Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod...

37
MAKALAH UNIT PROSES PENGOLAHAN LIMBAH CAIR BATIK MENGGUNAKAN AEROBIC ROUGHING FILTER UNTUK MENURUNKAN KADAR COD (Chemical Oxygen Demand) DAN WARNA DOSEN PEMBIMBING : BADARUDDIN MU’MIN, MT NIP 19884118 200812 2 003 OLEH : GINA LOVASARI H1E108020 M.SADIQUL IMAN H1E108059 PROGAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN

Transcript of Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod...

Page 1: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

MAKALAH UNIT PROSES

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR BATIK MENGGUNAKAN

AEROBIC ROUGHING FILTER UNTUK MENURUNKAN KADAR

COD (Chemical Oxygen Demand) DAN WARNA

DOSEN PEMBIMBING :

BADARUDDIN MU’MIN, MT

NIP 19884118 200812 2 003

OLEH :

GINA LOVASARI H1E108020

M.SADIQUL IMAN H1E108059

PROGAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2011

Page 2: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

atas segala rahmat dan karunai-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah dengan judul Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic

Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand)

dan Warna ini.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata

kuliah Unit Proses. Penyusunan makalah ini berdasarkan format yang telah

diberikan. Namun demikian, penulis menyadari keterbatasan yang dimiliki dalam

penyusunan makalah ini sehingga makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah

ini menjadi lebih baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Badaruddin Mu’min,

M.T selaku dosen pengajar dan pembimbing dalam penyusunan makalah ini.

Penulis mengharapkan agar makalah ini dapat digunakan sebagaimana mestinya

dan juga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banjarbaru, Januari 2011

Penulis

Page 3: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu sektor industri yang berkembang pesat di Indonesia salah

satunya adalah sektor industri batik. Dalam proses produksinya, industri batik

banyak menggunakan bahan-bahan kimia dan air. Penggunaan bahan kimia

biasanya pada saat proses pewarnaan maupun pencelupan kain batik. Keberadaan

polutan yang terdapat pada limbah cair industri batik ini dapat berupa padatan

tersuspensi, bahan kimia maupun zat organik. Pembuangan limbah cair industri

batik biasanya memiliki konsentrasi biological oxygen demand (BOD) dan

chemical oxygen demand (COD) maupun warna yang melebihi baku mutu yang

telah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu pengolahan limbah cair industri

batik perlu diterapkan, sebab jika limbah langsung dibuang ke badan air penerima

maupun lingkungan, maka penurunan kualitas lingkungan dan kerusakan

ekosistem sekitar industri batik tidak dapat dihindari.

Limbah cair industri batik kemudian dijadikan suatu penelitian dalam

pengolahan limbah dengan menggunakan aerobic roughing filter aliran horisontal

dalam menghilangkan kadar COD dan warna pada limbah cair industri batik agar

ramah lingkungan.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui seberapa

efektif penggunaan aerobic roughing filter aliran horisontal dalam menghilangkan

kadar COD dan warna pada limbah cair industri batik.

1.3 Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah dapat memberikan informasi-

informasi mengenai proses pengolahan limbah cair batik secara aerobic roughing

filter aliran horisontal dalam menghilangkan kadar COD dan warna, sehingga

menjadi salah satu teknologi alternatif yang dapat diterapkan oleh pemilik industri

batik untuk mengurangi pencemaran lingkungan.

Page 4: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Proses Pembuatan Batik Secara Umum

Teknik membuat batik adalah proses pekerjaan dari mori batik sampai

menjadi kain batik. Proses pengolahan batik secara umum meliputi:

1. Proses Persiapan Bahan Baku

a. Persiapan Bahan Baku Mori

Proses persiapan bahan baku mori terdiri dari proses-proses

penyediaan mori, perendaman, pengetelan, penganjian tipis, penghalusan

permukaan mori dan pemolaan. Adapun maksud dari tahapan di atas dapat

dijelaskan sebagai berikut : perendaman dan pengetelan, dimaksudkan

untuk menstabilkan dimensi, terhilangkan kanji dan zat finish lain,

penganjian tipis dilakukan untuk mendapatkan permukaan yang rata,

sehingga memudahkan proses pembatikan dan penghilangan lilin batik,

penghalusan permukaan mori dilakukan agar pemolaan dapat lebih mudah

dilaksanakan.

b. Persiapan Bahan Baku Lilin

Proses persiapan bahan baku lilin batik, lilin batik dibuat dari

bermacam-macam bahan yang dicampur menjadi satu dengan

perbandingan tertentu sesuai dengan sifat lilin yang di kehendaki. Bahan-

bahan yang digunakan dalam pembuatan lilin batik terdiri dari

gondorukem, damar mata kucing, parafin, lilin tawon, gajih atau lemak

binatang, minyak kelapa, dan lilin batik bekas lorodan, tetapi tidak semua

bahan tersebut di atas ada dalam pembuatan lilin batik.

2. Proses Pembatikan

Adalah proses pelekatan lilin batik pada mori batik sesuai dengan pola

yang diinginkan. Ada beberapa cara, antara lain :

a. Pelekatan lilin secara tulis dengan alat canting tulis, urutan pengerjaannya

sebagai berikut:

Pembatikan Klowong,

Pembatikan Isen-isen.

Page 5: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

b. Pembatikan Tembokan, pengerjaannya sebagai berikut:

Pembatikan Klowong,

Pembatikan Isen-isen,

Pembatikan Tembokan.

Ketiga tahapan pembatikan dengan alat canting tulis dikerjakan pada dua

permukaan.

c. Pelekatan lilin dengan alat cap, urutan pengerjaannya adalah sebagai

berikut :

Pencapan Klowong dan Isen-isen.

Pencapan Tembokan.

Untuk bahan mori yang tebal dan rapat kedua urutan pengecapan

dilakukan pada kedua permukaan bahan, sedangkan untuk bahan mori yang

tipis pengecapan dilakukan hanya pada satu permukaan saja.

3. Proses Pewarnaan

Proses pewarnaan batik dilakukan pada suhu kamar dan secara garis

besar dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a. Pewarnaan secara coletan, jenis warna yang digunakan antara lain zat

warna rapid, zat warna indigosol dan zat warna reaktif.

b. Pewarnaan secara celupan, zat warna yang digunakan dalam pewarnaan

batik secara celupan antara lain zat warna napthol, zat warna indanthrene,

zat warna reaktif dan zat warna soga alam.

4. Proses Pelepasan Lilin Batik

Terdiri dari 2 cara pelepasan, yaitu

a. Proses kerokan (proses pelepasan sebagian lilin) adalah proses pelepasan

sebagian batik cengan cara dikerok dan untuk penyempurnaan proses ini

diperlukan adanya penyikatan dimana terlebih dahulu dalam larutan kostik

soda.

b. Proses lorodan (proses pelepasan seluruh lilin) adalah proses pelepasan

lilin batik dengan cara direbus dalam air mendidih yang diberi kanji atau

soda atau natrium silikat tergantung jenis bahan zat warna yang digunakan

supaya proses pelepasan lilin secara keseluruhan dapat sempurna.

Page 6: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

5. Proses Penyelesaian

Maksud dari proses penyelesaian adalah memperbaiki penampilan

produk batik yang dihasilkan, termasuk meningkatkan ketahanan warna dan

pengemasan (Anonim, 1997 dalam Purwaningsih, 2008).

Gambar 2.1. Alur Proses Pembuatan Batik Beserta Limbahnya

(Sumber : Anonim, 1997 dalam Purwaningsih, 2008).

2.2 Limbah Industri Batik

Kualitas limbah cair industri batik sangat tergantung jenis proses yang

dilakukan, pada umumnya limbah cair bersifat basa dan kadar organik yang tinggi

yang disebabkan oleh sisa-sisa pembatikan.

Pada proses pencelupan (pewarnaan) umumnya merupakan penyumbang

sebagian kecil limbah organik, namun menyumbang wama yang kuat, yang

Page 7: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

mudah terdeteksi, dan hal ini dapat mengurangi keindahan sungai maupun

perairan.

Pada proses persiapan, yaitu proses nganji atau penganjian, menyumbang

zat organik yang banyak mengandung zat padat tersuspensi. Zat padat tersuspensi

apabila tidak segera diolah akan menimbulkan bau yang tidak sedap dan dapat

digunakan untuk menilai kandungan COD dan BOD.

Kebanyakan penggunaan bahan pencelup dengan struktur molekul organik

yang stabil tidak dapat dihancurkan dengan proses biologis, untuk menghilangkan

warna air limbah yang efisien dan efektif adalah dengan perlakuan secara

biologis, fisik dan kimia (Alaerts, 1984 dalam Purwaningsih, 2008).

2.3 Karakteristik Air limbah Batik

Karakteristik air limbah dapat digolongkan dalam sifat fisika, kimia dan

biologi. Dengan mengetahui jenis polutan yang terdapat dalam air limbah, dapat

ditentukan unit proses yang dibutuhkan.

a. Karakter Fisika

Karakter fisika air limbah meliputi temperatur, bau, warna, dan

padatan. Temperatur menunjukkan derajat atau tingkat panas air limbah yang

diterakan kedalam skala. Bau merupakan parameter yang subyektif.

Pengukuran bau tergantung pada sensitivitas indera penciuman seseorang.

Adanya bau yang lain pada air limbah, menunjukkan adanya komponen-

komponen lain di dalam air tersebut. Misalnya, bau seperti telur busuk

menunjukkan adanya hidrogen sulfida. Pada air limbah, warna biasanya

disebabkan oleh adanya materi disolved, suspended, dan senyawa-senyawa

koloidal, yang dapat dilihat dari spektrum warna yang terjadi. Padatan yang

terdapat di dalam air limbah dapat diklasifikasikan menjadi floating,

settleable, suspended atau dissolved.

b. Karakter kimia

Karakter kimia air limbah meliputi senyawa organik dan senyawa

anorganik. Senyawa organik adalah karbon yang dikombinasi dengan satu

atau lebih elemen-elemen lain (O, N, P, H). Saat ini terdapat lebih dari dua

juta senyawa organik yang telah diketahui. Senyawa anorganik terdiri atas

Page 8: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

semua kombinasi elemen yang bukan tersusun dari karbon organik. Karbon

anorganik dalam air limbah pada umumnya terdiri atas sand, grit, dan

mineral-mineral, baik suspended maupun dissolved. Misalnya: klorida, ion

hidrogen, nitrogen, fosfor, logam berat dan asam.

c. Karakter Biologis

Mikroorganisme ditemukan dalam jenis yang sangat bervariasi hampir

dalam semua bentuk air limbah, biasanya dengan konsentrasi 105-108

organisme/ml. Kebanyakan merupakan sel tunggal yang bebas ataupun

berkelompok dan mampu melakukan proses kehidupan (tumbuh,

metabolisme, dan reproduksi). Secara tradisional, mikroorganisme dibedakan

menjadi binatang dan tumbuhan. Namun, keduanya sulit dibedakan. Oleh

karena itu, mikroorganisme kemudian dimasukkan kedalam kategori protista,

status yang sama dengan binatang ataupun tumbuhan. Virus diklasifikasikan

secara terpisah. Keberadaan bakteri dalam unit pengolahan air limbah

merupakan kunci efisiensi proses biologis. Bakteri juga berperan penting

untuk mengevaluasi kualitas air (Purwaningsih, 2008).

2.4 Pengaruh Limbah Industri Batik Terhadap Lingkungan

Pengelolaan lingkungan adalah usaha atau upaya agar tanah, air dan udara

tidak tercemar oleh air buangan, sehingga tidak menimbulkan pencemaran

potensial lebih lanjut pada penderita pencemaran potensial yaitu manusia dan

mahluk hidup lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan pengelolaan

lingkungan adalah terkendalinya dan terpeliharanya kesehatan secara menyeluruh

(Sumarwoto, 1993 dalam Purwaningsih, 2008).

Lingkungan hidup adalah kesatuan dengan kesemua benda, daya, keadaan

dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi

kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya

(Rusidana, 2006 dalam Purwaningsih, 2008).

Air bekas cucian pembuatan batik yang menggunakan bahan-bahan kimia

banyak mengandung zat pencemar/racun yang dapat mengakibatkan gangguan

terhadap lingkungan, kehidupan manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan.

Zat warna dapat mengakibatkan penyakit kulit dan yang sangat membahayakan

Page 9: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

adalah dapat mengakibatkan kanker kulit (Sugiharto, 1987 dalam Purwaningsih,

2008).

Dengan banyaknya zat pencemar yang ada di dalam air limbah, akan

menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut dalam air. Hal ini

mengakibatkan matinya ikan dan bakteri-bakteri di dalam air, juga dapat

menimbulkan kerusakan pada tanaman atau tumbuhan air, sehingga proses self

purification yang seharusnya dapat terjadi pada air limbah menjadi terhambat

(Sugiharto, 1987 dalam Purwaningsih, 2008).

Semakin banyak zat organik dalam perairan akan mengalami pembusukan

akibat selanjutnya adalah timbulnya bau hasil penguraian zat organik. Di samping

bau yang ditimbulkannya, maka menumpuknya ampas akan memerlukan tempat

yang banyak dan mengganggu keindahan tempat di sekitarnya. Dan selain bau dan

tumpukan ampas yang mengganggu, maka warna air limbah yang kotor akan

menimbulkan gangguan pemandangan (Purwaningsih, 2008).

2.5 Parameter-Parameter Penelitian

2.5.1 Chemical Oxygen Demand (COD)

Untuk menyatakan kualitas air dibutuhkan beberapa parameter yang

terkait. Salah satu diantaranya adalah Chemical Oxygen Demand (COD) atau

Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) yang didefinisikan sebagai jumlah oksigen

(mgO2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam

sampel air atau banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat

organik menjadi CO2 dan H2O. Pada reaksi oksigen ini hampir semua zat yaitu

sekitar 85% dapat teroksidasi menjadi CO2 dan H2O dalam suasana asam,

sedangkan penguraian secara biologi (BOD) tidak semua zat organik dapat

diuraikan oleh bakteri (Fardiaz, 1992 dalam Purwaningsih, 2008).

Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik

yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan

mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut didalam air. (Alaerts, 1984 dalam

Purwaningsih, 2008).

Menurut Metcalf and Eddy (1991) dalam Purwaningsih, (2008), COD

adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik

Page 10: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

dalam air, sehingga parameter COD mencerminkan banyaknya senyawa organik

yang dioksidasi secara kimia. Tes COD digunakan untuk menghitung kadar bahan

organik yang dapat dioksidasi dengan cara menggunakan bahan kimia oksidator

kuat dalam media asam.

Beberapa bahan organik tertentu yang terdapat pada air limbah, kebal

terhadap degradasi biologis dan ada beberapa diantaranya yang beracun meskipun

pada kosentrasi yang rendah. Bahan yang tidak dapat didegradasi secara biologis

tersebut akan didegradasi secara kimiawi melalui proses oksidasi, jumlah oksigen

yang dibutuhkan untuk mengoksidasi tersebut dikenal dengan Chemical Oxygen

Demand (COD) (Cheremisionoff and Elizabeth, 1981 dalam Purwaningsih,

2008).

COD merupakan salah satu parameter indikator penting untuk pencemar di

dalam air yang disebabkan oleh limbah organik, keberadaan COD di dalam

lingkungan sangat ditentukan oleh limbah organik, baik yang berasal dari limbah

rumah tangga maupun industri, secara umum konsentrasi COD yang tinggi dalam

air menunjukkan adanya bahan pencemar organik dalam jumlah banyak.

Kadar COD dalam air limbah berkurang seiring dengan berkurangnya

konsentrasi bahan organik yang terdapat dalam air limbah, kosentrasi bahan

organik yang rendah tidak selalu dapat direduksi dengan metode pengolahan yang

konvensional.

Perairan dengan nilai COD yang tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan

perikanan dan pertanian, nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya

kurang dari 20 mg/l, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/l

dan pada limbah industri dapat mencapai ± 60.000 mg/L. Angka COD merupakan

ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat

dioksidasi melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya

oksigen terlarut didalam air oleh karena itu kosentrasi COD dalam air harus

memenuhi ambang batas yang ditentukan sesuai dengan industri masing-masing

(SK GUB. DIY No: 281/KPTS/1998 dalam Purwaningsih, 2008).

Analisis BOD dan COD dari suatu air limbah dan menghasilkan nilai-nilai

yang berbeda karena kedua uji mengukur bahan yang berbeda. Nilai COD selalu

Page 11: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

lebih tinggi dari nilai BOD. (Jenie & Rahayu, 1993 & Effendi 2003 dalam

Purwaningsih, 2008).

Perbedaan diantara kedua nilai disebabkan banyak faktor antara lain :

a. Bahan kimia yang tahan terhadap oksidasi biokimia tetapi tidak tahan terhadap

oksidasi kimia seperti lignin.

b. Bahan kimia yang dapat dioksidasi secara kimia dan peka terhadap oksidasi

biokimia tetapi tidak dalam uji BOD5 seperti sellulosa, lemak berantai

panjang atau sel-sel mikroba.

c. Adanya bahan toksik dalam limbah yang akan mengganggu uji BOD tetapi

tidak uji COD.

Menurut Benefield (1982) dalam Purwaningsih (2008), perbedaan COD

dan BOD dapat dilihat sebagai berikut :

a. Angka BOD adalah jumlah komponen organik biodegradable dalam air

buangan, sedangkan tes COD menentukan total organik yang dapat

teroksidasi, tetapi tidak dapat membedakan komponen biodegradable/non

biodegradable.

b. Beberapa substansi inorganik seperti sulfat dan tiosulfat, nitrit dan besi ferrous

yang tidak akan terukur dalam tes BOD akan teroksidasi aleh kalium

dikromat, membuat nilai COD – inorganik yang menyebabkan kesalahan

dalam penetapan komposisi organik dalam laboratorium.

c. Hasil COD tidak tergantung pada aklimasi bakteri sedangkan pada tes BOD

sangat dipengaruhi aklimasi seeding bakteri.

Untuk mengetahui jumlah bahan organik di dalam air dapat dilakukan

suatu uji yang lebih cepat dibandingkan dengan uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi

kimia dari suatu bahan oksidan yang disebut uji COD. Uji COD yaitu suatu uji

yang menetukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan seperti

kalium dikhromat (K2Cr2O7) atau kalium permanganat (KMnO4) sebagai sumber

oksigen atau Oxidizing Agent yang digunakan untuk mengoksidasi bahan-bahan

organik yang terdapat didalam air. (Droste, 1997 dalam Purwaningsih, 2008).

Air yang telah tercemar limbah organik sebelum reaksi oksidasi berwarna

kuning, dan setelah reaksi oksidasi berubah menjadi warna hijau. Jumlah oksigen

yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap limbah organik seimbang dengan

Page 12: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

jumlah Kalium bichromat yang digunakan pada reaksi oksidasi. Semakin banyak

Kalium bichromat yang digunakan pada reaksi oksidasi, berarti semakin banyak

oksigen yang diperlukan. Uji COD pada umumnya menghasilkan nilai kebutuhan

oksigen yang lebih tinggi dibandingkan dengan uji BOD, karena bahan-bahan

yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi

dalam uji COD. Selulosa adalah salah satu contoh yang sulit diukur melalui uji

BOD karena sulit dioksidasi melalui reaksi biokimia, akan tetapi dapat diukur

melalui uji COD.

2.5.2 Warna

1. Pengertian Zat Warna

Zat warna adalah senyawa yang dapat dipergunakan dalam bentuk

larutan atau dispersi kepada suatu bahan lain sehingga berwarna. Warna dalam

air dapat disebabkan oleh adanya ion-ion metal alam, yaitu besi (Fe) dan

mangan (Mn), humus yang dihilangkan terutama untuk penggunaan air

industri dan air minum. Warna yang biasanya diukur adalah warna sebenarnya

atau warna nyata, yaitu warna setelah kekeruhan dihilangkan, sedangkan

warna nampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh zat terlarut

dalam air tapi juga zat tersuspensi (Darnianti, 2008).

Pemeriksaan warna ditentukan dengan membandingkan secara visual

warna dari sampel dengan larutan standart warna yang diketahui

konsentrasinya. Air limbah yang baru dibuat biasanya berwarna abu-abu

apabila senyawa-senyawa organik yang ada mulai pecah oleh bakteri. Oksigen

terlarut dalam limbah direduksi sampai menjadi nol dan warnanya berubah

menjadi hitam (gelap). Pada kondisi ini dikatakan bahwa air limbah sudah

busuk. Dalam menetapkan warna tersebut dapat pula diduga adanya pewarna

tertentu yang mengandung logam-logam berat. (Departemen Perindustrian,

1987 dalam Darnianti, 2008).

Menurut Wisnu Arya Wardhana (1995) dalam Mulyadi (2009), zat

warna merupakan suatu bahan yang digunakan untuk mewarnai suatu subsrat,

misalnya tekstil, kapas, tembok, plastik, kulit ,bahan makanan dan sebagainya.

Tersusun dari Chromogen dan Auxochrome Chromogen adalah senyawa

Page 13: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

aromatik yang mengandung chromopore, yaitu zat pemberi warna yang

berasal dari radikal kimia seperti nitroso (-NO), nitro (-NO2), azo (-N=N),

etilen (-C=C–), karbonil (-C=O), karbon–nitrogen (-C=NH dan -CH=N),

belerang (-C=S dan -C–S–S–C–). Gugus auksokrom adalah gugus yang

mengaktifkan kerja kromofor dan memberikan daya ikat terhadap serat yang

diwarnainya. Gugus auksokrom yang termasuk golongan kation : -NH2; -NH;

-NMe2; + NMe2Cl- .dan gugus auksokrom yang termasuk golongan anion : -

SO3H; -OH; -COOH, seperti -O-; -SO3(Isminingsih dan Djufri, 1978 dalam

Mulyadi 2009).

Warna merupakan akibat suatu bahan terlarut atau tersuspensi dalam

air, disamping adanya bahan pewarna tertentu yang kemungkinan

mengandung logam berat. Warna air limbah menunjukan kualitasnya, air

limbah yang baru akan berwarna abu-abu, dan air limbah yang sudah basi atau

busuk akan berwarna gelap (Mahida, 1984 dalam Purwaningsih, 2008). Warna

tertentu dapat menunjukkan adanya logam berat yang terkandung dalam air

buangan.

Yang dimaksud zat warna adalah senyawa yang dapat dipergunakan

dalam bentuk larutan, sehingga penampanya berwarna. Warna air limbah

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu warna sejati dan warna semu. Warna yang

disebabkan oleh warna organik yang mudah larut dan beberapa ion logam

disebut warna sejati, jika air tersebut mengandung kekeruhan atau adanya

bahan tersuspensi dan juga oleh penyebab warna sejati, maka warna tersebut

dikatakan warna semu (Chatib, 1998 dalam Purwaningsih, 2008). Dan juga

karena adanya bahan-bahan yang tersuspensi yang termasuk bersifat koloid.

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Black dan Cristman (1979) dalam

Purwaningsih (2008) ditemukan bahwa organik di dalam air limbah adalah

koloid yang bermuatan negatif.

Zat warna adalah suatu senyawa yang kompleks yang dapat

dipertahankan di dalam jaringan molekul-molekul. Zat warna merupakan

gabungan dari zat organik yang tidak jauh, sehingga zat warna harus terdiri

dari chromogen sebagai pembawa warna dan Auxochrome sebagai pengikat

antara warna dan serat. Chromogen adalah senyawa aromatik yang berisi

Page 14: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

Crhomopore, yaitu zat pemberi warna yang berasal dari radikal kimia, seperti

kelompok azo (N=N). agar warna dapat masuk dengan baik ke kedalam bahan

yang akan diberi warna, maka diperlukan bahan dari Auxochrome, yaitu

radikal yang memudahkan terjadinya pelarutan, misalnya kelompok

pembentuk garam –NH2 atau OH (Wardhana, 1995 dalam Purwaningsih,

2008).

Kecerahan dipengaruhi oleh warna air, semakin dalam penetrasi sinar

matahari dapat menembus lapisan air, semakin produktif pula perairan

tersebut. Hal ini seiring dengan banyaknya fitoplankton di perairan tersebut.

Kekeruhan ialah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan derajat

kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang.

Kekeruhan sangat berhubungan erat dengan warna perairan, sedangkan

konsentrasinya sangat mempengaruhi kecerahan dengan cara membatasi

transmisi sinar matahari kedalamnya. Akibat biologis dari kekeruhan adalah

menurunnya aktifitas fotosintesa tumbuhan, karena, fotosintesis secara

langsung tergantung pada cahaya. Kekeruhan merupakan salah satu faktor

penting yang menyangkut produktifitas perairan, serta aliran energi.

Warna yang timbul pada perairan disebabkan oleh buangan industri di

hulu sungai atau dapat juga berasal dari bahan hancuran sisi-sisi tumbuhan

oleh bakteri. Santaniello (1971) dalam Purwaningsih (2008) menyatakan

bahwa industri-industri yang mengeluarkan warna adalah industri kertas dan

pulp, tekstil, petrokomia, dan kimia, air yang digunakan oleh masyarakat

umum diijinkan dengan kriteria bahwa air tersebut mengandung tidak lebih

dari 75 unit warna (standar kobal-platinum), sedangkan yang disarankan tidak

lebih dari 10 warna. Hal ini penting mengingat zat-zat warna banyak

mengandung logam-logam berat yang bersifat toksis. Dismping bersifat toksis,

fotosintesis juga terhambat di perairan yang mengandung 50 warna.

2. Penggolongan Zat Warna

Jenis zat warna ada dua, yaitu:

a. Zat Warna Alam

Zat warna alam adalah zat warna yang berasal dari alam, baik yang

berasal dari tanaman, hewan, maupun bahan metal.

Page 15: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

Zat warna yang berasal dari tumbuhan

Tumbuhan-tumbuhan penghasil zat pewarna alami yang tumbuh di

Indonesia kurang lebih sebanyak 150 jenis tanaman, tetapi yang paling

efektif untuk dapat digunakan san dapat diproduksi menjadi powder

maupun dalam bentuk pasta hanya beberapa jenis saja.

Zat warna dari tumbuhan yang biasanya digunakan antara lain:

indigofera (warna biru), Sp Bixa orrellana (warna orange purple),

Morinda citrifolia (warna kuning).

Zat warna yang berasal dari hewan

Jenis hewan yang biasa dijadikan zat warna antara lain: Kerang

(Tyran purple), Insekta (Ceochikal), dan Insekta warna merah (Loe).

b. Zat Warna Sintesis

Zat warna sintesis adalah zat warna buatan dengan bahan dasar

buatan, misalnya: Hirokarbon Aromatik dan Naftalena yang berasal dari

batubara.

Hampir semua zat warna yang digunakan dalam industri batik

merupakan zat warna sintetik, karena zat warna jenis ini mudah diperoleh

dengan komposisi yang tetap, mempunyai aneka warna yang banyak, mudah

cara pemakaiannya dan harganya relatif tidak tinggi.

Menurut Susanto (1973) dalam Purwaningsih (2008), zat warna yang

digunakan dalam proses pembatikan adalah sebagai berikut:

a. Zat Warna Napthol

Zat warna napthol adalah suatu zat warna tekstil yang dapat

dipakai untuk mencelup secara cepat dan mempunyai warna yang kuat.

Zat warna napthol adalah suatu senyawa yang tidak larut dalam air yang

terdiri dari dua komponen dasar, yaitu berupa golongan napthol AS (Anilid

Acid) dan komponen pembangkit warna, yaitu golongan diazonium yang

biasanya disebut garam. Kedua komponen tersebut bergabung menjadi

senyawa berwarna jika sudah dilarutkan. Zat warna napthol disebut

sebagai Ingrain Coours karena terbentuk di dalam serat dan tidak terlarut

di dalam air karena senyawa yang terjadi mempunyai gugus azo. Zat

warna Naphtol dibedakan menjadi :

Page 16: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

Beta Naphtol (Zat Es)

Adalah zat warna azo yang lama, jumlah warnanya terbatas yang

ada hanya merah. Orange, biru dan hijau hampir tidak ada. Golongan

zat ini mempunyai ketahanan luntur yang baik, juga tahan chlor tetapi

tidak begitu tahan terhadap gosokan. Zat warna golongan ini sering

disebut zat warna es atau ice colour.

Naphtol As

Adalah zat warna azo yang baru, jumlah warnanya banyak dimana

hampir semua warna ada. Senyawa-senyawa naphtol As mempunyai

daya serap terhadap sellulosa sehingga proses pengeringan setelah

pencelupan dengan senyawa tersebut tidak perlu dikerjakan lagi.

Demikian pula tahan gosok dan hasil celupan lebih baik karena naphtol

As sedikit mengadakan migrasi ke dalam garam diazonium sewaktu

proses pembangkitan.

b. Zat Warna Indigosol

Zat warna indigosol disebut juga zat warna bejana larut, yaitu

leuco esier natrium dari zat warna yang telah distabilkan, dalam proses

pencelupannya perlu dibangkitkan warnanya dengan dioksidasi sehingga

berubah menjadi bentuk yang tidak larut dan berwarna.

c. Zat Warna Reaktif

Zat warna reaktif adalah suatu zat warna yang dapat mengadakan

teaksi dengan serat, sehingga zat warna tersebut merupakan bagian dari

serat. Zat warna reaktif merupakan golongan zat warna yang mempunyai

gugus aktif, sehingga dengan bahan utama akan terjadi hubungan secara

chemical lingkage. Oleh karena itu hasil pencelupan zat warna teaktif

mempunyai ketahanan cuci yang sangat baik dan lebih kilap dari zat warna

direk.

d. Zat Warna Indanthreen

Zat warna indanthreen merupakan salah satu zat warna bejana yang

berupa puder berwarna, tidak larut dalam air. Supaya larut dalam air, perlu

ditambahkan larutan kostik soda dan Natrium hidrosulfit sebagai zat

pereduksi.

Page 17: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

2.6 Roughing Filter (RF)

Dalam pengolahan limbah cair dapat digunakan dengan berbagai

instalansi, yang salah satunya adalah instalansi aerobic roughing filter. Dari

berbagai studi maupun aplikasi di lapangan diketahui bahwa aerobic roughing

filter bisa digunakan untuk pengolahan limbah cair. Aerobic roughing filter

merupakan suatu unit pengolahan yang menggunakan batu krikil yang

mempunyai ukuran antara 4-20 mm yang dapat digunakan untuk memisahkan

padatan dalam air dan mampu mengurangi beban organik yang tinggi. Sebagai

salah satu alternatif pengolahan limbah cair, maka penggunaan aerobic roughing

filter perlu dilakukan penelitian tentang kinerja instalansi aerobic roughing filter

aliran horizontal sebagai alternatif pengolahan (Kasam et al, 2009).

Kombinasi roughing filter dengan filter aliran lambat yang digunakan

sebagai pengolahan air sungai dengan kekeruhan 150 NTU mampu menurunkan

kekeruhan 88-95%. Instalansi roughing filter juga dapat digunakan sebagai

pengolahan air minum yang mengandung kekeruhan, total suspended solid (TSS),

dan Fe (Jafari Dastanaie et al, 2007 dalam Kasam et al, 2009).

Roughing filter (RF) merupakan pengolahan pendahuluan untuk

menurunkan kekeruhan air di mana air melewati bak dengan media yang kasar

seperti kerikil atau gerabah. RF ini sudah dipakai lebih dari 25 negara di antaranya

Argentina, Bolivia, Madagaskar, Ghana, India, Australia, dan sebagainya. RF

kebanyakan digunakan sebagai pengolahan pendahuluan untuk meremoval

partikel dalam jumlah besar dan lebih sulit untuk menafsirkan peningkatan

efisiensi dari pengolahan berikutnya seperti filter lambat (Levine et al, 1985

dalam Titistiti & Hadi, 2010).

Roughing filter biasanya menggunakan kerikil dengan diameter yang

berbeda – beda, pada bagian mukanya menggunakan kerikil dengan diameter

besar, pada bagian berikutnya menggunakan kerikil dengan diameter yang lebih

kecil, demikian seterusnya. Sehingga pada tiap – tiap bagian tersebut menyaring

padatan dengan diameter yang berbeda – beda pula (Wegelin,1996 dalam Titistiti

& Hadi, 2010). Prinsip dasar kerja roughing filter dapat dilihat pada gambar 2.2 di

bawah ini.

Page 18: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

Gambar 2.2 Konsep Prinsip Kerja Roughing Filter Dibandingkan

Dengan Sedimentasi (Sumber : Titistiti & Hadi, 2010).

Instalansi roughing filter seringkali diprioritaskan sebagai teknologi

pretreatment untuk kebutuhan air perkotaan. Dimana tipe filter yang berbeda juga

dikembangkan untuk pengolahan pada kualitas air baku yang berbeda. Prefilter

dan roughing filter secara ekstensif juga digunakan pada rencana penyediaan air

pada beberapa Negara berkembang, dan rencana air bawah tanah di Negara

industri. Intake filter mampu mereduksi material padatan 50-70% dan roughing

filter mampu memisahkan material partikulat 90% lebih (Wegelin & Martin, 1996

dalam Kasam et al, 2009).

Page 19: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Metode Penelitian

3.1.1 Persiapan Instalansi

Instalansi roughing filter yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dari

bahan kayu yang dilapisis plastik, berukuran panjang 85 cm, lebar 35 cm, dan

tinggi 25 cm dan terdiri dari dua kompartemen. Media yang digunakan berbentuk

gravel, dimana kompartemen I diameter gravel 10 mm dan kompartemen II

diameter gravel 5 mm, seperti gambar 3.1. adapun desain dari instalansi adalah

sebagai berikut :

Panjang (L) = 85 cm, lebar (W) = 35 cm, Tinggi (H) = 25 cm

Volume : L x W x H = (85 x 35 x 25) = 74375 cm3 = 0,074 m3.

Waktu detensi (Td) direncanakan 6 jam, sehingga debit aliran (Q) = Vol/Td, Q =

0,074/6 = 0,0123 m3/jam (Kasam et al, 2009).

Gambar 3.1 Desain Instalansi Aerobic Roughing Filter

(Sumber : Kasam et al, 2009).

3.1.2 Runing dan Sampling

Air limbah batik yang berasal dari industri Nakula Sadewa, Triharjo,

Sleman, dimasukkan kedalam bak netralisasi yang berfungsi sebagai bak

penampung, selanjutnya dialirkan melalui kompartemen I dan kompartemen II.

Sedangkan pengambilan sampel dilakukan pada outlet kompartemen I dan outlet

kompartemen II. Adapun untuk pengujian COD, sampel diambil setiap dua hari

yaitu hari ke-1, 3, 5, 7 dan 9. Sedangkan untuk uji warna dilakukan setiap hari

sampai hari ke-10. Pengujian sampel berdasarkan metode spectrofotometri dengan

Page 20: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

refluks tertutup (SNI 06-6989.2-2004) untuk analisis COD dan metode Pengujian

Kualitas Fisika Air (SK SNI M-03-1989-F) (Kasam et al, 2009).

3.2 Hasil

Setelah dilakukan running dan pengujian terhadap sampel pada outlet

kompartemen I dan II, maka diketahui konsentrasi COD dan warna seperti pada

tabel 3.1, gambar 3.2 dan gambar 3.3.

Tabel 3.1 Konsentrasi Warna pada Inlet dan Outlet

(Sumber : Kasam et al, 2009).

Gambar 3.2 Konsentrasi COD pada Berbagai Waktu Operasi Instalansi

(Sumber : Kasam et al, 2009).

Page 21: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

Gambar 3.3 Konsentrasi Warna pada Berbagai Waktu Operasi Instalansi

(Sumber : Kasam et al, 2009).

3.3 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengujian seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.1 dan

gambar 3.2 terjadi penurunan konsentrasi COD walaupun tidak signifikan.

Penurunan konsentrasi COD hanya 3,077 % dari inlet 1034,105 mg/l dan outlet

998,750 mg/l. Hasil ini jelas belum memenuhi standar baku mutu limbah cair

untuk industri batik menurut SK GUB. DIY No: 281/KPTS/1998 yaitu 100 mg/l.

Penurunan konsentrasi ini dapat disebabkan oleh kemampuan dari kerikil yang

digunakan sebagai media filtrasi dalam menyaring zat-zat yang ada dalam limbah.

Penurunan konsentrasi COD dikarenakan flok yang terbentuk oleh ion

senyawa organik berikatan dengan ion koagulan yang bersifat positif. Penurunan

konsentrasi yang tidak signifikan ini disebabkan karena terjadinya penyumbatan

atau clogging di dalam instalasi yang dapat mengakibatkan terakumulasinya

bahan organik, sehingga akan mempercepat laju aliran limbah sampai ke outlet

yang mengakibatkan kurangnya waktu tinggal limbah cair dalam instalasi.

Tolok ukur COD dapat digunakan untuk mengetahui banyaknya oksigen

yang diperlukan untuk menguraikan bahan organik. Makin besar kadar oksigen

yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik, maka kadar COD juga akan

semakin tinggi.

Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan pada gambar 3.3 perubahan

konsentrasi warna yang terjadi juga tidak signifikan. Pada gamabr 3.3 terlihat

terjadinya penurunan dan kenaikan konsentrasi warna. Hasil rata-rata data dari

penelitian, penurunan konsentrasi parameter warna sebesar 3,628 % dari

Page 22: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

konsentrasi inlet 311,481 PtCo dan konsentrasi outlet 296,208 PtCo. Hasil ini

jelas belum memenuhi standar baku mutu warna menurut SK GUB. DIY No:

281/KPTS/1998 yaitu 50 PtCo.

Tidak stabilnya perubahan konsentrasi warna ini disebabkan oleh zat

warna yang digunakan oleh industri batik ini lebih banyak menggunakan pewarna

dari bahan sintetik (azo/naphtol) daripada bahan alami (indigofera) sehingga

proses transfer udara tidak mampu untuk memecah ikatan zat warna yang ada

dalam limbah batik tersebut. Karena zat warna sintetik hanya dapat diuraikan

dengan melakukan penambahan zat kimia lain yang dapat mendegradasi zat warna

tersebut.

Biodegradasi senyawa azo dapat terjadi dalam sistem anaerob dan aerob.

Tahap pertama degradasi adalah pembelahan kelompok azo pada kondisi anaerob,

sehingga terjadi penghilangan warna. Tahap kedua pada kondisi aerob, senyawa

aromatik sederhana dapat didegradasi melalui hydroxylation dan membuka cincin.

Tahap ini dilakukan untuk mendekomposisi lebih lanjut kemungkinan amina

aromatic yang bersifat racun dan karsinogenik. Perombakan warna pada

pengolahan anaerob dapat dilakukan pada kondisi pH 6-7 dan temperatur 45°C.

Pada tahap anaerob tidak hanya warna yang dapat dihilangkan, tetapi juga bahan

yang sulit diuraikan secara biologi dapat didegradasi menjadi bahan yang mudah

diuraikan secara biologi.

Penurunan konsentrasi yang tidak signifikan dikarenakan di dalam reaktor

aerobic roughing filter aliran horizontal ini tidak terjadi pengolahan air limbah

batik secara maksimal.

Page 23: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah yang telah dilakukan, dapat ditarik

kesimpulan yaitu :

1. Instalasi roughing filter dengan aliran horizontal tidak dapat menurunkan

konsentrasi COD dan warna secara signifikan yang disebabkan adanya

clogging serta bahan pewarna sintetis yang cukup sulit didegradasi dengan

gravel ukuran besar serta waktu detensi yang relative singkat.

2. Penurunan konsentrasi COD 3,077 % dari konsentrasi inlet 1034,105 mg/l

dan konsentrasi outlet 998,750 mg/l. Hasil ini masih berada diatas baku

mutu yaitu 100 mg/l.

3. Sedangkan penurunan konsentrasi warna sebesar 3,628 % dari konsentrasi

inlet 311,481 PtCo dan konsentrasi outlet 296,208 PtCo. Parameter ini

juga masih berada di atas baku mutu yaitu 50 PtCo.

4.2 Saran

Untuk para pemilik industri batik dapat mengaplikasikan pengolahan

imbah cair batik dengan aerobic roughing filter untuk teknologi yang ramah

lingkungan.

Page 24: Pengolahan Limbah Cair Batik Menggunakan Aerobic Roughing Filter Untuk Menurunkan Kadar Cod (Chemical Oxygen Demand) Dan Warna

DAFTAR PUSTAKA

Darnianti. 2008. Penurunan Kadar Warna Limbah Cair Industri Pencucian Jeans dengan Kitosan dan Jamur Lapuk Putih (Trametes versicolor).http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/4409/1/09E00132.pdfDiakses tanggal 29 Desember 2010

Kasam, Andik Yulianto & Aulia Eka Rahmayanti. 2009. Penurunan COD dan Warna pada Limbah Cair Industri Batik dengan Menggunakan Aerobic Roughing Filter Aliran Horizontal.http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/61092731.pdfDiakses tanggal 28 Desember 2010

Muljadi. 2009. Efisiensi Instalansi Pengolahan Limbah Cair Industri Batik Cetak dengan Metode Fisika-Kimia dan Biologi Terhadap Penurunan Parameter Pencemar (BOD, COD, dan logam Berat Krom (Cr)) (Studi Kasus di Desa Butulan Makam Haji Sukoharjo).http://tk.uns.ac.id/file/Ekuilibrium/Volume%208%20No%201/2009%20vol%208%20no%201%20hal%2007%20-%2016.pdfDiakses tanggal 29 Desember 2010

Purwaningsih, Indah. 2008. Pengolahan limbah Cair Industri Batik CV. Batik Indah Raradjonggrang Yogyakarta dengan Metode Elektrokoagulasi ditinjau dari Parameter Chemical Oxygen Demand (COD) dan Warna.http://www.diskusiskripsi.com/2010/05/pengolahan-limbah-cair-industri-batik.htmlDiakses tanggal 29 Desember 2010

Titistiti, Astika & Wahyono Hadi. 2010. Pengaruh Roughing Filter dan Slow Sand Filter dalam Pengolahan Air Minum dengan Air Baku dari Intake Karangpilang terhadap Parameter Kimia. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10102-Paper.pdfDiakses tanggal 29 Desember 2010