PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria...

121

Click here to load reader

description

ABSTRAKSI BUDI PRASTYO UTOMO. PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”) Penelitian ini didasarkan pada fenomena baru yang dituangkan dalam sebuah lirik lagu tentang sebuah pemahaman terhadap singularitas gender yang notabene menentang pemahaman patriarki yang berlaku hampir diseluruh masyarakat, bahwa perempuan juga berhak untuk memiliki sebuah kekuasaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahu

Transcript of PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria...

Page 1: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

1

ABSTRAKSI

BUDI PRASTYO UTOMO. PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

Penelitian ini didasarkan pada fenomena baru yang dituangkan dalam sebuah lirik lagu tentang sebuah pemahaman terhadap singularitas gender yang notabene menentang pemahaman patriarki yang berlaku hampir diseluruh masyarakat, bahwa perempuan juga berhak untuk memiliki sebuah kekuasaan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk kekuasaan itu bisa muncul dari seorang perempuan yang digambarkan dalam lirik lagu “Pria Dijajah Wanita” dari grup band indie Kaimsasikun dalam album “Kaimsasikun” dengan menggunakan studi tentang tanda-tanda dalam sebuah kajian linguistik strukturalis Ferdinand De Saussure yang disebut sebagai “semiotika” dengan dikotomi-dikotominya terhadap

petanda dan penanda, langue dan parole-nya, serta hubungan sintagmatik dan paradigmatiknya untuk dapat diketahui interpretasinya, kemudian setelah proses pemaknaan selesai akan dicari penggambarannya tentang perempuan apa yang melakukan sebuah kekuasaan, bagaimana sebuah perempuan dalam lirik lagu ini dapat mencapai kekuasaan, dan apa yang menjadi tujuan sebuah kekuasaan dari perempuan yang digambarkan dalam lirik lagu ini. Kekuasaan sendiri merupakan kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi, dan sebuah kekuasaan bukan semata-mata hanya dapat ditempuh melalui jalan kekerasan dan paksaan secara kasar saja, melainkan kekuasaan itu juga terlaksana melalui struktur tindakan yang menekan dan mendorong munculnya tindakan-tindakan lain melalui sebuah rangsangan atau persuasi.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan menggunakan analisis semiotika. Unit analisis yang digunakan adalah lirik lagu “Pria Dijajah Wanita” dari grup band indie Kaimsasikun dalam album “Kaimsasikun.”

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa seorang perempuan “pop” atau perempuan yang telah dikonstruksi oleh budaya populer yang merupakan karakter perempuan dalam lirik lagu ini, dapat mencapai kekuasaannya dengan menggunakan segala kefemininitasnya dan kecantikan fisiknya yang dipergunakan sebagai “senjata” untuk dapat mempengaruhi laki-laki yang dalam lirik lagu ini diceritakan sebagai kekasihnya untuk mau melakukan apa yang dikehendaki dan diinginkan oleh perempuan “pop” itu sendiri, yaitu memberikan harta yang dimiliki oleh laki-laki tersebut kepada dirinya.

Page 2: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

2

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi adalah suatu usaha untuk memperoleh makna, tanda

– tanda adalah basis dari seluruh komunikasi (Littlejohn dalam sobur

2004:15). Manusia dengan perantaraan tanda – tanda, dapat melakukan

komunikasi dengan sesamanya. Banyak hal yang bisa dikomunikasikan di

dunia ini, termasuk juga melalui sebuah karya seni. Sebuah karya seni

memerlukan sebuah media dalam menyampaikan pesannya, salah

satunya adalah musik dan lagu. Berbicara masalah musik dan lagu tidak

terlepas dari musik pop dan industri musik. Musik pop disini diartikan

sebagai musik populer, bukan hanya genre musik pop. Musik pop dalam

komoditasnya sekarang telah dijadikan sebagai sebuah industri yang

dapat menghasilkan banyak uang serta mengesampingkan nilai seninya

itu sendiri. John Storey dalam bukunya mempunyai asumsi yang dibuat

bahwa musik sebagai sebuah industri, industri musik menentukan nilai

guna produk-produk yang dihasilkan. Paling jauh, khalayak secara pasif

mengonsumsi apa yang ditawarkan oleh industri musik. Paling buruk,

mereka menjadi korban budaya, yang secara ideologis dimanipulasi

melalui musik yang mereka konsumsi. Seperti argumen Leon Rosselson

menyatakan bahwa industri musik memberikan “publik apa yang mereka

inginkan” (Storey,2007:121). Jelas terlihat bahwa musik populer

Page 3: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

3

diciptakan, direkam, dirilis, diedarkan, dan dijual mempunyai

pertimbangan hanya mengikuti selera pasar atau publik atau konsumen

tanpa mempertimbangkan faktor ideologi sebuah musik dan lagu dari

penciptanya sendiri.

Musisi sebagai pencipta lagu dalam menciptakan lagunya

dituntut oleh pihak perusahaan rekaman untuk menghasilkan sebuah

karya yang sesuai dengan “telinga” pasar. Hal tersebut dapat

“memenjarakan” sebuah kreativitas seni yang keluar dari hati yang

paling dalam yang kemudian dituangkan dalam sebuah lagu baik dari segi

lirik maupun aransemennya. Yang pada akhirnya banyak dari para musisi

yang berusaha menciptakan lagunya tanpa menginginkan campur tangan

dari pihak perusahaan rekaman. Hal tersebut dimaksudkan agar para

musisinya dapat bebas bergerak dan berkarya tanpa adanya campur

tangan dari perusahaan rekaman yang notabene hanya bertujuan bisnis

dan mencari keuntungan dari lagu-lagu yang telah diciptakan untuk

dapat dijual kepada publik. Dari persoalan inilah yang kemudian

melahirkan banyak munculnya musisi-musisi independent yang bebas

berkarya tanpa adanya campur tangan serta ikatan kontrak dari sebuah

perusahaan rekaman komersil. Berdasarkan Wikipedia, yang dimaksud

dengan independent atau indie di sini adalah tidak terikat atau tidak

adanya campur tangan dalam perusahaan rekaman komersil atau biasa

disebut major label, baik dalam proses penciptaan ide dan kreativitas,

produksinya, maupun secara finansial atau masalah keuangan seperti

Page 4: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

4

pembagian royalti (www.wikipedia.org). Termasuk band sebagai

pengusung musik, banyak band yang memilih jalur independent dalam

memproduksi dan mendistribusikan lagunya dari pada memilih jalur

major label atau perusahaan rekaman komersil. Kaimsasikun merupakan

contoh band indie yang lebih memilih jalur independent dari pada

memilih jalur major label sehingga kreativitas dan ideologi yang

tertuang dalam musik dan lagunya dapat “bergerak bebas” tanpa hanya

memikirkan selera publik dan komersialitas seperti yang biasa dilakukan

dalam industri musik major label.

Entah itu musik indie ataupun musik populer, musik

sebagaimana dapat disimpulkan dari pendapat Soerjono Soekanto

(Rachmawati,2001:1) bahwa musik berkait erat dengan setting sosial

kemasyarakatan dan gejala khas akibat interaksi sosial dimana lirik lagu

menjadi penunjang dalam musik tersebut dalam menjembatani isu-isu

sosial yang terjadi. Salah satu hal terpenting dalam sebuah musik adalah

keberadaan lirik lagunya, karena melalui lirik lagu, pencipta lagu ingin

menyampaikan pesan yang merupakan pengekspresian dirinya terhadap

fenomena-fenomena yang terjadi di dunia sekitar, dimana dia

berinteraksi didalamnya. Lirik lagu dalam musik yang sebagaimana

bahasa, dapat menjadi sarana atau media komunikasi untuk

mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu,

dapat pula sebagai sarana untuk sosialisasi dan pelestarian terhadap

suatu sikap atau nilai. Oleh karena itu, ketika sebuah lirik lagu di aransir

Page 5: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

5

dan diperdengarkan kepada khalayak juga mempunyai tanggung jawab

yang besar atas tersebar luasnya sebuah keyakinan, nilai-nilai, bahkan

prasangka tertentu (Setianingsih,2003:7-8). Suatu lirik lagu dapat

menggambarkan realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Sejalan

dengan pendapat Soerjono Soekanto dalam Rachmawati (2000:1) yang

menyatakan :

“Musik berkait erat dengan setting sosial kemasyarakatan tempat dia berada. Musik merupakan gejala khas yang dihasilkan akibat adanya interaksi sosial, dimana dalam interaksi tersebut manusia menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Disinilah kedudukan lirik sangat berperan, sehingga dengan demikian musik tidak hanya bunti suara

belaka, karena juga menyangkut perilaku manusia sebagai individu maupun kelompok sosial dalam wadah pergaulan hidup dengan wadah bahasa atau lirik sebagai penunjangnya.”

Berdasarkan kutipan di atas, sebuah lirik lagu dapat berkaitan erat pula

dengan situasi sosial dan isu-isu sosial yang sedang berlangsung di dalam

masyarakat.

Salah satunya dalam lirik lagu band indie Kaimsasikun yang

berjudul “Pria Dijajah Wanita” dalam album “Kaimsasikun,” yang

berkaitan tentang permasalahan terhadap situasi sosial dan isu-isu sosial

yang terjadi. Sosok perempuan, digambarkan oleh si pencipta lagu dari

setiap baitnya dalam lirik lagu “Pria Dijajah Wanita,” sebagai sosok

perempuan yang memiliki sebuah “karakter,” mandiri, cantik, kuat, dan

berambisi untuk mendapatkan sebuah kekuasaan. Padahal, dalam sistem

patriarki yang berlaku hampir di seluruh masyarakat, telah menganggap

sebuah asumsi bahwa kodrat seorang perempuan itu lebih rendah

Page 6: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

6

derajatnya daripada laki-laki demi terciptanya kehidupan keluarga dan

masyarakat yang harmonis (Mustaqim, 2003:1). Patriarki merupakan

aturan yang berasal dari Ayah (Bapak) atau kepala keluarga. Ini mengacu

pada sistem sosial, dimana Bapak memegang kontrol (kendali) atas

seluruh anggota keluarga, kepemilikan barang, sumber pendapatan dan

pemegang keputusan utama. Sehubungan dengan sistem sosial ini,

diyakini (dijadikan ideologi) bahwa pria lebih superior dibanding

perempuan, sehingga perempuan sudah seharusnya dikendalikan

(dikontrol) oleh pria dan menjadi bagian dari properti pria. Pemikiran ini

membentuk dasar dari banyaknya peraturan agama dan kenyataan

sekaligus menjelaskan semua tindakan sosial yang “memenjarakan”

perempuan di rumah serta mengontrol kehidupan mereka. Selain itu,

standar dobel moralitas dan hukum, yang memberikan hak lebih pada

pria dibanding perempuan, didasarkan atas patriarki

(www.sekitarkita.com).

Sosok dari perempuan dalam lirik lagu “Pria Dijajah Wanita”

merupakan perempuan “masa kini” karena lagu tersebut diciptakan pada

masa sekarang dan mengambil tema sosial yang sedang terjadi pada

masa sekarang pula, yaitu perempuan yang hidup di era posmodern,

dimana muncul sebuah pemikiran baru dalam perjuangan akan gerakan

feminisme yang menuntut kesetaraan gender, yaitu posfeminisme.

Dalam praktiknya, posfeminisme mempunyai sosok baru yang bisa

diasumsikan sebagai perempuan “pop” (budaya pop). Seperti pendapat

Page 7: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

7

Gadis Arivia dalam sebuah bukunya mengatakan, budaya posmodern di

tahun 90-an telah memperlihatkan kemunculan ikon perempuan baru,

yaitu perempuan yang tangguh, seksi, dan acuh tak acuh, tidak melihat

diri sendiri sebagai korban, dan menginginkan “kuasa.” Singkatnya,

mendekonstruksi women's culture. Dalam konteks pop culture (budaya

pop), contoh-cotoh ikon posfeminisme adalah seperti Spice Girl,

Madonna, dan lain sebagainya (Arivia, 2006:128).

Kebudayaan pop sendiri merupakan sebuah budaya massa yang

sebenarnya merupakan istilah yang mengandung nada mengejek atau

merendahkan, istilah ini merupakan pasangan dari high culture

(kebudayaan elite atau kebudayaan tinggi) yang pada perkembangannya

akibat media komunikasi dan teknologi informasi, tidak lagi hanya

ditujukan bagi orang miskin atau kelas bawah (seperti awal

terbentuknya), melainkan merata pada setiap lapisan yang dikhawatirkan

menggilas semuanya dan menjadi satu-satunya “kebudayaan” yang

menguasai semua bangsa di dunia. Dalam artian, semua kebudayaan

akan diseragamkan oleh kebudayaan massa atau biasa disebut budaya

pop (Ibrahim,1997:6).

Perempuan “pop” yang hidup pada era posmodernisme dan

konsumerisme, adalah perempuan yang “beresiko” terjebak sebagai

“korban” sebuah komodifikasi suatu gaya hidup dengan simbol

“kemewahan, kekayaan, dan kesuksesan.” Bre Redana menguraikan

narasi kondisi masyarakat “konsumerisme” yang dikontrol oleh gaya

Page 8: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

8

hidup sebagai sebuah tuntutan “zaman”, bahwa pada era sekarang (era

posmodernisme dan konsumerisme) tengah terjadi “perang” besar-

besaran, semboyan besar-besaran, untuk mendewakan kekuatan materi,

kekuatan uang, perpacuan bukan saja untuk menjadi kaya, tetapi juga

bagaimana tampil dan dihormati sebagai orang kaya (Ibrahim,1997:141).

Dalam artian, kebudayaan pop di era posmodern menampilkan sebuah

kecenderungan baru akan sebuah “gaya” yang dikultuskan dan dipuja

sebagai sebuah kebutuhan, bukan lagi sebagai sebuah keinginan.

Masyarakat dalam era posmodern memandang bahwa pencitraan atau

“image” sangatlah penting. Seperti halnya seorang perempuan “pop”,

telah terjadi pergeseran orientasi atau nilai-nilai yang menciptakan

sebuah pencitraan diri. Sebagai suatu contoh, bahwa bila zaman dahulu

seseorang bisa mendapatkan uang karena status, maka zaman sekarang

seseorang bisa mendapatkan sebuah status karena uang

(Ibrahim,1997:193).

Sebuah penilaian akan “status” tersebut bisa disama artikan

dengan sebuah kekuasaan. Dengan sebuah status yang didapatkan dari

uang atau dalam artian harta dan kekayaan, seseorang dapat memiliki

sebuah kekuasaan atau dengan kata lain memiliki status “berkuasa.”

Menurut wikipedia, kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau

kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain

sesuai dengan keinginan dari pelaku, atau dengan kata lain kekuasaan

merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan

Page 9: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

9

berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan). Kekuasaan tidak hanya dapat

diraih dengan sebuah kekerasan, tetapi juga melalui sebuah persuasi.

Audifax menjelaskan dalam sebuah bukunya, bahwa menurut Foucault,

kekuasaan itu terlaksana bukan pertama-tama melalui kekerasan atau

hasil persetujuan, melainkan melalui struktur tindakan yang menekan

dan mendorong munculnya tindakan-tindakan lain melalui rangsangan,

persuasi atau bisa juga melalui paksaan dan larangan (Audifax,

2006:227).

Sebuah kekuasaan tidak terlepas dari sebuah kata penjajahan.

Penjajahan merupakan metode atau cara untuk mendapatkan sebuah

kekuasaan. Penjajahan oleh perempuan dalam lirik lagu “Pria Dijajah

Wanita” tidak dikaitkan dengan sebuah culture tertentu yang dalam

artian ras tertentu atau suku tertentu dalam konteks pencapaian

kekuasaan, melainkan dalam ruang lingkup sebuah kebudayaan pop (pop

culture). Sanny sebagai pencipta lagu “Pria Dijajah Wanita” sekaligus

pemain bass Kaimsasikun tidak menjelaskan perempuan dari culture

mana yang digambarkan dalam lirik lagunya dengan kata “kamu”

tersebut, entah perempuan Jawa, perempuan Batak, perempuan Bali,

ataupun perempuan Sunda, akan tetapi yang jelas perempuan yang

dimaksud merupakan perempuan Indonesia “masa kini” yang telah

dikonstruksi oleh budaya pop.

Page 10: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

10

Dari permasalahan dalam lirik lagu tersebut yang berkaitan

dengan fenomena sosial yang sedang terjadi, menimbulkan ketertarikan

penulis untuk mencari tahu bagaimana kuasa perempuan yang

digambarkan dalam lirik lagu band indie Kaimsasikun yang berjudul “Pria

Dijajah Wanita.” Bagaimana seorang perempuan yang digambarkan

dalam lirik lagu “Pria Dijajah Wanita” dapat mencapai kuasa atas laki-

laki, sementara stereotipe yang berkembang dalam masyarakat patriarki

berpendapat bahwa perempuan merupakan subordinasi yang tidak

berhak atas kuasa apapun.

Selain itu ketertarikan penulis dalam memilih lagu dari grup

band indie Kaimsasikun yang berjudul “Pria Dijajah Wanita” sebagai

obyek penelitian, sebagai sebuah band indie, Kaimsasikun dalam

menciptakan lagunya tidak hanya memikirkan selera publik dan

komersialitas seperti yang biasa dilakukan dalam industri musik major

label, tetapi Kaimsasikun juga tetap mempertahankan ideologinya dalam

bermusik, menciptakan, merekam, merilis, dan mendistribusikan lagu-

lagunya dalam sebuah album melalui jalur independent atau indie label,

sehingga pesan dari lagu yang “dilemparkan” kepada publik merupakan

cerminan ideologi dari band tersebut, tanpa mengikuti “arus” pasar

industri musik. Lagu “Pria Dijajah Wanita” menurut penulis, mempunyai

tema tentang percintaan yang unik dan tidak biasa yang belum dapat

diterima oleh publik secara luas, terutama para “penganut” patriarki.

Terlebih lagi sebagai sebuah band indie, Kaimsasikun tidak mempunyai

Page 11: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

11

jaringan edar pasar atau distribusi yang cukup luas seperti major label

sehingga banyak publik yang belum mengetahui lagu tersebut. Hanya

sedikit orang saja yang mengetahui lagu tersebut, terutama di kalangan

penikmat musik indie atau yang biasa disebut sebagai scene indie

(komunitas indie).

Dari beberapa hal diatas, maka penulis melihat bahwa lagu dari

grup band indie Kaimsasikun menarik untuk diteliti dan dalam penelitian

ini berupaya lebih menitikberatkan pada penggambaran kekuasaan

perempuan atas laki-laki dalam lirik lagu “Pria Dijajah Wanita” dalam

album “Kaimsasikun” dari grup band indie Kaimsasikun.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka yang

menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana

kekuasaan perempuan atas laki-laki digambarkan dalam lagu Pria Dijajah

Wanita dari grup band indie Kaimsasikun, dalam album Kaimsasikun?”

I.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

I.3.1 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bagaimanakah kekuasaan perempuan atas

laki-laki digambarkan dalam lagu “Pria Dijajah Wanita” dari grup band

indie Kaimsasikun, dalam album “Kaimsasikun.”

Page 12: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

12

I.3.2 Manfaat Penelitian

1. Kegunaan Teoritis, yaitu untuk menambah literatur penelitian

kualitatif Ilmu Komunikasi khususnya mengenai analisis dengan

metode semiotik.

2. Kegunaan Praktis, yaitu membantu pembaca dalam memahami

makna tanda yang menggambarkan kekuasaan perempuan atas

laki-laki dalam lirik lagu grup band indie Kaimsasikun.

Page 13: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

II.1 Landasan Teori

II. 1. 1 Definisi komunikasi

Komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal

daru kata latin communis yang berarti „sama‟, communico,

communicatio, atau communicare yang berarti „membuat sama‟ (to

make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling

sering disebut sebagai asal – usul kata komunikasi, yang merupakan akar

dari kata – kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan

bahwa suatu pikiran atau suatu makna, atau suatu pesan dianut secara

sama. Kata yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas

(community) yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan.

Komunitas merujuk pada sekelompok orang yang berkumpul atau hidup

bersama untuk mencapai tujuan tertentu, dan mereka berbagi makna

dan sikap. Tanpa ada komunikasi tidak akan ada komunitas . komunitas

bergantung pada pengalaman dan emosi bersama, dan komunikasi

berperan dan menjelaskan kebersamaan itu. Oleh karena itu , komunitas

juga berbagi bentuk – bentuk komunikasi yang berkaitan dengan seni,

agama dan bahasa, dan masing – masing bentuk tersebut mengandung

dan menyampaikan gagasan, sikap, perspektif, pandangan yang

mengakar kuat dalam sejarah komunitas tersebut. (Mulyana, 2001:42).

Page 14: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

14

Pada dasarnya manusia berkomunikasi dengan simbol – simbol,

simbol – simbol itu mewakili pikiran, perkataan dan perbuatan yang

mengiringi interaksi antar manusia, simbol – simbol itu berbentuk verbal

dan non verbal yang ditransmisikan secara sadar maupun tidak, secara

bersistem maupun tidak bersistem dalam interaksi dan komunikasi antar

manusia. Didalam berkomunikasi manusia mengkonstruksi suatu „gambar‟

mengenai dunia tersebut melalui proses aktif dan kreatif yang kita sebut

persepsi. Mulyana (2001:167) mengungkapkan bahwa persepsi adalah

proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan,

dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut

mempengaruhi kita. Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan

penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan

penyandian balik (decoding) dalam proses komunikasi. Begitu juga de

ungkapkan Desiderato dalam Rakhmat (2003:51) persepsi adalah

pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan – hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory

stimuli).

Dan Nimmo mengatakan dalam pendefinisiannya tentang

komunikasi, bahwa :

Komunikasi adalah proses interaksi sosial yang digunakan orang untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia (yang berdasarkan itu mereka bertindak) dan untuk bertukar citra itu melalui symbol – symbol.(Nimmo, 1989:7)

Page 15: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

15

Melalui interaksi sosial orang menurunkan dan bertindak menurut

makna yang mampu membuat mereka mampu menciptakan dan

menciptakan kembali dunia subjektif mereka.

Komunikasi adalah negoisasi dan pertukaran makna sebuah pesan

yang dibangun masyarakat berdasar budaya dan realitas, yang mampu

berinteraksi karena menggunakan makna yang mereka bangun dan

mereka pahami bersama untuk menumbuhkan saling pengertian. Disebut

komunikasi karena ada aktor, ada proses dan ada lambang. Proses

komunikasi dalam interaksi sosial antar actor dalam masyarakat

menyampaikan pesan dengan menggunakan lambang – lambang, simbol –

symbol, bahasa, dalam hal ini disebut tanda – tanda. Tanda – tanda ini

menjadi pesan setelah melalui proses encoding oleh komunikator.

Demikian pula pesan yang diterima komunikan yang berupa tanda – tanda

tersebut juga ditafsirkan melalui proses decoding. Proses penyandian

pesan oleh komunikator menjadi tanda dan proses penafsiran tanda oleh

komunikan inilah yang disebut proses signifikasi atau proses semiosis.

Manusia sehari-hari dikelilingi oleh tanda-tanda, apakah itu natural atau

artifisial. Hakikat peran yang dibawakan oleh tanda-tanda pada

prinsipnya ditentukan oleh kebudayaan. Studi tentang tanda-tanda pada

umumnya, serta studi tentang bekerjanya sejumlah besar kode-kode

dalam suatu kebudayaan, yang memungkinkan kita mampu

menginterpretasikan tanda-tanda tersebut secara memuaskan sekarang

diberi nama “Semiologi” (di Prancis dan negara Eropa lainnya) atau

Page 16: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

16

“Semiotika” (Amerika Selatan).(Sarup, 2003: 217). Semiologi sebagai

konsep tentang tanda – tanda dipergunakan secara fleksibel tetapi

seksama didalam memecahkan persoalan makna pesan dalam tindak

komunikasi, menggali berbagi perspektif dalam fenomena komunikasi,

serta semiologi akan membantu menjelaskan bagaimana tindak

komunikasi berlangsung sebagai proses interaksi, “ The semiotic model

help to explain how communication work as an interactive process”

(Purwasito, 2003:243). Setiap tindakan komunikasi dianggap sebagai

pesan yang dikirim dan diterima melalui beragam tanda berbeda.

Berbagai aturan kompleks yang mengatur kombinasi pesan-pesan ini

ditentukan oleh berbagai kode sosial. Seluruh bentuk ekspresi –musik,

seni, film, fashion, makanan, kesusasteraan- dapat dianalisis sebagai

sebuah sistem tanda. Begitu juga dengan lirik lagu, yang juga merupakan

sebuah tanda yang sarat makna, ia membuka kemungkinan sebagai

sebuah tanda yang bisa ditafsirkan.

II. 2. Musik

Sistem tanda musik adalah oditif, namun untuk mencapai

pendengarnya, penggubah musik mempersembahkan kreasinya dengan

perantara pemain musik dalam bentuk sistem tanda perantara tertulis.

Bagi semiotikus musik, adanya tanda-tanda perantara, yakni musik yang

dicatat dalam partitur orkestra. Hal ini sangat memudahkan dalam

Page 17: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

17

menganalisis karya musik sebagai teks. Itulah sebabnya mengapa

penelitian musik terarah pada sintaksis.

Meski demikian, semiotik tidak dapat hidup hanya dengan

sintaksis: tidak ada semiotika tanpa semantik. Jadi, juga tidak ada

semiotika musik tanpa semantik musik. Semantik musik, bisa dikatakan,

harus senantiasa membuktikan hak kehadirannya (Van Zoest, 1993:120-

121).

II. 2. 1. Musik Indie

Berdasarkan Wikipedia, yang dimaksud dengan independent atau

indie di sini adalah tidak terikat atau tidak adanya campur tangan dalam

perusahaan rekaman komersil atau biasa disebut major label, baik dalam

proses penciptaan ide dan kreativitas, produksinya, maupun secara

finansial atau masalah keuangan seperti pembagian royalti

(www.wikipedia.org). Termasuk band sebagai pengusung musik, banyak

band yang memilih jalur independent dalam memproduksi dan

mendistribusikan lagunya dari pada memilih jalur major label atau

perusahaan rekaman komersil. Kaimsasikun merupakan contoh band

indie yang lebih memilih jalur independent dari pada memilih jalur

major label sehingga kreativitas dan ideologi yang tertuang dalam musik

dan lagunya dapat “bergerak bebas” tanpa hanya memikirkan selera

publik dan komersialitas seperti yang biasa dilakukan dalam industri

musik major label.

Page 18: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

18

II. 1. 2. Lirik Lagu

Lirik lagu dalam musik yang sebagaimana bahasa, dapat menjadi

sarana atau media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang

beredar dalam masyarakat. Lirik lagu, dapat pula sebagai sarana untuk

sosialisasi dan pelestarian terhadap suatu sikap atau nilai. Oleh karena

itu, ketika sebuah lirik lagu di aransir dan diperdengarkan kepada

khalayak juga mempunyai tanggung jawab yang besar atas tersebar

luasnya sebuah keyakinan, nilai-nilai, bahkan prasangka tertentu

(Setianingsih,2003:7-8). Suatu lirik lagu dapat menggambarkan realitas

sosial yang terjadi di masyarakat. Termasuk realitas sosial yang

menggambarkan perempuan yang cantik, kuat, tangguh, tidak

menganggap dirinya sebagai korban, acuh tak acuh, dan menginginkan

kuasa dari laki-laki dengan menggunakan kefemininitasan yang dia miliki.

Sejalan dengan pendapat Soerjono Soekanto dalam Rachmawati

(2000:1) yang menyatakan :

“Musik berkait erat dengan setting sosial kemasyarakatan tempat dia berada. Musik merupakan gejala khas yang dihasilkan akibat adanya interaksi sosial, dimana dalam interaksi tersebut manusia menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Disinilah kedudukan lirik sangat berperan, sehingga dengan demikian musik tidak hanya bunti suara

belaka, karena juga menyangkut perilaku manusia sebagai individu maupun kelompok sosial dalam wadah pergaulan hidup dengan wadah bahasa atau lirik sebagai penunjangnya.”

Page 19: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

19

Berdasarkan kutipan di atas, sebuah lirik lagu dapat berkaitan erat pula

dengan situasi sosial dan isu-isu sosial yang sedang berlangsung di dalam

masyarakat.

II. 3. Pendekatan Semiotika

Kata ‟semiotika‟ itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion

yang berarti ‟tanda‟ atau ‟seme‟ yang berarti ‟penafsir tanda‟.

Semiotika berasal dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika

dan poetika. ‟ Tanda‟ pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang

menunjuk pada adanya hal lain (Sobur, 2003:16)

Juga diungkapkan oleh Saussure dalam Budiman bahwa :

A science that studies the life of signs within society is conceivable; it would be a part of social psychology and consequently of general psychology; i shall call it semiology (from the Greek semeion’sign’). Semiology would show that constitutes signs, what laws govern them... Sebuah ilmu yang mengkaji tanda – tanda di dalam masyarakat dapat dibayangkan; ia akan menjadi bagian dari psikologi sosial dan sebagai konsekuensinya, psikologi general; ia akan saya beri nama semiologi (dari bahasa Yunani semeion ‟tanda‟). Semiologi akan menunjukkan hal – hal apa yang membentuk tanda –tanda, kaidah – kaidah apa yang mengendalikannya...

Berkenaan dengan studi semiotik, pada dasarnya pusat perhatian

pendekatan semiotik adalah pada tanda (sign). Menurut John Fiske,

terdapat tiga area penting dalam studi semiotik, yakni (Fiske, 1990:40):

1. The sign it self. This consist of the study of different varieties of sign, of the different ways they have of conveying meaning, and of the way relate to the people who use them. For sign are human constructs and can only

Page 20: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

20

be understood is term of the uses pepole put them

to.(Tanda itu sendiri. Hal ini berkaitan dengan beragam tanda yang berbeda, seperti cara mengantarkan makna serta cara menghubungkannya dengan orang yang menggunakan. Tanda adalah buatan manusia dan hanya bisa dimengerti oleh orang yang menggunakannya).

2. The codes of sistems into which signs are organized. This study covers the way that a vareity of codes have develop in order to meet the needs of society or culture.(Kode atau sistem dimana lambang – lambang disusun. Studi ini meliputi bagaimana beragam kode yang berbeda dibangun untuk mempertemukan dengan kebutuhan didalam masyarakat dalam kebudayaan).

3. The culture within which these codes and signs operate. (Kebudayaan dimana kode dan lambang itu beroperasi) (Sobur, 2001:94)

Sebuah tanda tidak hadir begitu saja sebagai bagian dari

kenyataan – ia merefleksi dan membiaskan kenyataan lain. Oleh karena

itu sebuah tanda bisa saja memiuhkan kenyataan atau mentaatinya.

Dalam semiotika, bila segala sesuatu yang dalam terminologi semiotika

disebut sebagai tanda (sign), semata alat untuk berdusta, maka setiap

tanda akan selalu mengandung muatan dusta; setiap makna (meaning)

adalah dusta; setiap pengguna tanda adalah para pendusta; setiap proses

pertandaan (signification) adalah kedustaan. Umberto Eco menjelaskan

bahwa bila sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengungkapkan dusta,

maka sebaliknya ia tidak dapat pula digunakan untuk mengungkapkan

kebenaran (truth): ia pada kenyataannya tidak dapat digunakan untuk

“mengungkapkan” apa-apa. Dia berpikir definisi sebagai sebuah teori

kedustaan sudah sepantasnya diterima sebagai program komprehensif

untuk semiotika umum (Piliang, 2003:43).

Page 21: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

21

II. 3. 1. Teori Tanda Ferdinand De Saussure

Semiotika signifikasi adalah akar dari pemikiran dari bahasan

saussure yang didefinisikan sebagai “ilmu yang mengkaji tentang peran

tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial”, implicit dari definisi

tersebut adalah sebuah relasi bahwa bila tanda merupakan bagian dari

kehidupan sosial, maka tanda juga merupakan bagian dari aturan-aturan

sosial yang berlaku. Saussure juga berbicara mengenai konvensi sosial

yang mengatur penggunaan tanda secara sosial, yaitu pemilihan,

pengkombinasian, dan penggunaan tanda-tanda dengan cara tertentu,

sehingga ia mempunyai makna dan nilai sosial (Sobur, 2003:vii).

Menurut pandangan Saussure, segala sesuatu yang berhubungan

dengan sisi statik dari suatu ilmu adalah sinkronik. Linguistik, dengan

perspektif sinkroniknya, secara khusus memperhatikan relasi-relasi logis

dan psikologis yang memadukan terma-terma secara berbarengan dan

membentuk suatu sistem dalam pikiran kolektif. Analisis bahasa secara

sinkronik adalah analisis bahasa sebagai sistem yang eksis pada suatu

titik waktu tertentu (yang seringkali berarti “saat ini” atau

kontemporer) dengan mengabaikan route yang telah dilaluinya sehingga

dapat berwujud seperti sekarang. Sebaliknya, segala sesuatu yang

bersangkutan dengan evolusi adalah diakronik. Linguistik yang diakronik

dapat dibedakan menjadi dua sudut pandang, yaitu prospektif dan

retrospektif. Sudut pandang yang pertama mengikuti majunya arus

waktu, sedangkan yang kedua berjalan mundur. Linguistik diakronik

Page 22: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

22

mengkaji relasi-relasi yang secara suksesif mengikat terma-terma secara

bersamaan, yang masing-masing dapat saling bersubtitusi tanpa

membentuk suatu sistem, namun tetap tidak disadari oleh pikiran

kolektif. Meskipun Saussure sendiri dididik dalam tradisi lingusitik

diakronik yang sangat kental, preferensinya secara khusus tertuju

kepada lingusitik sinkronik. Segala konsep yang dikembangkan di dalam

linguistik sinkronik Saussurean ini berkisar pada dikotomi-dikotomi

tertenti, yakni penanda dan petanda, langue dan parole, serta

sintagmatik dan paradigmatik (Budiman, 2004:38).

II. 3. 1. 1. Signifier dan Signified

Yang cukup penting dalam upaya menangkap hal pokok pada tori

saussure adalah prinsip yang mengatakan bahasa itu adalah suatu sistem

tanda, dan setiap tanda itu tersusun atas dua bagian, yakni signifier

(penanda) dan signified (petanda). Menurut saussure, bahasa itu

merupakan suatu sistem tanda (sign). Suara-suara baik itu suara

manusia, binatang, atau bunyi-bunyian semua dapat dikatakan sebagai

bahasa apabila itu semua mengekspresikan, menyampaikan ide-ide,

pengertian-pengertian tertentu (Sobur, 2003:46).

Tanda adalah suatu kesatuan dari suatu bentuk penanda dan

petanda dengan kata lain, penanda adalah ”bunyi yang bermakna” atau

”coretan yang bermakna”. Jadi penanda adalah aspek material dari

bahasa: apa yang dikatakan, apa yang didengar, dan apa yang ditulis

Page 23: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

23

atau dibaca. Petanda sendiri adalah gambaran mental, pikiran, konsep.

Jadi petanda adalah aspek mental dari bahasa (Bertens, 2001:180). Yang

mesti diperhatikan adalah bahwa dalam tanda bahasa yang kongkrit,

kedua unsur tidak dapat dillepaskan. Tanda bahasa selalu mempunyai

dua segi : penanda atau petanda : signifier atau signified. Suatu

penanda tanpa petanda tidak akan berarti apa-apa dan karena itu tidak

merupakan tanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan

atau ditangkap lepas dari penanda : petanda atau yang ditandakan itu

termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor

lingusitik. ”Penanda dan petanda merupakan kesatuan, seperti dua sisi

dari sehelai kertas”, kata Saussure.

Jadi, meskipun antara penanda dan petanda tampak sebagai

entitas yang terpisah-pisah, namun keduanya hanya ada sebagai

komponen tanda. Tandalah yang merupakan fakta dasar bahasa. Maka

itu setiap upaya untuk memaparkan teori Saussure mengenai bahasa,

pertama-tama harus membicarakan pandangan Saussure mengenai

hakikat tanda tersebut. Setiap tanda kabsahan, menurut Saussure pada

dasarnya menyatukan sebuah konsep dan suatu citra suara (sound

image), bukan menyatakan suatu sebagai nama. Dua konsep signifier dan

signified tidak dapat dipisahkan, memisahkan berarti hanya

menghancurkan ”kata” tersebut.

Page 24: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

24

II. 3. 1. 2. Langue dan Parole

Saussure membedakan tiga istilah dalam bahasa Prancis:

langange, langue (sistem bahasa) dan parole (kegiatan ujaran). Langange

adalah suatu kemampuan berbahasa yang ada pada setiap manusia yang

sifatnya pembawaan, namun pembawaan ini mesti dikembangkan dengan

lingkungan dan stimulus yang menunjang. Singkatnya, langange adalah

bahasa pada umumnya. Orang bisu pun sama memiliki langange ini,

namun disebabkan, umpamanya, gangguan fisiologis pada bagian

tertentu maka dia tidak bisa berbicara secara normal. Dalam pengertian

umum, langue adalah abstraksi dan artikulasi bahasa pada tingkat sosial

budaya, sedangkan parole merupakan ekspresi bahasa pada tingkat

individu. Dalam konsep Saussure, langue dimaksudkan bahasa sejauh

merupakan milik bersama dari suatu golongan bahasa tertentu. Apa yang

dinamakan langue itu menurut Saussure, harus dianggap sebagai sistem.

Jika langue mempunyai objek studi sistem atau tanda atau kode, maka

parole adalah ”living speech”, yaitu bahasa yang hidup atau bahasa

sebagaimana terlihat dalam penggunaannya. Kalau langue bersifat

kolektif dan pemakaiannya ”tidak disadari” oleh pengguna bahasa yang

bersangkutan, maka parole lebih memperhatikan faktor pribadi

pengguna bahasa. Kalau unit dasar langue adalah kata, maka unit dasar

parole adalah kalimat (Sobur, 2003:50-51).

Pada saat yang sama, Saussure menyatakan bahwa tinjauan

terhadap terhadap langue (bahasa sebagai sistem) harus didahulukan

Page 25: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

25

dari pada parole (bahasa sebagai tindak penuturan / ujaran). Artinya,

posisi sistem bahasa secara umum mendahului dan lebih penting

daripada seluruh ujaran nyata yang pernah benar-benar dituturkan. Ini

merupakan argumen paling mengejutkan yang lahir dari sudut pandang

ilmu-ilmu alam, ilmu di mana bukti fisik positif menjadi satu-satunya

bukti yang dapat diterima. Namun demikian, menurut Saussure, bukti

fisik positif tidaklah cukup untuk menjelaskan bahasa sebagai bahasa

yang menandakan sekaligus memuat informasi (Harland,2006:15).

II. 3. 1. 3. Syntagmatic dan Associative

Hubungan Associative (paradigmatik) adalah hubungan eksternal

suatu tanda dengan tanda lain. Tanda lain yang bisa berhubungan secara

paradigmatik adalah tanda-tanda satu kelas atau satu sistem. Hubungan

yang kedua adalah hubungan Syntagmatic (sintagmatik atau hubungan

aktual). Hubungan ini menunjuk hubungan suatu tanda dengan tanda-

tanda lainnya, baik yang mendahului atau mengikutinya. Hubungan

sintagmatik mengajak kita mengimajinasikan ke depan atau memprediksi

apa yang terjadi kemudian. Hubungan-hubungan ini terdapat pada kata-

kata sebagai rangkaian bunyi-bunyi maupun kata-kata sebagai konsep

(Sobur, 2003:54).

Page 26: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

26

II. 4. Pendekatan Gender

Dalam membahas kaum laki-laki dan perempuan konsep penting

yang perlu dipahami adalah membedakan konsep seks (jenis kelamin)

dan konsep gender. Pemahaman dan pembedaan antara konsep seks dan

konsep gender sangatlah diperlukan dalam melakukan analisis untuk

memahami persoalan-persoalan ketidak adilan sosial baik yang menimpa

kaum laki-laki maupun perempuan. Hal ini disebabkan karena ada kaitan

yang erat antara perbedaan gender (gender difference) dan ketidak

adilan gender (gender inequalities) dengan struktur ketidak adilan

masyarakat secara lebih luas. Dengan demikian pemahaman dan

pembedaan yang jelas antara konsep seks dan gender sangat diperlukan

dalam membahas masalah ketidak adilan sosial. Maka sesungguhnya

terjadi keterkaitan antara persoalan gender dengan persoalan ketidak

adilan sosial lainnya.

Untuk memahami konsep gender harus dibedakan antara kata

gender dengan kata seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin

adalah pembedaan terhadap manusia yang didasarkan pada alat-alat

biologis yang melekat padanya. Misalnya, laki-laki adalah manusia yang

memiliki penis, memiliki jakala (kalamenjing), dan memproduksi

sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim

dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan

mempunyai alat menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis melekat

pada manusia jenis laki-laki dan perempuan selamanya dan tidak dapat

Page 27: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

27

dipertukarkan atau disebut juga dengan kodrat. Sebagaimana menurut

Mansour Fakih sebagai berikut:

”Secara biologis alat-alat tersebut tidak bisa dipertukarkan antara alat biologis yang melekat pada manusia laki-laki dan perempuan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat.”

Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender, yaitu: sifat yang

melekat pada kaum laki-laki maupun kaum perempuan yang dikonstruksi

secara sosial kultural, dimana sifat-sifat ini dapat dipertukarkan. Masih

menurut Mansour Fakih, diberikan beberapa contoh:

”Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan. Sementara ada juga perempuan yang kuat, rasional, perkasa.” (1996:8)

Sejarah perbedaan gender (gender difference) antara manusia

jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat

panjang. Oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender

dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan,

diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial maupun kultural, melalui

ajaran keagamaan maupun negara (Fakih1996:6). Perbedaan gender

(gender difference) dapat saja muncul karena struktur masyarakat yang

kebanyakan patriarki. Yang paling tidak menyimpan asumsi dasar bahwa

manusia pertama adalah laki-laki sedangkan dalam hal perbuatan dosa,

Page 28: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

28

perempuanlah makhluk yang pertama. Menurut Prof. Riffat Hassan

(Ridjal, 1993:13) beberapa asumsi yang mendasari perbedaan gender,

yaitu:

1. “Manusia pertama adalah laki-laki, dan perempuan

diciptakan darinya. Sehingga perempuan adalah makhluk

sekunder.

2. Walaupun perempuan adalah makhluk kedua dalam

prosedur penciptaan, ia adalah makhluk pertama dalam

perbuatan dosa, dialah yang menggoda Adam sehingga

akhirnya terusir dari surga.

3. Perempuan bukan saja dari laki-laki tetapi juga untuk

laki-laki.”

Asumsi ketiga ini berimplikasi pada munculnya anggapan bahwa

perempuan tidak mempunyai hak untuk mendefinisikan status, hak, dan

martabatnya, kecuali apa yang telah disediakan oleh kaum laki-laki

untuknya. Kehadiran perempuan di dunia ini bersifat instrumental bagi

kepentingan laki-laki dan bukan fundamental.

Secara langsung maupun tidak langsung proses sosialisasi gender

itu pada akhirnya dianggap sebagai ketentuan Tuhan. Dimana jenis

kelamin laki-laki harus bersikap maskulin dan jenis kelamin perempuan

harus bersikap feminin, sebagaimana stereotipe yang telah

dikonstruksikan. Setiap penyimpangan akan ditolak dalam peran

struktural masyarakat.

Page 29: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

29

II. 4. 1. Konsep Gender

Selama ini orang menganggap bahwa perbedaan antara laki-laki

dan perempuan didasarkan pada konsep jenis kelamin (seks) saja.

Konsep jenis kelamin (seks) adalah persifatan atau pembagian dua jenis

kelamin manusia yang ditentukan secara biologis pada jenis kelamin

tertentu. Misalnya manusia jenis kelamin laki-laki adalah manusia yang

mempunyai penis, memiliki jakala (kalamenjing), dan memproduksi

sperma. Sedangkan manusia jenis kelamin perempuan mempunyai alat

reproduksi seperti rahim, dan saluran vagina, serta mempunyai alat

untuk menyusui. Semua alat tersebut tidak dapat dipertukarkan antara

alat biologis yang melekat pada laki-laki dan perempuan secara

permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis, atau sering

dikatakan sebagai ketentuan Tuhan, atau kodrat (Fakih, 1996:8).

Istilah sex (dalam kamus Bahasa Indonesia juga berarti ”jenis

kelamin”) lebih berkonsentrasi pada aspek biologis seseorang, meliputi

perbedaan komposisi harmone dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi

dan karakteristik tubuh seseorang (www.mediaisnet.org).

Konsep laki-laki dan perempuan tidak hanya dibagi berdasarkan

perbedaan biologis saja. Pada masyarakat ternyata berkembang suatu

sistem yang membedakan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan

stereotipe dan nilai-nilai yang ditanamkan (disosialisasikan) sejak kecil,

konsep ini dikenal dengan nama gender.

Page 30: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

30

Kata gender berasal dari Bahasa Inggris yang berarti ”jenis

Kelamin”. Dalam kamus Webster’s New Dictionary, gender diartikan

sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan yang

dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Dalam Women’s Studies

Encyclopedia dijelaskan bahwa peran gender adalah suatu konsep

kultural yang merupaya membuat perbedaan (distinction) dalam peran,

perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan

perempuan yang berkembang dalam masyarakat.

Hillary M. Lips dalam bukunya yang terkenal ”sex and gender: An

Introduction” mengartikan gender sebagai suatu harapan-harapan

budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural expectation for

women and men). Pendapat ini sejalan dengan pendapat kaum feminis

seperti Lindsey yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal

penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk

bidang kajian gender (what a given society defines as masculine or

feminine is a component af gender).

Kata gender belum masuk dalam pembendaharaan kamus besar

Bahasa Indonesia, tetapi istilah tersebut sudah lazim digunakan,

khususnya di Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, dengan

istilah ”jender”. Jender diartikan sebagai interpretasi mental dan

kultural terhadap perbedan kelamin yakni laki-laki dan perempuan.

Gender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja

yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan. Studi gender lebih

Page 31: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

31

menekankan pada aspek maskulinitas (masculinity) atau feminitas

(feminity) seseora (www.mediaisnet.org).

Kemudian muncul bias gender yang berkembang dimana-mana,

antara lain:

1. Perbedaan gender laki-laki dan perempuan, apa yang sesuai untuk

laki-laki dan perempuan meliputi pekerjaan / kegiatan, pendidikan,

penampilan, sikap perilaku.

2. Perbedaan antara apa yang ideal untuk perempuan dan laki-laki,

bahkan minat mereka pun berbeda.

3. Perbedaan status sosial antara laki-laki dan perempuan.

Akibatnya, muncul beberapa stereotipe antara lain laki-laki adalah

pencari nafkah, dan perempuan mengasuh anak, dan lain-lain

(Harijani,2001:2).

Menurut Kreitner dan Kinicki (2003:218) stereotipe adalah

kayakinan yang membedakan sifat dan kemampuan antara peran

perempuan dan laki-laki untuk peran-peran yang berbeda. Misalnya

stereotipe gender menganggap bahwa perempuan sebagai sosok yang

ekspresif, kurang independent, lebih emosional, kurang logis, secara

kuantitatif kurang orientasi dan lebih partisipatif daripada laki-laki.

Sebaliknya laki-laki lebih sering dianggap menentukan, orientasinya

kuantitatif, dan lebih otokrasi serta terarah daripada perempuan.

Pandangan stereotipe mengaburkan pandangan terhadap manusia

secara pribadi, karena memasukkan setiap jenis manusia kotak

Page 32: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

32

stereotipe. Oleh karena itu seorang pribadi, baik perempuan dan laki-

laki merasa tidak pantas apabila ”keluar dari kotak” tersebut. Ia akan

merasa bersalah apabila tidak memenuhi kehendak sosial, memenuhi

label yang telah diciptakan untuk mereka. Pandangan ini telah

dibakukan melalui tradisi selama berabad-abad sehingga dianggap kodrat

yang tidak dapat dirubah, seolah ciri-ciri perempuan dan laki-laki sudah

terkunci mati (Murniati,2004:XVIII).

Konstruksi sosial bahwa perempuan itu lemah lembut, emosional,

keibuan, cantik, menyebabkan mereka mendapat tugas untuk bekerja di

lingkungan rumah tempat tinggal, seperti melakukan pekerjaan rumah

tangga, mengasuh anak, serta tergantung pada laki-laki. Sedangkan laki-

laki dikonstruksikan sebagai seorang yang kuat, rasional, jantan dan

perkasa sehingga laki-laki mendapat tugas untuk bekerja di luar rumah.

Sebenarnya sifat tersebut dapat dipertukarkan antara laki-laki dan

perempuan untuk berada di lingkungan luar atau dalam rumah

(Fakih,1996:9).

II. 4. 2. Konstruksi Sosial Gender

Proses konstruksi yang berlangsung secara mapan dan lama inilah

yang mengakibatkan masyarakat kita sulit untuk membedakan apakah

sifat-sifat gender tersebut dibentuk oleh masyarakat ataukah kodrat

biologis yang ditetapkan dari Tuhan. Namun, Mansour Fakih menegaskan

bahwa setiap sifat melekat pada jenis kelamin tertentu dan sepanjang

Page 33: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

33

sifat itu bias dipertukarkan, maka sifat tersebut adalah hasil konstroksi

masyarakat dan sama sekali bukan kodrat (Fakih,1996:10).

Menurut Wijaya, keberadaan konstruksi gender yang berlangsung

dalam masyarakat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:

1. Adat kebiasaan.

2. Kultur.

3. Lingkungan dan pranata membesarkan dan mendidik anak.

4. Lingkungan dan pranata gender, differensiasi (perbedaan gender).

5. Struktur yang berlaku.

6. Kekuasaan.

Dari beberapa hal diatas, kemudian terjadi pembentukan stereotipe

yaitu pelabellan atau penandaan yang dilekatkan pada jenis kelamin,

antara lain stereotipe laki-laki (maskulinitas) dan stereotipe perempuan

(feminitas) secara obyektif, terdapat butir-butir stereotipe maskulin

yang bernilai positif, yaitu: mandiri, sangat agresif, tidak emosional,

sangat obyektif, tidak mudah dipengaruhi, aktif, logis, lugas, tahu

bagaimana bertindak, tegar, pandai membuat keputusan, percaya diri,

ambisius, dan sebagainya. Disamping terdapat butir-butir stereotipe

maskulinitas yang positif, terdapat pula butir-butir stereotipe feminin

yang bernilai positif seperti: tidak suka bicara kasar, halus, lembut, peka

pada perasaan orang lain, bicara pelan, mudah mengekspresikan diri,

dan sebaginya (Wijaya,1991:156-157).

Page 34: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

34

Jika dilihat secara umum, stereotipe adalah pelabellan atau

penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Celakanya stereotipe

selalu merugikan dan menimbulkan ketidak adilan. Stereotipe yang

diberikan suku bangsa tertentu, misalnya Yahudi di Barat, Cina di Asia

Tenggara, telah merugikan suku bangsa tersebut (Fakih,1996:16). Salah

satu jenis stereotipe diatas adalah yang bersumber dari pandangan

gender. Banyak sekali ketidak adilan pada jenis kelamin tertentu, yang

bersumber dari penandaan (stereotipe) yang dilekatkan pada mereka.

Misalnya, penandaan yang berawal dari asumsi bahwa laki-laki adalah

mata keranjang dan tidak berperasaan, maka setiap ada kasus kekerasan

atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengean stereotipe ini. Bahkan

jika ada pemerkosaan yang dialami oleh perempuan, masyarakat

berkecenderungan menyalahkan laki-laki (Siregar, 2002:2).

Mansour Fakih (1996:17) juga menegaskan bahwa masyarakat

memiliki anggapan bahwa tugas utama kaum perempuan adalah

melayani suami. Stereotipe ini berakibat wajar sekali jika pendidikan

perempuan di nomorduakan. Stereotipe terhadap perempuan ini terjadi

dimana-mana dan gender merupakan akar dari ketidak adilan akibat

stereotipe tersebut. Hal ini semakin dilanggengkan oleh kultur

masyarakat yang menganggap stereotipe gender yang dilekatkan

tersebut adalah kodrat Tuhan.

Gender sebagai konsep merupakan hasil pemikiran atau hasil

rekayasa manusia, sehingga sama sekali tidak bisa disebut sebagai kodrat

Page 35: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

35

Tuhan, karena sifat-sifat yang ada di dalamnya bisa dipertukarkan.

Sebagai pendapat Caplan dalam Fakih (1996:72):

” Perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan tidaklah sekedar biologi, namun melalui proses sosial dan kultural. Oleh karena itu gender berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat bahkan dari kelas ke kelas, sedangkan jenis kelamin biologis (sex) akan tetap tidak berubah.”

Seperti uraian diatas, struktur patriarki memiliki peran yang

penting dalam melanggengkan keberadaan gender. Hal ini sebenarnya

tidak terlepas dari sejarahnya dimana pengaruh ideologi patriarki dalam

tatanan hidup sehari-hari kemasyarakatan kita yang meletakkan secara

tegas peran antara laki-laki dan perempuan, seperti yang dikemukakan

oleh Mosse (1996:65):

”Pada awalnya, patriarki memang untuk menunjukkan bahwa sebagai kepala rumah tangga, laki-laki mempunyai kekuasaan, namun pada akhirnya, istilah patriarki mulai digunakan di seluruh dunia untuk menggambarkan dominasi laki-laki atas perempuan dan anak-anak di dalam keluarga dan ini berlanjut kepada dominasi laki-laki dalam semua lingkup kemasyarakatan lainnya.”

Dari pendapat Julia Claves Mosse diatas dapat disimpulkan bahwa

konstruksi sosial gender yang berasal dari patriarki mengakibatkan

struktur sosial yang tidak adil bersifat tidak setara antara mayoritas dan

minoritas. Minoritas disini tidak didasarkan pada jumlah melainkan posisi

dalam konstruksi sosial dimana perempuan pada posisi subordinasi

terhadap laki-laki akibat nilai yang mendasari peran-peran sosial,

Page 36: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

36

karenanya berada pada posisi minoritas. Sehingga timbulnya ketidak

adilan gender adalah implikasi dari konstruksi sosial yang bersifat

menindas terhadap minoritas.

II. 5. Gerakan Feminisme Dalam Budaya Patriarki

Dalam sistem patriarki yang berlaku hampir di seluruh

masyarakat, telah menganggap sebuah asumsi bahwa kodrat seorang

perempuan itu lebih rendah derajatnya daripada laki-laki demi

terciptanya kehidupan keluarga dan masyarakat yang harmonis

(Mustaqim, 2003:1). Patriarki merupakan aturan yang berasal dari Ayah

(Bapak) atau kepala keluarga. Ini mengacu pada sistem sosial, dimana

Bapak memegang kontrol (kendali) atas seluruh anggota keluarga,

kepemilikan barang, sumber pendapatan dan pemegang keputusan

utama. Sehubungan dengan sistem sosial ini, diyakini (dijadikan ideologi)

bahwa pria lebih superior dibanding perempuan, sehingga perempuan

sudah seharusnya dikendalikan (dikontrol) oleh pria dan menjadi bagian

dari properti pria. Pemikiran ini membentuk dasar dari banyaknya

peraturan agama dan kenyataan sekaligus menjelaskan semua tindakan

sosial yang “memenjarakan” perempuan di rumah serta mengontrol

kehidupan mereka. Selain itu, standar dobel moralitas dan hukum, yang

memberikan hak lebih pada pria dibanding perempuan, didasarkan atas

patriarki (www.sekitarkita.com).

Page 37: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

37

Dengan adanya perbedaan konstruksi sosial gender yang

diakibatkan oleh sistem patriarki menimbulkan sebuah pemikiran dan

gerakan dalam perempuan yang disebut sebagai gerakan feminisme.

Gerakan feminisme memiliki berbagai macam aliran yang masing-masing

memiliki titik tekan dalam memperjuangkan tujuan sosial yang ingin

dicapainya. Gerakan feminisme berangkat dari fakta ketertindasan dan

penindasan terhadap kaum perempuan oleh struktur sosial yang ada dan

diikuti dengan kesadaran yang dimunculkannya untuk melanggengkan

posisi perempuan yang terpinggirkan (www.parasindonesia.com).

Menurut Aquarini, Julia Kristeva dalam Women’s Time melihat

bahwa feminisme bergerak dalam gelombang. Menurut Kristeva,

subjektivitas perempuan berhubungan dengan waktu yang berulang

(cylical-repetation) dan waktu monumental (keabadian). Keduanya

merupakan cara untuk mengoseptualisasi waktu berdasarkan perspektif

motherhood dan reproduksi. Waktu dalam sejarah, dilain pihak, adalah

waktu yang linear: waktu sebagai proyek, kemajuan, kedatangan, dan

sebagainya. Tiga gelombang feminisme itu menurut Kristeva adalah :

1. Feminis egalitarian yang menuntut hak yang sejajar dengan laki-laki,

dengan perkataan lain, hak-haknya untuk memperoleh tempat dalam

waktu yang linear, misalnya feminisme liberal dan feminisme marxis.

2. Generasi kedua adalah yang muncul setelah tahun 1968, yang

menekankan perbedaan radikal perempuan dari laki-laki dan

Page 38: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

38

menuntut hak perempuan untuk tetap berada di luar waktu linear

sejarah dan politik, misalnya feminisme radikal.

3. Feminisme generasi ketiga adalah yang mendorong eksistensi yang

pararel yang menggabungkan ketiga pendekatan feminisme yang

memungkinkan perbedaan individual untuk tetap ada tanpa menjadi

kehilangan feminisannya, misalnya, terutama posmodernisme

(Adlin,2006:218).

Munculnya sebuah gerakan feminisme yang merubah pemikiran

dari masyarakat tentang persamaan dan kesetaraan gender, maka

semakin banyak gerakan-gerakan dari kaum perempuan yang menuntut

hak-hak mereka supaya disamakan dengan kaum laki-laki. Pada gerakan

feminisme generasi kedua muncul pemikiran dari para pefeminis radikal

yang beberapa dari mereka lebih cenderung pada androgini, menekankan

pada semua jenis hubungan seks (heteroseksual, lesbian, atau otoerotik),

dan memandang teknologi pembantu reproduksi, dan juga teknologi lama

pengendali reproduksi, sebagai anugerah mutlak bagi perempuan.

Perempuan berhak mengkontrol dan mengambil alih kendali kekuasaan

yang selama ini didominasi oleh laki-laki. Menurut Rosemarie Tong,

perempuan dalam pemikiran feminis radikal berhak menentang budaya

patriarkal yang menggunakan peran gender secara kaku dengan

mengklaim dan memastikan bahwa perempuan tetap pasif (“penuh kasih

sayang, penurut, tanggap terhadap simpati dan persetujuan, ceria, baik

dan ramah”) dan laki-laki tetap aktif (“kuat, agresif, penuh rasa ingin

Page 39: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

39

tahu, ambisius, penuh rencana, bertanggung jawab, orisinil, dan

kompetitif”). Karena itu, cara bagi perempuan untuk menghancurkan

kekuasaan laki-laki yang tidak layak atas perempuan, adalah dengan

pertama-tama menyadari bahwa perempuan tidak ditakdirkan untuk

menjadi pasif, seperti juga laki-laki tidak ditakdirkan untuk menjadi

aktif, dan kemudian mengembalikan kombinasi apapun dari sifat-sifat

feminin dan maskulin yang paling baik merefleksikan kepribadian unik

mereka masing-masing (Tong,2006:3,73).

II. 5. 1. Posfeminisme Sebagai Pemikiran Feminis Baru

Pada era feminis gelombang kedua, muncul sebuah pemikiran

feminis baru yang dipahami sebagai perjumpaan kritis dengan patriarki

yang disebut sebagai posfeminisme. Pelabelan pos, mengundang

berbagai pertanyaan, problematika dalam pendefinisiannya, terutama

pada istilah yang dilebelinya. Posfeminisme, dengan demikian juga

mengundang pertanyaan. Pada beberapa decade, posfeminisme yang

merupakan ekspresi kontinu dari tahapan evolusi gerakan feminisme

dipandang sebagai antifeminis. Terutama oleh media dan pers, yang

terus-menerus menggembar-gemborkan semangat posfeminisme sebagai

anti feminisme. Sehingga tak bisa dihindarkan bila pengertian tentang

posfeminisme banyak disumbang oleh media dan pers tersebut. Istilah

posfeminisme bergulir di tengah kesadaran populer pada akhir 1980-an

dan awal 1990-an, seperti dinyatakan oleh Alice bahwa posfeminisme

Page 40: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

40

telah memiliki nilai baru, yang sering kali bermusuhan dan diarahkan

terutama kepada feminis. Padahal bila dilihat dari kemunculannya

pertama kali, masih menurut Alice, bahwa posfeminisme tercipta antara

periode tercapainya hak pilih perempuan di Amerika Serikat dan

kebangkitan feminisme “gelombang kedua” selama tahun 1960-an. Hal

ini ditunjukkan oleh keberhasilan perjuangan hak pilih kaum perempuan,

kesempatan menempati ruang public, dan pilihan untuk menggunakan

lebih banyak ruang personalnya (Adlin,2006:228).

Menurut Ann Brooks, salah satu penganjur utama konsepsi

mengenai “posfeminisme” ini adalah Susan Faludi, di dalam bukunya

Backlash (1992). Faludi merujuk pada tulisan Brenda Polan di Guardian

untuk membangun kepercayaan atas klaim yang dibuatnya. Plan

berkeyakinan bahwa posfeminisme merupakan reaksi buruk, karena

menurutnya semua gerakan atau filsafat yang mendefinisikan dirinya

sebagai pos, maka apapun yang datang sebelumnya akan menjadi relasi

yang terikat dan reaktif. Bahkan dalam kebanyakan kasus, gerakan

tersebut juga bersifat reaksioner (Brooks,1997:3).

Yang pada kemudian Faludi pun menegaskan bahwa sementara

media memperkenalkan “reaksi buruk pada khalayak nasional” pada

tahun 1980-an melalui penggunaan istilah “kekurangan pria”, “jam

biologis”, dan “posfeminisme”, kenyataannya pers mengekspresikan

pandangan sebagai antifeminis jauh lebih awal. Faludi beranggapan

bahwa sentiment-sentimen posfeminisme pertama kali dimunculkan,

Page 41: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

41

bukan di media tahun 1980-an, melainkan di pers tahun 1920-an.

Dibawah serangkaian kata-kata media, dengan cepat keanggotan

organisasi-organisasi feminis terjungkal, dan kelompok perempuan yang

serta tersisa dengan serta-merta mencela Amandemen Persamaan Hak

atau dengan mudah mengubah diri mereka menjadi klub-klub sosial.

“Eks-feminis” mulai menerbitkan pengakuan kesalahan mereka.

Pendefinisian lainnya tentang posfeminisme adalah kerangka referensi

konseptual yang penting mencakup pertemuan antara feminisme dengan

sejumlah gerakan antifondasionalis lainnya, termasuk posmodernisme,

posrtukturalisme, dan poskolonialisme. Posfeminisme memperlihatkan,

sebagaimana yang dinyatakan Yeatman, “Telah tiba waktunya bagi

feminisme, kematangannya menjadi suatu tubuh teori dan politik yang

percaya diri, merepresentasikan pluralisme dan perbedaan, serta

merefleksikan posisinya dalam hubungannya dengan gerakan filsafat dan

politik yang sama-sama menuntut perubahan” (Adlin,2006:229-230).

Konsep “pos” pun merujuk pada transformasi dan perubahan

yang sedang berlangsung. Sehingga posfeminisme dapat dipahami

sebagai perjumpaan kritis dengan patriarki. Posfeminisme juga

menempati posisi kritis dalam memandang kerangka feminis sebelumnya,

yang pada saat bersamaan melawan secara kritis terhadap wacana

patriarki dan imperialis. Dalam praktiknya, posfeminisme menantang

asumsi-asumsi hegemonik yang dipegang oleh epistemologi feminis

gelombang kedua bahwa penindasan patriarki dan imperialis adalah

Page 42: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

42

pengalaman penindasan yang universal (Brooks,1997:2). Pertentangan

dalam pemikiran posfeminisme kepada feminisme yang mengkritisi

pertanyaan yang dihadapi bahwa seberapa jauh feminisme bertemu

dengan perdebatan teoritis kontemporer mengenai posmodernisme dan

postrukturalisme (Brooks,1997:65). Dalam pandangan feminisme,

pembacaan postrukturalis inilah yang memunculkan posfeminisme, aliran

dalam feminisme yang disebut-sebut sebagai feminisme tanpa

membicarakan perempuan. Kenapa demikian? Karena “perempuan”

adalah sebuah pembacaan yang juga mengimplikasikan struktur oposisi

biner, karena ketika kita bicara “perempuan” maka selalu

mengimplikasikan ada oposisinya, yaitu “laki-laki”. Posfeminisme

berfokus pada singularitas, karena dalam singularitas itulah terdapat

tanggung jawab dan keunikan masing-masing nama dalam hidup ini.

Ketika struktur oposisi biner bisa didekonstruksi oleh pembacaan

postrukturalis maka kultur pemikiran yang dipengaruhi oposisi biner,

seperti dikotomi patriarki-matriarki, maskulin-feminin, laki-perempuan

juga bisa dilampaui. Dan oleh karenanya persoalan “marjinalisasi”

perempuan juga terlampaui karena yang ada tinggal singularitas, nama

demi nama (http://www.mail-archive.com/reformasitotal@yahoogroups.

com/msg01513.htm). Layak apabila posfeminis dipandang sebagai

gerakan yang berseberangan dengan feminisme atau bahkan banyak yang

menyebut posfeminisme sebagai gerakan antifeminis karena

Page 43: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

43

posfeminisme telah memiliki nilai baru yang seringkali bermusuhan dan

diarahkan terutama kepada para feminis.

Posfeminisme Setelah dipandang sebagai sesuatu yang sinonim

dengan antifeminis, posfeminisme kini dipahami sebagai dasar

pertemuan teoretik antara gerakan feminisme dan anti fondasionalis

seperti posmodern, postrukturialisme, dan poskolonialisme. Teori dan

praktik feminisme telah bergeser dari penekanan teori dominasi ke

diferensi dan heterogenitas. Budaya posmodern di tahun 90-an telah

memperlihatkan kemunculan ikon perempuan baru, yaitu perempuan

yang tangguh, seksi, dan acuh tak acuh, tidak melihat diri sendiri sebagai

korban, dan menginginkan “kuasa.” Singkatnya, mendekonstruksi

women's culture. Menurut pendapat Gadis Arivia dalam sebuah bukunya,

bahwa dalam konteks pop culture (budaya pop), contoh-cotoh ikon

posfeminisme adalah seperti Spice Girl, Madonna, dan lain sebagainya.

Posfeminisme dalam konteks kajian feminisme merupakan istilah yang

dipakai untuk menolak perempuan yang digambarkan sebagai korban,

tidak otonom, dan bertanggung jawab. Penggambaran yang terus-

menerus menjadi korban menggambarkan perempuan yang tidak

memiliki karakter dan kontrol atas hidupnya sendiri (Arivia, 2006:128).

Sosok perempuan posfeminisme digambarkan sebagai sosok

seorang perempuan yang mandiri atau “independent” tetapi juga tetap

membutuhkan sosok laki-laki dalam hidupnya sebagai pelengkap

hidupnya baik secara biologis maupun secara emosional, karena seorang

Page 44: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

44

perempuan posfeminis “sadar” bahwa dia merupakan “seorang

perempuan” yang juga menjadi objek seks bagi laki-laki disamping dia

sebagai sosok perempuan mandiri yang dengan kepercayaan diri yang

tinggi yang bisa meraih segalanya (karir, kekayaan, kekuasaan, dan

kejayaan), bukan perempuan mandiri yang tanpa laki-laki seperti

pemikiran feminisme pada umumnya terutama para pefeminis radikal.

Seperti yang dikutip di dalam buku Posfeminisme & Cultural Studies

menanggapi serial Sex In The City. Dimana digambarkan bahwa seorang

Samantha yang merupakan karakter perempuan tangguh dan “memiliki

semuanya” yang berkarir sebagai seorang penulis di salah satu majalah

lifestyle di kota New York dalam salah satu episodenya, mempunyai

kebimbangan dan terhukum oleh dirinya sendiri akibat kepercayaan diri

yang terlalu berlebihan dengan tidak menikah atau mempunyai seorang

kekasih, dia merasa menderita karena tidak ada seorang laki-laki yang

berada disisinya ketika dia membutuhkan sebuah hubungan secara

“biologis” maupun hubungan secara emosional (Brooks,1997:vii).

II. 5. 2. Perempuan Dalam Budaya Pop

Era posmodern di tahun 90-an telah memperlihatkan kemunculan

ikon perempuan baru, yaitu perempuan yang tangguh, seksi, dan acuh

tak acuh, tidak melihat diri sendiri sebagai korban, dan menginginkan

“kuasa.” Singkatnya, mendekonstruksi women's culture. Dalam konteks

Page 45: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

45

pop culture (budaya pop), contoh-cotoh ikon posfeminisme adalah

seperti Spice Girl, Madonna, dan lain sebagainya (Arivia, 2006:128).

Kebudayaan pop merupakan budaya massa yang sebenarnya

merupakan istilah yang mengandung nada mengejek atau merendahkan,

istilah ini merupakan pasangan dari high culture (kebudayaan elite atau

kebudayaan tinggi) yang pada perkembangannya akibat media

komunikasi dan teknologi informasi, tidak lagi hanya ditujukan bagi

orang miskin atau kelas bawah (seperti awal terbentuknya), melainkan

merata pada setiap lapisan yang dikhawatirkan menggilas semuanya dan

menjadi satu-satunya “kebudayaan” yang menguasai semua bangsa di

dunia. Dalam artian, semua kebudayaan akan diseragamkan oleh

kebudayaan massa atau biasa disebut budaya pop (Ibrahim,1997:6).

Dalam sebuah kajian budaya sendiri menegaskan bahwa

penciptaan budaya pop („praktik produksi‟) bisa menentang pemahaman

dominant terhadap dunia serta menjadi pemberdayaan bagi mereka yang

subordinat. Namun, bukan berarti bahwa budaya pop selamanya

memberdayakan dan menentang. Menyangkal pasivitas konsumsi bukan

berarti menampik bahwa kadangkala konsumsi itu pasif; mengingkari

bahwa kensumen budaya pop bukan korban penipuan budaya bukan

berarti menyangkal bahwa sekali waktu kita semua bisa menjadi korban

penipuan. Melainkan ini berarti menolak bahwa budaya pop sama sekali

tak lebih daripada budaya yang terdegradasi, yang berhasil ditimpakan

Page 46: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

46

dari atas, untuk meraup keuntungan dan menjamin control ideologis

(Storey, 2007:7).

Perempuan “pop” yang hidup pada era posmodernisme dan

konsumerisme, adalah perempuan yang “beresiko” terjebak sebagai

“korban” sebuah komodifikasi suatu gaya hidup dengan simbol

“kemewahan, kekayaan, dan kesuksesan.” Bre Redana menguraikan

narasi kondisi masyarakat “konsumerisme” yang dikontrol oleh gaya

hidup sebagai sebuah tuntutan “zaman”, bahwa pada era sekarang (era

posmodernisme dan konsumerisme) tengah terjadi “perang” besar-

besaran, semboyan besar-besaran, untuk mendewakan kekuatan materi,

kekuatan uang, perpacuan bukan saja untuk menjadi kaya, tetapi juga

bagaimana tampil dan dihormati sebagai orang kaya (Ibrahim,1997:141).

Dalam artian, kebudayaan pop di era posmodern menampilkan sebuah

kecenderungan baru akan sebuah “gaya” yang dikultuskan dan dipuja

sebagai sebuah kebutuhan, bukan lagi sebagai sebuah keinginan.

Masyarakat dalam era posmodern memandang bahwa pencitraan atau

“image” sangatlah penting. Seperti halnya seorang perempuan “pop”,

telah terjadi pergeseran orientasi atau nilai-nilai yang menciptakan

sebuah pencitraan diri. Sebagai suatu contoh, bahwa bila zaman dahulu

seseorang bisa mendapatkan uang karena status, maka zaman sekarang

seseorang bisa mendapatkan sebuah status karena uang

(Ibrahim,1997:193).

Page 47: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

47

II. 5. 3. Perempuan, Kekuasaan, Posfeminisme, dan Foucauldian

Penggambaran “tangguh” dan “serba lebih” dari perempuan

menunjukkan adanya keinginan untuk berperan dalam banyak hal,

terutama di ruang publik. Singkatnya, seorang perempuan tidak ingin

menjadi marjinal ataupun inferior lagi, tetapi “mereka” menginginkan

sebuah pengakuan dan perlakuan sebagai sebuah dominasi atau superior,

bukan lagi sebagai subordinasi. Pemikiran feminis yang masih

menganggap patriarki sebagai penyebab utama dari ketidak adilan

gender dianggap belum cukup untuk memperjuangkan hak-hak

perempuan. Pemikiran feminis masih menganggap perempuan masih

diposisikan sebagai kaum yang dirugikan dan sebagai korban dari

patriarki. Perjuangan menjadi “a super woman” dari feminisme,

mendapat pandangan baru sebagai jalan lain dari perjuangan

perempuan. Untuk itulah pemikiran posfeminisme muncul sebagai jalan

lain dalam gerakan perempuan. Posfeminsme menganggap bahwa

pemikiran feminis terlalu berlebih dalam memperjuangkan perempuan

dengan hak-haknya. Seperti pendapat Ann Brooks, Alice dalam bukunya

mengatakan bahwa mungkin pesan paling persuasif bagi posfeminisme

populer bahwa feminisme telah mendorong perempuan untuk

menginginkan terlalu banyak. Posfeminisme ditawarkan sebagai pelarian

dari beban “perempuan super” dalam rangka memenuhi citra sukses

kaum feminis.(Brooks,1997:5). Atau dengan kata lain, posfeminisme

memberikan wacana baru dalam memperjuangkan hak-hak perempuan.

Page 48: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

48

Seorang perempuan tidak perlu untuk menjadi “laki-laki” seperti pada

pemikiran feminisme radikal dalam artian bahwa perempuan tidak perlu

“bermaskulinitas” untuk suatu persamaan hak, dengan

“keperempuanan” yang dia miliki, dia bisa merasakan hak yang sama

dengan apa yang didapatkan laki-laki. Wacana posfeminis tidak begitu

menghiraukan sistem patriarki seperti yang dianggap oleh pemikiran para

feminis. Dengan menggunakan sebuah feminitas yang melekat dalam

dirinya, seorang perempuan dapat sama berhak meraih apa yang dimiliki

oleh para “laki-laki”, yaitu kekuasaan. Menurut wikipedia, kekuasaan

adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi

tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari

pelaku, atau dengan kata lain kekuasaan merupakan kemampuan

mempengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan

kehendak yang mempengaruhi(http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan).

Audifax menjelaskan dalam sebuah bukunya, bahwa menurut

Foucault, kekuasaan itu terlaksana bukan pertama-tama melalui

kekerasan atau hasil persetujuan, melainkan melalui struktur tindakan

yang menekan dan mendorong munculnya tindakan-tindakan lain melalui

rangsangan, persuasi atau bisa juga melalui paksaan dan larangan.

Kekuasaan bukan instisusi, dan bukan struktur, bukan pula kekuatan yang

dimiliki; tetapi nama yang diberikan pada situasi strategis kompleks

dalam suatu masyarakat. Kekuasaan ada dimana-mana; tetapi bukan

Page 49: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

49

berarti mencakup semua; melainkan kekuasaan datang dari mana-mana

(Audifax, 2006:227).

Dalam stereotip klasik, perempuan dan dimensi feminin tidak

mencantumkan gagasan kekuasaan. Umumnya stereotip perempuan

meliputi kesimpatikan, kepekaan terhadap kebutuhan sesama,

memahami, merawat, hangat, lembut, ramah, setia, dan tidak berbicara

kasar. Sedangkan gagasan kekuasaan menurut konsep Barat meliputi

ketegaran dan keperkasaan. Akibatnya, menjadi wajar jika dalam budaya

Barat secara tradisional perempuan tidak memikirkan kekuasaan dalam

diri mereka sebagaimana laki-laki mendefinisikan kata tersebut. Kualitas

feminin justru sangat berlawanan dengan definisi tradisional kekuasaan

(Handayani-Novianto,2004:168).

Ketika banyak bentuk feminisme mengikat diri pada suatu

organisasi massa perempuan, disatukan oleh penindasan yang sama dan

pergulatan yang sama melawan patriarki, Foucault akan berpendapat

bahwa bahkan jika gerakan massa yang demikian mungkin terjadi,

mereka tidak mungkin merupakan bentuk paling efektif bagi perubahan.

Seperti Grosz menyatakan, kelompok yang lebih kecil dengan baik

memposisikan sebagai militant mungkin lebih berhasil dalam mengubah

secara efektif daripada organisasi dengan skala besar. Foucault mengakui

pentingnya hubungan antara bentuk lokal dan global dari kuasa. Seperti

yang dinyatakannya, “ yang lokal dan yang global secara bersamaan

mengkondisikan satu sama lain....Tidak ada bentuk kuasa lokal yang

Page 50: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

50

dapat menjaga dirinya sendiri untuk waktu yang lama tanpa konteks

global yang lebih luas melampaui penjajaran” (Brooks,1997:86).

Foucault mengandaikan bahwa kekuasaan itu banyak dan

tersebar serta tidak mengacu pada satu sistem umum dominasi oleh

seseorang atau suatu kelompok terhadap yang lain, tetapi menunjuk

pada beragamnya hubungan kekuasaan. Kekuasaan dipahami bukan

dalam keterpusatan satu titik atau satu sumber otoritas, namun berasal

dari adanya perbedaan dalam hubungan (Audifax, 2006:227).

Kekuasaan bukan hanya dimiliki oleh laki-laki, karena sebuah

kekuasaan bersifat jamak yang bisa dimiliki oleh siapapun dan bukan

milik yang “itu-itu” saja. Menurut Ann Brooks dalam bukunya, Foucault

secara implisit menggugat gagasan bahwa laki-laki memiliki kuasa atas

perempuan. Sebagaimana ditunjukkan oleh Ransom, teori kuasa ini

menyokong pluralisme Foucault; kuasa dipahami bersifat plural, tidak

bekerja pada “lintasan tunggal” atau dengan referensi pada pertanyaan

tertentu. Foucault memahami kuasa sebagai “bersifat kapiler” menyebar

melalui wacana, tubuh, dan hubungan di dalam metaphor suatu jaringan

(ibid.). Foucault mengakui pelaksanaan kuasa laki-laki atas perempuan,

tetapi menolak bahwa laki-laki memegang kuasa. Ramazanoglu dan

Holland menyatakan bahwa terdapat analisis yang tidak memadai

terhadap garis tengah relasi kuasa, misalnya antara politik-mikro

kehidupan sehari-hari dan konsolidasi yang sangat kukuh dari privilese

laki-laki dalam keseluruhan kehidupan sosial. Foucault sendiri

Page 51: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

51

menyatakan bahwa cara di mana kuasa bekerja dan dijalankan sangat

sedikit dipahami. Dia menyarankan untuk memusatkan pada teknik

tertentu dari kuasa untuk menunjukkan bagaimana mereka yang

berkuasa mengambil keputusan tertentu (Brooks,1997:85).

Cinta dalam pengertian kekasih sebenarnya merupakan sensasi

erotis yang timbul dari drive untuk penyatuan. Drive ini berasal dari

hasrat yang timbul akibat keterpisahan yang dialami manusia.

Kekosongan atau jeda dalam relasi pandangan, di mana manusia mengisi

jeda itu dengan pelbagai pemaknaan. Suatu kondisi yang lebih

merupakan inderstanding ketimbang understanding, karena begitu

banyak yang “stand between” dalam kekosongan itu. Cinta lantas

menjadi salah satu episode bahasa yang menurut Barthes selalu merujuk

pada “sensasi akan kebenaran.” Manusia yang mengalami dalam

memikirkan cintanya, karena ia percaya ialah satu-satunya yang bisa

melihat objek yang dicintainya “dalam kebenaran.” Sisi lain dari

fenomena ini adalah penilaian mengenai apa yang baik dan pengetahuan

yang dimiliki: hanya aku yang tahu dia, hanya aku yang membuatnya

eksis sebagai kebenaran. Hanya dengan orang lain aku bisa merasakan

diriku sendiri. Pada titik ini pameo “cinta adalah buta” adalah salah.

Cinta membuka mata lebar-lebar, cinta memproduksi penglihatan jernih:

“Saya memiliki dirimu, segalanya tentangmu, sebagai pengetahuan

absolut. Kamu menguasai segalanya dariku tetapi aku memiliki

pengetahuan atasmu.” Ini berarti cinta di satu sisi menjebak dalam

Page 52: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

52

kekuasaan, namun disisi lain ia juga membuka pengetahuan baru,

memberi nilai baru dalam kehidupan (Audifax, 2006:234).

Analisis Foucauldian, bagi kebanyakan pluralis feminis,

memberikan kerangka untuk mengenali dan mengartikulasikan

perbedaan dan kesamaan. Feminisme dengan demikian, diterjemahkan

menjadi “feminisme-feminisme” atau “posfeminisme” dan menjadi,

seperti Ransom menunjukkan, dalam serangkaian strategi diskursif

subversif di antara yang lainnya, yang diidentifikasi oleh Foucault

sebagai “pemberontakan dari pengetahuan yang ditaklukkan.”

Sebagaimana Hartsock mencatat, hal ini menyajikan, menurut Foucault,

satu-satunya bentuk pengetahuan radikal yang bersifat potensial atau

aksi politik dalam dunia kontemporer (Brooks,1997:99).

II. 5. 4. Kekuasaan Dapat Diraih Dengan “Cantik” Secara Tubuh

Tidak bisa dipungkiri bahwa secara genetikal atau fisik, seorang

perempuan itu sangatlah menarik. FIsik seorang perempuan memang

diciptakan dengan sangat indah oleh Tuhan sehingga dapat membuat

rasa ketertarikan bagi siapapun yang melihatnya. Entah ketertarikan

secara alamiah berupa pujian tentang keindahan tubuhnya dari sesama

perempuan, ataukah laki-laki. Begitu juga bagi yang tertarik secara

seksual. Tak bisa dihindari bahwa perempuan dimana-mana selalu

menjadi objek seks bagi laki-laki, terutama di dalam media. Iklan

contohnya, iklan sebagai bagian dari bisnis komersial adalah komoditas

Page 53: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

53

yang fungsinya menjual komoditas. Banyak jenis komoditas dijual

melalui seksualitas dan tubuh perempuan. Dengan demikian komodifikasi

itu pada akhirnya bermuara pada komodifikasi tubuh dan seksualitas

perempuan (Prabasmoro,2006:303). Maka tak layak dalam adat Timur

bahkan mungkin adat Barat, seorang perempuan diwajibkan berhati-hati

terhadap “auratnya”. Karena dengan terbukanya bagian-bagian tubuh

perempuan yang seharusnya tertutup maka perempuan bisa menjadi

objek seks yang dilecehkan oleh laki-laki. Oleh karena itu dalam

perbedaan gender oleh patriarki, penempatan perempuan menjadi kanca

wingking bagi laki-laki untuk menjaga kehormatan keluarga dengan tidak

melibatkan perempuan dalam aktivitas di ruang publik. Perempuan

hanya ditempatkan di ruang privat hanya sebatas rumah dan keluarga,

karena takut anggota keluarga perempuan dilecehkan oleh laki-laki di

luar lingkungan rumah dan keluarga. Dari hal tersebutlah yang ditentang

oleh para feminis, bahwa menjadi perempuan secara tubuh bukanlah

pilihan, melainkan kodrat. Cantik mempunyai banyak definisi, karena

cantik dilihat dari banyak “mata” dan sudut pandang yang berbeda bagi

setiap orang. Secara tidak sadar bahwa perempuan yang menjadi objek

seks karena “aurat” yang cantik, yang membuat laki-laki jatuh bertekuk

lutut pada perempuan. Dan kekalahan laki-laki pada kecantikan “tubuh”

perempuan secara tidak langsung menimbulkan kuasa dalam diri

perempuan atas laki-laki. Banyak contoh seperti, seorang Julius Caesar

Page 54: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

54

yang jatuh hati pada kecantikan Cleopatra, Ken Arok jatuh cinta pada

Ken Dedes yang konon sangat cantik, dan lain sebagainya.

Seperti yang diceritakan oleh Aquarini Priyatna Prabasmoro

tentang menjadi perempuan dengan tubuh :

“Ketika saya besar dan mulai mengendarai mobil sendiri. Saya tidak dapat mencuci mobil sendiri di depan rumah kecuali saya yakin kakek tua tetangga di depan rumah sedang tidak ada di rumah. Seperti banyak orang yang saya temui, dia pun memastikan bahwa saya tidak “memamerkan” gerakan-gerakan tubuh saya dengan mencuci mobil. Mungkin ada gerakan-gerakan erotis ketika seorang perempuan mencuci mobil dan dia khawatir ada yang memerhatikan saya berjinjit untuk mencapai atap mobil, membungkuk, berjongkok, atau bergetar-getar

ketika saya menyikat dan mengelap atau berbasah-basah terkena cipratan air. Apapun alasannya, tubuh saya kemudian belajar berdisiplin untuk tidak terlalu banyak bergerak. Dan ini yang saya tahu belakangan. Saya tidak seharusnya banyak bergerak apalagi jika gerakan-gerakan itu dicurigai dapat menggugah hasrat laki-laki.” (Prabasmoro,2006:78)

Ketika Foucault mengatakan bahwa kekuasaan justru bisa lahir

dari dalam tubuh, maka kekuasaan juga dapat eksis dalam cinta,

pemikiran dan peran. Ketika kekuasaan eksis dalam tubuh, maka

menjadi masuk akal ketika manusia lahir ke dunia, maka saat itulah dia

terjebak terjebak dalam kekuasaan tubuh yang menifes dalam segala

keterbatasannya. Keterbatasan-keterbatasan inilah yang kemudian

diperkuat oleh budaya dalam suatu masyarakat, sehingga muncul tubuh-

tubuh tertentu yang di-sub-ordinasi (Audifax, 2006:229).

Kecantikan, tubuh, dan seks merupakan “setali tiga uang” yang

tidak dapat dihindari oleh siapapun yang bernyawa di muka bumi ini.

Page 55: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

55

Membicarakan masalah kecantikan tentu tak hanya berbicara tentang

“inner beauty”, tetapi juga kecantikan secara fisik yang dianalogikan

berbeda-beda tergantung dari sudut pandang dan selera setiap orang.

Termasuk keindahan tubuh yang merupakan bagian dari “partikel-

partikel” dari kecantikan secara fisik. Kecantikan tubuh dan seksualitas

mempunyai hubungan yang erat. Seorang yang tertarik pada “lawan

jenisnya” yang lain secara fisik tentu tak pernah lepas dari seks dan

seksualitas. Wacana seks dan seksualitas sendiri tampaknya bersifat

taksa dan ambivalen. Seks memancarkan daya tarik yang sedemikian

kuat sehingga dapat menciptakan ketakutan tetapi pada saat yang sama

melahirkan rasa ingin tahu. Pembicaraan tentang seks kemudian

bergerak antara keinginan untuk menyalurkan hasrat dan usaha untuk

mengekangnya. Ketaksaan dan ambivalensi itu kemudian sering ditujukan

kepada perempuan. Selain lirik lagu, “Wanita dijajah pria sejak dulu,

dijadikan perhiasan sangkar madu. Namun ada kala pria berkuasa, tekuk

lutut di sudut kerling wanita” merefleksi hasrat terhadap perempuan dan

pada saat yang sama ketakutan akan kekuatan (seksual) perempuan.

Pancaran antara keinginan dan ketakutan itu terutama terasa dalam

banyak etik, tabu dan mitos yang berkenaan dengan seks dan seksualitas,

salah satunya mitos keperawanan. Dengan ambivalensi itu, tubuh

perempuan serta hasrat yang hidup di dalam serta melaluinya juga

dimaknai sebagai “monster.” Tubuh perempuan menjadi vagina dentata,

sebuah gerbang perempuan yang lembut, sensual dan menggoda tetapi

Page 56: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

56

penuh dengan gigi gerigi yang siap menerkam dan menghabisi apa dan

siapapun yang tergoda untuk memasukinya. Vagina dentata

menyimbolkan ambivalensi laki-laki terhadap seksualitas perempuan.

Tetapi lebih dari itu, vagina dentata adalah simbol ketakutan laki-laki

akan “keliyanan” perempuan yang diciptakannya sendiri. Sigmund Freud

yang “menemukan” teori ini mengklaim bahwa vagina dentata adalah

ketakutan universal yang bersembunyi di dalam ketidak sadaran setiap

laki-laki. Vagina dentata juga merepresentasi ketakutan kehilangan diri

(laki-laki) terisap oleh kekuatan yang tidak dikenal, yang penuh lorong

dan gelap; tubuh dan seksualitas perempuan. Selain itu, karena seks dan

seksualitas adalah suatu konstruksi, maka seks dan seksualitas bukanlah

wacana mengenai tubuh dan keinginan atau kebutuhan biologis semata,

melainkan juga merupakan wacana mengenai kekuasaan. Melalui slogan

feminis yang dikembangkannya, Kate Millett berargumentasi bahwa

bahkan hal yang sangat pribadi sesungguhnya tidak sungguh-sungguh

pribadi. Lebih dari itu, bahkan wacana seksual adalah wacana politis

(sexual is political). Menurutnya, seksual politik mencakup sosialisasi

baik bagi perempuan maupun bagi laki-laki ke dalam kategori yang

berhubungan dengan temperamen, peran, dan status

(Prabasmoro,2006:291-292).

Page 57: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

57

II. 5. 5. Kekuasaan, Madonna, Dan Politik “Material Girl”

Perempuan yang hidup pada era posmodernisme dan

konsumerisme, adalah perempuan yang “beresiko” terjebak sebagai

“korban” sebuah komodifikasi suatu gaya hidup dengan simbol

“kemewahan, kekayaan, dan kesuksesan.” Bre Redana menguraikan

narasi kondisi masyarakat “konsumerisme” yang dikontrol oleh gaya

hidup sebagai sebuah tuntutan “zaman”, bahwa pada era sekarang (era

posmodernisme dan konsumerisme) tengah terjadi “perang” besar-

besaran, semboyan besar-besaran, untuk mendewakan kekuatan materi,

kekuatan uang, perpacuan bukan saja untuk menjadi kaya, tetapi juga

bagaimana tampil dan dihormati sebagai orang kaya (Ibrahim,1997:141).

Menyoroti sosok Madonna sebagai pop icon yang “sukses” dan

menjadi semacam “influence” bagi banyak perempuan posfeminis yang

hidup di era posmodernisme dan konsumerisme saat ini, Ann Brooks

berpendapat dalam bukunya, bahwa tingginya ukuran kesuksesan

Madonna sebagai suatu “fenomena posmodern” menyoroti saling

pengaruh antara posmodernisme dan konsumerisme, dan identitas

transformatifnya dapat dipahami pada tingkatan materialitas dan

simulasi. Pada tingkatan material, kemampuan Madonna untuk

memasarkan dirinya sendiri dan untuk mengakomodasi “pasar kapitalis

akhir” menunjukkan kebutuhan permintaan “industri media, kecantikan,

dan musik” bagi fleksibilitas dalam keperluannya atas respons “tak

autentik dan reinvesionis” bagi strategi pemasaran. Tetzlaff

Page 58: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

58

menguraikan narasi “metatekstual” dari “material girl” yang

menegksplorasi bagaimana kuasa adalah “persoalan material” dan

dihubungkan dengan sukses Madonna. Masih menurut Ann Brooks,

Pribram mengambil konsep posmodernis tentang “simulasi” dan

“bujukan” sebagaimana dikembangkan di dalam karya Jean Baudrillard.

Dia menentang materialitas kritik “realis” terhadap Madonna dan

mengklaim bahwa penggunaan “teknik bujukan yang disimulasikan” oleh

Madonna mengungkap “ukuran luas kontrol atas citranya sendiri”(ibid.).

(Brooks,1997:228). Namun sebuah “bujukan yang disimulasikan” dalam

sebuah industri media, kecantikan, seks, musik, maupun teks yang

merupakan sebuah pertunjukan “budaya” yang diciptakan oleh seorang

Madonna selalu mengungkap ukuran luas kontrol atas citra dirinya

dengan bukti kesuksesan dalam setiap penjualan album, pertunjukan,

film, dan penyebaran budaya pop, dengan citra diri seorang Madonna

yang dianggap sebagai citra diri perempuan posmodern mampu untuk

“membujuk umatnya” untuk mengikuti dan menjadikannya sebagai

inspirasi untuk menyuarakan kebebasan sebagai seorang perempuan era

posmodern.

Mandzuik berpendapat bahwa teks Madonna secara konstan

menyamakan kenikmatan dengan kuasa dan seksualitas dengan kontrol.

Dia mencatat bahwa tuntutan Madonna bahwa kebebasan personal dan

seksualitas memiliki hubungan yang tidak bisa dipisahkan merupakan

bagian dari perdebatan yang lebih luas tentang artikulasi politik dalam

Page 59: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

59

teori feminis kontemporer. Mandzuik menyatakan bahwa “Madonna

adalah representasi perjuangan teoretis feminisme yang tepat untuk

sampai pada pengertian tentang persimpangan antara citra budaya dan

praktik politik” (Brooks,1997:229).

Fenomena Madonna, adalah ikon dalam semangat membalik

poskolonial. Kapitalisme dan tubuhnya ia gunakan untuk menjadi

kekuasaannya. Di sini Madonna sebagai tubuh perempuan tidak lagi

menjadi korban eksploitasi, ia mengeksploitasinya untuk menjadi

kekuasaan menundukan wacana yang tidak membebaskan perempuan

meraih diriya sendiri. Madonna adalah imaji atas dirinya sendiri, yang

dapat memperlihatkan gender dan seksualitas kepada generasi pada

waktu itu. Kebangkitan popularitasnya sejak 1980-an dengan smash hit

lagunya Like A Virgin dan Material Girl di awal 90-an merupakan

transformasi lambang tentang “kesadaran diri” atas kebingungan gender.

Penggemarnya yang kebanyakan perempuan, dan kritik-kritik

terhadapnya menjadi intelektual, bahkan banyak membawa studi

tentang gender, seksualitas dan media massa. Madonna menjadi simbol

perempuan dalam post-gender. Semangat membalik Madonna menjadi

semangat post dan menjadi contoh penting dalam melihat persoalan seks

perempuan di tengah perlawanan dan kehadirannya. Gerakan-gerakan

post memang menjadi kontroversial karena tidak sealur dengan standar

nilai masyarakat dan agama, kemunculannya sering mengejutkan dan

awalnya akan dianggap sebagai kehadiran yang melenceng. Namun bila

Page 60: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

60

dipahami dan dipelajari lebih dalam, pemahaman post termasuk

postkolonial sesungguhnya melengkapi perlawanan kolonialisme itu

sendiri(http://www.interseksi.org/publications/essays/articles/postcolo

nial.html). Secara kesimpulan, bahwa seorang perempuan seperti

layaknya Madonna, dalam konteks perempuan posmodern, menginginkan

sebuah kekayaan yang merupakan ujud dari “kekuasaannya” yang

didapatkan dari “kecerdasannya” dengan mengeksploitasi “kecantikan”

sebagai citra dirinya.

II. 6. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir penelitian ini tidak terlepas dari metode

semiotik Ferdinand De Saussure untuk menginterpretasikan makna lirik

lagu ”Pria Dijajah Wanita” oleh grup band indie Kaimsasikun pada album

”Kaimsasikun.” Metode semiotika yang digunakan didalam penelitian ini

bersifat deskriptif kualitatif-interpretatif (interpretation), penelitian ini

akan mendekonstruksi tanda – tanda dengan menggunakan dikotomi-

dikotomi dari Saussurean, yaitu pandangan tentang signifier (penanda)

dan signified (petanda); langue (bahasa) dan parole (ujaran); serta

syntagmatic (sintagmatik) dan associative (paradigmatik). Yang

kemudian hasil dari pandangan Sussurean tersebut akan ditafsirkan

dengan teori perspektif gender, feminisme dan posfeminisme, dan

wacana kekuasaan perempuan. Dan pada akhirnya, akan menghasilkan

suatu interpretasi berupa muatan pesan yang terkandung dari hasil

Page 61: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

61

“pembongkaran” dalam lirik lagu ”Pria Dijajah Wanita” oleh grup band

indie Kaimsasikun pada album ”Kaimsasikun.”

Page 62: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

62

Bab III

METODE PENELITIAN

III. 1 Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Artinya data

yang digunakan merupakan data kualitatif (data yang tidak terdiri atas

angka-angka) melainkan berupa pesan-pesan verbal (tulisan ) yang

terdapat pada lirik lagu “Pria Dijajah Wanita” oleh Band Indie

Kaimsasikun dalam album “Kaimsasikun.” Data-data kualitatif tersebut

berusaha diinterpretasikan dengan rujukan, acuan, atau referensi-

referensi secara ilmiah.

Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif ini di

gunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan

metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan

ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat peneliti

dan yang di teliti ; dan ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat

menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama

terhadap pola – pola yang di hadapi (Moleong, 2002:5)

Metode semiotika yang digunakan didalam penelitian ini bersifat

deskriptif kualitatif-interpretatif (interpretation), penelitian ini akan

mendekonstruksi tanda – tanda dengan menggunakan dikotomi-dikotomi

dari Saussurean, yaitu pandangan tentang signifier (penanda) dan

signified (petanda); langue (bahasa) dan parole (ujaran); serta

Page 63: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

63

syntagmatic (sintagmatik) dan associative (paradigmatik). Melalui

pandangan dari Saussurean itulah baru kemudian dijelaskan lewat

penafsiran dengan menggunakan teori perspektif gender, teori

feminisme dan posfeminisme, dan teori–teori wacana kekuasaan

perempuan. Yang pada akhirnya kemudian dapat ditarik suatu makna

yang sebenarnya dari lirik lagu tersebut. Sesuai dengan „paradigma‟

konstruktivisme, analisis semiotika bersifat kualitatif, jenis penelitian ini

memberi peluang besar bagi dibuatnya interpretasi - interpretasi

alternatif (Sobur, 2001:147).

Metode semiotika ini adalah sebuah metode yang memfokuskan

dirinya pada tanda dan teks sebagai objek kajiannya, serta bagaimana

peneliti menafsirkan dan memahami kode (decoding) dibalik tanda dan

teks tersebut (Piliang, 2003:270). Penggunaan semiotika sebagai metode

pembacaan didalam berbagai cabang keilmuan dimungkinkan, oleh

karena ada kecenderungan dewasa ini untuk memandang berbagai

diskursus sosial, politik, ekonomi, budaya, dan seni sebagai fenomena

bahasa. Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh praktek sosial

dianggap sebagai fenomena bahasa, maka ia dapat pula dipandang

sebagai tanda (Piliang, 2003:257).

Dengan semiotika kita berurusan dengan tanda , dengan tanda –

tanda kita mencoba mencari keteraturan ditengah dunia yang centang -

perenang ini, setidaknya agar kita mempunyai pegangan. “Apa yang

dikerjakan oleh semiotika adalah mengajarkan kita bagaimana

Page 64: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

64

menguraikan aturan –aturan tersebut dan „membawanya pada sebuah

kesadaran” (Sobur, 2003:16).

III. 2 Kerangka Konseptual

III. 2. 1 Unit Analisis

Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanda-

tanda berupa tulisan, yang terdiri atas kata-kata yang membentuk

kalimat yang ada pada lirik lagu “Pria Dijajah Wanita.”

III. 2. 2 Korpus penelitian

Korpus adalah sekumpulan bahan yang terbatas yang ditentukan

pada perkembangannya oleh analisis dengan semacam kesemenaan,

bersifat sehomogen mungkin (Kurniawan, 2001:70). Korpus atau data

yang dikumpulkan berujud tulisan. Pada penelitian ini yang menjadi

korpus adalah lirik lagu yang berjudul “Pria Dijajah Wanita” oleh Band

Indie Kaimsasikun dalam album “Kaimsasikun.”

Alasan pengambilan lagu diatas sebagai korpus adalah

dikarenakan dalam lagu tersebut dalam liriknya terdapat penggambaran

seorang perempuan yang dapat mencapai kuasa atas laki-laki, sementara

stereotipe yang berkembang dalam masyarakat patriarki berpendapat

bahwa perempuan merupakan subordinasi yang tidak berhak atas kuasa

apapun. Dan berikut adalah lirik lagu “Pria Dijajah Wanita.”

Page 65: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

65

“PRIA DIJAJAH WANITA”

Terpujilah kamu, di mata hatinya

Bibirmu yg manis, sepenuhnya bisa

Masihkah dia, kau peras darahnya

Wajahmu yg manis, sesatkan jiwa

Reff : Harta, kau buta karnanya

Kau anggap semua sama

Pria dijajah wanita

Wanita seperti kamu

Tak berbisa layaknya

Wajahmu yg manis

Namun kau sadis

Akhiri semua

Sadarkan dirimu

Bila kau memang wanita

III. 2. 3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data didalam penelitian ini berasal dari data primer

dan sekunder:

1. Data primer, Korpus atau data yang dikumpulkan oleh peneliti,

berujud tulisan yaitu lirik lagu yang berjudul “Pria Dijajah

Wanita”. Data primer diperoleh melalui lirik lagu yang terdapat

Page 66: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

66

dalam cover CD Album Kaimsasikun, yang kemudian ditulis

kembali oleh peneliti untuk dijadikan sebagai bahan penelitian.

2. Data sekunder berasal dari bahan – bahan referensi seperti buku,

artikel – artikel, internet yang berhubungan dengan objek kajian

yang diteliti.

III. 3 Analisis Data

Pertama, data yang telah dikumpulkan dan dideskripsikan.

Kedua, dilakukan "pembongkaran” dari lirik lagu tersebut dengan

menggunakan pandangan dari Saussurean, yaitu dikotomi-dikotomi dari

Saussurean tentang signifier (penanda) dan signified (petanda); langue

(bahasa) dan parole (ujaran); serta syntagmatic (sintagmatik) dan

associative (paradigmatik) untuk mencari tahu makna yang terkandung

dalam lirik lagu tersebut menurut pandangan Saussurean.

Yang kemudian dari dikotomi-dikotomi Sussurean tersebut akan

dijelaskan lewat penafsiran dengan menggunakan teori perspektif

gender, teori feminisme dan posfeminisme, dan teori–teori wacana

kekuasaan perempuan. Analisis atau penafsiran tanda-tanda komunikasi

digunakan sebagai upaya untuk menguak makna dibalik lirik lagu

tersebut. Dengan cara, menganalisa lirik lagu “Pria Dijajah Wanita”

dengan menggunakan teori-teori tersebut untuk dapat mengetahui

bagaimana seorang perempuan dapat berkuasa atas laki-laki seperti yang

digambarkan dalam lirik lagu tersebut, apa yang menjadi dasar

Page 67: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

67

pemikiran perempuan tersebut, apa hubungannya dengan feminisme dan

posfeminisme, apa yang menjadi tujuan dari kekuasaan yang dia miliki,

dan dengan cara apa dia melakukan kuasa terhadap laki-laki yang

”ternyata” merupakan kekasihnya sendiri. Dari penafsiran-penafsiran

tersebut kemudian dapat ditarik suatu makna yang sebenarnya dari lirik

lagu “Pria Dijajah Wanita” oleh Band Indie Kaimsasikun dalam album

“Kaimsasikun.”

Page 68: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

68

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1 Gambaran Umum Objek Penelitian

IV. 1. 1 Kaimsasikun Sebagai Band Indie

Band-band indie dikenal lewat lagu-lagunya yang tidak mengikuti

selera pasar. Mereka cenderung menciptakan sebuah lagu menurut

keinginan mereka sendiri tanpa ada campur tangan pihak lain yang dalam

hal ini merupakan pihak label atau perusahaan rekaman. Para

“pemainnya” lebih mengutamakan sebuah idealisme dalam bermusik

daripada “mengkomersialkan” lagu-lagunya. Berdasarkan Wikipedia,

yang dimaksud dengan independent atau indie di sini adalah tidak terikat

atau tidak adanya campur tangan dalam perusahaan rekaman komersil

atau biasa disebut major label, baik dalam proses penciptaan ide dan

kreativitas, produksinya, maupun secara finansial atau masalah keuangan

seperti pembagian royalti (http://en.wikipedia.org /wiki/Indie_(music)

#Definitions_of_.22indie.22).

Sebuah band indie mempunyai cara tersendiri dalam

memperkenalkan lagunya untuk dapat didengar oleh masyarakat, mulai

dengan mengcopy hasil rekaman untuk dapat dijual kepada masyarakat,

membiarkan lagu mereka dibajak oleh masyarakat luas dengan dalih

supaya musik mereka dapat diterima oleh “telinga” banyak orang tanpa

memperdulikan hasil royalti yang mereka dapat, sampai

Page 69: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

69

mendistribusikan lagu-lagunya lewat internet. Pada perkembangannya

saat ini banyak dari para band indie lebih menggunakan sarana internet

sebagai jalur pendistribusian dari lagu-lagunya sekaligus mempromosikan

ke-eksisan mereka dalam dunia musik. Salah satunya melalui situs

www.myspace.com. Ada orang-orang yang aktif dibelakang profile-

profile Social Network seperti myspace, friendster, dan lain-lain.

Memanfaatkan media internet alternatif sebagai alat bantu distribusi

adalah mutlak bagi musisi atau band pendatang baru atau yang

memutuskan untuk tetap di jalur Indie pada saat ini

(http://www.saylows.com/category/indie/).

Salah satu band indie yang berada di Indonesia adalah

Kaimsasikun. Di tengah gelombang munculnya band-band indie,

Kaimsasikun hadir lewat album perdananya yang mengusung single “Pria

Dijajah Wanita.” Kaimsasikun kedengarannya aneh, namun dengan nama

ini M Ferry Sanny Ismail (bas), Ian JS (vokal), Zulkarnaen Aldino Tayeb

(gitar), Narendra Gautama (drummer), dan Pandu Gantoro Robby (gitar)

memantapkan diri untuk memasuki industri musik dalam negeri. Dengan

harapan musik yang mereka usung dapat ikut mewarnai genre rock

alternatif. Kelompok ini terdiri dari empat pemuda asal Bali dan satu

asal Bandung, yakni Pandu. Impian mereka sederhana, menjadi musisi

yang menghasilkan karya. "Dengan berdirinya band ini, maka kami

menganggap sebuah harapan dan rasa percaya telah berbuah menjadi

kenyata-an," kata mereka saat peluncuran album debut bertajuk Pria

Page 70: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

70

Dijajah Wanita yang diluncurkan baru-baru ini di Jakarta.

Band ini awalnya berbasis di Bali dengan nama Jimmy Rubbernek

and His Car Battery Band. Selama itu mereka berkiprah di berbagai ajang

festival dan telah beberapa kali meraih penghargaan. Bahkan pada tahun

2000 lalu, mereka berhasil meraih Band Lima Terbaik se-Bali dalam A

Mild Live Band Festival. Hanya saja, di luar festival mereka masih dikenal

sebagai band cover song alias tampil membawakan musik dan lagu orang

lain yang populer. Namun mereka tetap merintis untuk membentuk jati

diri dan menghasilkan karya sendiri. Harapan itu mulai berbuah ketika

mereka mengubah nama menjadi Kaimsasikun. Menurut Ferry Sanny yang

akrab dipanggil Sanny nama Kaimsasikun diperoleh dari sebuah mimpi.

"Waktu itu, tanggal 11 Februari 2003. Saya bermimpi mendapatkan ilham

untuk mengganti nama band yang panjang dengan nama Kaimsasikun.

Saat dihitung, huruf K adalah huruf ke-sebelas dalam urutan alfabet.

Kata kaimsasikun sendiri mengandung 11 huruf. Karena semuanya selalu

mengandung makna sebelas, maka kami mencoba untuk menyatakan

kaimsasikun sendiri berarti sebelas," kata Sanny. Sanny mengaku saat

menyampaikan mimpi ini pada teman-temannya, semua menyambut

dengan antusias. "Hari itu akhirnya kami ganti nama," ujarnya.

Tampaknya nama ini memang membawa hoki. Demo tape mereka

langsung diterima oleh Pay BIP dan langsung dibawa ke Jakarta. Kelima

sekawan ini pun kemudian didaulat untuk rekaman.

Memiliki album sendiri jelas jauh lebih menyenangkan dari pada

Page 71: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

71

hanya terkenal sebagai pembawa lagu ciptaan orang lain. Namun,

memasuki blantika musik yang serius sempat mereka kaget. Awalnya

mereka sendiri mengaku merasa belum siap. Namun, Pay yang menjadi

produser sekaligus supervisor terus mendesak dan memberikan

semangat. “Pay tak hanya menegakkan karakter Kaimsasikun tapi juga

mau turun tangan sebagai music director yang langsung berperan sebagai

sound engineer juga sehingga jadilah album perdana Kaimsasikun yang

bertitel sama dengan nama band kami,” ujar Sanny lagi. Lagu andalan

mereka antara lain Pria Dijajah Wanita yang liriknya ditulis oleh Sanny.

Lagu ini becorak pop alternatif dengan style menyanyi yang kaya teknik

falsetto dari Ian. Selain lagu berbahasa Indonesia, mereka juga membuat

lagu berbahasa Inggris antara lain Minor, Laugh At dan juga Tired of

Being Blind. "Kami ingin mencoba menembus blantika musik

internasional," tutur Sanny dengan wajah berseri. Harapan yang butuh

perjuangan panjang. (http://www.suarapembaruan.com/News/2004/10

/14/Hiburan/hib02.htm)

IV. 2 Penyajian Data

Sebuah lirik lagu mempunyai struktur judul lagu, song, reff,

bridge, interlude, dan coda. Akan tetapi, dalam lirik lagu “Pria Dijajah

Wanita” hanya mempunyai struktur judul lagu yang menjadi tema dari

lagu, song yang merupakan isi cerita dalam lirik lagu, reff yang

merupakan inti dari cerita dalam lirik lagu atau dengan kata lain inti dari

Page 72: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

72

lagu, dan bridge merupakan jembatan antara reff yang kemudian

menaikkan emosi dari lagu untuk dikembalikan lagi dalam reff lagu.

Judul lagu terdapat pada bait “PRIA DIJAJAH WANITA.” Struktur

song terdapat pada bait pertama yaitu “Terpujilah kamu, di mata

hatinya”, bait kedua yaitu ” Bibirmu yang manis, sepenuhnya bisa”, bait

ketiga yaitu ” Masihkah dia, kau peras darahnya”, dan bait keempat

yaitu ” Wajahmu yang manis, sesatkan jiwa.”

Struktur reff terdapat pada bait pertama yaitu “Harta, kau buta

karnanya”, bait kedua “Kau anggap semua sama”, bait ketiga “Pria

dijajah wanita”, bait keempat “Wanita seperti kamu”, bait kelima “Tak

berbisa layaknya”, bait keenam “Wajahmu yang manis”, dan bait

ketujuh “Namun kau sadis.”

Struktur bridge terdapat pada bait pertama “Akhiri semua”, bait

kedua “Sadarkan dirimu”, dan bait ketiga “Bila kau memang wanita.”

“PRIA DIJAJAH WANITA” Terpujilah kamu, di mata hatinya

Bibirmu yang manis, sepenuhnya bisa

Masihkah dia, kau peras darahnya

Wajahmu yang manis, sesatkan jiwa

Reff: Harta, kau buta karnanya

Kau anggap semua sama

Pria dijajah wanita

Wanita seperti kamu

Tak berbisa layaknya

Wajahmu yang manis

Page 73: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

73

Namun kau sadis

Akhiri semua

Sadarkan dirimu

Bila kau memang wanita

IV. 3 Pemaknaan Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Menurut Dikotomi-

dikotomi Saussurean

Objek dari penelitian ini adalah lirik lagu “Pria Dijajah Wanita”

yang secara keseluruhan dapat “dibedah” dengan menggunakan

dikotomi-dikotomi dari Saussurean, yaitu pandangan tentang signifier

(penanda) dan signified (petanda); langue (bahasa) dan parole (ujaran);

serta syntagmatic (sintagmatik) dan associative (paradigmatik). Pada

lirik lagu ini akan dimaknai menurut struktur lagunya.

1. Judul Lagu

“Pria Dijajah Wanita”

Pada judul lagu tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda

yang kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep

mental yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah

teks yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda terletak pada setiap

kata yang kemudian dirangkai menjadi bait kalimat yang menandakan

bahwa dalam penanda “Pria Dijajah Wanita” merupakan ujud dari

petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu

Page 74: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

74

sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Pria Dijajah

Wanita.”

Langue merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap

kata yang tersusun dari bait kalimat dalam judul ”Pria Dijajah Wanita”,

yaitu “Pria”; “Dijajah”; “Wanita.” Parole-nya sendiri terletak pada

kalimat yang menjadi bait judul dari lagu tersebut, yaitu ”Pria Dijajah

Wanita”. Pada bait judul “Pria Dijajah Wanita” merupakan bait kalimat

yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata “Pria”; “Dijajah”;

“Wanita.” Sehingga menghasilkan sebuah bait kalimat “Pria Dijajah

Wanita” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat

dimaknai. Bait kalimat “Pria Dijajah Wanita” tidak akan menjadi “Pria

Dijajah Wanita” tanpa adanya sekumpulan tanda dari kata-kata “Pria”;

“Dijajah”; “Wanita”, dan hal tersebut tidak akan menjadi sebuah tanda

yang bermakna dalam bait kalimat, karena tidak adanya sebuah kata

yang membentuk sebuah kalimat.

Berdasarkan petanda, penanda, parole, dan langue-nya bait judul

”Pria Dijajah Wanita” mempunyai makna yaitu, seorang yang berjenis

kelamin laki-laki atau gender yang distereotipekan oleh masyarakat

sebagai sosok maskulin sedang diperlakukan yaitu dengan dijajah oleh

seorang yang berjenis kelamin perempuan atau gender yang

distereotipekan oleh masyarakat sebagai sosok yang feminin demi

mendapatkan suatu kekuasaan atau menguasai laki-laki tersebut, atau

Page 75: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

75

dengan kata lain seorang perempuan ingin menguasai seorang laki-laki

dengan cara menjajah laki-laki tersebut.

2. Song Bait Pertama

“Terpujilah kamu, di mata hatinya”

Pada bait tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental

yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks

yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda terletak pada setiap kata

yang kemudian dirangkai menjadi bait kalimat yang menandakan bahwa

dalam penanda “Terpujilah kamu, di mata hatinya” merupakan ujud dari

petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu

sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi “Terpujilah

kamu, di mata hatinya.”

Langue merupakan sekumpulan tanda yang terletak pada setiap

kata yang tersusun dari bait kalimat pada bait pertama ”Terpujilah

kamu, di mata hatinya”, yaitu ”Terpujilah”; ”Kamu”; ”Di”; ”Mata”;

”Hati”; ”Nya.” Parole-nya sendiri terletak pada kalimat yang menjadi

sebuah bait pada lirik lagu tersebut, yaitu ”Terpujilah kamu, di mata

hatinya.” Pada bait ”Terpujilah kamu, di mata hatinya” merupakan

sebuah bait kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata

”Terpujilah”; ”Kamu”; ”Di”; ”Mata”; ”Hati”; ”Nya.” Sehingga

menghasilkan sebuah bait kalimat ”Terpujilah kamu, di mata hatinya”

Page 76: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

76

yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. Bait

kalimat ”Terpujilah kamu, di mata hatinya” tidak akan menjadi

”Terpujilah kamu, di mata hatinya” tanpa adanya sekumpulan tanda

dari kata-kata ”Terpujilah”; ”Kamu”; ”Di”; ”Mata”; ”Hati”; ”Nya.”

Dalam bait lagu ”Terpujilah kamu, di mata hatinya” terdapat dua

buah kata atau tanda yang dapat disintagmakan. Kata ”mata”

merupakan yang dapat disintagmakan dengan alat indera atau panca

indera atau dengan kata lain mempunyai paradigma dengan ”hidung”;

”telinga”; dan lain sebagainya. Kata ”hati” dapat disintagmakan dengan

organ tubuh atau dengan kata lain mempunyai paradigma dengan

”jantung”; ”paru-paru”; ”lambung”; dan lain sebagainya.

Berdasarkan petanda, penanda, parole, langue, sintagmatik, dan

paradigmatiknya, bait lirik pertama ”Terpujilah kamu, di mata hatinya”

mempunyai makna, yaitu seorang perempuan yang digambarkan dalam

lirik lagu ini dengan kata ”kamu” mendapatkan suatu semacam

penghargaan karena dianggap istimewa atau mempunyai suatu

kelebihan, dari seorang laki-laki yang digambarkan dengan kata ”nya”

atau berarti ”dia” (laki-laki) yang berasal dari perasaannya yang

terdalam (baca: timbul akibat dari perasaan cinta).

Page 77: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

77

3. Song Bait Kedua

“Bibirmu yang manis, sepenuhnya bisa”

Pada bait tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental

yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks

yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda terletak pada setiap kata

yang kemudian dirangkai menjadi bait kalimat yang menandakan bahwa

dalam penanda “Bibirmu yang manis, sepenuhnya bisa” merupakan ujud

dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik

lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi

“Bibirmu yang manis, sepenuhnya bisa.”

Langue-nya terletak pada setiap kata yang tersusun dari bait

kalimat pada song bait kedua ”Bibirmu yang manis, sepenuhnya bisa”,

yaitu “Bibir”; “Mu”; “Yang”; “Manis”; “Sepenuhnya”; “Bisa.” Parole-nya

sendiri terletak pada kalimat yang menjadi sebuah bait pada lirik lagu

tersebut, yaitu ”Bibirmu yang manis, sepenuhnya bisa.” Pada bait

“Bibirmu yang manis, sepenuhnya bisa” merupakan sebuah bait kalimat

yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata “Bibir”; ”Mu”; “Yang”;

“Manis”; “Sepenuhnya”; “Bisa.” Sehingga menghasilkan sebuah bait

kalimat “Bibirmu yang manis, sepenuhnya bisa” yang kemudian

menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. “Bibirmu yang manis,

sepenuhnya bisa” tidak akan menjadi “Bibirmu yang manis, sepenuhnya

Page 78: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

78

bisa” tanpa adanya sebuah kata “Bibir”; ”Mu”; “Yang”; “Manis”;

“Sepenuhnya”; “Bisa.”

Berdasarkan petanda, penanda, parole, langue-nya, bait lirik

kedua “Bibirmu yang manis, sepenuhnya bisa” mempunyai makna, yaitu

sebuah ucapan atau tutur kata yang lemah lembut dan ramah dari

karakter seorang perempuan yang diceritakan dalam lirik lagu ini

ternyata mempunyai sifat merusak dan sebagai sesuatu yang bersifat

buruk atau jahat atau dengan kata lain sebuah ucapan atau tutur kata

yang lemah lembut dari seorang perempuan ternyata merupakan sebuah

”penipuan” (dapat mempengaruhi seseorang) yang bersifat jahat dan

tidak selembut dan seindah seperti apa yang diucapkan.

4. Song Bait Ketiga

”Masihkah dia, kau peras darahnya”

Pada bait tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental

yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks

yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda terletak pada setiap kata

yang kemudian dirangkai menjadi bait kalimat yang menandakan bahwa

dalam penanda ”Masihkah dia, kau peras darahnya” merupakan ujud

dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik

lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi

”Masihkah dia, kau peras darahnya.”

Page 79: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

79

Langue-nya terletak pada setiap kata yang tersusun dari bait

kalimat pada song bait ketiga ”Masihkah dia, kau peras darahnya”, yaitu

”Masihkah”; ”Dia”; ”Kau”; ”Peras”; ”Darah”; ”Nya.” Parole-nya sendiri

terletak pada kalimat yang menjadi sebuah bait pada lirik lagu tersebut,

yaitu ”Masihkah dia kau peras darahnya.” Pada bait ”Masihkah dia, kau

peras darahnya” merupakan sebuah bait kalimat yang tersusun oleh

sekumpulan tanda dari kata ”Masihkah”; ”Dia”; ”Kau”; ”Peras”;

”Darah”; ”Nya.” Sehingga menghasilkan sebuah bait kalimat ”Masihkah

dia, kau peras darahnya” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda

yang dapat dimaknai. ”Masihkah dia, kau peras darahnya” tidak akan

menjadi ”Masihkah dia, kau peras darahnya” tanpa adanya sebuah kata

”Masihkah”; ”Dia”; ”Kau”; ”Peras”; ”Darah”; ”Nya.”

Berdasarkan petanda, penanda, parole, langue-nya, bait lirik

”Masihkah dia, kau peras darahnya” mempunyai makna, yaitu sebuah

pertanyaan terhadap perempuan (baca: kau) tentang perlakuannya yang

menghancurkan hidup laki-laki atau dengan kata lain mengambil apa

yang dimiliki laki-laki tersebut (baca: peras darahnya) yang sebagai

kekasihnya.

5. Song Bait Keempat

”Wajahmu yang manis, sesatkan jiwa”

Pada bait tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental

Page 80: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

80

yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks

yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda terletak pada setiap kata

yang kemudian dirangkai menjadi bait kalimat yang menandakan bahwa

dalam penanda ”Wajahmu yang manis, sesatkan jiwa” merupakan ujud

dari petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik

lagu sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi

”Wajahmu yang manis, sesatkan jiwa.”

Langue-nya terletak pada setiap kata yang tersusun dari bait

kalimat pada song bait keempat ”Wajahmu yang manis, sesatkan jiwa”,

yaitu ”Wajah”; ”Mu”; ”Yang”; ”Manis”; ”Sesatkan”; ”Jiwa.” Parole-nya

sendiri terletak pada setiap kalimat yang menjadi sebuah bait pada lirik

lagu tersebut, yaitu ”Wajahmu yang manis, sesatkan jiwa.” Pada bait

”Wajahmu yang manis, sesatkan jiwa” merupakan sebuah bait kalimat

yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata ”Wajah”; ”Mu”; ”Yang”;

”Manis”; ”Sesatkan”; ”Jiwa.” Sehingga menghasilkan sebuah bait kalimat

”Wajahmu yang manis, sesatkan jiwa” yang kemudian menghasilkan

sebuah tanda yang dapat dimaknai. ”Wajahmu yang manis, sesatkan

jiwa” tidak akan menjadi ”Wajahmu yang manis, sesatkan jiwa” tanpa

adanya sebuah kata ”Wajah”; ”Mu”; ”Yang”; ”Manis”; ”Sesatkan”;

”Jiwa.”

Berdasarkan petanda, penanda, parole, langue-nya, bait lirik

”Wajahmu yang manis, sesatkan jiwa” mempunyai makna, yaitu sebuah

wajah yang cantik dari perempuan yang disimbolkan dengan kata

Page 81: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

81

”manis” ternyata ”menipu” dan dapat mempengaruhi orang lain dengan

membawa ke arah yang salah dalam kehidupan batin seseorang.

6. Reff Bait Pertama

”Harta, kau buta karnanya”

Pada bait tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental

yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks

yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda terletak pada setiap kata

yang kemudian dirangkai menjadi bait kalimat yang menandakan bahwa

dalam penanda ”Harta, kau buta karnanya” merupakan ujud dari

petanda yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu

sehingga menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi ”Harta, kau

buta karnanya.”

Langue-nya terletak pada setiap kata yang tersusun dari bait

kalimat pada reff bait pertama ”Harta, kau buta karenanya”, yaitu

”Harta”; ”Kau”; ”Buta”; ”Karenanya.” Parole-nya sendiri terletak pada

setiap kalimat yang menjadi sebuah bait pada lirik lagu tersebut, yaitu

”Harta, kau buta karnanya.” Pada bait ”Harta, kau buta karnanya”

merupakan sebuah bait kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda

dari kata ”Harta”; ”Kau”; ”Buta”; ”Karenanya.” Sehingga menghasilkan

sebuah bait kalimat ”Harta, kau buta karnanya” yang kemudian

menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. ”Harta, kau buta

Page 82: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

82

karnanya” tidak akan menjadi ”Harta, kau buta karnanya” tanpa adanya

sebuah kata ”Harta”; ”Kau”; ”Puja”; ”Karenanya.”

Kata ”harta” merupakan sebuah sintagma yang bisa

diparadigmakan dengan ”uang”; ”emas”; ”mobil”; ”rumah” dan lain

sebagainya.

Berdasarkan petanda, penanda, parole, langue, sintagmatik, dan

paradigmatiknya, reff bait pertama mempunyai makna, yaitu seorang

perempuan yang telah dibutakan oleh harta. Pandangannya hanya

tertuju dan terobsesi akan suatu harta (kekayaan) untuk dimiliki.

Pada bait ini, terdapat makna ambigu yang bisa membuat setiap

orang akan mempunyai pemaknaan yang berbeda, maka dari itu

pemaknaan pada bait ini akan dimaknai dengan digabungkan bersamaan

dengan pemaknaan pada bait-bait selanjutnya yaitu bait ”kau anggap

semua sama” dan bait ”pria dijajah wanita.”

7. Reff bait kedua

”Kau anggap semua sama”

Pada bait tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental

yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks

yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda terletak pada setiap kata

yang kemudian dirangkai menjadi bait kalimat yang menandakan bahwa

dalam penanda ”Kau anggap semua sama” merupakan ujud dari petanda

Page 83: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

83

yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga

menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi ”Kau anggap semua

sama.”

Langue-nya terletak pada setiap kata yang tersusun dari bait

kalimat pada reff bait kedua ”Kau anggap semua sama”, yaitu ”Kau”;

”Anggap”; ”Semua”; ”Sama.” Parole-nya sendiri terletak pada setiap

kalimat yang menjadi sebuah bait pada lirik lagu tersebut, yaitu ”Kau

anggap semua sama.” Pada bait ”Kau anggap semua sama” merupakan

sebuah bait kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata

”Kau”; ”Anggap”; ”Semua”; ”Sama.” Sehingga menghasilkan sebuah bait

kalimat ” ”Kau anggap semua sama” yang kemudian menghasilkan

sebuah tanda yang dapat dimaknai. ”Kau anggap semua sama” tidak

akan menjadi ”Kau anggap semua sama” tanpa adanya sebuah kata

”Kau”; ”Anggap”; ”Semua”; ”Sama.”

Berdasarkan petanda, penanda, parole, langue-nya, bait lirik ”Kau

anggap semua sama” mempunyai makna, yaitu seorang perempuan

(baca: kau) yang memandang segalanya sebagai hal yang serupa (baca:

sama). Kalimat ”Kau anggap semua sama” dalam reff bait ketiga dari

lirik lagu ini mempunyai makna ambigu. Kalimat tersebut akan dapat

diketahui maknanya secara keseluruhan setelah dimaknai bait

selanjutnya, yaitu ”Pria dijajah wanita.”

Page 84: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

84

8. Reff bait ketiga

”Pria dijajah wanita”

Pada bait tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental

yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks

yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda terletak pada setiap kata

yang kemudian dirangkai menjadi bait kalimat yang menandakan bahwa

dalam penanda ”Pria dijajah wanita” merupakan ujud dari petanda yang

disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga

menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi ”Pria dijajah wanita.”

Langue-nya terletak pada setiap kata yang tersusun dari bait

kalimat pada reff bait ketiga ”Pria dijajah wanita”, yaitu “Pria”;

“Dijajah”; “Wanita.” Parole-nya sendiri terletak pada setiap kalimat

yang menjadi sebuah bait pada lirik lagu tersebut, yaitu ”Pria dijajah

wanita.” Pada bait ”Pria dijajah wanita” merupakan sebuah bait kalimat

yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata “Pria”; “Dijajah”;

“Wanita.” Sehingga menghasilkan sebuah bait kalimat ”Pria dijajah

wanita” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat

dimaknai. ”Pria dijajah wanita” tidak akan menjadi ”Pria dijajah

wanita” tanpa adanya sebuah kata “Pria”; “Dijajah”; “Wanita.”

Berdasarkan petanda, penanda, parole, langue-nya, bait lirik

”Pria dijajah wanita” mempunyai makna, yaitu seorang yang berjenis

kelamin laki-laki atau gender yang distereotipekan oleh masyarakat

Page 85: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

85

sebagai sosok maskulin sedang diperlakukan yaitu dengan dijajah oleh

seorang yang berjenis kelamin perempuan atau gender yang

distereotipekan oleh masyarakat sebagai sosok yang feminin demi

mendapatkan suatu kekuasaan atau menguasai laki-laki tersebut, atau

dengan kata lain seorang perempuan ingin menguasai seorang laki-laki

dengan cara menjajah laki-laki tersebut.

9. Pemaknaan reff bait pertama ”harta, kau buta karnanya”, reff bait

kedua ”kau anggap semua sama”, dan reff bait ketiga ”pria dijajah

wanita.”

Pada reff pertama ”harta, kau buta karnanya” dan reff kedua

”kau anggap semua sama” mempunyai makna ambigu, karena

mempunyai makna yang banyak dan bermacam-macam. Oleh karena itu

untuk dapat memaknai isi pesan dari lirik lagu ini dapat diketahui pesan

yang terkandung setelah dimaknai tiga bait reff dengan pemaknaan reff

bait pertama ”harta, kau buta karnanya” digabungkan dengan

pemaknaan reff bait kedua ”kau anggap semua sama” dan pemaknaan

pada reff bait ketiga ”pria dijajah wanita.”

Makna yang terkandung secara keseluruhan dari ketiga bait

tersebut adalah seorang perempuan (baca: kau) yang telah terobsesi

akan suatu harta (kekayaan) untuk dimilikinya, dan karena hal tersebut

(baca: harta) seorang perempuan telah tertutup hati nuraninya (baca:

buta) dengan memandang bahwa semua laki-laki (baca: pria) seharusnya

Page 86: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

86

diperlakukan sama, yaitu dijajah oleh perempuan (baca: wanita), atau

dengan kata lain semua laki-laki dalam segala hal seharusnya dikuasai

(baca: kekuasaan merupakan tujuan dari segala bentuk penjajahan) oleh

perempuan dengan sebuah tujuan yaitu untuk menguasai harta yang

dimiliki oleh laki-laki tersebut.

10. Reff bait keempat

”Wanita seperti kamu”

Pada bait tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental

yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks

yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda terletak pada setiap kata

yang kemudian dirangkai menjadi bait kalimat yang menandakan bahwa

dalam penanda ”Wanita seperti kamu” merupakan ujud dari petanda

yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga

menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi ”Wanita sperti

kamu.”

Langue-nya terletak pada setiap kata yang tersusun dari bait

kalimat pada reff bait keempat ”Wanita sperti kamu”, yaitu “Wanita”;

“Seperti”; “Kamu.” Parole-nya sendiri terletak pada setiap kalimat yang

menjadi sebuah bait pada lirik lagu tersebut, yaitu ”Wanita seperti

kamu.” Pada bait ”Wanita sperti kamu” merupakan sebuah bait kalimat

yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata “Wanita”; “Seperti”;

Page 87: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

87

“Kamu.” Sehingga menghasilkan sebuah bait kalimat ”Wanita seperti

kamu” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai.

”Wanita seperti kamu” tidak akan menjadi ”Wanita seperti kamu”

tanpa adanya sebuah kata “Wanita”; “Seperti”; “Kamu.”

Berdasarkan petanda, penanda, parole, langue-nya, bait lirik

”Wanita seperti kamu” mempunyai makna, yaitu sebuah harapan yang

ditujukan kepada perempuan untuk menjadi perempuan seharusnya

sesuai dengan yang distereotipekan oleh konstruksi sosial dalam

masyarakat sebagai sosok yang feminin yaitu sosok yang tidak suka bicara

kasar, halus, lembut, peka pada perasaan orang lain, bicara pelan,

mudah mengekspresikan diri, dan sebaginya.

11. Reff bait kelima

”Tak berbisa layaknya”

Pada bait tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental

yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks

yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda terletak pada setiap kata

yang kemudian dirangkai menjadi bait kalimat yang menandakan bahwa

dalam penanda ”Tak berbisa layaknya” merupakan ujud dari petanda

yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga

menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi ”Tak berbisa

layaknya.”

Page 88: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

88

Langue-nya terletak pada setiap kata yang tersusun dari bait

kalimat pada reff bait kelima ”Tak berbisa layaknya”, yaitu “Tak”;

“Berbisa”; “Layaknya.” Parole-nya sendiri terletak pada setiap kalimat

yang menjadi sebuah bait pada lirik lagu tersebut, yaitu ”Tak berbisa

layaknya.” Pada bait ”Tak berbisa layaknya” merupakan sebuah bait

kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata “Tak”;

“Berbisa”; “Layaknya.” Sehingga menghasilkan sebuah bait kalimat ”Tak

berbisa layaknya” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat

dimaknai. ”Tak berbisa layaknya” tidak akan menjadi ”Tak berbisa

layaknya” tanpa adanya sebuah kata “Tak”; “Berbisa”; “Layaknya.”

Berdasarkan petanda, penanda, parole, langue-nya, bait lirik ”Tak

berbisa layaknya” mempunyai makna, yaitu sebuah harapan untuk tidak

berbuat jahat atau berbuat suatu keburukan seperti yang sepatutnya.

12. Reff bait keenam

”Wajahmu yang manis”

Pada bait tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental

yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks

yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda terletak pada setiap kata

yang kemudian dirangkai menjadi bait kalimat yang menandakan bahwa

dalam penanda ”Wajahmu yang manis” merupakan ujud dari petanda

yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga

Page 89: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

89

menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi ”Wajahmu yang

manis.”

Langue-nya terletak pada setiap kata yang tersusun dari bait

kalimat pada reff bait keenam ”Wajahmu yang manis”, yaitu “Wajah”;

“Mu”; “Yang”; “Manis.” Parole-nya sendiri terletak pada setiap kalimat

yang menjadi sebuah bait pada lirik lagu tersebut, yaitu ”Tak berbisa

layaknya.” Pada bait ”Wajahmu yang manis” merupakan sebuah bait

kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata “Wajah”; “Mu”;

“Yang”; “Manis.” Sehingga menghasilkan sebuah bait kalimat ”Wajahmu

yang manis” yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat

dimaknai. ”Wajahmu yang manis” tidak akan menjadi ”Wajahmu yang

manis” tanpa adanya sebuah kata “Wajah”; “Mu”; “Yang”; “Manis.”

Berdasarkan petanda, penanda, parole, langue-nya, bait lirik

”Wajahmu yang manis” mempunyai makna, yaitu wajah seorang

perempuan yang dianggap cantik (baca: manis).

13. Reff bait ketujuh

”Namun kau sadis”

Pada bait tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental

yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks

yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda terletak pada setiap kata

yang kemudian dirangkai menjadi bait kalimat yang menandakan bahwa

Page 90: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

90

dalam penanda ”Namun kau sadis” merupakan ujud dari petanda yang

disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga

menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi ”Namun kau sadis.”

Langue-nya terletak pada setiap kata yang tersusun dari bait

kalimat pada reff bait ketujuh ”Namun kau sadis”, yaitu “Namun”;

“Kau”; “Sadis.” Parole-nya sendiri terletak pada setiap kalimat yang

menjadi sebuah bait pada lirik lagu tersebut, yaitu ”Tak berbisa

layaknya.” Pada bait ”Namun kau sadis” merupakan sebuah bait kalimat

yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata “Namun”; “Kau”;

“Sadis.” Sehingga menghasilkan sebuah bait kalimat ”Namun kau sadis”

yang kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai.

”Namun kau sadis” tidak akan menjadi ”Namun kau sadis” tanpa

adanya sebuah kata “Namun”; “Kau”; “Sadis.”

Berdasarkan petanda, penanda, parole, langue-nya, bait lirik

”Namun kau sadis” mempunyai makna, yaitu seorang perempuan

mempunyai sifat yang kejam.

14. Pemaknaan reff bait keempat ”wanita seperti kamu”, reff bait

kelima ”tak berbisa layaknya”, reff bait keenam ”wajahmu yang manis”,

dan reff bait ketujuh ”namun kau sadis.”

Pada reff bait kelima ”tak berbisa layaknya” mempunyai makna

ambigu, karena mempunyai makna yang banyak dan bermacam-macam.

Oleh karena itu untuk dapat memaknai isi pesan dari lirik lagu ini dapat

Page 91: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

91

diketahui pesan yang terkandung setelah dimaknai empat bait reff

dengan pemaknaan reff bait keempat ”wanita seperti kamu”

digabungkan dengan pemaknaan reff bait kelima ”tak berbisa layaknya”,

pemaknaan pada reff bait keenam ”wajahmu yang manis”, dan

pemaknaan pada reff bait ketujuh ”namun kau sadis.”

Makna yang terkandung secara keseluruhan dari keempat bait

tersebut adalah, sebuah harapan terhadap seorang perempuan yang

seharusnya menjadi perempuan yang sesuai dengan yang distereotipekan

oleh konstruksi sosial dalam masyarakat sebagai sosok yang feminin yaitu

sosok yang tidak suka bicara kasar, halus, lembut, peka pada perasaan

orang lain, bicara pelan, mudah mengekspresikan diri, dan sebaginya

untuk tidak berbuat jahat atau mempunyai sifat yang jahat (baca:

berbisa) seperti halnya seorang perempuan tersebut mempunyai wajah

yang cantik (baca: manis) namun mempunyai sifat yang kejam (baca:

sadis).

15. Bridge bait pertama

”Akhiri semua”

Pada bait tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental

yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks

yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda terletak pada setiap kata

yang kemudian dirangkai menjadi bait kalimat yang menandakan bahwa

Page 92: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

92

dalam penanda ”Akhiri semua” merupakan ujud dari petanda yang

disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga

menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi ”Akhiri semua.”

Langue-nya terletak pada setiap kata yang tersusun dari bait

kalimat pada bridge bait pertama ”Akhiri semua”, yaitu “Akhiri”;

“Semua.” Parole-nya sendiri terletak pada setiap kalimat yang menjadi

sebuah bait pada lirik lagu tersebut, yaitu ”Akhiri semua.” Pada bait

”Wajahmu yang manis” merupakan sebuah bait kalimat yang tersusun

oleh sekumpulan tanda dari kata “Akhiri”; “Semua.” Sehingga

menghasilkan sebuah bait kalimat ”Akhiri semua” yang kemudian

menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. ”Akhiri semua” tidak

akan menjadi ”Akhiri semua” tanpa adanya sebuah kata “Akhiri”;

“Semua.”

Berdasarkan petanda, penanda, parole, langue-nya, bait lirik

”Akhiri semua” mempunyai makna, yaitu sebuah harapan untuk

menyudahi (baca: mengakhiri atau memberhentikan) semua apa yang

telah diperbuat.

Bait ini mempunyai makna yang belum jelas dan ambigu, maka

dari itu untuk mengetahui makna secara keseluruhan, akan digabungkan

dengan pemaknaan pada bait-bait selanjutnya.

Page 93: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

93

16. Bridge bait kedua

”Sadarkan dirimu”

Pada bait tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental

yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks

yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda terletak pada setiap kata

yang kemudian dirangkai menjadi bait kalimat yang menandakan bahwa

dalam penanda ”Sadarkan dirimu” merupakan ujud dari petanda yang

disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga

menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi ”Sadarkan dirimu.”

Langue-nya terletak pada setiap kata yang tersusun dari bait

kalimat pada bridge bait kedua ”Sadarkan dirimu”, yaitu “Sadarkan”;

“Diri”; ”Mu.” Parole-nya sendiri terletak pada setiap kalimat yang

menjadi sebuah bait pada lirik lagu tersebut, yaitu ”Sadarkan dirimu.”

Pada bait ”Sadarkan dirimu” merupakan sebuah bait kalimat yang

tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata “Sadarkan”; “Diri”; ”Mu.”

Sehingga menghasilkan sebuah bait kalimat ”Sadarkan dirimu” yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda yang dapat dimaknai. ”Sadarkan

dirimu” tidak akan menjadi ”Sadarkan dirimu” tanpa adanya sebuah kata

“Sadarkan”; “Diri”; ”Mu.”

Berdasarkan petanda, penanda, parole, langue-nya, bait lirik

”Sadarkan dirimu” mempunyai makna, yaitu sebuah harapan kepada

Page 94: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

94

seorang perempuan (baca: dirimu) untuk sadar atau insyaf (baca:

sadarkan).

Bait ini mempunyai makna yang belum jelas dan ambigu, maka

dari itu untuk mengetahui makna secara keseluruhan, akan digabungkan

dengan pemaknaan pada bait-bait selanjutnya.

16. Bridge bait ketiga

”Bila kau memang wanita”

Pada bait tersebut terdapat sebuah penanda dan petanda yang

kemudian menghasilkan sebuah tanda, bahwa terdapat konsep mental

yaitu sebuah petanda yang kemudian dituliskan menjadi sebuah teks

yang merupakan sebuah penanda. Tanda-tanda terletak pada setiap kata

yang kemudian dirangkai menjadi bait kalimat yang menandakan bahwa

dalam penanda ”Bila kau memang wanita” merupakan ujud dari petanda

yang disampaikan dengan bentuk tulisan yang menjadi lirik lagu sehingga

menjadikan sebuah tanda yang bermakna menjadi ”Bila kau memang

wanita.”

Langue-nya terletak pada setiap kata yang tersusun dari bait

kalimat pada bridge bait ketiga ”Bila kau memang wanita”, yaitu “Bila”;

“Kau”; ”Memang”; ”Wanita.” Parole-nya sendiri terletak pada setiap

kalimat yang menjadi sebuah bait pada lirik lagu tersebut, yaitu ”Bila

kau memang wanita.” Pada bait ”Bila kau memang wanita” merupakan

sebuah bait kalimat yang tersusun oleh sekumpulan tanda dari kata

Page 95: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

95

“Bila”; “Kau”; ”Memang”; ”Wanita.” Sehingga menghasilkan sebuah bait

kalimat ”Bila kau memang wanita” yang kemudian menghasilkan sebuah

tanda yang dapat dimaknai. ”Bila kau memang wanita” tidak akan

menjadi ”Bila kau memang wanita” tanpa adanya sebuah kata “Bila”;

“Kau”; ”Memang”; ”Wanita.”

Berdasarkan petanda, penanda, parole, langue-nya, bait lirik

”Bila kau memang wanita” mempunyai makna, yaitu sebuah ungkapan

yang menunjukkan terhadap perempuan (baca: wanita) jika mungkin

perempuan tersebut benar-benar seorang perempuan seperti yang telah

distereotipekan oleh konstruksi sosial dalam masyarakat sebagai sosok

feminin, yaitu seorang yang ekspresif, kurang independent, lebih

emosional, kurang logis, secara kuantitatif kurang orientasi dan lebih

partisipatif daripada laki-laki.

Bait ini mempunyai makna yang belum jelas dan ambigu, maka

dari itu untuk mengetahui makna secara keseluruhan, akan digabungkan

dengan pemaknaan pada bait-bait selanjutnya.

17. Pemaknaan bridge bait pertama ”akhiri semua”, bridge bait kedua

”sadarkan dirimu”, dan bridge bait ketiga bila kau memang wanita.”

Pada bridge bait pertama ”akhiri semua”, bridge bait kedua

”sadarkan dirimu”, dan bridge bait ketiga bila kau memang wanita”

mempunyai makna yang ambigu. Maka dari itu untuk mengetahui makna

keseluruhan dari ketiga bridge ini harus dimaknai dengan

Page 96: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

96

menggabungkan makna dari bridge bait pertama ”akhiri semua”, bridge

bait kedua ”sadarkan dirimu”, dan bridge bait ketiga bila kau memang

wanita.”

Secara keseluruhan, makna dari ketiga bait bridge ini yaitu sebuah

harapan terhadap seorang perempuan (baca: wanita) untuk menyadarkan

diri atau menginsyafkan diri dan mengakhiri semua kejahatan yang telah

diperbuat (seperti yang dimaknakan pada bait-bait sebelumnya) jika

memang perempuan tersebut (baca: kau) adalah benar-benar seorang

perempuan seperti yang telah distereotipekan oleh konstruksi sosial

dalam masyarakat sebagai sosok feminin, yaitu seorang yang ekspresif,

kurang independent, lebih emosional, kurang logis, secara kuantitatif

kurang orientasi dan lebih partisipatif daripada laki-laki, atau dengan

kata lain seorang perempuan yang seperti yang telah distereotipekan

dalam konstuksi sosial dalam masyarakat sebagai sosok yang feminin

tidak seharusnya berbuat atau mempunyai sifat yang jahat seperti yang

telah dilakukannya (baca: perempuan).

IV. 4 Penggambaran Kekuasaan Perempuan

Setelah lirik lagu ”pria Dijajah Wanita” dimaknai, kemudian dari

pemaknaan tersebut akan dicari penggambaran tentang kekuasaan

perempuan, atau dengan kata lain bagaimana bentuk-bentuk kekuasaan

dari seorang perempuan digambarkan :

Page 97: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

97

1. Song bait pertama

”Terpujilah kamu, di mata hatinya”

Bait tersebut menggambarkan seorang perempuan yang

mempunyai karakter yang kuat. Penggambaran karakter seorang

perempuan yang kuat tersebut dapat disimak dalam kalimat ”terpujilah

kamu.” Dari kalimat tersebut, mempunyai makna seorang perempuan

yang mendapatkan suatu semacam penghargaan dari orang lain karena

dianggap istimewa atau mempunyai suatu kelebihan. Atau dengan kata

lain yang berarti suatu bentuk pengakuan dari orang lain terhadap

kelebihan yang dimiliki oleh perempuan tersebut.

Sosok perempuan yang berkarakter kuat, merupakan sosok

perempuan masa kini yang hidup di era posmodern yang telah

dikonstruksi oleh budaya pop (populer). Kebudayaan pop sendiri

merupakan budaya massa yang sebenarnya merupakan istilah yang

mengandung nada mengejek atau merendahkan, istilah ini merupakan

pasangan dari high culture (kebudayaan elite atau kebudayaan tinggi)

yang pada perkembangannya akibat media komunikasi dan teknologi

informasi, tidak lagi hanya ditujukan bagi orang miskin atau kelas bawah

(seperti awal terbentuknya), melainkan merata pada setiap lapisan yang

dikhawatirkan menggilas semuanya dan menjadi satu-satunya

“kebudayaan” yang menguasai semua bangsa di dunia. Dalam artian,

semua kebudayaan akan diseragamkan oleh kebudayaan massa atau biasa

disebut budaya pop (Ibrahim,1997:6). Perempuan ”pop” merupakan ikon

Page 98: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

98

baru dalam era posmodern seperti yang terjadi di saat ini. Perempuan

”pop” digambarkan sebagai sosok perempuan yang tangguh, seksi, dan

acuh tak acuh, tidak melihat diri sendiri sebagai korban, dan

menginginkan “kuasa.” Singkatnya, mendekonstruksi women's culture.

Dalam konteks pop culture (budaya pop), contoh-cotoh ikon

posfeminisme adalah seperti Spice Girl, Madonna, dan lain sebagainya

(Arivia, 2006:128).

Seperti yang diceritakan pada song bait pertama ”Terpujilah

kamu, di mata hatinya”, perempuan yang digambarkan sebagai sosok

perempuan ”pop” yang merupakan ikon dari posfeminisme merupakan

sosok seorang perempuan yang mandiri, akan tetapi dalam

kemandiriannya, seorang perempuan posfeminis juga tetap

membutuhkan sosok laki-laki dalam hidupnya sebagai pelengkap

hidupnya baik secara biologis maupun secara emosional, karena seorang

perempuan posfeminis “sadar” bahwa dia merupakan “seorang

perempuan” yang juga menjadi objek seks bagi laki-laki disamping dia

sebagai sosok perempuan mandiri yang dengan kepercayaan diri yang

tinggi yang bisa meraih segalanya (Brooks,1997:vii). Dan hal ini

tergambar dari kalimat ”di mata hatinya.” Dari kalimat tersebut

terdapat gambaran siapa yang dimaksud dengan ”nya” yaitu seorang

laki-laki yang merupakan kekasih dari perempuan ”pop” yang diceritakan

dalam lirik lagu ini, dan penggambaran ”nya” atau ”dia” yang

merupakan laki-laki dapat disimak dalam bait-bait selanjutnya, karena

Page 99: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

99

dalam lagu ini menceritakan kisah percintaan antara laki-laki dan

perempuan.

2. Song bait kedua

”Bibirmu yang manis, sepenuhnya bisa”

Dalam kalimat ”bibirmu yang manis” yang mempunyai makna

sebuah ucapan atau tutur kata yang lembut dan ramah, menunjukkan

penggambaran karakter perempuan yang feminin. Seorang perempuan

yang distereotipekan oleh konstruksi sosial dalam masyarakat sebagai

sosok yang tidak suka bicara kasar, halus, lembut, peka pada perasaan

orang lain, bicara pelan, mudah mengekspresikan diri, dan sebagainya.

Pembahasan masalah feminitas merupakan stereotipe gender yang

dikonstruksikan oleh masyarakat. Pandangan stereotipe mengaburkan

pandangan terhadap manusia secara pribadi, karena memasukkan setiap

jenis manusia kotak stereotipe. Oleh karena itu seorang pribadi, baik

perempuan dan laki-laki merasa tidak pantas apabila ”keluar dari kotak”

tersebut. Ia akan merasa bersalah apabila tidak memenuhi kehendak

sosial, memenuhi label yang telah diciptakan untuk mereka. Pandangan

ini telah dibakukan melalui tradisi selama berabad-abad sehingga

dianggap kodrat yang tidak dapat dirubah, seolah ciri-ciri perempuan

dan laki-laki sudah terkunci mati (Murniati,2004:XVIII).

Dalam bait kalimat ini juga menunjukkan sebuah pertentangan

terhadap stereotipe feminin yang berlaku di dalam masyarakat. Seperti

Page 100: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

100

yang terdapat pada kalimat selanjutnya pada bait ini yaitu ”sepenuhnya

bisa.” Sebuah kata ”bisa” mempunyai makna sebuah racun yang berarti

sebagai hal yang bersifat jahat. Pertentangan terhadap stereotipe

tersebut sangat mempertanyakan, bagaimana mungkin seorang

perempuan yang feminin dapat melakukan sesuatu yang bersifat jahat

yang tidak seharusnya ”dia” lakukan seperti stereotipe yang berkembang

dalam masyarakat bahwa perlakuan tersebut (hal yang bersifat jahat)

bukan termasuk karakter seorang perempuan? Akan tetapi pertentangan

tersebut dapat dijawab dengan mudah bahwa seorang perempuan

mempunyai suatu ”tujuan” tertentu yang harus dipenuhi, dan dalam

pencapaian hal itu ”dia” mampu untuk melakukan sebuah ”penipuan”

nyata dengan mengkaburkan pandangan terhadap sebuah konstruksi

sosial yang telah distereotipekan. Bahwa perempuan yang

distereotipekan dengan feminin mempunyai karakter tidak suka bicara

kasar, halus, lembut, peka pada perasaan orang lain, bicara pelan,

mudah mengekspresikan diri, dan sebagainya ternyata menginginkan

sebuah kuasa dengan mengandalkan kefeminitasannya, yaitu sebuah

bujukan dan rayuan yang sangat menjerumuskan ke dalam suatu hal yang

bersifat jahat. Hal-hal yang bersifat jahat tersebut dalam artian sebagai

hal yang merugikan tentunya bagi tokoh kedua yang digambarkan dalam

lirik lagu tersebut yaitu laki-laki yang menjadi kekasihnya.

Perempuan yang berani keluar dari ”kotak” stereotipe gender

tersebut merupakan perempuan ”pop” yang menjadi ikon dari

Page 101: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

101

posfeminisme. Para perempuan posfeminis beranggapan bahwa tidak ada

sesuatu yang bersifat biner, semuanya bersifat singular karena dalam

singularitas itulah terdapat tanggung jawab dan keunikan masing-masing

nama dalam hidup ini. Ketika struktur oposisi biner bisa didekonstruksi

oleh pembacaan postrukturalis maka kultur pemikiran yang dipengaruhi

oposisi biner, seperti dikotomi patriarki-matriarki, maskulin-feminin,

laki-perempuan juga bisa dilampaui. Dan oleh karenanya persoalan

“marjinalisasi” perempuan juga terlampaui karena yang ada tinggal

singularitas, nama demi nama (http://www.mail-archive.com/

[email protected]/msg01513.htm).

Secara garis besar dalam song bait kedua ”bibirmu yang manis,

sepenuhnya bisa” terdapat sebuah gambaran perempuan yang

seharusnya berkarakter feminin seperti yang telah distereotipekan oleh

konstruksi sosial masyarakat telah melakukan suatu yang ”menipu”

karena tidak seperti tampaknya (kelembutan). Bahwa suatu ucapan atau

tutur kata yang lembut ternyata kenyataannya tidak seperti itu atau

dengan kata lain, sebuah kelembutan yang mematikan, dan kelembutan

tersebut merupakan cara-cara bujukan dan rayuan dari seorang

perempuan. Bujukan dan rayuan tersebut merupakan salah satu cara

sebuah pencapaian sebuah kekuasaan. Kekuasaan tidak hanya dapat

diraih dengan sebuah kekerasan, tetapi juga melalui sebuah persuasi.

Audifax menjelaskan dalam sebuah bukunya, bahwa menurut Foucault,

kekuasaan itu terlaksana bukan pertama-tama melalui kekerasan atau

Page 102: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

102

hasil persetujuan, melainkan melalui struktur tindakan yang menekan

dan mendorong munculnya tindakan-tindakan lain melalui rangsangan,

persuasi atau bisa juga melalui paksaan dan larangan (Audifax,

2006:227). Sedangkan kekuasaan sendiri menurut wikipedia merupakan

kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku

orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku, atau

dengan kata lain kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak

lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang

mempengaruhi (http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan). Maka tak

layak bahwa tokoh perempuan yang digambarkan di lirik lagu ini

mempunyai suatu tujuan ”tertentu” (”sepenuhnya bisa”) yang harus dia

dapatkan dan penuhi, dan dengan sebuah kekuasaan yang didapatkan

dengan bujukan dan rayuan (”bibirmu yang manis”), dia dapat

memenuhi keinginan yang menjadi tujuan dia, dan itu merupakan

gambaran seorang perempuan ”pop” yang digambarkan dalam lirik lagu

ini.

3. Song bait ketiga

”Masihkah dia, kau peras darahnya”

Pada bait ini menggambarkan sebuah pertanyaan terhadap

seorang perempuan (baca: kau) tentang perlakuan yang merugikan

terhadap laki-laki yang menjadi kekasihnya yaitu dengan mengambil

secara paksa sesuatu yang dimiliki laki-laki (baca: dia) tersebut dan hal

Page 103: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

103

itu sama saja dengan menghancurkan hidup laki-laki tersebut (”Masihkah

dia, kau peras darahnya”). Akan tetapi tampaknya laki-laki tersebut

seperti tidak sadar bahwa dia diperlakukan dengan tidak baik atau dalam

artian dipermainkan cintanya dengan mengambil apa yang dimiliki laki-

laki tersebut. Hal ini juga terlihat dalam song bait pertama ”Terpujilah

kamu, di mata hatinya”, dalam bait ini laki-laki tersebut tetap

menganggap perempuan tersebut istimewa dan mempunyai banyak

kelebihan atau dengan kata lain ”berkarakter”, dan hal tersebut

menunjukkan kelebihan seorang perempuan akan bujukan dan rayuan

yang dia lancarkan terhadap laki-laki seolah-olah mengetahui area titik

lemah laki-laki sehingga laki-laki tersebut tidak sadar bahwa dia sedang

diperlakukan dengan tidak baik yang dapat menghancurkan hidupnya

(”kau peras darahnya”).

Pada bait ini juga menunjukkan penggambaran tentang sebuah

kekuasaan yang dimiliki perempuan terhadap laki-laki yang menjadi

kekasihnya. Dalam kalimat ”kau peras darahnya” mempunyai makna

mengambil secara paksa apa yang dimiliki dan yang berharga dari laki-

laki tersebut, merupakan suatu bentuk kuasa yang didapatkan, dan

bentuk-bentuk kekuasaannya tentu tidak ditempuh secara kekerasan,

melainkan secara persuasi dan penonjolan terhadap kecantikan fisiknya

yang dimiliki yang dapat menimbulkan paksaan dengan ”tidak sadar.”

Bentuk persuasi tersebut merupakan bujukan dan rayuan dari seorang

perempuan.

Page 104: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

104

4. Song bait keempat

”Wajahmu yang manis, sesatkan jiwa”

Pada bait ini menggambarkan sosok perempuan yang cantik

(”wajahmu yang manis”), kata ”manis” di sini dimaknai dengan

keindahan yang disinonimkan dengan kecantikan. Kecantikan yang

dimaksud adalah merupakan kecantikan secara fisik yang dapat disimak

dari kata ”wajahmu.” Dengan kecantikannya, seorang perempuan

mampu untuk merayu dan membujuk laki-laki lawan jenisnya untuk

mempengaruhinya (”sesatkan jiwa”) dan bentuk pengaruh-

mempengaruhi merupakan bentuk-bentuk sebuah kuasa. Dalam sebuah

percintaan, kekuasaan bisa muncul dan eksis. Seperti yang diungkapkan

Foucault, ketika Foucault mengatakan bahwa kekuasaan justru bisa lahir

dari dalam tubuh, maka kekuasaan juga dapat eksis dalam cinta,

pemikiran dan peran. Ketika kekuasaan eksis dalam tubuh, maka

menjadi masuk akal ketika manusia lahir ke dunia, maka saat itulah dia

terjebak terjebak dalam kekuasaan tubuh yang menifes dalam segala

keterbatasannya. Keterbatasan-keterbatasan inilah yang kemudian

diperkuat oleh budaya dalam suatu masyarakat, sehingga muncul tubuh-

tubuh tertentu yang di-sub-ordinasi (Audifax, 2006:229). “Tubuh-tubuh

yang di-sub-ordinasi yang diakibatkan oleh keterbatasan yang diperkuat

oleh budaya dalam suatu masyarakat” di sini yang dimaksud adalah

sebuah perempuan. Menjadi seorang perempuan secara tubuh, atau

dalam kata lain secara sex merupakan seorang perempuan. Dalam

Page 105: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

105

pemahaman patriarki, seorang perempuan tidak berhak mempunyai

bentuk kuasa atas apapun. Dalam sistem patriarki yang berlaku hampir di

seluruh masyarakat, telah menganggap sebuah asumsi bahwa kodrat

seorang perempuan itu lebih rendah derajatnya daripada laki-laki demi

terciptanya kehidupan keluarga dan masyarakat yang harmonis

(Mustaqim, 2003:1). Sehubungan dengan sistem sosial ini, diyakini

(dijadikan ideologi) bahwa pria lebih superior dibanding perempuan,

sehingga perempuan sudah seharusnya dikendalikan (dikontrol) oleh pria

dan menjadi bagian dari properti pria. Pemikiran ini membentuk dasar

dari banyaknya peraturan agama dan kenyataan sekaligus menjelaskan

semua tindakan sosial yang “memenjarakan” perempuan di rumah serta

mengontrol kehidupan mereka. Selain itu, standar dobel moralitas dan

hukum, yang memberikan hak lebih pada pria dibanding perempuan,

didasarkan atas patriarki (www.sekitarkita.com). Maka dari itu timbul

sebuah stereotipe bahwa perempuan merupakan sebuah subordinasi yang

tidak bisa mendominasi, dengan kata lain bahwa perempuanlah yang

seharusnya dikendalikan atau dikontrol. Pengendalian atau pengontrolan

merupakan salah satu dari bentuk sebuah kuasa.

Akan tetapi hal tersebutl yang memunculkan sebuah pergerakan

yang bisa dikatakan sebagai pemberontakan dari budaya patriarki yang

disebut sebagai gerakan feminisme. Dari mulai feminisme gelombang

pertama hingga gelombang ketiga. Sehingga dari banyaknya gerakan

feminisme tersebut, muncul sebuah gerakan dan pemikiran yang

Page 106: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

106

dianggap kontroversial dan menentang gerakan feminisme itu sendiri,

yaitu posfeminisme pada era feminisme gelombang kedua yang kemudian

memunculkan ikon baru yang disebut sebagai perempuan “pop” seperti

yang dijelaskan diatas (pada song bait pertama). Kenapa dianggap

kontroversial? Karena “perempuan” adalah sebuah pembacaan yang juga

mengimplikasikan struktur oposisi biner, karena ketika kita bicara

“perempuan” maka selalu mengimplikasikan ada oposisinya, yaitu “laki-

laki”. Posfeminisme berfokus pada singularitas, karena dalam

singularitas itulah terdapat tanggung jawab dan keunikan masing-masing

nama dalam hidup ini. Ketika struktur oposisi biner bisa didekonstruksi

oleh pembacaan postrukturalis maka kultur pemikiran yang dipengaruhi

oposisi biner, seperti dikotomi patriarki-matriarki, maskulin-feminin,

laki-perempuan juga bisa dilampaui. Dan oleh karenanya persoalan

“marjinalisasi” perempuan juga terlampaui karena yang ada tinggal

singularitas, nama demi nama (http://www.mail-

archive.com/reformasitotal@yahoogroups. com/msg01513.htm).

Sebuah bujukan dan rayuan, merupakan sebuah cara penggapaian

kekuasaan dari perempuan. Dan pada bait ini, penggambaran kekuasaan

perempuan yang dijalankan melalui “tubuh” yang cantik menjadi wacana

tersendiri terhadap kaum laki-laki. Kecantikan secara tubuh atau bisa

dikatakan cantik secara fisik merupakan “aset” bagi seorang perempuan

untuk bisa melanggeng bebas dan dapat melakukan apa saja yang

diinginkannya. Tak bisa dihindari bahwa perempuan dimana-mana selalu

Page 107: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

107

menjadi objek seks bagi laki-laki, terutama di dalam media. Iklan

contohnya, iklan sebagai bagian dari bisnis komersial adalah komoditas

yang fungsinya menjual komoditas. Banyak jenis komoditas dijual

melalui seksualitas dan tubuh perempuan. Dengan demikian komodifikasi

itu pada akhirnya bermuara pada komodifikasi tubuh dan seksualitas

perempuan (Prabasmoro,2006:303).

Wacana bagi kaum laki-laki terhadap kecantikan yang kemudian

dihubungkan dengan ketertarikan secara seksual. Wacana seks dan

seksualitas sendiri tampaknya bersifat taksa dan ambivalen. Seks

memancarkan daya tarik yang sedemikian kuat sehingga dapat

menciptakan ketakutan tetapi pada saat yang sama melahirkan rasa ingin

tahu. Pembicaraan tentang seks kemudian bergerak antara keinginan

untuk menyalurkan hasrat dan usaha untuk mengekangnya. Ketaksaan

dan ambivalensi itu kemudian sering ditujukan kepada perempuan.

Pancaran antara keinginan dan ketakutan itu terutama terasa dalam

banyak etik, tabu dan mitos yang berkenaan dengan seks dan seksualitas,

salah satunya mitos keperawanan. Dengan ambivalensi itu, tubuh

perempuan serta hasrat yang hidup di dalam serta melaluinya juga

dimaknai sebagai “monster.” Tubuh perempuan menjadi vagina dentata,

sebuah gerbang perempuan yang lembut, sensual dan menggoda tetapi

penuh dengan gigi gerigi yang siap menerkam dan menghabisi apa dan

siapapun yang tergoda untuk memasukinya. Vagina dentata

menyimbolkan ambivalensi laki-laki terhadap seksualitas perempuan.

Page 108: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

108

Tetapi lebih dari itu, vagina dentata adalah simbol ketakutan laki-laki

akan “keliyanan” perempuan yang diciptakannya sendiri. Sigmund Freud

yang “menemukan” teori ini mengklaim bahwa vagina dentata adalah

ketakutan universal yang bersembunyi di dalam ketidak sadaran setiap

laki-laki. Vagina dentata juga merepresentasi ketakutan kehilangan diri

(laki-laki) terisap oleh kekuatan yang tidak dikenal, yang penuh lorong

dan gelap; tubuh dan seksualitas perempuan. Selain itu, karena seks dan

seksualitas adalah suatu konstruksi, maka seks dan seksualitas bukanlah

wacana mengenai tubuh dan keinginan atau kebutuhan biologis semata,

melainkan juga merupakan wacana mengenai kekuasaan. Melalui slogan

feminis yang dikembangkannya, Kate Millett berargumentasi bahwa

bahkan hal yang sangat pribadi sesungguhnya tidak sungguh-sungguh

pribadi. Lebih dari itu, bahkan wacana seksual adalah wacana politis

(sexual is political). Menurutnya, seksual politik mencakup sosialisasi

baik bagi perempuan maupun bagi laki-laki ke dalam kategori yang

berhubungan dengan temperamen, peran, dan status

(Prabasmoro,2006:291-292).

Maka dari itu, pada bait ini digambarkan adanya ketakutan (secara

tidak sadar) dari seorang laki-laki terhadap perempuan sehingga bentuk-

bentuk sebuah rayuan dan bujukan dengan “senjata” kecantikan seorang

perempuan yang dapat melenakan atau membuai (”wajahmu yang

manis”) akan diterima olehnya (baca: laki-laki) walaupun bujukan dan

rayuan tersebut sangat merugikannya (”sesatkan jiwa”) seperti layaknya

Page 109: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

109

kisah seorang Julius Caesar yang jatuh hati pada kecantikan Cleopatra,

atau Ken Arok yang jatuh cinta pada Ken Dedes yang konon sangat

cantik. Cinta dalam pengertian kekasih sebenarnya merupakan sensasi

erotis yang timbul dari drive untuk penyatuan. Drive ini berasal dari

hasrat yang timbul akibat keterpisahan yang dialami manusia.

Kekosongan atau jeda dalam relasi pandangan, di mana manusia mengisi

jeda itu dengan pelbagai pemaknaan. Suatu kondisi yang lebih

merupakan inderstanding ketimbang understanding, karena begitu

banyak yang “stand between” dalam kekosongan itu. Cinta lantas

menjadi salah satu episode bahasa yang menurut Barthes selalu merujuk

pada “sensasi akan kebenaran.” Manusia yang mengalami dalam

memikirkan cintanya, karena ia percaya ialah satu-satunya yang bisa

melihat objek yang dicintainya “dalam kebenaran.” Sisi lain dari

fenomena ini adalah penilaian mengenai apa yang baik dan pengetahuan

yang dimiliki: hanya aku yang tahu dia, hanya aku yang membuatnya

eksis sebagai kebenaran. Hanya dengan orang lain aku bisa merasakan

diriku sendiri. Pada titik ini pameo “cinta adalah buta” adalah salah.

Cinta membuka mata lebar-lebar, cinta memproduksi penglihatan jernih:

“Saya memiliki dirimu, segalanya tentangmu, sebagai pengetahuan

absolut. Kamu menguasai segalanya dariku tetapi aku memiliki

pengetahuan atasmu.” Ini berarti cinta di satu sisi menjebak dalam

kekuasaan, namun disisi lain ia juga membuka pengetahuan baru,

memberi nilai baru dalam kehidupan (Audifax, 2006:234).

Page 110: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

110

Pada song bait kedua dan song bait keempat mempunyai sebuah

hubungan, bahwa dengan kelembutan dalam bertutur kata (”bibirmu

yang manis”) dan dengan kecantikan fisik (”wajahmu yang manis”)

seorang karakter perempuan dalam lirik lagu ini dapat mempengaruhi

laki-laki yang diceritakan sebagai kekasihnya, dan dengan proses

mempengaruhi tersebut merupakan cara-cara penggapaian kekuasaan

oleh perempuan (baca: wanita) dari laki-laki yang sebagai kekasihnya

(baca: pria).

5. Reff bait pertama ”harta, kau buta karnanya”, reff bait kedua ”kau

anggap semua sama”, dan reff bait ketiga ”pria dijajah wanita.”

Ketiga bait tersebut mempunyai makna yang terkandung secara

keseluruhan bahwa seorang perempuan (baca: kau) yang telah terobsesi

akan suatu harta (kekayaan) untuk dimilikinya, dan karena hal tersebut

(baca: harta) seorang perempuan telah tertutup hati nuraninya (baca:

buta) dengan memandang bahwa semua laki-laki (baca: pria) seharusnya

diperlakukan sama, yaitu dijajah oleh perempuan (baca: wanita), atau

dengan kata lain semua laki-laki dalam segala hal seharusnya dikuasai

(baca: kekuasaan merupakan tujuan dari segala bentuk penjajahan) oleh

perempuan dengan sebuah tujuan yaitu untuk menguasai harta yang

dimiliki oleh laki-laki tersebut.

Berdasarkan pemaknaan tersebut terdapat sebuah gambaran

tentang tujuan dari sebuah kekuasaan yang diinginkan oleh perempuan

Page 111: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

111

(baca: wanita) kepada kekasihnya. Keinginan akan sebuah harta

(kekayan) merupakan suatu contoh bagi masyarakat yang hidup di era

posmodernisme dan konsumerisme seperti saat ini. Sama hal-nya dalam

menyoroti sosok Madonna sebagai pop icon yang “sukses” dan menjadi

semacam “influence” bagi banyak perempuan posfeminis yang hidup di

era posmodernisme dan konsumerisme saat ini, Ann Brooks berpendapat

dalam bukunya, bahwa tingginya ukuran kesuksesan Madonna sebagai

suatu “fenomena posmodern” menyoroti saling pengaruh antara

posmodernisme dan konsumerisme, dan identitas transformatifnya dapat

dipahami pada tingkatan materialitas dan simulasi. Pada tingkatan

material, kemampuan Madonna untuk memasarkan dirinya sendiri dan

untuk mengakomodasi “pasar kapitalis akhir” menunjukkan kebutuhan

permintaan “industri media, kecantikan, dan musik” bagi fleksibilitas

dalam keperluannya atas respons “tak autentik dan reinvesionis” bagi

strategi pemasaran. Tetzlaff menguraikan narasi “metatekstual” dari

“material girl” yang menegksplorasi bagaimana kuasa adalah “persoalan

material” dan dihubungkan dengan sukses Madonna. Masih menurut Ann

Brooks, Pribram mengambil konsep posmodernis tentang “simulasi” dan

“bujukan” sebagaimana dikembangkan di dalam karya Jean Baudrillard.

Dia menentang materialitas kritik “realis” terhadap Madonna dan

mengklaim bahwa penggunaan “teknik bujukan yang disimulasikan” oleh

Madonna mengungkap “ukuran luas kontrol atas citranya sendiri”(ibid.).

(Brooks,1997:228).

Page 112: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

112

Dalam konteks lirik lagu ini, yang dimaksud adalah seorang

perempuan yang dikonstruksi oleh budaya pop (seperti song bait

pertama). Perempuan “pop” yang hidup pada era posmodernisme dan

konsumerisme, adalah perempuan yang “beresiko” terjebak sebagai

“korban” sebuah komodifikasi suatu gaya hidup dengan simbol

“kemewahan, kekayaan, dan kesuksesan.” Bre Redana menguraikan

narasi kondisi masyarakat “konsumerisme” yang dikontrol oleh gaya

hidup sebagai sebuah tuntutan “zaman”, bahwa pada era sekarang (era

posmodernisme dan konsumerisme) tengah terjadi “perang” besar-

besaran, semboyan besar-besaran, untuk mendewakan kekuatan materi,

kekuatan uang, perpacuan bukan saja untuk menjadi kaya, tetapi juga

bagaimana tampil dan dihormati sebagai orang kaya (Ibrahim,1997:141).

Dalam artian, kebudayaan pop di era posmodern menampilkan sebuah

kecenderungan baru akan sebuah “gaya” yang dikultuskan dan dipuja

sebagai sebuah kebutuhan, bukan lagi sebagai sebuah keinginan.

Masyarakat dalam era posmodern memandang bahwa pencitraan atau

“image” sangatlah penting. Seperti halnya seorang perempuan “pop”,

telah terjadi pergeseran orientasi atau nilai-nilai yang menciptakan

sebuah pencitraan diri. Sebagai suatu contoh, bahwa bila zaman dahulu

seseorang bisa mendapatkan uang karena status, maka zaman sekarang

seseorang bisa mendapatkan sebuah status karena uang

(Ibrahim,1997:193).

Page 113: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

113

Keinginan terhadap sebuah status tersebutlah yang menjadikan

seorang perempuan tersebut menginginkan harta dari laki-laki yang

menjadi kekasihnya. Pencitraan akan sebuah “status” yang dipandang

penting bagi perempuan “pop” menjadikan seorang perempuan

mempunyai pergeseran nilai dalam bersikap dan berpandangan. Bahwa

semuanya bersifat singular. Tak ada sebuah perbedaan antara dominasi

atau sub ordinasi (“kau anggap semua sama”), semua mempunyai hak

yang sama (ciri perempuan “pop” posfeminis) termasuk juga dalam hal

berkuasa. Seperti menurut Ann Brooks dalam bukunya, Foucault secara

implisit menggugat gagasan bahwa laki-laki memiliki kuasa atas

perempuan. Sebagaimana ditunjukkan oleh Ransom, teori kuasa ini

menyokong pluralisme Foucault; kuasa dipahami bersifat plural, tidak

bekerja pada “lintasan tunggal” atau dengan referensi pada pertanyaan

tertentu. Foucault memahami kuasa sebagai “bersifat kapiler” menyebar

melalui wacana, tubuh, dan hubungan di dalam metaphor suatu jaringan

(ibid.). Foucault mengakui pelaksanaan kuasa laki-laki atas perempuan,

tetapi menolak bahwa laki-laki memegang kuasa. Ramazanoglu dan

Holland menyatakan bahwa terdapat analisis yang tidak memadai

terhadap garis tengah relasi kuasa, misalnya antara politik-mikro

kehidupan sehari-hari dan konsolidasi yang sangat kukuh dari privilese

laki-laki dalam keseluruhan kehidupan sosial. Foucault sendiri

menyatakan bahwa cara di mana kuasa bekerja dan dijalankan sangat

sedikit dipahami. Dia menyarankan untuk memusatkan pada teknik

Page 114: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

114

tertentu dari kuasa untuk menunjukkan bagaimana mereka yang

berkuasa mengambil keputusan tertentu (Brooks,1997:85), dan pemikiran

Foucault tersebut dapat dilihat pada bait sebelumnya dalam lirik lagu ini

(song bait kedua, ketiga, dan keempat). Foucault mengandaikan bahwa

kekuasaan itu banyak dan tersebar serta tidak mengacu pada satu sistem

umum dominasi oleh seseorang atau suatu kelompok terhadap yang lain,

tetapi menunjuk pada beragamnya hubungan kekuasaan. Kekuasaan

dipahami bukan dalam keterpusatan satu titik atau satu sumber otoritas,

namun berasal dari adanya perbedaan dalam hubungan (Audifax,

2006:227). Dan semboyan-semboyan kekuasaan tersebut “dicantumkan”

dengan cara penjajahan terhadap laki-laki (“pria dijajah wanita”), yang

merupakan cara dalam pencapaian sebuah kekuasaan dengan tujuan

untuk menguasai harta (kekayaan) dari laki-laki tersebut (”harta, kau

buta karnanya”).

Page 115: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

115

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Berdasarkan pemaknaan yang kemudian dicari penggambarannya,

kesimpulan dari peneliti tentang bentuk kekuasaan perempuan dalam

lirik lagu “Pria Dijajah Wanita” dari grup band indie Kaimsasikun

digambarkan dengan:

1. Terdapat sosok perempuan “pop” Indonesia masa kini yang

merupakan perempuan posfeminis yang terdapat dalam song bait

pertama “Terpujilah kamu, di mata hatinya.” Karakter

perempuan ”pop” dapat disimak dari kalimat bait “Terpujilah

kamu” yang mempunyai makna seorang perempuan yang

mendapatkan suatu semacam penghargaan dari orang lain karena

dianggap istimewa atau mempunyai suatu kelebihan. Sosok

perempuan yang berkarakter kuat, yang merupakan sosok

perempuan masa kini yang hidup di era posmodern yang telah

dikonstruksi oleh budaya pop (populer). Perempuan ”pop”

digambarkan sebagai sosok perempuan yang tangguh, seksi, dan

acuh tak acuh, tidak melihat diri sendiri sebagai korban, dan

menginginkan “kuasa.”

2. Dengan sebuah persuasi yang berupa rayuan dan bujukan, seorang

perempuan ”pop” dapat melakukan suatu bentuk kekuasaan

Page 116: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

116

dengan suatu tujuan. Bujukan dan rayuan tersebut merupakan

salah satu cara dalam pencapaian sebuah kekuasaan. Hal ini dapat

disimak dalam song bait kedua ”Bibirmu yang manis, sepenuhnya

bisa.”

3. Terdapat suatu petanyaan bagi sosok perempuan ”pop” tentang

eksistensinya dalam menggapai sebuah kuasa, yaitu dengan

mengambil secara paksa sesuatu yang dimiliki laki-laki (baca: dia)

tersebut dan hal itu sama saja dengan menghancurkan hidup laki-

laki tersebut. Hal tersebut dapat disimak dalam song bait ketiga

”Masihkah dia, kau peras darahnya.”

4. Dengan kecantikan secara fisik (sosok yang digambarkan sangat

cantik), perempuan ”pop” dapat meraih sebuah kekuasaan.

Kekuasaan tersebut dapat diraih dengan sebuah bujukan dan

rayuan dengan mengandalkan kecantikannya sehingga membuat

laki-laki yang diceritakan dalam lirik lagu menjadi kekasihnya

terbuai akan kecantikannya dan ”tak sadar” bahwa dia sedang

dikuasai oleh kekasihnya sendiri. Hal ini dapat disimak dalam song

bait keempat ”Wajahmu yang manis, sesatkan jiwa.”

5. Dengan sebuah persuasi berupa bujukan dan rayuan serta

kecantikan yang dimiliki yang dipergunakan untuk mempengaruhi

agar dapat menggapai sebuah kekuasaan, seorang perempuan

”pop” ternyata mempunyai sebuah tujuan dalam penggapaian

kekuasaannya terhadap laki-laki yang diceritakan dalam lirik lagu

Page 117: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

117

sebagai kekasihnya, yaitu ingin menguasai harta atau kekayaan

yang dimiliki oleh laki-laki tersebut. Dengan alasan sebuah status

atas citra diri yang lebih, bahwa dengan sebuah kekayaan

seseorang dapat dipandang oleh orang lain dan tidak dipandang

sebelah mata. Karena perempuan ”pop” merupakan perempuan

yang hidup di era konsumerisme yang dapat terjebak pada suatu

gaya hidup, dan dengan sebuah kekayaan dia dapat mempunyai

gaya hidup yang dia ingini. Dari pandangan akan harta tersebut

yang menyebabkan seorang perempuan ”pop” mempunyai

pandangan dan pemikiran bahwa semua manusia sama yang tidak

dibedakan. Bahwa laki-laki adalah sebuah dominasi dan

perempuan merupakan subordinasi, merupakan stereotipe yang

”dipatahkan” olehnya. Dan hal tersebut sah-sah saja apabila

seorang perempuan ”pop” mempunyai sebuah kuasa dari laki-laki

yang menjadi kekasihnya dengan tujuan, menguasai harta yang

dimiliki laki-laki tersebut. Hal ini dapat disimak dalam reff bait

pertama ”harta, kau buta karnanya”, reff bait kedua ”kau anggap

semua sama”, dan reff bait ketiga ”pria dijajah wanita.”

V.2. Saran

Adapun saran dari peneliti bahwa seorang perempuan harusnya

dikembalikan dalam kodratnya sebagai perempuan layaknya dalam

sistem patriarki yang menganggap seorang perempuan tidak berhak atas

Page 118: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

118

kuasa apapun. Laki-laki tetap merupakan pemimpin terutama dalam

sebuah rumah tangga. Akan tetapi bukan berarti sangat membatasi

”gerak” seorang perempuan, yang dimaksud adalah bahwa seorang

perempuan harus menyadari akan kodratnya. Mana yang harus dia

lakukan dan mana yang harus dia batasi, supaya ”kekurang ajaran”

seperti yang digambarkan dalam lirik lagu ini tidak dilakukan.

Seorang perempuan walaupun dia mempunyai ”batas-batas”

dalam sebuah stereotipe yang dikonstruksi oleh masyarakat, dia dapat

menjadi sebuah penentu. Seperti hal-nya sebuah pepatah ”perempuan

adalah tiang negara.” Sama hal-nya seorang ibu yang dapat

membesarkan anaknya dengan baik sehingga anaknya dapat menjadi

tumbuh dewasa dan menjadi orang yang berguna. Dan perempuan yang

kembali ke kodratnya adalah seorang perempuan yang menyadari akan

”batas-batas” yang diberikan padanya. Dengan ”batas-batas” tersebut

seorang perempuan bukannya ditindas atau dijajah, melainkan

dilindungi.

Page 119: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

119

DAFTAR PUSTAKA

Adlin, Alfathri, 2006. Resistensi Gaya Hidup: Teori Dan Realitas, Yogyakarta : Jalasutra.

Arivia, Gadis, 2006. Feminisme: Sebuah Kata Hati, Jakarta : Penerbit

Buku Kompas. Audifax, 2006. Imagining Lara Croft: Psikosemiotika, Hiperealitas dan

Simbol-simbol Ketaksadaran, Yogyakarta : Jalasutra. Bainar, 1998, Wacana Perempuan Dalam Ke Indonesiaan dan

Kemoderenan, Yogyakarta : PT. Pustaka Cidesindo. Bertens, K, 2001, Filsafat barat Kontemporer Prancis, Jakarta :

Gramedia Pustaka Utama.

Brooks, Ann, 1997. Posfeminisme & Cultural Studies: Sebuah Pengantar Paling Komperhensif, Yogyakarta : Jalasutra.

Budiman, Kris, 2004. Semiotika Visual, Yogyakarta : Penerbit Buku Baik. Fakih, Mansour, 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial,

Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Handayani, Christina S. – Ardhian Novianto, 2004. Kuasa Wanita Jawa,

LkiS Yogyakarta. Harijani, Donirckro, 2001. Etos Kerja Perempuan Desa, Yogyakarta :

Philosophy Press Harland, Richard. 2006. Superstrukturalisme: Pengantar Komperhensif

Kepada Semiotika, Strukturakisme, dan Postrukturalisme, Yogyakarta : Jalasutra.

Ibrahim, Idi Subandy 1997. Lifestyle Ecstasy: kebudayaan pop dalam masyarakat komoditas Indonesia, Yogyakarta : Jalasutra.

Kurniawan, 2001. Semiologi Roland Barthes, Penerbit Yayasan

INDONESIATERA. Moleong, Lexy, 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT.

Remaja Rosdakarya.

Page 120: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

120

Mosse, Julia Cleves, 1996. Gender dan Pembangunan, Yogyakarta :

Pustaka Pelajar. Mulyana, Deddy, 2001. Pengantar Ilmu Komunikasi, Bandung : PT.

Remaja Rosdakarya. Mustaqim, Abdul, 2003. Tafsir Feminisme Vs Tafsir Patriarki,

Yogyakarta : PT. Sabda Persada. Prabasmoro, Aquarini Priyatna, 2006. Kajian Budaya Feminis: Tubuh,

Sastra, dan Budaya Pop, Yogyakarta : Jalasutra. Purwasito, Andik, 2003. Komunikasi Multikultural, Surakarta:

Muhhamadiyah University Press Rakhmat, Jalaludin, 2003. Psikologi Komunikasi, Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya. Ridjal, Fauzie, 1993. Dinamika Gerakan Perempuan Di Indonesia,

Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya. Piliang, Yasraf Amir, 2003. Hipersemiotika Tafsir Cultural Studies Atas

Matinya Makna, Yogyakarta : Jalasutra. Sarup, Madan, 2003. Post-Strukturalism End Postmodernism, Jendela,

Yogyakarta. Storey, John, 2007. Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop, Yogyakarta

: Jalasutra. Sobur, Alex, 2003. Semiotika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya. Sylado, Remi, 1991. Seni Dalam Masyarakat Indonesia, Yogyakarta :

Duta Wacana University Press ___________, 2001. Analisis Teks Media, Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya. Tong, Rosemarie Putnam, 2004. Feminist Thought: Pengantar Paling

Komprehensif kepada Arus Utama Pemikiran Feminis, Yogyakarta : Jalasutra.

Van Zoest, Aart.1993. Semiotika Tentang Tanda, Cara Bekerjanya dan

Apa Yang Kita Lakukan Dengannya, Jakarta : Yayasan Sumber Agung

Page 121: PENGGAMBARAN KEKUASAAN PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU (Studi Semiotik Terhadap Lirik Lagu “Pria Dijajah Wanita” Dari Grup Band Indie “Kaimsasikun”)

121

Non Buku :

Haryogo, Dhimas, 2006. SEMIOLOGI MURAL GRAFITTI (Studi semiologi

gambar mural grafitti, versi tulisan Surabaya di dinding Jl.Gubeng Pojok), Skripsi, Surabaya : FIA, Jurusan Ilmu Komunikasi UPN “Veteran.”

Setianingsih, Ida, 2003. Penggambaran Perempuan Dalam Lirik Lagu,

Skripsi, Surabaya : FIA, Jurusan Ilmu Komunikasi UPN “Veteran.” http://en.wikipedia.org/wiki/Indie_(music) http://www.Geocities.Com www.sekitarkita.com www.parasindonesia.com www.mediaisnet.org http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg01513.htm http://www.interseksi.org/publications/essays/articles/postcolonial.html http://www.suarapembaruan.com/News/2004/10/14/Hiburan/hib02.htm

http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan