Penggunaan Veto Uni Soviet Dalam PBB, Sebuah Tinjauan Terhadap Kasus Perang Korea
-
Upload
erika-angelika -
Category
Documents
-
view
2.437 -
download
4
Transcript of Penggunaan Veto Uni Soviet Dalam PBB, Sebuah Tinjauan Terhadap Kasus Perang Korea
Page | 1
Penggunaan Veto Uni Soviet dalam PBB :
Sebuah Tinjauan terhadap Kasus Perang Korea
Disusun oleh :
Aisyah Ilyas / 0706291180
Dyah Ayunico Ramadhani / 0706291230
Erika / 0706291243
Hani Sulastri / 0706291294
Muti Dewitari / 0706165570
Rindo Saio / 0706165583
Departemen Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
Universitas Indonesia
2008
Page | 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri, hingga saat ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) masih
merupakan organisasi internasional yang paling efektif dan paling terasa keberadaannya. Akan
tetapi jika mau ditilik lebih lanjut, ternyata keberadaan PBB sebenarnya hanyalah merupakan
sebuah perpanjangan tangan dari negara-negara dominan saja, dalam hal ini adalah lima negara
pendiri PBB, yaitu Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Perancis, dan Cina. Campur tangan lima
negara pendiri PBB, yang untuk selanjutnya disebut sebagai P-5 ini, sangat terlihat dari besarnya
pengaruh pendapat mereka sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dalam menentukan
langkah apa yang akan diambil PBB dalam menghadapi suatu kasus. Pengaruh P-5 dikatakan
sangat besar dalam menentukan langkah PBB karena mereka memiliki suatu keistimewaan
berupa hak veto yang tidak dimiliki negara anggota Dewan Keamanan lainnya. Hak veto sendiri
dimengerti sebagai hak untuk membatalkan keputusan atau resolusi yang diajukan oleh PBB.
Dengan kepemilikan hak veto tersebut, negara-negara P-5 seakan memiliki power dan legitimasi
sendiri dalam menentukan langkah PBB. Salah satu negara yang paling vokal dalam
menggunakan hak veto-nya adalah Rusia. Hingga Agustus 2008, tercatat sudah 124 kali Rusia
menggunakan hak vetonya untuk mem-veto resolusi yang dikeluarkan PBB. Jumlah ini adalah
jumlah penggunaan veto terbesar dibandingkan dengan veto yang dikeluarkan negara P-5
lainnya, yaitu Amerika Serikat (82 veto), Inggris (30 veto), Perancis (18 veto), dan Cina (7
veto).
Fenomena veto merupakan hal yang menarik untuk dikaji lebih lanjut, karena fenomena
ini mencerminkan adanya perbenturan kepentingan yang terjadi antar negara-negara besar dalam
PBB. Bila salah satu negara P-5 merasa kepentingannya terganggu saat dikeluarkan resolusi
PBB tertentu, maka tentu saja negara tersebut kemudian akan menggunakan hak vetonya untuk
membatalkan resolusi PBB tersebut. Hal inilah yang tampaknya sering dialami Rusia, jumlah
veto yang dikeluarkan Rusia ini mencerminkan bahwa Rusia seringkali merasa resolusi PBB
tidak sesuai dengan kepentingannya, karena itu Rusia sering sekali mem-veto setiap resolusi
PBB. Di sisi lain, keempat negara P-5 lain, jika dibandingkan dengan Rusia, relatif jarang
menggunakan hak vetonya; hal ini dikarenakan resolusi PBB seringkali tidak menganggu,
bahkan terkadang mendukung, kepentingan nasional negara mereka.
Perbenturan kepentingan antara negara P-5 yang paling sering terjadi adalah
pertentangan antara Rusia dan Amerika Serikat, dua negara yang menjadi dua poros kekuatan
utama dunia pada masa Perang Dingin. Perbedaan paham antara dua poros dunia itu
(komunisme yang diusung Uni Soviet, serta liberalisme yang diusung Amerika Serikat)
merupakan penyebab utama pertentangan yang terjadi antara mereka. Salah satu perbenturan
kepentingan yang paling nyata terjadi saat peristiwa Perang Korea, di mana ketika itu baik
Amerika Serikat maupun Rusia sama-sama merasa memiliki kepentingan dalam masalah Perang
Korea tersebut, sehingga masalah inipun kemudian dibawa ke hadapan PBB untuk diselesaikan.
1.2. Perumusan Masalah
Page | 3
Makalah ini akan memaparkan mengenai penggunaan hak veto yang dimiliki Rusia sejak
1945 hingga 2008, dengan memusatkan pembicaraan pada masalah Perang Korea yang terjadi
pada 1950-1953. Makalah ini kemudian akan menganalisa latar belakang dari veto yang
dikeluarkan Uni Soviet pada resolusi PBB sehubungan dengan Perang Korea tersebut, mengenai
perbenturan kepentingan yang terjadi dalam PBB semasa Perang Korea.
1.3. Kerangka Teori
Ada dua pandangan utama dalam ilmu hubungan internasional yang dapat digunakan
untuk mengkaji fenomena organisasi internasional. Pandangan pertama datang dari kaum
liberalis yang percaya bahwa keberadaan organisasi internasional sangat penting untuk
memajukan kerja sama antar negara dalam dunia internasional. Sementara pandangan kedua
datang dari kaum realis yang cenderung skeptis terhadap fenomena organisasi internasional.
Kaum realis mengatakan, organisasi internasional hanya merupakan perpanjangan tangan dari
negara dominan. Negara dominan akan menggunakan kekayaan dan kekuatan powernya yang
dominan untuk mendirikan organisasi internasional; negara hegemon juga akan memberikan
insentif berupa perlindungan keamanan dan bantuan ekonomi untuk menarik negara-negara lain
agar bergabung1. Dengan cara tersebut, secara tidak langsung negara dominan akan membuat
negara-negara baru itu tergantung padanya, baik secara ekonomi, militer, maupun dalam hal-hal
lain.
Ketergantungan ini kemudian akan membuat kepentingan negara-negara baru mudah
dikompromikan, sementara di sisi lain kepentingan negara dominan akan semakin mudah
terlaksana. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Machiavelli. Dengan menganalogikan
negara sebagai penguasa, Machiavelli mengatakan bahwa ketergantungan akan membuat
penguasa menjadi tawanan dari sekutu itu sendiri (sekutu, dalam hal ini adalah organisasi
internasional), penguasa akan menjadi lemah karena ketergantungan itu, dan kepentingan
nasionalnya akan terhalang oleh kepentingan negara sekutu tersebut. Sehingga sebenarnya
organisasi internasional hanya merupakan cerminan kepentingan negara-negara dominan di
dalamnya.
Kaum realis juga berpendapat, ketika berada dalam organisasi internasional, para
anggota sangat jarang memperhatikan moral. Faktanya, negara lebih sering bertindak atas dasar
dan dengan pengaruh power2. Pendapat ini semakin menguatkan pentingnya power dalam
organisasi internasional. Organisasi internasional bertindak dengan, dan atas nama power, dalam
hal ini power untuk dan milik negara-negara dominan. Selain itu, bagi kaum realis, upaya untuk
mewujudkan suatu pemerintahan dunia melalui organisasi internasional tidak mungkin dapat
diwujudkan, karena negara—sebagai aktor rasional—tidak mungkin bersedia menyerahkan
kedaulatannya ke dalam suatu badan internasional3. Signifikansi organisasi internasional
kembali dipertanyakan oleh Jill Steans dan Lloyd Pettiford, yang mengatakan bahwa organisasi
internasional hanya akan efektif bila ada suatu sanksi yang efektif dan power dari negara yang
berkuasa, atau hegemon4. Pernyataan ini kembali menunjukkan betapa besarnya peran negara
1 Kelly-Kate S. Pease, International Organizations : Perspective on Governance in The Twenty-First Century,
(New Jersey: Prentice Hall.Inc, 2000), hal. 46. 2 Clive Archer. International Organizations, (London : Routledge, 2000), hal. 79.
3 Jill Steans dan Lloyd Pettiford. International Relations Perspectives and Themes, (England: Pearson Education
Limited, 2001), hal. 23. 4 Ibid, hal. 26.
Page | 4
dominan dalam organisasi internasional, betapa organisasi internasional hanya merupakan
perpanjangan tangan dari negara berkuasa, seperti yang diutarakan kaum realis.
Page | 5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PBB, Dewan Keamanan, dan Hak Vetonya
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi berdiri pada tanggal 24 Oktober 1945,
saat Piagam PBB telah selesai diratifikasi oleh Cina, Inggris, Perancis, Uni Soviet, Amerika
Serikat, dan beberapa negara lainnya. Kelima negara tersebut pada dasarnya memiliki peran
yang sangat besar dalam proses penyusunan Piagam PBB di San Fransisco tahun 1945, saat
kelima negara tersebut menghadiri Konferensi PBB yang membahas mengenai Organisasi
Internasional.
Salah satu struktur organisasi di dalam PBB yang paling kuat dan berpengaruh,
merupakan Dewan Keamanan, di mana Dewan Keamanan ini memiliki tanggung jawab dalam
mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional. Amerika Serikat, Uni Soviet, Inggris,
Perancis, dan Cina, sebagai negara-negara yang termasuk ke dalam pendiri PBB, secara
langsung termasuk ke dalam keanggotaan Dewan Keamanan, sebagai anggota tetap. Kelima
negara ini pun sering kali disebut dengan istilah Permanent 5 (P5). Dewan Keamanan
merupakan suatu struktur organisasi yang cenderung lebih eksklusif dibandingkan dengan
struktur ataupun dewan-dewan lainnya. Sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB,
negara-negara tersebut pun memiliki ssebuah hak istimewa untuk melakukan “veto”.
Dalam Dewan Keamanan terdapat 15 negara anggota yang terdiri dari lima negara
anggota tetap dan 10 negara anggota tidak tetap, di mana masing-masing negara tersebut
memiliki satu suara. Resolusi mengenai masalah prosedural ditentukan berdasarkan suara yang
mendukung dari paling tidak 9 dari 15 negara anggota, sedangkan resolusi mengenai masalah
substansif ditentukan berdasarkan suara yang mendukung dari sembilan negara, termasuk negara
anggota tetap atau P5. Inilah yang kemudian disebut dengan istilah hak veto, yang mengandung
pengertian ketentuan “kebulatan suara negara kuat”.5
Pada dasarnya hak veto dapat dilihat dari dua segi pandang, positif dan negatif. Veto
positif di mana apabila veto yang kemudian dilakukan mendukung rencana resolusi yang ada,
sedangkan veto negatif apabila menolak rencana resolusi yang diajukan. Namun, dengan
berjalannya waktu, pengertian veto sering kali hanya terpaku kepada veto negatif saja. P5, atau
kelima negara anggota tetap Dewan Keamanan, memiliki hak untuk menolak jalannya suatu
resolusi yang akan dilaksanakan oleh Dewan Keamanan.6 Sehingga, walaupun jalannya sebuah
resolusi telah memenuhi syarat didukung oleh minimal 9 negara, namun apabila salah satu
negara anggota Dewan Keamanan melakukan veto terhadap resolusi tersebut, maka resolusi
tersebut pun kemudian akan batal. Dapat disimpulkan bahwa, “hak veto” yang kemudian
dimiliki hanya oleh negara anggota tetap Dewan Keamanan ini berbeda dengan konsep veto
umumnya, bahwa hak veto Dewan Keamanan memiliki kekuatan lebih dan sangat berpengaruh.
Namun dalam pemakaian istilah veto sekarang ini, maka sering kali merujuk terhadap hak P5,
sebagai negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan.
5 Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pengetahuan Dasar Tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa, hal. 9.
6 International Security and Institutions Research Group, “Vetoed Draft Resolutions in the United Nations Security
Council 1946-2008”, http://www.fco.gov.uk/resources/en/pdf/4175218/vetoes-2008-2, diakses pada 14 Oktober
2008, pukul 20.05.
Page | 6
2.2. Veto Rusia dari Masa ke Masa
0
20
40
60
80
100
120
140
Uni Soviet Amerika Serikat
Inggris Perancis China
Veto anggota Dewan Keamanan Tetap
Veto anggota Dewan Keamanan Tetap
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1946-1955 1956-1965 1966-1975 1976-1985 1986-1995 1996-2008
Veto Rusia
Veto Rusia
Sebagai salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Rusia memiliki hak istimewa
untuk menolak resolusi yang diajukan kepada Dewan Keamanan PBB (hak veto). Dalam
menggunakan hak vetonya, Rusia termasuk negara yang paling banyak mengeluarkan hak veto.
Dari 214 resolusi yang diveto oleh DK, 124 veto dikeluarkan oleh Rusia. Ini berarti, 50 persen
dari resolusi yang dikeluarkan dalam sidang DK, diveto oleh Rusia. Pada periode awal
berdirinya PBB (1946-1955), USSR melemparkan 80 veto dari total 82 veto. Sebagian besar
veto ini dilemparkan dengan cara menolak masuknya negara-negara baru ke dalam keanggotaan
PBB. USSR cenderung menolak negara-negara baru rekomendasi Barat.
Dekade berikutnya (1956-1965), dapat dilihat bahwa isu-isu yang diveto mulai beragam.
Namun, USSR tetap menjadi negara yang paling banyak menggunakan hak vetonya (26 veto).
Ini tidak termasuk penggunaan veto dalam isu masuknya negara-negara baru, di mana Rusia
Page | 7
melemparkan 6 veto. Veto lainnya dilemparkan Rusia dalam isu Krisis Suez dan Hongaria,
Jammu dan Kashmir, pesawat pemantau Amerika Serikat, protes masyarakat Libanon terhadap
Siria, masalah Kongo, Kuwait dan Goa, Palestina, dan regulasi Malaysia-Indonesia.
Dekade ketiga (1966-1975), diawali dengan peningkatan jumlah negara anggota tidak
tetap DK, dari 6 menjadi 10 anggota. Ini dikarenakan ada tekanan dari Gerakan Non-Blok.
Penggunaan hak veto tidak lagi didominasi oleh USSR, anggota tidak tetap DK, terutama negara
dunia ketiga, mulai aktif menggunakan hak vetonya. Negara dunia ketiga mulai memperlihatkan
pengaruhnya dalam menyikapi isu-isu internasional, atas dasar kepentingan nasional
masing-masing. USSR hanya memberikan 7 veto, veto terbanyak dilakukan oleh Amerika
Serikat. USSR melemparkan vetonya terhadap resolusi yang memuat isu Palestina (1966 dan
1972), Czechoslovakia (1968), Bangladesh (1971), dan Syprus (1974).
Pada dekade 1976-1985, Amerika Serikat melemparkan 34 veto, Inggris 11 veto,
Perancis 9 veto, dan USSR dengan 6 veto. Veto-veto yang dilemparkan oleh USSR ditujukan
terhadap resolusi isu invasi Vietnam ke Kamboja, invasi Uni Soviet ke Afganistan (1980),
ajakan mengecaman Iran atas tindakannya menawan orang Amerika (1980), penembakan mati
pesawat sipil Korea Selatan (1983), dan peningkatan usaha peacekeeping militer PBB di
Libanon (1984). Penurunan penggunaan hak veto oleh USSR pada tahun 1966-1985, sebanding
dengan berkurangnya hak veto yang digunakan USSR untuk menghalangi masuknya
negara-negara baru ke dalam PBB. Pada masa itu, negara-negara baru yang masuk adalah
negara Dunia Ketiga yang bukan merupakan ancaman besar dalam bargaining power USSR di
PBB.
Terjadi perubahan pola pelemparan veto setelah berakhirnya Perang Dingin, di akhir
tahun 1980. Jumlah veto yang dikeluarkan pun menunjukkan penurunan pada periode
1986-1995. Amerika Serikat melemparkan 23 veto, Inggris 8 veto, Perancis 3 veto, dan Rusia
(sebagai pengganti USSR) 2 veto. Pada akhir 1980-an, terjadi perubahan pola tingkah laku pada
USSR, terjadi peningkatan kerja sama antara negara-negara anggota tetap DK. USSR mulai
menunjukkan etika baik. Hal ini terlihat dalam kesatuan suara dan pandangan dalam menyikapi
invasi Irak ke Kuwait Agustus 1990. Perpecahan internal dalam tubuh USSR pada akhir 1991
membawa Rusia sebagai penggantinya menjadi anggota tetap DK. Rusia ingin memperjelas
sikapnya yang menentang penggunaan dana dalam operasi-operasi peacekeeping tambahan PBB,
seperti yang akan terjadi dalam pandanaan UNFICYP, dianggap sebagai penggunaan dana oleh
PBB berdasarkan Artikel 17(2). Veto ini dilemparkan dalam konteks peningkatan penggunaan
dana yang signifikan dalam operasi peacekeeping PBB sejak awal 1980-an. Rusia selanjutnya
memveto sebuah draft resolusi non-aliansi (196) (Cina abstain), resolusi tersebut memuat
aplikasi tegas berupa sanksi-sanksi tertentu pada Republik Fedral Yugoslavia. Rusia
mempertimbangkan bahwa resolusi ini merupakan pengetatan sanksi yang menentang RFY
padahal RFY sedang mengupayakan usaha damai.
Jumlah veto yang dikeluarkan menunjukkan penurunan antara tahun 1996-2008. Dalam
periode ini, Amerika Serikat melempar 12 veto, Cina 4 veto, dan Rusia 3 veto, sedangkan
Perancis dan Inggris sama sekali tidak melakukan veto. Veto yang pertama kali dilancarkan oleh
Rusia ditujukan terhadap rancangan resolusi terhadap Siprus. Resolusi tersebut menyatakan
persetujuan operasi PBB di Siprus serta pengoperasian embargo militer, namun rancangan ini
kemudian diveto oleh Rusia dengan alasan resolusi tersebut tidak seharusnya dijalankan selama
hasil referendum Siprus tahun 2004 belum diketahui. Tahun 2007, Rusia beserta Cina
Page | 8
menggunakan hak vetonya terhadap resolusi yang diajukan oleh Perancis dan Inggris terhadap
Myanmar. Rancangan resolusi tersebut menyatakan dukungan Dewan Keamanan terhadap misi
Sekretaris Jendral untuk memaksa dihentikannya serangan militer pemerintah Myanmar
terhadap warga sipilnya, dan membuka adanya dialog politik yang berbuntut terhadap transisi
Myanmar menjadi negara demokratis. Argumen Rusia dan Cina adalah bahwa masalah yang
terjadi di Myanmar adalah masalah internal dalam negara berdaulat tersebut, dan tidak memiliki
pengaruh terhadap dunia internasional. Oleh karena itu, rancangan resolusi tersebut secara tidak
langsung merupakan bentuk intervensi terhadap kedaulatan negara-negara di dunia. Hal ini pun
kembali terulang saat Rusia dan Cina kembali melakukan veto terhadap masalah Zimbabwe
dengan alasan serta argumen yang sama.
Dari veto-veto yang dikeluarkan Rusia sejak tahun 1946-2008 terdapat kecenderungan
bahwa Rusia mencoba melebarkan kepentingan nasionalnya sehubungan dengan perluasan
paham komunisme di dunia. Salah satu upaya yang dilakukan Rusia adalah dengan
mempertahankan powernya dalam PBB dengan menghalangi bertambahnya anggota-anggota
baru PBB, di mana dalam hal ini negara-negara tersebut memiliki paham yang bertentangan
dengan paham dirinya, terutama paham demokrasi. Usaha menghalangi masuknya anggota baru
dengan paham demokrasi tersebut bertujuan untuk mempertahankan kondisi “balance of power”
dalam PBB; Rusia merasa bila jumlah negara demokrasi anggota PBB bertambah, hal tersebut
akan menurunkan bargaining power negara-negara komunis anggota PBB, termasuk dirinya.
Perluasan ideologi komunis Uni Soviet terutama terlihat dalam penolakan yang ia berikan
terhadap dua resolusi PBB pada tahun 1950. Kedua resolusi yang dimaksud berisi pengaduan
atas agresi terhadap Korea Selatan. Bab selanjutnya kemudian akan lebih menjelaskan mengenai
Perang Korea dan keterlibatan Soviet di dalamnya.
2.3. Perang Korea
Agar dapat memahami lebih jauh mengenai Perang Korea, ada baiknya dilakukan
penelurusan sejarah mengenai Korea sejak Perang Dunia II. Sejak awal abad XX, Semenanjung
Korea dikuasai oleh Jepang. Bahkan orang Korea dipaksa untuk ikut berperang ketika Jepang
memerlukan tentara untuk menyerang Cina dan Asia Tenggara. Kekalahan Jepang dalam PD II
sontak memunculkan penguasaan dua buah negara pemenang perang di Korea, Korea Utara
yang didukung oleh Uni Soviet dan Korea Selatan yang didukung Amerika Serikat. Sejak awal
terbentuknya, hubungan Korea Utara dan Korea Selatan sudah tidak begitu harmonis, hal ini
disebabkan karena perbedaan paham yang dianut kedua wilayah tersebut : Korea Utara dengan
paham komunisme, dan Korea Selatan dengan paham liberalisme. Ketidakharmonisan itu
kemudian melahirkan ketegangan pada masing-masing pihak, yang berlanjut pada perang
saudara antara dua wilayah tersebut. Puncak ketegangan antara dua wilayah tersebut terjadi
karena keinginan Korea Utara untuk menyatukan kedua wilayah Korea tersebut di dalam
pemerintahan komunis Korea Utara. Keinginan tersebut kemudian direfleksikan dengan
melakukan agresi terhadap Korea Selatan; agresi tersebut menandakan dimulainya Perang Korea
(1950-1953).
Aktor yang terlibat dalam Perang Korea tidak hanya terbatas pada Korea Utara dan
Korea Selatan saja, melainkan juga melibatkan dua kekuatan utama dunia saat itu : Amerika
Serikat dan Uni Soviet. Tentunya keterlibatan Uni Soviet dan Amerika Serikat juga disertai
sekutu masing-masing. Cina menyertai Uni Soviet sedangkan Amerika Serikat disertai Kanada,
Page | 9
Australia, dan Britania Raya. Itu tidak termasuk berbagai negara yang mengirimkan pasukannya
atas nama PBB. Inilah yang menyebabkan Perang Korea disebut juga sebagai „perang yang
dimandatkan‟ atau Proxy War. Dalam perang tersebut Uni Soviet mengaku mengirimkan
penasehat-penasehat perang sedangkan Cina mengirimkan pasukannya. Namun sebenarnya
keterlibatan Uni Soviet tidak hanya dalam bentuk pengiriman penasehat-penasehat perang saja,
melainkan juga pengiriman armada perang yang akan dibahas lebih lanjut pada sub-judul
selanjutnya. Pada makalah ini penulis akan memfokuskan pada upaya-upaya yang dilakukan
Rusia dalam membantu Korea Utara.
Sebenarnya, perang tersebut terjadi karena adanya upaya pihak komunis untuk
menyebarkan pengaruhnya ke wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara. Amerika Serikat yang
mengetahui hal tersebut buru-buru mengupayakan berbagai usaha untuk mencegah komunisme
masuk ke Asia Timur. Namun, komunisme telah berhasil masuk melalui Korea bagian Utara.
Amerika Serikat tetap berusaha untuk menangkal pergerakan komunisme Korea Utara ke arah
selatan, yaitu dengan cara memasok persenjatan secara tidak langsung. Upaya Amerika tersebut
ternyata gagal meredam pergerakan komunisme, sehingga ia kemudian meminta bantuan PBB
untuk turun tangan membela Korea bagian selatan.
Perang akhirnya berakhir tanpa kemenangan bagi pihak mana pun dan membagi Korea
menjadi dua wilayah hingga sekarang ini, Korea Utara yang berhaluan komunis dan Korea
Selatan yang berhaluan liberalis kapitalis. Hingga sekarang ini, Korea Demiliterized Zone
(KDM), sebagai perbatasan antar kedua negara, menjadi kawasan perbatasan yang paling
bersenjata di dunia.
2.4. Kepentingan Rusia dalam Perang Korea
In politics, men spend their power to get what they desire (Karl W. Deutsch)
Perang Korea yang mulai meletus sejak Juni 1950 ini sejatinya kian mempertebal
kegalauan yang menyelimuti nuansa perang dingin. Permusuhan dan kebencian nyatanya tidak
hanya mewarnai hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan, namun merembes hingga
menyulut perdebatan sengit di Dewan Keamanan PBB (DK PBB). Perdebatan inilah yang
menjadi inti analisis kami. Dalam tiga tahun berlangsungnya Perang Korea, Uni Soviet
(sekarang menjadi Rusia) telah mengeluarkan tiga veto yang pada dasarnya menentang resolusi
PBB terkait larangan terhadap negara-negara untuk membantu pecahan Korea Utara dan Korea
Selatan yang tengah berperang. Dalam veto ini, kita sekiranya bisa melihat betapa kuatnya
intensi Uni Soviet dalam menyokong kemampuan militer Korea Utara. Tidak hanya terbatas
pada intensi dan dukungan Uni Soviet, keunikan kasus veto Perang Korea juga dapat disoroti
dari keterlibatan China, dan Amerika Serikat yang menjadi elemen utama dari anggota tetap DK
PBB. Uni Soviet yang didukung oleh Cina secara radikal aktif mengambil stand yang
bertentangan dengan Amerika Serikat. Dukungan Soviet terhadap Korea Utara serta sebaliknya,
dukungan Amerika Serikat terhadap Korea Selatan kemudian menuai kontroversi yang
melahirkan interpretasi yang begitu ambigu. Sejumlah kalangan memandang bahwa perang
Korea atau yang lebih dikenal dengan proxy war ini telah menjelma menjadi perang ideologi
antara Uni Soviet dan AS dalam konteks hegemony maintenance dan pursuit of power.
Page | 10
Pandangan ini kemudian mengepulkan pertanyaan yang menjadi instrumen penting dalam
memahami veto Uni Soviet. Alasan apakah yang sejatinya mendasari putusan US dalam
menelurkan tiga rentetan veto ini?
Perang Korea mulanya diyakini sebagai perang saudara yang timbul karena
gagalnya upaya unifikasi di bawah satu payung pemerintahan. Namun entah kenapa,
permasalahan yang hanya berakar dari ketidaksepahaman Korea Utara dan Korea Selatan yang
memilih untuk menjadi dua negara terpisah ini justru mengundang ketertarikan dari Uni Soviet
dan Amerika Serikat untuk aktif berkecimpung di dalamnya. Sebagai gambaran umum, Korea
Utara dan Korea Selatan sejatinya memang memiliki ideologi yang berbeda di tengah hubungan
Uni Soviet-Amerika Serikat yang juga sedang diliputi ketegangan dalam konteks dunia yang
bipolar. Korea Utara yang memilih untuk menerapkan ideologi komunisme secara historis jelas
memiliki kedekatan dengan Cina yang pada waktu itu bersahabat dekat dengan Uni Soviet,
sementara Korea Selatan kemudian perlahan justru merenda hubungan baik dengan Amerika
Serikat. Namun ketika perpecahan antara Korea Utara dan Korea Selatan yang masih bersikeras
menginginkan terjadinya unifikasi mulai membuncah, sikap Uni Soviet dan Amerika Serikat
yang kelabakan dan justru mengobarkan peperangan rasanya tetap terkesan sangat ironis.
Keluarnya resolusi PBB yang menghimbau tindakan saling serang serta keterlibatan pihak luar
dihentikan justru berakhir dengan respon getir Uni Soviet yang secara tegas menjatuhkan veto.
Veto ini jelas mengindikasikan fakta tak terbantahkan bahwa kemenangan Korea Utara terhadap
Korea Selatan adalah tujuan utama yang ingin diraih oleh Uni Soviet. Namun alasan utama yang
mendorong Uni Soviet untuk mengeluarkan veto ini rasanya masih sangat kabur, kompleks, dan
sedikit sulit untuk dipahami. Keputusan veto yang mencengangkan dunia internasional ini
tentunya berawal dari faktor-faktor internal yang secara nasional mempengaruhi kebijakan luar
negeri Uni Soviet. Karenanya, untuk mendapat kesimpulan akurat tentang alasan keluarnya veto
ini, maka sangatlah penting rasanya untuk memahami kebijakan luar negeri yang pada saat itu
tengah diusung oleh Uni Soviet.
Sebelum menilik lebih jauh kedalam kebijakan luar negeri Uni Soviet, terlebih dahulu
akan disajikan sejumlah konsep yang memudahkan kita dalam memahami keberadaan kebijakan
luar negeri tersebut. Secara teoretis, meminjam definisi yang digaungkan oleh Christol Rodee
Anderson dalam buku International Politics, kebijakan luar negeri adalah formulasi dan
implementasi dari sejumlah prinsip yang membentuk pola perilaku negara ketika berunding
dengan negara lain untuk melindungi kepentingan vitalnya. Pemenuhan-pemenuhan kepentingan
melalui kebijakan luar negeri ini dalam skala lebih besar terkait dengan konsep power seperti
yang pernah dijelaskan oleh Schumann. Kebijakan luar negeri adalah suatu ungkapan dari hasrat
negara terhadap kekuasaan (power)7. Lebih jauh menyoroti power, pandangan Schumann yang
dikutip oleh Evan Luard dalam buku yang bertajuk Basic Text of International Relations,
menyebutkan bahwa munculnya konsep power interest sejatinya bermula dari hubungan,
kompetisi, dan konflik antar negara. Konsep yang unik kemudian dimunculkan oleh Karl W.
Deutsch yang menyoroti bahwa berbagai bentuk implementasi power dalam hubungan
internasional sebenarnya dimaksudkan untuk mencapai tujuan akhir berupa power lebih besar.
Power yang makin menguat ini lah yang menjadi landasan syah bagi hegemoni suatu negara
untuk menjadi negara maha besar yang ditakuti dan menjadi pemimpin dunia dalam hubungan
7 Evan luard. Basic Text of International Relations. (London : Macmillan Academic and Professional LTD, 1992),
hal. 276.
Page | 11
internasional. Rangkaian teori tentang kebijakan luar negeri ini kemudian ditutup oleh
pandangan Schwarzenberger yang menyatakan bahwa, the exercise of power itu sendiri kerap
dipicu oleh sejumlah alasan yang secara spesifik mempengaruhi suatu negara.
Meneruskan analisis ke dalam pembahasan yang lebih riil, penulis kemudian akan
menggambarkan kebijakan luar negeri yang dianut oleh Stalin sebagai pemicu utama bagi
munculnya veto dalam kasus Perang Korea. Menapaki jejak-jejak historis yang ditorehkan oleh
Stalin, maka Perang Korea bukanlah satu-satunya peristiwa penting yang menandai cerita kelam
kebijakan luar negeri Uni Soviet. Namun dalam pemerintahan yang berlangsung selama 29
tahun ini, berbagai implementasi kebijakan luar negeri Stalin sejatinya menyiratkan suatu
karakter dasar. Karakter dasar dari kebijakan luar negeri ini uniknya juga merupakan cerminan
dari watak Stalin yang dengan kediktatorannya menentukan semua derap langkah Uni Soviet.
Menariknya, E. H. Carr, seorang pemikir realis yang meminjam pandangan Trotsky, mengatakan
bahwa Stalin bukanlah figur yang menelurkan ide, sama sekali hampa dari pemikiran-pemikiran
original, dan cenderung menjadi produk politik dari pengalaman hidupnya.8
Menyoal
pengalaman hidup yang membesarkan Stalin, maka kata tunggal yang mampu menggambarkan
watak Stalin adalah “keras”. Dibesarkan dalam keluarga petani, Stalin menjadi sangat terkenal
dalam ranah politik dan jamak dibenci oleh lawan-lawan politiknya. Hal inilah yang sejatinya
membangun sifat keras dalam sifat Stalin. Sebuah situs Inggris, revision-note.co.uk, pernah
menyebutkan pola politik Stalin yang senang menyingkirkan lawan-lawan politiknya dengan
bersekutu, dan setelah berhasil kemudian juga menyerang pihak-pihak yang pernah menjadi
sekutunya.9 Inilah yang kemudian diadopsi dalam menyusun kebijakan luar negerinya. Dalam
hubungan internasional, kebijakan luar negeri Stalin, sesuai dengan kebijakan politik domestik,
cenderung berusaha untuk menyingkirkan negara-negara yang menghalangi pencapaian
kepentingannya. Pertanyaan yang terkait dengan preferensi kebijakan luar negeri ini adalah
kepentingan apa yang sebenarnya ingin diperjuangkan Uni Soviet dibawah rezim Stalin?
Jawaban yang menyoroti kepentingan Stalin inilah yang seyogyanya begitu terkait
dengan kebijakan Uni Soviet dalam menjatuhkan veto terhadap resolusi perang korea.
Gambaran yang paling jelas terhadap kepentingan Uni Soviet ini dapat dipahami dari pernyataan
pribadi Stalin yang kembali dikutip oleh revision-note.co.uk. Dalam pernyataan ini, Stalin
mengajukan pertanyaan yang berbunyi “Do you want our Socialist fatherland to be beaten and
to lose its independence?”. Pertanyaan yang mencoba menarik dukungan komunitas sosialis ini
kemudian diakhiri dengan seruan tegas berbunyi “If you do not want this you must put an end to
this backwardness as speedily as possible and develop genuine Bolshevik speed in building up
the Socialist system of economy. Either we do it or they crush us.”10
Kesimpulan eksplisit dari
kilasan pernyatan Stalin ini pada akhirnya melahirkan kesimpulan penting yang menjadi esensi
dari kebijakan luar negeri Uni Soviet. Bahwa pencapaian yang diinginkan oleh Stalin sejatinya
merupakan hegemoni tunggal dari paham sosialis dan komunis dalam tatanan internasional.
Dengan kata lain, Stalin sangat ingin menciptakan suatu sistem dunia dengan pola hidup,
pemerintahan, politik, dan ekonomi yang mengusung jiwa sosialis. Cara-cara pencapaian
hegemoni sosialis inilah yang mempengaruhi kebijakan luar negeri Uni Soviet yang aktif
8 E.H. Carr. Socialism in One Country 1924- 1926, Vol. 1, (London : Macmillan, 1958), hal. 174-186.
9 Why Was Stalin Able to Obtain Control? Diakses dari http://Revision-note.co.uk/revision/57.html pada tanggal 16
0ktober 2008 pada pukul 21.09. 10
Ibid.
Page | 12
mencoba menyebarkan paham komunis ke berbagai negara di dunia.
Terkait dengan penyebaran paham komunis ini, Korea Utara melalui
perjanjian-perjanjian yang dia lakukan dengan Uni Soviet berusaha untuk memenuhi
kepentingannya sendiri. Uni Soviet pun meggunakan pengaruhnya pada Korea Utara agar dapat
memasang satelit komunisme pada benua Asia dan juga untuk memenuhi kepentingan
ekonominya seperti emas, beras, dan mineral. Dapat dilihat bahwa hubungan antara Korea Utara
dan Uni Soviet bersifat mutual dimana masing-masing memiliki kepentingannya sendiri yang
secara langsung maupun tidak langsung terpenuhi melalui kerjasama.Namun, kerjasama yang
telah dijalin antara Korea Utara dan Uni Soviet ini belum cukup memberikan alasan bagi Uni
Soviet untuk membantu dan mendukung agresi Korea Utara terhadap Korea Selatan. Faktor
pemicu munculnya dukungan Uni Soviet terhadap ide penyatuan Korea oleh Korea Utara justru
berasal dari China yang saat tengah menjalin hubungan akrab dengan Soviet melalui aliansi
Sino-Soviet. Sejak tahun 1945 hingga tahun 1950, Stalin telah menolak permintaan Kim Il Sung
untuk mengiijinkannya menginvasi Korea Selatan karena kekhawatirannya terhadap intervensi
Amerika Serikat.11
Dalam suasana perang dingin seperti ini, kedua negara adidaya -Amerika
Serikat dan Uni Soviet- cenderung terus menghindari konfrontasi langsung antar keduanya
sehingga langkah-langkah yang dapat memicu persengketaan senjata sangatlah dihindari oleh
Uni Soviet. Namun, pada awal tahun 1950 Mao Ze Dong melalui saran dan pendapat yang ia
berikan dapat menyakinkan Stalin bahwa intervensi Amerika tidak akan terjadi sehingga Stalin
pun akhir memutuskan untuk mendukung rencana Kim Il Sung untuk menyerang Korea
Selatan.12
Namun, ada hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut mengenai keterlibatan dari Uni
Soviet dan armada perangnya dalam agresi Korea Utara tersebut. Tentunya jika kita melihat
konteks perang dingin yang sedang terjadi saat itu dan sokongan Amerika Serikat pada
pemerintahan Korea Selatan maka kedua hal tersebut jelas memberikan motivasi bagi Uni
Soviet untuk membantu rencana penguasaan Korea oleh Korea Utara. Menurut Sergey S.
Radchenko dalam The Cold War International History Project terbitan Woodrow Wilson
International Center for Scholars, The White House bahkan menggangap bahwa agresi tersebut
masih merupakan bagian dari rencana Uni Soviet untuk mengalihkan perhatian Amerika Serikat
dari Vietnam dan melemahkan kekuatan Amerika untuk dapat membendung ekspansi
komunisme di dunia.
Sebagian besar orang tidak lagi meragukan bahwa Uni Soviet telah melatih dan
memfasilitasi KPA (Korean People‟s Army) pimpinan Kim Il Sung dan menyediakan senjata
kepada Chinese People‟s Volunteer Army (CPVA) di bawah Mao Zedong.13
Hal ini terbukti dari
arsip-arsip pemerintahan Russia yang saat ini telah dipublikasikan keluar meskipun sebenarnya
masih banyak lagi dokumen negara yang disimpan secara rahasia. Meskipun begitu, keterlibatan
armada perang Uni Soviet pada masa itu belum diketahui banyak orang. Pilot-pilot pesawat
11
Mark O‟Neil. Soviet Involvement in the Korean War: A New View from the Soviet-era Archives OAH Magazine of
History. http://www.oah.org/pus/megagreen/korea/oneill.html, diakses pada tanggal 14 Oktober 2008, pukul
21.45 WIB. 12
Chen Jian, The Sino-Soviet Alliance and China’s Entry Into The Korean War, http://www.wilsoncenter.org
/topics/pubs/acfae7.pdf, diakses pada tanggal 14 Oktober 2008 pukul 21.13 WIB. 13
Mark O‟Neil. Soviet Involvement in the Korean War: A New View from the Soviet-era Archives
OAH Magazine of History. http://www.oah.org/pus/megagreen/korea/oneill.html, diakses pada tanggal 14 Oktober
2008, pukul 21.45 WIB.
Page | 13
tempur yang ikut berperang tidak hanya berasal dari RRC tapi juga berasal dari kaum kulit putih
yand tidak lain adalah Soviet. Terdapat sekitar 42,000 pasukan Soviet yang ikut ambil bagian
dalam konflik ditambah lagi dengan kontingen-kontingen yang mencapai 25,000 orang—hal ini
berlum termasuk 1,500 pilots yang dibantu oleh staff maintenance.14
Sedangkan menurut
intelegen Amerika diperkirakan terdapat 20-25,000 pasukan yang dikirim Uni Soviet setelah
keadaan stabil dan mereka pun tidak terlibat saat perperangan sengit.15
Untuk memastikan bahwa perang yang Uni Soviet bantu akan ia menangi tidaklah
cukup hanya dengan mengawasi dari kejauhan. Oleh karena itu merupakan hal yang logis jika
Stalin saat itu merasa bahwa armada perangnya perlu turun tangan meskipun hanya dalam
jumlah dan aksi yang terbatas. Terlihat secara jelas bahwa pemerintahan Soviet melihat dan
memperlakukan semenanajung Korea sebagai hal yang strategis dan penting untuk menjadi
tempat yang potensial untuk melaksanakan aksi agresif di daerah Asia.
Selanjutnya untuk mengetahui sampai sejauh mana sebenarnya kepentingan Soviet
pada agresi Korea Utara maka perlu dibahas pula hubungan antara kedua aktor sejak beberapa
tahun ke belakang. Menjelang tahun 1948-1950, Uni Soviet melakukan serangkaian perjanjian
dengan DPRK (Democratic People Republic of Korea) mengenai berbagai macam isu. Uni
Soviet setuju untuk terus menyediakan senjata dan peralatan pada Korea Utara, di lain pihak
Korea Utara juga setuju untuk membayar barang-barang tersebut sebagian dengan emas dan
sebagian lagi dengan beras dan mineral.16
Selain itu pada tahun-tahun menjelang serangan
Korea Utara, tepatnya pada tanggal 27 Augustus 1949 terdapat sebuah laporan mengenai
pertemuan antara Pak Hon-yong, menteri luar negari dari DPRK, dan G.I. Tunkin dari Kedutaan
Soviet. Isi dari pertemuan yang dilaksanakan berkat permintaan Hon-Yong tersebut adalah
mengenai pemberitahuan kepada Tunkin bahwa China telah meminta DPRK untuk mengirim
tambahan 8-10 kilowatts listrik dari pembangkit listrik Supun.
Dengan dukungan Soviet baik melalui penyediaan peralatan dan senjata serta
pengiriman pasukan perangnya tersebut, serangan Korea Utara pun akhirnya dapat dilancarkan
juga pada tanggal 25 Juni 1950. Dapat disimpulkan bahwa Soviet memiliki beberapa
kepentingan terhadap serangan Korea Utara yaitu untuk menyebarkan ideologi komunis dan
pengaruh Soviet di benua Asia sekaligus juga untuk mempertahankan keuntungan ekonomi yang
ia peroleh dari kerjasamanya dengan Korea Utara. Dengan kepentingan Soviet tersebut untuk
juga menyukseskan penyatuan Korea secara sepihak ini, tentulah masuk akal jika Soviet sampai
melakukan veto terhadap Resolusi PBB yang mengutuk agresi yang dilakukan oleh Korea Utara.
Padahal di lain pihak masyarakat internasional khususnya Amerika serikat dan
negara-negara Barat merasa bahwa serangan tersebut tidak dapat dibenarkan. Isu ini pun dibawa
oleh mereka yang merasa keberatan ke Majelis Umum PBB. Serangan Korea Utara yang
sepihak ini dianggap sebagai aksi pelanggaran kedaulatan negara Korea Selatan dan kejahatan
terhadap penduduk Korea Selatan. Hal itu dirasakan bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar
14
Robert Eksuzyan, Little fanfare for Soviet Korean war veterans, http://www.aeronautics.ru/nws002/
korean_war_soviet_pilots_reuters.htm, diakses pada tanggal 14 Oktober 2008, pukul 21.32 WIB 15
Igor N. Gordelianow. Soviet Air Aces of the Korean War, http://aeroweb.lucia.it/rap/RAFAQ/SovietAces.html,
diakses pada 14 Oktober 2008 pukul 21.26 WIB 16
Kathryn Weathersby. Soviet Aims In Korea and The Origins Of The Korean War 1945-1950: New Evidence From
Russian Archives. http://wwics.si.edu/topics/pubs/ACFB76.pdf, diakses pada 14 Oktober 2008 pukul 20.58
WIB.
Page | 14
dari PBB. Setelah berhasil meyakinkan mayoritas anggota PBB bahwa serangan tersebut perlu
ditanggapi secara serius, Amerika Serikat mengajukan sebuah resolusi untuk mengutuk serangan
tersebut dan juga mendorong pengiriman pasukan PBB ke dalam zona konflik. Terlebih
didukung dengan konteks persebaran kekuatan yang saat itu bipolar, Amerika Serikat juga
memanfaatkan keterlibatan Soviet dalam aksi ini dan menggunakan resolusi ini untuk menekan
kekuataannya. Namun, pada kenyataannya resolusi tersebut tidak pernah disetujui dan
terlaksana karena resolusi tersebut bertentangan dengan kepentingan salah satu anggota tetap
DK PBB yaitu Uni Soviet.
Page | 15
BAB III
KESIMPULAN
Dalam kasus Perang Korea, keluarnya veto terhadap empat resolusi PBB sejatinya
dapat dipahami sebagai upaya Uni Soviet dalam mewujudkan kepentingannya. Kepentingan ini
pada dasarnya terkait dengan sejumlah konsep betajuk ideologi dan ekonomi. Secara ideologis,
intensi Stalin dalam konteks pursuit of power dan hegemony maintenance telah melahirkan
alasan Uni Soviet dalam menebar pengaruh dan menanamkan hegemoni di Korea Utara. Dari
segi ekonomi, dukungan Uni Soviet terhadap Korea Utara untuk memenangkan perang tentunya
menawarkan keuntungan ekonomi yang teramat menguntungkan. Alasan ideologi dan ekonomi
inilah yang pada akhirnya mendorong Uni Soviet menceburkan diri dalam Perang Korea dan
menjatuhkan veto terhadap resolusi PBB.
Jika kita melihat fungsi PBB yang seharusnya untuk menjaga ketertiban dunia dan
keamanan internasional maka hal apapun yang bertentangan ataupun menghalangi tercapainya
tujuan ini seharusnya dapat ditumpas atau dihancurkan. Namun, terlihat bahwa meskipun hal
tersebut sudah diajukan oleh Majelis Umum dan disetujui oleh mayoritas anggota PBB tapi hal
itu tetap tidak dapat dilaksanakan. Hak veto yang diberikan pada negara-negara yang berkuasa
setelah perang dunia kedua pun akhirnya dijadikan alat untuk menjustifikasi aksi yang dilakukan
maupun yang didukung oleh negara-negara yang memiliki kekuatan yang besar. Dengan veto ini
dengan kata lain negara besar dapat mengontrol dan menghancurkan pencapaian negara-negara
kecil. Resolusi PBB yang merupakan kumpulan pendapat dan suara dari negara-negara anggota
PBB yang sudah dipersatukan dan disimpulkan secara susah payah dapat dengan mudah
dihancurkan oleh satu kepentingan negara besar. Sehingga dapat dikatakan bahwa fungsi
organisasi internasional khususnya dalam kasus ini PBB tidak berjalan dengan seharusnya dan
malah hanya sebagai institusi semu yang ditunggangi oleh kepentingan negara yang berkuasa.
Dapat disimpulkan bahwa pandangan realisme yang skpetis terhadap fungsi organisasi
internasional dapat dibenarkan. Organisasi internasional tidak ada bedanya dengan alat atau
perpanjangan tangan kepentingan negara-negara besar yang selalu akan berjalan atau ditentukan
oleh kepentingan-kepentingannya. Perang korea yang terjadi ini merupakan implikasi dari
pertentangan dan perebutan kekuasaan serta pengaruh antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Amerika Serikat tidak menyetujui langkah frontal yang dilakukan Korea Selatan dan menolak
secara keras agresi tersebut dalam PBB. Namun, Uni Soviet yang memiliki kepentingan akan
penyebaran komunisme ke Asia dapat mengagalkan upaya penolakan tersebut hanya dengan
mengunakan hak vetonya. Apalagi dalam hal ini demi memenuhi kepentingannya tersebut
penyebarannya perlu dimulai dari penaklukan Korea sehingga Korea Selatan dibutuhkan untuk
menyusupkan komunis dari Korea Utara. PBB di sini pada akhirnya tidak lain hanya menjadi
medan pertempuran dan perebutan kekuasaan dari kedua negara adidaya ini.
Page | 16
DAFTAR PUSTAKA
Archer, Clive. International Organizations. London : Routledge, 2000.
Carr, E.H. Socialism in One Country 1924- 1926, Vol. 1. London : Macmillan, 1958.
Luard, Evan. Basic Text of International Relations. London : Macmillan Academic and
Professional LTD, 1992.
Pease, Kelly-Kate S. International Organizations : Perspective on Governance in The
Twenty-First Century. New Jersey: Prentice Hall.Inc, 2000.
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pengetahuan Dasar Tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Steans, Jill dan Lloyd Pettiford. International Relations Perspectives and Themes. England:
Pearson Education Limited, 2001.
Rujukan dari internet :
Eksuzyan, Robert. Little fanfare for Soviet Korean war veterans. http://www.aeronautics.ru
/nws002/ korean_war_soviet_pilots_reuters.htm. 14 Oktober 2008, 21.32.
International Security and Institutions Research Group. Vetoed Draft Resolutions in the United
Nations Security Council 1946-2008. http://www.fco.gov.uk/resources
/en/pdf/4175218/vetoes-2008-2. 14 Oktober 2008, 20.05.
Gordelianow, Igor N. Soviet Air Aces of the Korean War. http://aeroweb.lucia.it/rap/RAFAQ
/SovietAces.html. 14 Oktober 2008, 21.26
Jian, Chen. The Sino-Soviet Alliance and China’s Entry Into The Korean War. http://www.wilson
center.org /topics/pubs/acfae7.pdf. 14 Oktober 2008, 21.13.
O‟Neil, Mark. Soviet Involvement in the Korean War: A New View from the Soviet-era Archives
OAH Magazine of History. http://www.oah.org/pus/megagreen/korea/oneill.html. 14
Oktober 2008, 21.45.
Russian Archives. http://wwics.si.edu/topics/pubs/ACFB76.pdf. 14 Oktober 2008, 20.58.
Weathersby, Kathryn. Soviet Aims In Korea and The Origins Of The Korean War 1945-1950:
New Evidence From
Why Was Stalin Able to Obtain Control? http://Revision-note.co.uk/revision/57.html. 16 0ktober
2008, 21.09.
Page | 17
LAMPIRAN
Veto USSR 61
N
o.
Tangg
al
Masalah Keterangan
1 16
Februari
1946
Pasukan Perancis dan
Inggris di Syria dan
Lebanon
Menunjukkan keyakinan bahwa pasukan
asing akan ditarik kembali secepat mungkin dan
Negosiasi akn dilaksanakan tanpa penundaan.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Polandia
Perancis dan Inggris tidak berpartisipasi
dalam pengambilan suara (voting).
2 18
Juni 1946
The Spanish Question
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
3 18
Juni 1946
The Spanish Question
Jumlah veto : 1, abstain : 1 ( Belanda)
Negara yang juga mem-veto : -
4 18
Juni 1946
The Spanish Question Jumlah veto : 1, abstain : 1 ( Belanda)
Negara yang juga mem-veto : -
5 18
Juni 1946
The Spanish Question
Menerima rekomendasi sub-komiti
Jumlah veto : 1, abstain : 1 ( Belanda)
Negara yang juga mem-veto : -
6 26
Juni 1946
The Spanish Question
Penyelesaian kembali atas penjagaan
situasi di Spanyol dibawah obeservasi.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Polandia
7 26
Juni 1946
The Spanish Question
Jumlah veto : 2, abstain : 1 (Polandia)
Negara yang juga mem-veto : Perancis
8 26
Juni 1946
The Spanish Question
Memutuskan bahwa resolusi Security
Council tidak merugikan hak General Assembly.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Polandia
9 29
Agustus
1946
Aplikasi
Keanggotaan Hashemit
Kingdom of Transjordan
Jumlah veto : 2, abstain : 1 (Australia)
Negara yang juga mem-veto : Polandia
1
0
29
Agustus
1946
Aplikasi
Keanggotaan Irlandia
Jumlah veto : 1, abstain : 1 (Australia)
Negara yang juga mem-veto : -
1
1
29
Agustus
1946
Aplikasi
Keanggotaan Portugal
Jumlah veto : 2, abstain : 1 (Australia)
Negara yang juga mem-veto : Polandia
1
2
20
September
1946
Pengaduan Ukraina
menolak Yunani
Dewan Keamanan membentuk sebuah
komisi untuk menginvestigasi insiden-insiden di
perbatasan Yunani dengan Albania, Bulgaria,
dan Yugoslavia.
Page | 18
Jumlah veto : 2, abstain : 1 (Australia)
Negara yang juga mem-veto : Polandia
1
3
25
Maret 1947
Peristiwa tentang
sebuah pertambangan
yang belum tereksplorasi
di Terowongan Corfu
Ditemukan bahwa keberadaan
pertambangan tersebut diketahui oleh
pemerintah Albania dan merupakan
persekongkolan pemerintah Albania. Inggris
sebagai pihak yang terlibat dalam permasalahan
tersebut, tidak berpartisipasi dalam veto yang
dilakukan.
Jumlah veto : 2, abstain : 1 (Syiria)
Negara yang juga mem-veto : -
1
4
29 Juli
1947
Insiden perbatasan
Yunani
Direkomendasikan kepada pemerintah
Yunani, Albania, Bulgaria, dan Yugoslavia agar
menahan diri dari segala bentuk dukungan untuk
menggulingkan pemerintahan negara tetangga
yang berdaulat dan Dewan Keamanan
diharuskan membentuk sebuah komisi
Jumlah veto : 1, abstain : 1 (Polandia)
Negara yang juga mem-veto : -
1
5
18
Agustus
1947
Aplikasi Keangotaan
Hashemite Kingdom of
Transjordan
Jumlah veto : 1, abstain : 1 (Polandia)
Negara yang juga mem-veto : -
1
6
18
Agustus
1947
Aplikasi
Keanggotaan Irlandia
Jumlah veto : 1, abstain : 1 (Polandia)
Negara yang juga mem-veto : -
1
7
18
Agustus
1947
Aplikasi
Keanggotaan Portugal
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Polandia
1
8
19
Agustus
1947
Insiden Perbatasan
Yunani
Menetapkan bahwa situasi tersebut
merupakan ancaman bagi perdamaian dan
meminta untuk bernegosiasi.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Polandia
1
9
19
Agustus
1947
Insiden Perbatasan
Yunani
Ditemukan bahwa Albania, Bulgaria, dan
Yugoslavia telah membantu gerliyawan di
Yunani dan memohon kepada mereka untuk
berhenti.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Polandia
2
0
21
Agustus
1947
Aplikasi
Keanggotaan Italia
Pengajuran Italia dimasukkan ke dalam
keanggotaan pada saat itu.
Jumlah veto : 1, abstain : 1 (Polandia)
Negara yang juga mem-veto : -
2 21 Aplikasi Penganjuran Austria dimasukkan ke dalam
Page | 19
1 Agustus
1947
Keanggotaan Austria
keanggotaan pada saat itu.
Jumlah veto : 1, abstain : 2 (Polandia)
Negara yang juga mem-veto : -
2
2
25
Agustus
1947
Insiden Perbatasan
Yunani: berhubungan
terhadap Albania,
Yugoslavia, dan Bulgaria.
Permintaan General Assembly untuk
mempertimbangkan perdebatan.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Polandia
2
3
15
September
1947
Insdident Perbatasan
Yunani: berhubungan
terhadap Albania,
Yugoslavia, dan Bulgaria
Mengumumkan prosedur proposal ini.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Polandia
2
4
15
September
1947
Aplikasi
Keanggotaan Italia
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Polandia
2
5
1
Oktober
1947
Aplikasi
Keanggotaan Finlandia
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Polandia
2
6
10
April 1948
Aplikasi
Keanggotaan Italia
Tidak ada vote yang diambil terhadap
Transjordan sejak delegasi menyatakan bahwa
posisi mereka tidak berubah sejak awal.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Polandia
2
7
24
Mei 1948
The Czechoslovak
question
Dalih ancaman terhadap kemerdekaan
Czech oleh ancaman militer Uni Soviet.
Jumlah veto : 2, abstain : 1 (Perancis)
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
2
8
24
Mei 1948
The Czechoslovaq
Question
Dalih ancaman terhadap kemerdekaan
Czech oleh ancaman militer Uni Soviet.
Memutuskan untuk mengangkat sub-komiti
untuk mendengarkan pembuktian.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
2
9
22
Juni 1948
Laporan Komisi
Energi Atom PBB
Penerimaan laporan sebagai sebuah dasar
sistem kontrol internasional atas energi atom.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
3
0
18
Agustus
1948
Aplikasi
Keanggotaan Sri Langka
Vote diambil atas proposal lisan oleh China
bahwa Sri Langka dimasukkan ke dalam
keanggotaan PBB.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
3
1
25
Oktober
1948
Situasi di Berlin Meminta pertanggungjawaban 4
pemerintahan untuk menghapus
perbedaan-perbedaan yang ada dan mengatur
Page | 20
penyatuan mata uang.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
3
2
15
Desember
1948
Aplikasi
Keanggotaan Sri Langka
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
3
3
8
April 1949
Aplikasi
Keanggotaan Republik
Korea
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
3
4
7
September
1949
Aplikasi
Keanggotaan Nepal
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
3
5
13
September
1949
Aplikasi
Keanggotaan Portugal
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
3
6
13
September
1949
Aplikasi
Keanggotaan Jordan
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
3
7
13
September
1949
Aplikasi
Keanggotaan Italia
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
3
8
13
September
1949
Aplikasi
Keanggotaan Finlandia
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
3
9
13
September
1949
Aplikasi
Keanggotaan Irlandia
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
4
0
13
September
1949
Aplikasi
Keanggotaan Austria
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
4
1
13
September
1949
Aplikasi
Keanggotaan Sri Langka
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
4
2
11
Oktober
1949
Proposal Komisi
Persenjataan
Konvensional
Penyetujuan resolusi komisi
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
4
3
18
Oktober
1949
Proposal Komisi
Persenjataan
Konvensional
Penyetujuan proposal dalam kertas kerja
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
4
4
18
Oktober
1949
Peraturan dan
pengurangan peralatan
perang
adanya pemberitahuan yang jelas mengenai
peralatan perang tiap negara, yang berarti setiap
negara wajib melaporkan peralatan perang yang
dimilikinya, terutama yang berhubungan dengan
Page | 21
senjata atom dan fasilitas lainnya.
Jumlah veto : 2, abstain : 1
Negara yang juga mem-veto : Ukraina,
Abstain : Argentina
4
5
13
Desember
1949
Indonesian Question PBB membantu dan menyambut
pembangunan yang terjadi di Indonesia.
Jumlah veto : 2, abstain : 1
Negara yang juga mem-veto : Ukraina,
Abstain : Argentina
4
6
13
Desember
1949
Indonesian Question PBB memerintahkan Komisi PBB agar
terus berjalan.
Jumlah veto : 2, abstain : 1
Negara yang juga mem-veto : Ukraina,
Abstain : Argentina
4
7
6
September
1950
Ketidaksetujuan
terhadap agresi yang
dilakukan melawan
Republik Korea (Korea
Selatan)
Resolusi PBB :
PBB memerintahkan setiap negara agar
tidak membantu Korea Utara dalam menyerang
Korea Selatan.
Jumlah veto : 1, abstain : 1
Negara yang juga mem-veto : -, abstain :
Yugoslavia
4
8
12
September
1950
Dugaan mengenai
adanya penyerangan dari
angkatan bersenjata PBB
untuk Korea pada
pangkalan udara Cina
Resolusi PBB :
Dibentuknya Komisi Investigasi untuk
menyelidiki benar tidaknya penyerangan
tersebut.
Jumlah veto : 1, abstain : 2
Negara yang juga mem-veto : -, abstain :
Yugoslavia, Cina
4
9
30
November
1950
Pengaduan agresi
terhadap Korea Selatan
9-1-0, India ga berpartisipasi
5
0
30
November
1950
Pengaduan agresi
terhadap Korea Selatan
9-1-0, India ga berpartisipsi
5
1
30
November
1950
Ketidaksetujuan PBB
mengenai agresi yang
dilakukan terhadap Korea
Selatan
Resolusi PBB :
PBB menyatakan ketidaksetujuannya
terhadap angkatan bersenjata Cina yang
melawan angkatan bersenjata PBB dalam
Perang Korea kala itu.
Jumlah veto : 1, tidak ikut veto : 1
Negara yang juga mem-veto : -, India tidak
ikut dalam veto.
5 6 Aplikasi keanggotaan Jumlah veto : 1, abstain : -
Page | 22
2 Februari
1952
Itali Negara yang juga mem-veto : -
5
3
3 Juli
1952
Dugaan mengenai
adanya senjata bakteria
dalam Perang Korea
Resolusi PBB : meminta Palang Merah
Dunia untuk melakukan innvestigasi
sehubungan dengan dugaan tersebut
Jumlah veto : 1, abstain : -
5
4
9 Juli
1952
Penyetujuan
dilakukannya investigasi
oleh Palang Merah Dunia
(lihat veto 48)
Resolusi PBB : memerintahkan
dilakukannya investigasi yang tadinya di-veto di
veto 48.
Jumlah veto : 1, abstain : 1
Negara yang juga mem-veto : -, abstain :
Pakistan.
5
5
16
September
1952
Aplikasi keanggotaan
Libya
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
5
6
18
September
1952
Aplikasi keanggotaan
Jepang
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
5
7
19
September
1952
Aplikasi keanggotaan
Vietnam
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
5
8
19
September
1952
Aplikasi keanggotaan
Laos
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
5
9
19
September
1952
Aplikasi keanggotan
Kamboja
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
6
0
22
Januari
1954
Palestine Question
Mengenai kekhawatiran Syria/Israel
tentang Zona Demiliterisasi yang dianggap
mengganggu Sungai Yordan.
Mendeklarasikan ketaatan Perjanjian
Gencatan Senjata menjadi penting.
Jumlah veto : 2, abstain : 2 (Brazil. China)
Negara yang juga mem-veto : Lebanon
6
1
29
Maret 1954
The Palestine
Question
Permohonan kepada Mesir untuk mematuhi
SCR 95 (1951) mengenai Armada Israel
Jumlah veto : 2, abstain : 1 (China)
Negara yang juga mem-veto : Lebanon
6
2
18
Juni 1954
The Thailand
Question
Permohonan pembentukkan sub-komisi
oleh Komisi Pengamatan Perdamaian untuk
mengontrol perselisihan di dekat
Indocina/perbatasan Thailand.
Jumlah veto : 1, abstain : 1
Negara yang juga mem-veto : Lebanon
Page | 23
6
3
20
Juni 1954
The Guetemalan
Question
Dalih bagi Honduras dan Nikaragua untuk
melakukan penyerangan.
Menyerahkan pertanyaan tersebut kepada
Organisasi Amerika Serikat.
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
6
4
13
Desember
1955
Amandemen China
untuk bergabung dalam
draft resolusi
Brazil/Selandia Baru
Termasuk Republik Korea dan Vietnam
dalam daftar negara yang melamar untuk
bergabung.
Jumlah veto : 1, abstain : 1 (New Zealand)
Negara yang juga mem-veto : -
6
5
13
Desember
1955
Amandemen China
untuk bergabung dalam
draft resolusi Brazil/China
Termasuk Republik Korea dan Vietnam
dalam daftar negara yang melamar untuk
bergabung.
Jumlah veto : 1, abstain : 1 (New Zealand)
Negara yang juga mem-veto : -
6
6
13
Desember
1955
Aplikasi
Keanggotaan Jordania
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
6
7
13
Desember
1955
Aplikasi
Keanggotaan Irlandia
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
6
8
13
Desember
1955
Aplikasi keanggotan
Portugal
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
6
9
13
Desember
1955
Aplikasi keanggotaan
Italia
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
7
0
13
Desember
1955
Aplikasi keanggotan
Austria
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
7
1
13
Desember
1955
Aplikasi keanggotan
Finlandia
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
7
2
13
Desember
1955
Aplikasi keanggotan
Srilangka
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
7
3
13
Desember
1955
Aplikasi keanggotan
Nepal
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
7
4
13
Desember
1955
Aplikasi keanggotan
Libya
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
7 13 Aplikasi keanggotan Jumlah veto : 1, abstain : -
Page | 24
5 Desember
1955
Kamboja Negara yang juga mem-veto : -
7
6
13
Desember
1955
Aplikasi keanggotan
Jepang
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
7
7
13
Desember
1955
Aplikasi keanggotan
Laos
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
7
8
13
Desember
1955
Aplikasi keanggotan
Spanyol
Jumlah veto : 1, abstain : 1 (Belgia)
Negara yang juga mem-veto : -
7
9
14
Desember
1955
Aplikasi keanggotan
Jordan
Resolusi PBB:
Termasuk didalamnya Jepang dalam draft
resolusi Uni Soviet, rekomendasi amandemen
kepada Albania, Jordan, Irlandia, Portugal,
Hungaria, Italia, Austria, Romania, Bulgaria,
Finlandia, Sri Langka, Nepal, Lybia, Kamboja,
Laos, dan Spanyol.
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
8
0
15
Desember
1955
Aplikasi keanggotan
Jepang
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
8
1
13
Oktober
1956
Pengaduan oleh
Perancis dan Inggris
dalam melawan Mesir
Resolusi PBB:
Tertulis bahwa pemerintahan mesir belum
juga merumuskan secara cukup rencana yang
tepat untuk bertemu “six requirements” dan
mempertimbangkan bahwa pemerintahan mesir
sebaiknya bekerja sama dengan Suez Canal
Users Organization.
Bagian pertama dalam draft resolusi yang
disetujui untuk beberapa penyelesaian perkara
“the Suez question” disetujui secara bulat oleh
Security Council.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Yugoslavia
8
2
4
November
1956
Situasi di Hongaria
Resolusi PBB:
Panggilan untuk penarikan kembali atas
pasukan Uni Soviet tanpa penundaan dari
teritori Hongaria.
Veto Asli adalah 9 setuju, 2 menolak.
Namun, pada tanggal 5/11/56, Yugoslavia
abstain dalam kasus ini
8 20 Resolusi PBB:
Page | 25
3 Februari
1957
The India-Pakistan
question
Meminta presiden dari Security Council
untuk mengunjungi sub-kontinen untuk
mendiskusi demiliterisasi di Jammu dan
Kashmir.
Jumlah veto : 1, abstain : 1 (Swedia)
Negara yang juga mem-veto : -
8
4
9
September
1957
Aplikasi Keanggotaan
Republik Korea
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
8
5
9
September
1957
Aplikasi Keanggotaan
Vietnam
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
8
6
2 Mei
1958
militer AS membawa
bom ke arah pasukan
militer Uni Soviet
Resolusi : menciptakan suatu penyelidikan
di area bagian utara lingkaran artik.
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
8
7
18 Juli
1958
oleh Libanon yang
mengatakan adanya
penyusupan tentara militer
United Arab Republic
melalui Siria
Resolusi : Penyeruan penghentian
penyusupan militer dan mengundang UN
observation group dalam rangka mengejar
Resolusi Dewan Keamanan 128 tahun 1958.
Jumlah veto : 1, abstain : 1 (Swedia)
Negara yang juga mem-veto : -
8
8
22
Juli1958
Protes oleh Libanon
yang mengatakan adanya
penyusupan tentara militer
United Arab Republic
Resolusi : Permintaan pemenuhan tujuan
Resolusi Dewan Keamanan 128 kepada
Sekretaris Jendral melalui pengiriman tentara
militer PBB sehingga tentara militer AS dapat
mundur.
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
8
9
9
desember
1958
Penolakan akan
masuknya Korea Selatan
dalam keanggotaan PBB
Jumlah veto : 1, abstain : 1 (Irak)
Negara yang juga mem-veto : -
9
0
9
desember
1958
Penolakan akan
masuknya Vietnam dalam
keanggotaan PBB
Jumlah veto : 1, abstain : 2 (Kanada, Irak)
Negara yang juga mem-veto : -
9
1
26 juli
1960
Insiden RB-47 di
mana terjadi pelanggaran
terhadap ruang udara
Rusia oleh militer AS
Resolusi : Menganjurkan terjadinya
investigasi mendalam ataupun melalui
Mahkamah Internasional.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Polandia
9
2
26 juli
1960
Insiden RB-47 Resolusi : Harapan agar Komite
Internasional melalui Palang Merah
Internasional dapat melakukan tugas
kemanusiaan dengan memantau bagaimana
Page | 26
keadaan awak militer tersebut, apakah
diperlakukan secara manusiawi atau tidak oleh
Uni Soviet yang menahan awak-awak tersebut.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Polandia
9
3
17
September
1960
Situasi di Kongo Resolusi : Menyarankan kekuatan militer
PBB untuk mengembalikan hukum, tatanan,
serta secara sukarela memberikan dana bantuan
untuk Kongo.
Jumlah veto : 2, abstain : 1 (Perancis)
Negara yang juga mem-veto : Polandia
9
4
4
desember
1960
Penolakan akan
masuknya Mauritania
dalam keanggotaan PBB
Jumlah veto : 2, abstain : 1 (Sri Langka)
Negara yang juga mem-veto : Polandia
9
5
13
desember
1960
Berhubungan dengan
situasi terakhir di Kongo
Resolusi : Mengharapkan Palang Merah
Internasional dapat memantau perkembangan
tawanan dan meminta kepada Sekretaris Jendral
untuk menjaga keamanan serta hak asasi
manusia.
Jumlah veto : 3, abstain : 1 (Tunisia)
Negara yang juga mem-veto : Srilangka,
Polandia
9
6
20
februari
1961
Situasi di Kongo Resolusi : Pengubahan oral amandemen AS
paragraf pembuka akan referensi terhadap
lokasi-lokasi spesifik, menjadi “berbagai tempat
di Kongo”.
Jumlah veto : 3, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Sri Langka,
United Arab Republik
9
7
20
februari
1961
Situasi di Kongo Resolusi : Pengubahan yang sama menjadi
“berbagai tempat di negara-negara”.
Jumlah veto : 3, abstain : 1 (Liberia)
Negara yang juga mem-veto : Sri Langka,
United Arab Republic
9
8
7 juli
1961
Pertanyaan terkait
dengan Kuwait dan Irak.
Resolusi : Ajakan untuk menghormati
kemerdekaan Kuwait dan integritas teritorinya.
Jumlah veto : 1, abstain : 3
Negara yang juga mem-veto : Sri Langka,
Ekuador, United Arab Republic
9
9
24
november
1961
Jumlah veto : 1, abstain : 1 (Perancis)
Negara yang juga mem-veto : -
1 24 Situasi Kongo Resolusi : Penambahan paragraf kepada
Page | 27
00 november
1961
Sekretaris Jendral untuk meyakinkan
pemerintah Kongo dalam mereorganisir
angkatan militernya.
Jumlah veto : 1, abstain : 1 (Perancis)
Negara yang juga mem-veto : -
1
01
30
november
1961
Penolakan akan
masuknya Kuwait dalam
keanggotaan PBB.
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
1
02
18
desember
1961
Protes oleh Portugal
dikarenakan situasi di Goa
Damo dan Diu
Jumlah veto : 4, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Sri Langka,
Liberia, United Arab Republic
1
03
22
juni 1962
Indian-Pakistan
question
Resolusi : Memaksa terjadinya negosiasi
mengenai Kashmir.
Jumlah veto : 2, abstain : 2 (Ghana, United
Arab Republic)
Negara yang juga mem-veto : Rumania
1
04
3
september
1963
Siria/Israel S Jumlah veto : 2, abstain : 1 (Venezuela)
Negara yang juga mem-veto : Maroko
1
05
17
september
1964
Hubungan antara
Malaysia dan Indonesia
Jumlah veto : 1, abstain : 2 (Perancis dan
Amerika Serikat)
Negara yang juga mem-veto : -
1
06
21
Desember
1964
Perselisihan Syiria
dan Israel: Palestina
Melarang keras aksi militer di garis
gencatan senjata antara Israel dan Syiria dan
memanggil agar bekerja sama dengan pekerjaan
1963 dalam peninjauan dan pembatasan.
Jumlah veto : 3, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ceko dan
Maroko
1
07
4
November
1966
Perselisihan Syria
dan Israel: Palestina
Mengundang Syria untuk meperkuat
langkah-langkah yang berhubungan kepada
General Armistice Agreement dan memohon
kepada Israel dan Syria untuk memudahkan
kerjanya UNTS (the UN Truce Supervisory
Organization).
Ini merupakah voting yang pertama kali
dilakukan oleh Security Council dengan anggota
berjumalah 15 negara.
Jumlah veto : 4, abstain : 1 (China)
Negara yang juga mem-veto : Bulgaria,
Jordan, Mali
1
08
22
Agustus
Chekoslovakia
Menegaskan kedaulatan, kemerdekaan
politik dan kesatuan wilayah Chekoslovakia,
Page | 28
1968
menjatuhkan hukuman intervensi militer Uni
Soviet dan anggota Pakta Warsawa lainnya dan
meminta penarikan kembali pasukannya.
Jumlah veto : 2, abstain : 3 (Algeria, India,
Pakistan)
Negara yang juga mem-veto : Hongaria
1
09
4
Desember
1971
India/Pakistan
(Bangladesh)
Panggilan untuk penarikan kembali dan
memberi kuasa Secretary General unutk
menempatkan pengamat di perbatasan
India/Pakistan.
Jumlah veto : 2, abstain : 2 (Perancis,
Inggris)
Negara yang juga mem-veto : Polandia
1
10
5
Desember
1971
India/Pakistan
(Bangladesh)
Panggilan atas India dan Pakistan untuk
melakukan gencatan senjata dan penarikan
kembali pasukan militer mereka dan mendesak
usaha lebih lanjut untuk membawa tentang
pengembalian secara sukarela atas pengungsi
Pakistan Timur.
Jumlah veto : 2, abstain : 2 (Perancis,
Inggris)
Negara yang juga mem-veto : Polandia
1
11
13
Desember
1971
India/Pakistan
(Bangladesh)
Panggilan atas India dan Pakistan untuk
melakukan gencatan senjata dan penarikan
kembali pasukan militer mereka.
Jumlah veto : 2, abstain : 2 (Perancis,
Inggris)
Negara yang juga mem-veto : Polandia
1
12
10
September
1972
Timur Tengah Amandemen atas permohonan mengenai
kelompok politik untuk memberhentikan secara
cepat seluruh operasi militer.
Termasuk mengenai petunjuk miring atas
teroris “Black September” yang menyerang atlet
Israel di Munich.
Jumlah veto : 6, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Guinea,
Somalia, Sudan, dan Yugoslavia.
1
13
31 Juli
1974
Situasi di Siprus
Pencatatan penghormatan untuk
kedaulatan, kemerdekaan, dan kesatuan wilayah
Siprus dan permintaan Secretary General untuk
mengambil tindakan yang sesuai.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Belarusia
China tidak berpartisipasi dalam voting.
Page | 29
1
14
15
Januari
1979
Invasi Vietnam atas
Kamboja
Panggilan untuk melakukan gencatan
senjata dan penarikan kembali seluruh pasukan
militer asing dan memohon Secretary General
untuk meloporkan perkembangan menuju
implementasi tidak lebih dari dua minggu.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Cheko
1
15
16
Maret 1979
Situasi Asia Tenggara
dan implikasinya
terhadapa perdamaian dan
keamanan internasional.
Panggilan untuk penghentian peperangan
dan penarikan kembali pasukan militer mereka
oleh seluruh kelompok politik ke negara
masing-masing.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Cheko
1
16
7
Januari
1980
Invasi Soviet atas
Afganistan
Panggilan untuk penarikan kembali seluruh
pasukan asing secepatnya dan tanpa syarat.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : GDR
1
17
13
Januari
1980
Panggilan untuk
persetujuan menolak Iran
karena penyanderaan atas
orang Amerika
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : GDR
1
18
12
September
1983
Penembakan jatuh
oelh Uni Soviet terhadap
civil airliner Korea
Selatan
Melarang keras penghancuran civil airliner
dan mangundang Secretary General untuk
mengatur sebuah investigasi dan melaporkan
hasil penemuannya dalam waktu 14 hari.
Jumlah veto : 2, abstain : 4 (China,
Guyana, Nikaragua, Zimbabwe)
Negara yang juga mem-veto : Polandia
1
19
29
Februari
1984
Peran Amerika
Serikat di Libanon
Mengeluarkan seruan mendesak untuk
melakukan gencatan senjata secara cepat dan
menetukan untuk mendirikan militer PBB di
kawasan Beirut yang terpilih, apabila sesuai dari
militer sementar PBB di libanon dengan misi
pemantauan kepatuhan dengan gencatan senjata.
Jumlah veto : 2, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : Ukraina
1
20
11
April 1993
Situasi di Siprus
Memberlakukan biaya UNFICYP sebagai
pengeluaran PBB berdasarkan artikel 17 (2)
dengan efek, sejak mandat untuk
memperpanjangan pengeluaran UNFICYP, perlu
dilakukan pembahasan ulang, menambah
sejumlah pengamat pengintai untuk membantu
pembahasan ulang tersebut, dan memandatkan
DK untuk membuat sebuah laporan satu bulan
Page | 30
Sumber : http://www.globalpolicy.org
sebelum pembahasan ulang.
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
1
21
2
Desember
1994
Situasi di Republik
Bosnia dan Herzegovina
Penetapan kembali
Jumlah veto : 1, abstain : 1 (China)
Negara yang juga mem-veto : -
1
22
21
April 2004
Situasi di Siprus
Menyetujui mandat sebuah operasi baru
PBB di Siprus dan melarang penjualan senjata.
Jumlah veto : 1, abstain : -
Negara yang juga mem-veto : -
1
23
12
Januari
2007
Situasi di Myanmar
Panggilan atas pemerintahan Myanmar
untuk menghentikan penyerangan militer
melawan masyarakat civil di daerah etnik
minoritas dan memulai dialog politik substantif
yang penting untuk transisi ke demokrasi;
pengungkapan dukungan untuk misi jasa baik
Secretary General.
Jumlah veto : 3, abstain : 3 (Kongo,
Indonesia, Qatar)
Negara yang juga mem-veto : Afrika
Selatan, China
1
24
11 Juli
2008
Perdamaian dan
Keamanan di Afrika
meminta Pemerintah Zimbabwe untuk
segera menghentikan serangan dan intimidasi
terhadap anggota dan pendukung oposisi,
memulai dialog politik diantara berbagai pihak
dan menghentikan larangan dalam bantuan
kemanusiaan; memeperkenalkan suatu senjata
embargo di Zimbabwe, larangan perjalanan dan
pembekuan aset terhadap anggota tertentu dari
pemerintah dan kekuatan pertahanan
Jumlah veto : 5, abstain : 1 (Indonesia)
Negara yang juga mem-veto : Libya,
China, Afrika Selatan, Vietnam