penginderaan jauh.docx

88
LAPORAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH KELAUTAN PERBANDINGAN PEMETAAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 DI UJUNG PANGKAH KABUPATEN GRESIK Dosen Mata Kuliah : M. Arif Zainul Fuad, MSc Disusun Oleh : Mamik Melani 115080601111033

Transcript of penginderaan jauh.docx

LAPORAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH KELAUTAN

PERBANDINGAN PEMETAAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 DI UJUNG PANGKAH KABUPATEN GRESIK

Dosen Mata Kuliah : M. Arif Zainul Fuad, MSc

Disusun Oleh :

Mamik Melani 115080601111033

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTANJURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTANUNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG2014

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i

1. PENDAHULUAN.............................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................................2

1.3 Tujuan......................................................................................................2

2. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................3

2.1 Penginderaan Jauh..................................................................................3

2.2 Mangrove dan Penginderaan Jauh..........................................................5

2.3 Metode Klasifikasi Supervised dan Unsupervised...................................6

3. METODOLOGI................................................................................................7

3.1 Alat dan Bahan........................................................................................7

3.2 Metode Pengolahan.................................................................................7

4. HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................9

4.1 Metode Pengolahan Cittra LANDSAT 8.................................................9

4.1.1 Metode Supervised ClassificationLANDSAT 8.................................9

4.1.2 Metode Unsupervised ClassificationLANDSAT 8...........................23

4.2 Metode Pengolahan Cittra LANDSAT 7...............................................30

4.2.1 Metode Supervised ClassificationLANDSAT 7...............................30

4.2.2 Metode Unsupervised ClassificationLANDSAT 7...........................39

4.3 Pengolahan Change Detection..............................................................45

4.4 Perhitungan Luasan Mangrove Klasifikasi Supervised LANDSAT 8.....50

4.5 Hasil Perbandingan Klasifikasi Citra LANDSAT 7 dan LANDSAT 8......69

4.6 Hasil Perbandingan Perhitungan Luasan Vegetasi Ke-dua Citra..........71

5. PENUTUP.....................................................................................................72

5.1 Kesimpulan............................................................................................72

5.2 Saran.....................................................................................................72

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................73

i

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan yang terjadi adalh banyak perubahan lahan setiap

tahunnya terjadi secara meningkat. Banyak hutan hutan yang ditebang untuk

dijadikan lahan perkebunan atau untuk pemukiman. Pengetahuan tentang

perubahan tata guna lahan tanpa harus langsung kelapangan sangat dibutuhkan,

salah satunya adalah dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh melalui

citra satelit. Dalam intrepretasi citra pengenalan obyek merupakan bagian yang

sangat penting. Prinsip pengenalan obyek pada citra didasarkan pada

penyelidikan karakteristik pada citra. Karakteristik tersebut tergambar dalam citra

serta digunakan untuk mengenali obyek yang disebut dengan unsure interpretasi

citra.

Adanya teknologi penginderaan jauh merupakan suatu perkembangan

baru yang dibutuhkan oleh masyarakat. Ketersediaan data dan informasi yang

diimbnagi dengan pengolahan data menjadi informasi wilayah dapat dilakukn

dengan sistem informasi geografis (SIG). Data – data pengunaan lahan juga

dapat dimanfaatkan untuk kepentingan diantaranya dalah untuk pembangunan,

mengetahui seberapa besar perubahan penggunaan lahan disuatu wilayah, serta

dapat pula digunakan untuk keperluan kesesuaian perencanaan wilayah .

Luas hutan mangrove di Indonesia diperkirakan mencapai 4,25 juta ha

atau 3,98% si seluruh hutan Indonesia. Pada tahun 1993, Direktorat Jenderal

Inventarisasi dan Tata Guna Hutan (INTAG) memperkirakan bahwa luas hutan

mangrove di seluruh wilayah Indonesia hanya tersisa 3,73 juta ha. Untuk

melakukan pemantauan dan inventarisasi hutan mangrove tidaklah mudah. Hal

tersebut dikarenakan kesulitan pemetaan di lapangan merupakan kendala

kelangkaan data mangrove. Sebagai alternatifnya dikembangkan teknik

penginderaan jauh. Teknik penginderaan jauh ini memiliki kemampuan untuk

menjangkau cakupan wilayah yang lebih luas dan dapat memetakan daerah-

daerah yang sulit dijangkau dengan perjalanan darat.

1

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam laporan ini adalah :

Bagaimana perbedaan pemetaan mangrove dengan menggunakan

klasifikasi Supervised dan Unsupervised?

Bagaimana luasan vegetasi mangrove pada tahun 2000 dan tahun 2014?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam laporan ini adalah :

Untuk mengetahui perbedaan pemetaan mangrove dengan

menggunakan klasifikasi Supervised dan Unsupervised.

Untuk mengetahui perbedaan luasan vegetasi mangrove pada tahun

2000 dan tahun 2014.

2

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu yang digunakan untuk

memperoleh, memproses, menginterpretasikan gambar dari suatu

interaksi antara energi elektromagnetik. Menurut Lillesand dan Kiefer,

(1990) penginderaan jauh merupakan suatu ilmu dan seni yang

digunkaan untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah serta

fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat

tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah serta fenomena yang akan

dikaji. Proses penginderaan jauh adalah dengan menggunakan sensor

pengumpulan data dari jarak jauh. Pengumpulan data dari jarak jauh,

dilakukan melalui variasi agihan daya, agihan gelombang bunyi, ataupun

energi elektromagnetik. Teori tenaga elektromagnetik bergerak secara

harmonis berbentuk sinusoidal pada “kecepatan cahaya” (c). Jarak dari

puncak gelombang menuju puncak berikutnya disebut dengan panjang

gelombang (λ), dan jumlah puncak yang melewati titik tertentu persatuan

waktu disebut dengan frekuensi (f). Teori tersebut dapat dilihat seperti

gambar berikut.

Dalam penginderaan jauh, proses dan elemen yang terkait

dengan energi elektromagnetik untuk sumberdaya alam terdiri dari dua

proses utama yaitu melalui pengumpulan data dan analisis data. Pada

proses pengumpulan data meliputi sumber energi, penjalanan energi

melalui atmosfer, interaksi antar energi dengan kenampakannya dimuka

bumi, sensor wahana pesawat atau satelit serta hasil pembentukan data

3

Gambar 1. Energi Elektromagnetik

dalam bentuk piktorial atau numerik. Sedangkan untuk proses analisis

data meliputi pengujian data dengan menggunakan alat interpretasi dan

alat pengamatan untuk analisis data. Setelah didapatkannya informasi

tentang jenis, bentangan, lokasi dan kondisi berbagai sumberdaya

disajikan dalam bentuk peta, tabel atau dengan suatu laporan yang pda

akhirnya dimanfaatkan untuk pengguna untuk proses pengambilan

keputusan.

Seluruh sistem penginderaan jauh menerima tenaga pantulan

atau yang dipancarkan dari kenampakan muka bumi. Sumber tenaga

dalam proses penginderaan jauh terdiri dari dua yaitu, tenaga alamiah

atau matahari dan tenaga buatan yang berupa gelombang mikro.

Distribusi spektral tenaga pantulan matahari dan tenaga pancaran dari

benda sifatnya jauh dari seragam. Tingkat tenaga matahari jelas

bervariasi menurut waktu dan tempat dan material yang berbeda

dipermukaan bumi memancarkan tenaga yang berbeda tingkat

efisiensinya. Pada atmosfer memiliki molekul - molekul gas yang dapat

memantulkan, menyerap dan melewati radiasi elektromagnetik. Selain itu,

atmosfer juga dapat menjadi penghalang pancaran sumber tenaga yang

mencapai kepermukaan bumi. Untuk bentuk permukaan bumi yang

bertopografi halus serta mempunyai warna cerah pada permukaan, akan

lebih banyak memantulkan sinar matahari dibandingkan dengan

permukaan bumi yang bertopografi kasar berwarna gelap.

Interaksi antara tenaga dan obyek akan membangkitkan pantulan

atau pancaran sinyal yang tidak hanya selektif terhadap panjang

gelombang, tetapi juga diketahui tidak berubah dan unik terhadap sifat

4

Gambar 2.

jenis dan macam kenampakan bumi. Interaksi tersebut dapat dilihat dari

kenampakan gambar dari yang dihasilkan foto udara. Obyek yang

memiliki daya pantul yang tinggi akan memperlihatkan cerah pada citra,

dan sebaliknya obyek yang memiliki daya pantul yang rendah akan

terlihat gelap pada sensor. Komponen dasar suatu penginderaan jauh

ideal terdiri dari : suatu sumber tenaga seragam, atmosfer yang tidak

mengganggu, serangkaian interaksi yang unik antara tenaga dengan

benda dimuka bumi, sensor yang sempurna, sistem pengolahan data

tepat waktu, berbagai penggunaan data. Metode penginderaan jauh

adalah dengan menggunakan data gambar yang diperoleh dari sensor

yang kemudian akan menjadi sebuah informasi untuk merepresentasikan

bentuk kenampakan bumi secara nyata.

2.2 Mangrove dan Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh untuk vegetasi mangrove didasarkan atas dua

sifat yaitu bahwa mangrove mempumyai klorofil dan mangrove tumbuh

didaerah pesisir. Adanya hal tersebut akan menjadi pertimbangan dalam

mendeteksi mangrove melalui satelit. Sifat iptik klorofil sangat khas yaitu

bahwa klorofil menyerap spektrum sinar merah dan memantulkan

inframerah. Tanah pasir dan batuan juga memantulkan inframerah tetapi

bahan bahan ini tidak menyerap spectrum sinar merah sehingga tanah

dan mangrove secara optic juga dapat dibedakan. Beberapa aspek

lingkungan mangrove yang dapat dipelajari dengan menggunakan

penginderaan jauh adalah spesies mangrove dan identifikasi zonasi,

perubahan tata guna lahah mangrove, keadaan mangrove dan

distribusinya serta lingkungan fisik mangrove (Susilo, 2000).

Chaudhury (1985) manjelaskan bahwa informasi lebih lanjut yang

dapat diperoleh dari penginderaan jauh untuk studi ekosistem mangrove

adalah :

Identifikasi dan kuantifikasi hutan mangrove

Identifikasi dan kenampakan zona (tipe-tipe vegetasi) di daerah mangrove

Identifikasi keberadaan dan profil dataran berlumpur

Monitoring proses-proses dinamis (akresi, erosi) di lingkungan mangrove

Monitoring sedimentasi laut lepas, ekspor bahan organik dan sistem

aliran

Identifikasi tipe-tipe tanah

5

Monitoring karakteristik air (contoh : salinitas, turbiditas) di dearah

mangrove

Monitoring tata guna lahan mangrove (contoh : akuakultur, kehutanan)

Monitoring perubahan aktivitas penggunaan lahan di daerah mangrove

2.3 Metode Klasifikasi Supervised dan Unsupervised

Klasifikasi citra penginderaan jauh (inderaja) bertujuan untuk

menghasilkan peta tematik, dimana tiap warna mewakili sebuah objek,

misalkan mangrove laut, sungai, tambak dan lain-lain.

Supervised

Teknik klasifikasi yang diawasi dg melibatkan interaksi analis secara

intensif, dimana analis menuntun proses klasifikasi dengan identifikasi

objek pada citra (training area). Sehingga pengambilan sampel perlu

dilakukan dengan mempertimbangkan pola spektral pada setiap panjang

gelombang tertentu, sehingga diperoleh daerah acuan yang baik untuk

mewakili suatu objek tertentu.

Unsupervised

Teknik klasifikasi tak terawasi merupakan pengklasifikasian hasil akhirnya

(pengelompokkan pixel-pixel dengan karakteristik umum) didasarkan

pada analisis perangkat lunak (software analysis) suatu citra tanpa

pengguna menyediakan contoh-contoh kelas-kelas terlebih dahulu.

6

3. METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pemetaan mangrove

adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Alat dan Bahan dalam pemetaan mangrove

Alat dan Bahan Fungsi

Perangkat Lunak ENVI 4.4 Untuk proses pengolahan peta citra satelit

Perangkat lunak ArcGis 9.3 Untuk membantu menghitung luasan mangrove

Peta Citra Satelit Landsat 7 Untuk peta pengolahan

Peta Citra Satelit Landsat 8 Untuk peta pengolahan

3.2 Metode Pengolahan

Metode Pengolahan pemetaan mangrove dikawasan Ujung

Pangkah adalah dengan menggunakan dua metode yang terdiri dari

Supervised Classification dan Unsupervised Classification. Pada

Supervised Classification digunakan Maximum Likelihood sedangkan

untuk metode Unsupervised Classification digunakan IsoData dan K-

Means.

Peta pengolahan yang digunakan didapatkan dari citra satelit

LANDSAT 7 pada tahun 2000 dan citra satelit LANDSAT 8 pada tahun

2014.

7

Supervised Classification Unsupervised Classification

Cropping Area

Layer Stacking

Mulai

Ekstrak Data Citra Satelit

Classification

IsoData

K-Means

Hasil

Maximum Likelihood

Change Detection

Menghitung Luasan Mangrove

Prosedur yang digunakan dalam melakukan pemetaan mangrove untuk

mengetahui hasil perbandingan dari kedua citra adalah sebagai berikut :

8

Gambar 3. Citra LANDSAT 7 dan Citra LANDSAT 8

Gambar 4. Prosedur pengolahan pemetaan mangrove

9

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Metode Pengolahan Cittra LANDSAT 8

4.1.1 Metode Supervised ClassificationLANDSAT 8

Langkah awal yang dilakukan sebelum mengolah data citra satelit

dengan menggunakan perangkat lunak ENVI adalah dengan

mengekstrak data citra seperti Gambar.

Buka perangkat lunak yang sebelumnya telah terinstall.

10

Pilih menu File dan pilih Open Image File seperti pada Gambar.

Pilih Band 5, 4, 3, 2 dan 1 pada Citra LNDSAT yang sebelumnya telah diekstrak.

11

Tahap selanjutnya adalah dengan melakukan Layer Stacking pada kelima Band

tersebut.

Import kelima Band pada Layer Satcking Parameter.

12

Tahap selanjutnya file disimpan dengan nama “Layer Stacking”.

Pilih Choose untuk menyeimpan File Layer Stacking sesuai folder yang

diinginkan.

13

Load RGB pada Band 5, 4, 3 untuk memudahkan mendapatkan kejelasan

vegetasi mangrove.

14

Pada tampilan ROI Tool pilig “Scrol” untuk mempermudah melakukan Cropping

pada daerah yang diinginkan

Ubah tipe Rectangel pada ROI_TYPE.

15

Buat rectangle atau bentuk kotak pada dearah yang akan dilakukan Cropping,

kemudian setelah muncul tanda hijau klik kanan pada warna hijau tersebut.

Hasil daerah yang telah di Cropping akan muncul gambar berwarna merah.

16

Tahap selanjutnya adalah memilih menu Basic Tools dan pilih Subset Data via

ROIS.

Select Input File dengan memilih Layer Stacking.

17

Simpan file tersebut dengan nama File “Cropping” pada folder yang diinginkan.

18

Hasil Cropping kemudian diload RGB pada Band 5, 4, 3 unntuk dapat

memperjelas tampilan vegetasi sehingga dalam melakukan digitasi lebih mudah .

19

Buat 4 Region yang terdiri dari Vegetasi untuk warna merah, Bangunan untuk

warna hijau, Laut Dalam untuk warna biru dan Laut dangkal untuk warna kuning.

Digitasi pada Bangunan, Laut Dalam dan Laut Dangkal adalah dengan

mengeload RGB colour pada Band 4, 3, 2. Hal ini perlu diperhatikan.

Sebelumnya untuk Vegetasi menggunakan Band 5, 4, 3.

20

Tahap selanjutnya adalah dengan melakuakan klasifikasi metode Supervised

dengan memilih “Maximum Likelihood”.

Pilih File Cropping pada Select Input File.

21

Simpan file dengan nama “Supervised”.

Select Region seperti yang terlihat pada Gambar.

22

Hasil klaisifikasi Supervised dapat dilihat seperti gambar berikut.

23

Simpan gambar dalam format TIFF.

4.1.2 Metode Unsupervised ClassificationLANDSAT 8

Metose klasifikasi yang kedua adalah Unsupervised, untuk

melakukan klasifikasi ini adalah dengan menampilkan kembali region –

region yang sebelumnya telah dibuat. Metode Unsupervised terdi

dariIsoData dan K-Means.

24

Select Input File Cropping seperti yang terlihat pada Gambar.

Klasifikasi yang pertama dilakukan adalah IsoData. Setelah memilih Cropping

pada Select Input File simpan file dengan nama IsoData.

25

Pilih Choose untuk menyimpan file pada folder yang diinginkan.

Hasil IsoData yang telah disimpan dapat ditampilkan dengan mengLoad file

tersebut. Berikut merupakan hasil klasifiklasi Unsupervised debgan

menggunakan IsoData.

26

Simpan gambar dengan format TIFF.

Tahap selanjutnya adalah pengolahan dengan menggunakan K-Means. Sama

seperti penjelasan sebelumnya, untuk melakukan klasifikasi Unsupervised

dengan menampilkan kembali region- reghion yang telah dibuat.

27

Pilih Cropping pada Classification Input File.

Tahap selanjutnya dilakukan penyimpanan dengan nama file K-Means.

28

Pilih Choose untuk menyim[pan file K-Means pada folder yang diinginkan.

Hasil K-Means dapat ditampilkan, dan berikut merupakan hasil pengolahan

dengan menggunakan K-Means.

29

File gambar dapat didimpan dengan format TIIF.

30

4.2 Metode Pengolahan Cittra LANDSAT 7

4.2.1 Metode Supervised ClassificationLANDSAT 7

Pengolahan citra satelit yang kedua adalah dengan menggunakan

Citra LANDSAT 7. Pada LANDSAT 7 ini langkah awal sedikit berbeda

dengan pengolahan Citra sebelumnya. Perrbedaan tersebut terletak pada

tidak perlu dilakukan Layer Stacking pada pengolahan Citra LANDSAT 7

hal tersebut dikarenakan Citra yang telah didapatkan sebelumnya sudah

dilakukan Layer Stacking. Sehingga pada open image file tidak perlu

memilih Band band cukup dengan memlih satu gambar citra. Seperti

pada gambar berikut :

31

Pada Citra LANDSAT 7 Load RGB colour pada Band 4, 3, 2 untuk mempeerjelas

tampilan vegetsi yang akan dilakukan digitasi. Hal tersebut tentunya berbeda

dengan pengolahan pada LANDSAT 8 dimana untuk memperjelas tampilan

vegetasi dilakukan Load RGB Band 5, 4, 3.

32

Ubah tipe Rectangel pada ROI_TYPE.

Hasil Cropping area yang telah dilakukan.

33

Tahapan ini sama seperti pengolahan pada Citra sebelumnya yaitu dengan

memilih menu Basic Tools dan pilih Subset Data via ROIS.

34

Pilih Choose untuk meyimpan file Cropping pada folder yang diinginkan

35

Buat 4 region seperti pada pengolahan Citra sebelumnya, dimana Vegetasi untuk

warna merah, Bangunan untuk warna hijau, Laut Dalam untuk warna biru dan

Laut dangkal untuk warna kuning.

36

Tahap selanjutnya adalah klasifikasi Supervised “Maximum Likelihood” sepeerti

gambar berikut.

Pilih Copping pada Select Input File.

37

Pilih semua klas pada ClassesRegion serta pilih Choose untuk menyimpan file

Supervised pada folder yang diinginkan.

Hasil klaisifikasi Supervised pada LANDASAT 7 dapat dilihat seperti gambar

berikut.

38

Simpan file gambar dengan format TIIF seperti penjelasan pada pengolahan

Citra sebelumnya.

39

4.2.2 Metode Unsupervised ClassificationLANDSAT 7

Pengolahan Citra LANDSAT 7 pada klasifikasi

Unsupervisedadalah dengan menampilkan kembali region – region yang

sebelumnya telah dibuat. Metode Unsupervised terdi dariIsoData dan K-

Means

40

Simpan dengan nama File IsoData.

File IsoData yang telah disimpan dapat ditampilkan dengan mengLoad file

tersebut, Berikut merupakan hasil klasifikasi Unsupervised menggunakan

IsoData pada LANDSAT 7.

41

File gambar dapat disimpan dalam bentuk TIFF.

42

Klasifikasi yang kedua dalah dengan menggunaka K-Means. Thapan untuk

pengolahanya sama seperti pengolahan Unsupervised sebelumnya.

43

Pilih Choose untuk menyimpan File K-Means pada folder yang diinginkan.

Berikut merupakan hasil klasifikasi Unsupervised dengan menggunakan K-

Means.

44

File gambar dapat disimpan dengan format TIFF.

45

4.3 Pengolahan Change Detection

Pengolahan selanjutnya adalah dengan melakukan Change

Detection pada masing masing klasifikasi baik pada Citra LANDSAT 7

maupun LANDSAT 8.Change Detection ini bertujuan untuk mengetahui

perubahan daerah yang terjadi pada Citra untuk masing masing tahun

2000 dan 2014. Tahapan untuk melakukan Change Detection dapat

dilihat seperti gambar berikut.

46

Klik OK setelah memilih masing – masig file klasifikasi “IsoData dan K-Means”.

Pada Number fo Class ganti angka 4 dikarenakan region yang digunakan terdiri

dari 4 klas yang meliputi Vegetasi, Bangunan, Laut Dalam dan Laut Dangkal.

47

Tampilkan hasil yang disimpan dengan cara mengLaod file tersebut. Betrikut merupakan hasil Change Detection pada klasifikasi Supervised pada kedua Citra.

Tahap selanjutnya setelah melakukan Change Datection pada klasifikasi Unsuperfisedpada kedua Citra menggunakan IsoData.

48

Pilih file IsoData secara bergantian dari masing masing Citra dan pilih OK.

49

Pada Number fo Class ganti angka 4 dikarenakan region yang digunakan terdiri

dari 4 klas yang meliputi Vegetasi, Bangunan, Laut Dalam dan Laut Dangkal

Betrikut merupakan hasil Change Detection pada klasifikasi Unsupervised pada

kedua Citra.

50

Pengolahan yang sama juga dilakukan pada klasifikasi Unsupervised

menggunakan K-Means. Langkah untuk menentukan Change Detection sama

seperti pengolahan klasisikasi menggunakan IsoData. Berikut merupakan hasil

Change Detection pada klasifikasi Unsupervised pada kedua Citra.

4.4 Perhitungan Luasan Mangrove Klasifikasi Supervised LANDSAT 8

Tahapan yang dilakukan adalah denganmenghitung luasan

vegetasi mangrove pada derah Ujung Pangkah yang dijadikan daerah

pengolahan. Tahap awal yang perl dilakukan adalah dengan

menampilkan kembali hasil klasifikasi Supervisedpada Citra LANDSAT 8.

51

Pilih Max Likelihood pada Rater to Vector seperti gambar berikut.

Select semua klas region pada Classes to Vectore dan pilih Choose untuk

menyimpan file pada folder yang dinginkan.

52

Tampilan akan menunjukkan seperti gambar, kemudian pilih RTV untuk vegetasi

dikarenakan hanya ingin menghitung luasan dari vegetasi mangrove.

53

Pilih File pada menu gambar dan pilih Export Active Layer to Shapefile.

54

Pilih Choose untuk menyimpan File

Tahapan selanjutnya adalah dengan membuka program ArcGIS.

55

Buka file data yang sebelumnya disimpan melalui Add Data.

Akan muncul tampilan seperti gambar berikut.

56

Klik Kanan pada Layer dan pilih Open Attribute Table.

Akan muncul kotak dialog Attribute of Layer to Shapfile.

57

Klik kanan pada Options pan pilih Add Field.

Ubah Type menjadi “Long Integer” dan ketik Luas pada kotak dialog Name.

58

Pada kolom akan muncul kolom luas. Untuk dapat mengetahui nilai luasan

tersebut dapat diklik kanan pada kolom luas kemudian pilih Calculate Geometry.

59

Jika muncul perintah Yes dan No pilih perintah “Yes”.

Kolom luas akan berisi nilai yang menunjukkan luasan vegetasi mangrove.

60

Tahapan yang sama juga dilakukan untuk mengetahui luasan vegetasi mangrove

Citra LANDSAT 7 pada klasifikasi Supervised.

Pilih Max Like kemudian pilih OK

61

Select semua klas region pada Classes to Vectore dan pilih Choose untuk

menyimpan file pada folder yang dinginkan

62

Pilih New Vector Window.

Tampilan aka muncul gambar berwarna hitam putih.

63

Pilih File pada menu gambar dan pilih Export Active Layer to Shapefile.

Pilih Choose untuk menyimpa file pada folder yang diingikan.

64

\

Buka Program ArcGIS.

Buka file data yang sebelumnya disimpan melalui Add Data

65

Akan muncul tampilan seperti gambar berikut.

Klik kanan pada Layer kemudian pilih Open Attiribute Layer.

66

Klik Kanan pada Layer dan pilih Open Attribute Table.

Ubah Type menjadi “Long Integer” dan ketik Luas pada kotak dialog Name.

67

Klik kanan pada Options pan pilih Add Field.

Jika muncul perintah Yes dan No pilih perintah “Yes“.

68

Program akan mengkalkulasi luasan vegetasi mangrove. Sehingga muncul nilai

luasan untuk vegetasi mangrove.

Kolom luas akan berisi nilai yang menunjukkan luasan vegetasi mangrove.

69

4.5 Hasil Perbandingan Klasifikasi Citra LANDSAT 7 dan LANDSAT 8

Hasil pengolahan citra satelit LANDSAT 7 dan LANDSAT 8

dengan menggunakan metode klasifikasi Supervised dan Unsupervised

menghasilkan gambar hasil klasifikasi seperti Tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Hasil perbandingan Klasifikasi Supervised

Klasifikasi Supervised

Citra LANDSAT 7 Citra LANDSAT 8 Change Detection

70

Tabel 3. Hasil perbandingan Klasifikasi Unsupervised

Klasifikasi Unsupervised

Citra LANDSAT 7 Citra LANDSAT 8Change Detection

IsoData IsoData

K-Means K-Means Change Detection

Hasil pengolahan kedua Citra satelit seperti tabel diatas

menunjukkan bahwa adanya hasil yang sama disetiap warna region untuk

klasifikasi Supervaised Citra LANDSAT 7 dan LANDSAT 8. Hanya saja

terdapat perbedaan luasan vegetasi yang lebih pada Citra LANDSAT 8

jika dibandingkan dengan Citra LANDSAT 7. Hal tersebut dikarenakan

vegetasi mangrove pada LANDSAT 7 adalah tahun 2000 sehingga akan

mengalami pertumbuhan seiring dengan bertambahnya tahu., Oleh

karena itu vegetasi mangrove yang menunjukkan warna merah pada

71

LANDSAT 8 menunjukkan luasan yang lebih. Sedangkan untuk hasil

klasifikasi pada Unsupervised menggunakan IsoData pada kedua Citra

menunjukkan beberapaa perbedaan. Pada tahun 2000 LANDSAT 7

menunjukkan persebaran vegetasi pada beberapa area mangrove namun

memiliki luasan yang sedikit. Akan tetapi pada tahun 2014 LANDSAT 8

vegetasi mangrove memiliki luasan yang lebih namun hanya terdapat

diujung daerah.

Hasil klasifikasi pada Unsupervised menggunakan K-Means pada

kedua Citra menunjukkan beberapaa perbedaan. Pada tahun 2000

LANDSAT 7 memiliki luasan yang tersebar pada beberapa area,

sedangkan untuk Citra tahun 2014 pada LANDSAT 8memiliki luasan yang

lebih namun hanya terdapat diujung daerah. Kedua hasil K-Means

tersebut sebenarnya sama dengan hasil dari pengolahan IsoData, hanya

saja pada pengolahan K-Means warna vegetasi mangrove berubah

menjadi warna tosca bukan warna merah, begitu juga dengan hasil

pengolahan IsoData menunjukkan warna ungu yang menunjukkan

vegetasi mangrove.

4.6 Hasil Perbandingan Perhitungan Luasan Vegetasi Ke-dua Citra

Perhitungan luasan vegetasi mangrove dari kedua Citra pada

tahun 2000 dan tahun 2014 menunjukkan adanya perbedaan luasan.

Pada perhitungan luasan vegetasi tahun 2014 pada LANDSAT 8

mencapai 21,844,800 square meters.

72

Sedangkan luasan vegetasi tahun 2000 pada LANDSAT 7

mencapai 12,251,700 square meters. Hal tersebut dapat disimpulkan

bahwa luasan vegetasi seriring dengan bertambahnya tahun akan

mengalami pertambahan luasan karena adanya faktor pertumbuhan.

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat disampaikan dalam pemetaan mangrove

pada daerah Ujung Pangkah Gresik adalah :

Pengolahan kedua Citra Satelit menunjukkan perbedaan hasil vegetasi

mangrove pada metode klasfifkasi Supervised dan Unsupervised. Pada

klasifikasi Supervised menunjukkan adanya hasil yang sama disetiap

warna region Citra LANDSAT 7 dan LANDSAT 8. Hanya saja terdapat

perbedaan luasan vegetasi yang lebih pada Citra LANDSAT 8 jika

dibandingkan dengan Citra LANDSAT 7. Sedangkan untuk hasil

klasifikasi pada Unsupervised menggunakan IsoData pada kedua Citra

menunjukkan beberapaa perbedaan. Pada tahun 2000 LANDSAT 7

73

menunjukkan persebaran vegetasi pada beberapa area mangrove namun

memiliki luasan yang sedikit.

Hasil pengolahan menunjukkan bahwa kondisi mangrove pada tahun

2014 lebih luas keberadaanya dibandingkan dengan 2000 karena seiiring

bertambahnya tahun mangrove akan terus mengalami pertumbuhan.

Pada tahun 2000 luasan mangrove mencapai 12,251,700 square meters

sedangkan vegetasi pada tahun 2014 mencapai 21,844,800 square

meters.

5.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan seharusnya dalam pengolahan

data citra satelit untuk kedepannya tidak hanya difokuskan hanya

vegetasi mangrove saja akan tetapi memperhitungkan pemetaan luasan

wilayah lain seperti daerah pemukiman dll.

74

DAFTAR PUSTAKA

Chaudhury, M.U. 1985. LANDSAT : Aplication to Mangrove Ecosystem Studies. UNDP/ESCAP Regional Remote Sensing Progamme and SEAMEO-BIOTROP. Bogor.

Lillesand dan Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gajah Mada Press.

Susilo, S.B. 2000. Penginderaan Jauh. IPB Bogor.

75