PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7562/1...Gerakan zakat di...
Transcript of PENGESAHAN PANITIA UJIANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/7562/1...Gerakan zakat di...
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul PEMBERDAYAAN ZAKAT MODERN PADA
YAYASAN BAITUL MAAL BANK RAKYAT INDONESIA telah diujikan dalam
sidang munaqasah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 08 September 2008. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada
Program Studi Ahwal al-Syakhshiyah Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam.
Jakarta, 08 Ramadhan 1429 H 08 september 2008 M Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
Prof. Dr.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 150 210 422
PANITIA UJIAN MUNAQASAH
1. Ketua : Drs. A. Basiq Djalil, SH, MA. (...............................) NIP. 150 169 102
2. Sekretaris : Kamarusdiana, S.Ag. MH (...............................) NIP. 150 285 972
3. Pembimbing I : Dr. A. Sudirman Abbas, MA (...............................) NIP. 150 294 051
4. Pembimbing II: Alimin, M.Ag. (...............................) NIP. 150 299 473
5. Penguji I : Sri Hidayati, M.Ag. (...............................) NIP. 150 282 403
6. Penguji II : Dra. Hj. Halimah Ismail. (...............................) NIP. 150 075 192
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 8 September 2008
Abdul Barri
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Puji dan Syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT, Shalawat
serta salam kita mohonkan kepada Allah semoga selalu tercurah kepada junjungan
kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya yang selalu
istiqomah.
Skripsi ini merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi di kampus UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan segala kemampuan penulis dan berkat dukungan
dari berbagai pihak alhamdulillah tugas ini dapat terselesaikan. Salam ta’dzim dan
ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada orangtuaku tercinta Bpk H. Buchori
bin H. Abdul Ghani dan Ibu Hj. Mayati binti H. Abul Hasan, juga buat kakak-
kakakku Lilis Hariyanti dan suami Rahardi, Rahmawati dan suami Restu Hendarsyah,
S.Komp dan adikku Yuliana, tak lupa pula keponakan-keponakanku Muhammad
Wildan Al-Dzaky, Nayla Haura Zahida, Muhammad Fadhlan Al-Dzaky, yang
senantiasa memberikan inspirasi dalam segala hal dan mampu memberikan harapan
serta semangat hidup tersendiri.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada :
1. Prof.Dr.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum
2. Ketua Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah Bapak Drs.H. A. Basiq Djalil, SH, MA dan
Sekretaris Jurusan Bapak Kamarusdiana, S.Ag. MH.
3. Pembimbing Dr. Ahmad Sudirman Abbas, MA. dan bapak Alimin, M.Ag. yang
telah memberikan arahan dan masukan yang bermanfaat kepada penulis.
4. Semua Dosen Fakultas Syariah dan Hukum beserta petugas akademik, juga
pimpinan dan karyawan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum maupun
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia.
6. Bapak H. Moh. Nasir Tajang selaku Ketua Pelaksana Harian Yayasan Baitul
Maal Bank Rakyat Indonesia dan Ahmad Faqih selaku Staf Pendayagunaan, yang
telah membantu penulis memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam
penyusunan skripsi.
7. Neng Vera Fachriyah
8. Teman-teman mahasiswa AKI angkatan 2004/2005………………..
Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat serta menambah khasanah
ilmu pengetahuan khususnya bagi penulis dan pembaca sekalian umumnya.
-Amin Ya Rabbal A’lamin.
Jakarta : 15 September 2008 15 Ramadhan 1429
Penulis
Abdul Barri
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………............1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………………………………9
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian…………………………...10
D. Metode Penelitian dan Teknik
Penulisan………………………….....11
E. Sistematika Penulisan……………………………………………......12
BAB II : TINJAUAN ZAKAT MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Zakat……………………………………………………..13
B. Kedudukan Zakat Dalam Hukum Islam……………………………..15
C. Beberapa Ketentuan Umum Tentang Zakat
Dalam Hukum Islam………………………………………………....22
BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG YAYASAN BAITUL
MAAL BANK RAKYAT INDONESIA (YBM BRI)
A. Profil YBM BRI……………………………………………………..43
B. Struktur Organisasi YBM BRI………………………………………50
C. Sumber dan Penggunaan Dana YBM BRI…………………………..56
D. Kendala-kendala Yang Dihadapi YBM BRI………………………...59
BAB IV : ANALISA TERHADAP PEMBERDAYAAN ZAKAT
MODERN YBM BRI
A. Strategi Dalam Menghimpun Dana ZIS……………………………..61
B. Program Pendayagunaan
Melalui Efektifitas Pengelolaan Dana ZIS…………………………..63
C. Pemberdayaan Zakat Modern YBM BRI
Ditinjau Dari Hukum Islam……………………………………….....72
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………..81
B. Saran-Saran…………………………………………………………..82
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….83
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PEMBERDAYAAN ZAKAT MODERN PADA YAYASAN BAITUL MAAL
BANK RAKYAT INDONESIA (YBM BRI)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT telah menciptakan umat manusia dan segala apa yang ada di bumi
dan langit serta diantara keduanya. Karena itu Dialah pemilik mutlak segala isi bumi,
isi langit dan diantara keduanya itu, tidak ada sekutu dalam pemilikannya. Seperti
yang tertera dalam al-Quran surat Yunus : 55
☺
)١٠:۵۵ / يونس( ☺
Artinya: “Ingatlah sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan dibumi. Ingatlah sesungguhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahuinya”.1(Yunus / 10 : 55).
1 Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata
Hukum Indonesia, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002), h.157.
Dia menciptakan segala isi bumi ini bagi kepentingan kehidupan seluruh umat
manusia, ciptaanNya. Hal ini tertera dalam al-Quran surat Al-Baqarah : 29
☺
☺
☺
⌧ )
)٢:٢٩/ البقرة
Artinya:“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk kamu dan dia berkehendak menuju langit lalu dijadikannya tujuh langit, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”.(al-Baqarah / 2 : 29).
Salah satu kebutuhan hidup manusia adalah harta benda (materi). Manusia
cenderung untuk mengumpulkan dan menguasai harta benda tersebut tanpa batas,
sampai ia menemui ajalnya. Kerakusan dan ketamakan manusia dalam dan menguasai
harta benda tersebut, kadang-kadang melampaui batas, melebihi nafsu binatang, yang
dapat menurunkan martabat nilai-nilai kemanusiaannya.2 Dalam rangka menciptakan,
menjaga dan memelihara kemaslahatan hidup serta martabat kehormatan manusia,
Allah SWT menciptakan syariat yang mengatur tata cara mendapatkan dan
memanfaatkan harta benda. Tata aturan ini antara lain syariat zakat.
2 Ibid. h. 158.
Harta benda tidak boleh hanya dinikmati oleh pemilik (nisbi) harta tersebut,
namun juga harus dinikmati oleh orang lain, sesuai dengan cara yang telah diatur oleh
Allah SWT. Pada setiap pemilikan seseorang, selalu ada hak orang lain didalamnya,
jadi fungsi sosial (haq al-jama’ah), karena pada dasarnya harta itu diperuntukkan bagi
kepentingan seluruh umat manusia. Pemanfaatan harta tersebut disamping bisa
dirasakan oleh pemiliknya, juga bisa dirasakan oleh manusia lainnya.
Karena harta benda itu diperuntukkan bagi seluruh umat manusia, maka Allah
SWT menentukan cara pemanfaatan harta tersebut, agar bisa dirasakan manfaatnya
oleh seluruh umat manusia. Cara pemanfaatan harta benda itu ialah melaui zakat,
infak, sadaqah, wakaf, kurban, wasiat. Dengan demikian maka zakat merupakan salah
satu bentuk ibadat maaliyah, yaitu bentuk ibadat yang dilakukan melalui pengeluaran
atau pemanfaatan harta benda yang dimiliki oleh seseorang. Zakat sebagai bentuk
ibadat amaliyah mempunyai kedudukan sebagai salah satu rukun Islam atau sendi-
sendi Islam, disamping rukun Islam lainnya yaitu syahadatain, shalat, shaum, dan
haji.
Pada dasarnya semua isi alam ini diciptakan oleh Allah SWT bagi
kepentingan seluruh umat manusia. Keadaan tiap manusia berbeda, ada yang
memiliki harta benda sampai batas nishab zakat (kaya), ada yang memiliki harta
benda tapi tidak sampai batas nishab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta
benda, atau harta benda yang dimilikinya itu tidak mampu memenuhi keperluan
hidupnya (mustahiq zakat seperti fuqara, masakin dan seterusnya).
Menurut konsep syariah, dalam setiap rezeki yang diperoleh seseorang,
melekat hak orang-orang miskin. Prinsip inilah yang merupakan cirri khas dari
syariah Islam yang menekankan pada prinsip keadilan dan kemaslahatan seluruh
umat. Hal ini berbeda dengan prinsip yang digunakan dalam konsep ekonomi barat,
yang menganggap bahwa hak milik bersifat absolute, dapat dipertahankan terhadap
setiap orang kapan saja dan bersifat mengikuti orang yang memilikinya (droit de
suit).3
Tidak seluruh hak milik itu merupakan kekuasaan absolute dari pemiliknya,
tetapi sebagian dari hak milik tersebut adalah hak orang lain dank arena itu wajib
diberikan kepada fakir miskin. Tujuan dari konsep zakat ini adalah untuk
membersihkan harta yang dimiliki oleh seseorang itu dari unsure-unsur negatif yang
melekat pada harta itu, dan juga merupakan konsep untuk mengentaskan kemiskinan
melalui pendistribusian aset dari pihak yang mampu kepada golongan ekonomi
lemah. Hal ini merupakan konsep pencapaian kesejahteraan bersama.
Gerakan zakat di Indonesia dimulai dengan tumbuhnya lembaga-lembaga
amil zakat sejak berdirinya Dompet Dhuafa pada tahun 1993. Sebelumnya memang
sudah lebih dulu ada BAZIS DKI yang dikelola Pemda DKI namun belum
merupakan gerakan masyarakat, atau YDSF Surabaya yang berbasis masjid dan
jamaah. Kelahiran lembaga-lembaga amil zakat professional dan kiprahnya yang
semakin massif di masyarakat selanjutnya mendorong lahirnya FOZ (forum zakat)
3 Mahkamah Agung RI, Kapita Selekta Perbankan Syar’iah Menyongsong Berlakunya UU.
No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan UU. No. 7 Tahun 1989 Perluasan Wewenang Peradilan Agama, (Jakarta Pusdiklat Mahkamah Agung RI, 2007), h. 125.
yang merupakan asosiasi lembaga-lembaga zakat di Indonesia. Bangunan gerakan
zakat semakin lengkap dengan lahirnya IMZ pada akhir tahun 2000 yang berfungsi
mendorong kinerja lembaga dan melahirkan amil zakat professional. Saat ini muncul
nama-nama lembaga yang dikenal dimasyarakat seperti Dompet Dhuafa, PKPU,
Rumah Zakat, DPU Daarut Tauhid, YDSF, Al-Azhar, dll.4
Dengan lahirnya berbagai lembaga yang mengelola harta ZIS, maka timbul
suatu pertanyaan, apakah pelaksanaan ZIS selama ini telah dikelola secara efektif dan
seefisien mungkin oleh lembaga-lembaga yang ada. Sehingga indikasi yang timbul
adalah kerancuan-kerancuan didalam pengelolaan zakat dan tidak jarang terjadi
perbenturan kepentingan dan keinginan hawa nafsu dalam mendistribusikan harta
zakat.
Di Indonesia, peranan organisasi pengelola zakat telah diatur dalam Undang-
undang. Munculnya Undang-undang No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat
telah memberikan kepastian hukum terhadap status organisasi pengelola zakat. Dalam
Undang-undang tersebut dikenal dua macam oraganisasi pengelola zakat yaitu Badan
Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ)
yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah. Dengan
adanya organisasi pengelola zakat maka pengaturan penarikan dan distribusi zakat
dapat lebih dikelola.
4 Artikel diakses pada 13 februari 2008 dari http:// Www.id.wikipedia.org/wiki/Zakat-46k-
Tembolok,
Organisasi pengelola zakat dalam tugasnya hanya memiliki dua fungsi yaitu
pengumpul dana dan penyalur dana. Untuk bisa melaksanakan keduanya menurut
Keputusan Menteri Agama No 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang
No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, sebuah organisasi pengelola zakat
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1) berbadan hukum.
2) memiliki data muzakki dan mustahiq.
3) memiliki program kerja.
4) memiliki pembukuan.
5) melampirkan surat persyaratan bersedia diaudit.
Dalam pengelolaan zakat maka organisasi pengelola zakat harus
mengelolanya dengan amanah, professional dan transparan. Ketiga hal tersebut oleh
Institut Manajemen Zakat disebut dengan “Good Organization Governance”.5
Dalam rangka mengelola dan memberdayakan potensi zakat sebagai kekuatan
ekonomi masyarakat, maka keberadaan institusi zakat sebagai lembaga publik yang
ada di masyarakat menjadi sangat penting. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Yusuf Qardawi: “Zakat bukan hanya sekedar kemurahan individu, melainkan sistem
tata sosial yang dikelola oleh negara melalui aparat tersendiri. Aparat ini mengatur
5 (Fossei kita) “Zakat dan Masyarakat Indonesia”, artikel diakses pada 13 Februari 2008 dari
http://www.mail archive.com/[email protected]/msg01325.html-16k-Tembolok.
semua permasalahannya, mulai dari pengumpulan dari para wajib zakat hingga
pendistribusiannya kepada mereka yang berhak”.6
Kesadaran akan pentingnya mengelola dana zakat, infak, dan shadaqah secara
professional sebenarnya sudah lama muncul sejak lama. Hal ini karena kaum muslim
sadar bahwa potensi ekonomi zakat muslim Indonesia sangat besar. Namun, belum
terdapat sebuah upaya sistematik untuk mengelola potensi ekonomi yang demikian
besar itu. Dengan demikian, dana zakat yang demikian besar itu tidak terkelola
dengan baik. Zakat, infak, shadaqah sebagian besar hanya didistribusikan secara
tradisional sehingga dana-dana itu hanya dimanfaatkan secara konsumtif oleh para
mustahik.7
Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu pengelolaan yang
mampu mendayagunakan seluruh potensi zakat. Sedang untuk mendistribusikan dan
mengelola dana zakat tersebut diperlukan penanganan konsep manajemen yang tepat
dengan memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pola pelaksana
sistem zakat.
Pada prinsipnya, zakat harus diterima secara langsung oleh mustahik.
Meskipun demikian, memang diperlukan suatu kebijakan dan kecermatan dalam
mempertimbangkan kebutuhan nyata dari mereka, termasuk kemampuan mereka
dalam menggunakan dana zakat yang mengarah pada peningkatan kesejahteraan
6 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat: “Studi Komparatif mengenai status dan filsafat zakat
berdasarkan Quran dan Hadits”, (Bandung : Penerbit Mizan, 1999), cet ke 5 h. 18. 7 Kusmana, Bungai Rampai Islam dan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta : IAIN Indonesian
Social Equity Project, 2006), h. 23-24.
hidupnya, sehingga pada gilirannya yang bersangkutan tidak lagi menjadi mustahik
zakat, tetapai mungkin menjadi pemberi zakat (muzakki).
Jadi, zakat diarahkan untuk bukan semata-mata keperluan sesaat yang sifatnya
konsumtif. Seyogianya mustahik tidak diberi zakat lalu dibiarkan tanpa ada
pembinaan yang mengarah pada peningkatan yang telah disebutkan tadi.
Sebenarnya, bila kita memperhatikan keadaan fakir miskin maka tetap ada
zakat konsumtif, walaupun ada kemungkinan melaksanakan zakat produktif.
Contohnya, seperti anak-anak yatim, maka zakat konsumtif tidak bisa dihindari,
mereka wajib disantuni dari sumber-sumber zakat dan infaq lainnya. Kemudian bagi
mereka yang masih kuat bekerja dan bisa mandiri dalam menjalankan usaha, maka
menurut hemat penulis, dapat ditempuh dengan cara memberi modal yang sifatnya
produktif, untuk diolah dan dikembangkan.8
Kini, setelah adanya Undang-undang No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat, memberi peluang besar untuk pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat
secara professional. Maka dikampanyekanlah zakat produktif untuk membangun
ekonomi mustahik yang diharapkan suatu saat bisa menjadi muzakki, bukan mustahik
lagi.
Pada tahun 2001, tahun di mana bangsa kita dilanda krisis ekonomi yang
berkepanjangan dengan bertambahnya jumlah orang miskin di Indonesia, dan dengan
melihat besarnya potensi ZIS di lingkungan BRI yang belum optimal. Maka pada
8 M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah : Zakat, Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan, (Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada, 2000), cet 3 h. 22-23.
tahun tersebut dengan diprakarsai BAPEKIS BRI dan dengan diilhami oleh semangat
keagamaan, kepedulian sosial yang tinggi dan dorongan Bapak Rudjito sebagai Dirut
BRI Bank BRI dipandang perlu dibentuk Yayasan tersendiri yang khusus mengelola
dana ZIS.
Yayasan Baitul Maal BRI berpegang teguh pada prinsip fastabiqul khairaat
dalam mengangkat martabat mustahik (penerima zakat). Dengan komitmen
“Mengubah Mustahik Menjadi Muzakki”. Disamping itu dimaksudkan agar supaya
para pekerja BRI selalu peduli terhadap kewajibannya sebagai muslim/muslimat dan
juga peduli kepada lingkungan sosial masyarakat di sekitarnya sebagai wujud
implementasi slogan BRI “Besar Bersama Rakyat”.
Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia sebagai salah satu Lembaga
Amil Zakat Nasional berusaha mengimplementasikan visi pengelolaan yang amanah,
profesional, dan berkesesuaian dengan syariat Islam. Eksistensi Yayasan Baitul Maal
Bank Rakyat Indonesia dapat dilihat dari keberhasilan penghimpunan dan penyaluran
dana ZIS, jangkauan dalam pendistribusian dan program kerja dalam mengangkat
martabat mustahik. Dari uraian diatas, penulis tertarik menyusun skripsi dengan judul
“PEMBERDAYAAN ZAKAT MODERN PADA YAYASAN BAITUL MAAL
BANK RAKYAT INDONESIA”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Penulisan skripsi ini akan dibatasi pada masalah seputar pemberdayaan zakat
yang dikelola oleh Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM BRI) yang
sejalan dengan perkembangan zaman dewasa ini dan manfaatnya terhadap
masyarakat. Dengan melihat hal tersebut di atas, maka ada beberapa hal yang perlu
untuk diangkat kepermukaan sebagai rumusan masalah dalam skripsi ini yaitu :
1. Bagaimana upaya YBM BRI dalam menjalankan programnya baik dalam hal
penghimpunan maupun pendayagunaan dana zakat?
2. Bagaimana pengelolaan zakat yang dilakukan oleh YBM BRI dalam hal
pendayagunaan zakat untuk kepentingan masyarakat?
3. Apakah penghimpunan dan pengelolaan zakat YBM BRI sesuai dengan Hukum
Islam?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui Upaya YBM BRI dalam menghimnpun dan mendayagunakan dana
zakat.
2. Mengetahui manfaat pengelolaan zakat yang dilakukan oleh YBM BRI dalam hal
pendayagunaan zakat untuk kepentingan masyarakat.
3. Mengetahui kesesuaian pengelolaan zakat yang dilakukan oleh YBM BRI dengan
hukum Islam.
Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini merupakan latihan teknis dalam membandingkan teori-teori yang
diperoleh pada masa perkuliahan dengan aplikasi yang sebenarnya terjadi,
terutama yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis teliti. Dan bagi
penulis merupakan suatu sarana untuk menambah ilmu pengetahuan serta
meningkatkan khasanah keilmuan.
2. Mengetahui kiprah Lembaga Amil Zakat dalam upaya memberdayakan
perekonomian masyarakat.
D. Metode Penelitian dan Teknis Penulisan
1. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yaitu dengan cara
observasi ke YBM BRI dengan melakukan wawancara kepada pengurus atau
person yang berkompeten dengan persoalan yang diteliti.
2. Sebagai data primer, penulis mengacu pada data-data yang diperoleh dari hasil
wawancara dengan pihak-pihak yang berkompeten di YBM BRI berupa
dokumen-dokumen tertulis, dan sebagai data sekunder penulis melakukan
penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengambil bahan-bahan
bacaan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
3. Setelah data terkumpul, penulis menganalisa data yang ada. Dalam hal ini penulis
menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menggambarkan tentang
pengelolaan dan pendistribusian ZIS di YBM BRI dan analisa tentang zakat
dalam peranannya terhadap masyarakat, kemudian melakukan analisa data
melalui proses induktif yaitu proses pengambilan kesimpulan dari khusus ke
umum.
4. Adapun teknik penulisan mengacu pada buku-buku pedoman penulisan skripsi,
tesis, dan disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kecuali terjemahan ayat-ayat
al-Quran dan Hadits Nabi SAW, dalam penulisannya diketik dengan satu spasi
walaupun kurang dari enam baris. Begitu juga dengan sistematika penulisan
daftar pustaka, sumber dari al-Quran ditulis pada urutan pertama, kemudian
disusul dengan sumber berikutnya sesuai dengan urutan alphabet.
E. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, penulis akan menggunakan
sitematika pembahasan yang terdiri dari lima bab, dengan susunan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN, dalam bab ini penulis menerangkan secara garis besar
mengenai latar belakang penelitian yang merupakan alasan pemilihan judul, rumusan
masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan
teknis penulisan, sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN ZAKAT MENURUT HUKUM ISLAM, dalam ini penulis
menerangkan pengertian zakat, kedudukan zakat dalam hukum Islam, beberapa
ketentuan umum tentang zakat dalam hukum Islam.
BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG YAYASAN BAITUL MAAL BANK
RAKYAT INDONESIA, dalam bab ini penulis menerangkan profil YBM BRI,
struktur organisasi YBM BRI, sumber dan penggunaan dana ZIS YBM BRI, kendala-
kendala yang dihadapi YBM BRI.
BAB IV : ANALISA TERHADAP PEMBERDAYAAN ZAKAT MODERN YBM
BRI, dalam bab ini penulis menerangkan, strategi dalam menghimpun dana ZIS,
Program Pendayagunaan melalui efektifitas pengelolaan dana ZIS, pemberdayaan
zakat modern YBM BRI ditinjau dari hukum Islam.
BAB V : PENUTUP, yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN ZAKAT MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Zakat
Kata zakat merupakan masdar dari fiil madhi (kata kerja lampau)زآى dan fiil
mudhori (kata kerja sedang atau akan datang) yang يزآى secara etimologis berarti
berkah, tumbuh, bertambah, bersih dan baik. Sesuatu yang dikatakan “zaka” berarti
tumbuh dan berkembang, dan seorang itu “zaka” berarti orang itu baik.9
Makna dari kata “zaka” (sebagaimana digunakan dalam al-Quran) adalah suci
dari dosa. Jika pengertian itu dihubungkan dengan harta, maka menurut Islam harta
yang dizakati menjadi suci dan menjadi berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan
kehidupan muzakki).10
Zakat menurut syara : Al-Mawardi berpendapat dalam kitab Al-Hawi :
الزآاة اسم ألخذ شيئ مخصوص من مال مخصوص على أو صا ف مخصوص لطا ئفة مخصوصة
“Zakat itu sebutan untuk pengambilan tertentu dari harta yang tertentu,
menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan tertentu”.11
9 A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Yogyakarta : PP. Al-Munawwir, 1984). 10 Ibnu Qudamah, Al-Mughni, (Beirut : Dar al-Kutub al-Limiyah, tth), Juz II, h. 433. 11 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang, PT.Pustaka Rizki
Putra, 1999), h. 3-5.
Sayid Sabiq, mendefinisikan :
إلى الفقرا ء الزآاة اسم لما يخرجه االنسان من حق اهللا تعالى“Zakat adalah nama bagi harta yang dikeluarkan oleh seseorang dari haq
Allah Ta’ala kepada orang-orang fakir”.12 Lili Bariadi dalam bukunya zakat dan wirausaha mendefinisikan :
اسم لقدر مخصوص من مال مخصوص يجب صر فه إلى اصنا ف مخصوصة بشرائط
“Zakat adalah nama (sebutan) bagi sejumlah harta tertentu yang wajib
dikeluarkan oleh seorang muslim kepada yang berhak menerimanya”.13
Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang
dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan
itu dari kebinasaan” demikian Nawawi mengutip pendapat Wahidi.14
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Republik Indonesia nomor 38
tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, disebutkan bahwa : “Zakat adalah harta yang
wajib disisihkan oleh seorang Muslim atau badan yang dimiliki oleh orang Muslim
sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.15
12 Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut : Dar al -Ihya, 1973), Jilid 1, h. 397. 13 Lili Bariadi, dkk, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta :Centre For Entreneurship Development,
2005), h. 6. 14 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Litera Antar Nusa dan Mizan, 1999), h. 34. 15 Departemen Agama RI, Undang-undang RI, Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat, pasal 1 ayat 2.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar nampaknya terdapat
kesamaan dalam mendefinisikan makna dari kata zakat, meskipun redaksinya berbeda
tetapi intinya sama.
B. Kedudukan Zakat Dalam Hukum Islam
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang ketiga. Sebagai sebuah rukun
Islam maka dalam pelaksanaannya merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Hal ini
ditegaskan dalam al-Quran surat At Taubah : 103
⌦
) ١٠٣ :٩ / التوبة( ☺
Artinya: “Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui”.
Dalam rukun Islam, zakat mempunyai karakteristik ibadah yang berbeda
dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena zakat memiliki dua aspek ibadah
yaitu aspek vertikal (habluminallah) dan aspek horizontal (habluminannas). Aspek
vertikal yaitu aspek perintah Allah kepada manusia untuk melaksanakan
kewajibannya. Apabila hal tersebut tidak dilaksanakan maka akan mendapat dosa.
Bahkan menurut Qardawi, orang yang tidak membayar zakat akan
digolongkan kepada golongan kafir. Sedangkan aspek horizontal adalah aspek
hubungan dengan sesama manusia. Dalam QS At Taubah ayat : 60 dijelaskan tentang
siapa saja yang berhak menerima zakat. “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah
untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para pengurus (amil) zakat, para
muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak. Orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai
suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui Lagi Maha
Bijaksana”.16
Berdasarkan ayat tersebut, telah dijelaskan bahwa pertama kali orang yang
berhak menerima zakat adalah golongan fakir. Hal ini jelas menunjukkan dimensi
sosial yang ada dalam zakat. Mengingat pentingnya zakat dalam sistem
perekonomian Islam (disamping riba) maka tidak heran kalau perintah zakat dalam
al-Quran sebanyak 30 kali kata zakat dalam bentuk ma’rifat (khusus) dan sebanyak
27 kali disandingkan dengan shalat. Selain itu, contoh kejadian yang tercatat dalam
sejarah Islam telah membuktikan bahwa orang yang tidak membayar zakat harus
diperangi. Dalam beberapa riwayat sahabat disebutkan, seorang Abu Bakar As-
Shidieq yang lembut dan penuh kasih sayang, ketika menjadi khalifah yang pertama
kali beliau lakukan adalah memerangi orang yang ingkar terhadap zakat.
16 (Fossei kita) “Zakat dan Masyarakat Indonesia”, artikel diakses pada 13 Februari 2008 dari
http://Www.mail-archive.com/[email protected]/msg01325.html-16k-Tembolok.
“Beliau berpendapat, kalau suatu kaum sudah berani melalaikan kewajiban
membayar zakat yang merupakan salah satu fundamen Islam, mereka akan berani
melalaikan kewajiban lainnya.
Marcel A. Boisard mengungkapkan bahwa, zakat merupakan penegasan
kembali kenyataan bahwa semua harta benda yang dimiliki manusia hanya memiliki
hak guna saja, karena itu zakat tak lebih dari mengembalikan sebagian harta itu
kepada pemiliknya yang asli (Allah), demi menghindarkan diri dari penderitaan yang
akan ditimbulkan kelak di akhirat.17
Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 Hijrah, sementara shadaqoh fitrah pada
tahun ke-2 Hijrah. Akan tetapi ahli hadits memandang zakat telah diwajibkan
sebelum tahun ke-9 Hijrah ketikan Maulana Abdul Hasan berkata zakat diwajibkan
setelah hijrah dan dalam kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum diwajibkan,
zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum.
Peraturan mengenai pengeluaran zakat di atas muncul pada tahun ke-9 Hijrah ketika
dasar Islam telah kokoh, wilayah Negara berekspansi dengan cepat dan orang
berbondong-bondong masuk Islam. Peraturan yang disusun meliputi system
pengumpulan zakat, barang-barang yang dikenai zakat, batas-batas zakat dan tingkat
presentase zakat untuk barang yang berbeda-beda.18
17 HM. Rasidi, Humanisme Dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1980), cet I h. 65. 18 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta : Ekonisia Kampus
Fakultas Ekonomi UII, 2007), h. 233.
Sama halnya dengan shalat, zakat penyebutannya dalam banyak ayat al-Quran
selalu dirangkaikan dengan shalat, pada dasarnya dan dalam kenyataannya juga
merupakan ibadah yang disyariatkan Allah kepada para nabi/rasul Nya yang lain jauh
sebelum nabi Muhammad saw dengan kalimat lain, sama dengan rukun-rukun Islam
yang lain khususnya shalat, zakat telah memiliki lika-liku sejarah yang sangat
panjang. Memang tidaklah mudah untuk menelusuri sejarah panjang pensyariatan
zakat ini, tetapi yang sudah pasti, sejumlah ayat al-Quran dengan jelas
mengisyaratkan kepada kita bahwa kewajiban zakat juga telah disyariatkan kepada
nabi-nabi/rasul-rasul Allah terdahulu sebelum nabi Muhammad saw. Ayat-ayat al-
Quran di bawah ini secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, mengisyaratkan
sejarah panjang pensyariatan zakat.
☺
☺
⌧
)٢:٨٣/البقرة (
Artinya: “Dan ingatlah, ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu) : “jangalah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin; serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia (orang lain). Tegakkanlah shalat, dan tunaikanlah zakat. Kemudian, kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil (saja) daripada kamu, dan kamu selalu berpaling”. (al-Baqarah : 2 / 83).
)٣۶ :٩ /التوبة ( ⌧
Artinya: “Hai orang-orang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani, itu benar-benar memakan harta orang lain dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (orang lain) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak, serta tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih (dari Allah)”. (at-Taubah : 9 / 34).19
Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah swt yang terdapat dalam QS
At-Taubah ayat 60 yang menjelaskan pentingnya zakat untuk diambil, maka
pelaksanaannya bukanlah sekedar amal karitatif (kedermawanan), tetapi merupakan
kewajiban yang bersifat otoritatif (ijbari), zakat tidaklah seperti shalat, puasa dan
19 Muhammad Amin Suma, 5 Pilar Islam Membentuk Pribadi Tangguh, (Jakarta : Kholam Publishing 2007), cet ke 1, hal 106-107.
ibadah haji yang pelaksanaannya diserahkan kepada individu masing-masing, tapi
juga disertai keterlibatan aktif para petugas yang amanah, jujur, terbuka dan
professional yang disebut amil. Asas pelaksanaan zakat tidak mengabaikan sifat dan
kedudukan zakat itu sendiri sebagai ibadah madha yang harus dilaksanakan atas dasar
keikhlasan dan ketakwaan seseorang terhadap Allah swt.
Seruan untuk berzakat sebetulnya sudah ada jauh sebelum Nabi Muhammad
saw, dengan diturunkannya ayat yang secara eksplisit dan jelas mengisyaratkan
kepastian adanya syariat zakat tertuang dalam firman Allah swt.
☺
⌧
⌧
)٢:۶٣/البقرة (
Artinya: “Dan tegakkanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah kamu bersama orang-orang yang rukuk”. (al-Baqarah : 2 / 43).
Namun banyak terjadi pengingkaran pensyariatan zakat terhadap umat-umat
sebelum Nabi Muhammad hingga pada zaman Nabi Muhammad dan sesudahnya.
Kemudian mendorong khalifah Abu Bakar pengganti Nabi Muhammad mengambil
keputusan untuk memerangi para pembangkang zakat. Kebijakan Nabi Muhammad
dan khalifah Abu Bakar tentang pengelolaan dana zakat kemudian dikembangkan
oleh para khalifah yang menggantikannya yakni Umar Bin Khatab, Ustman Bin
Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Bahkan di zaman Umar Bin Khatab dan khususnya
Ustman, administrasi pengelolaan zakat mencapai puncak kemajuan dan kejayaan
seiring dengan kemajuan tata administrasi Islam diberbagai bidang.20
Di zaman pemerintahan Khulafaur Rasyidin yaitu dimasa Abu Bakar
memegang laju pemerintahan Negara Islam, beliau bertindak tegas terhadap golongan
orang-orang yang enggan membayar zakat. Beliau telah memerintahkan bala
tentaranya untuk memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat diseluruh
semenanjung tanah arab dan merampas harta benda mereka. Langkah Abu Bakar
telah berjaya menarik lebih orang yang berkemampuan untuk membayar zakat yang
merupakan salah satu rukun Islam yang lima. Seterusnya langkah tersebut membawa
kejayaan untuk mengukuhkan kedudukan ekonomi orang-orang Islam diman sumber
zakat adalah salah satu faktor yang penting di dalam fungsinya untuk membangun
masyarakat Islam.
Berbagai hadis shahih dari Rasulullah saw menunjukkan bahwa zakat diambil
dari orang-orang kaya di suatu negeri dan diberikan kepada orang-orang fakir dari
penduduk negeri itu. Jika tidak ditemukan orang yang berhak mendapatkan zakat di
tempat itu, maka melihat kepada negeri yang lebih dekat.
Abu Ubaid berkata bahwa dalam masalah itu adalah hadis Rasulullah saw
dalam wasiatnya kepada Muadz ketika beliau mengutusnya ke Yaman untuk
mengajak mereka masuk ke dalam Islam dan mengerjakan shalat. Rasul berkata, “jika
mereka mengingkarkan keIslamannya, maka katakan kepada mereka bahwa Allah
20 Hafiduddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta : Gema Insani Press, 2002), h.
69.
mewajibkan kepada kalian untuk menzakatkan harta-harta kalian yang diambil dari
orang-orang kaya diantara kalian dan dibagikan kepada orang-orang fakir”. Ini
tidaklah bertentangan, para petugas pengumpul zakat membawa kepada Rasulullah
saw sebagian zakat yang mereka ambil karena bagian penerima zakat adalah delapan
kelompok. Pengembalian zakat kepada orang-orang fakir hanya merupakan bagian
zakat mereka saja bukan selainnya, karena terkadang penduduk suatu negeri adalah
orang-orang kaya, yang tidak ditemukan di dalamnya orang-orang fakir yang berhak
mendapatkan zakat.21
C. Beberapa Ketentuan Umum Tentang Zakat Dalam Hukum Islam
1. Syarat Wajib Zakat
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kewajiban zakat dapat
dibebankan pada harta yang dipunyai oleh seorang muslim. Syarat-syarat itu adalah :
1) Pemilikan yang pasti. Artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya,
baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.
2) Berkembang. Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan
sunnatullah maupun bertambah karena ikhtiar atau usaha manusia.
3) Melebihi kebutuhan pokok. Artinya harta yang dipunyai seseorang itu melebihi
kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar
sebagai manusia.
21 Qutb Ibrahim Muhammad, Bagaimana Rasulullah Mengelola Ekonomi, Keuangan dan
Sistem Administrasi, Diterjemahkan dari kitab al-Siyasah al-Maliyah li al-Rasul, (Jakarta : Gaung Persada Press, 2007), h. 253.
4) Bersih dari hutang. Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari
hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang kepada sesame
manusia.
5) Mencapai nisab. Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan
zakatnya.
6) Mencapai haul. Artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat,
biasanya dua belas bulan atau setiap kali setelah menuai atau panen.22
2. Dasar Hukum Zakat
Zakat dalam al-Quran disebut sebanyak 82 kali, ini menunjukkan hukum
dasar zakat yang sangat kuat, antara lain :
☺
البقرة ( ☺ ☺
/٢:١١٠(
Artinya: "Dan Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan".
22 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomin Islam : Zakat dan Wakaf (Jakarta : UI Prees,
1998), cet 1 h. 41.
⌧
التوبة ( ☺
/٩:١١(
Artinya: "Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang Mengetahui".23
Agama Islam telah menyatakan dengan tegas, bahwa zakat merupakan salah
satu rukun dan fardhu yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim yang hartanya sudah
memenuhi kriteria dan syarat tertentu. Otoritas fikih Islam yang tertinggi, Alquran
dan Hadis menyatakan hal tersebut dalam banyak kesempatan. Jumhur ulama pun
sepakat, bahwa zakat merupakan suatu kewajiban dalam agama yang tak boleh
diingkari (Ma’lim min al-Din bi al-Dharurah). Artinya, siapa yang mengingkari
kewajiban berzakat, maka ia dihukum telah kufur terhadap ajaran Islam.24
Semua ulama sepakat dalam menetapkan zakat sebagai salah satu dari kelima
arkan al-Islam. Adapun tentang dasar hukumnya, banyak dijumpai ayat al-Quran dan
matan hadis yang mamarintahkan kewajiban zakat. Ayat di bawah ini menunjukkan
hal itu :
23 Lili Bariadi, Zakat dan Wirausaha, h. 7-8. 24 Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam, (PT Raja Grafindio Persada, 2007), h. 58.
☺
☺ ☺
☺
☺ ⌧
)٢:٢٦٧/البقرة ( ☺
Artinya: “Hai orang-orang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu; dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk untuk kemudian kamu menafkahkan daripadanya (kepada orang lain), padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya kecuali dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (al-Baqarah / 2 : 267).25
Menurut catatan sejarah, pensyariatan atau tepatnya pewajiban zakat kepada
nabi Muhammad saw dan kaum muslimin baru disyariatkan pada tahun ke-2 atau ke-
3 Hijriah. Adapun dasar hukum zakat di dalam hadis-hadis rasul Allah saw
diantaranya :
1) Dari Ibni Abbas r.a., sesungguhnya nabi saw pernah mengutus Mu’adz bin Jabal
ke Yaman, kemudian dia (Mu’adz) membacakan hadis itu secara lengkap, dan di
dalamnya dinyatakan bahwasanya Allah telah mewajibkan kepada mereka
25 Suma, 5 Pilar Islam,h. 109.
sedekah terhadap harta kekayaan mereka, yang dipungut / diambil dari orang-
orang kaya mereka (untuk) kemudian didistribusikan kepada orang-orang fakir
yang ada di tengah-tengah mereka”.
2) Dari Ibn Umar r.a., dia berkata, rasul Allah saw mewajibkan (pengeluaran) zakat
fitrah, (dengan ketentuan) satru takaran (sha’) kurma atau satu takaran gandum,
(bagi setiap orang) budak maupun merdeka, laki-laki maupun erempuan, dan
kecil (anak-anak) maupun besar (dewasa) dari semua kaum Muslimin; dan rasul
memerintahkan agar zakat fitrah itu dibayarkan sebelum orang-orang keluar
rumah untuk melakukan shalat (Id).26
3) Dari Ibn Abbas r.a., dia berkata, rasul Allah saw mewajibkan zakat fitrah sebagai
(sarana) penyucian bagi orang yang puasa dari (kemungkinan) permainan dan
rafats (berkata/berbuat keji), dan (dalam rangka) memberikan makan kepada
orang-orang miskin. Siapa yang membayarkan zakat fitrahnya sebelum shalat Id,
maka zakat fitrahnya diterima; dan siapa yang membayarkannya usai pelaksanaan
shalat Id, maka pembayarannya itu dikategorikan ke dalam sedekah biasa
sebagaimana sedekah-sedekah yang lain pada umumnya.
3. Jenis-Jenis Zakat
26 Ibid. h. 110.
Secara umum zakat terbagi menjadi dua : pertama, zakat yang berhubungan
dengan badan atau disebut zakat fithrah. Kedua, zakat yang berhubungan dengan
harta atau zakat maal.27
a. Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah zakat yang wajib dibayarkan oleh setiap orang Islam, baik
laki-laki maupun perempuan, sudah dewasa maupun masih remaja, anak-anak, kanak-
kanak, bahkan bayi yang baru lahir sekalipun, jika mereka menjumpai bagian akhir
bulan Ramadhan (sebelum terbenamnya matahari) dan awal bulan syawal (sesudah
terbenamnya matahari akhir bulan Ramadhan), serta memiliki kemampuan untuk
membayarkan zakat fitrah, mereka wajib membayarkannya. Dengan demikian zakat
fitrah merupakan kewajiban agama yang merata bagi setiap orang Islam.28
Dalam Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
penjelasan pasal 13 disebutkan bahwa: “Zakat Fitrah adalah sejumlah bahan makanan
pokok yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan, oleh setiap orang muslim bagi dirinya
dan bagi orang yang ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan pokok untuk
sehari pada hari raya Idul Fitri”.29
Zakat ini disebut zakat al-fithr sehubungan dengan mengeluarkannya yaitu
waktu berbuka (al-fithr) setelah selesai puasa pada bulan Ramadhan, dan disebut
27 Lili Bariadi, h. 9. 28 M. Hamdan Rasyid, Fiqh Indonesia Himpunan Fatwa-fatwa Aktual, (Jakarta : PT Al-
Mawardi Prima, 2003), h. 96 29 Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata
Hukum Indonesia, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002), h. 172.
zakat fithrah, karena dikaitkan dengan diri (al-fithrah) seseorang, bukan dengan
hartanya.30
Zakat fitrah dinamakan juga zakat an-nafs, artinya zakat untuk menyucikan
jiwa pada akhir bulan Ramadhan, yaitu dengan mengeluarkan sebagian bahan
makanan yang dapat mengeyangkan menurut ukuran yang ditentukan oleh syara.
Allah berfirman di dalam Al-Quran :
⌧ ⌧
)١٥-١٤ :٨٧ /األعلى(
“Sungguh menanglah orang-orang yang telah membersihkan dirinya, serta menyebut nama Allah kemudian ia mendirikan shalat”.31 Banyaknya zakat fitrah yang harus dikeluarkan adalah satu sha (kira-kira 3,5
liter), zakat fitrah itu wajib atas seseorang baik itu untuk dirinya, maupun untuk
keluarga yang menjadi tanggugannya seperti anak dan istrinya, begitu pula pembantu
yang mengurus pekerjaan dan urusan rumah tangga.32
b. Zakat Maal (Harta)
Zakat maal adalah kadar harta kekayaan yang wajib dikeluarkan oleh
seseorang dari hartanya untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak
30 Lahmuddin Nasution, Fiqh (Jakarta : Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, tth), h. 168. 31 Ibnu Mas’ud, Zainal Abidin, Fiqh Madzhab Syafi’I, (Bandung : Pustaka Setia, 2005), h.
536 32 Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut : Dar al-Fikr, 1983), Jilid 1, h. 394.
menerimanya. Karena menyimpan (memiliki) harta (uang, emas, dsb), yang cukup
dengan syarat-syaratnya.33
Menurut Muhammad Daud Ali, zakat maal adalah bagian dari harta kekayaan
seseorang (juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang
tertentu setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal
tertentu.34
Menurut Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dalam
penjelasan pasal 11, zakat maal adalah “bagian harta yang disisihkan oleh seorang
muslim, atau badan yang dimiliki orang orang muslim sesuai dengan ketentuan
agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya”.35
Zakat maal wajib dikeluarkan oleh orang-orang yang memiliki harta atau
kekayaan yang telah memenuhi syarat, seperti telah mencapai nishab, kepemilikannya
sempurna, cukup haul (berlalu waktu satu tahun).36
Zakat harta (maal) terdiri dari 5 macam , yaitu :
1) Zakat emas dan perak
Nishab kewajiban mengeluarkan zakat emas adalah 20 dinar atau 85 gram
emas murni (1 dinar sama dengan 4,25 gram emas murni), dan zakat perak adalah
33 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. 34 Lili Bariadi, h. 10. 35 Usman, Hukum Islam, h.172. 36 Gustian Djuanda, dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, (Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada, 2006), h. 10.
200 dirham atau setara dengan 672 gram perak. Apabila seseorang telah memiliki
emas seberat 85 gram atau memiliki perak seberat 672 gram, maka telah wajib
mengeluarkan zakat sebesar 2,5%.37 Allah berfirman :
☺
⌧
)٣٥ /٩:التوبة (
Artinya: “Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." 2) Hasil pertanian
Nishab hasil pertanian adalah 5 washq atau setara dengan 750 kg. Namun,
kadar yang harus dikeluarkan dalam menunaikan zakatnya terbagi kepada dua bagian,
yaitu pertama apabila pertanian itu diairi dengan air hujan atau sungai, maka zakan
yang harus dikeluarkannya sebesar 10%, kedua apabila pertanian itu diairi dengan
cara disiram, maka zakat yang harus dikeluarkannya sebesar 5%.
3) Harta Perniagaan dan Perusahaan
Harta dari hasil perniagaan melalui perdagangan, industri, jasa, dan sejenisnya
bila telah sampai pada nishab wajib pula untuk dizakati. Nishab dari harta hasil
37 A. Djazuli, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002), Ed. 1, Cet. 1 h. 44.
perniagaan ini di qiyaskan pada nishab emas, yakni 85 gram sebesar 2,5%. Apabila
sebuah perniagaan pada akhir tahun atau tutup buku telah memiliki harta kekayaan
(modal dan keuntungan) senilai 85gram, maka perniagaan itu telah wajib untuk
mengeluarkan zakat sebesar 2,5% dari seluruh harta perniagaan.38
4) Hasil Peternakan
Yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah ternak yang telah dipelihara setahun
di tempat pengembalaan dan tidak dipekerjakan sebagai tenaga pengangkutan dan
sebagainya, dan sampai nishabnya. Ternak yang dizakati di Indonesia adalah
kambing atau biri-biri, sapid an kerbau. Nishab (a) kambing atau biri-biri adalah 40
ekor. 40 sampai 120, zakatnya 1 ekor kambing, 121 sampai dengan 200, zakatnya 2
ekor, 201 sampai 300, zakatnya 3 ekor. Selanjutnya setiap pertambahan 100 ekor,
zakatnya tambah 1 ekor kambing. Nishab (b) sapi adalah 30 ekor. 30 sampai 49,
zakatnya 1 ekor sapi berumur dua tahun lebih, 40 sampai 59, zakatnya 1 ekor sapi
berumur dua tahun lebih, 60 sampai 69, zakatnya 2 ekor sapi berumur satu tahun
lebih, 70 sampai 79, zakatnya 2 ekor sapi, 1 ekor berumur setahun dan 1 ekor lagi
berumur dua tahun lebih. Selanjutnya setiap tambahan 30 ekor zakatnya 1 ekor sapi
berumur setahun lebih dan seterusnya. Nishab (c) kerbau, sama dengan sapi,
demikian juga kadar zakatnya.39
5) Hasil Tambang dan Barang Temuan
38 Ibid, h. 44. 39 Daud Ali, Sistem Ekonomin Islam. h. 45-46.
Dalam kitab-kitab (fikih) Islam barang tambang yang wajib dizakati hanyalah
emas dan perak saja. Demikian juga dengan barang temuan yang wajib dizakati
terbatas pada emas dan perak saja. Kewajiban untuk menunaikan zakat barang-barang
tambang adalah setiap kali barang itu selesai dibersihkan (diolah). Nishab (a) barang
tambang adalah sama dengan nishab emas (96 gram) dan perak (672 gram), kadarnya
pun sama, yaitu dua setengah persen. Kewajiban untuk menunaikan zakat barang
temuan adalah setiap kali orang menemukan barang tersebut. Nishab (b) barang
temuan sama dengan nishab emas dan perak, demikian juga kadarnya.40
4. Orang- Orang Yang Berhak Menerima Zakat
Orang-orang yang berhak menerima zakat terbagi atas delapan golongan.
Sebagaimana yang telah diterangkan Allah dalam al-Quran surah At-Taubah / 9 : 60,
dengan firmannya :
☺
☺
☺
⌧ ⌧ ☺
40 Ibid, h. 47.
)٩:٦٠/التوبة (
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para pengurus zakat, orang kafir yang tertarik kepada Islam, hamba sahaya, orang-orang yang berhutang, orang-orang yang berjuang fii sabilillah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. 1) Golongan Pertama dan Kedua (Fakir dan Miskin)
Seperti yang telah disebutkan, sasaran (masarif) zakat sudah ditentukan dalam
Surah Taubah, yaitu delapan golongan. Yang pertama dan yang kedua, fakir dan
miskin. Mereka itulah yang pertama diberi saham harta zakat oleh Allah. Ini
menunjukkan, bahwa sasaran pertama zakat ialah hendak menghapuskan kemiskinan
dan kemelaratan dalam masyarakat Islam.
Abu Yusuf, pengikut Abu Hanifah, dan Ibn Qasim pengikut Malik
berpendapat, bahwa kedua golongan itu (fakir dan miskin) sama saja.41
Tetapi pendapat Jumhur, justru berbeda. Sebenarnya keduanya adalah dua
golongan tapi satu macam. Yang dimaksud adalah mereka yang dalam kekurangan
dan dalam kebutuhan. Tetapi para ahli tafsir dan ahli fikih berbeda pendapat pula
dalam menentukan secara definitiv arti kedua kata tersebut secara tersendiri, juga
dalam menentukan apa makna kata itu.
41 Qardawi, Hukum Zakat, h. 510.
Pemuka ahli tafsir, Tabari menegaskan, bahwa yang dimaksud dengan fakir,
yaitu orang yang dalam kebutuhan, tapi dapat menjaga diri tidak minta-minta. Sedang
yang dimaksud dengan miskin, yaitu orang yang dalam kebutuhan, tapi suka
merengek-rengek dan minta-minta.
Pengertian fakir menurut mazhab Hanafi ialah orang yang tidak memiliki apa-
apa dibawah nilai nishab menurut hukum zakat yang sah, atau nilai sesuatu yang
dimiliki mencapai nishab atau lebih, yang terdiri dari perabot rumah tangga, barang-
barang, pakaian, buku-buku sebagai keperluan pokok sehari-hari.42 Sedang pengertian
miskin menurut (mazhab Hanafi) ialah mereka yang tidak memiliki apa-apa. Inilah
pendapat yang masyhur.
Para ulama Hanafi masih berbeda pendapat mengenai penentuan nishab yang
dimaksud, yakni apakah nishab uang tunai sebanyak dua ratus dirham atau nishab
yang sudah dikenal dari harta apapun juga. Jadi golongan mustahik zakat dalam arti
fakir atau miskin menurut mereka ialah ; (a) yang tidak punya apa, (b) yang
mempunyai rumah, barang atau perabot yang tidak berlebihan, (c) yang memiliki
mata uang kurang dari nishab, (d) yang memilliki kurang dari nishab selain mata
uang, seperti empat ekor unta atau tiga puluh sembilan ekor kambing yang nilainya
tak sampai dua ratus dirham.
Ada lagi bentuk lain yang masih diperselisihkan, yakni : barangsiapa memiliki
nishab selain mata uang seperti lima ekor unta atau empat puluh ekor kambing dan
42 Ibid. h. 511-512.
nilainya tidak mencapai nishab dalam keadaan tunai.43 Ada juga yang mengatakan,
boleh menerima zakat, tapi juga diharapkan mengeluarkan zakat. Yang lain berkata,
ia termasuk kaya dan harus mengeluarkan zakat, tak boleh menerima zakat.
Menurut ketiga Imam, fakir dan miskin itu adalah mereka yang kebutuhannya
tak tercukupi. Yang disebut fakir, ialah mereka yang tidak mempunyai harta atau
penghasilan layak dalam memenuhi keperluannya : sandang, pangan, tempat tinggal
dan segala keperluan pokok lainnya, baik untuk diri sendiri ataupun bagi mereka yang
menjadi tanggungannya. Misalnya orang memerlukan sepuluh dirham perhari, tapi
yang ada hanya empat, tiga atau dua dirham.
2) Golongan Ketiga (Amil Zakat)
Amil adalah lembaga atau badan hukum yang mengurusi zakat. Tentu saja
badan ini mempergunakan pribadi untuk melaksanakan tugasnya.44 Para amil zakat
mempunyai berbagai macam tugas dan pekerjaan semua berhubungan dengan
pengaturan soal zakat.
Yaitu soal sensus terhadap orang-orang yang wajib zakat dan macam zakat
yang diwajibkan padanya, juga besar harta yang wajib dizakat, kemudian mengetahui
para mustahik zakat. Berapa jumlah mereka, berapa kebutuhan mereka, serta besar
43 Qardawi, Ibid. h. 513. 44 Pemerintah DKI Jakarta, Rekomendasi dan Pedoman Pelaksanaan Zakat, (Jakarta : Bazis
DKI Jakarta, 1987), cet ke-4, h. 74.
biaya yang dapat mencukupi dan hal-hal lain yang merupakan urusan yang perlu
ditangani secara sempurna oleh para ahli dan petugas serta para pembantunya.
Menurut Afzalurrahman mendefinisikan amil sebagai pengumpul (collector)
yang meliputi semua pegawai baik pengumpul, distributor, akuntan, pengawas, yang
mengurusi administrasi dan pengelolaan zakat.45 Tentunya para petugas ini dipilih
dari mereka yang dikenal jujur dan amanah, memiliki kemampuan pengelolaan serta
melaksanakan tugas dengan transparani dan tanggung jawab yang tinggi.
Seorang amil zakat hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) hendaknya dia seorang muslim, karena zakat itu urusan kaum muslimin, maka
Islam menjadi syarat bagi segala urusan mereka. Dari uraian tersebut dapat
dikecualikan tugas yang tidak berkaitan dengan soal pemungutan dan pembagian
zakat misalnya penjaga gudang dan sopir. Menurut hadis yang diriwayatkan oleh
Ahmad dibolehkan dalam urusan zakat menggunakan amil bukan muslim
berdasar atas pengertian umum dari kata “Al ‘amilina alaiha”, sehingga termasuk
didalamnya pengertian kafir dan muslim. Juga harta yang diberikan kepada amil
itu adalah upah kerjanya. Oleh karena itu tidak ada halangan baginya untuk
mengambil upah tersebut seperti upah-upah lainnya dan dianggap sebagai
toleransi yang baik. Akan tetapi yang lebih utama hendaklah segala kewajiban
Islam hanya ditangani oleh orang Islam lagi. Ibnu Qudamah berkata : “Setiap
pekerjaan yang memerlukan syarat amanah (kejujuran) hendaknya disyaratkan
45Afzalurrahman, Doktrin ekonomi Islam Jilid III (Economic Doctrines Of Islam),
terjemahan, Soeroyo dan Nastangin (Yogyakarta : Dana Bhakti, 1996), Jilid III h. 301.
Islam bagi pelakunya seperti menjadi saksi. Karena itu urusan kaum muslimin,
maka pengurusannya tidak dapat diberikan kepada orang kafir, seperti halnya
urusan-urusan lain. Orang yang bukan ahli zakat tidak boleh diserahi urusan
zakat, seperti halnya kafir musuh. Karena orang kafir itu tidak akan dapat
dipercaya.46 “Bertalian dengan hal itu, Umar berkata : “Janganlah engkau
serahkan amanah itu kepada mereka, karena mereka telah berbuat khianat kepada
Allah.” Umar telah menolak seorang Nasrani yang dipekerjakan oleh Abu Musa
sebagai penulis zakat. Karena zakat itu adalah rukun Islam yang utama.
b) hendaklah petugas zakat itu seorang mukallaf, yaitu orang dewasa yang sehat akal
fikirannya.
c) petugas zakat itu hendaklah orang jujur, karena ia diamanati harta kaum
Muslimin. Janganlah petugas zakat itu orang yang fasik lagi tak dapat dipercaya,
misalnya ia akan berbuat zalim kepada para pemilik harta atau ia akan berbuat
sewenang-wenang terhadap hak fakir miskin, karena mengikuti keinginan hawa
nafsunya atau untuk mencari keuntungan.
d) memahami hukum-hukum zakat. Para ulama mensyaratkan petugas zakat itu
paham terhadap hukum zakat, apabila ia diserahi urusan umum. Sebab bila ia
tidak mengetahui hukum tak mungkin mampu melaksanakan pekerjaannya, dan
akan lebih banyak berbuat kesalahan. Masalah zakat membuatkan pengetahuan
tentang harta yang wajib dizakat dan yang tidak wajib dizakat. Juga urusan zakat
memerlukan ijtihad terhadap masalah yang timbul untuk diketahui hukumnya.
46 Qardawi, Hukum Zakat , h. 551.
Apabila pekerjaan itu menyangkut bagian tertentu mengenai urusan pelaksanaan,
maka tidak disyaratkan memiliki pengetahuan tentang zakat kecuali sekedar yang
menyangkut tugasnya.
e) kemampuan untuk melaksanakan tugas. Petugas zakat hendaklah memenuhi
syarat untuk dapat melaksanakan tugasnya, dan sanggup memikul tugas itu.
Kejujuran saja belum mencukupi bila tidak disertai dengan kekuatan dan
kemampuan untuk bekerja.
f) amil zakat disyaratkan laki-laki. Sebagian ulama mensyaratkan amil zakat itu
harus laki-laki. Mereka tidak membolehkan wanita dipekerjakan sebagai amil
zakat, karena pekerjaan itu menyangkut urusan sedekah.
3) Golongan Keempat (Muallaf)
Yang dimaksud dengan golongan muallaf, antara lain adalah, mereka yang
diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap
Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka terhadap kaum Muslimin atau harapan
akan adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong kaum Muslimin
dari musuh.47
47 Qardawi, Ibid. h. 563.
Golongan ini dikatakan juga sebagai golongan yang dipandang negara bahwa
jika mereka diberi zakat maka keyakinan mereka akan Islam akan semakin
bertambah.48
Sebagian besar dari dana zakat telah digunakan untuk disumbangkan kepada
kelompok ini pada zaman Rasulullah saw tetapi jumlah tersebut telah dikurangi pada
jaman khalifah Abu Bakar. Namun demikian, khalifah kedua, yaitu ‘Umar dan
penerusnya telah menghentikan pembelanjaan (anggaran) ini ketika Islam telah
semakin kuat dan sejak saat itu anggaran untuk kelompok ini telah dimasukkan ke
dalam dana zakat. Tetapi jika diperlukan suatu bantuan untuk orang-orang yang baru
memeluk Islam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, hingga mereka mampu
mandiri, atau untuk menarik mereka agar mereka cenderung kepada agama Islam,
atau terus mengganggu keamanan negara, pengunaan dana zakat tersebut dapat
dihidupkan kembali.49
Dengan menempatkan golongan ini sebagai sasaran zakat, maka jelas bagi
kita, sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa zakat dalam pandangan Islam
bukan sekedar ibadah yang dilakukan secara pribadi, tetapi juga tugas penguasa atau
mereka yang berwenang mengurus zakat, terutama permasalahan sasaran zakat untuk
golongan muallaf ini, yang menurut kebiasaan tidak mungkin dapat dilakukan secara
perseorangan.
48 Taqiyuddin An Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (An
Nidhamul Iqtishad Fil Islam), terjemahan M. Maghfur Wachid, (Surabaya : Risalah Gusti, tth, 1999), cet ke 4 h. 257.
49 Afzalurrahman, Doktrin ekonomi Islam, (Yogyakarta : Dana Bhakti, 1996), Jilid III h. 302.
4) Golongan Kelima (Riqab)
Mereka yang masih dalam perbudakan, dinamai riqab. Disebutkan dalam
Muntaqal Akhbar ; golongan ini meliputi golongan mukatab yaitu, budak yang telah
dijanjikan oleh tuannya akan dilepaskan jika ia dapat membayar sejumlah tertentu
dan termasuk pula budak yang belum dijanjikan untuk dimerdekakan.
Menurut tiga Imam yaitu, Hanafi, Hanbali, dan Syafi’I riqab adalah hamba
yang dijanjikan tuannya bahwa ia boleh menebus dirinya.50 Fungsi dana zakat
baginya adalah untuk memerdekakan dirinya. Ini merupakan salah satu cara yang
dilakukan oleh Islam dalam rangka menghapuskan perbudakan.
Untuk riqab ditambahkan pengertian lain yakni dana untuk membebaskan
petani, pedagang dan nelayan keci dari hisapan lintah darat, pengijon, rentenir.51
Meskipun penggunaan dana zakat untuk keperluan ini telah lama dihapus,
dana ini boleh diadakan kembali (asalkan tujuannya tidak bertentangan dengan al-
Quran dan Sunnah) dengan membantu pengrajin dan pengusaha kecil untuk
membangun industri kecil mereka sendiri daripada membiarkan mereka terus bekerja
sebagai buruh. Ini bukan saja membantu mereka menjadi pemilik industri mereka
sendiri, tetapi juga memberi tambahan yang besar terhadap kekayaan negara .52
5) Golongan Keenam (Gharimin)
50 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru, 1990), hal 185-197. 51 Daud Ali, Sistem Ekonomin Islam. h. 68. 52 Afzalurrahman, Doktrin ekonomi Islam, h. 303.
Gharimin ialah mereka yang mempunyai hutang, tak dapat lagi membayar
hutangnya, karena telah jatuh fakir. Termasuk kedalamnya, mereka yang berhutang
untuk kemaslahatan sendiri, mereka yang berhutang karena kemaslahatan umum, dan
kemaslahatan bersama yang lain, seperti mendamaikan persengketaan, menjamu
tamu, memakmurkan masjid, membuat jembatan dan lain-lain.
Hanya mereka yang berhutang untuk kemaslahatan diri, baru boleh meminta
hak ini, bila mereka sendiri telah fakir, telah jatuh miskin tak sanggup lagi
membayarnya.
Adapun mereka yang berhutang karena kemaslahatan umum, maka ia boleh
minta dari bagian ini buat pembayaran hutangnya, guna mendamaikan orang yang
berselisih umpamanya. Dan berhutang karena kemaslahatan bersama seperti
mendirikan jembatan, sama hukumnya walaupun dia orang kaya, dengan berhutang
lantaran kemaslahatan sendiri. Dan ahli fiqih mensyaratkan hutang yang diperbuat
itu, jangan dengan jalan maksiat melainkan apabila telah diketahui, bahwa ia telah
bertaubat dari maksiatnya.53
6) Golongan Ketujuh (Fii Sabilillaah)
Makna sabilillaah (jalan Allah) adalah jalan yang mengantarkan kepada
keridhaan Allah, baik berupa ilmu atau amal. Mayoritas ulama berpendapat bahwa
yang dimaksud dengan fii sabilillaah disini adalah berperang. Bagian zakat untuk
53 Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, h. 185.
fiisabilillaah diberikan kepada para relawan yang berperang dan tidak mendapatkan
gaji tetap dari pemerintah.54
Fisabilillaah meliputi banyak perbuatan, meliputi berbagai bidang perjuangan
dan amal ibadah, baik segi agama pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, kesenian,
termasuk mendirikan rumah sakit, penerbitan mushhaf dan sebagainya.55
Salah satu perkara paling penting dalam kategori fii sabilillaah pada zaman
kita adalah menyiapkan dan mengirim para da’i ke negeri-negeri kafir, melalui
lembaga-lembaga yang terorganisir untuk menyiapkan dana yang cukup bagi mereka.
Demikian pula membiayai sekolah-sekolah yang mengajarkan ilmu-ilmu agama dan
selainnya, sehingga tercapailah kemaslahatan umum.
Rasulullah saw juga menjadikan haji dan umrah sebagai fii sabilillah.
Keduanya disamakan dengan seorang yang berjuang di jalan Allah swt berdasarkan
hadis Mi’qal al-Asadiyah, “Bahwa suaminya ingin menyedekahkan unta mudanya di
jalan Allah swt, sedangkan ia ingin menunaikan umrah. Ia meminta kepada suaminya
unta tersebut dan suaminya menolak. Kemudian, perempuan tersebut datang
menemui Nabi dan menceritakan hal itu. Nabi memerintahkan suaminya untuk
memberikan unta itu kepada isterinya,” dan Nabi berkata, “Haji dan umrah termasuk
fii sabilillah”. Sebagian berpendapat bahwa fii sabilillah mencakup segala
54 Syaikh as-Sayyid Sabiq, Panduan Zakat Menurut al-Quran dan as-Sunnah, (Bogor,
Pustaka Ibnu Katsir, 2005), h. 158. 55 Lili Bariadi, h. 15.
kemaslahatan umat Islam dan semua aspek kebaikan seperti mengkafani jenazah,
membangun benteng, membangun masjid.56
7) Golongan Kedelapan (Ibnu Sabil/Musafir)
Ibnu Sabil ialah, segala mereka yang kehabisan belanja dalam perjalanan dan
tak dapat mendatangkan belanjanya dari kampungnya, walaupun ia orang yang
berharta dikampungnya.
Begitu juga dinamakan ibnu sabil adalah orang yang jauh dari keluarganya
atau berada dirantau orang, yang telah kehabisan belanja atau kehabisan
perbekalannya.57
Para ulama sepakat bahwa musafir yang jauh dari negerinya boleh menerima
zakat dengan jumlah yang cukup untuk membantunya sampai ketujuan jika harta
yang dibawanya tidak cukup, mengingat sifat kefakiran yang menimpanya.
Mereka mensyaratkan bahwa perjalanan itu untuk ketaatan atau bukan dalam
rangka maksiat. Lalu mereka berbeda pendapat jika perjalanan itu untuk perkara yang
mubah. Pendapat yang terpilih dikalangan Syafi’iyah adalah ia boleh menerima zakat,
meskipun perjalanan tersebut untuk sekedar rekreasi.58
Pada masa sekarang ini cakupan Ibnu Sabil bukan hanya orang yang penting
dalam perjalanan saja, tetapi juga mencakup pengertian seperti untuk pelajar yang
diberikan beasiswa guna kelancaran pendidikannya bahkan pemberian zakat untuk
56 Qutb Ibrahim Muhammad, Bagaimana Rasulullah Mengelola Ekonomi,), h. 249-250. 57 Ibnu Mas’ud, Zainal Abidin, Fiqh Madzhab Syafi’I (Bandung : Pustaka Setia, 2005), h.
558. 58 Syaikh as-Sayyid Sabiq, Ibid, h. 159.
beasiswa sangatlah positif karena dengan pendidikan tersebut umat Islam dapat
mengeksploitasikan kemampuannya dan kekuatan dirinya.59
59 Sofwan Idris, Gerakan Zakat Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat, (Jakarta : PT Cita Putra Bangsa, 1992), cet ke-1 h. 168.
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG YAYASAN BAITUL MAAL BANK
RAKYAT INDONESIA
A. Profil Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia60
1. Sejarah Singkat Berdirinya YBM BRI
Pada tahun 1990-an semangat ke-Islaman masyarakat muslim Indonesia kian
beranjak naik, demikian pula semangat untuk melaksanakan ajaran-Nya. Contohnya,
kewajiban membayar zakat yang sekian lama rukun Islam nomor empat ini
termajinalkan, sehingga aspek sosial yang terkandung di dalamnya tak mempunyai
arti sedikitpun, kini masyarakat sudah mulai sadar mengeluarkan zakat bahkan
sebagian besar mengerti bahwa di dalam zakat terdapat potensi besar yang bisa
dikembangkan, khususnya bagi delapan ashnaf (golongan) yang berhak menerima
zakat. Kondisi ini ditandai dengan bermunculnya lembaga-lembaga pengelola ZIS di
berbagai perusahaan swasta maupun BUMN.
Semangat ke-Islaman dan kesadaran akan besarnya potensi zakat, infaq dan
shadaqah tersebut juga terjadi di komunitas lingkungan BRI. Pada tahun 1992 dengan
diprakarsai oleh Bapak Winarto Soemarto yang waktu itu menjabat sebagai salah satu
direksi telah melakukan langkah-langkah dasar dengan memasukkan zakat sebagai
60 Selanjutnya disingkat YBM BRI
salah satu bagian dari program kerja BAPEKIS. Waktu itu dinamai seksi sosial dan
zakat.
Namun perkembangan selanjutnya sampai menjelang masuk tahun 2000
belum optimal, hal ini disebabkan salah satunya adalah belum dikelola secara khusus
dan dengan pekerja yang khusus pula.
Selanjutnya pada tahun 2001, tahun di mana bangsa kita dilanda krisis
ekonomi yang berkepanjangan dengan bertambahnya jumlah orang miskin di
Indonesia, dan dengan melihat besarnya potensi ZIS di lingkungan BRI yang belum
optimal. Disamping itu tuntutan profesionalisme dan besarnya permasalahan yang
melingkupi pengelolaan ZIS, maka pada tahun tersebut dengan diprakarsai BAPEKIS
BRI dan dengan diilhami oleh semangat keagamaan, kepedulian sosial yang tinggi
dan dorongan Bapak Rudjito sebagai Dirut BRI Bank BRI dipandang perlu dibentuk
Yayasan tersendiri yang khusus mengelola dana ZIS.
Dalam proses awal upaya optimalisasi zakat di lingkungan BRI dan sebelum
disepakati untuk mendirikan Yayasan tersendiri yang khusus mengelola zakat,
BAPEKIS berkonsultasi dengan para tokoh zakat yang terdiri dari Bapak Eri Sodewo
(CEO Dompet Dhuafa Republika), Bapak KH. Dr. Didin Hafiduddin (Ahli Zakat dan
Dewan Syariah DD Republika), Bapak Dr. Said Agil Husain Al Munawar (Guru
Besar IAIN Syarif Hidayatullah), disamping itu mengadakan kunjungan ke BAMUIS
BNI 46.61
61 Dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 581 tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-
undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa yang
Hasil dari konsultasi tersebut dirumuskan oleh BAPEKIS dan dikonsultasikan
ke direksi BRI. Para direksi sangat merespon usulan tersebut dan meminta BAPEKIS
untuk segera menyiapkan segala persyaratan pendirian Yayasan.62
Maka pada tanggal 10 Agustus 2001 para direksi yang terdiri dari Bapak H.
Rudjito (Dirut), Bapak H. Akhmad Amien Mastur, Bapak H. Ahmad Askandar,
Bapak Hendrawan Tranggana, Bapak Krisna Wijaya, Ibu HJ. Gayatri Rawit Angreni
(Direktur), pengurus BAPEKIS BRI KANPUS, Pemimpin wilayah dan para pejabat
di KANPUS yang bertempat di ruang rapat direksi sepakat mendirikan Yayasan yang
dinamai Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia Akte Notaris No.52 Tahun
2001 di Notaris Agus Madjid SH. Dengan Bapak H. Purwanto sebagai Ketua
Yayasan.
Pada waktu disepakati pendirian YBM BRI dalam hitungan menit pada waktu
itu terkumpul dana sebesar Rp 122.000.000,- (seratus dua puluh dua juta rupiah) yang
diperuntukkan untuk dana abadi Yayasan.
Setelah pendirian Yayasan, langkah selanjutnya yang ditempuh BAPEKIS
adalah membuat Surat Edaran yang isinya himbauan kepada semua pekerja muslim
dimaksud dengan Lembaga Amil Zakat adalah institusi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat Islam.
62 Adapun maksud dan tujuan didirikannya YBM Bank Rakyat Indonesia tersebut antara lain adalah : Menghimpun Dana Zakat, Infak, Shadaqah dari pegawai PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero), Lembaga-lembaga PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) dan masyarakat pada umumnya serta pegawai anak perusahaan lingkungan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), dan mengelola dana tersebut menurut cara-cara yang sah serta menyalurkan kepada yanf berhak menerimanya sesuai dengan hukum Islam dan hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia, Menyalurkan Dana ZIS yang dihimpun oleh Badan Pembina Kerohanian Islam Bank Rakyat Indonesia (BAPEKIS BRI) sesuai dengan hukum Islam yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
BRI untuk mengisi Surat Kuasa pemotongan gaji untuk zakat dan infaq dengan tim
konseptor yang terdiri dari Bapak H. Sarwono Sodarto, Bapak H. Purwanto, Bapak
H. Prayogo Sedjati mewakili pengurus BAPEKIS dan Bapak Misbahul Munir dan H.
Ahmad Mujahid sebagai pelaksana. Dan sebagai bentuk dukungan dan rasa
kepedulian yang tinggi Surat Edaran tersebut ditandatangani oleh para direksi.
Menyikapi Surat Edaran tersebut berbagai komentarpun mengalir dari para
pekerja BRI, baik yang sangat mendukung maupun yang sangat keberatan. Bentuk
keberatan tersebut ada yang melalui lisan bahkan sampai ada yang menulis surat
keberatan. Tapi perlu digarisbawahi, bahwa keberatan para pekerja tersebut pada
intinya bukan keberatan tentang kewajiban zakat itu sendiri atau keberatan terhadap
keberadaan YBM BRI, tapi lebih kepada mereka sudah menyalurkan langsung
kepada mustahik dan adanya kekhawatiran tidak optimalnya penyaluran.
“Keberatan tersebut harus dijawab dengan prestasi dan dengan kinerja yang
baik. Yang penting niat kita baik, ikhlas dan untuk mengemban amanat saudara-
saudara kita yang lemah. Insya Allah, semuanya akan berakhir dengan baik. Segala
rintangan dan keberatan harus dianggap sebagai cobaan untuk meningkatkan syiar
zakat dan untuk berbuat yang terbaik”. Demikian sikap yang diambil para pendiri
YBM BRI dalam menyikapi keberatan tersebut.
Perkembangan selanjutnya setelah dana terkumpul relativ besar, pengurus
BAPEKIS memutuskan untuk merebut orang yang khusus dan sudah berpengalaman
mengelola dana zakat dan kegiatan sosial lainnya dan memberikan otonomi penuh
kepada YBM BRI untuk mengelola dana ZIS tersebut.
Dalam jangka satu tahun, tepatnya pada tanggal 6 November 2002 YBM BRI
dikukuhkan oleh Menteri Agama sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional dengan No.
SK 445. 63 dengan pengukuhan tersebut berarti YBM BRI sudah mendapat legalitas
untuk mengelola dana zakat, infaq, shadaqah tidak hanya terbatas dari zakat pekerja
BRI tetapi juga dari masyarakat luar di seluruh Indonesia. Dan dengan pengukuhan
tersebut YBM BRI menjadi salah satu dari 14 Lembaga Zakat di seluruh Indonesia
yang berskala Nasional.
Dengan didirikannya Yayasan Baitul Maal BRI, diharapkan dapat melengkapi
lembaga-lembaga yang telah ada lebih dulu. Seraya berpegang teguh pada prinsip
fastabiqul khairaat dalam mengangkat martabat mustahik (penerima zakat). Dengan
komitmen “Mengubah Mustahik Menjadi Muzakki”. Disamping itu dimaksudkan
agar supaya para pekerja BRI selalu peduli terhadap kewajibannya sebagai
muslim/muslimat dan juga peduli kepada lingkungan sosial masyarakat di sekitarnya
sebagai wujud implementasi slogan BRI “Besar Bersama Rakyat”.
2. Visi Dan Misi YBM BRI
Yang menjadi visi YBM BRI adalah menjadi pengelola ZIS terkemuka di
Indonesia yang amanah, profesional dan sesuai dengan syariat Islam.64
63 Aspek Legal : 10 Agustus 2001 para direksi, pemimpin wilayah dan para pejabat di
KANPUS mendirikan YBM BRI dengan Akte Notaris No.52 Tahun 2001 di Notaris Agus Madjid SH, Tanggal 6 November 2002 YBM BRI dikukuhkan oleh Menteri Agama sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional dengan No. Sk 445.
64 Dalam pelaksaan kegiatannya, Lembaga Amil Zakat YBM BRI dilakukan secara professional dan transparan dengan diaudit laporan keuangannya oleh akuntan publik. Disamping
Adapun Misi YBM BRI adalah :
1) Mengoptimalkan pengumpulan dan penyaluran ZIS di lingkungan BRI dan umat
Islam pada umumnya.
2) Meningkatkan pemanfaatan ZIS secara tepat guna dan berhasil guna.
3) Menyelenggarakan kegiatan dengan memperhatikan prinsip-prinsip GCG.
3. Keunggulan Berzakat Melalui YBM BRI
1. Menyalurkan zakat dengan efisien, efektif, dan menjangkau daerah-daerah yang
terpencil dan minus di seluruh Indonesia
a. Memfungsikan BRI Cabang dan Unit sebagai mitra salur yang tersebar
diseluruh pelosok Nusantara.
b. Melibatkan seluruh pekerja BRI muslim seluruh Indonesia dalam program
“Agen Sosial” dalam bentuk merekomendasikan, monitoring dan membina
mustahik yang ada dilingkungan tempat tinggal para pekerja.
c. Prioritas daerah-pemanfaatan Peran Kanwil / Kanins / Kanca / Unit BRI
seluruh Indonesia.
2. Pembinaan yang Berkesinambungan dan Terukur
a. Merekomendasikan binaan YBM BRI untuk mendapatkan KTA (Kredit
Tanpa Anggunan).
berupaya semaksimal mungkin sesuai dengan syariat Islam dengan Pembina Syariah Prof.Dr.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM.
b. Pengenalan binaan pada proses permodalan dari perbankan (membina usaha
kecil menjadi bankable).
c. Mengikutkan binaan usaha YBM BRI untuk mengikuti pelatihan usaha kecil
yang diadakan Kantor Cabang BRI.
3. Mewujudkan masyarakat seimbang dari segi ekonomi, rohani, duniawi, dan
ukhrawi.
a. Mustahik yng dapat dibantu YBM BRI adalah yang mendapatkan
rekomendasi dari masjid sebagai jamaah aktif.
b. Dibina langsung baik yang berkenaan dengan keagamaan maupun manajemen
usaha oleh pekerja BRI yang merekomendasikan.
c. Dibina dan dimonitor oleh masjid yang merekomendasikan mustahik tersebut.
4. Transparan dan Kesesuaian dengan Syariah
a. Pengawasan Internal melalui dewan pengawas.
Cara kerja :
1) Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan.
2) Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan
Dewan Pertimbangan.
3) Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana,
yang mencakup pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan.
4) Melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syari’ah.
b. Diaudit Akuntan Publik.
Cara Kerja :
1) Melakukan Pencatatan, pendokumentasian dan pengarsipan transaksi
dana ZIS.
2) Melakukan pemeriksaan Pengelolaan dana ZIS apakah telah sesuai
dengan ketentuan syariah dan prinsip akuntansi yang berlaku.
3) Penerbitan laporan keuangan berkalayang diaudit oleh lembaga.
c. Pengawas Syariah melalui Pembina Syariah.
Cara Kerja :
1) Memberikan nasihat dan saran kepada direksi, pimpinan unit usaha
syari’ah dan pimpinan kantor cabang lembaga keuangan syari’ah
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek syari’ah.
2) Melakukan pengawasan, baik secara aktif maupun secara pasif terutama
dalam pelaksanaan fatwa Dewan Syari’ah Nasional serta memberikan
pengarahan / pengawasan atas produk / jasa dan kegiatan usaha agar
sesuai dengan prinsip syari’ah.
3) Sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan Dewan
Syari’ah Nasional dalam mengkomunikasikan usul dan saran
pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syari’ah yang
memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan Syari’ah Nasional.
B. Struktur Organisasi YBM BRI
Sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat, Lembaga Amil Zakat memiliki
struktur organisasi. Berikut struktur organisasi pada YBM BRI, tugas dan fungsinya.
1. Badan Pembina beranggotakan ; H. Sopyan Basir, H.Sarwono Sudarto,
H.Sulaiman Arief Arianto, H. Bambang Soepeno, Lenny Sugihat, H. Abdul
Salam, H. A. Toni Sutirto. Mempunyai Fungsi memberikan pertimbangan fatwa,
saran, dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas dalam
pengelolaan Lembaga Amil Zakat, meliputi aspek syari’ah dan aspek
manajerial.65
Adapun tugas pokok Badan Pembina :
a) Memberikan garis-garis kebijakan umum Lembaga Amil Zakat.
b) Mengesahkan rencana kerja Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas.
c) Mengeluarkan fatwa syari’ah baik diminta maupun tidak berkaitan dengan hukum
zakat yang wajib diikuti Lembaga Amil Zakat.
d) Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan
Komisi Pengawas baik diminta mapun tidak.
e) Memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja Badan Pelaksana dan
Komisi Pengawas.
f) Menunjuk Akuntan Publik.66
65 Pengurus YBM BRI adalah yang berada di kantor pusat. YMB BRI mengadakan rapat pengurus dan pelaksana setiap 5 tahun sekali untuk membahas kinerja para pengurus, struktur kepengurusan ini cendrung tetap, pergantian pengurus terjadi apabila ada pengurus yang dimutasi ke daerah. Selain itu rapat 5 tahunan sekali ini juga membahas program-program yang telah dilaksanakan dan menyusun program yang akan dilaksanakan.
66 Hafidhuddin, Didin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta : Gema Insani Press, 2002).
2. Pengawas Yayasan yang beranggotakan ; H. Sultan Hamid, H. Johari Subrata,
Alimudin, Dony Prihatwati, Djoko Retnadi. Mempunyai fungsi sebagai pengawas
internal lembaga atas operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana.
Adapun tugas pokok Pengawas Yayasan :
a) Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan.
b) Mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan Dewan
Pertimbangan.
c) Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana, yang
mencakup pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan.
d) Melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syari’ah.
3. Pembina Syariah pada YBM BRI adalah Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma,
SH, MA, MM. Fungsi pembina syariah sebagai perwakilan Dewan Syari’ah
Nasional yang ditempatkan pada lembaga keuangan syari’ah wajib ;
a) Mengikuti fatwa Dewan Syariah Nasional.
b) Merumuskan permasalahan yang memerlukan pengesahan Dewan Syariah
Nasional.
c) Melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan lembaga keuangan syariah yang
diawasinya kepada Dewan Syariah Nasional sekurang-kurangnya satu kali dalam
setahun.
Adapun tugas pokok Pembina Syariah :67
a) Memberikan nasihat dan saran kepada direksi, pimpinan unit usaha syari’ah dan
pimpinan kantor cabang lembaga keuangan syari’ah mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan aspek syari’ah.
b) Melakukan pengawasan, baik secara aktif maupun secara pasif terutama dalam
pelaksanaan fatwa Dewan Syari’ah Nasional serta memberikan pengarahan /
pengawasan atas produk / jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip
syari’ah.
c) Sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan Dewan Syari’ah
Nasional dalam mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan
jasa dari lembaga keuangan syari’ah yang memerlukan kajian dan fatwa dari
Dewan Syari’ah Nasional.
4. Pengurus yang beranggotakan ; H. Purwanto, SE, Ir. Wasi Kirana, Hj. AM. Nova
Cristiana, Agus Noorsanto, H. A. Solichin L, H. Eko Bambang Suharno, Irianto.
Fungsi dari pengurus adalah sebagai pelaksana pengelolaan zakat.
Adapun tugas pokok Pengurus :
a) Membuat rencana kerja
b) Melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah
disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
67 Mahkamah Agung RI, Kapita Selekta Perbankan Syar’iah Menyongsong Berlakunya UU.
No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan UU. No. 7 Tahun 1989 Perluasan Wewenang Peradilan Agama, (Jakarta Pusdiklat Mahkamah Agung RI, 2007), h. 428-429
c) Menyusun laporan tahunan
d) Menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada pemerintah.
e) Bertindak dan bertanggung jawab untuk dan atas nama Lembaga Amil Zakat ke
dalam maupun ke luar.
5. Ketua Pelaksana Harian, yang saat ini tugasnya diemban oleh H. Moh. Nasir
Tajang. Fungsi dari Ketua Pelaksana Harian adalah merencanakan,
mengkordinasikan dan mengendalikan kegiatan-kegiatan utama / program
lembaga dan kegiatan-kegiatan yang secara langsung berhubungan dengan
program tersebut dalam upaya mecapai target. Sebagai pimpinan organisasi yang
diangkat oleh Badan Pembina, memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
a) Bertanggung jawab atas kelangsungan hidup lembaga.
b) Membuat perumusan dan tujuan, rencana dan kebijakan umum serta
mengevaluasi seluruh kegiatan lembaga.
c) Pengambil keputusan-keputusan yang dapat mempengaruhi jalannya kegiatan
lembaga.
6. Bagian Penghimpunan. Saat ini posisinya ditempati oleh Anwar Sadat.
Mempunyai fungsi merencanakan, melaksanakan dan mengawasi kegiatan
penghimpunan dana baik pada tingkat internal maupun dalam kerjasama dengan
pihak ketiga / kantor layanan.
Adapun tugas pokok Bagian Penghimpunan :
a) Sosialisasi ZIS
b) Layanan Konseling ZIS
c) Layanan penerimaan dana ZIS termasuk donasi kemanusiaan dan program
tanggung jawab social lembaga yang dikerjasamakan.
d) Layanan muzaki / donator.
7. Bagian Keuangan & Administrasi. Saat ini posisinya ditempati oleh Yunni
Partina. Mempunyai fungsi mengatur dalam pelaksanaan dan penyelesaian tugas-
tugas administrasi, keuangan dan kepersonaliaan lembaga untuk mencapai
kelancaran dan pertumbuhan kegiatan yang optimal.
Adapun tugas pokok Bagian Keuangan & Administrasi :
a) Pencatatan, pendokumentasian dan pengarsipan transaksi dana ZIS.
b) Pengelolaan dana ZIS sesuai ketentuan syariah dan prinsip akuntansi yang
berlaku.
c) Penerbitan laporan keuangan berkala, termasuk yang diaudit oleh akuntan publik.
8. Bagian Pendayagunaan. Saat ini posisinya ditempati oleh Ahmad Faqih.
Mempunyai fungsi merencanakan, melaksanakan dan mengawasi kegiatan
pendayagunaan dana baik pada tingkat internal maupun dalam kerjasama dengan
pihak ketiga / kantor layanan.
Adapun tugas pokok Bagian Pendayagunaan :
a) Pelayanan sosial untuk kebutuhan kritis dan mendesak.
b) Pengembangan ekonomi masyarakat.
c) Pengembangan sumber daya masyarakat.
Struktur pengurus YBM BRI dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
C. Sumber Dan Penggunaan Dana ZIS YBM BRI
Sumber dana YBM BRI terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :
Badan Pembina
Pembina Syariah Pengawas Yayasan
Pengurus YBM BRI
Ketua Pelaksana
Bagian Penghimpunan
Bagian Keuangan & Administrasi
Bagian Pendayagunaan
1. Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Abadi, dan Bergulir.68
a. Sumber dari Donatur dan Bagi Hasil Bank Syariah.
• Penerimaan dari zakat perusahaan dan karyawan
• Penerimaan Dana Abadi
• Penerimaan dari bagi hasil Bank Syariah
b. Sumber dari Non Donatur
• Pengembalian Dana Bergulir
• Penerimaan Lain-lain
c. Penggunaan Dana
1) Penyaluran pada Fakir/Miskin
2) Penyaluran pada FiiSabilillaah
• Penyaluran pada Muallaf
• Penyaluran pada Gharimin
• Penyaluran pada Ibnu Sabil
• Biaya Amilin
• Biaya Operasional Amilin
2. Sumber dan Penggunaan Dana Infaq, Shodaqoh, dan Amilin
a Sumber dari Donatur dan Bagi Hasil Bank Syariah
• Penerimaan Dana Infaq dan Shodaqoh
68 Pada tahun 2004 YBM BRI mendapat penghargaan sebagai pemenang I Zakat Award
Kategori Pendayagunaan Zakat, Tahun 2005 pemenang II Zakat Award Kategori Penghimpun Dana Tertinggi, Tahun 2005 pemenang II Zakat Award Kategori Pendayagunaan Zakat.
• Penerimaan Dana Amilin
• Penerimaan dari bagi hasil Bank Syariah
b Sumber dari Non Donatur
1) Penerimaan Lain-lain
c Penggunaan Dana
• Penyaluran pada Fakir/Miskin
• Penyaluran pada FiiSabilillaah
• Biaya Gaji dan Tunjangan Amil
• Biaya Perlengkapan kantor
• Biaya Pelatihan, Seminar, dan Jasa Konsultan
• Biaya Sosialisasi Zakat
• Biaya Telekomunikasi
• Biaya Transportasi dan Akomodasi
• Biaya Konsumsi dan Rumah Tangga
• Biaya Penyusutan
3. Sumber dan Penggunaan Dana Non Syariah
a Sumber Dana
• Penerimaan Bunga dari Dana Zakat, Abadi dan Bergulir
• Penerimaan Bunga dari Dana Infaq
• Penerimaan Bunga dari Dana Amilin
b Penggunaan Dana
• Biaya Bank-Dana Zakat, Abadi dan Bergulir
• Biaya Bank-Dana Infaq
• Biaya Bank-Dana Amilin
• Biaya Lain-lain
D. Kendala-kendala Yang Dihadapi YBM BRI
Kendala yang dihadapi dalam upaya pelembagaan YBM BRI selama ini
antara lain :
1. Pemahaman Zakat
Yang dimaksud dengan pemahaman disini adalah pengertian umat Islam
tentang zakat itu, pengertian mereka sangat terbatas kalau dibandingkan dengan
pengertian mereka tentang shalat dan puasa. Misalnya ini disebabkan karena
pendidikan keagamaan Islam di masa lampau kurang menjelaskan pengertian dan
masalah zakat ini. Akibatnya karena kurang paham, umat Islam kurang pula
melaksanakannya.69
2. Sikap Kurang Percaya
Disamping kesadaran yang makin tumbuh dalam masyarakat Islam Indonesia
tentang pelaksanaan zakat, dalam masyarakat ada juga sikap kurang percaya terhadap
69 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomin Islam : Zakat dan Wakaf (Jakarta : UI Prees,
1998), cet 1 h. 53.
penyelenggaraan zakat itu. Sikap ini sesungguhnya ditujukan kepada orang atau
sekelompok orang yang mengurus zakat, misalnya masyarakat kurang percaya
terhadap YBM BRI, antara lain karena pengelola YBM BRI kurang professional serta
kurang terbuka dalam pengelolaan ZISnya.
3. Sikap Tradisional
Kebiasaan para wajib zakat dan pada masyarakat umumnya menyerahkan
zakatnya tidak kepada delapan kelompok atau beberapa dari delapan golongan yang
berhak menerima zakat, tetapi kepada para pemimpin agama setempat (kepada
kyai/tokoh masyarakat). Pemimpin agama ini tidak bertindak sebagai amil yang
berkewajiban membagikan atau menyalurkan zakat kepada mereka yang berhak
menerimanya, tetapi bertindak sebagai mustahik (orang yang berhak menerima zakat)
sendiri dalam kategori Sabilillaah yakni orang yang berjuang di jalan Allah. Cara dan
sikap ini tidak sepenuhnya salah. Namun sikap demikian tersebut seyogyanya
ditinggalkan, diantaranya untuk menghindari penumpukan harta (zakat) pada orang
tertentu. Padahal salah satu tujuan zakat adalah pemerataan rezeki untuk mencapai
keadilan.
BAB IV
ANALISA TERHADAP PEMBERDAYAAN ZAKAT MODERN
YBM BRI
A. Strategi Dalam Menghimpun Dana ZIS
YBM BRI memiliki strategi khusus untuk pengelolaan dana ZIS yang
meliputi penghimpunan, pendistribusian sampai ke proses pendayagunaan. Adapun
langkah-langkah yang ditempuh oleh YBM BRI dalam menghimpun dana ZIS
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Komunikasi aktif dengan BRI berupa laporan kegiatan yang telah, sedang dan
akan dilakukan, dengan begitu para pekerja semakin yakin akan keberadaan YBM
BRI karena segmen pasar YBM BRI adalah pegawai BRI, disamping masyarakat
luas pada umumnya.70
2. Membentuk Jaringan
Jaringan yang dimaksud disini adalah jaringan keseluruhan pihak yang terkait
dalam ibadah maaliyah ini yang terdiri dari :
a. Jaringan Mustahik. YBM BRI memandang bahwa mustahik bukanlah sebagai
objek melainkan sebagai salah satu subjek penting dalam penyaluran dana
maupun pelaksanaan program. YBM BRI bekerjasama antara lain dengan ;
70 Wawancara dengan Bpk, H. Moh. Nasir Tajang (Ketua Pelaksana Harian YBM BRI), Jakarta, 31 Maret 2008.
Foundation Nusantara, AFKN (al-Faadh Kafa’ah Nusantara, Yayasan al-
Mubarokah, Yayasan al-Hikmah, Yayasan al-Fallah, Masjid al-Husna, Masjid
as-Shurah.
b. Jaringan Amil
YBM BRI yakin dalam kegiatannya membutuhkan sinergi dari berbagai
pihak, oleh karena itu kerjasama antar amil mutlak diperlukan, YBM BRI
menjalin kerjasama dengan pihak yang memiliki visi yang sama.
c. Jaringan Muzakki
Jaringan muzakki yang ingin dibentuk adalah jaringan muzakki yang aktif
dan peduli atas kesejahteraan umat, maka dari itu YBM BRI membentuk
pengurus ditingkat cabang untuk memudahkan dalam pelaksanaan program
dan pendistribusian dana ZIS.
3. Mengoptimalkan cabang.
Bagi pemohon yang berasal dari daerah, YBM BRI di tingkat cabang turun
kelapangan untuk melakukan survey untuk selanjutnya dilaporkan ke tingkat
pusat.
4. Melibatkan para pekerja dalam hal penyaluran dana dalam program agen sosial.
Para pekerja BRI melaporkan kepada YBM BRI apabila dilingkungan tempat
tinggal mereka ada yang memerlukan bantuan, karena merekalah yang
mengetahui lingkungan tempat tinggal mereka.
5. Kemudahan akses keuangan.
Dalam bentuk laporan keuangan untuk donator dan masyarakat luas, termasuk
yang diaudit oleh akuntan publik.
6. Adapun strategi yang kemungkinan sedang diupayakan oleh YBM BRI adalah
berzakat melalui via sms, via Internet, tentunya bekerjasama dengan pihak-pihak
yang berkompeten dalam dibang tersebut.71
B. Program Pendayagunaan Melalui Efektifitas Pengelolaan Dana ZIS
Untuk mencapai hasil yang maksimal, efektif dan efisien serta tercapainya
sasaran dan tujuan zakat, maka pendayagunaannya lebih baik diarahkan ke arah yang
produktif. Pemanfaatan dan pendayagunaan alokasi dana zakat dapat digolongkan ke
dalam empat kategori, sebagai berikut :
1. Konsumtif Tradisional
Dalam hal ini zakat hanya dapat dimanfaatkan oleh mustahiq secara langsung dan
hanya cukup memenuhi kebutuhan sesaat. Bentuk ini lebih sesuai diberikan
kepada yang benar-benar tidak mampu berusaha mencari rizki disebabkan,
misalnya, sudah sangat tua dan lemah badannya, atau halangan lain yang dapat
diterima akal.
2. Konsumtif Kreatif
Dalam hal ini mustahiq dapat mengembangkan dan memanfaatkan zakat,
misalnya untuk pembelian alat-alat sekolah, bea siswa, dan lain-lain.
71 Wawancara dengan Ahmad Faqih (Staf Pendayagunaan), Jakarta 19 Mei 2008.
Pendistribusian seperti ini lebih relevan dilaksanakan untuk mereka yang
kekurangan tetapi mempunyai potensi untuk mengembangkan diri.
3. Konsumtif Tradisional
Dimana zakat dapat diberikan dalam bentuk barang produktif, seperti bantuan
ternak seperti, kambing, sapi. Pemberian pupuk untuk petani dengan harga
murah. Bentuk seperti ini lebih sesuai diberikan kepada mereka yang tergolong
mustahiq yang mau, mampu dan kuat berusaha.
4. Produktif Kreatif
Dimana zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan, baik untuk membangun
proyek sosial atau untuk menambah modal bagi para pedagang kecil.72
Model pemanfaatan dan pendayagunaan dana zakat secara produktif-kreatif
merupakan model yang paling signifikan dalam mengalokasikan pendayagunaan dana
zakat. Hal ini dilakukan oleh Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat yang
menyerupai sebuah badan usaha ekonomi atau Baitul Maal yang membantu
permodalan dalam berbagai bentuk kegiatan ekonomi masyarakat dan pengembangan
usaha-usaha golongan ekonomi lemah, terutama fakir miskin yang umumnya
menganggur / tidak bisa berusaha secara optimal karena kekurangan dan ketiadaan
modal.
72 Syahrin, Syahrin, Islam Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, (Yogyakarta : PT Tiara
Wacana Yogya, 1999), cet 1, h. 103-104.
Konsep pendayagunaan zakat produktif kreatif inilah yang dianggap paling
memungkinkan efektifnya tujuan zakat adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan,
yaitu mewujudkan keadilan sosial dalam upaya pengentasan kemiskinan. Oleh karena
itu kebijakan pendayagunaan zakat harus relevan dengan efektivitas dan produtifitas
zakat itu sendiri.
Di dalam undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.
Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat :
1. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahik dilakukan berdasarkan
persyaratan sebagai berikut :
a) Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahik delapan ashnaf yaitu fakir,
miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah dan ibnu sabil.
b) Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan
dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.
c) Mendahulukan mustahik dalam wilayahnya masing-masing.
2. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan
berdasarkan persyaratan sebagai berikut :
a) Apabila pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sudah
terpenuhi dan ternyata masih terdapat kelebihan.
b) Terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan.
c) Mendapat persetujuan tertulis dari dewan pertimbangan.
Prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha produktif
ditetapkan sebagai berikut ; melakukan studi kelayakan, menetapkan jenis usaha
produktif, melakukan bimbingan dan penyuluhan, melakukan pemantauan,
pengendalian dan pengawasan, mengadakan evaluasi, membuat laporan.
Program kerja YBM BRI.
1. Hadir di Tengah Musibah
YBM BRI selalu berusaha berada di lokasi musibah untuk meringankan beban
korban yang terkena musibah. Baik tim langsung dari Jakarta maupun melalui Kantor
Wilayah, Kantor Cabang, maupun Kantor Unit BRI di seluruh pelosok Nusantara.
Selama ini, YBM BRI telah ikut membantu saudara-saudara yang ditimpa
musibah mulai dari bencana akibat gelombang tsunami di Aceh, banjir di Riau, banjir
bandang dan longsor di Bohorok, banjir bandang di Jember, longsor di Banjarnegara,
hingga gempa di Nabire. Tidak terhitung peristiwa bencana akibat kebakaran di
berbagai daerah, juga banjir dan gempa di seluruh pelosok Indonesia.
Bantuan yang diberikan pun beragam. Mulai dari bantuan makanan. Peralatan
masak, layanan kesehatan, serta berbagai kebutuhan lainnya di tengah bencana. Kami
bersama dengan seluruh jajaran BRI selalu siap memberi bantuan kepada korban
bencana.
2. Menjawab Kebutuhan Masyarakat
Banyak saudara kita yang menderita karena ketidakmampuan fisiknya. Ada
yang tidak bisa melihat karena katarak atau terserang berbagai jenis penyakit ganas
seperti tumor dan berbagai penyakit mengerikan lainnya. YBM BRI selalu berupaya
membantu mereka berupa bantuan biaya operasi.
Mereka yang sakit atau punya penyakit berat tak lepas dari sasaran bantuan
YBM BRI. Cukup banyak frekuensi operasi orang sakit yang dibiayai YBM BRI.
Mulai dari operasi bibir sumbing, tumor, bahkan berbagai penyakit berat lainnya.
Pelayanan gizi kepada masyarakat juga menjadi bagian dari kegiatan YBM
BRI untuk membantu kesehatan masyarakat, terutama di daerah yang mengalami gizi
buruk. Dan tak kalah pentingnya adalah pelayanan kesehatan Cuma-Cuma yang
secara periodik dilakukan di daerah-daerah yang membutuhkan.
Sebagai wujud kepedulian terhadap kesehatan masyarakat, YBM-BAPEKIS-
CSR BRI menyelenggarakan road show pengobatan. Program ini diberi nama Bakti
Insani. Menurut Nasir, program ini diselenggarakan mengingat biaya pengobatan
sangatlah mahal, sehingga banyak masyarakat tidak mampu berobat. “Banyak
masyarakat tidak mampu yang tidak bisa berobat”, katanya.73
Dalam program ini YBM BRI bertindak sebagai pelaksana dibantu Bapekis
BRI, sedangkan dana diambil dari CSR BRI. Mengingat dana yang dipakai adalah
diambil dari CSR (Corporate Social Responsibility) BRI, maka dimaksudkan pula
untuk menggerakkan komunitas BRI. “agar kedermawanan dan kepekaan sosial dari
para karyawan BRI terus terasah melalui kegiatan seperti ini”, tutur Nasir berfilsafat.
Bayangkan, jika 40 ribu karyawan BRI yang muslim mempunyai rasa kepedulian di
lingkungan seperti itu, berapa ratus ribu warga kurang mampu yang akan terbantu.
Kegiatan ini telah dilaksanakan di empat lokasi. Lokasi pertama di Kelurahan
Cawang gang arus. Di kawasan ini banyak komunitas pendatang dari kalangan tidak
73 INFOZ, Edisi II/Th II/ April-Mei 2007.
mampu. Sebagian besar padagang kecil, baik pedagang sayur, pedagang es dan
pedagang keliling lainnya. Berikutnya diselenggarakan di Makaliwe, Grogol, Jakarta
Barat. Kawasan ini merupakan kawasan padat penduduk. Kebersihan lingkungan dan
sanitasi sangat tidak terawat, alasan itulah YBM memilih tempat ini untuk dijadikan
lokasi pengobatan.
Ketiga, dilaksanakan di Depok. Pengobatan missal di Depok mendapat
sambutan cukup meriah. Bukan hanya ribuan warga yang hadir, namun Wali Kota
Depok, Nur Mahmudi Ismail juga hadir memberi bantuan. Lokasi ke empat di
Cimande, Bogor.
3. Mendukung Pendidikan
Biaya pendidikan merupakan salah satu fokus perhatian YBM BRI. Sebab,
pendidikan merupakan wahana untuk memperbaiki generasi mendatang. Bila potensi
zakat dapat digali secara maksimal, kemiskinan dan pengangguran di Indonesia dapat
diatasi dengan baik. Menurut data sementara, potensi zakat Indonesia tercatat besar,
yakni sekitar 7,5 triliun pertahun. Itu masih bisa bertambah jika pengelolaan zakat
dilakukan secara professional dan serius. Mengingat pentingnya peranan zakat untuk
membantu masyarakat kurang mampu inilah YBM BRI bergiat dalam menggali dana
zakat di lingkungan BRI dan menyalurkannya kepada masyarakat tidak mampu dan
membutuhkan.
Komitmen untuk membantu kalangan tidak mampu itu diwujudkan YBM BRI
dalam bentuk pemberian beasiswa. Pada tahun ajaran baru 2006, penerima beasiswa
YBM BRI telah berjumlah 1535 anak yang tersebar di seluruh Indonesia, mulai
tingkat SD sampai Perguruan Tinggi. Bahkan jika dilihat perkembangan dari tahun ke
tahun cendrung meningkat. Tahun 2002 sebanyak 333, tahun 2003 sebanyak 615,
tahun 2004 sebanyak 983, tahun 2005 sebanyak 1120 dan tahun 2006 sebanyak 1535.
Meningkatnya penerima beasiswa dikarenakan kondisi ekonomi bangsa yang belum
pulih. Sehingga banyak anak usia sekolah yang terancam putus sekolah.
Para penerima beasiswa di YBM BRI, menurut Ahmad Fakih, dikelompokkan
menjadi empat komponen, pertama komponen institusional lembaga pendidikan,
kedua, sinergi dengan lembaga lain, ketiga, rekomendasi dari karyawan dan relawan
BRI, keempat, dari masyarakat umum.74
Adapun periode penerimaan beasiswa, lanjut Fakih, dilakukan setiap bulan
Januari dan Juli. Namun biasanya lebih difokuskan pada bulan Juli karena
berbarengan dengan tahun ajaran baru sedang bulan Januari sifatnya mengevaluasi
saja. “Jika prestasinya bertahan atau bahkan meningkat maka beasiswa dapat
dilanjutkan tapi jika turun maka akan dievaluasi dulu, “ungkapnya. Evaluasi
dilakukan dalam rangka memotivasi anak dan untuk meningkatkan prestasinya,
sehingga memiliki nilai yang bagus dan dapat diterima di sekolah negeri.
Dana beasiswa perbulan untuk tingkat SD sebesar Rp 40 ribu, SMP 60 ribu,
SMA 75 ribu dan Perguruan Tinggi 150 ribu. Memang secara nominal tidak besar
tapi cukup untuk meringankan kebutuhan rutin mereka. Terutama untuk membeli
buku-buku paket pelajaran dan biaya transportasi. Penerima beasiswa tingkat
Perguruan Tinggi mendapat tugas tambahan dari YBM. Mereka diminta memberi
74 Ahmad Fakih, Staf Pendayagunaan YBM BRI.
bimbingan belajar bagi tingkat di bawahnya. Kegiatan ini dimaksudkan untuk
menguatkan tali silahturrahmi antar penerima beasiswa sekaligus memberi tambahan
belajar baik agama maupun pelajaran umum bagi siswa tersebut.
Selain bantuan pendidikan kepada siswa, YBM BRI juga memberi bantuan
kepada sekolah. Bentuknya juga beragam mulai dari perlengkapan belajar hingga
sarana fisik penunjang pendidikan seperti bangunan ruang kelas, perpustakaan, dan
kebutuhan lainnya.
4. Memberdayakan Masyarakat
Upaya pemberdayaan masyarakat juga menjadi bagian aktivitas YBM BRI.
Bantuan diberikan berupa modal usaha bagi para pedagang kecil, petani, peternak,
atau usaha produktif lainnya. Bantuan tentu diberikan dengan perhitungan dan kriteria
yang memenuhi syarat sesuai dengan peruntukan dana yang diamanahkan.
Menurut Ahmad Fakih bantuan berupa modal usaha yang diberikan berkisar
antara Rp. 1 juta sampai Rp 2 juta. Seperti bantuan untuk membuat gerobak, atau
untuk usaha seperti, pedagang es, pedagang sayur dan sebagainya, dan modal tersebut
dikembalikan dengan cara diangsur free tanpa bunga selama 20 bulan, besarnya
tergantung modal usaha yang diberikan. Mustahik juga bisa mengajukan peminjaman
modal kembali untuk mengembangkan usahanya setelah angsuran selesai dibayarkan.
Bantuan bukan hanya modal usaha melainkan juga kesempatan berpameran
serta bentuk bantuan lainnya yang bisa meningkatkan kemandirian para penguasaha
kecil dan mikro. Dengan bantuan ini diharapkan banyak masyarakat yang bisa
berusaha dan hidup mandiri. Sehingga mereka, yang semula masuk kriteria mustahik,
dengan usahanya tersebut bisa berubah menjadi muzakki.
Dari permasalahan yang terjadi di YBM BRI, maka YBM BRI membuat
langkah konkrit untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di YBM BRI.
Langkah-langkah konkrit tersebut adalah :
1) Melaksanakan pelatihan keterampilan.
2) Memberikan pinjaman modal bergulir.
3) Memberikan pinjaman modal usaha.
4) Melaksanakan kerjasama dengan pihak lain untuk meningkatkan dan memperluas
jaringan pemberdayaan ekonomi mandiri.
5) Membentuk cabang/unit kerja dipelosok nusantara.
6) Melibatkan seluruh pekerja BRI muslim seluruh Indonesia dalam program “Agen
Sosial”.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap efektifitas pengelolaan
dana ZIS pada YBM BRI maka dapat dikatakan semua berjalan sesuai dengan apa
yang telah diprogramkan, misalnya saja dalam penyaluran dana zakat, disebutkan,
bahwa dalam pemberian bantuan harus berdasarkan rekomendasi dari masjid sebagai
jamaah aktif, karena lembaga tersebut melakukan kerjasama salah satunya dengan
pihak masjid sebagai mitra kerja.
Begitu juga halnya dengan penyaluran dana zakat, YBM BRI, tidak hanya
berprinsip sekedar menyalurkan saja, akan tetapi mengusahakan agar dana ZIS yang
disalurkan dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat. YBM BRI berharap
agar para mustahik tidak terus menerus menjadi mustahik, akan tetapi suatu waktu
nanti mereka dapat pula menjadi muzakki dan menjadi donatur tetap di YBM BRI.
Pendistribusian/penyaluran dana zakat kepada delapan golongan mustahik
dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu :
a) Kelompok Permanen
Termasuk dalam kelompok ini adalah fakir, miskin, amil, dan muallaf. Empat
golongan mustahik ini diasumsikan akan selalu ada di wilayah kerja organisasi
pengelola zakat dan karena itu penyaluran dana kepada mereka akan terus
menerus atau dalam waktu lama walaupun secara individu penerima berganti-
ganti.
b) Kelompok Temporer
Termasuk dalam kelompok ini adalah riqab, gharimin, fisabilillah, dan ibnu sabil.
Empat golongan mustahik ini diasumsikan tidak selalu ada di wilayah kerja suatu
organisasi pengelola zakat. Kalaupun ada maka penyaluran dana kepada mereka
tidak akan terus menerus atau tidak dalam waktu panjang sesuai dengan sifat
permasalahan yang melekat pada empat golongan ini.75
C. Pemberdayaan Zakat Modern YBM BRI Ditinjau dari Hukum Islam
Salah satu yang dinilai sangat besar pengaruhnya terhadap zakat, adalah
menyangkut aspek pengelolaannya. Selama ini, pendayagunaan zakat masih saja
75 Lili Bariadi, dkk, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta :Centre For Entreneurship Development,
2005), h. 23.
berkutat dalam bentuk konsumtif-karitatif yang kurang atau tidak menimbulkan
dampak sosial yang berarti, dan hanya bersifat temporary relief.76 Yaitu peringanan
beban sesaat yang diberikan kepada fakir miskin.77
Akibatnya pembayaran wajib zakat umat Islam yang masuk kedalam kegiatan
ibadah dilakukan secara sukalera atas kesadarang masing-masing sehingga potensi
umat yang sebenarnya cukup besar itu terbagi-bagi dalam serpihan kecil yang kurang
berarti.78
Membayar zakat melalui Lembaga Amil Zakat memiliki efek yang jauh lebih
baik daripada membayar zakat secara perorangan. Ini juga harus dibuktikan melalui
pengelolaan zakat yang amanah, profesional dan transparan sehingga tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga Amil Zakat semakin baik. Selain itu,
pemanfaatan zakat melalui program yang produktif, juga menentukan masyarakat
dalam menjatuhkan pilihannya untuk membayar zakat melalui lembaga. Sehingga
diperlukan kecerdasan amil dalam mengelola dana zakat dan menelurkan program
pendayagunaan zakat itu sendiri.
Karena bila zakat tidak diberdayakan secara produktif bagi dhuafa, justru
hanya akan menimbulkan penyakit baru di masyarakat, yakni “kebudayaan
menunggu bantuan tanpa berusaha” (cargo cult mentality). Kalau program yang yang
76 M.Djamal Doa, Pengelolaan Zakat Oleh Negara Untuk Mengurangi Kemiskinan (Jakarta :
Nuansa Madani Publisher, 2004), cet 1, h. 113-114. 77 Yusuf Qardawi, h. 27. 78 Karnaen A. Perwataatmadja, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, (Depok : Usaha
Kami, 1996), h. 116
dijalankan Lembaga Amil Zakat membuat para mustahik menjadi kreatif, maka hal
ini sudah sejalan dengan prinsip zakat itu sendiri yaitu “Mengubah mustahik menjadi
muzakki”. Karena pada hakikatnya, zakat itu memberdayakan dhuafa.
Prinsip-prinsip dasar tentang hakikat tujuan diturunkannya syari’at Islam (al-
maqasid al- syari’ah) sesungguhnya juga berorientasi pada penciptaan kesejahteraan
dan perlindungan kaum dhuafa.79
Namun perlu dipahami, bahwa zakat juga ada yang bersifat konsumtif
disamping yang produktif. Jumlah pemberdayaan dana zakat di sektor produktif mesti
digalakkan agar prinsip zakat tadi benar-benar terwujud. Contohnya, pembangunan
pabrik dengan menggunakan dana zakat yang keuntungan dan kepemilikannya
mengedepankan kepentingan dhuafa agar mereka bisa diberdayakan menjadi pribadi-
pribadi yang kreatif.80
Ditinjau dari hukum Islam apa yang dilakukan YBM BRI dalam hal
penyaluran dana ZIS telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, bagi mustahik yang
belum bisa berusaha (mandiri), orang sakit atau cacat YBM BRI memberikan bantuan
hidup yang sifatnya konsumtif dan bagi mereka yang masih kuat bekerja dan bisa
mandiri dalam menjalankan usaha dalam hal keterampilan, YBM BRI
memberdayakan mereka dengan bantuan modal untuk usaha agar tercipta
kemandirian.
79 Kusuma, Bungai Rampai Islam dan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta : IAIN Indonesian
Social Equity Project, 2006), h. 40. 80http://www.file:///F:/Karena%20Zakat%20Memberdayakan%20Dhuafa%20
%C2%AB.htm. Diakses tanggal 31 mei 2008.
Penyaluran zakat secara produktif ini pernah terjadi di zaman Rasulullah
SAW. Dikemukakan dalam sebuah hadis riwayat Imam muslim dari Salim bin
Abdillah bin Umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah telah memberikan zakat
kepadanya lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi.81 Bahkan
khalifah Umar bin Khatab pernah menyerahkan zakat berupa tiga ekor unta sekaligus
kepada salah seorang mustahik yang sudah rutin meminta zakat kepadanya, tetapi
nasibnya belum berubah. Pada saat penyerahan unta tersebut, khalifah mengharapkan
agar yang bersangkutan tidak datang lagi sebagai penerima zakat, tetapi diharapkan
sebagai pembayar zakat. Keinginan khalifah tersebut ternyata menjadi kenyataan,
karena pada tahun berikutnya orang tersebut datang bukan untuk meminta zakat,
tetapi untuk menyerahkan zakat.82
Kalau kita melihat pengelolaan zakat pada masa Rasulullah saw dan para
sahabat kemudian diaplikasikan pada kondisi sekarang kita dapati bahwa penyaluran
zakat dapat kita bedakan dalam dua bentuk; yakni bantuan sesaat dan pemberdayaan.
Bantuan sesaat bukan berarti bahwa zakat hanya diberikan kepada seseorang satu kali
atau sesaat saja. Bantua sesaat dalam hal ini berarti bahwa penyaluran kepada
mustahik tidak disertai target terjadinya kemandirian ekonomi (pemberdayaan)
mustahik. Hal ini dilakukan karena mustahik yang bersangkutan tidak mungkin lagi
81 http://www.nu.or.id/page.php?=Id&Menu=news_view&news_Id=8203. Diakses tanggal 29
mei 2008. 82Irfan M. Ra’ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar bin Khatab, alih bahasa
Mansyuruddin Djoely, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1979), h. 88.
mandiri seperti pada diri para orang tua yang sudah jompo, orang dewasa yang cacat
yang tidak memungkinkan untuk mandiri.83
Adapun pemberdayaan adalah penyaluran zakat yang disertai target merubah
keadaan penerima (lebih dikhususkan kepada golongan fakir miskin) dan kondisi
kategori mustahik menjadi muzakki. Target ini adalah target besar yang tidak dapat
dicapai dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Untuk itu, penyaluran zakat
disertai dengan pemahaman yang utuh terhadap permasalahan yang ada pada
penerima. Apabila permasalahan adalah kemiskinan, harus diketahui penyebab
kemiskinan tersebut sehingga kita dapat mencari solusi yang tepat demi tercapainya
target yang telah dicanangkan.
Penyaluran dalam dua bentuk di atas umumnya disertai dengan sifat
penyaluran yang berbeda. Untuk bantuan sesaat sifat penyaluran idealnya adalah
hibah. Adapun untuk pemberdayaan, dana yang disalurkan identik dengan pinjaman.
Ada tiga sifat penyaluran dana dalam pemberdayaan; hibah, dana bergulir (qordhul
hasan), dan pembiayaan. Tiga sifat penyaluran ini dibedakan antara dana zakat
dengan dana bukan zakat. Untuk penyaluran dana bukan zakat penyaluran berupa
hibah, dan bergulir (qordhul hasan) dapat dilakukan.
Zakat pada dasarnya diberikan berupa hibah. Artinya tidak ada ikatan antara
pengelola dengan mustahik setelah penyerahan zakat. Perkembangannya zakat dapat
diberikan berupa dana bergulir (pinjaman) oleh pengelola kepada mustahik dengan
83 Lili Bariadi, dkk, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta :Centre For Entreneurship Development,
2005), h. 25.
catatan berupa qordhul hasan. Artinya tidak boleh ada kelebihan yang harus diberikan
oleh mustahik kepada pengelola ketika pengembalian pinjaman tersebut. Besar
pengembalian sama persis dengan jumlah yang dipinjamkan.
Penyaluran dana zakat, baik untuk pihak diluar pengelola maupun untuk
pengelola sendiri, harus dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian. Kehati-hatian
ini bukan berarti mempersulit, karena itu perlu adanya suatu panduan berupa prosedur
baku. Yang membantu bagian pendayagunaan sebagai pemegang dana dalam
memenuhi atau menolak permintaan. Di pihak lain, prosedur baku juga akan
membuat pihak yang mengajukan permintaan akan menerima apabila permintaannya
dipenuhi dalam waktu tertentu atau bahkan ditolak sekalipun.84
Para ulama seperti Imam Syafi’I, an-Nasa’I, dan lainnya menyatakan bahwa
jika mustahik zakat memiliki kemampuan untuk berdagang, selayaknya dia diberi
modal usaha yang memungkinkannya memperoleh keuntungan yang dapat memnuhi
kebutuhan pokoknya. Demikian juga jika yang bersangkutan memiliki keterampilan
tertentu, kepadanya bisa diberikan peralatan produksi yang sesuai dengan
pekerjaannnya.85
Upaya pendayaguaan harta zakat pada usaha-usaha yang bersifat produktif itu
dimaksudkan agar mustahik tidak di didik menjadi masyarakat yang bersifat
konsumtif. Ketika diberi harta dari zakat, maka mustahik berfikir bagaimana
84 Ibid, 26. 85 Hafidhuddin, Anda Bertanya Tentang Zakat, Infak, Sedekah Kami Menjawab, (Badan Amil
Zakat Nasional, 2005), h. 190-191.
memanfaatkan harta zakat itu menjadi modal usaha. Dengan begitu, pada saat
pembagian zakat berikutnya ia tidak lagi menjadi mustahik, malah kalau mungkin
menjadi muzakki (orang yang mengeluarkan zakat).
Jadi seharusnya, peran Lembaga Amil Zakat yang ada sekarang jangan hanya
memberikan zakat konsumtif karena hal itu tidak akan mendidik mustahik untuk
merubah kondisinya (miskin), tetapi dengan mengoptimalkan harta zakat untuk di
distribusikan kepada fakir miskin untuk bantuan usaha (zakat produktif).86
Selain itu, mengenai profesionalisme juga perlu mendapat perhatian khusus.
Berbicara mengenai profesionalisme sangat erat kaitannya dengan siapa saja tim yang
menjalankan Lembaga Amil Zakat YBM BRI, tentu saja yang menjadi objek dari
observasi adalah orang-orang yang secara struktural berada pada lini badan
pelaksana. Mereka yang berada dilembaga tersebut minimal berpendidikan strata dan
dibayar secara professional, meskipun mereka bukanlah orang-orang yang
menyandang predikat Sarjana Ekonomi Islam, namun para personil selalu
mendapatkan pelatihan-pelatihan tambahan yang berkaitan dengan pengelolaan
Lembaga Amil Zakat yang tentunya sedikit banyak dapat menunjang kinerja mereka
dilapangan maupun di kantor.
Lembaga amil zakat yang memegang amanah untuk mengelola harta agama
tersebut harus merupakan lembaga keuangan dan pengembangan yang sifatnya
professional dan permanen. Sifat professional sebagai salah satu syarat pelaksanaan
86http://www.target-jo8.blogspot.com/2007/11/zakat produktif/solusi pengurangan.html.
Diakses tanggal 29 mei 2008.
amanah sesuai dengan hadis Nabi Muhammad saw. agar suatu tugas atau pekerjaan
itu diserahkan kepada orang yang memiliki keahlian dibidangnya. Sedangkan sifat
permanent karena selain untuk mencapai tujuan jangka panjang, juga harus
melakukan tugas terus menerus sejak penelitian dan pengembangan, perencanaan,
implementasi serta pemantauan, dan evaluasi sebagai perwujudan profesionalisme.87
Yang tidak kalah pentingnya dari keberadaan suatu lembaga pengelola dana
umat adalah transparansi. Hal ini dapat dilihat pada unsur-unsur berikut :
a. Memiliki sistem, prosedur dan aturan yang jelas.
Sebagai sebuah lembaga, sudah seharusnya jika semua kebijakan dan ketentuan
dibuat aturan mainnya secara jelas dan tertulis, sehingga keberlangsungan
lembaga tidak bergantung pada figur seseorang, tetapi kepada sistem.
b. Manajemen Terbuka
Karena Lembaga Amil Zakat tergolong lembaga publik, sudah selayaknya jika
menerapkan manajemen terbuka, disinilah transparansi dari Lembaga Amil Zakat
dapat terlihat. Upaya yang ditempuh seperti adanya hubungan timbal balik antara
amil zakat selaku pengelola dengan masyarakat (baik muzakki maupun
mustahik). Sistem ini pun dianut oleh YBM BRI hal ini terwujud di dalam sebuah
situs pribadi mereka yang dapat diakses oleh siapapun.
c. Publikasi
87 Warkum Sumitro, Perkembangan Hukum Islam di Tengah Dinamika Sosial Politik
Indonesia, (Malang : Bayu Media Publishing, 2005), h. 231
Semua yang telah dilaksanakan harus disampaikan kepada publik, sebagai bagian
dari pertanggungjawaban dan transparannya pengelola. Biasanya YBM BRI
menggunakan media internal untuk mempublikasikan kegiatan mereka melalui ;
majalah seperti BRI BRITAMA, INPRESARIO, MIKRO BANKING.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan penulis, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia sebagai salah satu Lembaga Amil
Zakat Nasional berusaha mengimplementasikan visi pengelolaan yang amanah,
professional, dan berkesesuaian dengan syariat Islam.
2. Dalam fiqh dijelaskan, bahwa harta zakat itu hendaknya bersifat produktif.
Artinya, menyalurkan harta zakat kita kepada Lembaga Pengelola Zakat, karena
lembaga tersebut sudah jelas, terorganisir dan lembaga tersebut sudah banyak
bekerjasama dengan lembaga lain baik lembaga pendidikan maupun lembaga
ekonomi, sehingga dana ZIS tersebut bisa tersalurkan dengan baik kepada para
mustahiq, dilihat dari sisi kelayakannya sebagai mustahiq. Tidak hanya itu
diharapkan dengan dana ZIS tersebut dapat membuka terciptanya lapangan
pekerjaan sehingga kehidupan ekonomi umat untuk bisa merata
3. Ditinjau dari hukum Islam apa yang dilakukan oleh Yayasan Baitu Maal Bank
Rakyat Indonesia dalam hal pengelolaan dan pendistrbusian dana ZIS telah sesuai
dengan ketentuan syari’ah. Pendistribusian dana ZIS secara produktif ini pun
telah terjadi di masa Rasulullah saw dan Sahabat.
B. Saran-Saran
1. Untuk pengelolaan dana ZIS hendaklah diperlukan kerjasama dengan berbagai
pihak yang terkait, terutama pihak berwenang, dalam hal ini pemerintah. Sebab
adanya sinergi antara pihak swasta dan pemerintah merupakan salah satu langkah
menuju efesiensi dan efektifitas dari pengelolaan dana ZIS yang bermuara pada
tepatnya alokasi dana ZIS yang tentunya berdasarkan hukum positif di Indonesia
yaitu Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dan
bedasarkan hukum Islam.
2. Pertahankan pelayanan yang memuaskan terhadap mustahiq, sehingga YBM BRI
menjadi kepercayaan para muzaki dan mustahiq di Jakarta.
3. Program-program yang belum terlaksana di YBM BRI untuk diprogramkan
kembali tahun berikutnya. Apabila tidak berhasil diganti dengan program-
program lain yang bisa memenuhi kebutuhan mustahiq.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran al-Karim Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, (Economic Doctrines Of slam), terjemahan,
Soeroyo dan Nastangin, Yogyakarta : Dana Bhakti, 1996, Jilid 3. Ali, Muhammad Daud, Sistem Ekonomi Islam : Zakat dan Wakaf , Jakarta : UI Press,
1998, cet 1. An-Nabhani, Taqiyuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam,
(An Nidhamul Iqtishad Fil Islam), terjemahan M. Maghfur Wachid, Surabaya : Risalah Gusti, tth, 1999, cet ke 4.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Pedoman Zakat, Semarang : PT.
Pustaka Rizki Putra, 1999. Bariadi, Lili, dkk, Zakat dan Wirausaha, Jakarta, Centre For Entreneurship
Development, 2005, cet ke 1. Departemen Agama RI, Undang-undang Republik Indonesia No.38 Tahun 1999
Tentang Pengelolaan Zakat. Djazuli, A, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2002, Ed. 1, Cet. 1 Djuanda, Gustian, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, ed. 1. Doa, Djamal, M, Menggagas Pengelolaan Zakat Oleh Negara, Jakarta : Nuansa
Madani, 2001. Hafidhuddin, Didin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta : Gema Insani
Press, 2002.
----------------, Anda Bertanya Tentang Zakat, Infak, Sedekah Kami Menjawab, Badan Amil Zakat Nasional, 2005.
HM. Rasidi, Humanisme Dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1980, cet I. Harahap, Syahrin, Islam Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, Yogyakarta : PT
Tiara Wacana Yogya, 1999, cet 1. Hasan, M, Ali, Masail Fiqhiyah : Zakat, Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan,
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000, cet 3. Ibrahim, Qutb Muhammad, Bagaimana Rasulullah Mengelola Ekonomi, Keuangan
dan Sistem Administrasi, Diterjemahkan dari kitab al-Siyasah al-Maliyah li al-Rasul, Jakarta : Gaung Persada Press, 2007.
Idris, Sofwan, Gerakan Zakat Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat, Jakarta : PT
Cita Putra Bangsa, 1992, cet ke-1 Kusmana, Bungai Rampai Islam dan Kesejahteraan Sosial, Jakarta : IAIN Indonesian
Social Equity Project, 2006. Lubis, Ibrahim, Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Jakarta : Kalam Mulia, 1994. Mahfudh, Sahal, MA. Nuansa Fiqh Sosial, Yogyakarta : PT Ukis Yogyakarta
bekerjasama dengan Pustaka Pelajar Yogyakarta, 1994, cet ke-1. Mahkamah Agung RI, Kapita Selekta Perbankan Syar’iah Menyongsong Berlakunya
UU. No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan UU. No. 7 Tahun 1989 Perluasan Wewenang Peradilan Agama, Jakarta Pusdiklat Mahkamah Agung RI, 2007.
Mas’ud Ibnu, Abidin, Zainal, Fiqh Madzhab Syafi’I, Bandung : Pustaka Setia, 2005. Mujahidin, Akhmad, Ekonomi Islam, PT Raja Grafindio Persada, 2007, Munawwir, A.W, Kamus al-Munawwir, Yogyakarta : PP Al-Munawwir, 1984. Nasution Lahmuddin, Fiqh, Jakarta : Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, tth. Perwataatmadja, Karnaen, A, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Depok :
Usaha Kami 1996. Qardawi, Yusuf, Hukum Zakat (Stusi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat
Berdasarkan Qu’ran dan Hadis), Litera Antar Nusa dan Penerbit Mizan, 1999.
Qudamah, Ibnu, al-Mughni, Beirut : Dar al-Kutub al-Limiyah, tth, Juz II. Ra’ana, M. Irfan, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar bin Khatab, alih bahasa
Mansyuruddin Djoely, Jakarta : Pustaka FIrdaus, 1979. Rasyid M. Hamdan, Fiqh Indonesia Himpunan Fatwa-fatwa Aktual, Jakarta : PT Al-
Mawardi Prima, 2003, Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru, 1990. Suma, Muhammad, Amin, 5 Pilar Islam Membentuk Pribadi Tangguh, Jakarta :
Kholam Publishing, 2007, Cet ke 1. Sumitro, Warkum, Perkembangan Hukum Islam di Tengah Dinamika Sosial Politik
Indonesia, Malang : Bayu Media Publishing, 2005. Sabiq, as-Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Beirut : Daar al-Fikr, 1998, Jilid 1. Sabiq, as-Sayyid, syaikh, Panduan Zakat Menurut al-Quran dan as-Sunnah, Bogor :
Pustaka Ibnu Katsir, 2005. Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta : Ekonisia
Kampus Fakultas Ekonomi UII, 2007. Suryanegara, Ahmad Mansur, Menemukan Sejarah, Wacana Pergerakan Islam,
Bandung : Mizan, 1995. Syafi’I, Sofyan, Akuntansi Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1991. Usman, Suparman, Hukum Islam (Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam
dalam Tata Hukum Indonesia), Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002. Wawancara dengan Ketua Pelaksana Harian, Bapak H. Nasir Tajang, 14 Mei 2008. Wawancara dengan Staf Pendayagunaan, Ahmad Fakih, 19 Mei 2008 Widodo, Hertanto, Kustiawan, Teten, Akuntansi dan Manajemen Keuangan untuk
Organisasi Pengelola Zakat, Jakarta : Institut Manajemen Zakat, 2001. Yafie, Alie, Problema zakat kontemporer artikulasi proses social politik bangsa,
forum zakat (FOZ), Jakarta, 2003.
Website : Internet:http://Www.mail-archive.com/[email protected]/msg01325.html-
16k-Tembolok {Fossei Kita} Zakat dan Masyarakat Indonesia. (Wed, 13 Feb 2008 22:11:03)
Internet:http:// Www.id.wikipedia.org/wiki/Zakat-46k-Tembolok, (Wed, 13 Feb 2008
22:11:03) Internet:http://www.file:///F:/Karena%20Zakat%20Memberdayakan%20Dhuafa%20
%C2%AB.htm. Diakses tanggal 31 mei 2008.
Internet:http://www.nu.or.id/page.php?=Id&Menu=news_view&news_Id=8203.
Diakses tanggal 29 mei 2008. Internet:http://www.target-jo8.blogspot.com/2007/11/zakat produktif/solusi pengurangan.html.
Diakses tanggal 29 mei 2008.
Pedoman Wawancara Tanya : Kapan didirikannya YBM BRI dan apa yang melatarbelakangi berdirinya? Jawab : Pada tahun 1990-an semangat ke-Islaman masyarakat muslim Indonesia kian beranjak naik, demikian pula semangat untuk melaksanakan ajaran-Nya. Contohnya, kewajiban membayar zakat yang sekian lama rukun Islam nomor empat ini termajinalkan, sehingga aspek sosial yang terkandung di dalamnya tak mempunyai arti sedikitpun, kini masyarakat sudah mulai sadar mengeluarkan zakat bahkan sebagian besar mengerti bahwa di dalam zakat terdapat potensi besar yang bisa dikembangkan, khususnya bagi delapan ashnaf (golongan) yang berhak menerima zakat. Kondisi ini ditandai dengan bermunculnya lembaga-lembaga pengelola ZIS di berbagai perusahaan swasta maupun BUMN. Semangat ke-Islaman dan kesadaran akan besarnya potensi zakat, infaq dan shadaqah tersebut juga terjadi di komunitas lingkungan BRI. Pada tahun 1992 dengan diprakarsai oleh Bapak Winarto Soemarto yang waktu itu menjabat sebagai salah satu direksi telah melakukan langkah-langkah dasar dengan memasukkan zakat sebagai salah satu bagian dari program kerja BAPEKIS. Waktu itu dinamai seksi sosial dan zakat. Namun perkembangan selanjutnya sampai menjelang masuk tahun 2000 belum optimal, hal ini disebabkan salah satunya adalah belum dikelola secara khusus dan dengan pekerja yang khusus pula. Selanjutnya pada tahun 2001, tahun di mana bangsa kita dilanda krisis ekonomi yang berkepanjangan dengan bertambahnya jumlah orang miskin di Indonesia, dan dengan melihat besarnya potensi ZIS di lingkungan BRI yang belum optimal. Disamping itu tuntutan profesionalisme dan besarnya permasalahan yang melingkupi pengelolaan ZIS, maka pada tahun tersebut dengan diprakarsai BAPEKIS BRI dan dengan diilhami oleh semangat keagamaan, kepedulian sosial yang tinggi dan dorongan Bapak Rudjito sebagai Dirut BRI Bank BRI dipandang perlu dibentuk Yayasan tersendiri yang khusus mengelola dana ZIS. Dalam proses awal upaya optimalisasi zakat di lingkungan BRI dan sebelum disepakati untuk mendirikan Yayasan tersendiri yang khusus mengelola zakat, BAPEKIS berkonsultasi dengan para tokoh zakat yang terdiri dari Bapak Eri Sodewo (CEO Dompet Dhuafa Republika), Bapak KH. Dr. Didin Hafiduddin (Ahli Zakat dan Dewan Syariah DD Republika), Bapak Dr. Said Agil Husain Al Munawar (Guru Besar IAIN Syarif Hidayatullah), disamping itu mengadakan kunjungan ke BAMUIS BNI 46. Hasil dari konsultasi tersebut dirumuskan oleh BAPEKIS dan dikonsultasikan ke direksi BRI. Para direksi sangat merespon usulan tersebut dan meminta BAPEKIS untuk segera menyiapkan segala persyaratan pendirian Yayasan.
Maka pada tanggal 10 Agustus 2001 para direksi yang terdiri dari Bapak H. Rudjito (Dirut), Bapak H. Akhmad Amien Mastur, Bapak H. Ahmad Askandar, Bapak Hendrawan Tranggana, Bapak Krisna Wijaya, Ibu HJ. Gayatri Rawit Angreni (Direktur), pengurus BAPEKIS BRI KANPUS, Pemimpin wilayah dan para pejabat di KANPUS yang bertempat di ruang rapat direksi sepakat mendirikan Yayasan yang dinamai Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia Akte Notaris No.52 Tahun 2001 di Notaris Agus Madjid SH. Dengan Bapak H. Purwanto sebagai Ketua Yayasan. Pada waktu disepakati pendirian YBM BRI dalam hitungan menit pada waktu itu terkumpul dana sebesar Rp 122.000.000,- (seratus dua puluh dua juta rupiah) yang diperuntukkan untuk dana abadi Yayasan. Setelah pendirian Yayasan, langkah selanjutnya yang ditempuh BAPEKIS adalah membuat Surat Edaran yang isinya himbauan kepada semua pekerja muslim BRI untuk mengisi Surat Kuasa pemotongan gaji untuk zakat dan infaq dengan tim konseptor yang terdiri dari Bapak H. Sarwono Sodarto, Bapak H. Purwanto, Bapak H. Prayogo Sedjati mewakili pengurus BAPEKIS dan Bapak Misbahul Munir dan H. Ahmad Mujahid sebagai pelaksana. Dan sebagai bentuk dukungan dan rasa kepedulian yang tinggi Surat Edaran tersebut ditandatangani oleh para direksi. Menyikapi Surat Edaran tersebut berbagai komentarpun mengalir dari para pekerja BRI, baik yang sangat mendukung maupun yang sangat keberatan. Bentuk keberatan tersebut ada yang melalui lisan bahkan sampai ada yang menulis surat keberatan. Tapi perlu digarisbawahi, bahwa keberatan para pekerja tersebut pada intinya bukan keberatan tentang kewajiban zakat itu sendiri atau keberatan terhadap keberadaan YBM BRI, tapi lebih kepada mereka sudah menyalurkan langsung kepada mustahik dan adanya kekhawatiran tidak optimalnya penyaluran. “Keberatan tersebut harus dijawab dengan prestasi dan dengan kinerja yang baik. Yang penting niat kita baik, ikhlas dan untuk mengemban amanat saudara-saudara kita yang lemah. Insya Allah, semuanya akan berakhir dengan baik. Segala rintangan dan keberatan harus dianggap sebagai cobaan untuk meningkatkan syiar zakat dan untuk berbuat yang terbaik”. Demikian sikap yang diambil para pendiri YBM BRI dalam menyikapi keberatan tersebut. Perkembangan selanjutnya setelah dana terkumpul relativ besar, pengurus BAPEKIS memutuskan untuk merebut orang yang khusus dan sudah berpengalaman mengelola dana zakat dan kegiatan sosial lainnya dan memberikan otonomi penuh kepada YBM BRI untuk mengelola dana ZIS tersebut. Dalam jangka satu tahun, tepatnya pada tanggal 6 November 2002 YBM BRI dikukuhkan oleh Menteri Agama sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional dengan No. SK 445. dengan pengukuhan tersebut berarti YBM BRI sudah mendapat legalitas untuk mengelola dana zakat, infaq, shadaqah tidak hanya terbatas dari zakat pekerja BRI tetapi juga dari masyarakat luar di seluruh Indonesia. Dan dengan pengukuhan tersebut YBM BRI menjadi salah satu dari 14 Lembaga Zakat di seluruh Indonesia yang berskala Nasional.
Dengan didirikannya Yayasan Baitul Maal BRI, diharapkan dapat melengkapi lembaga-lembaga yang telah ada lebih dulu. Seraya berpegang teguh pada prinsip fastabiqul khairaat dalam mengangkat martabat mustahik (penerima zakat). Dengan komitmen “Mengubah Mustahik Menjadi Muzakki”. Disamping itu dimaksudkan agar supaya para pekerja BRI selalu peduli terhadap kewajibannya sebagai muslim/muslimat dan juga peduli kepada lingkungan sosial masyarakat di sekitarnya sebagai wujud implementasi slogan BRI “Besar Bersama Rakyat”. Tanya : Siapa sajakah pendirinya? Jawab : Bapak H. Rudjito (Dirut), Bapak H. Akhmad Amien Mastur, Bapak H. Ahmad Askandar, Bapak Hendrawan Tranggana, Bapak Krisna Wijaya, Ibu HJ. Gayatri Rawit Angreni (Direktur), pengurus BAPEKIS BRI KANPUS, Pemimpin wilayah dan para pejabat di KANPUS yang bertempat di ruang rapat direksi sepakat mendirikan Yayasan yang dinamai Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia Akte Notaris No.52 Tahun 2001 di Notaris Agus Madjid SH. Dengan Bapak H. Purwanto sebagai Ketua Yayasan. Tanya : Berapa jumlah karyawan Bank BRI? Jawab : Saat ini jumlah karyawan Bank BRI sekitar 45 ribu karyawan muslim. Tanya : Salah satu sumber dana ZIS pada YBM BRI adalah berasal dari karyawan BRI, lalu bagaimana dengan karyawan non muslim apakah mereka dikenakan wajib zakat sebagaimana karyawan muslim? Jawab : Untuk karyawan non muslim tidak diwajibkan untuk menyalurkan dananya ke YBM BRI kalaupun ada sumbangan dana yang berasal dari karyawan itu dikategorikan sebagai sumbangan kemanusiaan. Tanya : Apa yang menjadi program YBM BRI sebagai bukti bahwa pengelolaan zakat melalui Lembaga Amil Zakat itu efektif? Jawab : 1. Hadir di Tengah Musibah YBM BRI selalu berusaha berada di lokasi musibah untuk meringankan beban korban yang terkena musibah. Baik tim langsung dari Jakarta maupun melalui Kantor Wilayah, Kantor Cabang, maupun Kantor Unit BRI di seluruh pelosok Nusantara. Selama ini, YBM BRI telah ikut membantu saudara-saudara yang ditimpa musibah mulai dari bencana akibat gelombang tsunami di Aceh, banjir di Riau, banjir bandang dan longsor di Bohorok, banjir bandang di Jember, longsor di Banjarnegara, hingga gempa di Nabire. Tidak terhitung peristiwa bencana akibat kebakaran di berbagai daerah, juga banjir dan gempa di seluruh pelosok Indonesia. Bantuan yang diberikan pun beragam. Mulai dari bantuan makanan. Peralatan masak, layanan kesehatan, serta berbagai kebutuhan lainnya di tengah bencana. Kami bersama dengan seluruh jajaran BRI selalu siap memberi bantuan kepada korban bencana.
5. Menjawab Kebutuhan Masyarakat Banyak saudara kita yang menderita karena ketidakmampuan fisiknya. Ada yang tidak bisa melihat karena katarak atau terserang berbagai jenis penyakit ganas seperti tumor dan berbagai penyakit mengerikan lainnya. YBM BRI selalu berupaya membantu mereka berupa bantuan biaya operasi. Mereka yang sakit atau punya penyakit berat tak lepas dari sasaran bantuan YBM BRI. Cukup banyak frekuensi operasi orang sakit yang dibiayai YBM BRI. Mulai dari operasi bibir sumbing, tumor, bahkan berbagai penyakit berat lainnya. Pelayanan gizi kepada masyarakat juga menjadi bagian dari kegiatan YBM BRI untuk membantu kesehatan masyarakat, terutama di daerah yang mengalami gizi buruk. Dan tak kalah pentingnya adalah pelayanan kesehatan Cuma-Cuma yang secara periodik dilakukan di daerah-daerah yang membutuhkan. 6. Mendukung Pendidikan Biaya pendidikan merupakan salah satu fokus perhatian YBM BRI. Sebab, pendidikan merupakan wahana untuk memperbaiki generasi mendatang. Bentuk bantuan pendidikan yang diberikan terutama adalah beasiswa bagi siswa dari keluarga tidak mampu. Selain bantuan pendidikan kepada siswa, YBM BRI juga memberi bantuan kepada sekolah. Bentuknya juga beragam mulai dari perlengkapan belajar hingga sarana fisik penunjang pendidikan seperti bangunan ruang kelas, perpustakaan, dan kebutuhan lainnya. 7. Memberdayakan Masyarakat Upaya pemberdayaan masyarakat juga menjadi bagian aktivitas YBM BRI. Bantuan diberikan berupa modal usaha bagi para pedagang kecil, petani, peternak, atau usaha produktif lainnya. Bantuan tentu diberikan dengan perhitungan dan kriteria yang memenuhi syarat sesuai dengan peruntukan dana yang diamanahkan. Bantuan bukan hanya modal usaha melainkan juga kesempatan berpameran serta bentuk bantuan lainnya yang bisa meningkatkan kemandirian para penguasaha kecil dan mikro. Dengan bantuan ini diharapkan banyak masyarakat yang bisa berusaha dan hidup mandiri. Sehingga mereka, yang semula masuk kriteria mustahik, dengan usahanya tersebut bisa berubah menjadi muzakki. Tanya : Apa Visi dan Misi YBM BRI? Jawab : Visi Adalah menjadi pengelola ZIS terkemuka di Indonesia yang amanah, profesional dan sesuai dengan syariat Islam.
Adapun Misi YBM BRI adalah : 4) Mengoptimalkan pengumpulan dan penyaluran ZIS di lingkungan BRI dan umat
Islam pada umumnya. 5) Meningkatkan pemanfaatan ZIS secara tepat guna dan berhasil guna. 6) Menyelenggarakan kegiatan dengan memperhatikan prinsip-prinsip GCG. Tanya : Prestasi apa saja yang telah diraih oleh YBM BRI? Jawab : Pemenang I Zakat Award 2004 kategori Pendayagunaan Zakat Pemenang II Zakat Award 2004 kategori Penghimpunan Dana Tertinggi Pemenang II Zakat Award 2005 kategori Pendayagunaan Zakat. Tanya : Apakah dana ZIS pada YBM BRI bisa untuk membantu kegiatan mahasiswa seperti KKN / Seminar? Jawab : Kegiatan KKN / seminar yang orientasinya bersifat sosial YBM BRI berpartisipasi, tentunya dengan mengajukan proposal kegiatan yang akan dilaksanakan dan menyerahkan laporan seusai kegiatan dilaksanakan. Tanya : Apa yang menjadi indikator bahwa pengelolaan zakat melalui Lembaga Amil Zakat itu efektif? Jawab : Melihat dari jangkauan kepada mustahik yang menjadi sasaran yang sesuai dengan al-Quran dan Sunnah. Tanya : Apa yang dimaksud dengan pemberdayaan zakat? Jawab : Pengelolaan dana zakat dikelola secara sistematis untuk disalurkan kepada mustahui. Tanya : Terhadap siapakah sasaran pemberdayaan zakat tersebut? Jawab : Yang menjadi sasaran pemberdayaan zakat adalah delapan ashnaf yang telah dijelaskan oleh al-Quran dan Sunnah. Tanya : Apa tujuan dari pemberdayaan zakat tersebut? Jawab : Tujuan pemberdayaan zakat tersebut adalah untuk merubah kondisi seseorang yang tadinya mustahik menjadi muzakki.
Jakarta, 10 Juli 2008
Yang Diwawancarai Pewawancara
Ahmad Faqih Abdul Barri (Staf Pendayagunaan)