PENGGUNAAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PADA …... · kecenderungan respon pembawaan, kematangan,...

69
1 PENGGUNAAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PADA PEMBELAJARAN FISIKA DAN MINAT BELAJAR SISWA TERHADAP FISIKA DI SMA Skripsi Oleh : Dwi Susilowati X 2304015 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

Transcript of PENGGUNAAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME PADA …... · kecenderungan respon pembawaan, kematangan,...

1

PENGGUNAAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

PADA PEMBELAJARAN FISIKA DAN MINAT

BELAJAR SISWA TERHADAP

FISIKA DI SMA

Skripsi

Oleh :

Dwi Susilowati

X 2304015

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu tolok ukur berkembangnya suatu

negara karena dengan pendidikan orang memperoleh pengetahuan yang

dibutuhkan dalam pergaulan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1 (1)

pendidikan adalah:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,bangsa dan negara.

Berdasarkan hal tersebut pendidikan dapat mendewasakan seseorang.

Menurut Poerbakawatja dan Harahap pendidikan adalah:

… usaha dengan sengaja dari orang dewasa untuk pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya… orang dewasa itu adalah orang tua si anak orang yang atas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya guru sekolah, pendeta atau kiai dalam lingkungan keagamaan, kepala- kepala asrama dan sebagainya. (Muhibbin Syah,1993:11)

Pengertian pendidikan sangatlah luas tetapi sebagian orang

memahaminya sebagai sebuah proses pengajaran melalui metode- metode tertentu

untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku.

Penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Atas dan Madrasah

Aliyah dikhususkan pada program studi sains, sosial dan bahasa. Pada program

studi sains peserta didik dituntut untuk bersikap ilmiah karena ilmu diperoleh

pada penemuan- penemuan oleh tokoh sains ilmu tersebut berkembang dan dapat

dipertahankan sebagai suatu disiplin ilmu sains.

3

“Sains mempelajari alam yang mencakup proses perolehan pengetahuan

melalui pengamatan, penggalian, penelitian dan penyampaian informasi dan

produk (pengetahuan ilmiah dan terapannya) yang diperoleh melalui dan bekerja

ilmiah”. (E. Mulyasa,2006:89)

Sains sangat berkaitan dengan cara mencari tahu dan proses penemuan

alam secara berkesinambungan melalui pengamatan untuk mencari pemahaman

tentang fenomena alam. Salah satu cabang sains adalah Fisika.

Mata pelajaran Fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematik, serta dapat mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap percaya diri. (Depdiknas,2004:6)

Mata pelajaran Fisika memberikan suatu cara berfikir kualitatif tentang

kejadian alam dan didukung analisis kuantitatif sehingga diperoleh suatu

hubungan. Dalam dunia pendidikan, mata pelajaran Fisika dianggap sukar oleh

siswa karena untuk mempelajari Fisika diperlukan penalaran dan abstraksi yang

kuat untuk memahami konsep maupun hukum- hukum Fisika. Dampak dari

kurang terbentuknya sikap positif siswa terhadap mata pelajaran Fisika adalah

dalam proses pembelajaran siswa menjadi kurang aktif, sehingga tidak terjadi

negosiasi gagasan, menerima informasi dan instruksi secara pasif, kurang minat

untuk memperoleh pengalaman penerapan dalam kehidupan sehari- hari ataupun

dalam teknologi. Dalam kaitannya dengan ini guru seharusnya dapat

membangkitkan minat siswa dengan cara memperbaiki sistem pengajaran dengan

pendekatan dan metode- metode penyampaian pengajaran dan mengevaluasinya.

Berbagai pola pendekatan, model/ metode dan media pembelajaran yang

bervariasi dapat meningkatkan minat dan kemampuan kognitif siswa.

Pembelajaran tidak hanya monoton dilakukan dengan ceramah di depan kelas atau

belajar secara individual dan hanya berpegang teguh pada diktat- diktat atau buku-

buku paket, karena siswa akan cepat bosan. Kebosanan inilah yang pada akhirnya

dapat melemahkan sikap positif siswa terhadap mata pelajaran. Dengan

4

menggunakan pola pendekatan, metode dan media pembelajaran yang bervariasi,

kebosanan siswa dapat dihindari.

Pendekatan dan metode penyampaian pembelajaran yang serasi

menentukan pestasi belajar siswa. Pada penelitian ini, digunakan pendekatan

Konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi pada pokok

bahasan Getaran. Usaha ini diharapkan mampu membangkitkan minat belajar

siswa terhadap Fisika.

Menurut Edgar mencoba menyimpulkan hubungan minat dan prestasi

belajar sebagai berikut:

1. Ada korelasi yang kuat antara minat dengan prestasi belajar.

2. Minat diperdalam, diperkuat dan diberikan arah baru maka minat tersebut akan

ditransformasikan menjadi kekuatan yang kreatif. Dalam hal ini adalah

prestasi belajar dan dibangkitkan untuk “memobilisasi kemauan untuk

belajar”.

3. Minat ”baru” dapat dan harus diketemukan.

4. Suatu bagian essensial dari tugasnya untuk mengorganisir belajar, tidak lain

daripada untuk membangkitkan dan memobilisir kemauan (minat) belajar.

(James R. Mursell,1973:74-75)

Sedangkan berdasarkan The Journal of Educators Online, Volume 3,

Number 2, July 2006 dinyatakan

“She was able to assess their strengths and weaknesses. Moreover, adopting and weaving constructivism into the course design afforded students the opportunities to construct their own knowledge by using their different cognitive abilities to learn and interact with peers, teachers, and children. In addition, the interdisciplinary thematic unit allowed students to capitalize on their interests, working styles, and learning styles. Each group selected the topic for the thematic unit and negotiated the roles and assignments that each member would perform. Also, giving students opportunities to evaluate each other and themselves ….” (Marta Casas, 2006:11)

Berdasarkan pernyataan tersebut kita dapat mengetahui bahwa dengan

pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktivisme para siswa bisa menilai

5

kekuatan- kekuatan dan kelemahan- kelemahan mereka sendiri. Siswa

memperoleh peluang untuk mengembangkan pengetahuan mereka dan

menggunakan kemampuan belajar yang berbeda dan saling berhubungan dengan

guru maupun mereka sendiri. Para siswa disini juga berperan besar terhadap minat

dan gaya- gaya aktif dalam pembelajaran karena mereka merundingkan tugas-

tugas dan peran- peran yang akan mereka laksanakan memberi peluang untuk

saling mengevaluasi. Pengalaman tentang belajar mengajar konstruktivisme akan

membantu guru untuk mengenali siswa sehingga guru dapat menindaklanjuti

siswa.

Berdasarkan Edgar tidak nampak ada hubungan antara pendekatan

pembelajaran dengan minat belajar Fisika sedangkan menurut The Journal of

Educators Online, Volume 3, Number 2, July 2006 nampak ada hubungan antara

pendekatan pembelajaran dengan minat belajar Fisika. Untuk itu penulis mencoba

melakukan penelitian dengan judul “Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme

pada Pembelajaran Fisika dan Minat Belajar Siswa terhadap Fisika di SMA”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan judul dan latar belakang masalah yang telah diuraikan di

atas, maka penulis perlu mengidentifikasikan masalah- masalah yang mungkin

muncul dalam penelitian ini. Adapun identifikasi masalahnya sebagai berikut:

1. Prestasi belajar siswa, dalam hal ini kemampuan kognitif siswa di SMA pada

mata pelajaran Fisika masih rendah.

2. Prestasi belajar siswa, kemampuan kognitif siswa tergantung pada faktor

internal seperti sikap positif terhadap mata pelajaran, minat dan motivasi

siswa.

3. Pendekatan dan model pembelajaran yang diterapkan kurang sesuai dengan

pokok bahasannya, sehingga siswa tidak dapat memahami materi secara

maksimal.

6

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan dan dengan

adanya keterbatasan waktu, kemampuan, sarana dan prasarana yang tersedia serta

agar penelitian terarah, maka pembatasan masalah yang dapat peneliti kemukakan

adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran Fisika dalam penelitian menggunakan pendekatan

konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi.

2. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri siswa, dalam hal ini yang

dibahas adalah minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Fisika.

3. Prestasi belajar Fisika siswa yang ditinjau yaitu pada kemampuan kognitif

siswa.

4. Materi pelajaran yang diambil adalah pokok bahasan Getaran untuk siswa

SMA kelas XI semester I.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, penulis

mencoba menarik rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini.

Adapun perumusan masalah yang penulis ajukan sebagai berikut:

1. Adakah perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme

melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi terhadap kemampuan

kognitif siswa di SMA?

2. Adakah perbedaan pengaruh antara minat belajar kuat, sedang dan lemah

terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA?

3. Adakah interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme

melalui metode belajar dan minat belajar siswa terhadap kemampuan kognitif

siswa di SMA?

7

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini

adalah:

1. Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pengaruh antara penggunaan

pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode

demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.

2. Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pengaruh antara minat belajar kuat,

sedang dan lemah terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.

3. Mengetahui ada atau tidaknya interaksi antara pengaruh penggunaan

pendekatan konstruktivisme melalui metode belajar dan minat belajar siswa

terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.

F. Manfaat Penelitian

Setelah perumusan masalah di atas diperoleh jawaban, diharapkan

penelitian ini berguna untuk:

1. Memberi masukan kepada guru dan calon guru agar dapat memilih

pendekatan dan metode yang tepat dalam penyampaian materi.

2. ++]r2Memberi masukan kepada guru, calon guru dan siswa agar

memperhatikan minat belajar siswa yakni sikap positif terhadap mata

pelajaran sebagai kemampuan pendukung sehingga dapat meningkatkan

prestasi belajar siswa.

3. Memberi masukan kepada guru dan calon guru yang mengadakan penelitian

selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini dalam ruang lingkup yang

lebih luas dan pembahasan yang lebih mendalam.

8

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Belajar dan Pembelajaran

a. Belajar

Belajar memiliki makna yang luas dan kompleks sehingga pengertian

belajar sangatlah rumit. Belajar merupakan hal penting bagi manusia baik disadari

atau tidak. Belajar merupakan suatu proses ditandai adanya suatu perubahan pada

diri seseorang yang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti penambahan

pengetahuan, kecakapan, pemahaman sikap dan tingkah laku serta segala aspek

yang ada pada individu. Dengan belajar terbentuk kemampuan- kemampuan baru

yang dimiliki dalam jangka waktu yang relatif lama. Definisi belajar diantaranya:

1). Hilgard dan Bower, dalam buku Theories of Learning (1975) mengemukakan “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku sesorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang- ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan- keadaan sesaat sesorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya)”

2). Gagne, dalam buku The Conditions of Learning (1997) menyatakan bahwa: “Belajar terjadi apabila situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian sehingga perbuatannya (perfomancenya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.

3). Morgar, dalam buku Introduction to Psychology (1978) mengemukakan: “Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”.

4). Witherington, dalam buku Educational Psychology mengemukakan “Belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian”.

(Ngalim Purwanto,1990:84)

9

Dari pengertian- pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1). Belajar adalah suatu proses aktivitas yang dapat membawa perubahan tingkah

laku yang terjadi melalui latihan atau pengalaman yang relatif menetap pada

individu.

2). Perubahan itu terjadi karena pengalaman yang berulang- ulang.

3). Perubahan- perubahan relatif itu menetap pada suatu periode yang cukup

panjang.

b. Pembelajaran

Pembelajaran atau instruksional atau pengajaran mempunyai pengertian

sebagai usaha sadar dan aktif dari guru terhadap siswa, agar siswa berkeinginan

untuk belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku sesuai dengan keadaan dan

kemampuan siswa. Tujuan pembelajaran merupakan apa yang diinginkan guru

dari siswanya pada akhir suatu pelajaran, dan apa yang seharusnya siswa peroleh

atau mengetahui pada akhir suatu pelajaran. Tujuan pembelajaran yaitu

tercapainya tujuan belajar siswa, apabila apa yang dicapai atau diperoleh anak

didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran sesuai dengan apa yang diinginkan

guru dari siswa setelah mengikuti pembelajaran.

2. Pembelajaran Fisika

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari alam

dengan segala isinya. IPA mempunyai beberapa cabang, salah satu diantaranya

adalah Fisika.

Fisika merupakan bagian dari sains, maka untuk mengembangkan Fisika

dapat dilakukan melalui pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan

hakikatnya. Menurut Brockhaus (1972) dikemukakan bahwa, “Fisika adalah

pengajaran tentang kejadian alam, yang memungkinkan penelitian dengan

percobaan, pengukuran apa yang didapat, pengujian secara sistematis dan

berdasarkan peraturan umum”. Herbert (Druxes,1986:3).

10

Sedangkan menurut Gerthsen (1958) “Fisika adalah suatu teori yang

menerangkan gejala-gejala alam sesederhana-sederhananya dan berusaha

menemukan hubungan antara kenyataannya. Persyaratan dasar untuk pemecahan

persoalannya ialah mengamati gejala-gejala tersebut”. (Herbert Druxes, 1986:3)

Sesuai dengan kurikulum 2004, mata pelajaran Fisika adalah salah satu

mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan

berpikir analisis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang

berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif,

serta dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Fisika

merupakan bagian dari IPA atau Sains yang memiliki karakteristik tertentu, yaitu

produk, proses, dan memerlukan sikap ilmiah. Fisika digali dari fenomena-

fenomena yang terjadi di alam. Kejadian- kejadian tersebut diteliti dan dipelajari

kemudian hasil yang diperoleh diterapkan pada kondisi yang lain tanpa merubah

kejadiannya. Untuk selanjutnya ditemukan pengetahuan- pengetahuan baru yang

bersifat dinamis serta aspek- aspek yang saling berhubungan.

3. Pendekatan Konstruktivisme

Model pengembangan teori konstruktivisme bukan pada rasionalis tetapi

pada pemahaman sehingga menarik karena kesederhanan bahwa pengetahuan itu

adalah konstruksi atau bentukan kita sendiri. konstruktivisme lebih banyak

melihat proses bagaimana seseorang menjadi tahu tentang sesuatu yang kita amati.

Pada pembelajaran konstruktivisme, subyek pelajar berperan aktif dalam

merekonstruksi makna, mengasimilasi dan menghubungkan bahan yang

dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki sehingga pengertiannya

menjadi berkembang.

11

Butir- butir penting yang disarankan oleh model belajar- mengajar konstruktivisme yaitu: a. Murid harus selalu aktif sesama pembelajaran. b. Proses aktif ini adalah proses membuat transmisi melalui interpretasi. c. Interpretasi dibantu oleh metode instruksi yang memungkinkan

negosisasi pemikiran (bertukar pikiran) melalui diskusi, tanya jawab. d. Tanya jawab didorong oleh kegiatan inquiry (ingin tahu) para siswa. Jadi

kalau siswa tidak bicara, berarti murid tidak belajar optimal. e. Kegiatan belajar- mengajar tidak hanya merupakan suatu proses

pengalihan pengetahuan, tapi juga pengalihan ketrampilan dan pengetahuan.

(E. Mulyasa, 2006:240)

Menurut kaum konstruktivis, belajar adalah merupakan proses

mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari

dengan pengetahuan yang telah dipunyai siswa, sehingga pengetahuan yang

dimiliki siswa semakin berkembang.

“Ciri–ciri belajar konstruktivisme adalah belajar berarti membentuk

makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan

dan alami. Konstruksi arti itu adalah proses yang terus– menerus” (Paul

Suparno,1997:61). Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema

seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi

ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik untuk memacu

belajar. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu

pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar

bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri.

Sesuai dengan paper berjudul Coming to Understand Teaching as a Way of

Being: Teachers as Knowers, Reasoners, and Understanders dikemukakan bahwa

“…understanding of constructivism was that it was equivalent to some sort of

discovery learning model in which students discover for themselves the laws of

physics” (Allan Feldman,1995). Pernyataan ini menyebutkan bahwa

konstruktivisme sebanding dengan beberapa macam penemuan yang belajar

membentuk para siswa untuk menemukan hukum ilmu Fisika.

12

Tahapan belajar mengajar konstruktivisme digambarkan pada gambar 2.1. berikut:

a. Pemanasan– Apersepsi

1). Pelajaran dimulai dengan hal–hal yang diketahui dan dipahami peserta didik.

2). Motivasi peserta didik dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi peserta didik.

3). Peserta didik di dorong agar tertarik untuk mengetahui hal-hal yang baru.

b. Eksplorasi 1). yang paling tepat dalam meningkatkan penerimaan peserta didik

akan materi/ ketrampilan baru diperkenalkan. 2). Kaitkan materi ini dengan pengetahuan yang sudah ada pada peserta

didik. 3). Cari metodologi materi baru tersebut.

c. Konsolidasi Pembelajaran 1). Libatkan peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan

memahami materi ajaran baru. 2). Libatkan siswa secara aktif dalam problem solving 3). Letakkan penekanan pada kaitan struktural, yaitu kaitan antara

materi ajar yang baru dengan berbagai aspek kegiatan/ kehidupan lingkungan.

4). Cari metodologi yang paling tepat sehingga materi ajar dapat terproses menjadi bagian dari pengetahuan peserta didik.

Alokasi Waktu

Gambar 2.1. Tahapan belajar- mengajar konstruktivisme

5- 10%

35- 40%

25- 30%

PEMANASAN- APERSEPSI Tanya jawab tentang pengetahuan dan pengalaman

EKSPLORASI Memperoleh atau mencari informasi baru

KONSOLIDASI PEMBELAJARAN Negosisasi dalam mencapai pengetahuan baru

PEMBENTUKAN SIKAP DAN PERILAKU Pengetahuan diproses menjadi nilai, sikap dan perilaku

10%

10% PENILAIAN FORMATIF

13

d. Pembentukan Sikap dan Perilaku 1). Peserta didik didorong untuk menerapkan konsep/ pengertian yang

dipelajarinya dalam kehidupan sehari–hari. 2). Peserta didik membngun sikap dan perilaku baru dalam kehidupan

sehari–hari berdasarkan pengertian yang dipelajari. 3). Cari metodologi yang paling tepat agar terjadi perubahan pada sikap

dan perilaku peserta didik. e. Penilaian Formatif

1). Kembangkan cara–cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik.

2). Gunakan hasil penelitian tersebut untuk melihat kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah–masalah yang dihadapi guru.

3). Cari metodologi yang paling tepat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

(E. Mulyasa, 2006:242-243)

4. Metode Pengajaran

Metode mengajar adalah cara yang digunakan oleh pendidik untuk

menyampaikan materi/ bahan pelajaran kepada peserta didik. Dalam penelitian ini

digunakan metode eksperimen dan metode demonstrasi.

a. Metode Eksperimen

Eksperimen atau percobaan adalah suatu tuntutan dari perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi agar menghasilkan suatu produk yang dapat

dinikmati masyarakat secara aman. Eksperimen pun dilakukan orang agar

diketahui kebenaran suatu gejala dan dapat menguji dan mengembangkannya

menjadi suatu teori. kegiatan eksperimen yang dilkukan peserta didik merupakan

kesempatan meneliti yang dapat mendorong merekonstruksi pengetahuan mereka

sendiri, berfikir ilmiah dan rasional serta lebih lanjut pengalamannya itu

berkembang.

”Metode eksperimen diartikan sebagai cara belajar mengajar yang

melibatkan peserta didik dengan mengalami dan membuktikan sendiri proses dan

hasil percobaan itu” (Johar Permana dan Mulyani Sumantri, 2001:136).

14

Adapun tujuan dari metode eksperimen adalah: 1). Agar peserta didik mampu menyimpulkan faktor- faktor informasi atau

data yang diperoleh. 2). Melatih peserta didik merancang, memperesiapkan, melaksanakan dan

melaporkan percobaan. 3). Melatih peserta didik menggunakan logika berfikir induktif untuk

menarik kesimpulan dari fakta, informasi atau data yang terkumpul melalui percobaan.

Metode eksperimen mempunyai beberapa kelebihan sebagai berikut:

a). Membuat peserta didik percaya pada kebenaran kesimpulan percobaannya daripada hanya menerima kata guru atau buku.

b). Peserta didik terlibat mengumpulkan fakta, informasi atau data yang diperlukan melalui percobaan yang dilakukannya.

c). Dapat menggunakan dan melaksanakan prosedur metode ilmiah dan berfikir ilmiah.

d). Memperkaya pengalaman dengan hal- hal yang bersifat obyektif, realitas dan menghilangkan verbalisme.

e). Hasil belajar menjadi kepemilikan peserta didik yang bertalian lama. Selain mempunyai kelebihan tersebut, metode eksperimen

mempunyai kekurangan sebagai berikut: 1). Memerlukan peralatan percobaan yang komplit. 2). Dapat menghambat laju pembelajaran dalam penelitian yang

memerlukan waktu yang lama. 3). Menimbulkan kesulitan bagi guru dan peserta didik apabila kurang

berpengalaman dalam penelitian. 4). Kegagalan dan kesalahan dalam bereksperimen akan berakibat pada

kesalahan menyimpulkan. (Johar Permana dan Mulyani Sumantri, 2001:136-137)

b. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi dapat digunakan pada saat guru ingin menunjukkan

suatu gejala, proses pada anak didiknya. Demonstrasi dapat dilakukan pada awal

pelajaran yang akan diberikan atau sebagai pelemparan masalah pada saat

pelajaran berlangsung untuk membantu menjelaskan dan pada saat akhir pelajaran

unttuk mencocokkan teori yang telah diberikan. Adapun penggunaan metode

demonstrasi adalah agar siswa dapat memahami tentang cara mengatur atau

menyusun suatu alat percobaan dan mengetahui kerjanya. Bila siswa melakukan

sendiri maka akan diketahui kebenaran suatu teori di dalam praktek.

15

Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam demontrasi: 1). Guru harus mampu menyusun rumusan tujuan instruksional, agar dapat

memberi motivasi yang kuat pada siswa untuk belajar. 2). Pertimbangkanlah baik- baik apakah pilihan teknik anda mampu

menjamin tercapainya tujuan yang telah anda rumuskan. 3). Amatilah apakah jumlah siswa memberikan kesempatan untuk suatu

demonstrasi yang berhasil, bila tidak anda harus mengambil kebijakan lain.

4). Apakah anda telah meneliti alat- alat dan bahan yang akan digunakan mengenai jumlah, konmdisi, dan tempatnya. Juga anda perlu mengenal baik- baik atau telah mencoba terlebih dahulu agar demonstrasi itu berhasil.

5). Harus sudah menentukan garis besar langkah- langkah yang akan dilakukan.

6). Apakah tersedia waktu yang cukup, sehingga anda dapat memberi keterangan yang perlu dan siswa dapat bertanya.

7). Anda perlu mengadakan evaluasi apakah demonstrasi yang anda lakukan itu berhasil dan bila perlu demonstrasi perlu diulang.

(Roestiyah N.K.,1991:84)

Pada penggunaan demonstrasi perhatian siswa akan terpusat pada

pelajaran yang diberikan selanjutnya akan memberikan motivasi yang kuat untuk

siswa agar dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

Kelemahan metode ini adalah bila alatnya kecil atau penempatan kurang tepat, menyebabkan demonstrasi itu tidak dapat dilihat dengan jelas oleh seluruh siswa. Dalam hal ini dituntut pula agar guru harus mampu menjelaskan proses berlangsungnya demonstrasi; dengan bahasa dan suara yang dapat ditangkap oleh siswa. Juga bila waktu tidak tersedia cukup; maka demonstrasi akan berlangsung putus- putus; atau tidak dijalankan tergesa- gesa; sehingga hasilnya memuaskan. Dalam demonstrasi bila siswa tidak diikutsertakan, maka proses demonstrasi akan kurang dipahami oleh siswa, sehingga kurang berhasil adanya demonstrasi tersebut.

(Roestiyah N.K.,1991:85)

c. Metode Diskusi

Metode diskusi adalah proses pembelajaran yang telah dipersiapkan dan

direncanakan sebelumnya dan melibatkan lebih dari dua individu untuk saling

bertukar pengalaman dan memecahkan masalah. Metode ini bertujuan untuk

melatih peserta didik mengembangkan keterampilan bertanya, berkomunikasi,

16

menafsirkan dan menyimpulkan bahasan, melatih kestabilan emosional,

menegembangkan kemampuan berfikir dan melatih keberanian peserta didik.

Mengajar dengan teknik diskusi ini berarti: 1). kelas dibagi dalam beberapa kelompok. 2). Dapat mempertinggi partisipasi siswa secara individual. 3). Dapat mempertinggi kegiatan sebagai keseluruhan dan kesatuan. 4). rasa sosial mereka dapat dikembangkan, karena bisa saling membantu

dalam memecahkan soal, mendorong rasa kesatuan. 5). Memberi kemungkinan untuk saling mengemukakan pendapat. 6). Merupakan pendekatan yang demokratif. 7). Menghayati kepemimpinan bersama- sama. 8). Membantu mengembangkan kepemimpinan. Kelemahan metode diskusi: 1). Kadang- kadang bisa terjadi adanya pandangan dari berbagai sudut bagi

masalah yang dipecahkan; bahkan mungkin pembicaraan menjadi menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang panjang. Untuk mengatasi hal ini instruktur harus menguasai benar- benar permasalahannya, dan mampu mengarahkan pembicaraan, sehingga bisa membatasi waktu yang diperlukan.

2). Dalam diskusi menghendaki pembuktian logis, yang tidak terlepas dari fakta-fakta; dan tidak merupakan jawaban yang hanya dugaan atau coba-coba saja. Maka pada siswa dituntut untuk berfikir ilmiah, hal mana itu tergantung pada kematangan, pengalaman dan pengetahuan siswa.tidak dapat dipakai dalam kelompok besar.

3). Peserta mendapat informasi yang sangat terbatas. 4). Dapat dikuasai oleh orang- orang yang suka berbicara. 5). Menghendaki pendekatan yang formal.

(Roestiyah N.K.,1991:5-6)

Tujuan dari metode diskusi adalah:

1). Mendorong siswa untuk menggunakan pengetahuan dan pengalamannya

dalam memecahkan masalah, tidak tergantung pada pendapat orang lain.

2). Siswa mampu mengemukakan pendapatnya secara lisan, untuk melatih

kehidupan yang demokratis.

17

5. Kemampuan Kognitif

Kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang mengatur cara

belajar dan berpikir seseorang dalam arti yang seluas-luasnya. Aspek kognitif

secara garis besar meliputi jenjang-jenjang yang di kembangkan oleh Bloom,

yaitu:

a. Pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat-

ingat kembali atau mengenali kembali nama, istilah, ide, geja dan rumus-

rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk

mempergunakannya.

b. Pemahaman (comprehention), yaitu kemampuan seseorang utmuk mengerti

atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.

c. Penerapan (application), yaitu kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau

menggunakan ide- ide umum, tata cara ataupun metode- metode, prinsip-

prinsip, rumus- rumus dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret.

d. Analisis (analysis), adalah kemampuan seseorang untuk meinci atau

menguraikan suatu bahan dalam keadaan menurut bagian- bagian yang lebih

kesil dan mampu memahami hubungan diantara abgian- bagian atau faktor-

faktor lainnya.

e. Sintesis (syntesis), adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari

proses berfikir analisis.

f. Evaluasi (evaluation), merupakan kemampuan seseorang untuk membuata

pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide untuk tujuan tertentu.

(Anas Sudijono, 1995: 50-53)

6. Minat Belajar

“Minat adalah kecenderungan subyek yang menetap, untuk merasakan

tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang

mempelajari materi itu”. (Winkel,2005:212)

Minat belajar timbul karena adanya perhatian, oleh karena itu untuk

menimbulkan minat belajar sebaiknya harus menimbulkan perhatiannya pada

materi tertentu. Seorang peserta didik tidak akan belajar dengan sungguh-

18

sungguh bila ia tidak berminat pada materi yang diajarkan oleh pendidik dan

berdampak hasil belajar tidak sesuai dengan yang diharapkan. Siswa yang

berminat pada pelajaran Fisika akan memusatkan perhatian yang lebih banyak dan

intensif terhadap Fisika. ”Minat adalah suatu keadaan dimana seorang mempunyai

perhatian terhadap sesuatu yang disertai untuk mengetahui dan mempelajari

maupun membuktikannya lebih jauh.” (Bimo Walgito,1983:32). Siswa yang

berminat terhadap pelajaran akan memiliki kesadaran untuk melibatkan diri secara

aktif dalam proses belajar. ”Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi

apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang dihubungkan

dengan keinginannya dan kebutuhan- kebutuhan sendiri.” (Sardiman

A.M,1990:76). Kebutuhan- kebutuhan ini didukung sesuai pernyataan ”Secara

sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau

keinginan yang besar terhadap sesuatu”. (Muhibbin Syah,2003:136):

Berdasarkan pendapat- pendapat tersebut unsur- unsur minat siswa

terhadap mata pelajaran Fisika antara lain:

1. Merasa butuh mempelajari Fisika

2. Merasa senang mempelajari Fisika

3. Keinginan untuk mempelajari Fisika

4. Kesiapan menghadapi kesulitan belajar Fisika

5. Niat berusaha mengatasi kesulitan belajar Fisika

Untuk menarik minat belajar siswa diperlukan beberapa teknik antara

lain merasionalkan apa yang masih menjadi perhatian ataupun menjelaskan esensi

isi/ materi pelajaran yang telah didiskusikan. Dalam kegiatan belajar- mengajar,

seorang guru berupaya membangkitkan minat dengan menerapkan sebanyak

mungkin teknik dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan kondisi peserta

didik.

7. Pokok Bahasan Getaran

Getaran adalah salah satu materi pokok bidang studi Fisika dimana

menurut kurikulum tingkat satuan pendidikan diajarkan pada siswa kelas XI IPA.

Adapun materinya sebagai berikut:

19

a. Pengertian Getaran

Getaran adalah gerak bolak- balik melalui titik kesetimbangan yang

dipengaruhi oleh gaya pemulih yang besarnya sebanding dengan simpangannya.

Misalnya getaran pada ayunan sederhana (bandul) dan getaran beban pada pegas.

1). Getaran beban pada ayunan

Gambar 2.2. Beban pada ayunan yang bergerak bolak- balik secara periodik melalui titik setimbang.

Mula- mula benda diam pada titik kesetimbangan B, kemudian ditarik ke

kiri (A) dengan sudut simpangan kecil, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2.

sesaat setelah beban dilepaskan, beban akan bergerak dari A ke B kemudian

kembali ke C, kembali lagi ke A, berulang- ulang secara periodik. Dapat

dikatakan bahwa beban pada ayunan tersebut melakukan getaran secara periodik.

Periode getaran (T) adalah waktu yang diperlukan beban untuk melakukan satu

kali getaran. Pada ayunan gambar 2.2 satu getaran adalah gerakan dari A ke C dan

kembali lagi ke A. Jadi periode ayunan (T) adalah selang waktu yang diperlukan

beban dari kedudukan A ke C dan kembali lagi ke A. Frekuensi getaran (f) adalah

banyak getaran yang dilakuakn beban dalam satu s.

a). Amplitudo Getaran

Amplitudo (A) adalah simpangan maksimum dari titik kesetimbangan.

Pada ayunan gambar 2.2, amplitudo getaran adalah jarak AB atau jarak CB.

Perhatikan bahwa amplitudo adalah setengah dari jarak ayunan penuh (jarak AC)

yang dilakukan beban.

B CA

20

b). Hubungan Periode dengan Frekuensi

Ada hubungan yang penting antara frekuensi dan periode. Dari definisi

frekuensi dapat disimpulkan bahwa dalam satu s dapat dilakukan f getaran.

Dengan demikian, selang waktu untuk menempuh 1 kali getaran adalah sekon1f

.

Selang waktu diperlukan untuk menempuh 1 getaran adalah periode T, sehingga

diperoleh hubungan antara periode dan frekuensi .1

Tf=

2). Getaran pada Pegas

Pegas tidak diberi beban dan disebut pegas bebas. Begitu beban

dihubungkan ke ujung pegas, pegas bertambah panjang sejauh xD . Di titik O,

beban berada pada kesetimbangan. Pada titik kesetimbangan ini beban masih

dalam keadaan diam (belum bergerak) kemudian beban ditarik ke bawah sejauh B

(amplitudo) dan dilepaskan sehingga beban bergerak berulang- ulang secara

periodik. Seperti terlihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Sebuah beban bermassa m digantungkan pada pegas. Beban bergerak berulang- ulang secara periodik melalui titik setimbang.

Berdasarkan hukum Hooke:

1) ( 1

1

kxmg

kxF

==

di mana k adalah konstanta gaya dari pegas. Ketika massa m berada di titik B,

besarnya gaya yang bekerja pada pegas sama dengan ( )21 xxk + . Dengan demikian

resultan gaya yang bekerja pada saat beban berada pada titik B adalah:

( )21

21

kxkxmgF

xxkmgF

--=+-=

2x1x

A

O F

W

W

21

Berdasarkan persamaan (1): mg = kx1, persamaan di atas menjadi:

(2) 2

211

kxF

kxkxkxF

-=--=

Sesuai dengan hukum II Newton: F = ma, persamaan (2) bisa dituliskan sebagai:

(3) 2

2

xmk

a

kxma

-=

-=

Dari pokok bahasan Gerak Melingkar Beraturan, percepatan sebuah benda yang

sedang bergerak melingkar beraturan dengan jari-jari r didefinisikan sebagai

ra 2w-= . Getaran harmonis sederhana merupakan gerak yang sama dengan

gerak melingkar beraturan, sehingga dalam getaran harmonis sederhana pada

pegas berlaku 22xa w-= , dan persamaan (3) menjadi:

km

πT

mk

ω

mk

ω

mk

ω

xnk

2 maka

2

2 karena

2

222

=

=

=

=

=

-=-

Persamaan di atas digunakan untuk menentukan periode getaran harmonis

sederhana dari sebuah beban bermassa m yang digantungkan pada sebuah pegas

dengan konstanta gaya k.

22

B. Kerangka Berfikir

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnnya, maka dapat

dikemukakan kerangka berfikir sebagai berikut:

1. Perbedaan Pengaruh antara Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme Melalui

Metode Demonstrasi dan Metode Eksperimen terhadap Kemampuan Kognitif

Siswa di SMA.

Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain ialah

pendekatan pembelajaran, metode pengajaran dan minat siswa terhadap mata

pelajaran. Penggunaan metode pembelajaran tidak selalu efektif disetiap kondisi

karena adanya perbedaan minat siswa. Pola pembelajaran yang bersifat

demokratis dapat mengembangkan prestasi belajar siswa. Pola pembelajaran yang

seperti ini hampir memiliki kesamaan dengan pendekatan konstruktivisme, siswa

menyampaikan pengetahuan berdasarkan maknanya sendiri sesuai dengan apa

yang mereka lihat.

Pendekatan pembelajaran yang sesuai diharapkan guru mampu memilih

strategi pembelajaran yang sesuai pula. Semakin baik strateginya semakin efektif

pencapaian tujuan pembelajaran. Banyak metode pembelajaran yang digunakan

oleh guru untuk menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Setiap metode

pasti memiliki kelebihan dan kelemahan. Untuk itu guru harus pandai memilih

metode yang tepat untuk materi yang diajarkan kepada siswa. Pada penelitian ini

akan digunakan metode eksperimen dan demonstrasi yang menuntut siswa aktif,

kreatif dalam memunculkan ide- ide dalam memahami konsep maupun hukum-

hukum Fisika, yang mengkombinasikan lesan dan perbuatan untuk menjelaskan

suatu konsep sehingga timbul kesan mendalam terhadap apa yang siswa pelajari.

2. Pengaruh antara Minat Belajar Kategori Kuat, Sedang dan Lemah terhadap

Kemampuan Kognitif Siswa di SMA.

Faktor internal yang turut mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah

minat belajar siswa. Siswa yang kurang berminat terhadap mata pelajaran Fisika

maka ia akan cepat merasa bosan, mengantuk sehingga prestasi belajar menurun.

Sedangkan siswa yang memiliki minat belajar yang tinggi maka ia akan berusaha

untuk meningkatkan prestasinya.

23

3. Interaksi antara Pengaruh Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme Melalui

Metode Belajar dan Minat Belajar Siswa terhadap Kemampuan Kognitif Siswa

di SMA.

Pemilihan pendekatan pembelajaran melalui metode pembelajaran yang

tepat mempengaruhi hasil prestasi belajar siswa. Pendekatan pembelajaran yang

tepat sesuai dengan kondisi membantu siswa dalam menerima sebagian besar

materi apa yang disampaikan guru sehingga diharapkan dapat meningkatkan

prestasi belajar. Penggunaan metode eksperimen dan demonstrasi akan

meningkatkan minat dan aktivitas belajar siswa berperan aktif dalam

menghubungkan teori dengan percobaan. Secara sederhana kerangka berfikir

penelitian ini dapat digambarkan pada gambar 2.4 berikut:

Gambar 2.4 Skema Kerangka Berfikir

Kelas eksperimen

Kelas demonstrasi

Pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen, A1

Pendekatan konstruktivisme melalui metode demonstrasi,A2

Minat belajar kategori kuat, B1

Minat belajar kategori sedang, B2

Minat belajar kategori lemah, B3

Minat belajar kategori kuat, B1

Keadaan Awal

Minat belajar kategori sedang, B2

Minat belajar kategori lemah, B3

Kemampuan kognitif siswa

24

C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berfikir di atas maka dapat dikemukakan hipotesis

sebagai berikut:

1. Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme

melalui metode eksperimen (A1) dan metode demonstrasi (A2) terhadap

terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.

2. Ada perbedaan pengaruh antara minat belajar kuat (B1), sedang (B2) dan

lemah (B3) terhadap terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.

3. Ada interaksi antara penggunaan pendekatan pembelajaran (A) dan minat

belajar siswa (B) terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 3 Sragen tahun pelajaran

2008/2009. Pertimbangan yang mendasari untuk memilih SMA Negeri 3 Sragen

sebagai tempat penelitian adalah karena SMA tersebut memiliki fasilitas yang

mendukung pelaksanaan penelitian, seperti adanya jumlah siswa dan kelas yang

cukup mendukung serta adanya peralatan percobaan yang diperlukan saat

penelitian.

2. Waktu Penelitian

Penulis melakukan penelitian ini dalam tiga tahap. Adapun tahapan-

tahapan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tahap persiapan yang meliputi: pengajuan judul, penyusunan proposal

penelitian, permohonan perijinan kepada instansi terkait.

b. Tahap pelaksanaan yang meliputi: pengarahan penelitian pada sekolah yang

bersangkutan, pemakaian instrumen penelitian, pelaksanaan mengajar dan

pengambilan data.

c. Tahap penyelesaian yang meliputi: menganalisis data, menyusun laporan

penelitian dan konsultasi kepada dosen pembimbing.

Tahapan penelitian secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

dengan desain faktorial 2X3 dengan frekuensi isi sel tak sama, dengan model

sebagai berikut:

26

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian

B

A B1 B2 B3

A1

A2

A1B1

A2B1

A1B2

A2B2

A1B3

A2B3

Keterangan:

A = Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme.

A1 = Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme melalui Metode Eksperimen.

A2 = Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme melalui Metode Demonstrasi.

B = Minat Belajar Siswa terhadap Fisika.

B1 = Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Kategori Kuat.

B2 = Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Kategori Sedang.

B3 = Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Kategori Lemah.

Dalam penelitian ini menggunakan dua kelompok yaitu pendekatan

Konstruktivisme melalui metode eksperimen sebagai kelas eksperimen (A1) dan

metode demonstrasi sebagai kelas kontrol (A2). Kedua kelas diasumsikan sama

dalam semua segi dan hanya berbeda dalam pemberian metode pembelajaran.

Kemudian antar kelompok diukur tingkat minat belajar terhadap mata pelajaran

Fisika, sehingga diperoleh data siswa yang memiliki minat belajar kategori kuat

(B1), sedang (B2) dan lemah (B3). Pada akhir eksperimen, kedua kelompok

tersebut diukur kemampuan kognitif Fisika siswa pada pokok bahasan Getaran

dengan alat ukur yang sama yaitu berupa tes akhir. Hasil kedua pengukuran

tersebut digunakan sebagai data eksperimen yang kemudian diolah dan

dibandingkan dengan statistik yang digunakan.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA

Negeri 3 Sragen tahun pelajaran 2008/2009 yang terdiri dari 4 kelas, yaitu kelas

XI IPA1 sampai dengan kelas XI IPA4.

27

2. Sampel

Dari populasi di atas diambil sampel yang terdiri dari 2 kelas yaitu kelas

XI IPA3 sebagai kelas eksperimen yang terdiri dari 33 siswa dan XI IPA4 sebagai

kelas kontrol yang terdiri dari 37 siswa.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Penentuan sampel menggunakan teknik cluster random sampling dengan

cara memandang populasi sebagai kelompok- kelompok. Adapun langkah yang

ditempuh adalah:

a. Mengambil kelas yang mempunyai rata-rata Fisika hampir sama.

b. Mengambil dua kelas yang digunakan sebagai faktor A dan faktor B

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

a. Penggunaan Pendekatan Konstruktivisme

1). Definisi operasional : pendekatan pembelajaran dengan melihat proses

bagaimana seseorang menjadi tahu sesuatu yang kita

amati. Pada penelitian ini digunakan pendekatan

konstruktivisme melalui metode eksperimen sebagai

kelas eksperimen dan metode demonstrasi sebagai

kelas kontrol.

2). Kategori:

(a). Pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen

(b). Pendekatan konstruktivisme melalui metode demonstrasi.

b. Minat Belajar Siswa terhadap Mata Pelajaran Fisika

1). Definisi operasional : kecenderungan siswa untuk merasa tertarik pada

mata pelajaran Fisika terutama bahasan Getaran.

Untuk memperoleh data mengenai minat dapat

digunakan metode angket.

3). Indikator : nilai angket minat belajar siswa terhadap pelajaran

Fisika.

28

2). Skala pengukuran : skala interval yang diubah ke skala ordinal, terdiri

dari tiga kategori yaitu:

(a). Minat belajar siswa kategori kuat, SDmean + > nilai

(b). Minat belajar siswa kategori sedang, SDmeanmean -SD +££ nilai

(c). Minat belajar siswa kategori lemah, SDmean -<nilai

Keterangan : SD ( Standar Deviasi)

2. Variabel Terikat

Variabel penelitian ini adalah kemampuan kognitif siswa pada pokok

bahasan Getaran.

1). Definisi operasional : prestasi belajar Fisika siswa adalah hasil usaha yang

dicapai siswa setelah melakukan proses belajar

mengajar, sehingga mengakibatkan perubahan sikap

yang ditunjukkan pada nilai tes pokok bahasan

Getaran.

2). Indikator : nilai tes prestasi belajar siswa Pokok Bahasan

Getaran.

3). Skala pengukuran : Interval

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Dokumentasi

Metode dokumentasi digunakan untuk mengetahui keadaan awal siswa

terhadap mata pelajaran Fisika. Dokumen keadaan awal siswa diambil dari nilai

rapor siswa semester II kelas X tahun pelajaran 2007/2008 sebelum kelas XI

tahun pelajaran 2008/2009 yang digunakan untuk menguji keseimbangan antara

kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2. Teknik Angket

Untuk mendapatkan data minat siswa terhadap pelajaran Fisika digunakan

metode angket. Angket terdiri dari pertanyaan/ pernyataan yang mengandung

kondisi siswa yang menjadi tujuan pengajaran. Angket merupakan alat serta

teknik pengumpulan data yang mengandalkan informasi atau keterangan dari

sumber data responden. Dalam penelitian ini memuat pertanyaan/ pernyataan

29

kondisi mengenai minat belajar siswa yang terdiri dari 40 soal pilihan dengan 4

alternatif jawaban. Penilaian angket adalah:

Untuk butir angket pertanyaan positif

- Jawaban a nilai: 4

- Jawaban b nilai: 3

- Jawaban c nilai: 2

- Jawaban d nilai: 1

Untuk butir angket pertanyaan negatif

- Jawaban a nilai: 1

- Jawaban b nilai: 2

- Jawaban c nilai: 3

- Jawaban d nilai: 4

Sebelum angket digunakan untuk mengumpulkan data, terlebih dahulu

mencari definisi minat dari berbagi sumber lalu membuat kisi- kisi angket minat

belajar siswa terhadap Fisika dan mengembangkannya dalam bentuk soal. Semua

instrumen angket dikonsultasikan dengan konsultan pendidikan apakah angket

tersebut memenuhi syarat sebagai angket kemudian di try out kan.

3. Teknik Tes

Tes yang dimaksud di sini adalah tes yang disusun oleh penulis yang

dikonsultasikan pada pembimbing yang kemudian di try out kan. Teknik tes yang

digunakan untuk mengumpulkan data prestasi siswa pada pelajaran Fisika pokok

bahasan Getaran. Tes ini menggunakan tes yang dibuat peneliti yang berupa tes

obyektif.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen saat penelitian meliputi, Rencana Pelaksanaan Pelajaran (RPP),

dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang telah dikonsultasikan kepada pembimbing.

Instrumen saat pengambilan data, yaitu angket minat siswa terhadap Fisika dan tes

prestasi siswa dalam bentuk pilihan ganda. Sebelum diteskan, angket minat

belajar siswa terhadap Fisika dan instrumen tes kemampuan kognitif harus di try

30

out kan terlebih dahulu. Try out dilaksanakan di SMA Negeri 2 Sragen yaitu kelas

XI IPA4.

1. Instrumen Angket

Angket minat siswa terhadap Fisika digunakan untuk mengukur minat

belajar siswa terhadap mata pelajaran Fisika.

Langkah-langkah dalam pembuatan angket:

a. Membuat kisi- kisi angket minat siswa dengan langkah- langkah:

1). Menyusun aspek dan indikator minat siswa.

2). Menentukan ruang lingkup dan banyaknya pernyataan untuk masing-

masing indikator.

b. Menyusun item sesuai dengan indikator

c. Men try out kan angket minat siswa terhadap mata pelajaran Fisika.

d. Menghitung reliabilitas dan validitas angket.

Untuk menghitung validitas dan reliabilitas angket digunakan rumus

sebagai berikut:

a. Validitas Angket

Untuk menguji validitas butir angket pada penelitian ini digunakan rumus

korelasi product moment sebagai berikut:

( )( )( )( ) ( )( )2222 YYnXXn

YXXYnrxy

å-åå-å

åå-å=

dimana xyr = koefisien korelasi antara variabel X dan Y dua variabel yang

dikorelasikan.

Jika tabelxy rr > maka soal valid dan jika tabelxy rr < maka soal tidak valid.

(Suharsimi Arikunto, 2005:72)

Artinya dari hasil perhitungan validitas item tersebut kemudian

dikonsultasikan dengan harga g . Jika tabelpbis gg > , maka korelasi tersebut

signifikan, berarti item soal tersebut adalah valid. Apabila harga tabelpbis gg £ ,

31

berarti korelasi tersebut tidak signifikan maka item soal tersebut dikatakan tidak

valid.

b. Reliabilitas Angket

Untuk pengujian reliabilitas angket dengan kemungkinan jawaban 1, 2, 3,

dan 4 digunakan rumus alpha yaitu:

( ) úû

ùêë

é å-ú

û

ùêë

é-

= 2

2

11 11 t

i

σ

σn

nr

Keterangan:

11r = reliabilitas yang dicari

n = banyaknya butir pertanyaan

t

iσå = jumlah varians nilai tiap- tiap item

2ts = varians total

Kriteria item:

0,80 < 11r £ 1,00 : Tinggi

0,60 < 11r £ 0,80 : Cukup

0,40 < 11r £ 0,60 : Agak Rendah

0,20 < 11r £ 0,40 : Rendah

0,00 < 11r £ 0,20 : Sangat Rendah

(Suharsimi Arikunto, 2005:109)

Perangkat dikatakan reliabel apabila memperoleh tabelrr >11 pada taraf

signifikansi 0,05.

2. Instrumen Tes

Metode tes digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan

kognitif yang dicapai siswa untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk

32

memperoleh data kemampuan kognitif siswa maka perlu disusun instrumen

terlebih dahulu untuk di try out kan. Tes prestasi ini memuat tentang materi-

materi yang memuat sub pokok bahasan Getaran sebanyak 39 soal tes obyektif

dengan lima alternatif jawaban. Sebelum instrumen tes digunakan untuk

mengumpulkan data, terlebih dahulu diujikan untuk mengetahui apakah instrumen

yang digunakan dikatakan baik atau tidak. Suatu instrumen tes dikatakan baik bila

memenuhi syarat- syarat daya pembeda, taraf kesukaran, validitas dan reliabilitas.

Butir soal yang memenuhi syarat dapat digunakan sebagai instrumen dan yang

tidak memenuhi tidak digunakan.

a. Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan

antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan

rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks

diskriminasi disingkat D. Untuk menentukan daya pembeda seluruh peserta tes

dibagi dua sama besar, 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah. Seluruh

peserta tes diurutkan mulai dari nilai teratas sampai terbawah. Indeks pembeda

(diskriminasi) berkisar antara 0,0 sampai 1,0 walaupun ada tanda positif dan

negatif.

-1,00 0,0 +1,00

Daya pembeda item bersifat negatif

Item yang bersangkutan tidak memiliki daya pembeda sama sekali

Daya pembeda item bersifat positif

BAB

B

A

A PPJ

B

J

BD -=-=

dengan:

J = jumlah peserta tes

JA = banyaknya peserta kelas atas

JB = banyaknya peserta kelas bawah

BA = banyaknya kelas atas menjawab soal itu benar

BB = banyaknya kelas bawah menjawab soal itu benar

A

AA J

BP = = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

33

B

BB J

B P = = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

besarnya angka

indeks diskriminasi

item (D)

klasifikasi

interpretasi

Kurang dari 0,20

0,20- 0,40

0,40- 0,70

0,70- 1,00

Bertanda negatif

poor

satisfactory

good

excellent

-

Butir item yang bersangkutan daya

pembedanya lemah sekali (jelek) dianggap

tidak memiliki daya pembeda yang baik

Butir item yang bersangkutan telah memiliki

daya pembeda yang cukup (sedang).

Butir item yang bersangkutan telah memiliki

daya pembeda yang baik.

Butir item yang bersangkutan telah memiliki

daya pembeda yang baik sekali.

Butir item yang bersangkutan daya

pembedanya negatif (jelek sekali)

(Anas Sudijono, 1995: 389)

Butir-butir soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal yang

daya pembeda cukup (sedang) dan yang memiliki daya pembeda baik. Butir-butir

soal yang digunakan memiliki nilai daya pembeda antara 0,4 sampai dengan 0,7.

Hasil penelitian ditunjukkan pada lampiran 20.

b. Derajat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu

sukar. Untuk menunjukkan sukar atau mudah digunakan indeks kesukaran. Dalam

istilah evaluasi indeks kesukaran diberi simbol P. Indeks kesukaran 0,0

menunjukkan bahwa soal itu sulit sedangkan indeks kesukaran 1,0 menunjukkan

bahwa soal mudah. Indeks kesukaran dirumuskan sebagai berikut:

P= JSB

34

dimana:

P = indeks kesukaran

B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar

JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Kriteria :

Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar

Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang

Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah

(Suharsimi Arikunto, 2005:207-210)

Butir-butir soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal yang

memiliki derajat kesukaran mudah, sedang dan sukar.

c. Uji Validitas Isi

Validitas memiliki arti ketepatan dan kecermatan instrumen. Cermat

berarti bahwa pengukuran itu mampu memberikan gambaran mengenai perbedaan

yang sekecil- kecilnya diantara subyek yang satu dengan yang lain. Isi tes harus

memuat isi yang relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan yang akan diukur.

Instrumen memuat bahan pelajaran yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

Pada penelitian kurikulum yang dipakai adalah Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP)

Untuk menguji validitas item digunakan rumus point biseral sebagai

berikut:

qP

S

MM

t

tppbis

-=g

Dengan:

pbisg = koefisien korelasi biseral

Mp = rerata nilai subyek yang menjawab benar

Mt = rerata nilai soal

St = standar deviasi dari nilai total

35

P = proporsi siswa yang menjawab item dengan benar

siswaseluruh jumlah

benardengan item menjawab yang siswa banyaknya=

q = proporsi siswa yang menjawab item dengan salah (q=1- p)

(Suharsimi Arikunto, 2005:79)

Kriteria Item:

tabelpbis gg > : item valid

tabelpbis gg £ : item tidak valid

Artinya dari hasil perhitungan validitas item tersebut kemudian

dikonsultasikan dengan harga g . Jika tabelpbis gg > , maka korelasi tersebut

signifikan, berarti item soal tersebut adalah valid. Apabila harga tabelpbis g£g ,

berarti korelasi tersebut tidak signifikan maka item soal tersebut dikatakan tidak

valid.

Berdasarkan hasil penelitian,dari 39 item soal terdapat 5 butir item yang

tidak valid yaitu butir no.18,32,33,35 dan 38. Hasil tersebut ditunjukkan pada

lampiran 20.

d. Realibilitas

Instrumen dikatakan reabel berarti dapat memberikan hasil yang relatif

sama pada saat akan dilakukan pengukuran lagi pada responden yang sama pada

waktu yang berlainan. Reliabel tes hasil belajar diuji dengan KR- 20 yaitu:

÷÷ø

öççè

æ-÷

øö

çèæ

-= å

211 11 t

ii

s

qp

nn

r

Dengan;

r11 = indeks reabilitas instrumen

n = banyaknya butir instrumen

pi = proporsi jumlah subyek yang menjawab benar pada butir ke- i

qi = 1- pi, i= 1,2,…..n

St2 = variansi total

36

kriteria reabilitas:

0,00< r11< 0,20 : reabilitas sangat rendah

0,20 < r11 < 0,40 : reabilitas rendah

0,40<r11< 0,60 : reabilitas cukup

0,60 < r11< 0,80 : reabilitas tinggi

0,80 <r11< 1,00 : reabilitas sangat tinggi

(Suharsimi Arikunto, 2002:100)

Perangkat dikatakan reliabel apabila memperoleh tabelrr >11 pada taraf

signifikansi 0,05.

G. Teknik Analisis Data

1. Uji Keseimbangan Keadaan Awal

Dalam penelitian ini, uji kesamaan keadaan awal dilakukan untuk

mengetahui kesamaan antara keadaan awal siswa kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol, yaitu dengan menganalisis data dokumentasi yang berupa nilai

rapor semester 2 mata pelajaran Fisika.

a. Uji Normalitas

Syarat agar analisis dapat diterapkan adalah dipenuhinya sifat normalitas

pada distribusi populasinya. Untuk menguji apakah data yang diperoleh berasal

dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak normal maka dilakukan uji

normalitas. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Lilliefors. Prosedur uji normalitas menggunakan metode Lilliefors adalah sebagai

berikut:

1). Penggunaan n,...,x,xx 21 dijadikan bilangan baku n,...,z,zz 21 dengan rumus

sxx

z ii

-= ( x dan s masing-masing merupakan rata-rata dan simpangan

baku sampel).

2). Data dari sampel kemudian diurutkan dari nilai terendah sampai nilai

tertinggi.

37

3). Untuk tiap bilangan baku ini, menggunakan daftar distribusi normal baku,

kemudian dihitung peluang )()( ii zzPzF £=

4). Menghitung proporsi nzzz ,...,, 21 yang lebih kecil atau sama dengan iz . Jika

proporsi ini dinyatakan oleh ( )izs , maka :

, yang ,...,, banyaknya

)( 21

nzzzz

zF ini

£= dengan n adalah banyaknya

subyek.

5). Mencari selisih antara ( )ii zszF -)( , kemudian menentukan harga mutlaknya

yaitu : ( )iii zszFL -= )(

6). Mengambil harga yang paling besar diantara harga iL , harga ini dinamakan

)( 00 maksLLL =

Kriteria pengujian :

Jika tabelLL <0 , maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Jika tabelLL ³0 , maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak

normal.

(Sudjana, 1996:466-467)

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas diperlukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok

sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Uji homogenitas yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode Bartlert yang prosedurnya adalah

sebagai berikut :

1) Hipotesis

Ho: 2

42

32

22

1 ssss === (sampel homogen)

H1 : 2

42

32

22

1 ssss ÏÏÏ (paling sedikit ada satu variansi yang berbeda atau

sampel tidak homogen)

2) Statistik uji

( )å-= 22 loglog303,2

jjerr SfMSfc

c

38

keterangan:

( )

( )å å

å

å

-=

=

÷÷ø

öççè

æ-

-=

jjj

jerr

j

n

XXSS

f

SSMS

ffkc

2

12

1113

11

12

-=

j

jj n

SSS

f : Derajat kebebasan untuk kNMSerr -=

k : Cacah sampel

jf : Derajat kebebasan untuk 12 -= jj nS

j : 1, 2, 3, ……, k

jn : Cacah pengukuran pada sampel ke – j

3) Daerah kritik

{ }1;222

->= kjDK accc

4) Keputusan uji

Jika tabelkjhit 1;22

-< acc , maka kedua sampel berasal dari populasi yang

homogen untuk aaa -=Þ= 1%5 j

=a taraf signifikansi

c. Uji – t Dua Ekor

Rumus yang digunakan pada uji kesamaan keadaan awal adalah uji–t dua ekor

sebagai berikut :

úû

ùêë

é+

úúû

ù

êêë

é

-+

+

-=

å åbaba

ba

ba

nnnn

XX

MMt

112

22

39

di mana :

aa MaX -=

bb MbX -=

a : Kelas eksperimen

b : Kelas kontrol

aM : Mean kelas eksperimen

bM : Mean kelas kontrol

an : Banyaknya subyek kelas eksperimen

bn : Banyaknya subyek kelas kontrol

Hipotesis:

210 mm =ÞH : Tidak ada perbedaan keadaan awal Fisika antara siswa

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

211 mm ¹ÞH : Ada perbedaan keadaan awal Fisika antara siswa kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol.

Derajat kebebasan yang digunakan adalah 2-+= ba nndk

Kriteria pengujian:

Jika aa

2

11

hitung

2

11 --

<<- ttt , maka hipotesis nol diterima

Jika hitungt mempunyai harga lain, maka hipotesis nol ditolak

2. Uji Prasyarat Analisis

Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

variansi (ANAVA) dua jalan dengan isi sel tak sama dan uji lanjut ANAVA

komparansi ganda metode Scheffe. Adapun uji prasyarat analisis variansi sebelum

dilakukan uji statistik dengan ANAVA adalah sebagai berikut :

a. Uji Normalitas

Syarat agar analisis dapat diterapkan adalah dipenuhinya sifat normalitas

pada distribusi populasinya. Untuk menguji apakah data yang diperoleh berasal

dari populasi berdistribusi normal atau tidak normal maka dilakukan uji

40

normalitas. Dalam penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah metode

Lilliefors.

Prosedur uji normalitas menggunakan metode Lilliefors adalah sebagai berikut :

1). Penggunaan n,...,x,xx 21 dijadikan bilangan baku n,...,z,zz 21 dengan rumus

sxx

z ii

-= ( x dan s masing-masing merupakan rata-rata dan simpangan

baku sampel).

2). Data dari sampel kemudian diurutkan dari nilai terendah sampai nilai

tertinggi.

3). Untuk tiap bilangan baku ini, menggunakan daftar distribusi normal baku,

kemudian dihitung peluang )()( ii zzPzF £=

4). Menghitung proporsi nzzz ,...,, 21 yang lebih kecil atau sama dengan iz . Jika

proporsi ini dinyatakan oleh ( )izs , maka :

, yang ,...,, banyaknya

)( 21

nzzzz

zF ini

£= dengan n adalah banyaknya

subyek.

5). Mencari selisih antara ( )ii zszF -)( , kemudian menentukan harga mutlaknya

yaitu : ( )iii zszFL -= )(

6). Mengambil harga yang paling besar diantara harga iL , harga ini dinamakan

)( 00 maksLLL =

Kriteria pengujian :

Jika tabelLL <0 , maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Jika tabelLL ³0 , maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak

normal.

(Sudjana, 1996:466-467)

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas diperlukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok

sampel berasal dari populasi yang homogen atau tidak homogen. Dalam penelitian

ini menggunakan metode Bartlett yang prosedurnya adalah sebagai berikut:

41

1) Hipotesis

H0 : 2

42

32

22

1 ssss === (sampel homogen)

H1 : 2

42

32

22

1 ssss ÏÏÏ (paling sedikit terdapat satu variansi yang berbeda

atau sampel tidak homogen)

2) Uji statistik

( )å-= 22 loglog303,2

jjerr SfMSfc

c

keterangan:

å=

=-=k

jjfkNf

1

( ) ÷÷ø

öççè

æ-

-= å ffk

cj

1113

11

f

SSMS j

errå=

( )å å-=

jjj n

XXSS

2

12

12

-=

j

jj n

SSS

f : Derajat kebebasan untuk kNMSerr -=

k : Cacah sampel

1-= jj nf : Derajat kebebasan untuk j= 1,2,...,k

j : 1, 2, 3, ……, k

jn : Cacah pengukuran pada sampel ke– j

3) Daerah kritik

{ }1;

222-ac>cc= kjDK

4) Keputusan uji

Jika 1;

22-ac<c kjhit , maka kedua sampel berasal dari populasi yang homogen

untuk aaa -=Þ= 105,0 j

42

=a taraf signifikansi

3. Pengujian Hipotesis

a. Tujuan

Tujuan dari pengujian hipotesis adalah untuk mengetahui ada atau tidak

adanya perbedaan pengaruh antara dua variabel bebas / faktor terhadap variabel

terikat.

b. Asumsi Dasar

Asumsi dasar yang digunakan dalam pengujian hipotesis ini adalah:

1). Populasi-populasi berdisttribusi normal

2). Populasi-populasi homogen

3). Sampel dipilih secara acak

4). Variabel terikat berskala pengukuran interval

5). Variabel bebas berskala pengukuran nominal

c. Model

Untuk pengujian hipotesis digunakan analisis variansi dua jalan 2X3,

dengan isi sel tak sama dengan model data sebagai berikut:

( ) ijkijjiijkX eabbam ++++=

Dengan:

ijkX = data amatan ke- k pada baris ke- i dan kolom ke- j

m = rataan dari seluruh data (rataan besar, grand mean)

ia = efek baris ke- i pada variabel terikat

jb = efek kolom ke- j pada variabel terikat

( )ijab = kombinasi efek baris ke- i dan kolom ke- j pada variabel terikat

ijke = deviasi data ijkX terhadap rataan populasinya yang berdistribusi normal

dengan rataan 0.

43

d. Hipotesis

1). 0:0 =iAH a Tidak ada perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan

konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode

demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa di

SMA.

0:1 ¹aiAH Ada perbedaan pengaruh penggunaan pendekatan

konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode

demonstrasi terhadap kemampuan kognitif siswa di

SMA.

2). 0:0 =b jBH Tidak ada perbedaan antara minat belajar kategori kuat,

sedang dan lemah terhadap kemampuan kognitif siswa di

SMA.

0:1 ¹b jBH Ada perbedaan antara minat belajar kategori kuat, sedang

dan lemah terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.

3). ( ) 0:0 =ab ijABH Tidak ada interaksi penggunaan pendekatan

pembelajaran dan minat belajar siswa terhadap

kemampuan kognitif siswa di SMA.

( ) 0:1 ¹ijABH ab Ada interaksi penggunaan pendekatan pembelajaran dan

minat belajar siswa terhadap kemampuan kognitif siswa

di SMA.

e. Komputasi

Analisa Variansi Dua Jalan 2x3 dengan Isi Sel Tak Sama

1). Tabel 3.2 Data Persiapan Uji ANAVA

B A

B1

B2

B3

A1 A1B1 A1B2 A1B3

A2 A2B2 A2B2 A2B3

44

keterangan:

A : Penggunaan pendekatan konstruktivisme

A1 : Penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode

eksperimen.

A2 : Penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode

demonstrasi.

B : Minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Fisika.

B1 : Minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Fisika kategori

kuat.

B2 : Minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Fisika kategori

sedang.

B3 : Minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Fisika kategori

lemah.

A1B1 : Penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode

eksperimen ditinjau dan minat belajar siswa kategori kuat.

A1B2 : Penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode

eksperimen dan minat belajar siswa kategori sedang.

A1B3 : Penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode

eksperimen dan minat belajar siswa kategori lemah.

A2B1 : Penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode

demonstrasi dan minat belajar siswa kategori kuat.

A2B2 : Penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode

demonstrasi dan minat belajar siswa kategori sedang.

A2B3 : Penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode

demonstrasi dan minat belajar siswa kategori lemah.

45

2). Tabel 3.3 Jumlah AB

B

A B1 B2 B3

Total

A1 A1 B1 A1 B2 A1 B3 A1

A2 A2 B1 A2 B2 A2 B3 A2

Total B1 B2 B3 G

(a) Rerata Harmonik

å=

ji ijn

pqhn

,

1

(b) Komponen Jumlah Kuadrat

(1) = pqG2

(2) = åji

ijSS,

(3) = åi

i

qA2

(4) = p

Bj

jå 2

(5) = åkji

ijkAB,,

2

(c) Jumlah Kuadrat (Sum Square)

ASS = ( ) ( ){ }13 -hn

( ) ( ){ }14 -= hnSSB

( ) ( ) ( ) ( ){ }1345 +--= hnSS AB )2(=errSS

( ) ( ){ } ( )215 +-= hnSStot +

46

(d) Derajat Kebebasan (Degree of Freedom)

dfA = p – 1

dfB = q – 1

dfAB = (p – 1)(q – 1)

dferr = N – pq

dfTot = N – 1

(e) Derajat Kuadrat

MSA = A

A

df

SS

MSB = B

B

df

SS

MSAB = AB

AB

df

SS

MSerr = err

err

df

SS

(f) Statistik Uji

Fa = err

A

MS

MS

Fb = err

B

MS

MS

Fab = err

AB

MS

MS

(g) Daerah Kritik

DKa = pqNpFFa --³ ,1;05,0

DKb = pqNqFFb --³ ,1;05,0

DKab = pqNqpFFab ---³ ),1)(1(;05,0

(h) Keputusan Uji

H01 ditolak jika pqNpFFa --³ ,1;05,0

H02 ditolak jika pqNqFFb --³ ,1;05,0

H03 ditolak jika pqNqpFFab ---³ ),1)(1(;05,0

+

47

(i) Rangkuman Analisis

Tabel 3.4 Rangkuman Analisis

Sumber

Variasi SS df MS F P

Efek Utama

A (baris) SSA dfA MSA Fa

B (kolom) SSB dfB MSB Fb < α atau>α

Interaksi AB SSAB dfAB MSAB Fab < α atau>α

Kesalahan SSerr dferr MSerr - -

Total SSTot dfTot - - -

(Nonoh Siti Aminah, 2004: 34)

4. Uji Lanjut Pasca ANAVA dengan Uji Komparasi Ganda

Komparasi ganda merupakan tindak lanjut dari analisis variansi seperti

yang telah diuraikan dimuka pada ANAVA hanya dapat mengetahui ditolak atau

diterimanya hipotesis nol. Hal ini berarti bahwa hipotesis nol ditolak maka belum

dapat diketahui rerata-rerata mana yang berbeda, perlu diingat bahwa apabila

hipotesis nol ditolak maka diperoleh kesimpulan bahwa paling sedikitnya terdapat

satu rerata yang berbeda dengan rerata-rerata lainnya. Untuk mengetahui lebih

lanjut rerata mana yang berbeda dan rerata mana yang sama maka dilakukan

pelacakan rerata yang dikenal dengan analisis komparasi ganda, dengan demikian

komparasi ganda merupakan analisis “Pasca Analisis Variansi”.

Dalam penelitian ini metode dalam komparasi ganda yang digunakan

adalah metode Scheffe. Statistik Uji yang digunakan adalah:

a. Komparasi Rataan Antar Baris

( )

÷÷ø

öççè

æ+

-=-

.1

.1

..2

...

jierr

jiji

nnMS

XXF

48

dengan:

... jiF - = nilai obsF pada pembandingan baris ke- i dan baris ke- j

.iX = rataan pada baris ke- i

.jX = rataan pada baris ke- j

errMS = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis

variansi

.in = ukuran sampel baris ke- i

.jn = ukuran sampel baris ke- j

Daerah kritik untuk uji itu ialah: ( ){ }pqNpFpFFDK --->= ,1;05,01

b. Komparasi Rataan Antar Kolom

( )

÷÷ø

öççè

æ+

-=-

jierr

ji

ji

nnMS

XXF

..

2..

..11

Dengan daerah kritik: ( ){ }pqNqFqFFDK --->= ,1;05,01

c. Komparasi Rataan Antar Sel pada Kolom yang Sama

( )

÷÷ø

öççè

æ+

-=-

jkijerr

jkijjkij

nnMS

XXF

11

2

dengan:

... jkijF - = nilai Fobs pada pembandingan baris ke- i dan baris ke- j

ijX = rataan pada baris ke- i

jkX = rataan pada baris ke- j

49

errMS = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis

variansi

ijn = ukuran sampel baris ke- ij

jkn = ukuran sampel baris ke- jk

Daerah kritik untuk uji itu ialah: ( ){ }pqNpqFpqFFDK --->= ,1;05,01

d. Komparasi Rataan Antar Sel pada Baris yang Sama

( )

÷÷ø

öççè

æ+

-=-

ikijerr

ikijikij

nnMS

XXF

11

2

dengan daerah kritik: ( ){ }pqNpqFpqFFDK --->= ,1;05,01

(Budiyono, 2004:214-215)

50

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri atas data keadaan awal

Fisika siswa yang diambil dari nilai rapor kelas X semester II sebagai berikut:

1. Data Keadaan Awal Fisika Siswa

Dalam penelitian ini jumlah sampel sebanyak 69 orang. Nilai keadaan

awal Fisika siswa yang digunakan yaitu nilai rapor kelas X semester II. Untuk

kelas eksperimen, jumlah data 33, nilai terendah 60 dan nilai tertinggi 75. Nilai

rata-rata 67,76, varians 12,25 dan standar deviasi 3,5. (lihat lampiran 23)

Untuk melengkapi deskripsi data tersebut, disajikan distribusi frekuensi

dan histogram nilai keadaan awal Fisika siswa kelas eksperimen yang dapat

dilihat pada tabel 4.1 dan gambar 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas Eksperimen

Frekuensi No.

Interval Kelas

Titik Tengah Mutlak Relatif

1. 60- 62 61 3 9,09%

2. 63- 65 64 4 12,12% 3. 66- 68 67 13 39,39%

4. 69- 71 70 10 30,30% 5. 72- 74 73 2 6,06% 6. 75- 77 76 1 3,03%

Jumlah 33 100%

51

0

2

4

6

8

10

12

14

61 64 67 70 73 76

Nilai Tengah

Frek

uens

i

Gambar 4.1 Histogram Nilai Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas Eksperimen

Sedangkan untuk kelas kontrol, nilai keadaan awal Fisika siswa dengan

jumlah data 37, nilai terendah 60 dan nilai tertinggi 75. Nilai rata-rata 67,92

varians 9,17 dan standar deviasi 2,97. (lihat lampiran 24).

Untuk melengkapi deskripsi data tersebut, disajikan distribusi frekuensi

dan histogram nilai keadaan awal Fisika siswa kelas kontrol yang dapat dilihat

pada tabel 4.2 dan gambar 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Keadaan Awal Fisika Siswa Kelas Kontrol

Frekuensi No.

Interval Kelas

Titik Tengah Mutlak Relatif

1. 60- 62 61 1 2,70%

2. 63- 65 64 9 24,32% 3. 66- 68 67 10 27,03%

4. 69- 71 70 13 35,14% 5. 72- 74 73 3 8,11% 6. 75- 77 76 1 2,70%

Jumlah 37 100%

52

0

2

4

6

8

10

12

14

61 64 67 70 73 76

Nilai Tengah

Frek

uens

i

Gambar 4.2 Histogram Nilai Keadaan Awal Siswa Kelas Kontrol

2. Data Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa

Berdasarkan data hasil tes kemampuan kognitif Fisika pada pokok

bahasan Getaran, maka untuk siswa kelompok eksperimen yang diberi pengajaran

dengan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen diperoleh nilai

tertinggi 81 dan nilai terendah 43. Nilai rata-rata dan standar deviasi untuk siswa

kelompok eksperimen berturut-turut adalah 66,8 dan 9,9.

Untuk kelompok kontrol yang diberi pengajaran dengan pendekatan

konstruktivisme melalui metode demonstrasi diperoleh nilai kemampuan kognitif

Fisika siswa dengan rentang antara 38 sampai 81 dengan rata-rata 59,70 dan

standar deviasi 9,5.

53

Distribusi frekuensi nilai kemampuan kognitif Fisika siswa kelompok

eksperimen disajikan dalam tabel 4.3 dan gambar 4.3.

Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelompok Eksperimen

Frekuensi No.

Interval Kelas

Titik Tengah Mutlak Relatif

1. 43- 49 46 2 6% 2. 50- 56 53 3 9% 3. 57- 63 60 5 15% 4. 64- 70 67 10 30% 5. 71- 77 74 9 27% 6. 78- 84 81 4 12%

Jumlah 33 100%

0

2

4

6

8

10

12

46 53 60 67 74 80

Nilai Tengah

Frek

uens

i

Gambar 4.3 Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelompok Eksperimen

54

Distribusi frekuensi nilai kemampuan kognitif Fisika siswa kelompok

kontrol disajikan dalam tabel 4.4 dan gambar 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelompok Kontrol

Frekuensi No.

Interval Kelas

Titik Tengah Mutlak Relatif

1. 38- 45 41,5 2 5% 2. 46- 53 49,5 10 27% 3. 54- 61 57,5 5 14% 4. 62- 69 65,5 13 35% 5. 70- 77 73,5 5 14% 6. 78- 85 81,5 2 5%

Jumlah 37 100%

0

2

4

6

8

10

12

14

41,5 49,5 57,5 65,5 73,5 81,5

Nilai Tengah

Frek

uens

i

Gambar 4.4 Histogram Nilai Kemampuan Kognitif Fisika Siswa Kelompok Kontrol

3. Data Minat Belajar Siswa terhadap Fisika

Dalam penelitian ini data minat belajar siswa terhadap Fisika diperoleh

dari pemberian angket minat belajar siswa terhadap Fisika di SMA kepada

responden. Minat belajar siswa terhadap Fisika dikelompokkan menjadi tiga

kategori, yaitu kategori kuat, sedang, dan lemah. Pengelompokan ini didasarkan

pada nilai rata- rata (mean) dan standar deviasi ( )SD gabungan. Siswa yang

memiliki nilai di atas SDmean + dikategorikan siswa yang memiliki minat

55

belajar awal kuat. Sebaliknya, siswa yang memiliki nilai di bawah SDmean -

dikategorikan siswa yang memiliki minat belajar lemah, sedangkan siswa yang

memiliki nilai di antara SDmean + dan SDmean - dikategorikan siswa yang

memiliki minat belajar kategori sedang.

Dari data nilai minat belajar siswa kelompok eksperimen diperoleh nilai

tertinggi 134 dan nilai terendah 87, sedangkan nilai rata-rata 113,42 dan standar

deviasi 14,99.

Dari data nilai minat belajar siswa kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol diperoleh rata-rata gabungan 110,00 dan standar deviasi gabungan 15,23.

Berdasarkan nilai tersebut, maka siswa yang memiliki nilai di atas 126,24

dikategorikan menjadi siswa yang memiliki minat belajar kuat. Siswa yang

memiliki nilai di bawah 95,77 dikategorikan memiliki minat belajar lemah,

sedangkan siswa yang memiliki nilai antara 95,77 sampai 126,24 termasuk siswa

yang memiliki minat belajar sedang. (lihat lampiran 27)

Untuk melengkapi deskripsi data tersebut, disajikan distribusi frekuensi

dan histogram nilai minat belajar siswa terhadap Fisika kelas eksperimen yang

dapat dilihat pada tabel 4.5 dan gambar 4.5.

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Kelas Eksperimen

Frekuensi No.

Interval Kelas

Titik Tengah Mutlak Relatif

1. 87- 95 88,5 7 21%

2. 96- 104 96,5 2 6%

3. 105- 113 104,5 8 24%

4. 114- 122 112,5 5 15%

5. 123- 131 120,5 7 21%

6. 132- 140 128,5 4 12%

Jumlah 33 100%

56

0123456789

91 100 109 118 127 136

Nilai Tengah

Frek

uens

i

Gambar 4.5 Histogram Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Kelas Eksperimen

Sedangkan nilai minat belajar siswa terhadap Fisika untuk kelas untuk

kelas kontrol dengan jumlah data 36, nilai terendah 85 dan nilai tertinggi 143.

Nilai rata-rata 108,59 dan standar deviasi 15,48. (lihat lampiran 27)

Untuk melengkapi deskripsi data tersebut, disajikan distribusi frekuensi

dan histogram nilai minat belajar siswa terhadap Fisika kelas kontrol yang dapat

dilihat pada tabel 4.6 dan gambar 4.6.

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Kelas Kontrol

Frekuensi No.

Interval Kelas

Titik Tengah Mutlak Relatif

1. 85- 94 86,5 9 24%

2. 95- 104 96,5 5 14%

3. 105-114 106,5 12 32%

4. 115-124 116,5 1 3%

5. 125- 134 126,5 9 24%

6. 135- 144 136,5 1 3%

Jumlah 37 100%

57

0

2

4

6

8

10

12

14

90 100 110 120 130 140

Nilai Tengah

Frek

uens

i

Gambar 4.6 Histogram Minat Belajar Siswa terhadap Fisika Kelas Kontrol

B. Uji Kesamaan Keadaan Awal

Pengujian kesamaan keadaan awal siswa dilakukan dengan uji- t dua

ekor. Sebelum dilakukan uji- t dua ekor dilakukan uji prasyarat analisis, yaitu

dengan uji normalitas dan homogenitas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas kesamaan keadaan awal dilakukan terhadap data nilai

rapor mata pelajaran Fisika semester II.

a. Kelompok Eksperimen

Hasil analisis menggunakan uji Liliefors diperoleh harga 0,1210=obsL .

Sedangkan untuk n=33 pada taraf signifikansi 0,05 harga 1542,0=tabelL . Karena

1542,00,1210 =<= tabelobs LL , maka sampel kelompok eksperimen berasal dari

populasi yang berdistribusi normal. (Lihat lampiran 23)

b. Kelompok Kontrol

Hasil analisis menggunakan uji Liliefors diperoleh harga 0,0780=obsL .

Sedangkan untuk n= 36 pada taraf signifikansi 0,05 harga 1547,0=tabelL . Karena

58

1547,00,0780 =<= tabelobs LL , maka sampel kelompok kontrol berasal dari

populasi yang berdistribusi normal. (Lihat lampiran 24)

2. Uji Homogenitas

Dari hasil analisis uji homogenitas yang dilakukan dengan uji Bartlett

diperoleh harga 0,2572 =hitungχ . Sedangkan pada taraf signifikansi 0,05 harga

84,32 =tabelχ . Karena 8430,257 22 ,χχ tabelhitung =<= , maka dapat disimpulkan

bahwa kedua sampel berasal dari populasi yang homogen. (Lihat pada lampiran

25)

3. Uji- t

Uji kesamaan keadaan awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol

dilakukan dengan analisis uji- t dua ekor yang sebelumnya telah diuji dengan uji

normalitas dan uji homogenitas. Dari analisis terhadap data yang ada diperoleh

harga -0,0036399=hitungt . Dari tabel distribusi t diketahui harga tabelt pada taraf

signifikansi 0,05 dengan derajat kebebasan (df)= 68 adalah 2. Karena

hitungtabelhitungtabel tttt atau 20036399,02 <<-=<<- terletak pada daerah

penerimaan oH , maka dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen dan kelas

kontrol mempunyai keadaan awal Fisika yang sama sebelum diberi perlakuan.

(Lihat lampiran 26)

C. Uji Prasyarat Analisis

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis variansi dua

jalan dengan isi sel tak sama. Uji tersebut dapat dilakukan bila uji prasyarat yang

terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas terpenuhi. Hasil uji prasyarat ini

adalah sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas yang digunakan dalam menganalisis hasil penelitian ini

adalah dengan teknik uji Lilliefors. Hasil uji normalitas kemampuan kognitif

siswa pada Pokok Bahasan Getaran kelompok eksperimen diperoleh

1210,0=obsL . Harga tabelL dengan taraf signifikansi α = 0,05 pada n= 33 adalah

59

0,1542. Karena 1542,01210,0 =<= tabelobs LL , maka dapat disimpulkan bahwa

kemampuan kognitif siswa kelompok eksperimen berasal dari populasi yang

berdistribusi normal. (lihat lampiran 28)

Hasil uji normalitas kemampuan kognitif siswa pada Pokok Bahasan

Getaran kelompok kelompok kontrol diperoleh 0780,0=obsL , harga tabelL untuk

n= 37 pada taraf signifikansi 0,05 adalah 0,1457. Karena

1457,00780,0 =<= tabelobs LL maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan

kognitif siswa kelompok kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

(lihat lampiran 29)

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas pada nilai kemampuan kognitif Fisika siswa dengan uji

Bartlett diperoleh harga 0,00572 =hitungc , sedangkan harga 2tabelc pada taraf

signifikansi 0,05 dengan dk=1 adalah 3,84. Karena 84,300570 22 =<= tabelhitung χ,χ ,

maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan kognitif Fisika siswa kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol berasal dari populasi yang homogen. (lihat

lampiran 30)

D. Pengujian Hipotesis

1. Uji ANAVA Dua Jalan

Dalam penelitian ini melibatkan dua variabel bebas. Variabel pertama

adalah penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen dan

metode demonstrasi. Variabel kedua adalah minat belajar siswa terhadap Fisika

yang dibedakan menjadi tiga kategori yaitu kategori kuat, sedang dan lemah.

Variabel terikatnya adalah kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan

Getaran. Analisis yang digunakan ialah analisi variansi (ANAVA) dengan isi sel

tak sama. Dari hasil uji normalitas dan homogenitas dapat diketahui bahwa

prasyarat uji telah terpenuhi, maka data yang diperoleh dapat dianalisis dengan

ANAVA dua jalan.

60

Berdasarkan hasil analisis dapat dilihat rangkuman rangkuman analisis

variansi pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Isi Sel Tak Sama Sumber

Variansi SS df MS Fobs aF P

Efek Utama

A (Baris) 1219,4328 1 1219,4328 16,18 3,99 < 0.05

B (Kolom) 5713,7531 2 2856,8765 37,91 3,06 < 0.05

Interaksi (AB) 33,7716 2 16,8858 0,22 3,06 > 0.05

Ralat 4672,6556 64 75,3654 - - -

Total 11639,6131 69 - - - -

Hasil perhitungan selengkapnya dapat dapat dilihat pada lampiran 30

Keputusan uji dari hasil analisis ini adalah berupa kesimpulan hasil

pengujian hipotesis, yakni:

1. 99,318,16 =>= tabela FF , maka 01H ditolak.

Hal ini menunjukkan: ”Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan

pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode

demonstrasi terhadap terhadap kemampuan kognitif siswa.”

2. 06,391,39 =>= tabelb FF , maka 02H ditolak.

Hal ini menunjukkan: ”Ada perbedaan pengaruh antara minat belajar kategori

kuat, sedang dan lemah terhadap terhadap kemampuan kognitif siswa.”

3. 06,322,0 =<= tabelab FF , maka 03H diterima.

Hal ini menunjukkan: ”Tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan

pendekatan konstruktivisme melalui metode belajar ditinjau dari minat belajar

siswa terhadap kemampuan kognitif siswa.

2. Uji Lanjut ANAVA

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang perbedaan rerata pada ANAVA,

maka dilakukan uji komparasi ganda antar rerata dengan metode Scheffe.

Rangkuman uji komparasi ganda disajikan dalam tabel 4.8.

61

Tabel 4.8 Rangkuman Uji Komparasi Ganda

Rerata Statistik

uji Harga Kritik Komparasi

Ganda 1 2 (F) 0,05 0,01

P Kesimpulan

·· mm 21 vs 181, 70 197,73 57,51 3,98 7,01 <0,05 ·· m>m 21 (signifikan)

21 ·· mm vs 141,37 124,88 41,29 3,98 7,01 <0,05 21 ·· m>m (signifikan)

31 ·· mm vs 181, 70 113,17 86,95 3,98 7,01 <0,05 31 ·· m>m

(signifikan)

32 ·· mm vs 124,88 113,17 19,97 3,98 7,01 <0,05 32 ·· m>m

(signifikan)

Berdasarkan tabel 4.8 dapat disimpulkan keputusan uji hasil rerata

sebagai berikut:

a. 98,351,57 70.1;05,0 =>= FFA . maka 0H ditolak.

Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan rerata yang signifikan antara baris

A1 (metode eksperimen) dengan baris A2 (metode demonstrasi).

b. 98,329,41 70.1;05,012 =>= FFB maka 0H ditolak.

Hal ini menunjukkan : “Ada perbedaan rerata yang signifikan antara kolom B1

(minat belajar siswa terhadap Fisika kategori kuat) dan B2 (minat belajar siswa

terhadap Fisika kategori sedang)”.

c. 98,395,86 70.1;05,013 =>= FFB maka 0H ditolak.

Hal ini menunjukkan:”Ada perbedaan rerata yang signifikan antara kolom B1

(minat belajar siswa terhadap Fisika kategori kuat) dan B3 (minat belajar siswa

terhadap Fisika kategori lemah)”.

d. 98,397,19 70.1;05,023 =>= FFB maka 0H ditolak.

Hal ini menunjukkan:”Ada perbedaan rerata yang signifikan antara kolom B2

(minat belajar siswa terhadap Fisika kategori sedang) dan B3 (minat belajar

siswa terhadap Fisika kategori lemah)”.

62

Dari keputusan uji tersebut dapat disimpulkan bahwa:

a. 98,319,41 70.1;05,012 =>= FFB menunjukkan bahwa:”Ada perbedaan rerata

yang signifikan antara kolom B1 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori

kuat) dengan B2 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori sedang).” Rerata

kemampuan kognitif Fisika siswa yang memiliki minat belajar siswa kategori

kuat 11X =141,37 sedangkan rerata kemampuan kognitif siswa yang memiliki

minat belajar siswa kategori sedang 12X =124,88 sehingga dapat disimpulkan

bahwa siswa yang memiliki minat belajar siswa terhadap Fisika kategori kuat

cenderung mempunyai kemampuan kognitif Fisika yang lebih tinggi daripada

siswa kategori sedang.

b. 98,308,51 70.1;05,013 =>= FFB menunjukkan: ”Ada perbedaan rerata yang

signifikan antara kolom B1 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori kuat)

dengan B3 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori lemah)”. Rerata

kemampuan kognitif Fisika siswa yang memiliki minat belajar siswa terhadap

Fisika kategori kuat 11X =141,37 sedangkan rerata kemampuan kognitif siswa

kategori lemah 13X =113,17 sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa yang

memiliki minat belajar siswa terhadap Fisika kategori kuat cenderung

mempunyai kemampuan kognitif Fisika yang lebih tinggi daripada siswa

kategori lemah.

c. 98,397,19 70.1;05,023 =>= FFB menunjukkan:”Ada perbedaan rerata yang

signifikan antara kolom B2 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori

sedang) dengan B3 (minat belajar siswa terhadap Fisika kategori lemah)”.

Rerata kemampuan kognitif Fisika siswa yang memiliki minat belajar terhadap

Fisika kategori sedang 22X =124,88 sedangkan rerata kemampuan kognitif

Fisika siswa yang memiliki minat belajar terhadap Fisika kategori lemah

23BX =113,17 sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki minat

belajar terhadap Fisika kategori sedang cenderung mempunyai kemampuan

kognitif Fisika yang lebih tinggi daripada siswa kategori lemah.

63

E. Pembahasan Hasil Analisis Data

1. Uji Hipotesis Pertama

Berdasarkan hasil analisis variansi dan uji lanjut ANAVA diperoleh

bahwa untuk hipotesis pertama ada perbedaan pengaruh antara penggunaan

pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen dan metode demonstrasi

dalam pembelajaran Fisika terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA. Dari uji

lanjut ANAVA menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan

Konstruktivisme melalui metode eksperimen lebih efektif daripada dengan

metode demonstrasi. Penggunaan pendekatan konstruktivisme melalui metode

eksperimen ternyata memberikan hasil yang lebih baik dibanding metode

demonstrasi. Hal ini dikarenakan pada pendekatan Konstruktivisme melalui

metode eksperimen siswa dituntut untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran,

sehingga akan memudahkan siswa untuk menemukan jawaban dari konsep yang

dipelajari sehingga siswa dapat memahami makna materi pelajaran yang

dipelajarinya. Akan tetapi dalam metode demonstrasi siswa kurang begitu aktif

dalam kegiatan pembelajaran karena siswa hanya mengamati percobaan yang

dilakukan oleh teman sekelas. Dengan metode eksperimen pembelajaran

berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami serta

mengetahui sendiri masalah apa yang dihadapi dan bagaimana cara menyelesaikan

masalahnya, sehingga penggunaan pendekatan konstruktivisme sangat

mendukung jika dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen karena

siswa akan selalu dapat melakukan percobaan sendiri dan secara teratur sehingga

konsep- konsep yang didapat secara bertahap melalui serangkaian eksperimen

yang didukung diskusi akan memperkuat ingatannya.

Dengan melakukan eksperimen, siswa akan lebih percaya atas kebenaran

atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri. Selain itu dengan metode ini

diharapkan siswa akan lebih memahami konsep Fisika, sedangkan penggunaan

metode demonstrasi kurang cocok karena dengan tidak semua siswa dapat

melakukan percobaan sendiri, siswa yang pasif hanya dapat melihat temannya

melakukan demonstrasi.

64

2. Uji Hipotesis Kedua

Uji hipotesis kedua menghasilkan kesimpulan bahwa: “Ada perbedaan

pengaruh antara minat belajar terhadap Fisika kategori kuat, sedang, dan lemah

terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa”. Berdasarkan uji lanjut ANAVA

diperoleh kesimpulan bahwa :

a. Siswa yang memiliki minat belajar terhadap Fisika kategori kuat memiliki

kemampuan kognitif yang lebih baik daripada siswa kategori sedang.

b. Siswa yang memiliki minat belajar terhadap Fisika kategori kuat memiliki

kemampuan kognitif yang lebih baik daripada siswa kategori lemah.

c. Siswa yang memiliki minat belajar terhadap Fisika kategori sedang memiliki

kemampuan kognitif yang lebih baik daripada siswa kategori lemah.

Siswa yang memiliki minat belajar terhadap Fisika kategori kuat akan

lebih mudah mengikuti pelajaran daripada siswa kategori lemah. Karena mereka

lebih siap menerima pelajaran dengan bekal yang telah ia miliki sebelumnya.

3. Uji Hipotesis Ketiga

Uji hipotesis ketiga menghasilkan kesimpulan bahwa: “Tidak ada

interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan konstruktivisme dan minat

belajar terhadap Fisika terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.” Dengan

demikian dapat diketahui bahwa kemampuan kognitif Fisika siswa yang memiliki

minat belajar terhadap Fisika kategori kuat lebih baik dibanding siswa kategori

sedang dan lemah, baik yang diajar dengan pendekatan konstruktivisme melalui

metode eksperimen maupun yang diajar dengan metode demonstrasi. Demikian

juga siswa yang memiliki minat belajar terhadap Fisika kategori sedang, mereka

memiliki kemampuan kognitif yang lebih baik daripada siswa kategori lemah,

baik yang diajar dengan pendekatan konstruktivisme melalui metode eksperimen

maupun yang diajar dengan metode demonstrasi. Hal ini menunjukkan tidak

adanya interaksi antara penggunaan pendekatan konstruktivisme dan minat belajar

siswa terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa.

65

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dan analisis yang telah dilakukan, maka

dapat disimpulkan:

Ada perbedaan pengaruh antara penggunaan pendekatan konstruktivisme

melalui metode eksperimen dan demonstrasi dalam pembelajaran Fisika terhadap

kemampuan kognitif siswa di SMA. Dilihat dari rerata pada uji lanjut analisis

variansi menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan Konstruktivisme melalui

metode eksperimen lebih efektif digunakan daripada penggunaan pendekatan

Konstruktivisme melalui metode demonstrasi.

Ada perbedaan pengaruh antara minat belajar terhadap Fisika kategori

kuat, sedang dan lemah terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa di SMA.

Dilihat dari rerata pada uji lanjut analisis variansi menunjukkan bahwa minat

belajar terhadap Fisika kategori kuat memberikan pengaruh yang lebih baik

daripada kategori lemah terhadap kemampuan kognitif siswa di SMA.

Tidak ada interaksi antara pengaruh penggunaan pendekatan

Konstruktivisme dan minat belajar terhadap Fisika terhadap kemampuan kognitif

Fisika siswa di SMA.

B. Implikasi

Implikasi berdasarkan hasil penelitian ini ialah bahwa proses

pembelajaran selain dengan menggunakan pendekatan dan metode pembelajaran

Fisika yang sesuai, guru juga perlu mengetahui minat belajar Fisika siswa Dengan

demikian, siswa perlu diberi stimulus yang sesuai dengan bahan materi pelajaran

agar diperoleh prestasi belajar Fisika yang lebih baik. Siswa yang memiliki minat

yang kuat akan memanfaatkan segala potensi yang dimilikinya untuk memahami

pelajaran Fisika dengan sungguh-sungguh melalui respons- respons positif.

Implikasi yang lain berdasarkan hasil penelitian ini adalah perlu diadakan

penelitian lebih lanjut dengan pemilihan metode pembelajaran yang secara

66

optimal menunjang seluruh keterlibatan siswa agar mengembangkan aspek atau

jenis keterampilan proses yang beragam.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka peneliti

mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Guru diharapkan dapat melakukan kegiatan pembelajaran dengan baik dengan

memperhatikan pendekatan dan metode pembelajaran yang sesuai dengan

materi yang akan disampaikan.

2. Guru harus menggunakan pendekatan dan metode mengajar yang tepat dan

bervariasi. Hal ini dapat membuat siswa lebih aktif dan prestasinya lebih

maksimal.

3. Guru hendaknya selalu berusaha menumbuhkan semangat untuk belajar serta

menjadikan belajar sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi sehingga siswa

betah untuk belajar di sekolah dan di tempat belajar lainnya.

4. Guru diharapkan dalam proses belajar mengajar menumbuhkan sikap positif

siswa terhadap mata pelajaran yaitu dengan membuat siswa merasa tertarik

dengan mata pelajaran yang disampaikan.

5. Siswa diharapkan untuk sungguh-sungguh dalam belajar dan berusaha

menumbuhkan sikap positif dalam dirinya agar dapat meraih prestasi belajar

yang baik.

67

DAFTAR PUSTAKA

Allan Feldman. 1995. Coming to Understand Teaching as a Way of Being: Teachers as Knowers, Reasoners, and Understanders. University of Massachusetts at Amherst

Anas Sudijono. 1995. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Perkasa Bimo Walgito. 1983. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset Budiyono. 2004. Statistika Dasar Untuk Penelitian. Surakarta: Universitas

Sebelas Maret Press. ___________. 2004. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi. Jakarta : Depdiknas Douglas C Giancoli. 1997. Fisika. (Terjemahan Cuk Himawan). Jakarta: Erlangga Druxes Herbert, Fritz Slemsen, dan Garnor Born. 1986. Kompedium Didaktik

Fisika. (Terjemahan Suparmo). Bandung : Remadja Rosdakarya. E Mulyasa. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik dan

Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya James R Mursel. 1973. Pengajaran Berhasil (Terjemahan). Jakarta: Yayasan

Penerbit Universitas Indonesia Johar Permana dan Mulyani Sumantri. 2001. Strategi Belajar Mengajar.

Bandung: CV Maulana Roestiyah N. K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Marta Casas. 2006. Implementing Constructivist Web-Based Learning and

Determining its Effectiveness on a Teacher Preparation Course. University of Texas at El Paso: The Journal of Educators Online, Volume 3, Number 2, July 2006

Muhibin Syah. 1993. Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru. Bandung:

Remaja Rosdakarya ___________ . 2003. Psikologi Pendidikan: Suatu Pendekatan Baru. Bandung:

Remaja Rosdakarya Ngalim Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

68

Nonoh Siti Aminah. 2004. Penggunaan ANAVA Pada Penelitian Pembelajaran. Surakarta: Sebelas Maret University Press

Paul Suparno. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:

Kanisius Sardiman A.M. 1990. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:

Rajawali Pers Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:

Rineka Putra _______. 1995. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Putra Sudjana. 1996. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Suharsimi Arikunto. 2002. Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara W.S. Winkel. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia

69