PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM...

16
Nurulitha Andini Pengorganisasian Komunitas dalam Pengembangan Agrowisata di Desa Wisata Studi Kasus: Desa Wisata Kembangarum, Kabupaten Sleman Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 24 No. 3, Desember 2013, hlm.173 - 188 173 PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM PENGEMBANGAN AGROWISATA DI DESA WISATA STUDI KASUS: DESA WISATA KEMBANGARUM, KABUPATEN SLEMAN Nurulitha Andini Australia Indonesia Partnership for Decentralization Gedung A (Raden Prawiro) Lantai 5 Jalan Dr. Wahidin No. 1 Jakarta Email: [email protected] Abstrak Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang berkelanjutan dan berbasis komunitas, prinsip yang selalu dipengang adalah adanya peran serta masyarakat lokal. Desa Wisata Kembangarum merupakan salah satu desa wisata di Kabupaten Sleman yang berhasil menerpkan pengembangan agrowisata yang berbasis komunitas, khususnya dalam hal pelibatan masyarakat. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengorganisasian komunitas yang terjadi dalam pengembangan agrowisata di Desa Wisata Kembangarum. Sementara metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan single case study. Hasil analisis menemukan bahwa proses pengorganisasian komunitas dalam pengembangan agrowisata ini merupakan suatu siklus yang terdiri dari beberapa tahap, yakni tahap integrasi, pemetaan isu, potensi, dan permasalahan, perancangan tindakan bersama, implementasi kegiatan, monitoring dan evaluasi, refleksi, dan adanya feedback untuk kembali melakukan pemetaan isu, potensi, dan permasalahan terkait Desa Wisata Kembangarum. Keberadaan Desa Wisata Kembangarum juga dianggap berhasil meningkatkan kapasitas pengorganisasian komunitas Desa Wisata Kembangarum dalam mengembangkan agrowisata, jika membandingkan antara periode sebelum dan setelah berdirinya Desa Wisata Kembangarum. Kata Kunci: agrowisata, pengorganisasian komunitas, desa wisata, kapasitas komunitas Abstract In planning and sustainable development of agro-tourism and community-based, which is always held the principle is the participation of local communities. Kembangarum Tourism Village is one of the tourist village in Sleman district that successfully implement community- based ecotourism development, particularly in terms of community engagement. The purpose of this study was to describe community organizing that occurs in the development of agro- tourism in Kembangarum Rural Tourism. While the methods used in this study is qualitative and quantitative methods with a single case study approach. The analysis finds that the process of organizing the community in the development of agro-tourism is a cycle that consists of several stages, namely the stage of integration, mapping issues, potential, and problems, the design of joint action, activity implementation, monitoring and evaluation, reflection, and the absence of feedback to re-mapping issues, potential, and problems related to Kembangarum Tourism Village. The existence of Village Tourism Kembangarum also considered successful in increasing the capacity of community organizing Kembangarum Tourism Village in developing agrotourism, when comparing the periods before and after the establishment of the Tourism Village Kembangarum. Keywords: ecotourism, community organizing, tourism village, community capacity 1. Pendahuluan Agrowisata merupakan salah satu bentuk dari rural tourism yang menawarkan kegiatan pertanian sebagai daya tarik wisata serta melibatkan penduduk lokal dalam perencanaan hingga pengelolaan kawasan agrowisata. Menurut Jolly dan Reynolds (2005), agrowisata adalah suatu bisnis yang dilakukan oleh para petani yang bekerja di sektor pertanian bagi

Transcript of PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM...

Page 1: PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM …sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Nurulitha.pdf · Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang ... kualitatif dan

Nurulitha Andini

Pengorganisasian Komunitas dalam Pengembangan Agrowisata di Desa Wisata Studi Kasus: Desa Wisata Kembangarum,

Kabupaten Sleman

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 24 No. 3, Desember 2013, hlm.173 - 188

173

PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM PENGEMBANGAN

AGROWISATA DI DESA WISATA

STUDI KASUS: DESA WISATA KEMBANGARUM, KABUPATEN

SLEMAN

Nurulitha Andini

Australia Indonesia Partnership for Decentralization

Gedung A (Raden Prawiro) Lantai 5 Jalan Dr. Wahidin No. 1 Jakarta

Email: [email protected]

Abstrak

Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang berkelanjutan dan berbasis

komunitas, prinsip yang selalu dipengang adalah adanya peran serta masyarakat lokal. Desa

Wisata Kembangarum merupakan salah satu desa wisata di Kabupaten Sleman yang berhasil

menerpkan pengembangan agrowisata yang berbasis komunitas, khususnya dalam hal

pelibatan masyarakat. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menjelaskan

pengorganisasian komunitas yang terjadi dalam pengembangan agrowisata di Desa Wisata

Kembangarum. Sementara metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif dan kuantitatif dengan pendekatan single case study. Hasil analisis menemukan

bahwa proses pengorganisasian komunitas dalam pengembangan agrowisata ini merupakan

suatu siklus yang terdiri dari beberapa tahap, yakni tahap integrasi, pemetaan isu, potensi, dan

permasalahan, perancangan tindakan bersama, implementasi kegiatan, monitoring dan

evaluasi, refleksi, dan adanya feedback untuk kembali melakukan pemetaan isu, potensi, dan

permasalahan terkait Desa Wisata Kembangarum. Keberadaan Desa Wisata Kembangarum

juga dianggap berhasil meningkatkan kapasitas pengorganisasian komunitas Desa Wisata

Kembangarum dalam mengembangkan agrowisata, jika membandingkan antara periode

sebelum dan setelah berdirinya Desa Wisata Kembangarum.

Kata Kunci: agrowisata, pengorganisasian komunitas, desa wisata, kapasitas komunitas

Abstract

In planning and sustainable development of agro-tourism and community-based, which is

always held the principle is the participation of local communities. Kembangarum Tourism

Village is one of the tourist village in Sleman district that successfully implement community-

based ecotourism development, particularly in terms of community engagement. The purpose

of this study was to describe community organizing that occurs in the development of agro-

tourism in Kembangarum Rural Tourism. While the methods used in this study is qualitative

and quantitative methods with a single case study approach. The analysis finds that the process

of organizing the community in the development of agro-tourism is a cycle that consists of

several stages, namely the stage of integration, mapping issues, potential, and problems, the

design of joint action, activity implementation, monitoring and evaluation, reflection, and the

absence of feedback to re-mapping issues, potential, and problems related to Kembangarum

Tourism Village. The existence of Village Tourism Kembangarum also considered successful

in increasing the capacity of community organizing Kembangarum Tourism Village in

developing agrotourism, when comparing the periods before and after the establishment of the

Tourism Village Kembangarum.

Keywords: ecotourism, community organizing, tourism village, community capacity

1. Pendahuluan

Agrowisata merupakan salah satu bentuk dari

rural tourism yang menawarkan kegiatan

pertanian sebagai daya tarik wisata serta

melibatkan penduduk lokal dalam perencanaan

hingga pengelolaan kawasan agrowisata.

Menurut Jolly dan Reynolds (2005), agrowisata

adalah suatu bisnis yang dilakukan oleh para

petani yang bekerja di sektor pertanian bagi

Page 2: PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM …sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Nurulitha.pdf · Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang ... kualitatif dan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 3 Desember 2013

174

kesenangan dan edukasi para pengunjung.

Agrowisata adalah suatu bisnis yang dilakukan

oleh para petani yang bekerja di sektor

pertanian bagi kesenangan dan edukasi para

pengunjung. Agrowisata menghadirkan potensi

sumber pendapatan dan meningkatkan

keuntungan masyarakat. Pengunjung kawasan

agrowisata dapat berhubungan langsung dengan

para petani dan mendukung peningkatan

produk-produk pertanian secara tidak langsung.

Salah satu prinsip pengembangan agrowisata

yang berkelanjutan adalah adanya partisipasi

masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat

lokal, terutama penduduk asli yang bermukim

di kawasan wisata, menjadi salah satu pemain

kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya

merekalah yang akan menyediakan sebagian

besar atraksi sekaligus menentukan kualitas

produk wisata (Damanik dan Weber, 2006).

Peran serta masyarakat ini menjadi satu hal

yang penting dalam upaya menjaga keutuhan

alam dan sebagai salah satu alternatif dalam

merespon tuntutan dan urgensi pengembangan

pariwisata yang berkelanjutan.

Salah satu pendekatan pengembangan

agrowisata berbasis komunitas adalah dengan

desa wisata. Pengembangan wilayah perdesaan

tidak lagi hanya mengandalkan sektor pertanian

secara murni, tetapi berkembang ke arah

penyajian kegiatan wisata di sektor pertanian.

Berangkat dari hal tersebut, Kementerian

Kebudayaan dan Pariwisata membuat suatu

program yang bernama Pariwisata Inti Rakyat

(PIR) atau dengan istilah lainnya yaitu

community-based tourism. Menurut PIR, Desa

Wisata adalah suatu kawasan pedesaan yang

menawarkan keseluruhan suasana keaslian

pedesaan baik dari kehidupan sosial ekonomi,

sosial budaya, adat istiadat, keseharian,

memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata

ruang desa yang khas, atau kegiatan

perekonomian yang unik dan menarik serta

mempunyai potensi untuk dikembangkannya

berbagai komponen kepariwisataan, misalnya:

atraksi, akomodasi, makanan-minuman, dan

kebutuhan wisata lainnya.

Salah satu obyek wisata unggulan di Kabupaten

Sleman, Propinsi D.I. Yogyakarta adalah Desa

Wisata Kembangarum. Masyarakat

diberdayakan untuk dapat mengelola sumber

daya yang dimiliki. Selain itu, Desa Wisata

Kembangarum ini merupakan salah satu desa

wisata mandiri menurut klasifikasi Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman,

dimana sistem pengelolaannya sudah baik.

Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dalam

pengembangan agrowisata di Desa Wisata

Kembangarum, Kabupaten Sleman, ini menjadi

salah satu kunci peningkatan kapasitas

komunitas melalui pendekatan

pengorganisasian komunitas. Pemberdayaan

masyarakat dalam proses perencanaan ini

sebagai respon akan urgensi perencanaan

kawasan agrowisata yang berkelanjutan.

Dengan demikian, diperlukan pemahaman

mengenai pengorganisasian komunitas yang

terjadi dalam pengembangan agrowisata di

Desa Wisata Kembangarum.

Penelitian ini terdiri dari lima bagian utama.

Bagian pertama membahas latar belakang dan

tujuan penelitian. Bagian kedua membahas

tinjauan literature terkait konsep agrowisata

berbasis masyarakat dan pengorganisasian

komunitas. Bagian ketiga membahas

metodologi penelitian. Bagian keempat berisi

analisis pengorganisasian komunitas dalam

pengembangan agrowisata di Desa Wisata

Kembangarum, Kabupaten Sleman. Bagian

terakhir berisi kesimpulan.

Page 3: PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM …sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Nurulitha.pdf · Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang ... kualitatif dan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 3 Desember 2013

175

2. Konsep Agrowisata Berbasis

Masyarakat dan Pengorganisasian

Komunitas

2.1 Konsep Agrowisata Berbasis

Masyarakat

Agrowisata adalah salah satu bentuk wisata

yang mengandalkan sektor pertanian atau

dimana wisatawan dapat mempelajari

kehidupan di suatu wilayah pertanian (Akpinar,

2003). Pengertian agrowisata dalam Surat

Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan

Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi

Nomor: 204/KPTS/30HK/050/4/1989 dan

Nomor KM. 47/PW.DOW/MPPT/89 Tentang

Koordinasi Pengembangan Wisata Agro,

didefinisikan sebagai suatu bentuk kegiatan

pariwisata yang memanfaatkan usaha agro

sebagai obyek wisata dengan tujuan untuk

memperluas pengetahuan, perjalanan, rekreasi

dan hubungan usaha dibidang pertanian.

Menurut Jolly dan Reynolds (2005), agrowisata

adalah suatu bisnis yang dilakukan oleh para

petani yang bekerja di sektor pertanian bagi

kesenangan dan edukasi para pengunjung.

Agrowisata menghadirkan potensi sumber

pendapatan dan meningkatkan keuntungan

masyarakat. Pengunjung kawasan agrowisata

dapat berhubungan langsung dengan para

petani dan mendukung peningkatan produk-

produk pertanian secara tidak langsung. Lebih

lanjut, Lobo et all (1999) menjelaskan bahwa

pembangunan agrowisata akan menawarkan

kesempatan bagi petani lokal untuk

meningkatkan sumber pendapatan mereka dan

meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup

sejalan dengan keberlanjutan dari kegiatan

tersebut. Selain itu, melalui pengembangan

agrowisata yang menonjolkan budaya lokal

dalam memanfaatkan lahan, kita bisa

meningkatkan pendapatan petani sambil

melestarikan sumber daya lahan, serta

memelihara budaya maupun teknologi lokal

(indigenous knowledge) yang umumnya telah

sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya

(Utama, 2011).

Pembangunan suatu kawasan agrowisata dapat

berperan dalam peningkatan kesejahteraan

masyarakat lokal dan pengentasan kemiskinan.

Hal ini dapat dikategorikan sebagai

pengembangan ekonomi lokal atau Local

Economic Development. Strategi

pengembangan ekonomi lokal tersebut perlu

melibatkan masyarakat perdesaan secara

langsung dalam perencanaan, pelaksanaan,

melakukan evaluasi, dan memonitor

pembangunan desa wisata mereka (Yoeti,

2008). Melalui pendekatan ini, diharapkan

pembangunan pariwisata sebagai suatu industri

tidak lagi hanya menjadi milik investor saja

(Yoeti, 2008). Masyarakat lokal, terutama

penduduk asli yang bermukim di kawasan

wisata, menjadi salah satu pemain kunci dalam

pariwisata, karena sesungguhnya merekalah

yang akan menyediakan sebagian besar atraksi

sekaligus menentukan kualitas produk wisata

(Damanik dan Weber, 2006).

Agrowisata berbasis masyarakat tampak

anggota masyarakat mengorganisasi diri dan

mengoperasikan bisnis agrowisata tersebut

berdasarkan aturan-aturan serta pembagian

tugas dan kewenangan yang telah mereka

sepakati bersama. Sumber daya, terutama lahan

usaha tani tetap menjadi milik petani secara

individual tetapi masing-masing dari mereka

dapat saja menyerahkan pengelolaan asetnya

kepada kelompok atau pihak manajemen yang

mereka tentukan dengan imbalan keuntungan

yang proportional. Aset kapital bersama mereka

gunakan untuk membangun infrastruktur dan

fasilitas dasar yang menjadi persyaratan

minimal pengembangan pusat agrowisata

tersebut (Budiarsa, 2011 dalam Saridarmini,

2011). Beberapa aspek kunci dalam

Page 4: PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM …sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Nurulitha.pdf · Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang ... kualitatif dan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 3 Desember 2013

176

pengembangan agrowisata berbasis masyarakat

adalah masyarakat membentuk panitia untuk

pengelolaan agrowista, local ownership,

homestay sebagai sarana akomodasi, pemandu

orang setempat, pengelolaan dan pemeliharaan

menjadi tanggung jawab masyarakat,

keberlanjutan dari sisi sosial dan lingkungan,

prinsip daya dukung lingkungan diperhatikan,

teknologi ramah lingkungan, dan ecotourism

conservancies (Saridarmini, 2011).

Salah satu pendekatan pengembangan

agrowisata berbasis komunitas adalah dengan

desa wisata. Pengembangan wilayah perdesaan

tidak lagi hanya mengendalkan sektor pertanian

secara murni, tetapi berkembang ke arah

penyajian kegiatan wisata di sektor pertanian.

Berangkat dari hal tersebut, Kementerian

Kebudayaan dan Pariwisata membuat suatu

program yang bernama Pariwisata Inti Rakyat

(PIR) atau dengan istilah lainnya yaitu

community-based tourism. Menurut PIR, Desa

Wisata adalah suatu kawasan pedesaan yang

menawarkan keseluruhan suasana yang

mencerminkan keaslian pedesaan baik dari

kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat

istiadat, keseharian, memiliki arsitektur

bangunan dan struktur tata ruang desa yang

khas, atau kegiatan perekonomian yang unik

dan menarik serta mempunyai potensi untuk

dikembangkannya berbagai komponen

kepariwisataan, misalnya : atraksi, akomodasi,

makanan-minuman, dan kebutuhan wisata

lainnya.

2.2 Kapasitas Komunitas dalam

Pengorganisasian Komunitas

Setiap komunitas memiliki kapasitas dan modal

sosialnya masing-masing. Chaskin (2001)

menyatakan bahwa kapasitas komunitas

merupakan hasil interaksi dari modal manusia,

sumber daya organisasi, dan modal sosial yang

dimiliki oleh suatu komunitas yang dapat

berpengaruh terhadap pemecahan persoalan

secara kolektif dan meningkatkan serta

memelihara kesejahteraan dari suatu

komunitas. Suatu komunitas juga bersifat

dinamis, maka kapasitas dari suatu komunitas

juga dapat berubah-ubah. Ada beberapa faktor

yang mempengaruhi kapasitas dari suatu

komunitas, antara lain (Chaskin, 2001):

1. Keberadaan sumber daya mulai dari

keahlian dari setiap individu hingga

kekuatan organisasi dalam mengakses

sumber daya keuangan;

2. Jaringan hubungan;

3. Kepemimpinan;

4. Dukungan untuk pergerakan dimana setiap

anggota komunitas dapat berpartisipasi

dalam tindakan kolektif dan penyelesaian

persoalan.

Lebih jauh, Chaskin 2001) mengidentifikasi

karakteristik kapasitas komunitas sebagai

berikut:

1. Rasa memiliki dalam komunitas,

menunjukkan tingkat keterhubungan

anggota komunitas dan pengakuan terhadap

keadaan yang saling menguntungkan

(McMillan dan Chavis, 1986 dalam

Chaskin, 2001).

2. Komitmen, menjelaskan tanggung jawab

yang dimiliki oleh setiap anggota komunitas

dalam keikutsertaannya dalam komunitas

tersebut.

3. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah,

yakni kemampuan mengubah komitmen

menjadi tindakan penyelesaian masalah.

4. Akses terhadap sumber daya, kemampuan

anggota komunitas untuk membuat

hubungan instrumental dalam konteks yang

lebih luas dan mengakses berbagai sumber

daya yang tersedia.

Pengembangan kapasitas komunitas

memerlukan interaksi yang intensif dari

komponen-komponen kapasitas komunitas.

Page 5: PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM …sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Nurulitha.pdf · Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang ... kualitatif dan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 3 Desember 2013

177

Dari hal tersebut, pengembangan kapasitas

komunitas fokus kepada empat strategi

pengembangan, antara lain (Chaskin, 2001):

1. Leadership Development

2. Organizational Development

3. Community Organizing

4. Interorganizational Collaboration

Community organizing merupakan salah satu

cara yang dibutuhkan untuk meningkatkan

kapasitas sosial dari suatu komunitas.

Pengorganisasian komunitas menawarkan

transformasi sosial sebagai berikut (Sinclair,

2006):

1. Memotivasi masyarakat untuk mengambil

tindakan yang selaras dengan nilai-nilai dan

kepercayaan mereka.

2. Menghubungkan komunitas dengan hasrat

dan mengakui adanya generatif kekuatan

amarah.

3. Membawa individu-individu yang terisolasi

yang berjuang dalam kondisi yang sama ke

dalam sebuah komunitas bersama dengan

yang lainnya.

Lebih lanjut oleh Stall dan Stoecker (1998),

pengorganisasian komunitas merupakan sebuah

proses pembangunan komunitas yang dapat

dimobilisasi. Hal ini meliputi membangun

jaringan orang-orang, mengidentifikasi cita-cita

bersama, dan siapa yang dapat terlibat dalam

tindakan/aksi sosial untuk mencapai cita-cita

bersama tersebut. Pengorganisasian komunitas

mengacu kepada keseluruhan proses

pengorganisasian hubungan, pengidentifikasian

isu, mobilisasi orang untuk isu tersebut, serta

mengurus dan mempertahankan organisasi.

Pengorganisasian komunitas juga merupakan

suatu proses membangun kekuatan yang

melibatkan orang-orang dalam mendefinisikan

persoalan-persoalan suatu komunitas,

mendefinisikan persoalan yang ingin

diselesaikan, solusi yang diangkat, dan metode

yang digunakan untuk melaksanakan solusi

persoalan komunitas tersebut.

2.3 Proses Pengorganisasian Komunitas

dalam Pengembangan Agrowisata di

Desa Wisata

Pengorganisasian komunitas merupakan salah

satu proses yang memobilisasi komunitas untuk

mencapai atau berbuat tindakan bersama demi

kepentingan komunitas dan memberikan

dampak bagi komunitasnya. Dalam konteks

pengembangan kawasan agrowisata berbasis

komunitas, diperlukan juga suatu konsep

pemahaman mengenai tahapan-tahapan dimana

masyarakat itu dilibatkan. Peran masyarakat

juga cukup penting mulai dari tahap

perencanaan hingga pelaksanaan dan evaluasi

kegiatan agrowisata. Pengorganisasian

komunitas dalam pengembangan agrowisata

diperlukan untuk melihat sejauh apa peran

komunitas dalam mengembangkan agrowisata

ini.

Proses pengorganisasian komunitas ini dapat

meningkatkan modal sosial baik bagi individual

dengan cara meningkatkan dan memperkuat

relasi di antara sesama dan dengan membangun

kepercayaan dan mengakui kepentingan

bersama (Chaskin, 2001). Mukhotib MD (2012)

mendeskripsikan tahapan atau langkah-langkah

yang dapat ditempuh dalam pengorganisasian

komunitas seperti pada Gambar 1. Proses

pengorganisasian komunitas ini dilakukan

dengan melibatkan aktor luar atau pihak

organizer yang bekerja sama dengan penduduk

setempat.

Page 6: PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM …sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Nurulitha.pdf · Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang ... kualitatif dan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 3 Desember 2013

178

Gambar 1. Proses Pengorganisasian Komunitas

Sumber: Mukhotib MD, 2012

Berdasarkan kajian literatur di atas, dapat

disintesiskan indikator-indikator terkait proses

pengorganisasian komunitas dan kapasitas

pengorganisasian komunitas dalam

pengembangan agrowisata. Indikator yang

menjadi tahapan atau proses pengorganisasian

komunitas dalam pengembangan agrowisata

dijelaskan melalui gambar 1. Berikut adalah

penjelasan tahapan-tahapannya.

1. Integrasi

Proses integrasi ini merupakan langkah awal

yang penting untuk memastikan pihak

inisiator dari luar yang ikut

mengorganisasikan masyarakat dapat

diterima dan dipercaya oleh masyarakat

untuk bekerja bersama-sama. Dalam tahap

integrasi ini perlu juga dipertimbangkan opsi

pengembangan suatu kawasan menjadi

kawasan agrowisata dengan melihat potensi

alam yang dimilikinya dan prasyarat-

prasyarat lainnya.

2. Pemetaan Isu, Permasalahan, dan Potensi

Komunitas Terkait Agrowisata

Langkah ini dilakukan secara kolektif dan

bersama-sama dengan masyarakat. Berbagai

cara dapat dilakukan untuk memperoleh peta

isu, permasalahan, dan potensi komunitas,

seperti dengan diskusi atau survey lapangan

serta menganalisis target group dari

pengembangan kawasan agrowisata ini.

3. Merancang Tindakan-Tindakan Bersama

Tindakan kolektif ini disusun berdasarkan

isu, permasalahan, dan potensi

pengembangan agrowisata yang telah

dirumuskan sebelumnya. Pendiskusian dan

perancangan tindakan kolektif ini dapat

dilakukan dalam bentuk musyawarah atau

rapat dengan tokoh-tokoh komunitas yang

dianggap mampu merepresentasikan

komunitas secara keseluruhan. Tindakan

kolektif ini diambil untuk mencapai tujuan

bersama komunitas dalam pengembangan

agrowisata.

4. Implementasi Kegiatan Pengembangan

Agrowisata

Pada tahapan ini juga diharapkan adanya

partisipasi dari setiap anggota komunitas.

Pada tahap implementasi ini juga perlu

dipastikan adanya pengerahan sumber daya

untuk kepentingan komunitas dalam

pengembangan agrowisata.

5. Monitoring dan Evaluasi

Langkah ini penting dilakukan agar

kesalahan-kesalahan dalam perancangan

kegiatan pengembangan agrowisata tidak

dilakukan lagi di masa mendatang dan

komunitas semakin mengenal langkah-

langkah yang diperlukan untuk

meningkatkan kesejahteraan bagi

komunitasnya dan dalam pengembangan

agrowisata.

6. Refleksi

Pada tahap ini, refleksi menggambarkan

kemampuan komunitas dalam melihat nilai-

nilai positif dan negatif dari proses

pengorganisasian komunitas dalam

pengembangan agrowsata yang telah

dilakukan.

Page 7: PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM …sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Nurulitha.pdf · Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang ... kualitatif dan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 3 Desember 2013

179

7. Feedback

Tahap ini sangat penting untuk menjaga

keberlanjutan dari pengembangan kawasan

agrowisata. Masukan-masukan hasil dari

pengawasan, evaluasi, dan refleksi

masyarakat dapat digunakan untuk

meningkatkan kualitas dan meningkatkan

manfaat dan kesejahteraan masyarakat dari

adanya kegiatan agrowisata tersebut.

Gambar 2. Proses Pengorganisasian Komunitas dalam Pengembangan Kawasan Agrowisata di Desa

Wisata Kembagarum

Sumber: Hasil Analisis, 2012

Pengorganisasian komunitas dalam

pengembangan agrowisata di Desa Wisata

Kembangarum merupakan suatu proses yang

tertutup dan memerlukan aktor yang berbeda-

beda dalam setiap tahapannya.

Pengorganisasian komunitas merupakan suatu

bentuk mobilisasi komunitas untuk melakukan

tindakan kolektif. Proses ini menolong

masyarakat agar paham dengan persoalan

bersama, dan bersama-sama menyelesaikannya.

Proses ini dibangun dari keterikatan sosial

untuk melakukan tindak bersama (collective

action). Proses pengorganisasian masyarakat

ini bertujuan untuk membangun kapasitas untuk

menciptakan perubahan dan pembangunan.

Dalam pengembangan agrowisata, masyarakat

lokal pun harus dapat dimobilisasi agar mampu

melakukan tindakan-tindakan kolektif yang

diperlukan untuk mencapai tujuan bersama

dalam pengembangan agrowisata di desa

wisata. Berdasarkan sintesis kajian literatur,

indikator kapasitas pengorganisasian komunitas

dalam pengembangan agrowisata di desa wisata

yaitu:

1. Adanya proses mobilisasi komunitas Desa

Wisata Kembangarum;

2. Adanya collective action yang dilakukan

untuk mengembangkan agrowisata di Desa

Wisata Kembangarum; dan

3. Adanya outcome serta manfaat yang

diterima oleh masyarakat Desa Wisata

Kembangarum akibat dari kegiatan

agrowisata tersebut.

3. Metode Penelitian

Pada penelitian kali ini, digunakan pendekatan

penelitian single case study. Hal ini

dimaksudkan untuk melihat sejauh mana

kerangka konseptual dan teoritis tersebut

diimplementasikan di lapangan. Metode

penelitan yang digunakan merupakan gabungan

antara metode penelitian kualitatif dan

kuantitatif. Untuk menjawab sasaran penelitian,

maka dirumuskanlah indikator dan parameter

terkait menurut kajian literatur, sehingga

Page 8: PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM …sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Nurulitha.pdf · Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang ... kualitatif dan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 3 Desember 2013

180

menghasilkan perangkat survey yang

digunakan dalam mengumpulkan data. Kajian

literatur yang dilakukan berfokus kepada

konsep pengorganisasian komunitas dan

pengembangan agrowisata.

Metode pengambilan data dengan kuisioner

digunakan sebagai salah satu upaya untuk

menjawab indikator-indikator kapasitas

pengorganisasian komunitas dalam

mengembangkan agrowisata dengan target

responden masyarakat Desa Wisata

Kembangarum. Populasi masyarakat Desa

Wisata Kembangarum sejumlah 81 KK, dengan

spesifikasi 48 KK di RT 04/ RW 26 dan 31 KK

di RT 04/RW 26, Dusun Kembangarum.

Setelah survey lapangan dan rekapitulasi

kuisioner yang berhasil disebar, diperoleh

bahwa responden yang berhasil didapat setelah

survey lapangan berjumlah 61 KK, atau sekitar

75,3% dari total populasi Desa Wisata

Kembangarum. Hal ini disebabkan oleh

kesulitan menemui responden dan keterbatasan

waktu yang dimiliki oleh surveyor. Namun

demikian, hasil survey tersebut dinilai cukup

representatif untuk menggambarkan

karakteristik perubahan kapasitas

pengorganisasian komunitas Desa Wisata

Kembangarum.

Langkah selanjutnya yang diambil setelah

pengumpulan data adalah analisis data.

Terdapat tiga metode analisis yang digunakan

dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Metode Analisis Deskriptif Kualitatif

Metode analisis deskrispsi kualitatif

digunakan untuk memberikan gambaran

yang jelas mengenai karakteristik

agrowisata, masyarakat, dan proses

perencanaan yang berlangsung di

DesaWisata Kembangarum, Donokerto.

2. Metode Analisis Statistik Deskriptif

Dalam penelitian kali ini, metode analisis

statistik deskriptif digunakan untuk

pengolahan data yang berasal dari kuisioner

indikator kapasitas pengorganisasian

komunitas dalam pengembangan

agrowisata. Analisis yang digunakan

menggunakan pembobotan yang sama

karena dari literatur-literatur terkait tidak

ada yang menyatakan penekanan atau fokus

tertentu pada masing-masing indikator yang

telah dibuat. Keluaran yang diharapkan dari

metode penelitian ini adalah adanya suatu

deskripsi mengenai karakteristik kapasitas

pengorganisasian komunitas dalam

mengembangkan agrowisata.

3. Metode Content Analysis

Metode ini dilakukan untuk menjawab

sasaran proses pengorganisasian komunitas

serta kapasitas pengorganisasian komunitas

dalam pengembangan agrowisata di Desa

Wisata Kembagarum. Hasil wawancara

yang telah dilakukan selanjutnya dilakukan

proses interpretasi dan reduksi data

menggunakan coding.

4. Analisis

Tema pendidikan merupakan tema yang dibawa

dalam pengembangan Desa Wisata

Kembangarum. Desa Wisata Kembangarum

menawarkan beragam wisata yang dapat

dinikmati oleh para tamu, contohnya antara lain

wisata pertanian, perkebunan, kuliner

tradisional, permainan tradisional, outbond, dan

wisata bakti sosial. Pemilihan alternatif

kegiatan ini juga sesuai dengan potensi

agrowisata dan komunitas yang dimiliki.

Wisatawan dapat dengan bebas menentukan

jenis-jenis kegiatan wisata apa saja yang dapat

dinikmati selama berada di Desa Wisata

Kembangarum.

Page 9: PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM …sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Nurulitha.pdf · Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang ... kualitatif dan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 3 Desember 2013

181

Gambar 3. Kegiatan Penyambutan Wisatawan

di Desa Wisata Kembangarum

Sumber: Hasil Observasi, 2012

Gambar 4. Wisata Pertanian Bagi Para Tamu

di Desa Wisata Kembangarum

Sumber: Hasil Observasi, 2012

Analisis dalam penelitian kali ini terbagi ke

dalam dua hal yakni analisis proses

pengorganisasian komunitas dan analisis

dinamika kapasitas pengorganisasian

komunitas dalam pengembangan agrowisata di

Desa Wisata Kembangarum.

4.1 Analisis Proses Pengorganisasian

Komunitas dalam Pengembangan

Agrowisata di Desa Wisata

Kembangarum

Dalam proses pengorganisasian komunitas di

Desa Wisata Kembangarum ini melibatkan

banyak aktor, baik itu dari internal maupun

eksternal desa. Aktor-aktor ini menjadi kunci

keberhasilan pengembangan agrowisata di Desa

Wisata Kembangarum. Proses ini dilakukan

berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan

sebelumnya, sehingga menghasilkan enam

tahapan pengorganisasian komunitas. Tahapan

tersebut antara lain adalah tahap integrasi, tahap

pemetaan isu, permasalahan, dan potensi

komunitas, tahap perancangan tindakan

bersama, tahap implementasi kegiatan, tahap

monitoring dan evaluasi, tahap refleksi, dan

tahap feedback.

1. Integrasi

Tahap yang pertama adalah integrasi, dimana

tahap ini merupakan tahap inisiasi awal antara

stakeholder yang terkait dalam pengembangan

agrowisata di Desa Wisata Kembangarum.

Dalam tahap ini, biasanya akan ada pihak

organizer atau inisiator dari luar Desa Wisata

Kembangarum. Tahap integrasi ini juga

menekankan akan pentingnya proses peleburan

antara pihak inisiator dari luar dengan

masyarakat lokal di Desa Wisata

Kembangarum. Dalam konteks pengembangan

agrowisata di Desa Wisata Kembangarum ini

yang menjadi pihak inisiator luar adalah Bapak

Herry Kustriyatmo selaku pemilik Sanggar

Lukis Pratista. Kolaborasi dengan masyarakat

sangat penting untuk menciptakan rasa

kepercayaan antara Bapak Herry selaku

inisiator dari luar dengan tokoh-tokoh

komunitas di Desa Wisata Kembangarum

seperti Bapak Masahid, Ibu Sri Sujarwati,

Bapak Mujiharjo, dan Bapak Ngadiman.

Keluaran utama dari tahap integrasi ini adalah

adanya kepercayaan masyarakat terhadap aktor-

aktor yang nantinya akan terlibat dalam

pengembangan Desa Wisata Kembangarum.

Proses meraih kepercayaan ini tidak mudah

mengingat adanya keterlibatan pihak luar desa

dalam pengembangan agrowisata. Keberhasilan

peraihan kepercayaan masyarakat ini

ditunjukkan dengan adanya persetujuan kerja

sama antara masyarakat Desa Wisata

Kembangarum dengan Bapak Herry dari

Sanggar Melukis Pratista sebagai pengembang

desa wisata. Persetujuan kerja sama tersebut

Page 10: PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM …sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Nurulitha.pdf · Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang ... kualitatif dan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 3 Desember 2013

182

ditindaklanjuti dengan adanya langkah-langkah

strategis perencanaan Desa Wisata

Kembangarum bersama dengan masyarakat

setempat. Akhirnya pada 27 Juli 2005,

terbentuklah suatu kerja sama antara pihak

Sanggar Lukis Pratista dengan warga Desa

Wisata Kembangarum dan ditandai dengan

adanya lembaga pengelola Desa Wisata

Kembangarum yang diketuai oleh Bapak

Masahid.

2. Pemetaan Isu, Permasalahan, dan Potensi

Komunitas Terkait Agrowisata

Langkah selanjutnya adalah memetakan isu,

permasalahan, dan potensi yang dimiliki oleh

Desa Wisata Kembangarum. Proses

pengorganisasian komunitas pada tahap ini

melibatkan setiap anggota komunitas dan

memobilisasi mereka untuk dapat mengetahui

dan memetakan isu, permasalahan, dan potensi

yang dimiliki oleh komunitas Desa Wisata

Kembangarum dalam mengembangkan

agrowisatanya. Pada tahapan ini, ada beberapa

hal yang perlu diperhatikan, yakni sebagai

berikut:

1. Keberadaan potensi alami

2. Kesiapan infrastruktur penunjang kegiatan

agrowisata

3. Karakteristik dan kapasitas kelompok-

kelompok komunitas dalam

pengembangan agrowisata.

Pemetaan yang dilakukan ini tidak dilakukan

oleh sekelompok tertentu atau pengembangnya

saja. Pemetaan ini perlu dilakukan oleh segenap

anggota komunitas. Metodenya bisa bermacam-

macam, mulai dari diskusi hingga ke survey

lapangan. Di Desa Wisata Kembangarum ini

dilakukan proses diskusi dalam memetakan isu,

permasalahan, dan potensi yang dimiliki oleh

komunitas. Tak hanya itu, anggota komunitas

juga dilibatkan dalam merumuskan tujuan

bersama pengembangan Desa Wisata

Kembangarum. Pelibatan anggota masyarakat

ini dapat sebagai narasumber, proses diskusi,

brainstorming, hingga pelaksanaan survey

lapangan. Pelibatan anggota komunitas ini juga

dalam rangka memobilisasi komunitas, yang

menjadi salah satu unsur pengorganisasian

komunitas.

3. Merancang Tindakan-Tindakan Bersama

Tahap selanjutnya adalah perancangan tindakan

bersama. Tahapan ini juga termasuk ke dalam

tahap mobilisasi komunitas, karena diperlukan

adanya peran dari setiap anggota komunitas

dalam mengembangkan agrowisata di Desa

Wisata Kembangarum Dalam tahapan ini,

terdapat dua hal yakni mekanisme perancangan

tindakan bersama dan pelibatan anggota

komunitas dalam perancangan tindakan

bersama. Di Desa Wisata Kembangarum, dalam

merencanakan suatu tindakan-tindakan, baik itu

yang bersifat preventif maupun responsif,

dilakukan dengan metode diskusi atau

musyawarah. Musyawarah pengembangan

agrowisata tersebut dilakukan secara rutin,

yakni setiap 35 hari sekali, yang juga

melibatkan anggota komunitas. Selain itu, rapat

yang dilaksanakan juga terbuka bagi siapapun

di luar pengurus Desa Wisata Kembangarum.

Warga dapat menyampaikan aspirasinya dan

ikut merancnag tindakan bersama yang ingin

dilakukan demi kemajuan Desa Wisata

Kembangarum. Walaupun intensitas rapat baru

tinggi menjelang adanya tamu, tetapi

masyarakat Desa Wisata Kembangarum dapat

dikatakan telah menyadari pentingnya

berdiskusi, berdemokrasi, dan pembentukan

konsensus dalam setiap perencanaan dan

pengambilan keputusan terkait agrowisata.

4. Implementasi Kegiatan Pengembangan

Agrowisata

Page 11: PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM …sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Nurulitha.pdf · Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang ... kualitatif dan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 3 Desember 2013

183

Tahap selanjutnya setelah berhasil menyusun

dan merancang tindakan bersama adalah

tahapan implementasi kegiatan. Tahap

implementasi kegiatan ini juga mencerminkan

adanya mobilisasi komunitas dengan

memanfaatkan sumber daya yang ada di Desa

Wisata Kembangarum. Tahap implementasi

kegiatan ini lebih berfokus kepada aktivitas-

aktivitas wisata yang dilakukan oleh

masyarakat Desa Wisata Kembangarum

sebagai penyedia layanan agrowisata. Selain

itu, fokus tahapan implementasi kegiatan ini

adalah pembagian peran yang dilakukan dari

setiap anggota komunitas Desa Wisata

Kembangarum. Tabel 1 menjelaskan mengenai

pembagian peran bagi setiap kelompok dalam

komunitas di Desa Wisata Kembangarum.

Pembagian peran setiap kelompok yang ada di

Desa Wisata Kembangarum ini dilakukan

berdasarkan analisis pemetaan kemampuan,

kapasitas, dan kapabilitas dari setiap kelompok

untuk dapat berkontribusi secara nyata dalam

pegembangan agrowisata di Desa Wisata

Kembangarum ini.

Tabel 1. Daftar Pembagian Peran di Desa Wisata Kembangarum

No Lingkup Aktor Peran

1

Internal

Ibu-ibu PKK Mengurusi bagian wisata kuliner

2 Bapak-bapak Mengurus bagian pentas seni budaya dan kegiatan wisata (pertanian,

perkebunan, dan peternakan)

3 Pemuda / Karang Taruna Koordinator kegiatan wisata dan sebagai pemandu wisata

4

Eksternal

Perangkat Desa Donokerto Fasilitator dan penghubung dengan stakeholder di tingkat atasnya

5 Perangkat Kecamatan Turi Fasilitator forum komunikasi desa wisata

6 Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata Kabupaten Sleman

Fasilitator dan membantu memberi pelatihan terkait pengembangan desa wisata

(termasuk bantuan dana)

Sumber: Hasil Analisis, 2012

Pembagian peran ini sangat penting, terutama

agar terciptanya rasa kepemilikan komunitas

terhadap Desa Wisata Kembangarum beserta

kegiatan agrowisatanya. Pembagian peran ini

juga menyesuaikan dengan paket wisata yang

ditawarkan. Seperti misalnya wisata offroad

yang dikelola oleh para pemuda/Karang Taruna

atau wisata seni dan budaya tradisional yang

dikelola oleh bapak-bapak. Pembagian peran ini

juga disesuaikan dengan kapasitas yang

dimiliki oleh setiap kelompok-kelompok dalam

masyarakat Desa Wisata Kembangarum ini.

Selain dari aktor internal, terdapat pula aktor

eksternal yang turut mengembangkan dan

membantu pengimplementasian kegiatan-

kegiatan agrowisata di Desa Wisata

Kembangarum. Aktor-aktor ini meliputi

pemerintah dari tingkat desa hingga pusat.

Perannya pun berbeda-beda sesuai dengan

kapasitas dan kemampuan kelembagaannya.

Pada umumnya, aktor dari pihak pemerintah ini

membantu implementasi kegiatan agrowisata di

Desa Wisata Kembangarum ini dalam bentuk

pelatihan-pelatihan dan bantuan dana

pengembangan. Peran pihak pemerintah ini

memang secara tidak langsung dan terkait

dengan kegiatan-kegiatan agrowisata di Desa

Wisata Kembangarum, tetapi kontribusi pihak

pemerintah dapat membantu mempersiapkan

masyarakat untuk mengembangkan kawasan

agrowisata menjadi lebih baik.

5. Monitoring dan Evaluasi

Setelah kegiatan-kegiatan terkait agrowisata

tersebut dilakukan, maka tahapan selanjutnya

adalah tahapan monitoring dan evaluasi.

Peninjauan tahapan monitoring dan evaluasi

kegiatan-kegiatan pengembangan agrowisata di

Desa Wisata Kembangarum ini dilihat

berdasarkan dari dua indikator, yakni adanya

Page 12: PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM …sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Nurulitha.pdf · Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang ... kualitatif dan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 3 Desember 2013

184

mekanisme pemantauan dan pengawasan dan

adanya rekomendasi lanjutan pengembangan

agrowisata. Di Desa Wisata Kembangarum

sudah memiliki mekanisme rapat atau

musyawarah bulanan yang membahas

mengenai monitoring dan evaluasi keberjalanan

program-program wisata. Keluaran dari

mekanisme rapat atau musyawarah evaluasi

kegiatan ini adalah berupa rekomendasi

lanjutan yang perlu dilakukan. Salah satu

rekomendasi yang keluar hasil dari proses

monitoring dan evaluasi ini adalah perbaikan

infrastruktur pendukung kegiatan agrowisata

seperti homestay, perbaikan akses, variasi

permainan-permainan yang ditawarkan, dan

peningkatan kualitas dan kebersihan

lingkungan. Berbagai rekomendasi ini perlu

ditindaklanjuti lebih jauh agar peningkatan

kualitas pelayanan agrowisata di Desa Wisata

Kembangarum dapat lebih maksimal.

6. Refleksi

Kegiatan agrowisata di Desa Wisata

Kembangarum telah melalui setiap tahapan

pengembangan mulai dari integrasi hingga

pelaksanaan kegiatan serta monitoring dan

evaluasi kegiatan. Tahap selanjutnya yang tak

kalah penting adalah tahap refleksi. Tahap ini

menggambarkan keberterimaan masyarakat

terhadap kegiatan agrowisata yang telah

berjalan di Desa Wisata Kembangarum. Pada

tahap refleksi juga terlihat adanya nilai-nilai

positif dan manfaat yang diperoleh masyarakat

sebagai suatu dampak dari kegiatan agrowisata

di Desa Wisata Kembangarum.

Nilai positif dan manfaat dari pengembangan

agrowisata bagi masyarakat Desa Wisata

Kembangarum ini dapat dirasakan dalam hal

transformasi budaya dan pendidikan bagi

masyarakat, peningkatan kualitas dan

kebersihan lingkungan, dan peningkatan

perekonomian masyarakat. Keberadaan Desa

Wisata Kembangarum ini, bila dinilai secara

ekonomis, belum berkontribusi secara

signifikan bagi masyarakat setempat. Salah satu

penyebabnya adalah ketidakrutinan kedatangan

tamu ke Desa Wisata Kembangarum. Fluktuasi

kedatangan wisatawan inilah yang

menyebabkan pendapatan tambahan

masyarakat dari kegiatan di Desa Wisata

Kembangarum menjadi tidak tetap.

Pada saat ini, masyarakat telah mengalami

tahapan refleksi pada proses pengorganisasian

komunitas dalam pengembangan kawasan

agrowisata di Desa Wisata Kembangarum.

Masyarakat setempat telah menerima manfaat

yang diberikan dari adanya Desa Wisata

Kembangarum ini. Hasil refleksi masyarakat

tersebut dapat digunakan untuk merumuskan

kembali isu, permasalahan, dan potensi yang

dimiliki oleh masyarakat Desa Wisata

Kembangarum terkait dengan pengembangan

agrowisata berbasis komunitas. Di lain pihak,

terdapat dualisme visi dan misi yang dibawa

oleh para pengurus Desa Wisata

Kembangarum. Dualisme visi ini berasal dari

pihak inisiator internal dan eksternal Desa

Wisata Kembangarum seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya.

7. Feedback

Feedback merupakan suatu keluaran dari

tahapan monitoring dan evaluasi dan tahapan

refleksi dalam proses pengorganisasian

komunitas dalam pengembangan kawasan

agrowisata. Salah satu bentuk feedback adalah

adanya rekomendasi pengembangan kawasan

agrowisata. Rekomendasi ini muncul saat rapat

evaluasi rutin para pengurus Desa Wisata

Kembangarum. Rekomendasi ini tidak hanya

berisi hal-hal yang perlu ditingkatkan dalam

pemenuhan layanan agrowisata bagi

wisatawan, tetapi juga berisi keberterimaan

manfaat yang dirasakan oleh masyarakat

Page 13: PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM …sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Nurulitha.pdf · Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang ... kualitatif dan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 3 Desember 2013

185

terhadap aktivitas di Desa Wisata

Kembangarum.

Evaluasi yang secara komprehensif dan

menyeluruh belum sepenuhnya dilakukan oleh

pihak-pihak yang berwenang, dalam hal ini

adalah pengurus Desa Wisata Kembangarum.

Evaluasi yang dilakukan masih bersifat evaluasi

kegiatan wisata saat ada kunjungan. Evaluasi

keberterimaan masyarakat masih belum

dilakukan secara formal dan sistematis. Meski

demikian, mulai ada keluhan-keluhan yang

diutarakan oleh masyarakat terkait dengan

manfaat yang diterima oleh masyarakat.

Dualisme visi dan misi dari para pihak dan

pengurus lembaga Desa Wisata Kembangarum

ini dapat berpotensi untuk menjadi

permasalahan tersendiri. Hal ini juga akan

berdampak kepada arah pengembangan Desa

Wisata Kembangarum ke depannya.

Permasalahan ini perlu diatasi segera agar tidak

sampai menimbulkan kerugian, terutama bagi

masyarakat Desa Wisata Kembangarum.

Refleksi masyarakat Desa Wisata

Kembangarum ini menjadi salah satu bahan

pertimbangan keberlanjutan kegiatan

agrowisata Desa Wisata Kembangarum, baik

dari pihak pengembang maupun dari pihak

internal komunitasnya itu sendiri. Dalam

tahapan feedback ini, salah satu hal yang segera

diatasi adalah dualisme visi dan misi antara

pengurus dan pengembang Desa Wisata

Kembangarum.

4.2 Analisis Dinamika Kapasitas

Pengorganisasian Komunitas dalam

Pengembangan Agrowisata di Desa

Wisata Kembangarum

Pengorganisasian komunitas merupakan bagian

dari kemampuan dan kapasitas komunitas untuk

mampu mengorganisasikan dan memobilisasi

komunitas demi terciptanya suatu tindakan

kolektif yang memberikan manfaat positif bagi

komunitas tersebut. Pengembangan agrowisata

membutuhkan kapasitas masyarakat yang

spesifik dan sesuai dengan prinsip tertentu.

Kapasitas pengorganisasian komunitas dalam

pengembangan agrowisata di Desa Wisata

Kembangarum merupakan suatu indikator

keberhasilan pengembangan agrowisata

berbasis komunitas.

Gambar 5. Perubahan Indikator Kapasitas Pengorganisasian Komunitas Desa Wisata Kembangarum

Sumber: Hasil Analisis, 2012

Page 14: PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM …sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Nurulitha.pdf · Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang ... kualitatif dan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 3 Desember 2013

186

Penilaian kapasitas pengorganisasian

komunitas ini dilihat dari tiga aspek. Yang

pertama adalah adanya mobilisasi komunitas

yang dilakukan dalam mengembangkan Desa

Wisata Kembangarum. Aspek yang kedua

adalah adanya tindakan kolektif komunitas

untuk pengembangan agrowisata di Desa

Wisata Kembangarum. Aspek yang terakhir

adalah adanya outcome dan manfaat yang

diterima oleh masyarakat Desa Wisata

Kembangarum akibat dari pengembangan

agrowisata. Ketiga aspek tersebut dilihat

dinamika perubahannya, yakni periode dimana

belum ada dan terbentuknya secara resmi Desa

Wisata Kembangarum, tepatnya sebelum tahun

2005, dan periode dimana Desa Wisata

Kembangarum sudah terbentuk yakni setelah

tahun 2005.

Berdasarkan analisis pada Gambar 3 di atas,

diperoleh bahwa untuk setiap indikator

kapasitas pengorganisasian komunitas dalam

pengembangan agrowisata di desa wisata

tersebut memang mengalami peningkatan jika

dibandingkan antara periode sebelum dan

setelah berdirinya Desa Wisata Kembangarum.

Untuk indikator adanya mobilisasi komunitas,

rata-rata jumlah responden meningkat sebanyak

22,84%. Untuk indikator adanya collective

action yang dilakukan untuk mengembangkan

agrowisata di Desa Wisata Kembangarum, rata-

rata jumlah responden mengalami peningkatan

sebesar 13,58%. Dan untuk indikator terakhir

yakni adanya outcome yang diterima oleh

komunitas, terjadi peningkatan rata-rata jumlah

responden sebesar 14,77%. Meningkatnya nilai

rata-rata jumlah responden untuk setiap

indikator kapasitas pengorganisasian komunitas

dalam pengembangan agrowisata di Desa

Wisata Kembangarum menunjukkan adanya

manfaat nyata yang dirasakan oleh masyarakat

Desa Wisata Kembangarum. Selain itu,

masyarakat Desa Wisata Kembangarum

menilai adanya perbaikan mekanisme atau

sistem yang dilakukan untuk memobilisasi

komunitas dan dengan peluang pelibatan setiap

anggota komunitas yang lebih besar.

Di lain pihak, secara keseluruhan nilai rata-rata

jumlah responden untuk setiap indikator

kapasitas pengorganisasian komunitas ini masih

di bawah 50% dari total responden. Hal ini

menunjukkan bahwa adanya ketidakmerataan

peningkatan kapasitas pengorganisasian

komunitas dalam pengembangan Desa Wisata

Kembangarum. Baru elite-elite atau tokoh-

tokoh dari komunitas ini yang secara nyata

mengalami peningkatan kapasitas

pengorganisasian komunitas dalam

pengembangan Desa Wisata Kembangarum.

Keberadaan Desa Wisata Kembangarum

dianggap masih belum dapat meningkatkan

kapasitas pengorganisasian komunitas di setiap

level komunitas.

5. Kesimpulan

Proses pengorganisasian komunitas dalam

pengembangan kawasan agrowisata di Desa

Wisata Kembangarum terdiri dari beberapa

tahap dan merupakan suatu proses yang tertutup

(cyclical). Proses pengorganisasian komunitas

dalam pengembangan agrowisata di Desa

Wisata Kembangarum terdiri dari tahap

integrasi, pemetaan isu, masalah, dan potensi

komunitas, merancang tindakan bersama,

implementasi kegiatan, monitoring dan

evaluasi, refleksi, dan feedback.

Tujuan pengembangan Desa Wisata

Kembangarum salah satunya adalah

peningkatan kapasitas masyarakat setempat.

Meski demikian, kapasitas pengorganisasian

komunitas ini bersifat dinamis akibat dari

pengaruh lingkungan internal maupun eksternal

komunitas. Maka dari itu, penilaian kapasitas

pengorganisasian komunitas ini mengikuti sifat

kedinamisan kapasitas tersebut. Indikator dari

Page 15: PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM …sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Nurulitha.pdf · Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang ... kualitatif dan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 3 Desember 2013

187

keberhasilan proses pengorganisasian

komunitas dalam rangka peningkatan kapasitas

pengorganisasian komunitas Desa Wisata

Kembangarum ini ada tiga yakni mobilisasi

komunitas, collective action, dan adanya

outcome bagi komunitas. Secara keseluruhan,

nilai rata-rata jumlah responden untuk setiap

indikator kapasitas pengorganisasian komunitas

dalam pengembangan agrowisata di Desa

Wisata Kembangarum mengalami peningkatan

jika dibandingkan periode sebelum dan setelah

berdirinya Desa Wisata Kembangarum.

Dalam mempertahankan eksistensi Desa Wisata

Kembangarum, beberapa rekomendasi

berdasarkan penelitian terkait pengorganisasian

komunitas dalam pengembangan agrowisata di

desa wisata, yaitu:

1. Perlunya memperkuat peran pemerintah

daerah dalam mengembangkan agrowisata

di Desa Wisata Kembangarum dalam

mengantisipasi adanya dualisme visi dan

misi yang terjadi dalam internal pengelola

Desa Wisata Kembangarum. Peran

pemerintah ini sebagai fasilitator untuk

meluruskan kembali visi misi pembangunan

Desa Wisata Kembangarum.

2. Pengorganisasian komunitas juga

merupakan suatu metode yang ditempuh

untuk meningkatkan kapasitas komunitas di

setiap level. Diperlukan adanya peluang

partisipasi bagi setiap anggota komunitas di

Desa Wisata Kembangarum selebar

mungkin. Disini juga dibutuhkan peran dari

seorang pemimpin yang mampu

memobilisasi anggota komunitas.

3. Perlunya pemerataan kegiatan dan

pembangunan infrastruktur penunjang

kegiatan agrowisata untuk mengatasi spatial

gap antara RT 04 dan RT 05, RW 26, Desa

Wisata Kembangarum.

4. Adanya tuntutan transparansi dalam segala

kegiatan agrowisata di Desa Wisata

Kembangarum.

5. Perlunya regenerasi kepemimpinan di Desa

Wisata Kembangarum. Calon-calon

pemimpin tersebut harus mulai dibina dan

dilatih agar mampu menggerakkan

masyarakat dan mengembangkan Desa

Wisata Kembangarum ke depannya.

6. Perluasan jaringan melalui kerja sama

dengan berbagai pihak, terutama pihak-

pihak di luar Desa Wisata Kembangarum

sebagai strategi untuk meningkatkan

kedatangan wisatawan.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.

Suhirman, S.H., M.T. untuk arahan dan

bimbingan sehingga artikel ini dapat ditulis.

Terima kasih juga kepada dua mitra bestari

yang telah memberikan komentar yang

berharga.

Daftar Pustaka

Akpinar, Nevin, dkk. 2003. Rural Women and

Agrotourism in the Context of

Sustainable Rural Development: A Case

Study From Turkey.

Chaskin, J. Robert. 2001. Building Community

Capacity. New York: Walter De Gruyter,

Inc.

Damanik, Janianton dan Helmut F. Weber. 206.

Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke

Aplikasi. Yogyakarta: Pusat Studi

Pariwisata (PUSPAR) UGM.

Jolly, A. D., & Reynolds, A. K. 2005.

Consumer Demand For Agricultural And

On-Farm Nature Tourism. Uc Small

Farm Center Research Brief. Retrieved

from

http://sfp.ucdavis.edu/files/143466.pdf

Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan

Menteri Pariwisata, Pos, dan

Telekomunikasi Nomor:

204/KPTS/30HK/050/4/1989 dan Nomor

KM. 47/PW.DOW/MPPT/89 Tentang

Koordinasi Pengembangan Wisata Agro

Lobo, R. E., Goldman, G. E., Jolly, D. A.,

Wallace, B. D., Schrader, W. L., &

Parker, S. A. 1999. Agricultural tourism:

agritourism benefits agriculture in San

Page 16: PENGORGANISASIAN KOMUNITAS DALAM …sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/02/Jurnal-2-Nurulitha.pdf · Dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata yang ... kualitatif dan

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota

Vol 21/No. 3 Desember 2013

188

Diego County. Retrieved June 4, 2008,

from the University of California-Davis

Small Farm Center Web site:

http://www.sfc.ucdavis.edu/agritourism/

agritourSD.html

Mukhotib, MD. 2012. Membangun Organisasi

Rakyat.

Saridarmini, Ni Luh Ayu Rai. 2011. Dampak

Agrowisata Berbasis Modal dan

Agrowisata Berbasis Masyarakat.

Denpasar: Tesis Universitas Udayana.

Sinclair, Zack dan Lisa Russ. 2006.

Organization Development for Social

Change: An Integrated Approach to

Community Transformation. Zack

Sinclair and Movement Strategy Center.

Stall, Susan, and Randy Stoecker. 1998.

"Community organizing or organizing

community? Gender and the crafts of

empowerment," Gender and Society, 12

(Dec): 729-756.

Utama, I Gusti Bagus Rai. 2011. Agrowisata

Sebagai Pariwisata Alternatif.

Yoeti, Oka. A. 2008. Perencanaan dan

Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT.

Pradnya Paramita.