Pengerukan Dan Reklamasi

16
TUGAS PENGERUKAN DAN REKLAMASI CONTOH NYATA PENGERUKAN DAN REKLAMASI KELOMPOK I SRI NENI (D321 12 001) GILBERT ERIC KABA (D321 12 003) MUH.SYAHRUL (D321 12 253) PIAN KARESSA (D321 12 255) ACI ALIA SIMIN (D321 12 257) UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS TEKNIK / JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN

description

membahas materi-materi pengerukan dan reklamasi..

Transcript of Pengerukan Dan Reklamasi

Page 1: Pengerukan Dan Reklamasi

TUGAS PENGERUKAN DAN REKLAMASI

CONTOH NYATA PENGERUKAN DAN REKLAMASI

KELOMPOK I

SRI NENI (D321 12 001)

GILBERT ERIC KABA (D321 12 003)

MUH.SYAHRUL (D321 12 253)

PIAN KARESSA (D321 12 255)

ACI ALIA SIMIN (D321 12 257)

UNIVERSITAS HASANUDDIN

FAKULTAS TEKNIK / JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN

PRODI TEKNIK KELAUTAN

TA 2014/2015

Page 2: Pengerukan Dan Reklamasi

Pengerukan Sungai Ciliwung

Ci Liwung, atau biasa ditulis Ciliwung adalah salah satu sungai terpenting di Pulau Jawa;

terutama karena melalui wilayah ibukota, DKI Jakarta, dan kerap menimbulkan banjir tahunan di

wilayah hilirnya.

Panjang aliran utama sungai ini adalah hampir 120 km dengan daerah tangkapan airnya (daerah

aliran sungai) seluas 387 km persegi. Sungai ini relatif lebar dan di bagian hilirnya dulu dapat

dilayari oleh perahu kecil pengangkut barang dagangan. Wilayah yang dilintasi Ci Liwung

adalah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, dan Jakarta.

Hulu sungai ini berada di dataran tinggi yang terletak di perbatasan Kabupaten Bogor dan

Kabupaten Cianjur, atau tepatnya di Gunung Gede, Gunung Pangrango dan daerah Puncak.

Setelah melewati bagian timur Kota Bogor, sungai ini mengalir ke utara, di sisi barat Jalan Raya

Jakarta-Bogor, sisi timur Depok, dan memasuki wilayah Jakarta sebagai batas alami wilayah

Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Ci Liwung bermuara di daerah Luar Batang, di dekat Pasar

Ikan sekarang. Di sebelah barat, DAS Ci Liwung berbatasan dengan DAS Ci Sadane, DAS Kali

Grogol dan DAS Kali Krukut. Sementara di sebelah timurnya, DAS ini berbatasan dengan DAS

Kali Sunter dan DAS (Kali) Cipinang (Wikipedia).

1.Ciliwung Tempoe Doeloe

Berikut ini adalah beberapa foto kondisi sungai Ciliwung jaman dulu sebagai dasar perbandingan

dengan kondisinya saat ini.

Gambar 1 : Ciliwung Masa Dulu 1

Page 3: Pengerukan Dan Reklamasi

Gambar 2 : Ciliwung Masa Dulu 2

 

Gambar 3 : Ciliwung Masa Dulu 3

Terlihat kondisi kali ini begitu hijau dan bersih. Tidak terlihat sampah dan rumah liar di bantaran

kali.

2.Ciliwung Saat Ini

Berikut ini adalah kondisi kali Ciliwung saat ini yang ditampilkan untuk melihat tingkat

perubahan yang terjadi.

Page 5: Pengerukan Dan Reklamasi

Gambar 4 : Ciliwung Masa Kini 4

Terlihat bahwa kondisi sungai Ciliwung sudah parah. Sungai yang harusnya mengalirkan air

dengan lancar kini berubah drastis. Air tidak lagi mengalir dengan lancar akibat sungai dijadikan

tong sampah dan banyaknya hambatan air dari bangunan liar di bantaran kali.

Setelah yang terjadi disungai ciliwung maka Wakil Menteri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak

mengatakan dengan membersihkan sungai dia berharap kapasitas sungai untuk menampung air

akan kembali sebagai fungsinya. Baik secara fisik maupun infrastruktur sungai tersebut.

Proses pengerukan dimulai dengan pengadaan barang yang telah dimulai tahun ini. Pengerukan

yang sedang berjalan antara lain Kali Pesanggrahan, Kali Angke dan Kali Sunter.Normalisasi

tersebut sedang berjalan baik dari hulu hingga hilir,

Page 6: Pengerukan Dan Reklamasi

Setelah tiga kali tersebut selesai dikeruk nantinya akan dilanjutkan di 10 sungai. Hermanto

mengatakan setelah pengerukan selesai akan dikerjakan sodetan Ciliwung.Kalau airnya tinggi

untuk membuang banjir nanti menuju sungai Cipinang dan Banjir Kanal Timur

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai mengerjakan proyek Jakarta Emergency Dredging Initiative

(JEDI). Proyek yang digarap dengan dana pinjaman Bank Dunia ini bertujuan untuk membenahi

sistem drainase di Jakarta,misalnya melalui pengerukan sungai dan waduk.

Pengerjaan JEDI dibagi menjadi 7 paket, dan dikerjakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta serta

Kementerian Pekerjaan Umum. Pemprov DKI sendiri mendapat bagian mengerjakan 3 paket, yakni

paket I, IV,dan VII.

Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, optimistis pengerukan sungai yang masuk dalam program

JEDI bakal rampung pada tahun 2015 atau dua tahun dari sekarang

Menurut Jokowi, yang jadi persoalan saat ini adalah masih banyak  warga yang tinggal di bantaran

sungai. Mereka seharusnya segera direlokasi. Namun hal ini terbentur pada permasalahan klasik lain,

yakni tidak adanya rumah susun.

Untuk saat ini, Pemprov DKI mulai mengeruk sejumlah sungai, kecuali untuk sungai yang di

bantarannya masih ada pemukiman warga. Di sisi lain, pembangunan rusun untuk merelokasi warga

yang tinggal di bantaran sungai itu juga mulai dikerjakan, dan ditargetkan rampung tahun 2014.

“Setelah rusun selesai, warga baru dipindahkan ke rusun, dan kami langsung keruk di zona yang

semula ditinggali warga”

Proyek pengerukan sungai ini sudah tertunda cukup lama, sehingga jika mundur lagi hanya karena

satu-dua masalah, kondisi sungai yang sekarang sudah mengalami pendangkalan akan semakin akut.

“Makanya setelah pengerjaan selesai pun akan dikeruk setiap hari agar tak terjadi pendangkalan

lagi,” kata mantan Wali Kota Solo itu.

a.Tujuh Paket

Proyek normalisasi Sungai Ciliwung menggunakan dana pinjaman Bank Dunia sebesar Rp1,2 triliun.

Berikut 7 paket pengerjaan JEDI :

Paket I dikerjakan Dinas PU DKI, meliputi pengerukan dan pemasangan sheet pile di Sungai

Ciliwung, Gunung Sahari Drain, Waduk Melati (Saluran Gresik dan Upper Cideng Drain).

Paket II dikerjakan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, meliputi pengerukan dan

pemasangan sheet pile Cengkareng Floodway dan Lower Sunter Floodway.

Paket III dikerjakan Cipta Karya, meliputi pengerukan dan pemasangan sheet pile Cideng Thamrin

Drain (sub marco drain on 5 roads).

Page 7: Pengerukan Dan Reklamasi

Paket IV dikerjakan Dinas PU DKI, meliputi pengerukan dan pemasangan sheet pile Sentiong Sunter

Drain,Waduk Sunter Utara, Waduk Sunter Selatan, dan Waduk Sunter Timur III.

Paket V dikerjakan Cipta Karya, meliputi pengerukan dan pemasangan sheet pile Tanjungan Drain

dan Lower Angke Drain.

Paket VI dikerjakan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, meliputi pengerukan dan

pemasangan sheet pile Banjir Kanal Barat dan Upper Sunter Floodway.

Paket VII dikerjakan Dinas PU DKI, meliputi pengerukan dan pemasangan sheet pile Grogol

Sekretaris Drain, Jelakeng-Pakin-Kalibesar, dan Krukut Cideng Drain (Krukut Lama Drain).

Untuk pengerukan lumpur, lumpur nantinya akan ditiriskan, kemudian dibuang ke kawasan Ancol

menggunakan truk kedap air. Sementara sampahnya dibuang ke TPA Bantargebang.

Page 8: Pengerukan Dan Reklamasi

REKLAMASI PANTAI SINGAPURA RUSAK LINGKUNGAN

INDONESIA

Reklamasi pantai dan pulau-pulau kecil di wilayah Singapura telah menyebabkan perluasan

wilayah Singapura dalam tingkat yang signifikan, sehingga berpotensi bergesernya batas

teritorial negara tetangganya, termasuk Indonesia. Proyek perluasan wilayah darat yang

dilakukan negara kecil ini dalam kurun waktu panjang dapat diartikan sebagai upaya aneksasi

(penggabungan) terselubung terhadap wilayah teritorial dan kedaulatan Republik Indonesia.

Hal ini seharusnya ditanggapi oleh pemerintah secara serius dan harus segera diagendakan

dalam perbincangan antar negara di kawasan ASEAN, karena hal itu menyangkut prinsip-prinsip

hubungan bertetangga.

Dengan adanya proyek reklamasi kawasan pantainya, saat ini Singapura mengalami

penambahan seluas 100 kilometer persegi. Hingga tahun 2010 diperkirakan wilayah teritorial

Singapura akan bertambah 160 Km persegi. Akibat perluasan wilayah itu, wilayah perairan

internasional termasuk lebar jalur pelayaran antara Singapura dan Batam akan tergeser.

Perubahan itu otomatis juga akan menggeser masuk wilayah perairan Indonesia, karena lebar

jalur pelayaran akan dihitung dari titik terluar garis pantai. Hal itu sebagai upaya merugikan dan

aneksasi terselubung.

Pencurian Pasir

Reklamasi Singapura dengan mengimpor pasir dari Riau dalam kurun waktu 24 tahun (1978-

2002 telah menimbulkan banyak kerugian, bukan saja aspek teritorial tapi juga ekonomi,

perdagangan dan lingkungan hidup.

Dalam kurun waktu itu kerugian yang dialami Indonesia telah mencapai 42,38 milyar dollar

Singapura atau Rp. 237,328 trilyun. Kerugian ini akibat selisih antara yang tercatat di Singapura

Page 9: Pengerukan Dan Reklamasi

dan tercatat di Indonesia. Selain itu ekspor pasir laut pada saat ini sudah memasuki kawasan

Malaysia dengan kerugian sebesar 3,09 milyar dollar Singapura. Para analis pecinta lingkungan

Batam mencatat pula paling tidak ada 29 kali kapal hilir mudik pembawa ribuan meter kubik

pasir laut dari Riau setiap harinya menuju Singapura, di mana kapasitas muat kapal berkisar

antara 1.000-4.000 meter kubik sekali angkut.

Sama Aset BUMN

Kebutuhan Singapura untuk pengadaan pasir laut dari Indonesia 1,8 milyar meter kubik,

masih akan berlangsung sampai tahun 2010. Apabila pengelolaan ekspor pasir laut masih seperti

pola lama, maka ekspor pasir laut pada masa 10 tahun yang akan datang dari Indonesia, dapat

diperkirakan sebesar 167 juta meter kubik, atau senilai 13,68 milyar dollar Singapura atau 76,608

trilyun. Jumlah ini kalau dibandingkan sama dengan penjualan aset aset seluruh BUMN selama

12 tahun.

Untuk mengatasi kenyataan tersebut, pemerintah telah berusaha menyusun suatu regulasi

dalam suatu Peraturan Pemerintah (PP). Namun PP tersebut masih membuka peluang terjadinya

penyimpangan-penyimpangan yang disebabkan oleh adanya rumusan yang masih memberikan

kelonggaran pada para kuasa penambangan, yang telah mempunyai izin untuk tetap melanjutkan

penambangan di daerah konservasi, sampai masa berlakunya izin penambangan berakhir.

Jadi saat ini perlu segera disusun Undang-undang Ekploitasi dan Ekspor Pasir yang secara

khusus mengatur masalah pengelolaan dan ekspor pasir laut dan di darat. Undang-undang ini

diharapkan bisa mempermudah pengawasan dalam tata niaga pasir dan memberikan

perlindungan lingkungan serta teritorial.

Hal ini jauh lebih efektif dan transparan dibandingkan eksploitasi dan ekspor pasir yang

hanya dilindungi oleh Peraturan Pemerintah, mengingat terjadinya banyak intervensi di dalam

penyusunan PP tersebut. Diduga hal itu pula sebabnya mengapa PP belum juga disahkan oleh

pemerintah.

Pemerintah Malaysia bahkan telah melarang pengusahanya untuk tidak mengekspor pasir laut

ke Singapura karena ia sadar dengan pengerukan pasir laut akan merusak lingkungan. Tapi tidak

demikian bagi Indonesia, diberhentikannya ekspor pasir oleh Malaysia membuat pengusaha

Indonesia senang karena tidak ada lagi pesaing di bisnis ekspor pasir laut. Padahal lingkungan

hidup untuk kepentingan anak cucu kita yang dipertaruhkan.

Page 10: Pengerukan Dan Reklamasi

Beberapa hari terakhir, berkembang berita tentang reklamasi pantai Singapura dan

pengaruhnya terhadap batas maritim dengan Indonesia. Ada pemahaman bahwa perluasan

wilayah daratan Singapura melalui reklamasi mengakibatkan batas maritimnya bergeser ke

selatan sehingga mendesak wilayah laut Indonesia. Sebagian berpendapat bahwa reklamasi ini

tidak saja menambah luas daratan tetapi juga laut teritorial Singapura. Benarkah demikian?

Berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), sebuah negara berhak

menguasai kawasan laut yang diukur dari garis pangkal. Garis pangkal ini bisa mengikuti garis

pantai saat air surut (normal), garis pangkal lurus, atau garis pangkal kepulauan yang

menghubungkan titik-titik paling tepi pulau terluar. Berdasarkan UNCLOS terkini (1982),

sebuah negara berhak atas laut teritorial sejauh 12 mil laut dari garis pangkal, 24 mil laut zona

tambahan, 200 mil laut zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan landas kontinan (dasar laut) hingga

350 mil laut atau bahkan lebih tergantung kondisi geologi dan geomorfologinya.

Jika ada satu negara di tengah laut dan tidak punya tetangga maka menurut UNCLOS negara

tersebut secara teoritis berhak atas kawasan laut yang sangat luas karena bisa menguasai laut

teritorial, zona tambahan, ZEE dan landas kontinen yang lebar totalnya lebih dari 350 mil laut

dari garis pangkal/pantainya. Sayangnya, tidak ada negara yang sendirian seperti itu karena

semua negara pasti memiliki tetangga pada jarak tertentu. Artinya, pada kenyataannya, tidak

akan ada negara yang bisa mengklaim kawasan laut yang sangat luas seperti diatur oleh

UNCLOS tanpa bersinggungan dengan negara lain. Sebagai contoh, jika negara A dan B

berseberangan satu sama lain dan berjarak kurang dari 400 mil laut maka A maupun B tidak akan

bisa masing-masing menguasai ZEE selebar 200 mil laut dari garis pangkal/pantainya karena

pasti akan terjadi tumpang tindih klaim ZEE. Hal ini bisa dilihat di Selat Malaka, misalnya.

Indonesia tidak bisa menguasai ZEE hingga 200 mil laut dari garis pangkal di Selat Malaka

Page 11: Pengerukan Dan Reklamasi

karena lebar Selat Malaka yang kurang dari 400 mil laut. Jika Indonesia memaksakan mengklaim

200 mil laut ZEE maka ruang laut akan habis dan Malaysia tidak mendapatkan haknya di Selat

Malaka. Karena Malaysia juga memiliki hak yang sama maka keduanya harus berbagi laut di

Selat Malaka yang disebut proses delimitasi. Proses bilateral inilah yang kemudian menghasilkan

perjanjian batas maritim tahun 1969.

Berbeda dengan di Selat Malaka, Indonesia dengan leluasa bisa mengklaim kawasan laut

seperti yang diperbolehkan oleh UNCLOS di Samudera Hindia (sebelah selatan Pulau Jawa)

karena tidak ada negara tetangga di sebelah selatan Jawa yang harus diajak berbagi laut. Di sana

Indonesia bisa menentukan batas laut teritorial, zona tambahan, maupun ZEE secara unilateral,

tanpa berurusan dengan negara lain. Jika Indonesia melakukan reklamasi di pantai selatan Jawa

maka batas terluar kawasan lautnyapun mungkin berubah. Syaratnya, reklamasi itu merupakan

bagian terintegrasi sebuah sistem pelabuhan seperti diatur UNCLOS pasal 11.

Di kawasan laut antara Singapura dan Indonesia (Selat Singpura), kedua negara tidak

mungkin mengklaim semua kawasan laut sesuai UNCLOS karena jarak keduanya sangat dekat.

Maka dari itulah Indonesia dan Singapura melakukan delimitasi tahun 1973 dan 2009. Artinya,

di Selat Singapura telah ada garis batas yang disepakati secara bilateral. Perjanjian itupun telah

diratifikasi sehingga bersifat final dan mengikat kedua negara.

Kembali kepada isu di awal tulisan ini, apa yang terjadi jika Singapura memperluas

daratannya dengan reklamasi? Akankah batas maritim terdesak ke selatan sehingga Indonesia

kemudian dirugikan? Jawabannya adalah “tidak”. Hal ini memang tidak diatur dalam UNCLOS

tetapi dalam Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian yang menyatakan bahwa para pihak

tidak bisa menggunakan alasan tertentu untuk membatalkan perjanjian perbatasan (Pasal 62 (2)

(a)). Selain itu, Konvensi Wina tahun 1978 tentang Suksesi Negara dalam Hubungannya dengan

Perjanjian Internasional juga menegaskan bahwa perubahan suatu negara tidak mengubah batas

wilayah yang telah ditetapkan dengan perjanjian (Pasal 11 (a)). Singkatnya, begitu disepakati

secara bilateral, batas maritim tidak akan berubah.

Mengacu pada Konvensi Wina 1969 dan 1978, batas maritim antara Indonesia dan Singapura

tidak akan berubah. Yang dilakukan oleh Singapura terkait reklamasi adalah memperluas

wilayah daratnya tapi mempersempit laut teritorialnya karena sudah ada batas maritim yang

disepakati tahun 1973 dan 2009. Analoginya, Indonesia dan Singapura seperti dua rumah, A dan

B, berdekatan dan sudah menetapkan pagar permanen. Jika A memperbesar ukuran bangunannya

Page 12: Pengerukan Dan Reklamasi

maka tidak akan menggeser pagar ke arah B. Sebaliknya, A akan mempersempit halaman

sampingnya.

Meski tidak terkait batas maritim, reklamasi Singapura menyangkut isu lingkungan. Isu

penambangan pasir di Indonesia yang dijual ke Singapura untuk reklamasi adalah salah satunya.

Jika demikian halnya, Indonesia berhak mengemukakan keberatan. Meski demikian, ini adalah

isu lain yang tidak terkait batas maritim. Mengaitkan reklamasi dengan perubahan batas maritim

yang sudah disepakati adalah sebuah salah kaprah. Perlu diingat bahwa batas maritim yang

ditentukan secara unilateral bisa saja berubah karena reklamasi tetapi batas yang disepakati

melalui proses bilateral tidak akan berubah.