankdikatakan sehat apabila bank tersebut memenuhi ketentuan Kesehatan bank dengan memperhatikan aspek Permodalan, Kualitas Asset, Kualitas Manajemen, Kualitas Rentabilitas, Likuiditas, Solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usahabank.Bank diwajibkan untuk melakukan penilaian sendiri (self assessment) Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan Resiko (Risk-based Bank Rating/RBBR) baik secara individual maupun secara konsolidasi. Dengan terbitnya PBI dan SE terbaru ini, metode CAMELS dinyatakan tidak berlaku lagi, diganti dengan model baru yang mewajibkan Bank Umum untuk melakukan penilaian sendiri (self-assessment) Tingkat Kesehatan Bank dengan menggunakan pendekatan resiko RBBR (Risk-based Bank Rating) baik secra individual maupun secara konsolidasi. Penilaian pendekatan RGEC menurut Peraturan Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 Pasal 7 faktor-faktor penilaiannya adalah (1). Risk Profile (Profil Risiko)Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 Pasal 7 ayat 1 penilaian terhadap faktor profil risiko sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf a ; (2.) Good Corporate Governance (GCG); (3.) Earnings (Rentabilitas); dan (4.) Capital (Permodalan).Analisis CAMELS diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Analisis CAMELS digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi kinerja keuangan bank umum di Indonesia. CAMELS merupakan kepanjangan dari Capital (C), Asset Quality (A), Management (M), Earning (E), Liability atau Liquidity (L), dan Sensitivity to Market Risk (S).Bank Indonesia dapat mengambil tindakan-tindakan tertentu dengan tujuan dasar agar bankyang dinyatakan tidak sehat bersangkutan menjadi sehat dan tidak membahayakan kinerja perbankan secara umum.4.2 Saran Tingkat kesehatan suatu bank merupakan hal yang penting yang dapat membuat para stakeholders memberikan kepercayaan untuk menanamkan dananya ke dalam bank tersebut. Dalam rangka meningkatkan tingkat kesehatannya, disarankan setiap bank yang berada di Indonesia, terus memperkuat kegiatan usahanya agar jumlah aset yang dimiliki semakin meningkat, jumlah penyaluran dana baik dalam bentuk kredit maupun penempatan di bank lain semakin meningkat, serta pendapatan operasional dan laba yang diperoleh untuk tahun-tahun berikutnya semakin meningkat.Perlu dilakukan pengawasan yang lebih ketat dari bank Indonesia untuk menilai tingkat kesehatan bank mengingat pada saat ini banyak bank bank yang baru, untuk mencegah persaingan atau operasional kegiatan perbankan yang tidak sehat. Bank Indonesia harus benar benar menilai secara akurat dan hasil penilaian tersebut dapat dijadiakn sebagai bahan pemerintah untuk membuat kebijakan-kebijakan di bidang perbankan.

DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Muh Arief. 2009. The Power of Good Corporate Governance Teori dan Implementasi. Jakarta: Salemba Empat. Hermana Budi dan Margianti E.S (2011).Manajemen Dana Bank : Prinsip dan Regulasi di Indonesia. Depok : Penerbit Gunadarma.Dendawijaya, Lukman. 2004. Lima Tahun Penyehatan Perbankan Nasional. Jakarta: Ghalia Indonesia.Kasmir. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajawali Pers.Retnadi, Djoko. 2006. Memilih Bank Yang Sehat. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.Arifani, Rizky. 2013. Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia). Dalam Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB.PBI No. 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank UmumSE BI No. 13/24/DPNP tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umumhttp://www.bi.go.id/id/peraturan/perbankan/Documents/828aa23594154a89aeabab7dc3103805pbi_130112.pdfhttp://ejournal.unesa.ac.id/jurnal/jurnal-akuntansi/artikel/288/analisis-tingkat-kesehatan-bank-berdasarkan-metode-camels-dan-metode-rgechttp://pena.gunadarma.ac.id/perbandingan-tatacara-penilaian-tingkat-kesehatan-bank/http://bankirnews.com

37