pengolahan limbah revisi

25
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan yang sesuai untuk dimakan dan tidak menyebabkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging dikenal sebagai bahan pangan yang bernilai gizi tinggi, namun mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu, usaha pengolahan penanganan merupakan cara untuk mengurangi kerusakan daging pasca panen sekaligus memperoleh nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Pengolahan daging seperti halnya pengolahan bahan lainnya bertujuan untuk memperpanjang umur simpan, memperbaiki sifat organoleptik, menambah variasi bentuk hasil olahan daging, memungkinkan tersedianya produk daging setiap saat serta menghemat waktu dan energi untuk persiapan daging sebelum dimakan. Salah satu cara pengolahan yang dapat dilakukan dan telah umum dikenal oleh masyarakat adalah pengolahan sosis. Sosis merupakan produk emulsi daging yang ditambahkan bahan pengisi, bahan pengikat, dan bumbu-bumbu untuk meningkatkan flavor dan daya terima. Sosis umumnya dibuat dari daging sapi, namun jenis daging lainnya seperti ayam, kelinci, dan babi dapat juga digunakan. Daging yang akan digiling pada umumnya didinginkan terlebih dahulu sampai temperatur -2 ͦ C, kecuali pada pengolahan secara panas (Henrickson, 1987). Temperatur penggilingan sangat penting dalam pembentukan sosis. Penggilingan bertujuan untuk membentuk daging giling yang mempunyai campuran daging dan lemak yang lebih merata (Tauber,

Transcript of pengolahan limbah revisi

Page 1: pengolahan limbah revisi

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan yang sesuai untuk dimakan dan

tidak menyebabkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging dikenal sebagai

bahan pangan yang bernilai gizi tinggi, namun mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena

itu, usaha pengolahan penanganan merupakan cara untuk mengurangi kerusakan daging pasca

panen sekaligus memperoleh nilai tambah dari produk yang dihasilkan. Pengolahan daging

seperti halnya pengolahan bahan lainnya bertujuan untuk memperpanjang umur simpan,

memperbaiki sifat organoleptik, menambah variasi bentuk hasil olahan daging,

memungkinkan tersedianya produk daging setiap saat serta menghemat waktu dan energi

untuk persiapan daging sebelum dimakan.

Salah satu cara pengolahan yang dapat dilakukan dan telah umum dikenal oleh

masyarakat adalah pengolahan sosis. Sosis merupakan produk emulsi daging yang

ditambahkan bahan pengisi, bahan pengikat, dan bumbu-bumbu untuk meningkatkan flavor

dan daya terima. Sosis umumnya dibuat dari daging sapi, namun jenis daging lainnya seperti

ayam, kelinci, dan babi dapat juga digunakan. Daging yang akan digiling pada umumnya

didinginkan terlebih dahulu sampai temperatur -2 " C, kecuali pada pengolahan secara panas

(Henrickson, 1987). Temperatur penggilingan sangat penting dalam pembentukan sosis.

Penggilingan bertujuan untuk membentuk daging giling yang mempunyai campuran daging

dan lemak yang lebih merata (Tauber, 1977). Pada tahapan pencampuran diharapkan butiran

lemak dapat terdistribusi secara merata dan umumnya digunakan mesin pencacah atau mesin

pengemulsi yang merupakan gabungan dari system penggilingan dan pencacahan (Tauber,

1997). Pada tahapan tersebut bahan kuring, es atau air es, garam, bahan pengikat, dan bahan

tambahan lainnya ditambahkan sehingga dapat terdistribusi merata (Kramlich, 1971). Adonan

sosis dimasukkan ke dalam selongsong (casing) dengan menggunakan alat khusus yang

bertujuan untuk membentuk dan mempertahankan kestabilan (Kramlich, 1971) dan

mengurangi terbentuknya kantong-kantong udara (Henrickson, 1978). Pemanasan bertujuan

untuk menyatukan komponen utama adonan sosis, memantapkan warna, inaktivasi

mikroorganisme dan meningkatkan atau menurunkan keempukan, tergantung temperatur,

lama pemasakan dan jenis daging (Lawrie, 1991).

Page 2: pengolahan limbah revisi

Dalam semua industri, khususnya industri pangan, tentu memiliki keluaran berupa

bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak maupun tidak menimbulkan dampak

apapun bagi masyarakat jika tidak dikelola dengan baik. Seperti halnya limbah pengolahan

pangan berbahan dasar daging. Berdasarkan uraian di atas, baik daging maupun dalam proses

pengolahannya menjadi sosis daging, tentunya akan menghasilkan limbah yang tidak terpakai.

Misalnya dalam pemilihan daging yang digunakan untuk mengolah sosis serta saat sosis

tersebut diolah sampai pada tahap sosis dimasukkan ke dalam selongsong (casing). Oleh

karena itu, penulis bertujuan memaparkan poin-poin yang berhubungan dengan limbah

pengolahan daging dengan sosis daging sebagai produknya.

Page 3: pengolahan limbah revisi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 JENIS LIMBAH

2.1.1 LIMBAH PADAT

Limbah padat atau bisa disebut sampah merupakan limbah yang terbanyak di

lingkungan. Istilah sampah diberikan kepada barang-barang atau bahan-bahan buangan

rumah tangga atau pabrik yang tidak digunakan lagi atau tidak terpakai dalam bentuk

padat.

Pada Industri Pengolahan Daging (Sosis Daging Sapi), limbah padat dihasilkan

mulai dari proses pemotongan sapi yang merupakan bahan baku pembuatan sosis sapi

hingga proses produksi sosis sapi. Adapun limbah padat yang dihasilkan selama proses

pemotongan sapi adalah :

Tulang

Isi Rumen dan Intestinal

Kotoran sapi

Sedangkan limbah yang dihasilkan selama proses produksi sosis sapi adalah :

Daging sapi yang tidak lolos penyortiran

Selongsong yang rusak

2.1.2 LIMBAH CAIR

Menurut PP No. 82 Tahun 2001, limbah cair adalah sisa dari suatu hasil usaha

atau kegiatan yang berwujud cair. Jenis-jenis limbah cair dapat digolongkan

berdasarkan sifatnya, yaitu fisika dan sifat agregat, parameter logam, anorganik

nonmetalik, organik agregat, dan mikroorganisme.

Pada Industri Pengolahan Daging (Sosis Daging Sapi), limbah cair yang

dihasilkan mulai dari proses pemotongan sapi adalah :

Darah

Air dalam rumen

Air pembersihan tempat pemotongan

Sedangkan limbah cair yang dihasilkan selama proses produksi sosis sapi adalah :

Page 4: pengolahan limbah revisi

Air pembersihan daging

2.2 KARAKTERISTIK LIMBAH

2.2.1 LIMBAH PADAT

2.2.1.1 TULANG

Menurut Perwitasari (2011), tulang pada dasarnya adalah sebuah jaringan

penghubung seperti kartilago yang terdiri atas sel-sel yang bertempat di lakuna dan

serat-serat kolagen. Dalam tulang biasanya hanya satu sel terdapat dalam tiap lakuna

dan berhubungan dengan yang lainnya, melalui serangkaian tulang yang melintasi

sebuah matriks yang banyak terdapat pada serat kolagen/zat albuminoid dan juga

diresapi garam-garam kalsium yang paling berlimpah. Matriks dan serat-serat kolagen

tersusun atas pelat-pelat pada jaringan ossein. Tulang adalah jaringan keras dalam

tubuh yang terdiri dari dua tipe jaringan yaitu jaringan kompak dan bunga karang

mengandung kolagen dalam jumlah yang hampir sama. Warna tulang segar adalah

putih kekuningan dan bila direbus akan menjadi putih bersih. Tulang terdiri dari bahan

organik dan anorganik sebagian besar bahan anorganik, seperti : kalsium fosfat dan

kalsium karbonat. Sedangkan sisanya adalah ion-ion seperti Mg,K,F,CI. Bahan-bahan

anorganik dalam tulang berfungsi untuk memberikan kekerasan pada struktur tulang.

Komposisi tulang secara umum

Komponen Jumlah (%)

Air 14 – 44

Lemak 1 – 27

Bahan Organik lainnya 16 – 33

Bahan anorganik 25 – 56

Komponen tulang sapi (KBBI)

Komponen Jumlah (%)

CaCO3 7,07

Mg3 (PO4)2 2,09

Ca3 (PO4)2 58,30

CaF2 1,96

Kolagen 4,62

2.2.1.2 Isi Rumen dan Intestinal

Page 5: pengolahan limbah revisi

Isi rumen sapi, selain mengandung cairan yang terkandung mikroba dan

enzim-enzim yang disekresikan oleh mikroba rumen, juga mengandung zat-zat

makanan hasil perombakan mikroba rumen dan enzim, serta vitamin dan mineral

yang larut dalam cairan rumen. Pemisahan cairan rumen dengan Sentrifugasi

pada kecepatan 10000 g selama 10 menit akan menghasilkan bahan padatan

yang berasal dari sel-sel mikroba dan nutrien yang larut di dalam cairan Rumen.

Bahan tersebut kaya akan protein, asam amino, vitamin dan mineral. Komposisi

asam amino, mineral dan vitamin dalam endapan cairan rumen seperti halnya

enzim-enzim, juga tergantung dari perlakuan pakan yang diberikan. Komposisi

asam-asam amino, mineral dan vitamin pada endapan cairan rumen asal sapi-sapi

impor yang dipelihara dan digemukkan dengan mendapat lebih banyak konsentrat

dalam pakannya akan lebih tinggi karena lebih banyak asam-asam amino, mineral

dan vitamin yang larut dalam cairan rumen dibandingkan dengan sapi-sapi lokal

yang lebih banyak mendapatkan hijauan dan makanan kasar dalam pakannya.

Menurut Zimmermann dan Eggergluess (1986), sebagian besar kandungan

dalam isi rumen adalah bahan lognoselulosa (seperti rumput, merang, dll) dan bahan

pencerna meragi (digestive ferments). Isi rumen yang tidak terolah harus

dikategorikan sebagai bahan yang mengandung epidemiologis. Rumen, walaupun

didapatkan dari ternak yang sehat, ditemukan pula mengandung beberapa jenis

Salmonela sebagai bakteri, virus, dan parasit (misalnya cacing) dalam jumlah yang

mendekati titik bahaya dalam pandangan epidemiologis.

2.2.1.3 Kotoran Sapi

Menurut (Budiansyah, 2011), Kotoran sapi memiliki kandungan

serat yang tinggi. Serat atau selulosa merupakan senyawa rantai

karbon yang akan mengalami proses dekomposisi lebih lanjut.

Proses dekomposisi senyawa tersebut memerlukan unsur N yang

terdapat dalam kotoran. Sehingga kotoran sapi tidak dianjurkan

untuk diaplikasikan dalam bentuk segar, perlu pematangan atau

pengomposan terlebih dahulu. Apabila pupuk diaplikasikan tanpa

pengomposan, akan terjadi perebutan unsur N antara tanaman

dengan proses dekomposisi kotoran.

Serat, kotoran sapi memiliki kadar air yang tinggi. Atas dasar

itu, para petani sering menyebut kotoran sapi sebagai pupuk dingin.

Tingginya kadar air juga membuat biaya pemupukan menjadi mahal

karena bobot pupuk cukup berat. Kotoran sapi telah dikomposkan

Page 6: pengolahan limbah revisi

dengan sempurna atau telah matang apabila berwarna hitam gelap,

teksturnya gembur, tidak lengket, suhunya dingin dan tidak berbau.

2.2.1.4 Daging sapi yang tidak lolos penyortiran

Daging sapi yang tidak digunakan dalam pembuatan sosis adalah

daging sapi yang tidak sesuai, misalnya tekstur daging dan

kandungan yang memiliki banyak lemak, terlalu banyak serat

sehingga tidak lolos penyortira. Daging sapi ini disebut juga daging

sapi reject. Secara umum kandungan dalam 100 gram daging sapi adalah protein 27

gram, tapi total kandungan lemak 30 gram. Kandungan proteinnya 14 gram dan

kalorinya 332 kkal. Sedang kandungan karbohidratnya nol. Kolesterolnya 78 mg.

2.2.1.5 Selongsong sosis yang rusak

Selongsong sosis yang terbuat dari plastik ini memiliki

karakteristik seperti limbah plastik pada umumnya. selongsong sosis

ini termasuk Thermoplastik yang memiliki karakteristik yaitu dapat

kembali ke bentuk aslinya melalui pemanasan, mudah diolah dan

dibentuk seperti dibentuk menjadi Film, fiber, kemasan (packaging).

Contoh material thermoplastik ialah : Polyethylene (PE),

Polyprophylene (PP), dan Polyvinyl chloride (PVC).

2.2.2 LIMBAH CAIR

2.2.2.1 Darah

Darah merupakan limbah cair tersuspensi yang dihasilkan dari

rumah pemotongan hewan dalam jumlah yang cukup besar. Darah

sapi mempunyai BOD5 sebesar 156.500 mg/l, COD 218.300 mg/l,

kadar air 82% dan pH 7,3. Berat rata-rata dari dareah basah yang

dihasilkan untuk setiap 1.000 lb daging sapi adalah 32,5 lb (Jenie,

2006).

Darah Sapi mengandung energi sebesar 104 kilokalori, protein 21,9 gram,

karbohidrat 0 gram, lemak 1,1 gram, kalsium 7 miligram, fosfor 24 miligram, dan zat

besi 1 miligram.  Selain itu di dalam Darah Sapi juga terkandung vitamin A sebanyak

50 IU, vitamin B1 0 miligram dan vitamin C 0 miligram.  Hasil tersebut didapat dari

melakukan penelitian terhadap 100 gram Darah Sapi (Anonim, 2012).

2.2.2.2 Air dalam Rumen

Screw press dilakukan untuk memisahkan isi rumen dengan air yang terkandung didalamnya, sehingga air tersebut dapat dikembalikan ke saluran air limbah dan meningkatkan kandungan padatan agar memenuhi spesifikasi yang diinginkan dalam proses selanjutnya. Air hasil press sebagian besar mengandung

Page 7: pengolahan limbah revisi

nitrogen dalam bentuk ikatan organik (Padmono, 2005). Sehingga air dalam rumen termasuk dalam limbah cair organik terlarut.

2.2.2.3 Air Pembersihan Tempat Pemotongan

2.2.2.4 Air Pencucian Daging

2.3 PARAMETER LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN DAGING

Pada industri pengolahan daging, limbah yang dihasilkan tidak hanya pada saat proses pengolahan produk saja, akan tetapi limbah telah dihasilkan mulai dari proses pemotongan hewan. Limbah – limbah tersebut tidak diijinkan untuk dibuang langsung ke lingkungan, namun perlu adanya pengolahan agar limbah tersebut tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar. Limbah yang dihasilkan selama proses pengolahan daging sapi hingga menjadi sosis, meliputi limbah padat dan cair. Limbah padat dari industri pengolahan daging masih dapat termanfaatkan kembali dibandingkan limbah cair yang dihasilkan. Sehingga, limbah cair lebih mendapat perhatian khusus dalam pengolahannya sebelum dibuang ke lingkungan. Adapun limbah yang dihasilkan selama proses pemotongan hewan adalah :

BAHAN JUMLAH (per ekor sapi)

PARAMETER NILAI

Kotoran sapi 7,5 – 10 kg TTS

TVS

Nitrogen

Potasium

Phosphat

15 – 21 %

77 – 85 % TTS

7,91 mg/kg

5,9 mg/kg

24,61 mg/kg

Darah Total : 15-20 lt/ekor

Tercecer : 5 lt/ekor

COD

TTS

TVS

Protein

Lemak

Asam organik

Nitrogen

NH4-N

375.000 mg/lt

18-20 %

96 % TTS

680-790gr/kg TTS

< 50 gr/kg TTS

80 mg/lt

30 gr/kg

2 gr/kg

Isi Rumen 25 – 35 kg/ekor TTS

TVS

C/N ratio

Protein

Lemak

Serat kasar

Nitrogen

Phosporus

Potasium

11 – 13 %

80 - 85 %

17 – 21

105 – 173 gr/kg

15 – 31 gr/kg

256 – 391 gr/kg

20 – 22 gr/kg

5 - 6 gr/kg

4 – 5 gr/kg

Page 8: pengolahan limbah revisi

Kalsium

Sodium

Magnesium

6 – 8 gr/kg

9 – 15 gr/kg

0,8 – 1 gr/kg

Isi Intestinal 10 – 15 kg/ekor COD 2500 – 3000 mg/lt

Limbah cair total 300 – 400 m3 / hari COD

Lemak

Serat Kasar

Nitrogen

Phosphat

Amonium

3.500 – 7.500 mg/lt

5 gr/kg

2,04 gr/kg

0,2 gr/kg

0,03 gr/kg

0,18 gr/kg

Isi rumen fasa cair 0,5 – 0,6 m3/m3 isi rumen

COD 5.500 – 7.000 mg/lt

Baller et al (1982) [ Baller, G.,Bethke, U.& Wiemmer, H.J. 1982. The Situation Regarding The Possibilities of Waste Utilization in the Food Industry “Gurke III”. Research report 10301309703 Part I, Schlachthoefe, on behalf of the Federal Environment Bureau

Sedangkan Baku Mutu Limbah Cair Rumah Pemotongan Hewan yang telah ditetapkan Badan Standarisasi Nasional adalah :

NO PARAMETER KADAR MAKSIMUM (mg/L)

1 BOD5 100

2 COD 200

3 TSS 100

4 Minyak dan Lemak 15

5 NH3-N 25

6 Coliform (MPN/100 ml) 5.000

7 pH 6,0 – 9,0

Debit maksimum untuk sapi, kerbau, dan kuda : 1,5 m3/ekor/hari

Jika ditinjau dari baku mutu limbah cair yang telah ditetapkan Badan Standarisasi Nasional, limbah cair yang dihasilkan selama proses pemotongan sapi sebelum diproses menjadi sosis, tidak memenuhi persyaratan yang ada. Sehingga, perlu dilakukannya pengolahan lebih lanjut agar tidak merusak ekosistem perairan saat dibuang ke lingkungan.

Baku mutu limbah cair industri pengolahan daging adalah sebagai berikut :

NO PARAMETER KADAR MAKSIMUM

(mg/L)

BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM

(kg/ton)

1 BOD5 125 0,75

2 COD 250 1,5

3 TSS 100 0,6

4 Amonia (NH3-N) 10 0,06

Page 9: pengolahan limbah revisi

5 Minyak dan Lemak 10 0,06

6 pH 6,0 – 9,0

7 Debit maksimum 6 m3 / ton produk

Untuk mencapai baku mutu yang telah ditetapkan, setiap industri harus melakukan proses pengolahan limbah yang dihasilkan selama produksi agar tidak berdampak merugikan bagi lingkungan sekitar. Pengolahan setiap limbah dibedakan berdasarkan jenis dan karakteristiknya. Pengolahan tidak hanya ditujukan agar limbah aman dibuang ke lingkungan, namun juga agar limbah memiliki nilai ekonomis.

2.4 PENGOLAHAN LIMBAH SOSIS DAGING

2.4.1 Limbah Padat

Pengolahan Limbah Padat (Arief, 2012) :

- Pengomposan

Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara

biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik

sebagai sumber energi. Secara alami, bahan-bahan organik akan mengalami

penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun

proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat.

- Insinerasi

Insinerasi adalah teknologi pengolahan limbah padat yang melibatkan

pembakaran bahan organik, bertemperatur tinggi lainnya didefinisikan sebagai

pengolahan termal. Insinerasi material limbah padat mengubah limbah padat

menjadi abu, gas sisa hasil pembakaran, partikulat, dan panas. Gas yang

dihasilkan harus dibersihkan dari polutan sebelum dilepas ke atmosfer. Panas

yang dihasilkan bisa dimanfaatkan sebagai energi pembangkit listrik.

- Landfill

Landfill ialah pengelolaan sampah dengan cara menimbunnya di dalam tanah. Di

dalam lahan landfill, limbah organik akan didekomposisi oleh mikroba dalam

tanah menjadi senyawa-senyawa gas dan cair. Senyawa-senyawa ini berinteraksi

dengan air yang dikandung oleh limbah dan air hujan yang masuk ke dalam

tanah dan membentuk bahan cair yang disebut lindi (leachate). Jika landfill

tidak didesain dengan baik, leachate akan mencemari tanah dan masuk ke

dalam badan-badan air di dalam tanah. Karena itu, tanah di landfill harus

mempunya permeabilitas yang rendah. Aktifias mikroba dalam landfill

Page 10: pengolahan limbah revisi

menghasilkan gas CH4 dan CO2 (pada tahap awal – proses aerobik) dan

menghasilkan gas methane (pada proses anaerobiknya). Gas landfill tersebut

mempunyai nilai kalor sekitar 450-540 Btu/scf. Sistem pengambilan gas hasil

biasanya terdiri dari sejumlah sumur-sumur dalam pipa-pipa yang dipasang

lateral dan dihubungkan dengan pompa vakum sentral. Selain itu, terdapat juga

sistem pengambilan gas dengan pompa desentralisasi.

Untuk limbah padat industri pengolahan daging selama pemotongan sapi yang

berupa isi rumen dan intestinal, serta kotoran sapi, cara pengolahan yang tepat adalah

pengomposan, landfill, dan insinerasi. Menurut Arief (2012), pengomposan dilakukan

dalam beberapa tahap :

1. Pengecil Ukuran

Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga

sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos

2. Penyusunan Tumpukan

o Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran

kemudian disusun menjadi tumpukan.

o Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan

dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.

o Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang

berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.

3. Pembalikan

Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan

udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian

tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi

partikel kecil-kecil.

4. Penyiraman

o Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu

kering (kelembaban kurang dari 50%).

Page 11: pengolahan limbah revisi

o Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras

segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.

o Apabila pada saat digenggam kemudian diperas tidak keluar air, maka

tumpukan sampah harus ditambahkan air. sedangkan jika sebelum diperas sudah

keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.

5. Pematangan

o Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu tumpukan akan semakin

menurun hingga mendekati suhu ruangan.

o Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos

masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.

6. Penyaringan

o Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai

dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat

dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.

o Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang

baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.

Sedangkan untuk limbah padat berupa tulang, daging yang tidak lolos penyortiran,

dan selongsong sosis yang rusak, pengolahannya dengan cara landfill dan insinerasi. Hal

ini dikarenakan, limbah daging sapi tidak sesuai untuk dijadikan bahan pembuatan

kompos, sehingga limbah daging sapi tidak bisa diolah dengan cara pengomposan.

menurut Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian (2007),

meskipun hampir semua bahan organik dapat dikomposkan, tetapi beberapa bahan

organik perlu dihindari untuk dikomposkan, karena dapat menimbulkan bau busuk dan

merupakan media tumbuh beberapa jenis mikroba patogen. Bahan yang harus dihindari,

untuk dikomposkan antara, lain daging, ikan, tulang, produk susu dan sisa makanan

berlemak. Selongsong yang digunakan terbuat dari bahan anorganik, sehingga tidak bisa

digunakan untuk bahan pembuatan kompos. Menurut Jenie (2006), metode penanganan

dan pembuangan limbah padat anorganik adalah dengan cara penimbunan di tanah

(landfill). Sedangkan penanganan limbah padat organik adalah dengan insinerasi,

pengomposan, dan penimbunan lahan (landfill). Pengolahan limbah dengan sistem

insinerasi adalah dengan menggunakan insinerator. Insinerator dapat mengurangi volume

Page 12: pengolahan limbah revisi

limbah padat hingga 95-96%, tergantung komposisi dan derajat recovery limbah

padat. Hal ini berarti, insinerasi tidak sepenuhnya mengganti penggunaan lahan sebagai

area pembuangan akhir, tetapi insinerasi mengurangi volume limbah padat yang

dibuang dalam jumlah yang signifikan. Insinerasi memiliki banyak manfaat untuk

mengolah berbagai jenis limbah padat seperti limbah padat medis dan beberapa

jenis limbah padat berbahaya dimana patogen dan racun kimia bisa hancur dengan

temperatur tinggi (Arief, 2012). Namun, untuk pengolahan limbah padat industri

pengolahan daging lebih banyak memanfaatkan metode penanganan limbah dengan

pengomposan dan landfill.

Pemanfaatan kembali limbah padat :

1. Tulang dan Daging yang tidak lolos penyortiran

Tulang dan daging dapat diolah menjadi tepung. Tepung daging dan tulang

diproses dengan cara pengeringan dan penggilingan daging dan tulang dengan komposisi

tulang lebih banyak dibandingkan daging. Pemrosesan dengan pengeringan akan

memisahkan lemak. hasil dari produk ini mengandung protein 600-700 g/kg, dengan

kandungan sisa lemak sekitar 90 g/kg. Tepung tulang dan daging merupakan bahan pakan

ternak yang sangat baik karena merupakan sumber mineral Ca, P, dan Mn, juga sebagai

sumber vitamin B kompleks terutama riboflafin, cholin, nicotinamid, dan B12 (Darmono,

2007).

2. Isi Rumen

Isi rumen mengandung serat kasar tinggi dan kandungan protein yang rendah.

Kadar protein pada isi rumen adalah 6,13% dengan kadar serat kasar 28,5%, dan kadar

hemiselulosa 19,07% . Sehingga, dengan kandungan yang ada, isis rumen dapat

digunakan sebagai pakan ternak. Selain itu, isi rumen dapat digunakan untuk pemupukan

kolam ikan dan udang.

3. Kotoran sapi

Limbah organik seperti feses hewan ternak, sampah domestik dan limbah

pertanian dapat dikonversi menjadi bioenergi. Bioenergi merupakan gas kompleks

yang terdiri dari Metana, karbondioksida, Asam sulfida, dan gas-gas lainnya.

Biokonversi limbah organik ini melibatkan proses fermentasi. Proses biokonversi

seperti ini dikenal pula sebagai proses Pencernaan Anaerob. Pembentukan gas pada

hewan pemamah biak terjadi di dalam lambung dan berlangsung bersamaan dengan

Page 13: pengolahan limbah revisi

proses pencernaan makanan. Di dalam lambung, bahan-bahan berselulosa dari

rumput-rumputan atau bahan lain yang menjadi makanan hewan pemamah biak

dengan penambahan air diubah menjadi asam organik. Asam organik ini selanjutnya

diurai secara anaerob menjadi gas metan dan karbondioksida. Proses pembuatan gas

metan secara anaerob melibatkan interaksi kompleks dari sejumlah bakteri yang

berbeda, protozoa maupun jamur. Beberapa bakteri yang terlibat adalah Bacteroides,

Clostridium butyrinum, Escericia coli dan beberapa bakteri usus lainnya,

Methanobacterium, dan Methanobacillus (Rochintaniawati, 2012).

2.4.2 Limbah Cair

Limbah cair yang dihasilkan selama proses pemotongan sapi adalah darah, air

dalam rumen, dan air pembersihan tempat pemotongan, sedangkan limbah cair yang

dihasilkan selama proses produksi sosis adalah air sisa pencucian daging dan air hasil

pengukusan. Metode penanganan dan pembuangan limbah cair organik tersuspensi

maupun terlarut adalah dengan cara sedimentasi penanganan biologik dan penimbunan

lahan (Jenie, 2006). Sedimentasi dilakukan dengan sistem lumpur aktif, sedangkan untuk

penimbunan lahan menggunakan sistem tricking filter.

Sistem Lumpur Aktif (Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah, 2007) :

Pada dasarnya sistem lumpur aktif terdiri atas dua unit proses utama, yaitu

bioreaktor (tangki aerasi) dan tangki sedimentasi. Dalam sistem lumpur aktif, limbah

cair dan biomassa dicampur secara sempurna dalam suatu reaktor dan diaerasi. Pada

umumnya, aerasi ini juga berfungsi sebagai sarana pengadukan suspensi tersebut.

Suspensi biomassa dalam limbah cair kemudian dialirkan ke tangki sedimentasi~

dimana biomassa dipisahkan dari air yang telah diolah. Sebagian biomassa yang

terendapkan dikembalikan ke bioreaktor, dan air yang telah terolah dibuang ke

lingkungan. Agar konsentrasi biomassa di dalam reaktor konstan (MLSS = 3 - 5 gfL),

sebagian biomassa dikeluarkan dari sistem. tersebut sebagai excess sludge.

Skema proses dasar sistem lumpur aktif :

Page 14: pengolahan limbah revisi

Dalam sistem tersebut, mikroorganisme dalam biomassa (bakteri dan protozoa)

mengkonversi bahan organik terlarut sebagian menjadi produk akhir (air, karbon

dioksida), dan sebagian lagi menjadi sel (biomassa). Oleh karena itu, agar proses

perombakan bahan organik berlangsung secara optimum syarat berikut harus

terpenuhi(I) polutan dalam limbah cair harus kontak dengan mikroorganisme, (II)

suplai oksigen cukup, (III) cukup nutnien, (IV) cukup waktu tinggal (waktu kontak),

dan (V) cukup biomasa jumlah dan Jenis).

Sistem lumpur aktif dapat digunakan untuk mengeliminasi bahan organik dan

nutrien (nitrogen dan fosfor) dari limbah cair terlarut. Sistem lumpur aktif dapat

diterapkan untuk hampir semua jenis limbah cair industri pangan, baik untuk oksidasi

karbon, nitrifikasi, denitrifikasi, maupun eliminasi fosfor secara biologis.

Sistem Trickling Filter (Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah, 2007) :

Page 15: pengolahan limbah revisi

Trickling filter terdiri atas tumpukan media padat dengan kedalaman sekitar 2 m,

umumnya berbentuk silinder. Limbah cair disebarkan ke permukaan media bagian atas

dengan lengan distributot berputar, dan air kemudian mengalir (menetes) ke bawah

melalui lapisan media. Polutan dalam limbah cair yang mengalir melalui permukaan

media padat akan terabsorpsi oleh miikroorganisme yang tumbuh dan berkembang

pada permukaan media padat tersebut. Setelah mencapai ketebalan tertentu, biasanya

lapisan biomassa ini terbawa aliran limbah cair ke bagian bawah. Limbah cair di

bagian bawah dialirkan ke tangki sedimentasi untuk memisahkan blomassa.

Resirkulasi dari tangki sedimentasi diperlukan untuk meningkatkan efislensi.

Trickilne filter dapat digunakan untuk mengoksidasi karbon organik dan

nitrogen organik atau amonium (nitrifikasi) dalam limbah cair. Trickling filter jarang

digunakan untuk proses denitrifikasi. Hampir semua jenis limbah industri pangan yang

dapat diolah dengan sistem lumpur aktif dapat juga diolah dengan sistem trickling

filter. Sistem trickling filter sesuai untuk pengolahan limbah cair dengan relatif kecil,

baik untuk tujuan oksidasi karbon maupun nitrifikasi. Desain dan operasi trickling

filter cukup sederhana, tetapi sistem ini memerlukan klarifier primer, klarifier

sekunder, serta memerlukan resirkulasi efluen. Terdapat potensi terjadinya

penyumbatan pada media filter oleh benda berukuran besar (seperti plastik, ranting,

daun, kayu), terutama jika sistem tidak dilengkapi fasilitas penyaringan kasar.

Anaerobic Biological Treatment

Proses digesti anaerobic dilakukan tanpa adanya gas oksigen. Mikroorganisme

anaerobic dalam proses pengolahan tersebut menggunakan oksigen yang terdapat

dalam bahan organik. Pada pengolahan ini, bahan organik di dalam limbah tersebut

dipech menjadi gas Methane (CH4) dan karbondioksida (CO2). Dengan cara ini,

reduksi kadar BOD5 air limbah penyembelihan hewan dapat mencapai 95%.

Pemanfaatan kembali limbah cair :

Darah

Darah dapat diolah kembali menjadi tepung darah. Tepung darah merupakan

produk yang diperoleh dari limbah rumah pemotongan hewan yang diproses

untuk konsentrat pakan ternak. Darah hewan tersebut dipanaskan sampai

100oC sehingga membentuk gumpalan, kemudian dikeringkan dan dipres

(tekanan tinggi) untuk mengeluarkan serum yang tersisa. Setelah itu,

dikeringkan dengan pemanasan lagi dan digiling. Tepung darah mengandung

Page 16: pengolahan limbah revisi

protein sekitar 800 g/kg. Tepung darah juga banyak mengandung lysine,

arginine, methionine, cystein dan leucine, tetapi kandungan isoleucine dan

glycine hanya sedikit (Darmono, 2007).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Isi Kandungan Gizi Darah Sapi - Komposisi Nutrisi Bahan Makanan. http://www.organisasi.org/1970/01/isi-kandungan-gizi-darah-sapi-komposisi-nutrisi-bahan-makanan.html. Diakses pada tanggal 10 April 2014 .

Arief, Latar Muhammad. 2012. Pengelolaan Limbah Padat Di Industri. Fakultas Kesehatan

Masyarakat: Universitas Esa Unggul. Jakarta.

Page 17: pengolahan limbah revisi

Budiansyah, A. 2011. Karakteristik Endapan Cairan Rumen Sapi asal

Rumah Potong Hewan sebagai Feed Supplement. Jurnal Ilmiah Ilmu-

Ilmu Peternakan Mei 2011, Vol. XIV. No.1.Darmono. 2007. Tatalaksana Usaha Sapi Kareman. Kanisius. Yogyakarta.

Direktorat Jenderal Industri Kecil menengah. 2007. Pengelolaan Limbah Industri Pangan.

Departemen Perindustrian: Jakarta.

Henrickson, R. L.. 1987. Meat, Poultry and Seafood Products. The AVI Publishing Company

Inc. Westport. Connecticut.

Jenie, Laksmi Betty. 2006. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius : Yogyakarta.

Kramlich, W. E. 1971. Saussage Product. In: J.F. Price and B. S. Schweigert (Eds.). The

Science of Meat and Meat Products. 2nd Edition W. H. Freeman and Company. San

Fransisco.

Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Terjemahan: A. Parakkasi. Universitas Indonesia Press.

Jakarta.

Padmono, D. 2005. Alternatif Pengolahan Limbah Rumah potong Hewan – Cakung. Jurnal Teknologi Lingkungan. P3TL. BPPT. 6. (1) : 303-310]

Perwitasari, D.S. 2011. Hidrolisis Tulang Sapi Menggunakan Hcl Untuk Pembuatan

Gelatin. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jatim.

Surabaya.

Rochintaniawati,D.2012.PembuatanBiogas.

http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/DIANA_ROCHINTA

NIAWATI/BIOLOGY_TERAPAN/PEMBUATAN_BIOGAS.pdf. Diakses tanggal 10

April 2014.

Tauber, F. W. 1977. Saussage. In: Desrosier, N. W. (Ed.). Element of Food Technology. The

AVI Publishing Co. New York.

Zimmermann, C. & Eggergluess, H. 1986. Experience with Rumminal Manure Pressure. Die

Fleischwirt-schaft, 66 (1) 155-60.

Page 18: pengolahan limbah revisi