Penggambaran Kadal Pada Lukisan Gua Prasejarah

9
Penggambaran Motif Matuto Pada Lukisan Prasejarah (makna dan fungsi pada masyarakat Papua) I. LATAR BELAKANG Gua-gua alam dan ceruk merupakan tempat yang populer sebagai tempat hunian pada masa prasejarah. Bukti-bukti gua dan ceruk digunakan sebagai hunian terlihat dari banyaknya temuan-temuan artefak, ekofak dan fetur masa prasejarah yang ditemukan di dalam gua-gua tersebut. Gua-gua dan ceruk yang diduga sebagi tempat hunian masa prasejarah ditemukan hampir di seluruh Indonesia. Khususnya tempat-tempat yang memiliki gugusan pegunungan kapur, karena pada pegunungan kapur lah gua-gua alam dapat terbentuk. Mulai dari pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, NTT, dan Papua. Gua alam yang dipakai sebagai gua hunian biasanya merupakan gua yang berbentuk horizontal bukan gua yang berbentuk vertikal. Ceruk yang digunakan biasanya ceruk yang mirip dengan gua hanya saja tidak memiliki dinding pada bagian kanan kirinya. Ukuran luas juga menentukan gua dan ceruk tersebut layak di pakai sebagai tempat tinggal atau tidak. Gua hunian masa prasejarah memang banyak ditemukan hampir di seluruh Indonesia, akan tetapi temuan gua hunian banyak ditemukan hanya di wilayah Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Di Jawa gua hunian prasejarah ditemukan di daerah Gunung Sewu yang membentang dari daerah Gunung Kidul sampai Pacitan. Gua hunian di Sulawesi ditemukan di gugusan pegunungan kars Maros-Pangkep, Sulawesi selatan. Di daerah Maluku gua-gua prasejarah ditemukan di wilayah pulau Kei. Di Papua gua-gua hunian ditemukan di wilayah pantai barat pulau Papua (Handini, 1997: 38). Dalam penelitian yang diperoleh pada situs gua dan ceruk prasejarah di Indonesia ditemukan banyak barang yang berhubungan dengan manusia purba. Mulai dari alat-alat batu, alat-alat tulang, manik-manik, gerabah dan lain sebagainya barang-barang tersebut kemudian disebut artefak. Dimaksud dengan artefak jika benda tersebut digunakan secara langsung oleh manusia pendukungnya. Selain itu ditemukan juga ekofak dan fitur yang selalu menjadi data pendukung yang tidak bisa dipisahkan. Selain temuan artefak, ekofak dan fetur, sering kali di gua dan ceruk hunian tersebut juga ditemukan lukisan-lukisan dinding gua

Transcript of Penggambaran Kadal Pada Lukisan Gua Prasejarah

Page 1: Penggambaran Kadal Pada Lukisan Gua Prasejarah

Penggambaran Motif Matuto Pada Lukisan Prasejarah(makna dan fungsi pada masyarakat Papua)

I. LATAR BELAKANG

Gua-gua alam dan ceruk merupakan tempat yang populer sebagai tempat hunian pada masa prasejarah. Bukti-bukti gua dan ceruk digunakan sebagai hunian terlihat dari banyaknya temuan-temuan artefak, ekofak dan fetur masa prasejarah yang ditemukan di dalam gua-gua tersebut. Gua-gua dan ceruk yang diduga sebagi tempat hunian masa prasejarah ditemukan hampir di seluruh Indonesia. Khususnya tempat-tempat yang memiliki gugusan pegunungan kapur, karena pada pegunungan kapur lah gua-gua alam dapat terbentuk. Mulai dari pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, NTT, dan Papua. Gua alam yang dipakai sebagai gua hunian biasanya merupakan gua yang berbentuk horizontal bukan gua yang berbentuk vertikal. Ceruk yang digunakan biasanya ceruk yang mirip dengan gua hanya saja tidak memiliki dinding pada bagian kanan kirinya. Ukuran luas juga menentukan gua dan ceruk tersebut layak di pakai sebagai tempat tinggal atau tidak.

Gua hunian masa prasejarah memang banyak ditemukan hampir di seluruh Indonesia, akan tetapi temuan gua hunian banyak ditemukan hanya di wilayah Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Di Jawa gua hunian prasejarah ditemukan di daerah Gunung Sewu yang membentang dari daerah Gunung Kidul sampai Pacitan. Gua hunian di Sulawesi ditemukan di gugusan pegunungan kars Maros-Pangkep, Sulawesi selatan. Di daerah Maluku gua-gua prasejarah ditemukan di wilayah pulau Kei. Di Papua gua-gua hunian ditemukan di wilayah pantai barat pulau Papua (Handini, 1997: 38).

Dalam penelitian yang diperoleh pada situs gua dan ceruk prasejarah di Indonesia ditemukan banyak barang yang berhubungan dengan manusia purba. Mulai dari alat-alat batu, alat-alat tulang, manik-manik, gerabah dan lain sebagainya barang-barang tersebut kemudian disebut artefak. Dimaksud dengan artefak jika benda tersebut digunakan secara langsung oleh manusia pendukungnya. Selain itu ditemukan juga ekofak dan fitur yang selalu menjadi data pendukung yang tidak bisa dipisahkan.

Selain temuan artefak, ekofak dan fetur, sering kali di gua dan ceruk hunian tersebut juga ditemukan lukisan-lukisan dinding gua yang di lukis oleh manusia pendukung pada zaman tersebut. Lukisan dinding prasejarah memiliki gambar atau motif bermacam-macam, biasanya menggambarkan sesuatu berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Mulai lukisan telapak tangan manusia, hewan buruan, manusia, matahari dan lain sebagainya. Dari bermacam-macam bentuk lukisan yang ada terdapat motif lukisan yang sampai sekarang masih digunakan pada motif beberapa benda di Papua dan di Flores. Motif tersebut adalah motif manusia kangkang atau orang Papua menyebutnya dengan lukisan “Matuto/Matutuo”. Selain di kedua tempat tersebut lukisan motif Matuto ini juga di temukan di Sulawesi, Pulau Seram dan Pulau Kei. Motif tersebut biasanya di temukan di dinding gua, batu karang, dan dinding wadah kubur ( Atmosudiro, 1984: 3). Di Papua lukisan motif ini sekarang ditemukan pada perisai perang, di Flores motif lukisan ini sekarang bisa ditemukan dalam kain tenun khas Sumba.

Lukisan Matuto di Pulau Papua banyak ditemukan Distrik Kaimana, Kabupaten Kaimana, Papua Barat (Kompas.com). Lukisan Matuto yang di temukan di dinding ceruk yang dijadikan media menggambar. Lukisan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut manusia dengan sikap tangan dan kaki terbuka dan memiliki ekor yang cukup panjang yang dilingkarkan bentuk spiral pada bagian

Page 2: Penggambaran Kadal Pada Lukisan Gua Prasejarah

bawah tubuhnya. Lukisan ini termasuk dalam lukisan yang masih utuh karena terlihat secara detil bagian-bagian tubuhnya hanya saja bagian muka tidak digambarkan. Sedangkan lukisan motif ini di Flores tidak ditemukan dalam dinding gua seperti yang ada di Papua melainkan lukisan motif ini ditemukan di sebuah batu andesit yang besar dengan tinggi kurang lebih 6 meter dengan diameter kurang lebih 4 meter. Batu andesit tersebut ditemukan di Pulau Lomblen, kira-kira berjarak 100m dari garis pantai Flores. Lukisan tersebut digambar dengan warna merah. Motif ini digambarkan berdiri dengan kaki direntankan kesamping, telapak kakinya mengarah keluar dengan jari yang utuh, motif ini menunjukan bahwa gambar tersebut memiliki jenis kelamin laki-laki. Sikap tangan hampir sama dengan sikap kaki dengan lengan ditekuk dan jari-jari terbuka (Atmosudiro, 1984: 2). Lukisan yang berada di Flores ini pernah dilakukan penelitian dan ditulis dalam sebuah artikel pada tahun 1984 oleh Sumijati Admosudiro.

II. PERMASALAHANLukisan dinding masa prasejarah motif Matuto merupakan motif yang tetap digunakan pada

masyarakat setelahnya walaupun terdapat perbedaan penempatan lokasi dan sedikit modifikasi. Sebagai lukisan dinding pada masa prasejarah yang tetap bertahan dan digunakan sampai sekarang tidak menutup kemungkinan memiliki kesamaan antara makna dan fungsi dari motif itu sendiri antara motif yang dilukiskan pada masa lampau dengan motif yang ditemukan saat ini.

Flores dan Papua adalah dua daerah yang berbeda akan tetapi masih berdekatan letaknya dan sama-sama mempertahankan lukisan Matuto sampai saat ini dan daerah itu pulalah ditemukan lukisan motif Matuto dari jaman prasejarah. Dari lukisan yang masih dipakai sampai saat ini kita bisa mendapatkan makna dan fungsi dari lukisan tersebut pada masa lalu melalui studi etnografi dan perbandingan. Dari studi etnografi tersebut dapat ditemukan makna dan fungsi pada masa lalu dengan melihat makna dan fungsi yang ada pada masa kini yang terjadi pada masyarakat Papua. Dalam tulisan ini artikel yang pernah ditulis oleh Sumijati Admosudiro (1984) dipakai sebagai data pembanding untuk membantu dalam menentukan makna dan fungsi masa lalu yang sekarang lukisan Matuto tersebut dipakai orang Papua untuk hiasan pada perisai.

III. ANALISISPada pembahasan ini menggunakan data dari Flores dan Papua dikarenakan hanya pada

daerah itulah yang ditemukan lukisan Matuto yang masih digunakan sampai sekarang walaupun dalam media yang berbeda. Kabupaten Flores Timur adalah sebuah kabupaten di Nusa Tenggara Timur. Kabupaten ini terletak pada 8o04' LS - 8o40' LS dan 122o38' BT -123o57' BT memiliki iklim tropis dengan musim kemarau yang panjang rata-rata 8-9 bulan dan musim hujan yang relatif singkat rata-rata 2-3 bulan pertahun. Batas-batas wilayah Flores Timur adalah sebagai berikut pada bagian utara berbatasan langsung dengan Laut Flores, pada bagian selatan berbatasan dengan Selat Sawu, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Lambata, sedangkan pada bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Sikka (florestimur.go.id).

Lukisan motif Matuto di Flores, ditemukan di desa Lemagute, kecamatan Ile Ape, kabupaten Flores Timur pada permukaan batu andesit. Desa tersebut terletak pada Pulau Lomblen yang berada pada 8° 10’-10° 35’ Lintang Selatan dan 123° 36’-36° 40”-123° 54’ 10” bujur timur. Pulau ini tidak jauh dari pantai laut Flores hanya berjarak ± 100 meter dari garis pantai pulau Flores (Atmosudiro, 1984: 2).

Di wilayah Flores lukisan motif ini ditemukan bukan pada dinding gua seperti yang banyak ditemukan di wilayah Indonesia yang lain. Lukisan motif Matuto di Pulau Flores ini ditemukan di bongkahan batu andesit dengan diameter ± 4 meter dengan tinggi kira-kira 6 meter (Atmosudiro, 1984: 2). Lukisan motif ini sekarang banyak di aplikasikan pada kain tenun khas dari Sumba. Motif

Page 3: Penggambaran Kadal Pada Lukisan Gua Prasejarah

manusia dalam kain tenun digambarkan dengan berdiri, telapak kaki terbuka dengan jelas terlihat adanya lima jari kaki di setiap kaki. Pola tersebut bukan satu-satunya pola yang ada melainkan terdapat pola dengan lutut dilipat sampai hampir menyentuh perut. Posisi tangan pada kain tenun juga tidak selalu sama terkadang terdapat motif dengan tangan dilipat pada sikunya dan telapak tangan setinggi daun telinga. Adapula tangan yang dilipat ke bawah dan telapak tangan memegangi pinggangnya. Yang menarik pada motif Matuto yang diaplikasikan pada kain tenun ini bagian tulang rusuk digambarkan dengan jelas juga pada bagian wajah diberi tambahan mulut mata dan hidung.

Orang Flores memakai motif manusia kangkang atau Matuto pada kain tenun yang mereka buat pasti memiliki makna yang sangat berarti bagi mereka. Begitu juga lukisan bermotif Matuto yang dilukiskan manusia pada jaman itu pasti juga memiliki makna yang berarti. Dari data yang diperoleh pada artikel yang ditulis oleh Admosudiro (1984) tenun yang memakai motif Matuto ini memiliki makna sebuah lambang yang memiliki kekuatan sakti kekuatan untuk menolak balak segala pengaruh buruk yang berasal dari luar tubuh. Dijelaskan pula lukisan motif manusia atau Matuto yang ditemukan di pulau Lomblen, dapat juga diartikan sebagai lukisan penolak bala segala pengaruh buruk yang datang dari luar.

Pulau Papua merupakan pulau yang berada di bagian timur dari Pulau Flores yang dipisahkan dengan Laut Banda tepatnya berada di sebelah utara Australia dan merupakan bagian dari wilayah timur Indonesia. Sebagian besar daratan Papua masih berupa hutan belantara. Papua merupakan pulau terbesar ke-dua di dunia setelah Greenland. Sekitar 47% wilayah pulau Papua merupakan bagian dari Indonesia, yaitu yang dikenal sebagai Netherland New Guinea, Irian Barat, West Irian, serta Irian Jaya, dan akhir-akhir ini dikenal sebagai Papua. Sebagian lainnya dari wilayah pulau ini adalah wilayah negara Papua New Guinea , yaitu bekas koloni Inggris. Populasi penduduk diantara kedua negara sebetulnya memiliki kekerabatan etnis, namun kemudian dipisahkan oleh sebuah garis perbatasan (papua.go.id).

Papua memiliki luas area sekitar 421.981 kilometer persegi dengan jumlah populasi penduduk hanya sekitar 2,3 juta. Lebih dari 71% wilayah Papua merupakan hamparan hutan hujan tropis yang sulit ditembus, karena terdiri dari lembah-lembah yang curam dan pegunungan tinggi, dan sebagian dari pegunungan tersebut diliputi oleh salju. Perbatasan antara Indonesia dengan Papua New Guinea ditandai dengan 141 garis Bujur Timur yang memotong pulau Papua dari utara ke selatan (papua.go.id).

Seperti juga sebagian besar pulau-pulau di Pasifik Selatan lainnya, penduduk Papua berasal dari daratan Asia yang bermigrasi dengan menggunakan kapal laut. Migrasi itu dimulai sejak 30.000 hingga 50.000 tahun yang lalu, dan mengakibatkan mereka berada di luar peradaban Indonesia yang modern, karena mereka tidak mungkin untuk melakukan pelayaran ke pulau-pulau lainnya yang lebih jauh (papua.go.id).

Lukisan motif Matuto banyak ditemukan di sejumlah kampung yang termasuk dalam wilayah Distrik Kaimana, Kabupaten Kaimana, Papua Barat. Dari hasil penelitian, gambar berbentuk Matuto cukup banyak ditemukan pada permukaan dinding-dinding ceruk yang dijadikan sebagai ’kanvas’ bagi para seniman dari masa prasejarah di beberapa situs arkeologi yang ditemukan (Kompas.com).

Jenis lukisan matuto ditemukan di Situs Omborecena, Memnemba, Memnemnambe dan Tumberawasi yang terletak di Kampung Maimai. Sedangkan di Kampung Namatota, lukisan matuto juga ditemukan di Situs Werfora I, Werfora II, Werfora III dan Werfora IV. Sementara itu, bentuk-bentuk gambar dari lukisan pra-sejarah lainnya yang ditorehkan pada permukaan dinding-dinding cadas adalah motif kadal, ikan, penyu, buaya, kuskus, ular, burung dan kuda laut, yang termasuk dalam kelompok fauna. Sedangkan dalam kelompok geometris ditemukan motif matahari, penunjuk

Page 4: Penggambaran Kadal Pada Lukisan Gua Prasejarah

arah, segi empat dan lingkaran. Adapun kelompok benda hasil budaya manusia meliputi bentuk perahu, bumerang, tombak, kapak batu, penokok sagu dan topeng (Kompas.com).

Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal dialek, cara hidup, struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian yaitu suku Bisman yang berada di antara sungai Sinesty dan sungai Nin serta suku Simai. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik salah satunya adalah motif Matuto yang diaplikasikan oleh suku Asmat sebagai ukiran pada perisai. Suku Asmat adalah salah satu suku di Papua Barat yang memiliki kebudayaan mengukir dan memahat sejak dari masa nenek moyangnya.

Berawal dari latar belakang cerita legenda Fumeripits yaitu seorang yang pandai mengukir dan memahat yang kemudian merupakan pencipta cikal bakal manusia suku Asmat. Oleh latar belakang legenda tersebut, suku Asmat mempunyai kebudayaan mengukir yang konon diturunkan oleh Fumeripits. Suku Asmat menganut animisme yaitu kepercayaan terhadap roh-roh yang mendiami sekalian benda (pohon, batu dan sebagainya). Walaupun pada saat ini agama kristen telah masuk ke papua dan animisme sudah banyak ditinggalkan pengikut-pengikutnya, kegiatan yang berhubungan dengan animisme masih dilakukan. Hal ini terlihat pada kehidupan suku Asmat yang masih melakukan pembuatan patung-patung leluhur mereka dalam kehidupan adat istiadatnya guna menghormati nenek moyangnya (Andriantina,------: 2). (DICARI LAGI DI INTERNET)

Orang Asmat percaya bahwa arwah leluhurnya hidup bersama diantara mereka. Arwah-arwah tersebut mempengaruhi segala kehidupan mereka dengan demikian kuatnya. Sehingga mereka percaya bila ada malapetaka atau bencana, penyebabnya adalah arwah nenek moyang atau leluhur yang merasa tidak dihormati. Untuk menghormati arwah leluhur Asmat, maka dibuatlah upacara-upacara penghormatan dan pemujaan arwah leluhur mereka. Upacara ini disertai dengan pembuatan patung-patung yang merupakan gambaran para leluhur Asmat. Dari sinilah lambat laun kepercayaan ini menjadi tradisi suku Asmat dalam mengukir dan memahat patung kayu.

Dibanding dengan suku-suku yang ada di Papua, Suku Asmat merupakan salah satu suku yang memiliki kebudayaan tinggi. Suku Asmat membangun kebudayaannya melalui seni dan adat istiadat, tetap menjaga nilai-nilai adat istiadat dan memegang kekerabatan yang sangat tinggi.

Kesenian suku bangsa asmat erat kaitannya degan kehidupan religinya. Benda-benda kesenian Suku Asmat yang paling menarik adalah tiang-tiang Mbis dan Perisai. Mbis dan perisai dapat diklasifikasikan kedalam 4 daerah (Anonim, 2008: 2) yaitu :

a. Gaya seni Asmat Hilir dan hulu sungai yang mengalir ke dalam teluk flamingo dan arah Pantai Casuarina, benda kesenian gaya ini tergolong paling terkenal sejak tahun 1912. Sejak zaman ekspedisi militer Belanda pertama mereka tertarik pada tiang-tiang Mbis dengan patung-patung yang tersusun dari atas ke bawah menurut tata urut silsilah nenek moyang.

b. Gaya Seni Asmat Barat Laut, kesenian perisai orang asmat barat laut berbentuk lonjong dengan bagian bawah yang agak melebar dan biasanya lebih padat dibanding perisai kesenian Asmat Hilir.

c. Gaya Seni Asmat Timur Laut tampak khusus pada bentuk hiasan perisai yang biasanya berukuran sangat besar, kadang-kadang sampai melebihi tinggi orang.

d. Gaya Seni Asmat Daerah Sungai BrazzaDari pengklasifikasian diatas dapat diperoleh gambaran bahwa perisai mendapat tempat

pada kesenian orang Papua. Perisai sendiri merupakan alat untuk melindungi diri pada masa

Page 5: Penggambaran Kadal Pada Lukisan Gua Prasejarah

peperangan dari serangan musuh. Alat ini digunakan pada tangan dan biasanya didampingkan oleh senjata lain seperti pedang tombak atau gada. Perisai mempunyai fungsi sebagai penahan segala kerusakan yang dikirim lawan pada kita. Pada dasarnya perisai mempunyai berbagai macam bentuk sesuai dengan lokasi dan kebudayaan setempat. Biasanya perisai dibuat dari bahan metal, tetapi ada juga yang dibuat dari bahan baku kayu, kulit binatang bahkan tempurung kura - kura.

Perisai yang berasal dari Suku Asmat memiliki ukuran yang cukup besar hampir setinggi orangya. Pada perisai suku Asmat inilah terdapat ukiran Manusia kangkang atau biasa orang Papua menyebut Matuto. Ukiran Matuto pada perisai terdapat bermacam-macam variasi misalnya dalam satu perisai hanya terdapat satu ukiran Matuto yang berukuran besar, ada juga dalam satu perisai terdapat beberapa ukiran. Motif Matuto juga memiliki variasi seperti kaki kangkang tanpa tekukan pada lututnya dan telapak tangan berada di pinggang. Selain itu juga terdapat ukiran Matuto dengan kaki ditekuk pada bagian lututnya mirip dengan orang sedang jongkok dengan kaki dibuka keluar. Bagian tangan ada juga yang ditekuk bagian sikunya keatas dan sejajar dengan kepalanya.

Perisai merupakan simbol kekuatan bagi para prajurit di Suku Asmat. Pada perisai bergambar manusia kangkang dimungkinkan memiliki makna sebagai tolak balak dari ancaman yang datang. Dapat diartikan demikian karena ukiran Matuto itu terdapat pada perisai yang notabene digunakan untuk menahan serangan berupa panah maupun tombak. Hal ini dikuatkan juga dengan penelitian motif manusia kangkang yang terdapat di kain tenun dari Flores dengan hasil berupa motif tersebut sebagai penolak balak gangguan yang berasal dari luar. Beracuan pada uraian diatas kemungkinan besar lukisan Matuto yang berada di dinding ceruk dan tebing merupakan lukisan penolak balak ancaman yang berasal dari luar daerah ataupun dari luar pulau. Bisa disimpulkan seperti itu karena peletakan lukisan pada tebing dan ceruk yang berada di dekat pantai barat Papua.

IV. PENUTUPLukisan merupakan representasi kaindahan dari penggambarnya. Begitu pula lukisan

prasejarah yang terletak pada gua-gua hunian, ceruk, tebing, dan batu besar. Manusia prasejarah membuat lukisan yang berupa kejadian kejadian sehari-hari seperti cara berburu, makanan apa yang mereka makan dan lain sebagainya. Tidak menutup kemungkinan juga lukisan tersebut memiliki maksud yang berbeda misalnya lukisan manusia kangkang. Manusia kangkang kemungkinan besar merupakan ungkapan penolak balak bagi manusia prasejarah. Akan tetapi uraian diatas juga tidak bisa digunakan seterusnya, karena seperti yang kita tahu bahwa arkeologi terus berkembang.

V. DAFTAR PUSTAKA

Handini, Retno. 1997. Cinandi (Gua Braholo: sebuah Hunian Ideal Pada Masa Lalu. Panitia Lustrum VII Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Admosudiro, Sumiati. 1984. Lukisan Manusia di Pulau Lomblen, Flores Timur (Tambahan Data Hasil Seni Bercorak Prasejarah), pada BERKALA ARKEOLOGI tahun V NO:1 Maret 1984. Balai Arkeologi Jogjakarta. Yogyakarta.

Anonim. Lukisan "Matuto" Banyak Ditemukan di Kaimana. http:// www.kompas.com / . Kamis, 8 Oktober 2009. 00:18 WIB

Anonim. Sejarah Papua Tidak Terlepas Dari Masa Lalu Indonesia. http://www.papua.go.id/. Rabu, 4 November 2009. 11:41 WIB

Page 6: Penggambaran Kadal Pada Lukisan Gua Prasejarah

Anonim. Geografis Flores Timur. http://www.florestimurkab.go.id/ . Selasa, 22 desember 2009. 16.14 WIB

Andriantina, Adeke. ------. Aplikasi Ragam Hias Suku Asmat Terhadap Lampu Gantung Hias Keramik. Tanpa Penerbit. Tanpa Tahun. (DICARI LAGI DI INTERNET)

Anonim. 2008. Suku Asmat. dPrince Of Smart, Website Online. Senin, 8 Desember 2008

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Initine....Flores menjadi data sedangkan Irian menjadi masalah yang harus dicari kebenarannya..Flores adalah data pembanding!!!