Pengukuran Luas Permukaan Bola Menggunakan Pointer Dan Variabel

download Pengukuran Luas Permukaan Bola Menggunakan Pointer Dan Variabel

of 23

Transcript of Pengukuran Luas Permukaan Bola Menggunakan Pointer Dan Variabel

Pengukuran Luas Permukaan Bola Menggunakan Pointer Dan Variabel ResistorJanuary 13, 2011radiotrackLeave a comment

Oleh: Arbai Yusuf Tulisan ini merupakan tugas S2 MIPA Fisika UI dalam mata kuliah Instrumentasi Pengukuran tahun 2008 Abstrak Pengukuran luas banyak sekali macamnya dan juga banyak metodenya. Tulisan ini akan membahas mengenai pengukuran luas permukaan bola dengan menggunakan tranduser. Tranduser terdiri dari pointer dan variabel resistor. Rumus luas permukaan bola adalah 4r2, karena itu untuk mengukur luasnya nilai yang perlu dicari adalah jari-jarinya. Nilai r didapat dari sebuah pointer dan variabel resistor. Pointer akan menggeser variabel resistor ke dalam nilai tertentu jika dilakukan pengukuran. Nilai resistansi ini selanjutnya akan dikonversi menjadi tegangan analog, kemudian dikonversi lagi menjadi data digital menggunakan analog to digital konversion (ADC) dan selanjutnya ditampilkan ke display dalam besaran angka. Besarnya bola yang akan diukur tergantung dari panjangnya pointer yang dibuat. Sedangkan resolusi tergantung dari letak titik pivot dan besar tegangan yang dihasilkan. Kata kunci: Bola, jari-jari, pointer, variabel resistor PENDAHULUAN Luas adalah suatu besaran kuantitas fisika yang menyatakan ukuran suatu permuakaan. Satuan luas utama menurut standar internasional (SI) adalah meter persegi, sedangkan menurut sistem imperial adalah kaki persegi. Pengukuran luas untuk bentuk-bentuk sederhana bisa dilakukan dengan menggunakan persamaan matematika. Misalnya untuk bangun persegi empat luasnya adalah panjang dikali dengan lebar. Terdapat dua jenis bangun dalam geometri, yaitu bangun dua dimensi dan bangun tida dimensi. Bangun dua dimensi terdiri dari belah ketupat, jajaran genjang, layang-layang, lingkaran, persegi panjang, segitiga, trapesium, dll. Sedangkan bangun tiga dimensi terdiri dari balok, bola, kerucut, kubus, limas, prisma, tabung, dll. Untuk menghitung luas permukaan dibutuhkan nilai besaran fisik dari benda tersebut misalnya panjang, lebar, jari-jari, dan tinggi. Dalam tulisan ini pembahasan ditekankan pada pengukuran luas permukaan bola saja. Didalam sistem geometri bola adalah suatu bangun ruang tiga dimensi yang dibentuk oleh tak berhingga lingkaran yang berjari-jari sama panjang dan berpusat pada satu titik yang sama. Gambar 1.1 memperlihatkan sebuah bola dengan jari-jari r. Rumus luas permukaan bola adalah: 4r2 .(1.1) dimana: : konstanta pi besarnya 3.14 r : jari-jari dengan mengetahui nilai jari-jarinya, maka luas permukaan bola dapat diketahui.

Gambar 1.1. Gambar Bola Dengan Jari-jari r PERANCANGAN Untuk menghitung luas permukaan bola diperlukan tranduser yang dapat mengubah besaran fisik yaitu jari-jari bola ke dalam tegangan analog. Kemudian tegangan analog tersebut dimasukkan ke dalam data acquisition sistem untuk diproses dan kemudian ditampilkan kedalam display dalam besaran angka. Mencari Persamaan Untuk Menghitung Jari-jari bola Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk mengukur luas permukaan bola, nilai yang perlu diketahui adalah jari-jari bola. Dalam rancangan ini bagaimana membuat tranduser yang dapat mengukur besarnya jari-jari tersebut. Gambar 2.1 berikut menjelaskan metode untuk mengukur jari-jari bola.

Gambar 2.1. Metode Pengukuran Luas Bola Dalam Gambar 2.1 tersebut menggambarkan metode untuk mengukur jari-jari bola. Alat tersebut mirip sebuah jepit, bola ditempatkan dalam jepit seperti dalam gambar. Pointer akan bergerak dan menggeser variabel resistor ke posisi tertentu. Besarnya pergeseran variabel resistor sebanding dengan besarnya r. Sedangkan diperoleh dari perbandingan antara jari-jari bola r dan perbandingan jarak d1 dan d2. Besarnya nilai r ditentukan dengan persamaan sebagai berikut.

(2.1) dimana: r : Jari-jari bola bayangan r : Jari-jari bola sesungguhnya d2 : Jarak pointer dari titik pivot ke variabel resistor d1 : Jarak pointer dari titik pivot ke bola r akan merubah nilai resistansi pada variabel resistor, perubahan resistansi ini akan merubah pula nilai tegangan Vc. Tegangan Vc inilah yang merepresentasikan jari-jari bola. Tegangan Vc diperoleh dari persamaan:

..

(2.2)

dimana: Vc : Tegangan output variabel resistor Va : Tegangan sumber atas Vb : Tegangan sumber bawah R1 : Nilai resistansi atas R2 : Nilai resistansi bawah Jika Vb dibuat nol maka tegangan Vc sebanding dengan nilai perbandingan resistansi dikalikan dengan Va. Gambar 2.2 berikut memperlihatkan perbandingan resistansi variabel resistor terhadap tegangan Vc.

Gambar 2.2. Grafik Perbandingan Resistansi Variabel Resistor (Rpot) Terhadap Tegangan Vc (5volt) Persamaan 2.2 dapat disederhanakan menjadi:

. (2.3) dimana: Vc : Tegangan output variabel resistor Va : Tegangan sumber Rpot : Perbandingan resistansi R1 dan R2 Rpot merupakan nilai perbandingan resistansi, juga merupakan jarak pergeseran variabel resistor, dengan demikian Rpot juga merepresentasikan r dalam skala 0 sampai 1. Skala 0 menggambarkan bahwa jepit terbuka semua yang berarti batas maksimum jari-jari yang diukur. Sedangkan skala 1 menggambarkan jepit tertutup yang berarti batas minimum jari-jari yang diukur. Untuk mendapatkan nilai r yang sesungguhnya skala Rpot tersebut terlebih dahulu dikalikan dengan panjang pergeseran maksimum variabel resistor yang akan dipakai. . (2.4) dimana: r : Jari-jari bola bayangan rpot : Perbandingan resistansi R1 dan R2 dr : Panjang pergeseran maksimum variabel resistor Dengan memasukkan persamaan 2.3 kedalam persamaan 2.4 akan didapatkan jari-jari bola bayangan r:

(2.5) dimana: r : Jari-jari bola bayangan Vc : Tegangan output variabel resistor Va : Tegangan sumber dr : Panjang pergeseran maksimum variabel resistor Dengan memasukkan persamaan 2.5 kedalam persamaan 2.1, maka jari-jari bola sesungguhnya dapat ditentukan:

dimana: r : Jari-jari bola sesungguhnya d1 : Jarak pointer dari titik pivot ke bola d2 : Jarak pointer dari titik pivot ke variabel resistor Vc : Tegangan output variabel resistor

(2.6)

Va : Tegangan sumber dr : Panjang pergeseran maksimum variabel resistor d1, d2, Va, dan dr diketahui dan dapat dijadikan nilai konstanta, sehingga persamaan 2.6 dapat disederhanakan menjadi:

..(2.7)

dimana k adalah . Persamaan 1.1 dan persamaan 2.7 inilah yang nantinya akan dimasukkan ke dalam data acquisition sistem untuk menghitung luas permukaan bola. Dengan memasukkan persamaan 2.7 ke dalam persamaan 1.1 didapatkan: (2.8) Data Acquisition Sistem (DAS) Data acquisition sistem disini digunakan untuk memproses data analog dari tranduser, menghitung berdasarkan persamaan 1.1 dan 2.7 dan kemudian menampilkannya dalam display dalam bentuk besaran angka. Data acquisition sistem untuk mengukur luas permukaan bola diperlihatkan dalam Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Blok Diagram Data Acuisition Sistem Untuk Pengukuran Luas Permukaan Bola Keluaran tranduser dalam Gambar 2.1 dihubungkan ke DAS melalui blok analog to digital konversion (ADC) untuk diubah kedalam data digital. Keluaran tranduser berupa tegangan 0 sampai 5 volt yang merepresentasikan jari-jari bola. Persamaan 1.1 dan persamaan 2.7 dimasukkan ke dalam mikrokontroller untuk menghitung jari-jari dan luas permukaan bola. Kemudian hasil perhitungan tersebut dikonversi kedalam angka desimal dan ditampilkam kedalam display seven segmen dalam bentuk angka. KESIMPULAN Tulisan ini membahas bagaimana cara mengukur luas permukaan bola dengan cara sederhana yang memanfaatkan pointer dan variabel resistor. Besarnya bola yang diukur luasnya tergantung dari letak titik pivot dan panjang maksimum pergeseran variabel resistor. Sedangkan sensitivitas dan resolusi juga tergantung dari perbandingan d1 dan d2, juga tergantung dari besarnya nilai tegangan yang dihasilkan oleh variabel resistor. DAFTAR ACUAN [1] Alan S Morris, Measurement and Instrumentation Princple, Third Edition, Butterworth Heinemann, Linacre House, Jordan Hill, Oxford, 2001. [2] http://id.wikipedia.org/Categories:Umum

Desain Planimeter Digital Menggunakan Optocoupler Dan Variabel ResistorJanuary 13, 2011radiotrackLeave a comment

Oleh: Arbai Yusuf

Tulisan ini merupakan tugas S2 MIPA Fisika UI dalam mata kuliah Instrumentasi Pengukuran tahun 2008 Abstrak Tulisan ini akan menjelaskan mengenai desain planimeter digital dengan memanfaatkan optocoupler dan variabel resistor. Planimeter ini dirancang untuk mengukur luas area tertentu yang berbentuk tak beraturan. Prinsipnya adalah suatu area tertentu tak beraturan dibagi-bagi menjadi area kecil yang menyerupai bentuk juring dan jajaran genjang. Luas juring

adalah , dimana r adalah jari-jari lingkaran, dan adalah besar sudut juring yang bernilai antara 0 2. Sedangkan luas juring adalah p*l. Luas daerah yang diperoleh adalah hasil penjumlahan dari luas juring tersebut. Ada dua variabel yang perlu dicari yaitu jari-jari (r) dan sudut juring (). Nilai jari-jari dapat diperoleh dari perubahan variabel resistor, sedangkan nilai diperoleh dari jumlah pulsa optocoupler. Kata kunci: Juring, jari-jari, sudut, variabel resistor, optocoupler. PENDAHULUAN Planimeter adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur luas area tertentu yang tidak beraturan pada daerah dua dimensi. Secara umum planimeter terdiri dari dua jenis, yaitu planimeter linier dan planimeter polar. Keduanya mempunyai komponen, ada tracer arm, tracer point, dan sebuah roda yang terhubung ke scala yang berada di tengah tracer arm. Scala tersebut digunakan untuk mengukur berapa besar putaran roda yang dihasilkan. Yang membedakan dari kedua planimeter itu adalah di bagian ujung tracer point. Dalam planimeter linier, ujung tracer hanya bergerak dalam arah translasi. Sedangkan planimeter polar, ujung tracer dapat bergerak ke segala arah. Gambar 1.1 berikut menjelaskan perbedaan planimeter linier dan planimeter polar.

Gamba r 1.1. Planimeter Linier dan Planimeter Polar Prinsip kerja planimeter adalah dengan cara menggerakan tracer point mengelilingi area yang akan diukur luasnya. Tracer point akan menggerakan roda secara memutar dan menggeser. Perputaran dan pergeseran ini akan direkam dalam suatu alat pencatat scala. Dari scala tersebut dapat dihitung berapa luas area yang telah di trace. Gambar 1.2 berikut menjelaskan bagaimana planimeter bekerja.

Gambar 1.2. Cara Kerja Planimeter Dari penjelasan di atas, ada dua pergerakan yang diukur oleh roda yaitu gerak translasi dan gerak rotasi. Gerak translasi terjadi pada saat planimeter bergerak secara pararel terhadap dirinya sendiri (ke kiri atau ke kanan). Sedangkan gerak rotasi terjadi pada saat planimeter ke atas atau ke bawah. Gambar 1.3 menjelaskan gerak translasi.

Gambar 1.3. Gerak Translasi dari Sebuah Planimeter Gambar 1.3 tersebut merupakan gambar gerak translasi dari sebuah planimeter. Dalam gerak translasi tersebut area yang disweeping berbentuk jajaran genjang, sehingga luas area daerah tersbut adalah:

.. (1.1) dimana: A : Luas area yang di sweeping. l : Panjang planimeter dalam jajaran genjang. : Panjang putaran roda. N menandakan arah gerak positif, jika gerak planimeter berlawanan arah dengan N berarti arahnya negatif. Sedangkan gerak kedua adalah gerak rotasi seperti terlihat dalam Gambar 1.4 berikut.

Gambar 1.4. Gerak Rotasi dari Sebuah Planimeter Gambar 1.4 tersebut merupakan gambar gerak rotasi dari sebuah planimeter. Dalam gerak rotasi tersebut area yang disweeping berbentuk juring. Ada dua juring yang dihasilkan dalam gerak rotasi, yaitu area positif dan area negatif. Bagiamana mencari luas kedua area tersebut, didapat dari perbandingan panjang planimeter dalam daerah jajaran genjang dikali dengan luas juring.

Gambar 1.5. Perbandingan Panjang Planimeter Gambar 1.5 menjelaskan perbandingan panjang planimeter yang diberi scala -1 sampai 1 dengan satuan . Perbandingan panjang tersebut digunakan untuk menentukan nilai jari-jari juring. Gambar disebelah kanan adalah persamaan perbandingan panjang untuk masing-masing bagian. Dengan memasukan persamaan tersebut ke dalam persamaan jurung, kita dapatkan:

(1.2) dimana: A : Luas total juring. : Pergeseran titik pivot planimeter. : Sudut juring. Kita telah mendapatkan persamaan luas dalam gerak translasi dan gerak rotasi, untuk mendapatkan luas area yang telah disweeping oleh planimeter menggunakan persamaan sbb:

. (1.3) dimana: A : Luas area yang telah disweeping. l : Panjang planimeter. : Pergeseran titik pivot planimeter. : Sudut juring. : Panjang putaran roda. Persamaan 1.3 adalah persamaan untuk menghitung luas area yang telah disweeping oleh planimeter. PERANCANGAN

Dalam penjelasan di atas telah ditemukan sebuah persamaan untuk menghitung luas area yang terukur oleh planimeter. Ada beberapa variabel yang sudah fix nilainya dan ada yang belum fix yang harus dicari dari alat. Variabel yang sudah fix adalah panjang planimeter (l), sedangkan variabel yang berubah-ubah adalah , , dan . Variabel-variabel tersebut harus diubah kedalam bentuk tegangan analog atau dalam pulsa supaya bisa dihitung dalam data acquisition sistem. Menghitung Nilai Nilai adalah nilai pergeseran titik pivot dalam planimeter. Kita dapat menggunakan sebuah variabel resistor untuk mengetahui pergeserannya. Gambar 2.1 menjelaskan bagaimana mencari nilai .

Gambar 2.1. Mencari Nilai Gambar 2.1 tersebut merepresentasikan nilai dari Gambar 1.5 dimana -1 diwakili oleh tegangan Vb, +1 diwakili oleh tegangan Va, sedangkan nilai Tegangan Vc diperoleh dari persamaan: diwakili oleh Vc.

.. (2.1) dimana:Vc Va Vb R1 : Tegangan output variabel resistor : Tegangan sumber atas : Tegangan sumber bawah : Nilai resistansi atas

R2

: Nilai resistansi bawah

Menghitung Nilai Nilai

dan Nilai

adalah sudut yang terbentuk oleh perputaran roda akibat gerak

planimeter, sedangkan nilai adalah panjang putaran roda. Untuk mencari nilai-nilai tersebut bisa memanfaatkan optocoupler dan sebuah piringan roda yang telah dilubangi. Piringan roda tersebut terhubung ke roda planimeter, jika roda planimeter meter bergerak, maka piringan roda tersebut juga akan ikut bergerak. Pergerakan piringan roda ini akan memotong sorot cahaya dari optocoupler, sehingga keluaran optocoupler

akan berbentuk pulsa. Gambar 2.2 berikut menjelaskan cara mencari nilai dan nilai dari piringan roda.

Gambar 2.2. Cara Kerja Optocoupler Pada Putaran Piringan Gambar tersebut menjelaskan bagaimana mencari sudut dan panjang putaran roda ( ). Untuk mendapatkan nilai tersebut terlebih dahulu kita harus tahu berapa jumlah lubang yang ada dalam piringan roda, dengan mengetahui jumlah lubang maka kita dapat menghitung sudut minimum yang dapat diukur oleh optocoupler. Sudut minimal yang dapat terukur oleh optocoupler dapat dirumuskan sbb:

.. (2.2) dimana: : Sudut minimum yang dapat terukur oleh optocoupler. : Jumlah lubang pada piringan roda.

n

Dengan demikian sudut juring dapat kita ketahui dari sudut minimum dikalikan dengan jumlah pulsa yang didapat. .. (2.3)dimana: : Sudut juring. : Sudut minimum. : Jumlah pulsa yang didapat.

N

Kemudian untuk menghitung nilai panjang putaran roda ( ) dapat dicari dari perbandingan keliling lingkaran piringan roda dikalikan dengan jumlah pulsa.

.. (2.4)dimana: : Panjang putaran roda.

K k

: Keliling lingkaran piringan roda. : Panjang putaran roda minimum.

N : Jumlah pulsa yang didapat. Data Acquisition Sistem (DAS) Data acquisition sistem disini digunakan untuk memproses data analog dari variabel resistor dan jumlah pulsa dari optocoupler, menghitung berdasarkan persamaan 2.4, 2.3, 2.1, dan 1.3, kemudian menampilkannya dalam display dalam bentuk besaran angka. Data acquisition sistem untuk mengukur luas diperlihatkan dalam Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Blok Diagram Data Acquisition Sistem Keluaran variabel resistor dalam Gambar 2.1 dihubungkan ke DAS melalui blok analog to digital konversion (ADC) untuk diubah kedalam data digital. Kemudian keluaran pulsa dari Gambar 2.2 dihubungkan ke digital counter untuk menghitung jumlah pulsa yang dihasilkan. persamaan 2.4, 2.3, 2.1, dan 1.3 dimasukkan ke dalam mikrokontroller untuk menghitung panjang putaran roda ( ), sudut ( ), pergeseran titik pivot ( ) dan : luas area yang telah disweeping (A). Kemudian hasil perhitungan tersebut dikonversi kedalam angka desimal dan ditampilkam kedalam display seven segmen atau LCD dalam bentuk angka. KESIMPULAN Tulisan ini membahas bagaimana cara mengukur luas suatu bidang tak beraturan dengan menggunakan planimeter digital yang memanfaatkan optocoupler dan variabel resistor. Besarnya area yang diukur tergantung dari panjang tracer arm. Sedangkan sensitivitas dan resolusi tergantung dari jumlah lubang pada piringan roda, juga tergantung dari besarnya nilai tegangan yang dihasilkan oleh variabel resistor. DAFTAR ACUAN [1] Alan S Morris, Measurement and Instrumentation Princple, Third Edition, ButterworthHeinemann, Linacre House, Jordan Hill, Oxford, 2001. [2] http://id.wikipedia.org/ [3]http://persweb.wabash.edu/facstaff/footer/Planimeter/HowPlanimetersWork.h

tm

Gambar 2.1. Mencari NilaiCategories:Umum

Aplikasi Accelerometer 3 Axis Untuk Mengukur Sudut Kemiringan (Tilt) Engineering Model Satelit Di Atas Air BearingJanuary 12, 2011radiotrack1 comment

Oleh: Arbai Yusuf Tulisan ini merupakan tugas S2 MIPA Fisika UI dalam mata kuliah Instrumentasi Maya tahun 2008 Abstrak Dalam makalah ini menggambarkan desain dan rancangan aplikasi accelerometer dalam mengukur sudut kemiringan (tilt) pada engineering model satelit. Engineering model (EM) satelit adalah suatu prototype satelit yang digunakan sebagai satelit test selama berada di bumi. Salah satu tes yang dilakukan adalah bagaimana mengontrol attitude satelit, bagaimana sikap satelit jika diberi gangguan dan bagaimana meredam gangguan tersebut. Satelit ditempatkan di atas platform tes (air bearing), dimana satelit tersebut dapat bergerak bebas layaknya di luar angkasa. Satelit diberi gangguan sehingga satelit berubah attitudenya, salah satu attitude yang berubah adalah kemiringan (tilt). Dari kemiringan sudut tersebut user dapat melakukan analisis dan memberi perintah kontrol apa yang akan diberikan. Sensor yang cocok digunakan adalah accelerometer yang memiliki sensitivitas dan resolusi tinggi, dan low g. Dalam makalah ini digunakan three axis accelerometer type LIS3L06AL yang memiliki sensitivitas 0.66 V/g. Accelerometer ditempatkan di atas air bearing dengan posisi sedemikian rupa sehingga salah satu axis tegak lurus dengan bumi. Pada kondisi tegak lurus tersebut accelerometer akan mengalami gaya sebesar 1g (sama dengan gravitasi bumi). Jika posisi accelerometer miring, accelerometer akan mengalami gaya sebesar 1g dikalikan dengan sin. Keluaran accelerometer tersebut dalam bentuk tegangan analog 0 200 mV. Untuk membaca data analog tersebut diperlukan analog to digital conversion (adc) dan sebuah mikrokontroller. Adc digunakan untuk mengubah data analog ke dalam data digital, sedangkan mikrokontroller digunakan untuk menyusun data ke dalam format string yang selanjutnya dikirim ke komputer melalui komunikasi USB. Komputer digunakan untuk mengolah data accelerometer dan menampilkannya dalam bentuk grafik chart dan simple 3D. Kata kunci Accelerometer, Air Bearing, Tilt, ADC, Mikrokontroller. PENDAHULUAN Accelerometer adalah sebuah sensor yang digunakan untuk mengukur percepatan suatu obyek. Accelerometer dapat mengukur percepatan dynamic dan static. Pengukuran percepatan dynamic adalah pengukuran percepatan pada obyek bergerak, sedangkan percepatan static adalah pengukuran percepatan terhadap gravitasi bumi. Untuk mengukur sudut kemiringan (tilt) suatu engineering model satelit hanya diperlukan pengukuran percepatan static. Accelerometer akan ditempelkan di atas air bearing dengan salah satu sumbu tegak lurus dengan permukaan bumi. Accelerometer akan berinteraksi dengan gravitasi bumi, pada kondisi tegak lurus tersebut accelerometer mengalami percepatan sebesar 1g. Jika kondisi EM satelit miring, accelerometer akan mengalami percepatan sebesar 1g dikalikan dengan sin . Engineering model satelit tersebut ditempatkan di atas air bearing. Air bearing adalah suatu platform uji attitude satelit dimana satelit yang ditempatkan di atasnya dapat bergerak bebas layaknya di luar angkasa. Sesuai dengan namanya air bearing (bearing udara), dapat bekerja dengan adanya tekanan udara, udara bertekanan tinggi disemprotkan ke air bearing sehingga alat uji dapat melayang bebas dengan gesekan minimum. Gambar 1.1 adalah contoh air bearing.

Gambar 1.1. Contoh Air Bearing METODA Dalam perancangan ini digunakan accelerometer type LIS3L06AL yang memiliki sensitivitas 0.66V/g. Metode yang digunakan untuk mengukur sudut kemiringan (tilt) ini adalah dengan memanfaatkan efek percepatan static akibat gaya gravitasi. Gambar 2.1 menjelaskan metode tersebut.

Gambar 2.1. Metode Pengukuran Sudut Kemiringan (Tilt) Dari Gambar 2.1 tersebut Gn dapat ditentukan dengan persamaan:

(2.1) dimana: Gn : Gravitasi Resultan. G : Gravitasi Bumi. Sin : Sudut Kemiringan. Sedangkan untuk menentukan sudut kemiringan (tilt) dapat dicari menggunakan persamaan:

(2.2) dimana: Vout : Tegangan output accelerometer.

Voff

: Tegangan ofset pada saat 0g.

: Sensitivity. 1g : Gravitasi bumi. Sin : Sudut kemiringan. Persamaan 2.2 dapat diturunkan lagi menjadi persamaan 2.3 untuk mencari sudut kemiringan (tilt).

(2.3) Vout adalah tegangan keluaran yang terukur oleh accelerometer, Voff adalah tegangan ofset pada

saat 0g, adalah sensitivitas sensor. Semua parameter tersebut diketahui semuanya sehingga sudut kemiringan (tilt) dapat ditentukan. Data yang dikeluarkan oleh sensor tersebut dalam tegangan analog, supaya dapat dikirim ke komputer data tersebut perlu diubah dahulu menjadi data digital. Dengan bantuan analog to digital conversion dan mikrokontroller data tersebut dapat dikirim ke komputer. Pengiriman data ke komputer menggunakan komunikasi USB. Gambar 2.2 berikut menggambarkan blok diagram perancangan.

Gambar 2.2. Blok Diagram Perancangan Dalam Gambar 2.2 tersebut menunjukkan blok diagram perancangan. Untuk melaksanankan penelitian ini hanya dibutuhkan satu buah sensor accelerometer type LIS3L06AL yang merupakan 3 axis accelerometer dengan kemampuan 2g. Analog to digital conversion (adc) dan mikrokontroller digunakan untuk mengkonversi tegangan analog menjadi data digital dan memproses serta menyusun data. Selain itu mikrokontrller berfungsi sebagai jalur komunikasi antara komputer dengan hardware. Mikrokontroller yang digunakan dalam penelitian ini adalah AT32UC3B0256 produk dari atmel. AT32UC3B0256 merupakan mikrokontroller 32 bit dengan kapasitas flash memori 256 kbyte, 32 kbyte internal ram, 8 channel adc 10 bit, universal serial bus (usb), dan low power (3.3volt). sedangkan komputer digunakan untuk menganalisi data accelerometer kemudian menampilkan dalam bentuk grafik chart dan simple 3D. Grafik chart digunakan untuk menampilkan data teganngan dari accelerometer tersebut. Sedangkan simple 3D digunakan sebagai visualisasi atau animasi kemiringan sudut (tilt) dalam bentuk tiga dimensi. HASIL Pengujian kemiringan sudut ini belum dilakukakn di atas air bearing, tetapi langsung dari modul accelerometer dimiringkan dengan sudut tertentu. Kemduian mencatat hasilnya dalam tabel dan menampilkannya dalam bentuk grafik. Hasil pengujian ditunjukkan dalam beberapa bagian, yaitu pengujian non linearitas axis X dan non linieritas axis Y. Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 berikut memperlihatkan pengujian non linieritas accelerometer. Pengujian dilakukan dengan cara memiringkan accelerometer dari sudut -90o sampai +90o. Ada 10 data yang diambil dalam percobaan dengan skala sudut sebesar 22.5o. Tabel 3.1. Pengujian Non Linieritas Axis X

No 1 2

Sudut Kemiringan -90 -67.5

Tegangan (mV) 70 72

3 4 5 6 7 8 9 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

-45 -22.5 0 22.5 45 67.5 90 Sudut Kemiringan -90 -67.5 -45 -22.5 0 22.5 45 67.5 90 Tegangan (mV) 76 80 88 104 127 148 163 174 179

81 98 121 146 160 169 173

Tabel 3.2. Pengujian Non Linieritas Axis Y

Kemudian dari tabel tersebut dibuat grafik seperti yang terlihat dalam Gambar 3.1 dan Gambar 3.2.

Gambar 3.1. Pengujian Non Linieritas Axis X

Gambar 3.2. Pengujian Non Linieritas Axis Y

Gambar 3.3. Tampilan Chart dan Simple 3D Pengukurun Sudut Kemiringan (Tilt). PEMBAHASANSeperti yang diperlihatkan dalam Gambar 3.1 dan Gambar 3.2 bahwa grafik tersebut menunjukkan tegangan keluaran dari sensor accelerometer dari hasil pengukuran -90osampai +90o. Perubahan sudut kemiringan dipengaruhi percepatan dan gravitasi yang dialamai oleh accelerometer. Kalau diamati bahwa grafik tersebut mirip grafik sinusoidal. Mendekati sudut 90o grafik terlihat landai, sedangkan jika mendekati sudut 0o grafik terlihat curam. Ini menandakan bahwa accelerometer tersebut sensitivitasnya menurun jika mendekati sudut -90o atau +90o, dan lebih sensitif jika mendekati sudut 0o. Berdasarkan grafik tersebut accelerometer sangat sesuai untuk pengukuran sudut kemiringan 0 45osaja. Dalam aplikasi pengukuran sudut kemiringan engineering model satelit di atas air bearing, sudut kemiringan yang digunakan tidak lebih dari 45o, jadi accelerometer ini sudah cocok untuk aplikasi tersebut. Gambar 2.3 memperlihatkan tampilan perangkat lunak pengukuran sudut kemiringan (tilt) dari accelerometer. Chart grafik menunjukkan tampilan tegangan 3 axis accelerometer. Grafik berwarna putih menunjukkan tegangan accelerometer terhadap sumbu X, grafik berwarna merah menunjukkan tegangan accelerometer terhadap sumbu Y, sedangkan grafik berwarna hijau menunjukkan tegangan accelerometer terhadap sumbu Z. Di dalam aplikasi pengukuran sudut kemiringan (tilt) engineering model satelit hanya diperlukan dua buah sumbu axis saja, yaitu X dan Y. Sumbu Z tidak digunakan. Grafik dibawah chart adalah contoh animasi simple 3D dari sebuah air bearing (plat form uji attitude). Terdapat dua buah animasi yaitu animasi terhadap sumbu Y dan animasi terhadap sumbu X. Tujuan dari animasi tersebut adalah ingin menunjukkan perubahan sudut dari accelerometer dengan lebih jelas. Dalam berkomunikasi antara mikrokontroller dengan hardware, digunakan komunikasi universal serial bus (usb). Usb yang digunakan bertype B, dengan kecepatan transfer bisa diatur hingga 921600 bps.

KESIMPULANBerdasarkan hasil pengamatan terhadap accelerometer menunjukkan bahwa accelerometer tersebut lebih sensitiv untuk mengukur sudut pada 0 45o, sudut lebih dari 45o kurang sensitiv. Jika diaplikasikan pada pengukuran kemiringan sudut pada air bearing, penggunaan accelerometer jenis ini sudah cukup memadai. Dengan adanya tampilan perangkat lunak labview dan animasi menggunakan simple 3D, pengukuran menjadi lebih menarik dan lebih jelas. Supaya lebih akurat pengukuran sudut kemiringannya perlu dilakukan kalibrasi ulang pada accelerometer.

REFERENSI[1] Alan S Morris, Measurement and Instrumentation Princple, Third Edition, Butterworth Heinemann, Linacre House, Jordan Hill, Oxford, 2001.

[2] ST Microelectronics, Data sheet of LIS3L06AL accelerometer. [3] Texas Instrument, Accelerometer and How They Work.[4] Michelle Clifford and Leticia Gomez, Measuring Tilt with Low-g Accelerometers, AN3107, Freescale Semiconductors, 2005.

Categories:Umu m

Pengukuran Temperatur Menggunakan ThermistorJanuary 11, 2011radiotrackLeave a comment

Oleh: Arbai Yusuf Tulisan ini merupakan tugas S2 MIPA Fisika UI dalam mata kuliah Instrumentasi Pengukuran tahun 2008 PENDAHULUAN Termometer adalah suatu device yang digunakan untuk mengukur suatu besaran fisik suatu sistem dalam keadaan panas atau dingin, dimana besaran fisik tersebut dinamakan temperatur. Terdapat dua elemen penting dalam termometer, yaitu sensor temperatur dan skala. Sensor

temperatur digunakan untuk mendeteksi adanya perubahan temperatur, sedangkan skala digunakan untuk menampilkan hasil perubahan temperatur tersebut dalam bentuk angka. Ada banyak tipe termemeter diantaranya adalah:

Alkohol termometer. Beckmann differential thermometer. Bi-metal mechanical thermometer. Electrical resistance thermometer. Galileo thermometer. Infrared thermometer. Liquid Crystal Thermometer. Medical thermometer. Mercury-in-glass thermometer. Reversing thermometer. Silicon bandgap temperature sensor. Sixs thermometer- also known as a Maximum minimum thermometer. Thermistor. Thermocouple. Coulomb blockade thermometer. Pill Thermometer. THERMISTOR Thermistor adalah sejenis resistor yang nilai resistansinya berubah terhadap temperatur disekitarnya. Pertama kali thermistor ditemukan oleh Samuel Ruben pada tahun 1930 dan telah dipatenkan di USA dengan nomor patennya adalah 2021491. Gambar berikut memperlihatkan simbol thermistor dan beberapa contoh thermistor di pasaran.

Ada dua tipe thermistor, yaitu Positif Temperatur Coeficient (PTC) dan Negative Temperature Coeficient (NTC). Resistansi pada thermistor PTC akan naik seiring naiknya temperatur sekitarnya, dengan kenaikan resistansi linier terhadap temperature. Sedangkan pada thermistor NTC resistansi akan turun seiring naiknya temperature, dengan kenaikan resistansi secara exponential terhadap temperature.

APLIKASI THERMISTOR

Ada banyak aplikasi thermistor, misalnya dalam bidang automotive, militer, kedokteran, telekomunikasi, space, dll. Dalam automotive bisa menggunakan NTC thermistor untuk memonitor temperatur radiator/mesin yang dihubungkan ke electronic control unit (ECU) dan kemudian ditampilakan dalam dashboard mobil. Dalam bidang kedokteran digunakan untuk memonitor temperatur pasien pada saat operasi berlangsung. Dalam bidang space untuk memonitor temperatur baterai, modul-modul satelit, memonitor ruangan dalam satelit, dll. CONTOH APLIKASI THERMISTOR Pada contoh aplikasi ini digunakan thermistor jenis NTC untuk mengukur temperatur ruangan. Pertama kali dilakukan karakterisasi thermistor NTC tersebut yaitu dengan cara memasukkan ke dalam air es untuk temperatur dingin dan mendekatkan pada alat pemanas untuk temperatur panas, kemudian mencatat besar resistansinya. Gambar berikut hasil karakterisasi thermistor NTC.

Hasil dari karakterisasi thermistor NTC tersebut kemudian diplot dalam software mathematic versi 5.1. Dari software tersebut diperoleh persamaan perubahan resistansi terhadap temperatur.

. (4.1) dimana: R : Resistansi Thermistor (Kohm)

T : Temperatur ruangan (oC) Persamaan 4.1 merupakan persamaan resistansi terhadap perubahan temperatur. Thermistor tersebut rencananya akan dihubungkan dengan data acquisition system supaya dapat dibaca besar temperatutnya. Untuk itu perlu adanya rangkaian tambahan, yaitu rangkaian pengkondisi sinyal untuk mengubah besaran resistansi menjadi tegangan analog. Rangkaian pengkondisi sinyal diperlihatkan dalam Gambar berikut.

Dalam Gambar tersebut, thermistor dihubungkan dengan sebuah resistor 10Kohm sehingga rangkaian tersebut berfungsi sebagai pembagi tegangan. Tegangan Vout dapat dicari menggunakan persamaan:

. (4.2) dimana: Vout : Tegangan output yang merepresentasikan temperatur. R2 : Thermistor. R3 : Resistansi pembagi. Vcc : Tegangan sumber. Setelah dilakukan percobaan didapatkan hubungan antara temperatur ruangan terhadap tegangan output, hasilnya dapat dilihat dalam Gambar berikut.

Dari Gambar 4.3 tersebut didapatkan persamaan hubungan antara temperatur dengan tegangan output dari rangkaian sinyal kondisioning.

(4.3) dimana: T : Temperatur ruangan. V : Tegangan output yang merepresentasikan temperatur. Dari keluaran tegangan tersebut bisa langsung dihubungkan dengan data acquisition system untuk menampilkan hasil pengukuran temperatur ke dalam display. DAFTAR ACUAN

[1] Alan S Morris, Measurement and Instrumentation Princple, Third Edition, Butterworth Heinemann, Linacre House, Jordan Hill, Oxford, 2001. [2] http://id.wikipedia.org/ [3] http://www.thermistor.com/applications.php?appID=2 [4] John M. Zurbuchen, Precision Thermistor Thermometry, Application Notes, January 1993 Revised 2000.

Alan S Morris, Measurement and Instrumentation Princple, ThirdCategories:Umum

Lampu LEDJanuary 11, 2011radiotrackComments off

Light Emiting Dioda (LED) LED adalah dioda semikonduktor yang memancarkan cahaya dengan spektrum cahaya sempit ketika dialiri arus listrik dari p-n juntion. Cahaya yang dipancarkan led bermacam-macam, yaitu merah, biru, kuning, hijau, infra red, ultraviolet, dan putih. Warna yang dihasilkan led tergantung dari panjang gelombang dan energy band gap dari material yang membentuk p-n junction. Tabel 2.2 berikut menjelaskan beberapa material semikonduktor yang menghasilkan warna cahaya led.

Tabel 2.1. Material Semikonduktor Yang Menghasilkan Warna Led [1]

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Bahan Aluminium gallium arsenide (AlGaAs) Aluminium gallium phosphide (AlGaP) Aluminium gallium indium phosphide (AlGaInP) Gallium arsenide phosphide (GaAsP) Gallium phosphide (GaP) Gallium nitride (GaN)

Warna red and infrared green high-brightness orange-red, orange, yellow, and green red, orange-red, orange, and yellow red, yellow and green green, pure green (or emerald green), and blue also white (if it has an AlGaN Quantum Barrier) near ultraviolet, bluish-green and blue Blue blue (under development) Blue Blue Ultraviolet near to far ultraviolet (down to 210 nm)

Indium gallium nitride (InGaN) Silicon carbide (SiC) as substrate Silicon (Si) as substrate Sapphire (Al2O3) as substrate Zinc selenide (ZnSe) Diamond (C) Aluminium nitride (AlN), aluminium gallium nitride (AlGaN), aluminium gallium indium nitride (AlGaInN) Warna putih dibentuk dari perpaduan warna biru dan warna kuning. Prinsip dasar inilah yang digunakan untuk menghasilkan led dengan warna putih. Led putih dibentuk dari struktur bahan InGaN-GaN dan phosphor yang berwarna kekuning-kuningan. Material InGaN-GaN akan memancarkan warna biru dengan panjang gelombang antara 450nm 470nm. Disini GaN sebagai dasar substrat, InGaN sebagai layer aktif, kemudian kedua meterial ini diberi penutup (cover) dengan coating phosphor kekuning-kuningan. Tujuan coating ini adalah untuk membentuk kristal cerium-doped yttrium aluminum garnet (Ce3+:YAG) dimana kristal tersebut berbentuk bubuk yang melekat erat pada seluruh penutup (cover) led. Pada saat chip led memancarkan warna biru, kristal pada cover led akan terstimulasi sehingga membentuk perpaduan warna biru dan kuning. Hasil dari perpaduan ini akan tampak pada mata dengan warna putih. Gambar 2.3 menjelaskan hubungan antara panjang gelombang led putih terhadap intensitas cahaya.

Gambar 2.3. Hubungan Panjang Gelombang Led Warna Putih Terhadap Intensitas Cahaya [1].Referensi:

[1] Light-emitting diode, Mei 2007,http://en.wikipedia.org/wiki/LED#White_LEDs No Bahan Warna 1 Aluminium gallium arsenide red and infrared (AlGaAs) 2 Aluminium gallium phosphide green (AlGaP) 3 Aluminium gallium indium high-brightness orange-red, orange, phosphide (AlGaInP) yellow, and green 4 Gallium arsenide phosphide red, orange-red, orange, and yellow (GaAsP) 5 Gallium phosphide (GaP) red, yellow and green 6 Gallium nitride (GaN) green, pure green (or emerald green), and blue also white (if it has an AlGaN Quantum Barrier) 7 Indium gallium nitride (InGaN) near ultraviolet, bluish-green and blue 8 Silicon carbide (SiC) as substrate Blue 9 Silicon (Si) as substrate blue (under development) 10 Sapphire (Al2O3) as substrate Blue 11 Zinc selenide (ZnSe) Blue 12 Diamond (C) Ultraviolet 13 Aluminium nitride (AlN), near to far ultraviolet (down to 210 nm) aluminium gallium nitride (AlGaN), aluminium gallium indium nitride (AlGaInN)