PengGantuNgan

27
PENGGANTUNGAN 1. PENDAHULUAN Penggantungan adalah penyebab kematian akibat asfiksia yang paling sering ditemukan. Bagaimanapun, penggantungan juga merupakan penyebab kematian yang paling sering menimbulkan persoalan karena rawan terjadi salah interpretasi baik oleh ahli forensic, polisi, dan dokter non-forensik. 1 Selain itu, penggantunga merupakan metode bunuh diri yang sering ditemukan di banyak negara. Di Inggris, terdapat lebih dari 2000 kasus bunuh diri dengan penggantungan dilaporkan setiap tahun..Penggantungan baik akibat bunuh diri atau pembunuhan lebih sering ditemukan di kota. Di Amerika Serikat, pada tahun 2001 dilaporkan sebanyak 279 kematian yang dikibatkan oleh penggantungan yang tidak disengajakan dan strangulasi, dan 131 kematian karena penggantungan, strangulasi, dan lemas. 2 Pada balita, biasanya terjadi accidental hanging yaitu penggantungan yang tidak disengajakan misalnya akibat dijerat ayunan. 2 Di India, dari tahun 1997-2000, didapatkan kematian akibat penggantungan sebesar 3,4%. Penggantungan yang diakibatkan oleh bunuh diri lebih sering ditemukan pada jenis kelamin laki-laki (2:1), tetapi kematian yang disebabkan oleh kekerasan strangulasi lebih dominan ditemukan pada wanita. 2 . Di Istanbul, Turki, 537 dari semua kasus gantung diri adalah laki-laki (70,56%) dan 224 adalah wanita (29,44%). 3 Jika dilihat dari faktor umur, insidens penggantung lebih sering terjadi pada dewasa muda. Di India

description

forensik

Transcript of PengGantuNgan

Page 1: PengGantuNgan

PENGGANTUNGAN

1. PENDAHULUAN

Penggantungan adalah penyebab kematian akibat asfiksia yang paling sering ditemukan.

Bagaimanapun, penggantungan juga merupakan penyebab kematian yang paling sering

menimbulkan persoalan karena rawan terjadi salah interpretasi baik oleh ahli forensic, polisi, dan

dokter non-forensik.1 Selain itu, penggantunga merupakan metode bunuh diri yang sering

ditemukan di banyak negara. Di Inggris, terdapat lebih dari 2000 kasus bunuh diri dengan

penggantungan dilaporkan setiap tahun..Penggantungan baik akibat bunuh diri atau pembunuhan

lebih sering ditemukan di kota. Di Amerika Serikat, pada tahun 2001 dilaporkan sebanyak 279

kematian yang dikibatkan oleh penggantungan yang tidak disengajakan dan strangulasi, dan 131

kematian karena penggantungan, strangulasi, dan lemas.2 Pada balita, biasanya terjadi accidental

hanging yaitu penggantungan yang tidak disengajakan misalnya akibat dijerat ayunan.2

Di India, dari tahun 1997-2000, didapatkan kematian akibat penggantungan sebesar 3,4%.

Penggantungan yang diakibatkan oleh bunuh diri lebih sering ditemukan pada jenis kelamin laki-

laki (2:1), tetapi kematian yang disebabkan oleh kekerasan strangulasi lebih dominan ditemukan

pada wanita.2 . Di Istanbul, Turki, 537 dari semua kasus gantung diri adalah laki-laki (70,56%)

dan 224 adalah wanita (29,44%).3 Jika dilihat dari faktor umur, insidens penggantung lebih

sering terjadi pada dewasa muda. Di India misalnya, kematian akibat penggantungan paling

sering ditemukan pada kelompok umur 21-25 tahun4, manakala penelitian Davidson & Marshall

(1986), melaporkan bahwa insidens penggantungan yang paling tinggi adalah pada kelompok

umur 20-39 tahun.5

Tindakan bunuh diri dengan cara penggantungan sering dilakukan karena dapat dilakukan

dimana dan kapan saja dengan seutas tali, kain, dasi, atau bahan apa saja yang dapat melilit leher.

Demikian pula pada pembunuhan atau hukuman mati dengan cara penggantungan yang sudah

digunakan sejak zaman dahulu. Kasus gantung hampir sama dengan penjeratan. Perbedaannya

terletak pada asal tenaga yang dibutuhkan untuk memperkecil lingkaran jerat. Pada penjeratan

tenaga tersebut datang dari luar, sedangkan pada kasus gantung tenaga tersebut berasal dari berat

badan korban sendiri, meskipun tidak seluruh berat badan digunakan.6 Dalam rutinitas

medikolegal, perbedaan keduanya penting karena kasus penggantungan dianggap bunuh diri

sehingga dibuktikan sebaliknya, manakala kasus penjeratan dianggap pembunuhan.7

Page 2: PengGantuNgan

2. DEFINISI

Penggantungan (Hanging) adalah suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh

alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh atau sebagian. Alat penjerat sifatnya

pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher.8 Umumnya

penggantungan melibatkan tali, tapi hal ini tidaklah perlu. Penggantungan yang terjadi akibat

kecelakaan bisa saja tidak terdapat tali. Pada beberapa kasus konstriksi dari leher terjadi akibat

eratnya jeratan tali bukan oleh berat badan yang tergantung. Pada beberapa kasus yang jarang,

jeratan tali dipererat oleh berat tubuh yang tergantung oleh individu dalam keadaan tegak

lurus. Kekuatan tambahan juga kadang dibutuhkan untuk mengeratkan tali.9

3. TIPE-TIPE PENGGANTUNGAN

3.1  Berdasarkan cara kematian:8

a.       Suicidal Hanging (Gantung Diri)

Gantung diri merupakan cara kematian yang paling sering dijumpai pada penggantungan, yaitu

sekitar 90% dari seluruh kasus. Walaupun demikian, pemeriksaan yang teliti harus dilakukan

untuk mencegah kemungkinan lain terutamanya pembunuhan.

b.      Accidental Hanging

Kejadian penggantungan akibat kecelakaan lebih banyak ditemukan pada anak-anak utamanya

pada umur antara 6-12 tahun. Tidak ditemukan alasan untuk bunuh diri karena pada usia itu

belum ada tilikan dari anak untuk bunuh diri. Hal ini terjadi akibat kurangnya pengawasan dari

orang tua. Meskipun tidak menutup kemungkinan hal ini dapat terjadi pada orang dewasa yaitu

ketika melampiaskan nafsu seksual yang menyimpang (Autoerotic Hanging).

c.       Homicidal Hanging (Pembunuhan)

Pembunuhan yang dilakukan dengan metode menggantung korban. Biasanya dilakukan bila

korbannya anak-anak atau orang dewasa yang kondisinya lemah baik oleh karena penyakit atau

dibawah pengaruh obat, alcohol, atau korban sedang tidur. Sering ditemukan kejadian

penggantungan tetapi bukan kasus bunuh diri, namun kejadian diatur sedemikian rupa hingga

Page 3: PengGantuNgan

menyerupai kasus penggantungan bunuh diri. Banyak alasan yang menyebabkan pembunuhan

terjadi mulai dari masalah sosial, masalah ekonomi, hingga masalah hubungan sosial.

3.2  Berdasarkan posisi korban6

a.       Penggantungan lengkap (complete hanging)

Dikatakan penggantungan lengkap apabila tubuh korban tergantung di atas lantai, kedua kaki

tidak menyentuh lantai.

b.      Penggantungan parsial (Partial Hanging)

Yaitu apabila sebagian dari tubuh masih menyentuh lantai. Sisa berat badan 10 - 15 kg pada

orang dewasa sudah dapat menyebabkan tersumbat saluran nafas dan hanya diperlukan sisa berat

badan 5 kg untuk menyumbat arteri karotis. Partial hanging ini hampir selamanya karena bunuh

diri.

3.3              Berdasarkan letak jeratan, dikelompokkan atas : 6

a.       Typical hanging

Yaitu bila titik penggantungan ditemukan di daerah oksipital dan tekanan pada arteri karotis

paling besar.

b.      Atypical hanging

Jika titik penggantungan terletak di samping, sehingga leher sangat miring (fleksi lateral), yang

mengakibatkan hambatan pada arteri karotis dan arteri vertebralis. Saat arteri terhambat, korban

segera tidak sadar.

4. PATOMEKANISME

Penggantungan menyebabkan kematian dengan beberapa mekanisme yang bisa

berlansung bersamaan. Pada setiap kasus penggantungan beberapa kondisi di bawah akan

terjadi.13

1.      Arteri karotis tersumbat

Page 4: PengGantuNgan

2.      Vena jugularis tersumbat

3.      Memicu refleks karotis

4.      Fraktur vertebra servikal

5.      Menutupnya jalan nafas

Daripada kondisi di atas, dapat disimpulkan kematian pada korban penggantungan yang

terdiri dari empat penyebab yaitu:

1.      Asfiksia

2.      Iskemi otak

3.      Refleks vagus

4.      Kerusakan medulla oblongata

Kematian segera akibat dari penggantungan dapat muncul akibat dari beberapa

mekanisme. Penekanan pada ganglion saraf arteri karotis oleh tali yang melingkar pada leher

korban dapat menyebabkan carotid bodyreflex (refleks vagus) sehingga memicu perlambatan

denyut jantung. Perlahan-perlahan terjadi aritmia jantung sehingga terakhir korban mati

dengan cardiac arrest. Namun mekanisme kematian ini jarang didapatkan karena untuk

menimbulkan refleks karotis, tekanan lansung yang kuat harus diberikan pada area khusus di

mana carotid body berada. Hal ini sukar dipastikan. Sebagai tambahan refleks karotis juga dapat

dimunculkan biar pun tanpa penggantungan.13,14

Tekanan pada vena jugularis juga bisa menyebabkan kematian korban penggantungan

dengan mekanisme asfiksia. Kebanyakan kasus penggantungan bunuh diri mempunyai

mekanisme kematian seperti ini. Seperti yang diketahui, vena jugularis membawa darah dari otak

ke jantung untuk sirkulasi. Pada penggantungan sering terjadi penekanan pada vena jugularis

oleh tali yang menggantung korban. Tekanan ini seolah-olah membuat jalan yang dilewati darah

untuk kembali ke jantung dari otak tersumbat. Obstruksi total maupun parsial secara perlahan-

lahan dapat menyebabkan kongesti pada pembuluh darah otak. Darah tetap mengalir dari jantung

ke otak tetapi darah dari otak tidak bisa mengalir keluar. Akhirnya, terjadilah penumpukan darah

di pembuluh darah otak. Keadaan ini menyebabkan suplai oksigen ke otak berkurang dan korban

seterusnya tidak sadarkan diri. Kemudian, terjadilah depresi pusat nafas dan korban mati akibat

asfiksia. Tekanan yang diperlukan untuk terjadinya mekanisme ini tidak penting tetapi durasi

Page 5: PengGantuNgan

lamanya tekanan diberikan pada leher oleh tali yang menggantung korban yang menyebabkan

mekanisme tersebut. Ketidaksadaran korban mengambil waktu yang lama sebelum terjadinya

depresi pusat nafas. Secara keseluruhan, mekanisme ini tidak menyakitkan sehingga

disalahgunakan oleh pria untuk memuaskan nafsu seksual mereka (autoerotic sexual asphyxia).

Pada mekanisme ini, korban akan menunjukkan gejala sianosis. Wajahnya membiru dan sedikit

membengkak. Muncul peteki di wajah dan mata akibat dari pecahnya kapiler darah karena

tekanan yang lama. Didapatkan lidah yang menjulur keluar pada pemeriksan luar.9,13,14

Obstruksi arteri karotis terjadi akibat dari penekanan yang lebih besar. Hal ini karena

secara anatomis, arteri karotis berada lebih dalam dari vena jugularis. Oleh hal yang demikian,

obstruksi arteri karotis jarang ditemukan pada kasus bunuh diri dengan penggantungan. Biasanya

korban mati karena tekanan yang lebih besar, misalnya dicekik atau pada penjeratan. Pada

pemeriksaan dalam turut ditemukan jejas pada jaringan lunak sekitar arteri karotis akibat tekanan

yang besar ini. Tekanan ini menyebabkan aliran darah ke otak tersumbat. Kurangnya suplai

darah ke otak menyebabkan korban tidak sadar diri dan depresi pusat nafas sehingga kematian

terjadi. Pada mekanisme ini, hanya ditemukan wajah yang sianosis tetapi tidak ada peteki.2,13,14

Fraktur vertebra servikal dapat menimbulkan kematian pada penggantungan dengan

mekanisme asfiksia atau dekapitasi. Kejadian ini biasa terjadi pada hukuman gantung atau

korban penggantungan yang dilepaskan dari tempat tinggi. Sering terjadi fraktur atau cedera

pada vertebra servikal 1 dan servikal 2 (aksis dan atlas) atau lebih dikenali sebagai “hangman

fracture”. Fraktur atau dislokasi vertebra servikal akan menekan medulla oblongata sehingga

terjadi depresi pusat nafas dan korban meninggal karena henti nafas.13

Asfiksia bisa juga terjadi akibat dari tertutupnya jalan nafas. Kondisi ini terjadi setelah

korban tidak sadar dan tidak ada usaha untuk bernafas. Akhirnya, korban mati. Gambaran klasik

asfiksia termasuk:15

1.      kongesti pada wajah

kulit tampak kemerahan pada wajah dan kepala akibat hambatan aliran kembali vena ke jantung

oleh kompresi leher

2.      edema pada wajah

pembengkakan jaringan akibat transudasi cairan dari vena akibat peningkatan vena hasil

obstruksi aliran kembali vena ke jantung

Page 6: PengGantuNgan

3.      sianosis pada wajah

warna biru pada kulit akibat adanya darah terdeoksigenasi dalam sistem vena yang terkongesti

serta kadang-kadang turut melibatkan sistem arteri.

4.      peteki pada kulit wajah dan mata

perdarahan halus sebesar ujung jarum lazim ditemukan di wajah dan sekitar kelopak mata selain

pada konjunktiva dan sklera akibat darah bocor dari vena kecil yang mengalami peningkatan

tekanan. Keadaan ini diduga akibat hipoksia dinding pembuluh darah namun belum terbukti

pasti. Peteki bukan tanda diagnostik asfiksia karena dapat ditemukan pada keadaan batuk atau

bersin yang terlampau keras. Hal yang terkait peteki wajah adalah peteki visceral yang disebut

“Tardieu spots” yang sebelumnya dianggap tanda khas asfiksia kini sudah terbukti bukan tanda

terjadinya obstruksi pernapasan.

5. PEMERIKSAAN 8,16,17

Pemeriksaan post-mortal pada kasus gantung diri atau penggantungan dipengaruhi oleh

mekanisme kematiannya; mekanisme kematian yang berbeda akan memberikan gambaran post-

mortal yang berbeda.

5. 1 Pemeriksaan tempat kejadian. 8,17

1. Periksa apakah masih hidup atau sudah meninggal

2. Keadaan di TKP (tempat kejadian perkara) : Pada kasus gantung diri, keadaanya

tenang, di ruang atau tempat tersembunyi atau pada tempat yang sudah tidak digunakan.

3. Pakaian korban : Pada kasus gantung diri biasa ditemukan pakaian korban cukup

rapih, sering didapatkansurat peninggalan dan tidak jarang diberikan alas sapu tangan

sebelum alat jerat dikalungkan ke leher.

4. Adakah alat penumpu seperti bangku dan sebagainya

5. Jumlah lilitan : Semakin banyak jumlah lilitan, dugaan bunuh diri makin besar

6. Arah serabut tali penggantung:

-          Bunuh diri à arah serabut tali menuju korban

-          Dibunuh terlebih dulu à arah serabut sebaliknya

Page 7: PengGantuNgan

7. Distribusi lebam mayat. Diperiksa apakah sesuai dengan posisi korban yang

tergantung atau tidak.

8. Macam simpul pada jerat di leher

-          Simpul hidup : Umumnya pada kasus bunuh diri.

-          Simpul mati

Pemeriksaan : Bila dilonggarkan maksimal, apakah dapat melewati kepala. Bila dapat biasanya

bunuh diri,. Bila tidak, curiga pembunuhan.

9. Jarak ujung jari kaki dengan lantai.

Pada kasus bunuh diri, posisi korban yang tergantung lebih mendekati lantai, berbeda dengan

pembunuhan dimana jarak antara kaki dan lantai cukup lebar.

10. Letak korban di tempat kejadian

Cara menurunkan korban:

Potong bahan penggantung di luar simpul. Awalnya buat ikatan pada 2 tempat untuk mencegah

serabut terurai lalu potong diantara kedua ikatan secara miring untuk memudahkan rekonstruksi.

11. Bekas serabut tali pada tempat menggantung dan pada leher diamankan untuk

pemeriksaan lebih lanjut.

12. Bahan penggantung; makin kecil/keras bahan makin jelas alur jerat yang timbul di

leher.

-          Tali, kawat, selendang, ikat pinggang

-          Seprei yang disambung

Gambar 6: Contoh kasus gantung diri: pada TKP didapatkan

keadaan tenang, pakaian rapih dan alat penumpu yaitu kursi.10

 

5. 2 Pemeriksaan Otopsi.

5. 21 Pemeriksaan luar.

Kepala:

1. Muka sianotik (vena terjepit) atau muka pucat (vena dan arteri terjepit)

Page 8: PengGantuNgan

2. Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh dokter, dan

keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi :

a. Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil

dibandingkan jika menggunakan tali yang besar. Bila alat penjerat mempunyai

permukaan yang luas, yang berarti tekanan yang ditimbulkan tidak terlalu besar

tetapi cukup menekan pembuluh balik, maka muka korban tampak sembab, mata

menonjol, wajah berwarna merah kebiruan dan lidah atau air liur dapat keluar

tergantung dari letak alat penjerat. Jika permukaan alat penjerat kecil, yang berarti

tekanan yang ditimbulkan besar dan dapat menekan baik pembuluh balik maupun

pembuluh nadi; maka korban tampak pucat dan tidak ada penonjolan dari mata.

b. Alur jerat : bentuk penjeratannya berjalan miring (oblik atau berbentuk V)

pada bagian depan leher, dimulai pada leher bagian atas di antara kartilago tiroid

dengan dagu, lalu berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju

belakang telinga. Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian belakang.

c. Tanda penjeratan atau jejas jerat yang sebenarnya luka lecet akibat

tekanan alat jerat yang berwarna merah kecoklatan atau coklat gelap dan kulit

tampak kering, keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan

kertas perkamen, disebut tanda parchmentisasi, dan sering ditemukan adanya

vesikel pada tepi jejas jerat tersebut dan tidak jarang jejas jerat membentuk

cetakan sesuai bentuk permukaan dari alat jerat.

d. Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit dibagian bawah

telinga, tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telinga.

e. Pinggiran berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi

disekitarnya.

f. Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau

lebih bekas penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher

sebanyak 2 kali.

3. Tanda-tanda asfiksia.

a. Mata menonjol keluar; oleh karena pecahnya oleh bendungan kepala,

dimana vena-vena terhambat sedang arteri tidak.

Page 9: PengGantuNgan

b. Perdarahan berupa peteki tampak pada wajah dan subkonjungtiva;

pecahnya vena oleh bendungan dan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah

akibat asfiksia.

c. Lidah menjulur; tergantung dari letak jerat. Bila tepat di kartilago tiroid

lidah akan terjulur sedang jika di atasnya lidah tidak akan terjulur.

4. Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan simpul tali.

Keadaan ini menunjukkan tanda pasti penggantungan ante-mortem.

5. Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung.

6. Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang.

Anggota gerak

7. Lebam mayat dan bintik-bintik perdarahan terutama pada bagian akral dari

ekstremitas, sangat tergantung dari lamanya korban dalam posisi tergantung.

8. Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam.

Dubur dan kelamin

9. Keluarnya mani, darah (sisa haid), urin dan feses akibat kontraksi otot polos pada

saat stadium konvulsi pada puncak asfiksia.

Hai ini bukan merupakan tanda khas dari penggantungan dan keadaan ini tidak selalu menyertai

penggantungan.

5. 22 Pemeriksaan dalam.

Kepala

1. Tanda bendungan pembuluh darah otak

Leher

2. Jaringan yang berada dibawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan

seperti perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung cukup lama.

Pada jaringan dibawahnya mungkin tidak terdapat cedera lainnya.

Page 10: PengGantuNgan

3. Platisma atau otot lain disekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa

keadaan. Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan yang disertai

dengan tindak kekerasan.

4. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi ataupun

ruptur. Resapan darah hanya terjadi didalam dinding pembuluh darah.

5. Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada

penggantungan yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang

dimana tulang hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi darah

disekitar fraktur menunjukkan bahwa penggantungannya ante-mortem.

6. Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi. Pada korban diatas 40 tahun, patah tulang

ini darap terjadi bukan karena tekanan alat penjerat tetapi karena terjadinya traksi pada

penggantungan.

7. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi

pada korban hukuman gantung

Dada dan perut

8. Perdarahan pada pleura, pericard atau peritoneum

9. Organ-organ dapat mengalami kongesti atau bendungan

Darah

10. Darah dalam jantung gelap dan lebih cair.

5.3 Perbedaan antara penggantungan antemortem dan postmortem16

Tanda-tanda antemortem sebelum kematian dan tanda-tanda postmortem harus diketahui dan

dapat dibedakan dengan jelas oleh seorang dokter supaya penyebab kematian dapat detentukan

dengan pasti. Perbedaan antara tanda-tanda penggantungan antemortem dan postmortem adalah

seperti pada tabel di bawah ini.

Page 11: PengGantuNgan

No Penggantungan antemortem Penggantungan postmortem

1 Tanda-tanda penggantungan ante-

mortem bervariasi. Tergantung dari

cara kematian korban

Tanda-tanda post-mortem menunjukkan

kematian yang bukan disebabkan

penggantungan

2 Tanda jejas jeratan miring, berupa

lingkaran terputus (non-continuous)

dan letaknya pada leher bagian atas

Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk

lingkaran utuh (continuous), agak sirkuler

dan letaknya pada bagian leher tidak begitu

tinggi

3 Simpul tali biasanya tunggal, terdapat

pada sisi leher

Simpul tali biasanya lebih dari satu,

diikatkan dengan kuat dan diletakkan pada

bagian depan leher

4 Ekimosis tampak jelas pada salah satu

sisi dari jejas penjeratan. Lebam

mayat tampak di atas jejas jerat dan

pada tungkai bawah

Ekimosis pada salah satu sisi jejas penjeratan

tidak ada atau tidak jelas. Lebam mayat

terdapat pada bagian tubuh yang

menggantung sesuai dengan posisi mayat

setelah meninggal

5 Pada kulit di tempat jejas penjeratan

teraba seperti perabaan kertas

perkamen, yaitu tanda parchmentisasi

Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak

begitu jelas

6 Sianosis pada wajah, bibir, telinga,

dan lain-lain sangat jelas terlihat

terutama jika kematian karena asfiksia

Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga

dan lain-lain tergantung dari penyebab

kematian

7 Wajah membengkak dan mata

mengalami kongesti dan agak

menonjol, disertai dengan gambaran

pembuluh dara vena yang jelas pada

Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak

terdapat, kecuali jika penyebab kematian

adalah pencekikan (strangulasi) atau sufokasi

Page 12: PengGantuNgan

No Penggantungan antemortem Penggantungan postmortem

bagian kening dan dahi

8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama

sekali

Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus

kematian akibat pencekikan

9 Penis. Ereksi penis disertai dengan

keluarnya cairan sperma sering terjadi

pada korban pria. Demikian juga

sering ditemukan keluarnya feses

Penis. Ereksi penis dan cairan sperma tidak

ada.Pengeluaran feses juga tidak ada

10 Air liur. Ditemukan menetes dari

sudut mulut, dengan arah yang

vertikal menuju dada. Hal ini

merupakan pertanda pasti

penggantungan ante-mortem

Air liur tidak ditemukan yang menetes pad

kasus selain kasus penggantungan.

5.4 Perbedaan penggantungan pada bunuh diri dan pada pembunuhan 16

Selain itu juga, terdapat beberapa perbedaan yang jelas antara penggantungan akibat bunuh diri

dan pembunuhan. Hal tersebut adalah :

No Penggantungan pada bunuh diri Penggantungan pada pembunuhan

1 Usia. Gantung diri lebih sering terjadi

pada remaja dan orang dewasa. Anak-

anak di bawah usia 10 tahun atau

orang dewasa di atas usia 50 tahun

jarang melakukan gantung diri

Tidak mengenal batas usia, karena tindakan

pembunuhan dilakukan oleh musuh atau

lawan dari korban dan tidak bergantung pada

usia

2 Tanda jejas jeratan, bentuknya miring,

berupa lingkaran terputus (non-

continuous) dan terletak pada bagian

Tanda jejas jeratan, berupa lingkaran tidak

terputus, mendatar, dan letaknya di bagian

tengah leher, karena usaha pelaku

Page 13: PengGantuNgan

No Penggantungan pada bunuh diri Penggantungan pada pembunuhan

atas leher pembunuhan untuk membuat simpul tali

3 Simpul tali, biasanya hanya satu

simpul yang letaknya pada bagian

samping leher

Simpul tali biasanya lebih dari satu pada

bagian depan leher dan simpul tali tersebut

terikat kuat

4 Riwayat korban. Biasanya korban

mempunyai riwayat untuk mencoba

bunuh diri dengan cara lain

Sebelumnya korban tidak mempunyai

riwayat untuk bunuh diri

5 Cedera. Luka-luka pada tubuh korban

yang bisa menyebabkan kematian

mendadak tidak ditemukan pada kasus

bunuh diri

Cedera berupa luka-luka pada tubuh korban

biasanya mengarah kepada pembunuhan

6 Racun. Ditemukannya racun dalam

lambung korban, misalnya arsen,

sublimat korosif dan lain-lain tidak

bertentangan dengan kasus gantung

diri. Rasa nyeri yang disebabkan

racun tersebut mungkin mendorong

korban untuk melakukan gantung diri

Terdapatnya racun berupa asam opium

hidrosianat atau kalium sianida tidak sesuai

pada kasus pembunuhan, karena untuk hal

ini perlu waktu dan kemauan dari korban itu

sendiri. Dengan demikian maka kasus

penggantungan tersebut adalah karena bunuh

diri

7 Tangan tidak dalam keadaan terikat,

karena sulit untuk gantung diri dalam

keadaan tangan terikat

Tangan yang dalam keadaan terikat

mengarahkan dugaan pada kasus

pembunuhan

8 Kemudahan. Pada kasus bunuhdiri,

mayat biasanya ditemukan tergantung

pada tempat yang mudah dicapai oleh

korban atau di sekitarnya ditemukan

alat yang digunakan untuk mencapai

Pada kasus pembunuhan, mayat ditemukan

tergantung pada tempat yang sulit dicapai

oleh korban dan alat yang digunakan untuk

mencapai tempat tersebut tidak ditemukan

Page 14: PengGantuNgan

No Penggantungan pada bunuh diri Penggantungan pada pembunuhan

tempat tersebut

9 Tempat kejadian. Jika kejadian

berlangsung di dalam kamar, dimana

pintu, jendela ditemukan dalam

keadaan tertutup dan terkunci dari

dalam, maka kasusnya pasti

merupakan bunuh diri

Tempat kejadian. Bila sebaliknya pada

ruangan ditemukan terkunci dari luar, maka

penggantungan adalah kasus pembunuhan

10 Tanda-tanda perlawanan, tidak

ditemukan pada kasus gantung diri

Tanda-tanda perlawanan hampir selalu ada

kecuali jika korban sedang tidur, tidak sadar

atau masih anak-anak.

6.ASPEK MEDIKOLEGAL PADA PENGGANTUNGAN

Prosedur mediko-legal adalah tata-cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai

aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Secara garis besar

prosedur mediko-legal mengacu kepada peraturan perundangundangan yang berlaku

di Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika

kedokteran.

Ruang lingkup medikolegal dapat disimpulkan sebagai yang berikut 18

a. pengadaan visum et repertum,

b. tentang pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka.

c. pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian

keterangan ahli di dalam persidangan,

d. kaitan visum et repertum dengan rahasia kedokteran,

e. tentang penerbitan Surat Keterangan Kematian dan Surat Keterangan Medik ,

f. tentang kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik,

Page 15: PengGantuNgan

Setelah pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan UU No. 73 Tahun 1958 yang

isinya menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1945 untuk seluruh Indonesia, maka suatu

perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan

pidana yang telah ada, sesuai dengan ketentuan Pasal 1 KUHP.6

Penggantungan lebih sering terjadi pada kasus bunuh diri. Tetapi tidak menolak

kemungkinan korban penggantungan mati akibat penganiayaan. Di sini lah dapat dilihat

fungsinya dari satu perundangan yang ditetapkan. Pada buku kedua KUHP Bab XIX tentang

kejahatan terhadap nyawa. Berikut merupakan pasal-pasal yang terkandung dalam bab XIX

KUHP.19

1.      Pasal 338

Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan

pidana penjara paling lama lima belas tahun.

2.      Pasal 339

Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan

dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk

melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan,

ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum,

diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh

tahun.

3.      Pasal 340

Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,

diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara seumur

hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

4.      Pasal 345

Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu

atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat

tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.

Pada kasus penggantungan, dokter forensik dipanggil untuk membuat pemeriksaan

lengkap sesuai dengan Pasal 133 KUHAP yang menyatakan dalam hal penyidik untuk

kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang

Page 16: PengGantuNgan

diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan

keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Pada pasal

133 KUHAP (ayat 2 dan 3) menyatakan permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk

pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat; dan mayat yang

dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan

secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat

identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian

lain badan mayat. Pernyataan ini menjadi dasar pembuatan visum et repertum (laporan bertulis)

pada kasus tindak pidana.20

Salah satu pemeriksaan yang dilakukan pada korban mati akibat penggantungan adalah

otopsi. Hal ini dapat membantu dokter forensic untuk mengetahui mekanisme kematian sehingga

dapat membantu penyidik mengetahui cara kematian korban. Sesuai dengan Pasal KUHP 222

yang menyatakan barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau

menggagalkan pemeriksaan mayat forensik, diancam dengan pidana penjara paling lama

sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.6

Pada persidangan kasus pidana, dokter forensic akan dipanggil sebagai saksi ahli. Sesaui

dengan Pasal 179 ayat 1 KUHAP yang menyatakan setiap orang yang diminta pendapatnya

sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan

ahli demi keadilan.20

DAFTAR PUSTAKA

1.                  Sharma S.K. Ligature strangulation: Not very common but contested too often. Available

at:www.crimeandclues.com/ligature_strangulation.htm

2.                  Ernoehazy W. Hanging injuries and Strangulation. Cited February 14, 2006. Available

at:http://www.emedicine.com/emerg/topic227.htm

3.                  Uzün I, Büyük Y, Gürpinar K. Suicidal hanging: fatalities in Istanbul retrospective analysis

of 761 autopsy cases. Cited March 26,2007. Available

at: http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-transitional.dtd

Page 17: PengGantuNgan

4.                  Sharma B.R, Harish D. Ligature Mark on the neck: How Informative? JIAFM 2005:27(1),

p 10-15.

5.                  Rajeev J, Ashok C, Hakumat R. Incidence and Medicolegal Importance of Autopsy Study

of Fracture of Neck Structure in Hanging and

Strangulation. Medico-Legal Update. October-December, 2007:7(4). P 105-130

6.                  Leonardo. Asfiksia Forensik. Cited May 9th 2008. Available

at:http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&dn=20080509041548

7.                  Arun M. Methods of Suicide: A Medicolegal Perspective. JIAFM 2006 : 28 (1). P 22-26.

8.                  Idries AM. Penggantungan. In: Idries AM, editor. Pedoman ilmu kedokteran forensik.

Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. p202-207.

9.                  Skhrum J. Michael MD, Ramsay A. David, MB, ChB; Forensic Pathology of Trauma,

Common Problems for The Pathologist : Tontowa, New Jersey: 2007. Page : 81-107.

10.              www.googleimages.com Accessed on june 26th, 2008.

11.              Nabachandra H. AUTO EROTIC HANGING BROUGHT AS A CASEOF

SUICIDAL HANGING. JIAFM, 2004; 26(3). P 119-120

12.              Naik SK. Obliquity vs. Discontinuity of ligature mark in diagnosis of hanging - a

comparative study. Cited June 30th 2006. Available at: http://www.geradts.com/anil/favicon.ico

13.              Anonym; Hanging, Available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Hanging Accessed on:

Februari 12nd, 2008.

14.              Hawley D. Death By Strangulation. Accessed on June 23rd 2008. P 1-9

15.              Shephered R. Simpson’s forensic medicine. 12th ed. London: Blackwell

Publishing; 2003. Page 99- 100

16.              Chadha PV. Kematian Akibat Asfiksia. Dalam Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi

kelima.Penerbit:Widya Medika

17.              Penggantungan,Catatan kuliah, Universitas Hasanuddin, 2003.

18.              http://www.unmit.org/legal/IndonesianLaw/undang/kuhp.htm

19.              http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/kuhp/

asiamaya_kuhp_penal_code_nyawa.htm

Page 18: PengGantuNgan

20.              http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/kuhp/

asiamaya_kuhp_penal_code_nyawa.htm