PENGUJIAN PECKING ORDER THEORY PADA NON-BANK … · dengan leverage operasi yang lebih ... yang...
-
Upload
nguyennguyet -
Category
Documents
-
view
222 -
download
0
Transcript of PENGUJIAN PECKING ORDER THEORY PADA NON-BANK … · dengan leverage operasi yang lebih ... yang...
Contoh 2 Penelitian: Konsentrasi Akuntansi dan Keuangan
PENGUJIAN PECKING ORDER THEORY PADA NON-BANK FINANCIAL
INSTITUTION (NBFIs) DI INDONESIA
K. Bagus Wardianto
Dosen Jurusan Administrasi Bisnis FISIP Universitas Lampung
HP. 081366822679, email: [email protected]
ABSTRACT
This research investigates into the capital structure determinants of Non-Bank
Financial Institutions (NBFIs) in LQ45 firms during the period of 2004-2011. For
this purpose, leverage is taken as dependent variable while tangibility, growth,
size and profitability are selected as independent variables. The study has shown
that tangibility and profitability are significant in explaining variation in
leverage of the NBFIs in LQ45 firms while growth and size are insignificant in
explaining variation in leverage of the NBFIs in LQ45 firms.
Keywords: Leverage, tangibility, growth, size, profitability, pecking order theory.
PENDAHULUAN
Pemenuhan sumber dana yang
dilakukan oleh perusahaan, untuk
memastikan operasionalnya dapat
berjalan dengan lancar, berasal dari
dua hal. Pertama, sumber dana yang
dibutuhkan perusahaan dipenuhi dari
luar, yaitu, berupa utang dan saham
yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Di mana, pemegang saham dapat
menjadi pemilik perusahaan, adapun
kreditur (pemberi utang) tidak bisa
menjadi pemilik perusahaan.
Sedangkan sumber dana perusahaan
yang kedua adalah berasal dari
sumber dana internal, yang berupa
laba ditahan.
Kajian tentang pemenuhan sumber
pendanaan perusahaan ini sering
dikenal juga dengan teori struktur
modal. Teori struktur modal ini
menitikberatkan pada bagaimana
komposisi antara utang jangka
panjang dengan saham yang ideal
sehingga diperoleh struktur modal
yang optimal. Struktur modal yang
optimal ini terlihat dengan
meningkatkan kesejahteraan pemilik
perusahaan, sehingga bagaimana
mewujudkan struktur modal yang
optimal ini menjadi salah satu
agenda penting yang dituntut kepada
manajer keuangan. Namun, kajian
tentang bagaimana mewujudkan
struktur modal yang optimal sampai
saat ini belum menemukan
kesepakatan bersama.
Salah satu kajian tentang struktur
modal adalah memaksimalkan
penggunaan utang, sampai tingkat
tertentu, untuk mendapatkan
penghematan pajak karena adanya
pembayaran bunga. Teori ini disebut
trade-off theory. Masih berdasarkan
trade-off theory, sumber pendanaan
yang digunakan oleh perusahaan
setelah utang tidak terpenuhi adalah
dengan cara menjual saham.
Sehingga penggunaan saham,
sebagai sumber pendanaan
perusahaan, merupakan alternatif
terkahir setelah penggunan utang
dirasa kurang.
Terdapat beberapa faktor
pertimbangan dalam menerapkan
trade-off theory ini. Faktor-faktor
tersebut, menurut Brigham dan
Houston (2001), antara lain, pertama,
Stabilitas Penjualan. Perusahaan
dengan penjualan yang relatif stabil
dapat lebih aman memperoleh lebih
banyak pinjaman dan menanggung
beban tetap yang lebih tinggi
dibandingkan dengan perusahaan
yang penjualannya tidak stabil.
Kedua Struktur Aktiva. Perusahaan
yang aktivanya sesuai untuk
dijadikan jaminan kredit cenderung
lebih banyak menggunakan utang.
Aktiva multiguna yang dapat
digunakan oleh banyak perusahaan
merupakan jaminan yang baik,
sedangkan aktiva yang hanya
digunakan untuk tujuan tertentu tidak
begitu baik untuk dijadikan jaminan.
Ketiga Leverage Operasi. Jika hal-
hal lain tetap sama, perusahaan
dengan leverage operasi yang lebih
kecil cenderung lebih mampu untuk
memperbesar leverage keuangan
karena ia mempunyai risiko bisnis
yang lebih kecil.
Keempat Tingkat Pertumbuhan. Jika
hal-hal lain tetap sama, perusahaan
yang tumbuh dengan pesat harus
lebih banyak mengandalkan modal
eksternal. Lebih jauh lagi, biaya
pengembangan untuk penjualan
saham biasa lebih besar daripada
biaya untuk penerbitan surat utang,
yang mendorong perusahaan untuk
lebih banyak mengandalkan utang.
Kelima Pajak. Bunga merupakan
beban yang dapat dikurangkan untuk
tujuan perpajakan, dan pengurangan
tersebut sangat bernilai bagi
perusahaan yang terkena tarif pajak
yang tinggi. Karena itu, makin tinggi
tarif pajak perusahaan, makin besar
manfaat penggunaan utang.
Keenam Sikap Manajemen.
Sejumlah manajemen cenderung
lebih konservatif daripada
manajemen lainnya, sehingga
menggunakan jumlah utang yang
lebih kecil daripada rata-rata
perusahaan dalam industri yang
bersangkutan, sementara manajemen
lain lebih cenderung menggunakan
banyak utang dalam usaha mengejar
laba yang lebih tinggi.
Sedangkan menurut Atmaja (2003)
faktor-faktor penentu struktur modal
antara lain, pertama, Konservatisme
manajemen. Manajer yang bersifat
konservatif cenderung menggunakan
tingkat utang yang “konservatif”
pula (sedikit utang) daripada
berusaha memaksimumkan nilai
perusahaan dengan menggunakan
lebih banyak utang.
Kedua Pengawasan. Pengawasan
utang yang besar dapat berakibat
semakin ketat pengawasan dari pihak
kreditor (misalnya, melalui kontrak
perjanjian atau covenant).
Ketiga Struktur aktiva. Perusahaan
yang memiliki aktiva yang dapat
digunakan sebagai agunan utang
cenderung menggunakan utang yang
lebih besar.
Keempat Risiko bisnis. Perusahaan
yang memiliki risiko bisnis
(variabilitas keuntungannya) tinggi
cenderung kurang dapat
menggunakan utang yang besar
(karena kreditor akan meminta biaya
utang yang tinggi).
Kelima Tingkat pertumbuhan. Faktor
lain dianggap tetap, perusahaan
dengan tingkat pertumbuhan yang
tinggi pada umumnya lebih
tergantung pada modal dari luar
perusahaan. Pada perusahaan dengan
tingkat pertumbuhan yang rendah
kebutuhan modal baru relatif kecil
sehingga dapat dipenuhi dari laba
ditahan.
Keenam Pajak. Biaya bunga adalah
biaya yang dapat mengurangi
pembayaran pajak, sedangkan
pembayaran deviden tidak
mengurangi pembayaran pajak.
Beberapa hal lainnya yang bisa
dipakai sebagai pertimbangan dalam
menentukan struktur modal menurut
Hanafi (2004) antara lain:
Stabilitas Penjualan. Perusahaan
yang mempunyai penjualan yang
stabil, bisa menggunakan utang yang
semakin tinggi. Semakin stabil
penjualan suatu perusahaan, semakin
mampu perusahaan tersebut menutup
kewajiban-kewajibannya.
Struktur Aset. Perusahaan yang
mempunyai aktiva tetap yang lebih
besar (yang berusia panjang), apalagi
jika digabung dengan tingkat
permintaan produk yang stabil, akan
menggunakan utang yang lebih
besar.
Sikap Manajemen. Manajemen yang
konservatif akan menggunakan utang
yang lebih sedikit, dan sebaliknya.
Pemegang saham yang ingin
menjaga kendali atas perusahaannya
akan menggunakan utang yang lebih
banyak. Sebaliknya, jika perusahaan
tidak berkepentingan terhadap
kendali perusahaan, akan cenderung
menerbitkan saham baru.
Selain trade-off theory, masih ada
lagi sebuah teori yang menjadi anti-
tesis dari trade-off theory ini. Teori
ini dikenal dengan sebutan pecking
order theory. Berbeda dengan trade-
off theory yang langsung
menyarankan penggunaan utang
apabila perusahaan mencari sumber
pendanaan. Maka pecking order
theory ini lebih menyarankan
penggunaan sumber dana internal
sebagai sumber pendanaan utama
perusahaan. Sumber dana internal
yang dimaksud adalah laba ditahan
yang tidak dibagikan kepada
pemegang saham dalam bentuk
deviden. Apabila sumber dana
internal perusahaan, yang berupa
laba ditahan, dirasa kurang, baru
kemudian disarankan menggunakan
utang kemudian terkahir baru
menjual saham.
Faktor-faktor yang menjadi
pertimbangan dalam pecking order
theory ini juga berbeda dibandingkan
dengan trade-off theory. Faktor-
faktor yang menentukan dalam
prespektif pecking order theory yang
utama adalah ketika perusahaan
mendapatkan laba penggunaan utang
sebagai sumber dana perusahaan
bukanlah yang utama. Sehingga
hubungan antara tingkat laba atau
profitabilitas perusahaan dengan
tingkat utang, berdasarkan pecking
order theory, memiliki arah yang
negatif. Artinya apabila
profitabilitasnya meningkat, maka
tingkat utang perusahaan akan
menurun. Sebaliknya, apabila
profitabilitasnya menurun maka
tingkat utangnya akan meningkat.
Sudah banyak juga penelitian-
penelitian terdahulu yang menguji
pelaksanaan kebijakan utang atau
pemenuhan sumber pendanaannya
lebih cenderung mengikuti arahan
trade-off theory atau pecking order
theory. Diantaranya yang dilakukan
oleh Mohammad Abu Sayeed (2011)
terhadap 46 perusahaan yang
terdaftar pada Dhaka Stock
Exchange (DSE) selama tujuh tahun
(1999 -2005), sehingga
menghasilkan 322 sampel,
mengatakan: “The results show that
agency costs are negatively affecting
the total debt ratios of Bangladeshi
companies. Tax rate is having
positive impact only for long term
debt and non debt tax shields such as
depreciations are negatively
impacting on total debt ratio.
Bankruptcy costs and profitability
are irrelevant in determining
leverage ratios, while firm size has
positive impact in determining both
total and long term debt ratios.
Collateral value of assets positively
influence only total debt ratio
whereas number of years in
operation does not have very
significant impacts on the capital
structure determination. Another
variable - industry characteristic,
has been found to be a significant
determinant of debt ratios.”
Rabiah Abdul Wahab, Mohd Sabri
Mohd Amin and Khairuddin Yusop
(2012) melakukan penelitian
terhadap 10 perusahaan developer,
yang dibagi menjadi dua, yaitu lima
perusahaan developer terbaik dan
lima perusahaan developer terburuk
selama periode 2001-2010. Mereka
menyimpulkan: “The study has
shown that only profitability and
tangibility are significant in
explaining variation in leverage of
the top five developers while non-
debt tax shield, growth opportunity
and liquidity are insignificant in
explaining variation in leverage of
the top five developers.”
Adapun Chinmoy Ghosh, Milena
Petrova dan Adam Wang (2012)
yang melakukan penelitian selama
1950 – 2008 menyimpulkan: “Our
results show that the constructed
variable, weighted average historical
profitability, has a strong negative
impact on the firm’s current capital
structure. This impact is robust for
small vs. large firms, high vs. low
growth firms and is not influenced by
market conditions. Our findings
imply that the firm’s capital structure
is to a large extent the outcome of
accumulating historical operating
profits.”
Thian Cheng Lim (2012) melakukan
penelitian pada perusahaan jasa
keuangan di Cina dengan periode
2005-2009. Kesimpulan yang dia
buat adalah: “The results show that
profitability, firm size, non-debt tax
shields, earnings volatility and non-
circulating shares are significant
influence factors in financial sector.
Moreover, firm size is positively
related to the corporate leverage
ratio. It is also found that Chinese
institutional characteristic affects the
capital choice decision. While it
confirmed that capital structure
determinant of financial firms are
similar to other industry, the largely
state ownerships do affect capital
structure choices.”
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh
Rasoul Keshtkar, Hashem Valipour
dan Ali Javanmard (2012) terhadap
70 perusahaan yang terdaftar pada
Teheran Stock Exchange selama
2001-2010 mengatakan: “Based on
literature of capital structure we
define some of the variables such as
size, profitability, Growth
Opportunities and dividend payout
as the most effective variables over
capital structure, then their
relationship tested by using multiple
regression techniques. Because of
variant nature of debt under different
debt maturities, in this paper, the
liabilities divided in too short term
liabilities, long term liabilities and
total liabilities. Findings indicate
that during the study period,
profitability is negatively associated
with capital structure, which can be
described by pecking order Theory,
So the findings of this study shows
that the capital structure in Iran are
not consistent with the findings of
Static Trade-off Theory and there is
no meaningful correlation between
other factors and capital structure.”
Kemudian penelitian yang dilakukan
oleh Sayla Sowat Siddiqui (2012)
pada 24 perusahaan untuk periode
2006-2008 menghasilkan: “It is
found that factors such as debt
service coverage, liquidity ratio,
growth rate, operating leverage, firm
size and age of the firm have
significant influences on the leverage
structure chosen by NBFIs in the
Bangladesh context.”
Merujuk pada penelitian-penelitian
terdahulu di atas, banyak
perusahaan-perusahaan yang
dijadikan sampel penelitian
cenderung mengikuti konsep pecking
order Theory dalam melakukan
kebijakan utang atau pemenuhan
sumber pendanaan mereka. Selain di
atas juga terdapat beberapa
penelitian yang secara khusus
menguji bagaimana aplikasi pecking
order Theory, diantaranya penelitian
yang dilakukan oleh Ari Christianti
(2008) dengan judul: Pengujian
Pecking Order Theory (POT):
Pengaruh Leverage Terhadap
Pendanaan Surplus dan Defisit Pada
Industri Manufaktur di Bursa Efek
Indonesia menemukan bahwa
perusahaan yang menjadi sampel
penelitian tidak mengikuti konsep
pecking order Theory dalam
melakukan kebijakan utang atau
pemenuhan sumber pendanaan
mereka.
Hasil yang sama dengan Ari
Christianti dilakukan juga penelitian
oleh Robert Aldo Iquiapaza, Antônio
Artur de Souza dan Hudson
Fernandes Amaral (2007) dengan
judulnya: Capital Structure and
Financing Decisions: new test for
Pecking Order Theory
menyimpulkan bahwa perusahaan
yang menjadi sampel penelitian
mereka tidak mengikuti konsep
pecking order Theory dalam
melakukan kebijakan utang atau
pemenuhan sumber pendanaan
mereka.
Berbeda dengan kedua penelitian di
atas, penelitian yang dilakukan oleh
Javier Sa´nchez dan J. Fransisco
Martin (2005) dengan judulnya:
Financing Preferences of Spanish
Firms: Evidence on the Pecking
Order Theory menyimpulkan bahwa
perusahaan yang menjadi sampel
penelitian mereka mengikuti konsep
pecking order Theory dalam
melakukan kebijakan utang atau
pemenuhan sumber pendanaan
mereka.
Akhirnya menarik untuk dikaji lebih
lanjut bagaimanakah aplikasi konsep
pecking order theory ini, terutama
pada perusahaan-perusahaan yang
masuk dalam daftar LQ45 di Bursa
Efek Indonesia. Hal ini karena
perusahaan-perusahaan yang masuk
dalam daftar LQ45 merupakan
perusahaan-perusahaan pilihan
dengan tingkat penjualan saham
tercepat di Bursa Efek Indonesia.
Sehingga tujuan dalam penelitian ini:
untuk mengetahui aplikasi pecking
order theory pada perusahaan-
perusahaan nonkeuangan LQ45
periode 2004-2011.
Hipotesis:
1. Secara parsial terdapat pengaruh
tangibility, pertumbuhan
perusahaan (growth), ukuran
perusahaan (size) dan
profitabilitas (profitability)
terhadap struktur modal.
2. Secara bersama-sama terdapat
pengaruh tangibility,
pertumbuhan perusahaan
(growth), ukuran perusahaan
(size) dan profitabilitas
(profitability) terhadap struktur
modal.
3. Profitabilitas merupakan faktor
yang dominan dalam
menentukan struktur modal.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian eksplanasi asosiatif.
Tingkat eksplanasi menurut David
Kline, dalam Sugiyono (2006),
adalah tingkat penjelasan, sehingga
penelitian ini bermaksud
menjelaskan kedudukan variabel-
variabel yang diteliti serta hubungan
antara satu variabel dengan variabel
lainnya.
Populasi dan Sampel
Populasi yang diteliti dalam
penelitian ini adalah perusahaan-
perusahaan yang selalu listing dalam
daftar LQ 45 di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2004-2011.
Pemilihan data dan sampel dalam
penelitian ini dilakukan berdasarkan
teknik purposive sampling type
judgement sampling, yaitu penarikan
sampel yang dilakukan secara
sengaja berdasarkan kriteria yang
ditetapkan untuk pengambilan
sampel sebagai berikut:
1. Perusahaan yang selalu listing
dalam daftar LQ 45 di Bursa
Efek Indonesia yang telah
memplubikasikan laporan
keuangan secara terus menerus
selama periode penelitian, yaitu
tahun 2004 sampai dengan tahun
2011.
2. Perusahaan-perusahaan yang
diteliti harus termasuk dalam
daftar perusahaan LQ 45 yang
dikeluarkan oleh Bursa Efek
Indonesia dan bukan perusahaan
perbankan. Hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk menghindari
adanya bias yang disebabkan
karena adanya perbedaan
klasifikasi perusahaan.
3. Perusahaan-perusahaan LQ 45
yang menyajikan laporan rugi-
laba mempunyai perolehan laba
dan tidak rugi, karena laba yang
negatif sebagai penyebut dalam
rasio menjadi tidak bermakna
dalam perhitungan rasio
keuangan.
Berdasarkan kriteria di atas, maka
terdapat 10 perusahaan yang akan
dijadikan sampel dalam penelitian
ini. Kesepuluh perusahaan tersebut
adalah sebagai berikut: Astra Agro
Lestari Tbk (AALI); Aneka
Tambang (Persero) Tbk (ANTM);
Astra Internasional Tbk (ASII);
International Nickel Ind. Tbk
(INCO); Indofood Sukses Makmur
Tbk (INDF); Indosat Tbk (ISAT);
Kalbe Farma Tbk (KLBF); Tambang
Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA);
Telekomunikasi Indonesia Tbk
(TLKM) dan United Tractors Tbk
(UNTR).
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah dokumentasi dari
laporan keuangan perusahaan-
perusahaan non perbankan yang
termasuk dalam daftar LQ 45 yang
memenuhi kriteria di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2004-2011.
Definisi Operasional
1. Tangibility (X1) merupakan
jumlah aktiva tetap yang bisa
digunakan sebagai agunan dalam
mengajukan utang oleh
perusahaan. Ukuran yang
digunakan, sebagai tangibility,
adalah perbandingan antara
aktiva tetap (fixed assets)
dengan total aktiva (total assets).
2. Pertumbuhan perusahaan/growth
(X2) merupakan kemampuan
perusahaan dalam
mengembangkan usahanya
selama satu tahun yang
tercermin dari perkembangan
jumlah aktiva perusahaan.
Ukuran yang digunakan, sebagai
pertumbuahan perusahaan,
adalah: a percentage increase in
total assets.
3. Ukuran perusahaan/firm size
(X3) merupakan cerminan besar
kecilnya perusahaan yang
nampak dalam nilai total aktiva
perusahaan pada neraca akhir
tahun. Ukuran yang digunakan,
sebagai ukuran perusahaan,
adalah dengan mengkalikan
logaritma natural (Ln) dengan
total penjualan.
4. Profitabilitas/profitability (X4)
merupakan kemampuan
perusahaan untuk memperoleh
keuntungan atas kegiatan usaha
perusahaan selama satu tahun.
Ukuran yang digunakan, sebagai
prifitabilitas, yaitu return on
assets (ROA).
5. Struktur modal, yang
diproksikan dengan Leverage
(Y) merupakan pendanaan
perusahaan yang berasal dari
utang atau pinjaman dengan
jangka waktu jatuh tempo lebih
dari satu tahun yang diukur dari
total utang jangka panjang (Long
Term Debt) dibagi Total Aset
pada neraca perusahaan setiap
tahunnya.
Teknik Analisis Data
Pengujian asumsi klasik
Metode regresi OLS akan dapat
dijadikan alat estimasi yang tidak
bias jika telah memenuhi persyaratan
BLUE (Best Linear Unbiased
Estimator), yaitu uji normalitas,
tidak terdapat multikolinearitas, tidak
terdapat autokorelasi, dan tidak
terdapat heteroskedastisitas.
a. Asumsi Normalitas
Model yang sempurna adalah model
yang bisa menghasilkan nilai
estimasi pada Y yang sama persis
dengan nilai Y asal (nilai residual
sama dengan 0). Ghozali (2009)
mengatakan salah satu cara handal
untuk menguji apakah distribusi data
normal atau tidak dapat dilakukan
dengan analisis grafik normal p-p
plot of regression standardized
residual yang membandingkan
distribusi kumulatif dari data
sesungguhnya dengan distribusi
kumulatif dari distribusi normal.
Distribusi normal akan membentuk
suatu garis diagonal, dan ploting data
sesungguhnya akan dibandingkan
dengan garis lurus diagonal. Jika
distribusi data adalah normal maka
garis yang menggambarkan data
sesungguhnya akan mengikuti garis
diagonalnya.
b. Uji-Multikolinearitas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk
menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar
variabel independen. Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi di antara variabel
independen. Jika variabel
independen saling berkorelasi, maka
variabel-variabel ini tidak
orthogonal. Variabel orthogonal
adalah variabel bebas yang nilai
korelasi antar sesama variabel bebas
sama dengan nol (Ghozali, 2009).
Ada atau tidak adanya gejala
multikolonieritas dapat dilihat dari
nilai Varian Inflation Factor (VIF).
Dimana bila nilai VIF tidak lebih
dari 10 maka berarti dalam model
regresi tidak terdapt
multikolinieritas.
c. Uji-Heteroskedastisitas
Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Dasar analisis
untuk melihat ada tidaknya
heteroskedastisitas dengan
menggunakan grafik scaterplot,
(Ghozali : 2009) adalah:
Jika ada pola tertentu, seperti
titik-titik yang ada membentuk
pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar,
kemudian menyempit) maka
mengindikasikan telah terjadi
heteroskedasatisitas
Jika tidak ada pola yang jelas,
serta titik menyebar di atas dan di
bawah angka pada sumbu Y,
maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
d. Uji-Autokorelasi
Uji auto korelasi bertujuan menguji
apakah dalam suatu model regresi
linier ada korelasi antara kesalahan
penggangu pada periode t dengan
kesalahan pada periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi,
maka dinamakan ada problem
autokorelasi (Ghozali, 2009). Dalam
bukunya Gujarati, (2007),
mengatakan bahwa untuk
mengetahui ada tidaknya gejala ini
dalam model analisis regresi yang
digunakan, maka harus dilakukan
pengujian dengan metode Durbin-
Watson (D-W). Dan menurut
Santoso (2003), secara umum dapat
diambil patokan, bahwa angka D-W
di antara –2 sampai +2, berarti tidak
ada autokorelasi.
Model Penelitian
Regresi berganda yang mengukur
intensitas dua variabel, yaitu variabel
independen dan variabel dependen,
serta membuat dugaan nilai variabel
dependen (Y) atas dasar nilai
variabel independen (X), dengan
model persamaan regresi:
Lit=α+βTTit+βGGit+βSSit+βPPit+ εit
Di mana:
Lit = Leverage perusahaan sampel i
di tahun ke t.
Tit = Tangibility perusahaan sampel
i di tahun ke t.
Git = Growth perusahaan sampel i
pada tahun ke t.
Sit = Size perusahaan sampel i pada
tahun ke t.
Pit = Profitability perusahaan sampel
i di tahun ke t
Koefisien Determinasi Berganda (R2
)
Untuk mengetahui kontribusi
variabel dependen terhadap variasi
(naik turunnya) variabel independen
maka digunakan koefisien
determinasi berganda menggunakan
perbandingan antara jumlah kuadrat
regresi dengan jumlah kuadrat total.
Semakin nilai R2
mendekati 1 maka
semakin cocok garis regresi untuk
meramalkan variabel tak bebas.
Pengujian Hipotesis
Untuk menguji H1, yaitu uji
signifikansi variabel bebas (xi)
terhadap variabel terikat (Y), akan
dilakukan dengan uji statistik F
untuk melihat pengaruh secara
simultan dan uji statistik t untuk
melihat pengaruh secara parsial.
a. Uji F-stat
Pengujian hipotesis secara simultan
adalah:
Apabila nilai signifikansi lebih
kecil dari pada tingkat toleransi
kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Apabila nilai signifikansi lebih
besar dari pada tingkat toleransi
kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
maka H0 diterima dan H1 ditolak.
b. Uji t
Pengujian hipotesis secara parsial
adalah:
Apabila nilai signifikansi lebih
kecil dari pada tingkat toleransi
kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Apabila nilai signifikansi lebih
besar dari pada tingkat toleransi
kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
maka H0 diterima dan H1 ditolak
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuktian dalam penelitian ini
adalah untuk melihat pengaruh
variabel-variabel tangibility,
pertumbuhan perusahaan (growth),
ukuran perusahaan (size) dan
profitabilitas (profitability) yang
diuji terhadap tingkat leverage
perusahaan sampel.
Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik perlu
dilakukan terlebih dahulu sebelum
kita mengestimasi hasil dari model
regresi yang diajukan dengan tujuan
agar estimasi ordinary least square
(OLS) dari koefisien regresi menjadi
tidak bias sebagaimana yang telah
dituliskan pada bab metode
penelitian, dengan harapan bahwa
pengambilan keputusan dari estimasi
koefisien regresi hasil uji statistik
dapat mendekati keadaaan yang
sebenarnya. Berikut ini adalah hasil
uji statistik, bantuan software SPSS
for Windows versi 17, yang
membuktikan bahwa hasil
perhitungan analisis dari penelitian
ini bebas dari masalah-masalah uji
asumsi klasik:
Uji Normalitas
Adapun uji normalitas dalam
penelitian ini dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
Gambar 1. Analisis Grafik Normal
PP Plot of Regression Standardized
Residual
Sumber : Data diolah
Berdasarkan Gambar 1 di atas
memperlihatkan bahwa data berada
dan tersebar di sekitar garis diagonal
yang berarti bahwa data dari
penelitian ini dapat dinyatakan telah
memenuhi persyaratan normalitas
yang diberlakukan.
Non-Heteroskedastisitas
Deteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilakukan
dengan melihat ada tidaknya pola
tertentu pada grafik scaterplot
(Ghozali, 2009). Uji non-
heteroskedastisitas dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2. Grafik Scaterplot
Sumber : Data diolah
Hasil uji scaterplot pada uji statistik
memperlihatkan gambar berupa titik-
titik yang tersebar secara acak baik
di atas maupun di bawah dari angka
0 (nol) pada sumbu Y. Diagram
scater plot seperti pada gambar 2 di
atas membuktikan bahwa model
regresi dari penelitian ini telah
terbebas dari masalah
heteroskedastisitas.
Non-Multikolinearitas
Gejala ada atau tidaknya
multikolonieritas dapat dilihat dari
nilai Varian Inflation Factor (VIF).
Dimana bila nilai VIF tidak lebih
dari 10 (Ghozali: 2009) maka berarti
dalam model regresi tidak terdapat
multikolinieritas.
Berdasarkan pada tabel 1 di bawah,
maka model yang diajukan dalam
penelitian ini tidak mengalami gejala
multikolonieritas, hal ini karena nilai
tolerance berada di atas 0,1 dan nilai
VIF berada di bawah 10. Sehingga
semua model yang diajukan dalam
penelitian ini terbebas dari salah satu
penyimpangan asumsi model yaitu
non-multikolonieritas.
Tabel 1. Coefficientsa
Model
Unstand. Coef. Stand. Coef.
t Sig.
Collinearity Stat.
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .178 .039 4.572 .000
Tangi .177 .053 .330 3.358 .001 .844 1.185
Growth -.090 .072 -.143 -1.246 .217 .614 1.629
Size 2.954 1.026 .357 2.880 .005 .528 1.893
Profitability -.485 .093 -.556 -5.216 .000 .715 1.398
Sumber : Data diolah
Non-Autokorelasi
Untuk menguji ada atau tidaknya auto
korelasi dapat dideteksi dengan
melihat nilai Durbin-Watson, yang
ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Model Summaryb
Model R R2
Adj.
R2
Durbin-
Watson
1 .624a .390 .357 1.850
Sumber : Data diolah
Berdasarkan tabel 2 di atas nilai
Durbin-Watson untuk semua model
berada di atas -2 dan berada di bawah
2 yang berarti sesuai pendapat dari
Santoso (2001) bahwa semua model
regresi yang diajukan dalam penelitian
ini terlepas dari masalah auto korelasi.
Analisis Regresi
Koefisien Determinasi
Berdasarkan Tabel 2 di atas diketahui
bahwa Adjusted R Square bernilai
0,357 artinya bahwa tingkat leverage
dalam penelitian ini 35,7%
dipengaruhi oleh tangibility,
pertumbuhan perusahaan (growth),
ukuran perusahaan (size) dan
profitabilitas (profitability). Sedangkan
sebesar 64,3% dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain diluar variabel
penelitian ini.
Persamaan Regresi
Persamaan regresi dalam penelitian ini
adalah:
Y = 0,178+0,177X1-0,090X2+
2,954X3- 0,485X4
Di mana:
Y = Leverage
X 1 = Tangibility
X 2 = Pertumbuhan (growth)
X 3 = Ukuran perusahaan (size)
X 4 = Profitabilitas (profitability)
Hal ini menjelaskan bahwa ada
pengaruh tangibility, pertumbuhan
perusahaan, ukuran perusahaan dan
profitabilitas terhadap struktur modal.
Pengaruh tangibility, pertumbuhan
perusahaan, ukuran perusahaan dan
profitabilitas terhadap struktur modal
secara lebih jelas dapat dilihat dari
pengujian hipotesis berikut ini.
Berdasarkan hasil uji Anova atau F
Test pada Tabel 3 diperoleh bahwa F
hitung adalah 11,968 dengan tingkat
signifikansi 0,000. Karena probabilitas
(0,000) lebih kecil dari 0,05, maka
model regresi bisa dipakai untuk
memprediksi struktur modal. Dengan
kata lain, tangibility, pertumbuhan
perusahaan, ukuran perusahaan dan
profitabilitas secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap
struktur modal.
Tabel 3. ANOVAb
Model F Sig.
1 Regression 11.968 .000a
Residual
Total
Sumber : Data diolah
Berdasarkan Tabel 1 di atas, maka
dapat diketahui bahwa terdapat dua
variabel yang secara parsial
berpengaruh terhadap strukutur modal
yaitu tangibility dan profitabilitas. Hal
ini dapat diketahui dari tingkat
signifikansi kedua variabel ini dibawah
tingkat toleransi kesalahan 5% (0,05)
yaitu 0,001 untuk tangibility dan 0,000
untuk profitabilitas. Artinya secara
parsial variabel-variabel tangibility
dan profitabilitas dapat digunakan
untuk memprediksikan struktur modal
perusahaan.
Adapun variabel-variabel pertumbuhan
dan ukuran perusahaan secara parsial
berpengaruh tidak signifikan terhadap
struktur modal. Hal ini karena tingkat
signifikansi variabel tersebut lebih
besar dari pada toleransi tingkat
kesalahan 5% (0,05) yaitu
pertumbuhan perusahaan sebesar 0,217
dan ukuran perusahaan sebesar 0,005.
Artinya secara parsial variabel-
variabel pertumbuhan dan ukuran
perusahaan tidak dapat digunakan
untuk memprediksikan struktur modal
perusahaan.
Gambaran tentang bagaimana kondisi
koefisien regresi dari masing-masing
variabel independen yang digunakan
dalam penelitian adalah:
1. Variabel X1 (Tangibility)
Secara parsial variabel XI (tangibility)
memiliki nilai probabilitas
(siginifikansi) 0,001 lebih kecil dari
toleransi kesalahan () yang
diberlakukan yaitu sebesar 5% (0,05)
artinya secara parsial variabel X1
(tangibility) berpengaruh signifikan
terhadap utang jangka panjang.
Adapun nilai koefisien regresi sebesar
0,177 artinya bila besarnya variabel ini
ditambah 100% dan variabel lain
dianggap tetap maka utang jangka
panjang akan bertambah sebesar Rp.
0,177. Hasil penelitian sejalan
penelitian yang dilakukan oleh Rabiah
Abdul Wahab, Mohd Sabri Mohd
Amin and Khairuddin Yusop (2012)
yang menyatakan tangibility
berpengaruh signifikan terhadap utang
jangka panjang. Namun hasil temuan
penelitian ini berbeda dengan hasil
penelitian dari Sayla Sowat Siddiqui
(2012) yang menyatakan tangibility
berpengaruh tidak signifikan terhadap
utang jangka panjang
2. Variabel X2
(growth/pertumbuhan)
Koefisien regresi dari variabel X2
(growth/pertumbuhan) menunjukkan
angka probabilitas (signifikansi) secara
parsial sebesar 0,217 yang berarti lebih
besar dari pada tingkat toleransi
kesalahan yang diperkenankan ( =
0,05) maka variabel ini berpengaruh
tidak signifikan terhadap utang jangka
panjang. Adapun nilai koefisien
regresi sebesar -0,090 artinya bila
besarnya variabel ini ditambah 100%
dan variabel lain dianggap tetap maka
utang jangka panjang akan berkurang
sebesar Rp. 0,090. Hasil temuan
penelitian ini mendukung hasil
penelitian dari Rabiah Abdul Wahab,
Mohd Sabri Mohd Amin and
Khairuddin Yusop (2012) yang
menyatakan bahwa pertumbuhan
mempunyai pengaruh tidak signifikan
terhadap utang jangka panjang. Namun
hasil temuan ini berbeda dengan
penelitian dari Rasoul Keshtkar,
Hashem Valipour, Ali Javanmard
(2012) yang menyatakan bahwa
pertumbuhan (growth) berpengaruh
secara signifikan.
3. Variabel X3 (size/ukuran
perusahaan)
Koefisien regresi dari variabel X3
(size/ukuran perusahaan) menunjukkan
angka probabilitas parsial (siginfikansi
t) sebesar 0,005 yang berarti tidak
lebih kecil dari tingkat toleransi
kesalahan yang diperkenankan ( =
0,05) maka variabel ini berpengaruh
tidak signifikan terhadap utang jangka
panjang. Adapun nilai koefisien
regresi sebesar 2,880 artinya bila
besarnya variabel ini ditambah 100%
dan variabel lain dianggap tetap maka
utang jangka panjang akan bertambah
sebesar Rp. 2,880. Hasil temuan ini
tidak sama dengan penelitian dari
Thian Cheng Lim (2012); Rasoul
Keshtkar, Hashem Valipour dan Ali
Javanmard (2012); dan Sayla Sowat
Siddiqui (2012) yang menyatakan
ukuran perusahaan/size memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
utang jangka panjang. Akan tetapi
hasil temuan penelitian ini sama
dengan hasil penelitian dari Chinmoy
Ghosh, Milena Petrova dan Adam
Wang (2012) yang menyatakan bahwa
size (ukuran) perusahaan berpengaruh
tidak signifikan terhadap utang jangka
panjang.
4. Variabel X4 (profitabilitas)
Koefisien regresi dari variabel X4
(profitabilitas) menunjukkan angka
probabilitas parsial (siginfikansi t)
sebesar 0,000 yang berarti lebih kecil
dari tingkat toleransi kesalahan yang
diperkenankan ( = 0,05) maka
variabel ini berpengaruh signifikan
terhadap utang jangka panjang.
Adapun nilai koefisien regresi sebesar
-0,485 artinya bila besarnya variabel
ini ditambah 100% dan variabel lain
dianggap tetap maka utang jangka
panjang akan berkurang sebesar Rp.
0,485. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Mohammad Abu Sayeed
(2011); Rabiah Abdul Wahab, Mohd
Sabri Mohd Amin and Khairuddin
Yusop (2012); Chinmoy Ghosh,
Milena Petrova dan Adam Wang
(2012); Thian Cheng Lim (2012); serta
Rasoul Keshtkar, Hashem Valipour
dan Ali Javanmard (2012) yang
menyatakan bahwa profitabilitas
perusahaan berpengaruh signifikan
terhadap utang jangka panjang.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan bahwa profitabilitas secara
parsial berpengaruh signifikan dengan
arah yang negatif terhadap utang
jangka panjang, maka pada perusahaan
LQ45 mendukung konsep pecking
order.
Standardized Coeficients ()
Nilai standardized coefisien ()
digunakan untuk mengetahui variabel-
variabel manakah yang dominan
mempengaruhi utang jangka panjang
perusahaan-perusahaan LQ45 yang
digunakan dalam penelitian ini.
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat
diketahui bahwa profitabilitas
memiliki nilai beta yang tertinggi,
yaitu sebesar -0,556. Hal ini
menunjukkan bahwa diantara variabel-
variabel yang lainnya profitabilitas
merupakan variabel yang paling
dominan dalam mempengaruhi
struktur modal perusahaan.
Profitabilitas merupakan variabel
dominan dengan arah yang negatif
menunjukkan bahwa sumber
pendanaan perusahaan diutamakan
terlebih dahulu dari sumber internal,
berupa penyisihan laba ditahan, baru
kemudian ketika tidak memenuhi baru
mencari utang jangka panjang dan
alternatif yang terakhir adalah dengan
menjual saham. Hasil penelitian ini
semakin memperkuat temuan bahwa
perusahaan-perusahaan LQ45 lebih
cenderung mendukung konsep pecking
order. Hasil penelitian ini sejalan
dengan Javier Sa´nchez dan Juan
Fransisco Martin (2005) yang
menemukan perusahaan yang menjadi
sampel penelitian mereka mengikuti
konsep pecking order Theory dalam
melakukan kebijakan utang atau
pemenuhan sumber pendanaan
mereka. Namun penelitian ini berbeda
dengan Ari Christianti serta Robert
Aldo Iquiapaza, Antônio Artur de
Souza dan Hudson Fernandes Amaral
(2007) yang menyimpulkan bahwa
perusahaan yang menjadi sampel
penelitian mereka tidak mengikuti
konsep pecking order Theory dalam
melakukan kebijakan utang atau
pemenuhan sumber pendanaan
mereka.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa:
1. Tangibility, pertumbuhan
perusahaan, ukuran perusahaan
dan profitabilitas secara bersama-
sama berpengaruh signifikan
terhadap struktur modal pada
perusahaan-perusahaan non
perbankan yang terdaftar dalam
LQ45.
2. Secara parsial tangibility dan
profitabilitas berpengaruh
signifikan terhadap struktur modal
pada perusahaan-perusahaan non
perbankan yang terdaftar dalam
LQ45. Adapun pertumbuhan dan
ukuran perusahaan yang secara
parsial terbukti tidak berpengaruh
terhadap struktur modal pada
perusahaan-perusahaan non
perbankan yang terdaftar dalam
LQ45.
3. Profitabilitas merupakan variabel
yang paling dominan dalam
menentukan struktur modal
perusahaan-perusahaan non
perbankan yang terdaftar dalam
LQ45, dan dengan arah
hubungannya yang negatif
terhadap struktur modal maka
perusahaan-perusahaan sampel
mendukung konsep pecking order.
SARAN-SARAN
1. Dalam mengamati pola
perkembangan utang jangka
panjang ada empat variabel yang
dapat diperhatikan oleh para
manajemen perusahaan dalam
menentukan keputusan struktur
modalnya, yaitu : tangibility,
pertumbuhan (growth), ukuran
perusahaan (size) dan profitabilitas.
2. Para manajemen perusahaan
sebaiknya jangan terlalu
berpatokan pada variabel-variabel
tersebut di atas saja tetapi juga
harus memperhatikan variabel-
variabel lain yang tidak disebutkan
dalam penelitian ini (seperti: pajak,
bunga, inflasi, informasi asymetris,
sikap manajemen, risiko bisnis)
karena hasil penelitian menunjukan
kemampuan seluruh variabel
penelitian dalam memprediksi
utang jangka panjang hanya kecil.
3. Untuk penelitian selanjutnya
sebaiknya dapat menggunakan
jumlah populasi yang lebih luas
dengan menggunakan seluruh
perusahaan yang terdaftar pada
Bursa Efek Indonesia dan
menggunakan cluster sampling
sebagai teknik pengambilan
sampel dengan harapan bahwa
hasil penelitian dapat digeneralisir
serta variabel yang lebih bervariasi
lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, Lukas Setia. 2003.
Manajemen Keuangan.
Yogyakarta: Andi Offset
Brigham, E.F dan Joel F. Houston.
2001. Manajemen Keuangan Edisi
Kedelapan Buku 1. Jakarta:
Erlangga
Brigham, E.F dan Joel F. Houston.
2001. Manajemen Keuangan Edisi
Kedelapan Buku 2. Jakarta:
Erlangga.
Christianti, Ari. 2008. Pengujian
Pecking Order Theory (POT):
Pengaruh Leverage Terhadap
Pendanaan Surplus dan Defisit
Pada Industri Manufaktur di Bursa
Efek Indonesia. The 2nd National
Conference UKWMS. Surabaya, 6
September 2008. http://lpks1.
wima.ac.id/pphks/accurate/makala
h/MOSS15.pdf. diakses pada
tanggal 7 Mei 2009.
Djarwanto dan Subagyo, Pangestu.
1996. Statistik Induktif. Cetakan
Ketiga. BPFE. Yogyakarta.
Hanafi, Mamduh M. 2004. Manajemen
Keuangan Edisi 1. Yogyakarta:
BPFE
Ghosh, Chinmoy, Milena Petrova dan
Adam Wang. 2012. Determinants
of Capital Structure: A Long Term
Perspective. http://www.lehigh.
edu/~jms408/Milena_2012.pdf.
Diakses pada tanggal 10 Desember
2012.
Iquiapaza, Robert Aldo, Antônio Artur
de Souza dan Hudson Fernandes
Amaral. 2007. Capital Structure
and Financing Decisions: new test
for Pecking Order Theory.
http://ssrn.com/abstract=991699.
diakses pada tanggal 7 Mei 2009.
Keshtkar, Rasoul. Hashem Valipour
dan Ali Javanmard. 2012.
Determinants of Corporate Capital
Structure under Different Debt
Maturities: Empirical Evidence
from Iran. International Research
Journal of Finance and Economics.
Hal. 46-53. http://www.
internationalresearchjournaloffinan
ceandeconomics.com/ISSUES/IRJ
FE_90_03.pdf. Diakses pada
tanggal 10 Desember 2012.
Lim, Thian Cheng. 2012.
Determinants of Capital Structure
Empirical Evidence from Financial
Services Listed Firms in China.
International Journal of Economics
and Finance Vol. 4, No. 3; March
2012. Hal. 191-203. http://www.
ccsenet.org/journal/index.php/ijef/a
rticle/view/15161/10278. Diakses
pada tanggal 10 Desember 2012.
Moeljadi. 2006. Manajemen Keuangan
Pendekatan Kuantitatif dan
Kualitatif, Jilid 1. Malang:
Bayumedia Publishing
Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian.
Ghalia Indonesia. Jakarta
SA´ NCHEZ , JAVIER dan JUAN
FRANCISCO MART´IN. 2005.
Financing Preferences of Spanish
Firms: Evidence on the Pecking
Order Theory. Review of
Quantitative Finance and
Accounting, 25: 341–355, Springer
Science + Business Media, Inc.
Manufactured in The Netherlands.
http://proquest.umi.com/pqdweb?i
ndex=9&did=944059701&SrchMo
de=2&sid=1&Fmt=6&VInst=PRO
D&VType=PQD&RQT=309&VN
ame=PQD&TS=1241685962&clie
ntId=48682. diakses pada tanggal 7
Mei 2009.
Sartono, Agus. 1996. Manajemen
Keuangan: Teori dan Aplikasi.
Edisi Ketiga. Penerbit BPFE
Yogyakarta.
Sayeed, Mohammad Abu. 2011. The
Determinants of Capital Structure
for Selected Bangladeshi Listed
Companies. International Review
of Business Research Papers Vol.
7. No. 2. March 2011. Hal. 21-36.
http://www.bizresearchpapers.com/
3.%20Abu%20Sayeed-FINAL.pdf.
Diakses pada tanggal 10 Desember
2012.
Siddiqui, Sayla Sowat. 2012. Capital
Structure Determinants of Non-
Bank Financial Institutions
(NBFIs) in Bangladesh. World
Review of Business Research Vol.
2. No. 1. January 2012. Hal. 60 –
78. http://www.international
researchjournaloffinanceandecono
mics.com/ISSUES/IRJFE_90_03.p
df. Diakses pada tanggal 10
Desember 2012.
Sugiono. 2008. Metode Penelitian
Bisnis (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D). Bandung:
Alfabeta
Syamsuddin, Lukman. 2007.
Manajemen Keuangan Perusa-
haan. Konsep Aplikasi dalam:
Perencanaan, Pengawasan, dan
Pengambilan Keputusan. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
Wahab, Rabiah Abdul, M.S.M. Amin
dan K. Yusop. 2012.
Determinants of Capital Structure
of Malaysian Property
Developers. Middle-East Journal
of Scientific Research. Hal. 1013-
1021. http://idosi.org/mejsr/
mejsr11%288%2912/4.pdf.
Diakses pada tanggal 10
Desember 2012.