Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

22

description

air asam tambang

Transcript of Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

Page 1: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan
Page 2: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

PENDAHULUAN

Permasalahan utama berhubungan dengan penambangan dan limbah

tambang (tailing dan batu-batuan) adalah terbentuknya aliran asam tambang

(AMD; Acid Mine Drainage), yang terbentuk dari hasil reaksi oksidasi

batuan/mineral sulfida secara kimia dan biologi. AMD merupakan sumber

kontaminasi lingkungan karena selain mempunyai pH yang rendah juga

mengandung logam-logam berat berbahaya seperti Fe, Al, Mn, Cu, Zn, Cd, Pb,

As dan biasanya juga mengandung sulfat yang tinggi (Davis et al., 2000;

Achterberg et al., 2003; Braungardt et al., 2003; Elisa et al.,2006; Blodau, 2006;

Dowling et al., 2004; Sengupta, 1993). Keasaman dan kandungan logam yang

tinggi telah menyebabkan hilangnya beberapa jenis dari biota akuatik pada

sungai-sungai kecil yang mendapat efek buangan AMD (Lo´pez-Archilla

et al., 2001; Gonza´lez-Toril et al., 2003; Nyogi et al, 2002).

Diperlukan pengolahan AMD untuk mengurangi pencemaran sungai,

sebelum dibuang ke perairan. Seperti diketahui bahwa banyak teknologi

yang dapat digunakan untuk perbaikan AMD. Passive Treatment yang

merupakan gabungan beberapa sistem pengolahan seperti sangat efektif

meningkatkan pH dan menurunkan kandungan logam AMD. Adapun sistem

yang umum digunakan untuk pengolahan AMD seperti sistem permeable

reactive barrier (PRB), open limestone channels (OLCs), anoxic limestone

drains (ALDs) dan rawa buatan (CW; constructed wetland) (Benner, 1997;

Gilbert et al., 2003; Zipper dan Jage,

2002; Gloss et al., 1998; Zimkiewicz et al., 2003). Metode yang murah dan

cukup efisien untuk menetralisasikan AMD adalah dengan menggunakan bahan

alkalin seperti batu kapur (limestone) (Mylona et al., 2000; G Maree et al 2004).

Sistem passive treatment yang sangat efektif dalam menurunkan asiditas AMD

adalah sistem OLCs dan ALDs yang digabung dengan sistem CW, dan sistem ini

sudah dikembangkan secara komersial di Kanada dan Amerika Serikat.

Sistem limestone dan wetland yang terpisah akan lebih efektif dan lebih

terkontrol dibandingkan dengan sistem yang disatukan dalam CW. Pengolahan

AMD biasanya menggunakan sistem pengolahan bertingkat dari beberapa sistem

yang disebutkan di atas untuk perbaikan kualitas airnya (Zipper dan Jage,

2002;

Page 3: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

Faulkner et al, 2005; Zimkiewicz et al, 2003; Hedin et al, 1994; Daugherty et al,

2003).

Sistem fluidized-bed limestone mampu menurunkan asiditas AMD

batubara dari 12000 menjadi 300 mg/L (CaCO3) dimana pH meningkat dari 2,2

menjadi 7 dengan penurunan kandungan Fe dan Al mencapai 95% (Maree et

al.,

2004). Peningkatan pH air asam tambang yang ber pH<5, Fe> 20 mg/L, alkalinity

<80 mg/L dan oksigen terlarut< 2mg/L dengan sistem ALD sangat efektif

sebelum di alirkan ke sistem CW (Brodie et al, 1993). Selain meningkatkan pH,

sistem ALD dapat meningkatkan alkalinitas efluen untuk menjaga pH agar tidak

turun setelah melewati sistem CW. Sistem ALD harus diikuti oleh CW anaerobik

ataupun aerobik untuk mendapatkan kualitas air efluen yang memenuhi standar

mutu air bersih (Brodie, 1993), karena untuk AMD yang mengandung Fe>80

biasanya dengan hanya sistem CW tidak bisa meningkatkan pH. Dengan desain

yang tepat, sistem passive treatment bisa mempunyai umur (lifespan) > 20 tahun

(Zimkiewicz et al, 2003).

Sistem CW atau rawa buatan juga merupakan sistem passive

treatment yang cukup efektif untuk pengontrolan AMD, akan tetapi untuk

efektifitas pengolahan air, sistem CW tidak bisa langsung digunakan untuk

mengolah AMD kecuali sistem dilengkapi dengan media kapur. Sistem CW

secara alamiah adalah daerah transisi (ekoton) antara ekosistem perairan dimana

memiliki kondisi basah dan tergenang dengan ekosistem darat yang kering.

Sistem CW dapat memiliki masa terendam air namun juga dapat praktis kering

(Kadlec dan Knight, 1996). Secara alamiah, pada sistem CW terjadi proses-

proses biologi, kimia dan fisika. Proses biologi terjadi pada interaksi antara

tumbuhan penyusun CW dengan lingkungannya tersebut. Penyerapan (up taking)

unsur-unsur yang dibutuhkan untuk pertumbuhan diserap melalui akar atau organ

yang berfungsi seperti akar pada air dan substrat tumbuh tumbuhan tersebut.

Penyerapan logam dalam air, terutama Fe dan Mn, akan berlangsung efektif

apabila terdapat intreraksi secara biologis yang menjembatani proses oksidasi

dan reduksi. Sistem CW adalah satu- satunya ekosistem yang di dalamnya terjadi

proses-proses oksidasi dan reduksi. Proses biologi lainnya yang terjadi pada CW

Page 4: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

adalah proses pelepasan material organik dari tumbuhan ke lingkungan

sekitarnya. Tumbuhan merupakan elemen

Page 5: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

4

yang sangat penting bagi pertumbuhan komunitas mikrobia. Perombakan

material secara langsung menjadi materi yang sangat sederhana dapat dilakukan

oleh komunitas mikrobia. Keberadaan tumbuhan dengan sistem perakarannya

mampu menyokong pertumbuhan mikrobia dalam sistem yang juga akan

mendegradasi senyawa-senyawa logam berat pada sistem.

Pada sistem CW anaerobik, komposisi reaktif material yang digunakan

seperti kompos, daunan, serbuk gergaji ditambahkan lumpur aktif dari

sistem sewage atau anaerobic digester juga menstimulasi pertumbuhan bakteri

pereduksi sulfat untuk menaikan alkalinitas dan menyisihkan logam dalam

bentuk endapan sulfida (Chang et al., 2000; Gibert et al., 2003, 2005; Steed et

al., 2000, Waybrant et al., 2002). Berikut adalah reaksi peningkatan

alkalinitas dengan bakteri

pereduksi sulfat dan penyisihan logamnya dalam bentuk metal sulfida:

SO 2- + 2CH2O + 2H H2S + 2CO2 + 2H2O

2+ 2-Me + S MeS

Aktivitas penambangan timah di Pulau Bangka telah menimbulkan

pencemaran sungai dan muara akibat buangan aliran tambang yang bersifat asam

dengan kandungan logam dan padatan tersuspensi yang tinggi. Untuk

mengurangi pencemaran sungai dan muara akibat aliran buangan

tambang diperlukan perbaikan kualitas air buangan tambang dengan

meningkatkan pH air dan menurunkan kandungan logam maupun padatan

tersuspensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja sistem passive

treatment yang merupakan gabungan beberapa teknologi pengolahan air dalam

meningkatkan kualitas air asam tambang yang berasal dari buangan tambang

timah di Pulau Bangka.

BAHAN DAN METODE

Pengolahan AMD yang diteliti adalah sistem Passive Treatment yang

merupakan gabungan dari dua sistem pengolahan yang terpisah yaitu sistem

anoxic limestone drains (ALDs) dan sistem rawa buatan (CW; Constructed

Wetland). Pemisahan sistem adalah untuk mempermudah mengganti media

Page 6: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

reaktif (limestone) apabila sudah tidak efektif lagi. Sistem yang diseleksi

merupakan sistem pengolahan yang bersifat pasif dimana air mengalir

dengan pengaruh

Page 7: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

grafitasi sehingga tidak memerlukan energi seperti listrik ataupun

penanganan khusus untuk operasional. Pemilihan material menggunakan material

yang murah, mudah didapat dan mudah diimplementasikan. Penelitian dilakukan

di area tambang timah TB 1.9 di Pulau Bangka. Pengamatan dilakukan dari bulan

April sampai dengan akhir Oktober 2008 lebih kurang selama 6 bulan. AMD

dialirkan dari danau tambang aktif melalui saluran dan masuk ke sistem

pengolahan sebelum dibuang ke sungai. AMD yang diteliti mempunyai pH 2,8

(<3) dengan warna merah kecoklatan yang mengindikasikan kandungan Fe yang

tinggi.

Skematik sistem passive treatment dapat dilihat pada Gambar 1, yang

terdiri dari kolam penampungan influen, kolam limestone (ALD), kolam sistem

wetland surface flow (aerobik) dan subsurface flow (anaerobik). Untuk

menurunkan kandungan padatan terlarut dari sistem CW, aliran air

melewati

sistem filter pasir sebelum ke kolam penampungan effluen.

V-1

SETTLING POND

Water level

TANAH & PUPUK Water level

ANOXIC LIMESTONE DRAIN PASIR & PUPUK ORGANIK

GRAVEL

AEROBIC POND ANAEROBIC POND

CONSTRUCTED WETLANDFINAL BASIN

Gambar 1. Skematik sistem passive treatment

Sistem Pengolahan

Kolam penampungan influen dan effluen berukuran 2x2x1,5 m. Kolam

ALD berukuran 1x1x1 m, dengan komposisi reactive mixtures yang digunakan

pada limestones bed terdiri dari lapisan atas: kompos dan tanah (5 cm,

porositas

70 - 80%), lapisan utama: limestone (coarse grain) dengan diameter 0,5 - 1 cm

(70 cm, porositas 30%), lapisan bawah: gravel (10 cm, porositas 10%), aliran

Page 8: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

yang digunakan menggunakan sistem upflow. Kolam CW sistem aerobik

berukuran

2x0,5x1 m dengan tanaman mengapung eceng gondok (Eichornia sp), sedangkan

komposisi kolam CW sistem anaerobik yang berukuran 2x2x1 m terdiri

dari

Page 9: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

lapisan bawah: liner (bentonit), gravel (10 cm, porositas 20%), lapisan tengah:

campuran pasir, kompos (40 cm, porositas 70%), lapisan atas: tanah (20

cm, porositas 80%), tanaman: tanaman lokal purun (Lepironia sp), tinggi

permukaan air 10 cm. Kolam filter pasir berukuran 1x1x0,8 m dengan

ketinggian lapisan kerikil 10 cm dan ketinggian pasir 60 cm, porositas 50 -

60%. Kolam dibuat dengan kemiringan 10%. Kecepatan aliran 500L/d. HRT: 5,5

hari.

Pengukuran Parameter Lapangan

Parameter yang diukur langsung di lapangan meliputi pH,

temperatur, turbiditas, salinitas, konduktivitas yang diukur menggunakan Water

Quality Checker (Horiba U-10).

Metode Analisa

Analisa parameter mengikuti prosedur metode baku (APHA, 2005).

Masing-masing parameter ditetapkan berdasarkan standar kurva dari hasil

analisa

1 seri konsentrasi yang sudah ditentukan. Logam air: Ekstraksi

menggunakan asam HNO3 dan dianalisa dengan AAS Hitachi Z-6100. Sulfat:

Menggunakan reagen BaCl2 dan dianalisa dengan spektrofotometer pada 420

nm.

Air yang dianalisa pada sistem passive treatment adalah K0: Air di

saluran masuk; K1: Air di kolam Penampungan influen; K2: Air keluar dari

kolam ALD; K3: Air keluar dari CW anaerobik; dan K4: Air di kolam

penampungan effluen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa setelah pengolahan dengan

sistem passive treatment pH air asam tambang meningkat dari <3 menjadi 7 pada

effluen (Gambar 2). Nilai pH air kolong yang masuk (K0) dan air kolong kolam

penampungan (K1) karena terjadi oksidasi Fe dan pengendapan, pH mengalami

Page 10: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

sedikit peningkatan yang kadang-kadang mencapai 4. Tetapi begitu keluar dari

kolam kapur ALD dan terjadi pengendapan di kolam CW aerobik (K2) pH air

AMD meningkat menjadi 6. Menurut Brody (1993) perancangan ALD yang tepat

dan diikuti kolam aerobik untuk mengendapkan besi, pH air asam

tambang

Page 11: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

(AMD) meningkat dan terjaga pH nya, karena air AMD yang keluar dari kolam

ALD sudah mempunyai alkalinitas yang tinggi dari pelepasan kalsium.

Sistem CW selain menurunkan kandungan sulfat dan logam, CW juga

bisa meningkatkan pH disebabkan adanya kandungan alkalinitas (karbonat) pada

kompos yang digunakan. CW anaerobik juga memiliki fungsi untuk

mengendapkan logam-logam terlarut yang masih ada di air AMD dan

menurunkan kandungan sulfat yang tinggi di air AMD melalui proses kimia dan

biologi oleh bakteri pereduksi sulfat (Chang et al, 2000). Air keluar dari CW

anaerobik (K3) memiliki pH yang lebih tinggi (>6) bahkan setelah kolam

filtrasi effluen pH air

AMD yang sudah diolah (K4) di kolam penampungan mencapai pH di atas 7.

Gambar 2. Profil pH air AMD/AMD pada sistem passive treatment skala lapangan

Konduktivitas pad AMD juga menurun walaupun setelah 6

bulan penurunan konduktivitas tidak terlalu siginifikan lagi (Gambar 3).

Peningkatan konduktivitas pada air olahan bisa berasal dari substrat kompos

pada CW anaerobik. Penurunan konduktivitas juga bisa disebabkan oleh

pengaruh air huja n yang mana terjadi pengenceran. Salinitas air AMD sebelum

diolah juga menurun sedikit. Faktor air hujan diduga mempengaruhi penurunan

salinitas ini, sedangkan untuk turbiditas secara umum cukup kecil dari air AMD

influen (Tabel 1). AMD influen K1 suatu waktu mengalami peningkatan

turbiditas karena efek dari

Page 12: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

buangan tambang influen dari saluran (K0), namun beberapa hari setelah itu

turbiditas menurun karena terjadi endapan di kolam penampungan.

Gambar 3. Profil konduktivitas air AMD/AMD pada sistem passive treatment skala lapangan

Tabel 1. Salinitas, turbiditas dan temperatur air AMD sebelum dan sesudah passive treatment

KolamSal Turb Temp.% (NTU) (ºC)

K.0 Influen 0,11 - 0,16 50-200 27 – 33K.1 Penampungan 0,09 - 0,11 15 - 200 25 – 33

K.2 SF Wetland setelah kolam kapur(CW aerobik ) 0,09 - 0,11 3 - 5 26 – 33

K.3 SSF CW (CW anaerobik ) 0,06 - 0,08 3 - 8 26 – 33K.4 Effluen 0,07 - 0,08 0-1 26 – 33

Turbiditas air AMD yang keluar dari kolam CW aerobik, anaerobik dan

kolam penampungan effluen juga menurun. Perubahan warna air AMD dari

keruh dan coklat kekuningan sebelum diolah menjadi jernih setelah diolah.

Selain dari pengendapan, sistem ALD, CW dan filter dapat menurunkan

turbiditas/kandungan padatan yang terdapat pada air AMD /air asam tambang

(Tabel 1).

Kandungan sulfat pada air AMD influen yang diolah juga menurun dari

Page 13: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

>1200 mg/L menjadi 100 - <400 mg/L pada air AMD effluen (Gambar 4).

Sulfat merupakan ion sulfur di air dalam kondisi oksidasi dan sangat terlarut

di dalam

Page 14: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

air. Kehilangan kandungan sulfat di alam hanya melalu proses biologi reduksi

sulfat oleh kolamteri pereduksi sulfat pada kondisi anaerobik menjadi

sulfida. Sulfida mudah bereaksi dengan logam sehingga membentuk endapan

metal sulfida. Turunnya kandungan sulfat di air AMD pada sistem passive

treatment disebabkan oleh aktivitas bakteri pereduksi sulfat di sistem CW

anaerobik dan sand filter (sebagai biofilm) (Steed et al., 2002; Chang et

al.,2000; Gilbert et al.,

2005).

Gambar 4. Profil penurunan sulfat AMD pada sistem passive treatment

Walaupun tidak ada peraturan mengenai baku mutu air bersih kandungan

sulfat pada air bersih, namun kandungan sulfat yang tinggi di perairan

dapat memicu turunnya kualitas air yang mempunyai kandungan organik yang

tinggi. Pembentukan sulfida dapat menyebabkan perairan menjadi anoksik dan

terjadi pelepasan fosfat ke badan air sehingga bisa menyebabkan eutrofikasi

yang parah di perairan (Weiner, 2000). Penyisihan sulfat (sulfate removal) di

sistem passive tretment mencapai 67- 90%.

Tidak seperti kandungan sulfat di air AMD, hilangnya Fe dari

sistem passive treatment cukup besar pada kolam penampungan (K1) karena

mengalami oksidasi dan pengendapan, serta setelah melewati kolam kapur dan

CW aerobik (K2) (Gambar 5). Kandungan Fe pada kolam penampungan

berkisar antara 15 –

Page 15: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

80 mg/L. Kandungan Fe di kolam ini sangat fluktuatif karena air

buangan tambang yang fluktuatif sehingga setelah pengisian kolam,

kandungan Fe

Page 16: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

menurun cukup nyata tetapi masih cukup tinggi bila dibandingkan setelah

air melewati sistem ALD, CW aerobik dan anaerobik. Penyisihan logam Fe

pada

sistem mencapai 100%.

Gambar 5. Profil Fe air AMD pada sistem passive treatment skala lapangan

Seperti juga Fe, kandungan Al di air AMD yang diolah menurun setelah

melewati kolam penampungan, ALD dan CW aerobik dan anaerobik (Gambar

6). Kandungan Al di kolam penampungan (K1) berkisar antara 11,68 – 109

mg/L. Penyisihan Al setelah passive treatment mencapai 93 – 99%.

Tanaman yang digunakan untuk CW aerobik adalah kolam dengan

tanaman eceng gondok, sedangkan untuk CW anaerobik menggunakan

purun. Kandungan logam air AMD olahan setelah CW aerobik tidak

berbeda secara signifikan dengan air AMD olahan setelah CW anaerobik.

Namun untuk jangka panjang tanaman air selain sumber organik bagi bakteri,

penyerapan logam oleh tanaman air juga sangat signifikan seperti temuan

pada kandungan logam di tanaman air AMD (Chang et al., 2000; Sengupta,

1993).

Page 17: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

Gambar 6. Profil Fe air AMD pada sistem passive treatment skala lapangan

KESIMPULAN

Sistem passive treatment yang merupakan gabungan sistem kapur (ALD)

dan rawa buatan (CW; constructed wetland) secara efektif dan efisien

dalam meningkatkan pH dan menurunkan kandungan padatan tersuspensi, logam

dan sulfat air asam tambang dari aliran buangan tambang timah di Pulau Bangka.

Air AMD setelah melewati kolam penampungan, ALD dan CW aerobik

mempunyai kualitas air yang memenuhi standar mutu air bersih gol B (PP

no.82,2001) .

Page 18: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan

DAFTAR PUSTAKA

Achterberg, E.P., Herzl, V.M.C., Braungardt, C.B., Millward, G.E., 2003. Metal behaviour in an estuary polluted by acid mine drainage: the role of particulate matter. Environ. Poll.121, 283–292.

Benner, S. G., D. W. Blowes dan C. J. Ptacek. 1997. A Full Scale Porous ReactiveWall for Prevention of Acid Mine Drainange. GWMP. Vol 17. no.4. 99 –107.

Blodau, C. 2006. A review of acidity generation and consumption in acidic coal mine lakes and their watersheds. Science of the Total Environment369:307–332

Brody , G.A., C.R. Britt, T.M. Tomaszewski, and H.N. Taylor. 1993. Anoxic Limestone Drains to Enhance Performance of Aerobic Acid Drainage Treatment Wetlands: Experiences of the Tennessee Valley Authority. In: G.A.Moshiri. Constructed Wtelands for WaterQuality Improvement. Lewis Publishers. Boca Raton. 129-138

Page 19: Pengolahan Air Asam Tambang Menggunakan