Pengertian Tanggung Jawab

download Pengertian Tanggung Jawab

of 15

description

pendidikan karakter

Transcript of Pengertian Tanggung Jawab

Pengertian Tanggung JawabTanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu. sehingga bertanggung jawab merupakan berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya sebagai kesadaran dan kewajibannya akan tingkahlaku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja karena adanya kesadaran atas segala perbuatan dan akibatnya atas kepentingan pihak lain. tanggung jawab timbul karena manusia hidup bermasyarakat dan hidup dalam lingkungan alam yang mengharuskan untuk tidak berbuat semaunya agar terciptanya suatu keselarasan,keseimbangan, keserasian antara manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam.Tanggung jawab bersifat kodrati, sifat yang telah menjadi bagian atau telah mendasar dalam diri atau kehidupan manusia. Setiap individu memiliki sifat ini. Ia akan selalu ada dalam diri manusia karena pada dasarnya setiap insan tidak bisa melepaskan diri dari kehidupan sekitar yang menunutut kepedulian dan tanggung jawab. Inilah yang menyebabkan frekwensi tanggung jawab masing-masing individu berbeda.2.Macam-Macam Tanggung JawabMenyadari bahwa manusia hidup bermasyarakat, berkelompok, dan bergantung pada alam dan percaya pada kekuatan tuhan tanggung jawab dapat dibedakan menurut keadaan manusia atau hubungan yang dibuatnya. Jenis tanggung jawab ini diantaranya:-Tanggung Jawab Terhadap Diri SendiriTanggung jawab terhadap diri sendiri menentukan kesadaran setiap orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi. Dengan demikian bisa memecahkan masalah-masalah kemanusiaan mengenai dirinya sendiri menurut sifat dasarnya manusia adalah mahluk bermoral, tetapi manusia juga pribadi. Karena merupakan seorang pribadi maka manusia mempunyai pendapat sendiri, perasaan sendiri, beranganangan sendiri. Sebagai perwujudan dari pendapat, perasaan dan angan-angan itu manusia berbuat dan bertindak. Dalam hal ini manusia tidak luput dari kesalahan, kekeliruan, baik yang sengaja maupun yang tidak.-Tanggung Jawab Terhadap KeluargaKeluarga adalah tempat dimana manusia saling memberikan tanggung jawabnya.Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada keluarga.saling membantu, memberi, menasehatiSi orang tua bertanggung jawab kepada anaknya, dan anaknya bertanggung jawab atas orang tuanya.-Tanggung Jawab Terhadap MasyarakatPada hakekatnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan manusia lain,sesuai dengan kedudukannya sebagai mahluk sosial. Karena membutuhkanmanusia lain maka ia harus berkomunikasi dengan manusia lain. Sehinggadengan demikian manusia disini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung jawab seperti anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyrakat tersebut. Wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatannya harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.Dimana di dalam masyarakat telah ada aturan-aturan. Kehidupan bersama antar manusia membentuk norma yang kemudian berkembang menjadi aturan-aturan, hukum-hukum yang dibutuhkan suatu masyarakat tertentu. Dalam negara-negara modern aturan-aturan atau hukum-hukum tersebut termaktub dalam sebuah sistem hukum dan sama bagi semua warga. Apabila aturan-aturan ini dilanggar yang bersangkutan harus memperoleh hukuman atau sanksi. Jika ia misalnya merugikan hak milik orang lain maka Pengadilan dapat menghukum sikap yang bersalah (pelanggaran) berdasarkan KUHP.-Tanggung Jawab Kepada Bangsa / NegaraSuatu kenyataan lagi, bahwa tiap manusia, tiap individu adalah warga negara suatu negara. Dalam berpikir, berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia tidak dapat berbuat semaunya sendiri. Bila perbuatan itu salah, maka ia harus bertanggung jawab kepada negara.Pendidikan merupakan salah satu dari contoh bentuk tanggungjawab masyarakat atau lebih khususnya pelajar terhadap bangsa dan negara. Karena pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang terbaik bagi bangsa dan negara.-Tanggung Jawab Terhadap TuhanPenciptaan manusia dilandasi oleh sebuah tujuan luhur. Maka, tentu saja keberadaannya disertai dengan berbagai tanggungjawab. Konsekuensi langsung kepada tuhan. kepasrahan manusia kepada Allah Swt, dibuktikan dengan menerima seluruh tanggungjawab (akuntabilitas) yang datang dari-Nya serta melangkah sesuai dengan aturan-Nya. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukum-hukum Tuhan yang dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama.Berbagai tanggungjawab ini, membentuk suatu relasi tanggungjawab yang terjadi antara Tuhan, manusia dan alam. Hal tersebut meliputi antara lain: Tanggung jawab manusia terhadap Tuhan, tanggung jawab manusia terhadap sesama, tanggung jawab manusia terhadap alam semesta serta tanggung jawab manusia tehadap dirinya sendiri. Tanggung jawab manusia terhadap Tuhan meliputi dua aspek pokok. Pertama, mengenal Tuhan. Kedua, menyembah dan beribadah kepada-Nya.

3.Wujud lain dari tanggung jawabWujud lain dari tanggung jawab berupa pengabdian dan pengorbanan.PengabdianPengabdian itu adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat, atau satu ikatan dan semua itu dilakukan dengan ikhlas. Pengabdian itu hakekatnya adalah rasa tanggung jawab, apabila orang bekerja keras sehari penuh untuk mencukupi kebutuhan, hal itu berarti berupa pengabdian.PengorbananPengorbanan berasal dari kata korban atau kurban yang berarti persembahan, sehingga pengorbanan berarti pemberian untuk menyatakan kebaktian. Dengan demikian pengorbanan yang bersifat kebaktian itu mengandung unsur keikhlasan yang tidak mengandung pamrih suatu pemberian yang didasarkan atas kesadaran moral yang tulus ikhlas semata-mata.

Sumber:Nugroho,widyo & Muchji,achmad ( 1994 ). Seri diktat kuliah MKDU ilmu budaya dasar, Jakarta : Gunadarma.http://teraiania.wordpress.com/2011/04/21/tugas-ibd-manusia-dan-tanggung-jawab/http://putrikumalasari.wordpress.com/2011/05/26/ilmu-budaya-dasar-manusia-tanggung-jawab-serta-pengabdian/http://nur-fatanah.blogspot.com

Etika dan Tanggung Jawab Ilmuan dalam Menetapkan suatu IlmuBAB IPENDAHULUANA.Latar belakangManusia sebagai makhluk yang berakal budi tidak henti-hentinya mengembangkan pengetahuannya. Sehingga ilmu pengetahuan berkembang sangat cepat dan tidak terbendung. Luaran ilmu pengetahuan yang perkembangannya begitu pesat adalah teknologi, seperti tampak dalam teknologi persenjataan, komputer informasi, kedokteran, biologi dan pangan.Dampak positif dari kemajuan sains dan teknologi sangat besar yangtelah kita rasakan setiap hari. Kemajuan yang paling menonjol adalah bidang teknologi informasi. Dengan kemajuan teknologi informasi seperti internet, komunikasi antara manusia di dunia ini menjadi sangat cepat, tepat dan transparan. Dengan kemajuan itu semua, dunia yang tadinya terasa luas dan besar, kini terasa kecil karena jarak tidak lagi sangat menentukan. Apa yang terjadi di suatu belahan bumi akan diketahui di tempat lain sehingga hampir semua kejadian dapat diketahui dari tempat manapun. Penemuan dan kemajuan sains dan teknologi oleh para ahli di suatu negara dengan cepat dapat diketahui oleh para ahli dari negara lain sehingga hasilnya cepat dapat digunakan oleh banyak orang. Kemajuan sains dan teknologi juga telah mengubah hidup manusia. Berbagai kemajuan itu telah memungkinkan manusia mampu memecahkan hamper semua persoalan merekaAkan tetapi, di sisi yang lain kita melihat bahwa berbagai kemajuan tersebut juga membawa dampak negatif bagi kehidupan manusia seperti lingkungan hidup yang tidak nyaman, ketidakadilan dan bahkan penghancuran kelompok manusia.Dalam bidang biologi misalnya, kalangan ahli biologi kini mampu mengembangkan apa yang disebut sebagaicloningyang bisa diterapkan pada tumbuhan, hewan, dan sangat mungkin juga pada manusia. Dengan rekayasacloningini, para ahli memang dapat menciptakan mahluk baru tanpa melalui pembiakan sebagaimana lazimnya. Termasuk dalam menciptakan organ manusia yang diperlukan untuk memperbaiki atau memperbarui organ yang rusak. Namun masalahnya tentu akan lain, jika praktek cloning itu dilakukan untuk menciptakan manusia baru. Keinginan untuk menciptakan manusia tanpa melalui perkawinan seperti ini, bahkan sudah memicu munculnya pro-kontra diantara para ahli yang mendukung dan yang menentangnya. Bila tidak disikapi secara kritis, praktekcloningmanusia itu, bisa melahirkan dampak negatif dalam kehidupan manusia sendiri.Dampak terburuk yang bisa terjadi bila praktekcloningmanusia itu dibiarkan adalah kemungkinan hilangnya kesadaran bahwa mereka adalah mahluk ciptaan Tuhan. Kenyataan bahwa mereka bisa menciptakan segalanya dengancloning, bisa jadi justru akan membuat mereka melupakan Sang Pencipta sendiri.Kemajuan ilmu pengetahuan tersebut bila tidak disertai dengan nilai etika akan menghancurkan hidup manusia sendiri seperti terbukti dengan perang Irak, pemanasan global, daya tahan manusia yang semakin rendah, kemiskinan sebagian penduduk dunia, makin cepat habisnya sumber alam, rusaknya ekologi, dan ketidakadilan.Tidak menutup kemungkinan, sains dan teknologi akan berkembang lebih besar seiring perubahan zaman. Seorang ilmuan akan menemukan suatu inovasi dan penemuan baru sehingga sesuatu yang dirasa tidak mungkin pada zaman dulu, bisa menjadi mungkin terjadi. Hal tersebut dapat merubah budaya, ideologi dan kebiasaan masyrakat dunia.Dari beberapa penjelasan di atas, pertanyaan yang secara etis dan kritis harus diajukan adalah, apakah seorang ilmuan dapat serta merta mempublikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ia temukan kepada khalayak umum? Nilai kemanusiaan sebagai salah satu nilai etika perlu diperhatikan dalam masalah ini.Dari berbagai pertanyaan itulah dasar makalah ini dibuat.B.PermasalahanDari paparan di atas dapat diidentifikasikan beberapa hal yakni :1.Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat.2.Perkembangan sains dan teknologi memiliki dampak positif dan negatif yang begitu signifikan3.Tidak menutup kemungkinan, sains dan teknologi akan berkembang lebih besar seiring perubahan zamanSetelah melihat masalah di atas, rumusan permasalahannya adalah apakah seorang ilmuan dapat serta merta mempublikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ia temukan kepada khalayak umum?.Kemudianmasalah muncul adalah apakah seorang ilmuwan yang menemukan sesuatu yang menurut dia berbahaya bagi kemanusiaan maka apa yang harus dia lakukan? Apakah dia menyembunyikan penemuan tersebut sebab dia merasa bahwa penemuan itu banyak menimbulkan kejahatan dibandingkan dengan kebaikan? Ataukah dia akan bersifat netral dan menyerahkannya kepada moral kemanusiaan untuk menentukan penggunaanya?C.TujuanTujuan dari penulisan makalah ini adalah :1.Mengetahui tanggung jawab dan etika seorangilmuan2.Mengetahui batasan-batasan seorang ilmuan dalam mengembangkan keilmuannya.BAB IIPEMBAHASANA.Ilmu dan nilaiIlmu dapat berkembang dengan pesat menunjukkan adanya proses yang tidak terpisahkan dalam perkembangannya dengan nilai-nilai hidup. Walaupun ada anggapan bahwa ilmu harus bebas nilai, yaitu dalam setiap kegiatan ilmiah selalu didasarkan pada hakikat ilmu itu sendiri. Anggapan itu menyatakan bahwa ilmu menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu itu sendiri, yaitu ilmu harus bebas dari pengandaian, pengaruh campur tangan politis, ideologi, agama dan budaya, perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu terjamin, dan pertimbangan etis menghambat kemajuan ilmu.Pada kenyataannya, ilmu bebas nilai dan harus menjadi nilai yang relevan, dan dalam aktifitasnya terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai hidup harus diimplikasikan oleh bagian-bagian praktis ilmu jika praktiknya mengandung tujuan yang rasional. Dapat dipahami bahwa mengingat di satu pihak objektifitas merupakan ciri mutlak ilmu, sedang dilain pihak subjek yang mengembangkan ilmu dihadapkan pada nilai-nilai yang ikut menentukan pemilihan atas masalah dan kesimpulan yang dibuatnya.Setiap kegiatan teoritis ilmu yang melibatkan pola subjek-subjek selalu mengandung kepentingan tertentu. Kepentingan itu bekerja pada tiga bidang, yaitu pekerjaan yang merupakan kepentingan ilmu pengetahuan alam, bahasa yang merupakan kepentingan ilmu sejarah dan hermeneutika, dan otoritas yang merupakan kepentingan ilmu sosial.Dengan bahasan diatas menjawab pertanyaan mengapa ilmu tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai hidup. Ditegaskan pula bahwa dalam mempelajari ilmu seperti halnya filsafat, ada tiga pendekatan yang berkaitan dengan kaidah moral atau nilai-nilai hidup manusia, yaitu:1. Pendekatan OntologisOntologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia.Dalam kaitannya dengan kaidah moral atau nilai-nilai hidup, maka dalam menetapkan objek penelaahan, kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia, merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan kehidupan.2. Pendekatan EpistemologiEpistemologis adalah cabang filsafat yang membahas tentang asal mula, sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan. Dalam kaitannya dengan ilmu, landasan epistemologi mempertanyakan proses yang memungkikan dipelajarinya pengetahuan yang berupa ilmu.Dalam kaitannya dengan moral atau nilai-nilai hidup manusia, dalam proses kegiatan keilmuan, setiap upaya ilmiah harus ditujukan untuk menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa mempunyai kepentingan langsung tertentu dan hak hidup yang berdasarkan kekuatan argumentasi secara individual. Jadi ilmu merupakan sikap hidup untuk mencintai kebenaran dan membenci kebohongan.3. Pendekatan AksiologiAksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai secara umum. Sebagai landasan ilmu, aksiologi mempertanyakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan. Pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia.Dalam hal ini ilmu dapat dimanfaatkan sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian atau keseimbangan alam. Untuk itu ilmu yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komunal dan universal. Komunal berarti ilmu merupakan pengetahuan yang menjadi milik bersama, setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya. Universal berarti bahwa ilmu tidak mempunyai konotasi ras, ideologi, atau agama.B.Etika keilmuanIlmu merupakan suatu cara berpikir tentang sesuatu objek yang khas dengan pendekatan tertentu sehingga menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan ilmiah. Ilmiah dalam arti sistem dan struktur ilmu dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka. Suatu keharusan bagiilmuwanmemiliki moral danakhlakuntuk membuat pengetahuan ilmiah menjadi pengetahuan yang didalamnya memiliki karakteristik kritis, rasional, logis, objektif, dan terbuka. Disamping itu, pengetahuan yang sudah dibangun harus memberikan kegunaan bagi kehidupan manusia, menjadi penyelamat manusia, serta senantiasa menjaga kelestarian dan keseimbangan alam. Di sinilah letak tanggung jawab ilmuwan untuk memiliki sikap ilmiah.Para ilmuwan sebagai profesional di bidang keilmuan tentu perlu memiliki visi moral, yang dalamfilsafatilmu disebut sebagai sikap ilmiah, yaitu suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang bersifat objektif, yang bebas dari prasangka pribadi, dapat dipertanggungjawabkan secara sosial dan kepada Tuhan.Adapun sikap ilmiah yang perlu dimiliki oleh para ilmuwan sedikitnya ada enam, yaitu:1.Tiada rasa pamrih(disinterstedness), merupakan sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang objektif dan menghilangkan pamrih.2.Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan mampu mengadakan pemilihan terhadap segala sesuatu yang dihadapi.3.Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun terhadap alat-alat indera serta budi(mind).4.Adanya sikap yang berdasar pada suatukepercayaan(belief)dan dengan merasa pasti(conviction)bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian.5.Adanya suatu kegiatan rutin bahwa ilmuwan harus selalu tidak puas terhadap penelitian yang telah dilakukan, sehingga selalu ada dorongan untuk riset. Dan riset atau penelitian merupakan aktifitas yang menonjol dalam hidupnya6.Memiliki sikap etis(akhlak)yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu bagi kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusiaSecara terminologi, etika adalah cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik dan buruk. Yang dapat dinilai baik dan buruk adalah sikap manusia yang menyangkut perbuatan, tingkah laku, gerakan, kata dan sebagainya. Dalam etika ada yang disebut etika normatif, yaitu suatu pandangan yang memberikan penilaian baik dan buruk, yang harus dikerjakan dan yang tidak.Penerapan dari ilmu membutuhkan dimensi etika sebagai pertimbangan dan yang mempunyai pengaruh pada proses perkembangannya lebih lanjut. Tanggung jawab etika menyangkut pada kegiatan dan penggunaan ilmu. Dalam hal ini pengembangan ilmu pengetahuan harus memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, keseimbangan ekosistem, bersifat universal dan sebagainya, karena pada dasarnya ilmu pengetahuan adalah untuk mengembangkan dan memperkokoheksistensimanusia dan bukan untuk menghancurkannya. Penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dapat mengubah suatu aturan alam maupun manusia. Hal ini menuntut tanggung jawab etika untuk selalu menjaga agar yang diwujudkan tersebut merupakan hasil yang terbaik bagi perkembangan ilmu dan juga eksistensi manusia secara utuh.C.Tanggung jawab sosial ilmuanKita dapat menegaskan kembali bahwa tujuan sains ialah menemukan pengetahuan yang benar mengenai berbagai keadaan alam semesta.Tanggung jawab etis seorang ilmuan dapat mengupayakan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi secara tepat dalam kehidupan manusia. Tetapi harus menyadari juga apa yang seharusnya dikerjakan atau tidak dikerjakan untuk memperkokoh kedudukan serta martabat manusia yang seharusnya, baik dalam hubungannya sebagai pribadi, dalam hubungan dengan lingkungannya maupun sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap Khaliknya.Kesadaran etis ini memungkinkan manusia dapat memperhitungkan akibat perbuatannya bahkan dapat mengetahui perkembangan-perkembangan ataupun kejadian-kejadian yang tak terduga di masa depan. Tanggung jawab etis beserta kesadaran etisnya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan dapat membimbing untuk menentukan dan memutuskan apakah keputusan tindakan manusia yang berupa ilmu pengetahuan, seharusnya dilakukan dan bagaimana aturan main yang diterapkan.Tanggung jawab ilmu pengetahuan dan teknologi menyangkut juga tanggung jawab terhadap hal-hal yang akan dan telah diakibatkan ilmu pengetahuan serta teknologi di masa-masa lalu, sekarang maupun apa akibatnya bagi masa depan berdasarkan keputusan-keputusan bebas manusia dalam kegiatannya. Penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti ada yang dapat mengubah suatu aturan, baik alam maupun manusia. Hal ini tentu saja menuntut tanggung jawab agar selalu menjaga apa yang diwujudkan dalam perubahan tersebut yang menjadi perubahan terbaik bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri maupun bagi perkembangan eksistensi manusia secara utuh.Ilmuwan juga mempunyai kewajiban sosial untuk menyampaikan kepada masyarakat dalam bahasa yang mudah dicerna. Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberikan perspektif yang benar, untung dan rugi, baik dan buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat dimungkinkan.BAB IIIPENUTUPA.KesimpulanDari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa seorang ilmuan terikat pada etika dan tanggung jawab dalam menetapkan suatu ilmu baru.Peran terpenting seorang ilmuan adalah menyediakan bantuan agar manusia dapat sungguh-sungguh mencapai pengertian tentang martabat dirinya. Ilmu pengetahuan dan teknologi bukan saja sarana untuk mengembangkan diri manusia, tetapi juga merupakan hasil perkembangan dan kreativitas manusia itu sendiri.Tanggung jawab seorang ilmuan menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi di mana terjadi harus memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggung jawab pada kepentingan umum, kepentingan generasi mendatang, dan bersifat universal.B.SaranKemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan demikian memerlukan visi moral yang tepat. Manusia dengan ilmu pengetahuan dan teknologi akan mampu untuk berbuat apa saja yang diinginkannya, namun pertimbangan tidak hanya sampai pada apa yang dapat diperbuat olehnya tetapi perlu pertimbangan apakah memang harus diperbuat dan apa yang seharusnya diperbuat dalam kerangka kedewasaan manusia yang utuh.Etika peranan seorang ilmuan sebagai pelopor munculnya disiplin-disiplin ilmu baru harus memikirkan pula tanggungjawab manusia dalam keputusan tindakannya. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilaksanakan secara mitologis-religius, filosofis maupun secara ilmiah teknologis. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dan teknologi secara ideal seharusnya berguna dalam dua hal, yaitu membuat manusia rendah hati karena memberikan kejelasan tentang jagad raya, dan mengingatkan bahwa kita masih bodoh dan masih banyak yang harus diketahui dan dipelajari.DAFTAR PUSTAKARachman, Maman. dkk. 2006.Fisafat Ilmu. Semarang: UPT MKU UnnesSuriasumantri, Jujun S. 2007.Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

D. Kompetensi Dasar :Setelah memperlajari topik ini, Anda diharapkan dapat: menjelaskan arti tanggung jawab keilmuan; meunjukkan sifat keterbatasan tanggung jawab keilmuan; mendeskripsikan bentuk-bentuk tanggung jawab keilmuan; menjelaskan arti etika keilmuan; menunjukkan hubungan tanggung jawab keilmuan dengan etika keilmuan.E. Materi:I. Arti Tanggung Jawab keilmuan.Aholiab Watloly (2001: 207-221) telah meletakkan berbagai prinsip dasar dalam hal memahami tanggungjawab pengetahuan dan keilmuan. Istilah tanggung jawab, secara etimologis menunjuk pada dua sikap dasar ilmu dan ilmuwan, yaitu; tanggung dan jawab. Ilmu dan ilmuan, termasuk lembaga keilmuan, dalam hal ini, wajib menanggung dan wajib menjawab setiap hal yang diakibatkan oleh ilmu itu sendiri maupun permasalahan-permasalahan yang tidak disebabkan olehnya. Ilmu, ilmuwan, dan lembaga keilmuan bukan hanya berdiri di depan tugas keilmuannya untuk mendorong kemajuan ilmu, dalam percaturan keilmuan secara luas, tetapi juga harus berdiri di belakang setiap akibat apa pun yang dibuat oleh ilmu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ilmu dalam ilmuwan, termasuk lembaga keilmuan, tidak dapat mencuci tangan dan melarikan diri dari tanggung jawab keilmuannya.Tanggung jawab mengandung makna penyebab (kausalitas), dalam arti "bertanggung jawab atas". Tanggung jawab dalam arti demikian berarti; apa yang harus ditanggung. Subyek yang menyebabkan dapat diminta pertanggungjawabannya, meskipun permasalahan - permasalahan tersebut tidak disebabkan oleh ilmu atau ilmuwan itu sendiri. Aspek tanggung jawab sebagai sekap dasar keilmuan, dengan ini, telah menjadi satu dalam kehidupan keilmuan itu sendiri dan sulit dipisahkan. Tanggung jawab keilmuan, tidak dapat dilepaspisahkan dari perkembangan pengetahuan maupun keilmuan dari abad ke abad.Berbicara mengenai tanggung jawab keilmuan, adalah sesuatu hal yang secara tidak langsung mengenai tanggung jawab manusia, dalam hal ini, ilmuwan yang; mencari, mempraktikkan, dan menerapkan, atau menggunakan ilmu atau pengetahuan tersebut dalam kehidupan. Maksudnya, ilmu sebagai bagian dari kebijaksanaan manusia dengan segala usaha sadar yang dilakukan untuk memanusiakan diri dan lingkungannya, tidak dapat dipisahkan dari aspek tanggung jawab dimaksud. Ilmu dan ilmuwan, sebagai seorang anak manusia, karenanya, wajib menanggung setiap akibat apa pun yang disebabkan oleh ilmu itu sendiri, baik dari sisi teoretisnya maupun sisi praktiknya. Ilmu dan ilmuwan juga wajib menjawab dalam arti merespons dan memecahkan setiap masalah yang diakibatkan oleh ilmu maupun yang tidak disebabkan oleh ilmu itu sendiri. Tanggung jawab keilmuan, dalam ini, bukan merupakan beban atau kuk, tetapi merupakan ciri martabat keilmuan dan ilmuwan itu sendiri. Konsekuensinya, semakin tinggi ilmu maka semakin tinggi dan besar tanggung jawab yang diemban oleh ilmu, ilmuwan dan lembaga keilmuan itu sendiri.Kadang-kadang, tanggung jawab keilmuan tidak disebabkan oleh ilmu itu sendiri, misalnya; dalam hal menyelesaikan setiap persoalan kemanusiaan, seperti; bencana alam, keadaan alam yang kritis, konflik sosial, dan sebagainya. Tanggung jawab keilmuan bukan saja dalam arti yang normative, misalnya berkaitan dengan aspek moral yang bersifat legalistik saja, tetapi mencakup aspek yang lebih luas. Misalnya, tanggung jawab keilmuan dalam menyelasaikan berbagai bentuk akibat perubahan sosial yang berdampak terhadap tatanan moral masyarakat. Jadi, tanggungjawab keilmuan juga memilki arti, mendudukkan manusia pada kedudukan martabat dirinya, sehingga di satu sisi tidak diperalat oleh ilmu dan ilmuwan demi mencapai prestise dan supremasi ilmu, atau di sisi lain, tidak tergilas oleh kebodohan dan kemelaratan hidup karena lingkaran setan ketidaktahuan yang melilit dirinya.Di sisi lain, tanggung jawab keilmuan mesti di dasarkan pada keputusan bebas manusia, sehingga melalui tanggung jawan keilmuan maka ilmu, ilmuwan, manusia serta masyarakat dibebaskan atau dijernihkan dari berbagai pengaruh emosional, sikap curiga, dendam, buruk sangka, dan berbagai sikap irasional. Konsekuensinya, tanggung jawab keilmuan harus terus mengalir dari dalam lautan luas tindakan manusia (ilmuwan) yang bertanggung jawab.Tanggung jawab keilmuan menyangkut, baik masa lalu, masa kini, maupun masa depan. Alasannya, karena penanganan ilmu atas realitas selalu cenderung berat sebelah. Kenyataan tersebut telah banyak berpengaruh terhadap gangguan keseimbangan kosmos (alam) seperti; pembasmian kimiawi dari hama tanaman, sistem pengairan, keseimbangan jumlah penduduk, dan sebaginya. Juga, hal itu menyangkut gangguan terhadap tatanan sosial dan keseimbangan sosial. Artinya, ilmu lah yang telah mengemukakan bahwa tatanan alam dan masyarakat harus diubah dan dikembangkan maka ilmu pula lah yang bertanggung jawab menjaganya agar dapat diubah dan dikembangkan dalam sebuah tatanan yang baik, demi konseistensi kehidupan, regulasi historis, dan keberlanjutan ekologis.Tanggung jawab keilmuan mana didasarkan pada kesadaran bahwa ilmu selalu merupakan sesuatu yang sifatnya masih belum rampung. Artinya, upaya keilmuan tidak dapat meniadakan tanggung jawabnya yang lama, tetapi selalu menampilkannya dalam kesegaran tanggung jawab yang selalu baru. Jadi, ilmuan harus terbuka pada tanggung jawabnya yang baru walaupun hal itu tidak pernah dialami oleh pendahulunya.II. Sifat Keterbatasan Tanggung jawab Keilmuan.Salah satu ciri pokok dari tanggung jawab keilmuan itu adalah sifat keterbatasan. Tanggung jawab keilmuan memiliki sifat keterbatasan, dalam arti bahwa, tanggung jawab itu sendiri tidak diasalkan atau diadakan sendiri oleh ilmu dan ilmuwan sebagai manusia, tetapi merupakan pemberian kodrat. Sebagaimana manusia tidak dapat menciptakan dirinya sendiri, tetapi menerimanya sebagai pemberian kodrat maka demikian pula halnya ia tidak dapat menciptakan tanggung jawab. Manusia hanya menerima dirinya dan tanggung jawabnya, serta menjalaninya sebagai sebuah panggilan kodrati dan tunduk padanya.Konsekuensinya, ilmuwan sebagai manusia tidak bertanggung jawab atas tanggung jawab keilmuannya, sebab manusia tidak dapat dimintai pertanggung jawaban atas kenyataan mengapa ia bertanggung jawab, sebab hal itu merupakan tugas yang diterima dan dijalani atas dasar pemberian kodratnya. Manusia tidak bertanggung jawab pada tanggung jawab, tetapi ia menerima tanggung jawab itu sebagaimana adanya, dan menjalaninya dengan segala keterbatasannnya. Ilmuwan sebagai manusia, menjalani tanggung jawab keilmuannya dengan segala keterbatasannya, baik secara natural, kodrati, maupun dari keterbatasan keilmuannya sendiri. Pandangan tersebut hendak menegaskan, betapa pentingnya bagi seorang ilmuwan memiliki suatu "kepekaan besar" untuk membaca dan menjalankan tanggung jawab keilmuannya itu secara baik, dan tidak boleh memandang dirinya serba bisa, serba oke, dan serba benar.III. Bentuk-bentuk Tanggung jawab Keilmuan.1. Tanggung jawab sosial. Ilmu bukan saja bersifat sosial, tetapi membutuhkan tanggungjawab sosial, karena melalui suasana sosial itu ilmu dapat bertumbuh subur secara efektif dan bertambah luas. Aneka kasus sosial dalam masyarakat membutuhkan penanganan dan penyelesaian secara keilmuan. Ilmuwan dengan kemampuan pengetahuannya yang cukup, dapat memberi argumentasi, kajian kritis, dan membangun opini masyarakat mengenai permasalahan kehidupan yang dihadapi. Misalnya, penganggulangan kemiskinan, penyakit, atau masalah nilai-nilai sosial dalam pembangunan sehingga masyarakat tidak tercabut dari akar kehidupan sosialnya yang khas. Ilmu dan ilmuan bertanggung jawab dalam hal memberikan prediksi atau ramalan serta peringatan dinih mengenai permasalahan yang akan dihadapi masyarakat, baik yang nyata (manifest) maupun tersembunyi (laten) atau yang bersifat gejala. Misalnya, dalam melakukan resolusi konflik dan membangun manajemen perdamaian guna mewujudkan ciri masyarakat yang mampu mencegah dan mengatasi konflik serta membangun sistem kedamian yang langgeng guna mmemperlancar pembangunan dalam mewujudkan masysrakat yang berkesejahteraan.Ilmuwan, dengan latar belakang pengetahuannya yang cukup, harus bertanggung jawab untuk menyampaikan ilmu atau pengetahuannya secara proporsional kepada masyarakat dalam bahasa yang dapat mereka terima. Tanggung jawab sosial keilmuan tersebut adalah penting, baik dalam rangka mengusahakan kebenaran ilmu maupun baik dari segi untung -rugi, baik-buruk, dan lain sebagainya. Dengannya, dapat dimungkinkan penyelesaian yang obyektif terhadap setiap permasalahan sosial yang terjadi. Ilmu dan ilmuwan memiliki tanggung jawab sosial, bukan sekedar karena ilmuan adalah anggota masyarakat dan terlibat langsung dalam kepentingan sosial kemasyarakatan, tetapi ilmu secara hakiki memiliki fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Ilmu, meskipun merupakan hasil kekiatan individual, namun dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat.2. Tanggung jawab keteladanan. Ilmu dan ilmuwan bukan saja mengandaikan kebenaran keilmuan sebatas sebuah jalan pemikiran dengan pesona logika dan ketajaman analisisnya, namun juga bertanggung jawab menunjukkan atau mempraktikkan kebenaran keilmuannya di dalam kehidupan sosialnya yang luas dan mendalam. Ilmu bukan hanya menyajikan sebuah kebenaran informasi, namun memberikan keteladanan hidup yang ditunjukkan oleh ilmuwannya. Ilmuwan harus berdiri di depan kebenaran-kebenaran keilmuannya selaku proto tipe kebenaran yang sesungguhnya, juga berada di belakang kebvenaran-kebenaran keilmuannya untuk menunjukkan tanggung jawabnya atas segala akibat sosial maupun ekologis yang disebabkan oleh ilmu itu sendiri. Menghadapi situasi kemasyarakatan kita di mana terdapat kecenderungan untuk memanipulasi dan menghambat kebenaran nilai sehingga banyak mengakibatkan adanya kegoncangan nilai maka ilmuan harus tampil ke depan untuk memberi argumentasi, kajian kritis, serta membangun opini yang obyektif dan proporsional terhadap setiap permasalahan sosial yang terjadi. Pengetahuan yang dimilikinya, merupakan kekuatan yang akan membuat ilmuwan menjadi berani (bahkan berani tampil sebagai martir seperti Socrates) dalam membela nilai-nilai kebenaran yang dijamin dan diyakini dalam ilmu.Kelebihan ilmuwan adalah bahwa ia dapat berpikir secara cermat dan teratur sehingga dengan kemampuan inilia, ia sekaligus memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki dan meluruskan pikiran masyarakat yang sesat dan keliru menganai permasalahan yang dihadapi. Dengannya, masyarakat tidak terjebak dalam lingkaran setan kepicikan yang membenarkan aneka prasangka, sesat pikir, atau keliru pikir yang cenderung menumbuhkan atau melanggengkan sikap saling curiga dan dendam. Melalui itu, masyarakat dapat dicerdaskan sehingga mampu menangkal setiap upaya provokasi yang memperalat dan memperbudak kekuarangan atau ketidaktahuannya demi keuntungan-keuntungan yang bias.3. Sikap tanpa pamrih. Sikap tanpa pamrih, berhubungan dengan kepentingan hati nurani manusia dalam tugas keilmuan. Maksudnya, sikap ranpa pamrih menunjuk pada keteguhan bathin atau hati, yang tanpa tegoda dengan imbalan apa pun, untuk memperjuangkan kebenaran keilmuan, baik dalam rangka kepentingan teori maupun praktis. Intinya, ilmuan harus terbuka pada himbawan dan seruan hati (bathin) untuk terus mengritik dan membenahi diri dalam rangka mengatasi berbagai kekurangan serta penyimpangan dalam kegiatan keilmuan. Salah satu aspek di mana hal itu pasti adalah sifat kritik diri dan menahan diri.Sikap tanpa pamrih, pertama-tama berhubungan dengan upaya membimbing diri agar tidak tergesah-gesah dan ceroboh dalam memutuskan kebenaran atau kepastian keilmu. Tuntutan sikap tanpa pamrih, meskipun kedengarannya agak bertentangan dengan tuntutan praktis dalam rangka penerapan keilmuan bagi kepentingan kesejahtreraan manusia, namun secara prinsipial tetap penting dalam rangka tanggung jawab moral dan sosial keilmuan. Sikap tanpa pamrih dalam keilmuan juga penting dalam rangka menjernihkan masalah-masalah di sekitar pandangan hidup manusia. Artinya, bentuk tanggung jawab keilmuan dalam hal sikap tanpa pamrih tidak hanya berhubungan dengan kepentingan ideologis keilmuan, tetapi juga tanggung jawab paktis, agar terhindar dari kesalahan dan penyalahgunaan.Sikap tanpa pamring dalam keilmuan dibutuhkan dibutuhkan sebagai jaminan agar penggunaan ilmu, sedapat mungkin, menguntungkan kehidupan manusia secara memadai, dan tidak sekedar untuk mencapai target tertentu yang menyimpan dari kepentingan mmanusia secara utuh. Keadaan makin sulit, bila kelompok-kelompok terntu memanfaatkan ilmu untuk menjaga dan memelihara kepentingannya, sehingga mengabaikan nilai kebenaran keilmuan demi kemanusiaan dan kemasyarakatan.Sikap tanpa pamrih membuat kebenaran ilmu tidak netral karena kebenaran dan pengabdian ilmu selalu diwarnai oleh adanya intensitas tujuan dan corak etis tertentu yang mengafirmasikan atau menguatkan seruan kepentingan kemanusiaan dalam ilmu. Corak etis kegiatan keilmuan sekali-kali tidak terbatas pada penerapan-penerapan konkret (praktis)-nya, karena ia harus menjangkau hal-hal yang lebih luas untuk menemukan sikap etis yang tepat. Melalui sikap demikian, kedudukan manusia dalam pengembangan ilmu atau keilmuan tetap tidak berubah, walaupun kemanusiaan itu sendiri mengalami pergeseran-pergeseran yang sifatnya dinamis dalam tanggung jawab keilmuan itu sendiri.Sikap tanpa pamrih dalam keilmuan penting pula dalam rangka mengatasi ketidakdewasaan manusia. Sikap dapat memungkinkan manusia mengenal keterbatasannya, makin belajar mengenal dan semakin baik menguasai dirinya sendiri (pikirannya, emosinya, keinginannya, dan sebagainya) dan juga realitasnya. Sikap tanpa pamrih, di satu sisi menginsyafkan manusia untuk selalu meletakkan pandangan kritisnya terhadap perkembangan ilmu dan keilmuan. Di sisi lain, sikap tanpa pamrih juga menginsyafkan manusia tentang betapa kurang dewasanya manusia dan betapa banyak kemungkinan lagi untuk menjadi lebih dewasa.4.Tanggung jawab profesional. Tugas keilmuan menghimbau pada sebuah tanggung jawab professional yang memadai. Tanggungjawab profesional keilmuan mengandaikan bahwa seorang ilmuwan harus menjadi ahli dan terampil dalam bidangnya, jadi bukan sekedar hobi. Tanggung jawab professional keilmuan mengacu pada bidang keilmuan yang digeluti sebagai panggilan tugas pokok atau profesi keilmuannya. Tanggung jawab professional menunjuk pula pada penghasilan atau upah yang diperoleh berdasarkan tingkat kepakaran (pengetahaun dan ketrampilan) yang dimiliki dalam bidang keilmuannya. Profesional merupakan kata atau istilah yang umumnya diliputi sebuah citra diri yang berbauh sukses,penuh percaya diri, berkompeten, bekerja keras, efisien, dan produktif. Tanggung jawab profesional keilmuan menunjuk pada gambaran diri seseorang berdisiplin, kerasan, dan sibuk dalam pekerjaan keilmuannya. Disiplin dan kerasan meruapak sebuah paham yang membedakan secara radikal seorang ilmuwan sejati dengan orang yang suka malas, santai, dan seenaknya dalam sebuah tugas keilmuan.Tanggung jawab professional keilmuan menunjuk pula pada sikap keilmuan yang "tanpa pamrih" serta bersikap tenang, tekun, dan mantap, dapat menguasai situasi, serta berkepala dingin dalam memperjuangkan dan mempertahankan kebenaran ilmunya terhadap berbagai gugatan atau sanggahan. Profesionalisme dalam keilmuan mensugestikan pula bahwa seorang ilmuan adalah sosok yang bersifat pragmatis dan tidak membiarkan profesinnya untuk dipengaruhi oleh pandangan -pandangan yang sempit dan sesat. Profesionalisme dalam keilmuan mengandaikan pula sikap keilmuan yang tidak terpengaruh oleh hubungan-hubungan primordialistik, ideologi atau oleh masalah keluarga dan pribadi. Prifesionalisme kilmuan mengandaikan pula sebuah hasil keilmuan yang berlaku secara universal, artinya dapat diterima secara luas dan umum.Profesionalisme dalam keilmuan bukan sekedar ketrampilan yang dapat dipelajari secara terpisah dari kepribadian sang ilmuwab. Bahkan, profesionalisme dalam keilmuan meliputi seluruh struktur kepribadian sang ilmuwan. Tentu saja diperlukan keahlian (spesialisasi) dalam mengembangkan profesionalisme keilmuan. Meskipun keahlian dapat dipelajari dan dilatih, tetapi seorang belum tentu disebuah professional dalam keilmuannya. Artinya, profesionalisme keilmuan menunjuk pada kualitas pengetahuan dan kualitas kerja sebagai ilmuwan.IV. Etika Keilmuan.1. Arti etika keilmuan. Istilah etikan dari bahasa Yunani etos yang berati baik, berbudaya, atau beradat. Jadi etika keilmuan mengandaikan adanya tatanan nilai-nilai kebaikan (etis) dalam keilmuan, baik dalam mengusahakan ilmu maupun dalam menerapkan ilmu bagi kepentingan manusia. Ilmuan dan keilmuan, karenanya, perlu didasarkan pada sebuah sikap kesadaran etis yang kuat. Kesadaran etis dalam keilmuan berlangsung , baik muali dari tahap uapaya pencaharian dan penentuan kebenaran maupun sampai pada tahap penerapan hasilnya dalam bentuk pembangunan. Ciri etis yang mendasari proses tersebut merupakan sebuah kategori moral keilmuan yang melandasi sikap etis seorang ilmuwan. Sikap etis yang demikian bukan saja merupakan sebuah jalan pemikiran bagi sang ilmuwan, tetapi justru lebih merupakan totalitas jalan hidupnya, dalam sebuah tanggung jawab keilmuan yang utuh. Etika keilmuan dan moral keilmuan, meskipun berbeda, karena etika keilmuan mendasari diri pada sikap kritis da;am melakukan keputusan secara bebas sementara moral keilmuan mendasari diri pada perintah moral atau kewajiban-kewajiban yang patut diikuti, namun keduanya memiliki kesamaan dalam hal kemutlakan sikap keilmuan yang tegas terhadap kebenaran.Etika keilmuan merupakan sesuatu dorongan kejiwaan yang nyata-nyata mempengaruhi dan menentukan bagaimana ilmuwan mendekati dan melakukan kegiatan keilmuannya (memproses kebenaran dan menerapkan kebenaran keilmuan) secara kritis dan bertanggung jawab. Etika keilmuan, dalam hal ini, sangat berhubungan dengan semangat dan sikap bathin (kehendak bathin) para ilmuwan yang bersifat tetap dalam dirinya untuk bersikap; adil, benar, jujur, bertanggung jawab, setia, dan tahan uji dalam mengembangkan ilmu, baik untuk kepentingan keilmuan secara luas maupun untuk penerapannya dalam membangun kehidupan. Jadi, etika keilmuan mengandaikan adanya kehendak bathin yang kuat sebagai sebuah tuntutan moral yang harus direalisasikan dalam rangka tugas keilmuan.Etika keilmuan, sebagai aspek mendasar dalam rangka keilmuan, menjaungkau hal yang lebih jauh dan mendorong untuk menyelami semakin dalam kemungkinan-kemungkinan terakhir mengenai hakikat manusia sebagai subyek maupun obyek dalam keilmuan. Bahkan, etika keilmuan seakan menimbulkan semacam kesulitan, di mana perkembangan keilmuan dikurung dalam semacam lingkaran setan. Kondisi tersebut, muncul ketikan ditanyakan mengenai hal keraha mana ilmu harus diterapkan? Mana penerapa keilmuan yang baik dan mana penerapan yang kurang baik? Jelas bahwa kriteria etis yang digunakan untuk itu adalah apakan penerapan tersebut dapat memajukan kesejahteraan hidup manusia atau sebaliknya membawa ancaman terhadap konsistensi hidup generasi manusia dan ekologisnya?Artinya, seorang ilmuwan, secara moral tidak akan membiarkan kebenaran ilmunya atau hasil penelitiannya untuk membunuh dan menindas sesama manusia dan merusak alam lingkungannya. Kengerian hidup zaman ini yang kian mencemaskan dengan mencuatnya berbagai kegoncangan kosmik, terkikisnya lapisan hoson yang memacu meluasnya panas bumi yang kian mencemaskan, juga kecemasan adanya perang kimia, dan senjata pembasmi masal, kejahatan biokimia, dan berbagai kenyataan lainnya yang terus menghadirnya aneka kecemasan mekar dalam kehidupan, menunjukkan betapa dunia keilmuan masih terus menghadapi dirinya sebagai masalah. Ilmu atau keilmuan, bagaikan pisau bermata dua, di satu sisi menyenangkan tetapi di sisi lain mencemaskan. Kenyataan tersebut menegaskan pentingnya etika keilmuan dalam menyiasati perkembangan keilmuan itu sendiri. Dengannya, ilmu atau keilmuan tetap dikembangkan pada jalurnya yang sebenarnya. Melalui etika keilmuan, ilmu terus dikembangkan sebagai prestasi keluhuran manusia yang mampu menyejahterakan manusia serta membuat manusia menjadi actor bagi kehidupan, tapi di sisi lain, melalui etika keilmuan manusia (ilmuwan) terus dinasihati dan digembalakan agar tidak menyelewengkan keilmuan itu sendiri untuk mengancam kemanusiaanya dan lingkungannya.Etika keilmuan, pada prinsipnya, hendak mencerminkan adanya "kebangkitan insani" melalui berbagai kegiatan keilmuan atau penemuan keilmuan yang pada hakikatnya menunjukkan perkembangan citra keagungan dan peradaban manusia. Etika keilmuan, dengan demikian, telah mengantisipasi perkembangan - perkembangan keilmuan di kemudian hari yang mungkin mengubah kewajiban etis keilmuan, tetapi tidak mengubah nilai-nilia etis keilmuan yang fundamental mengenai hakikat dan martabat keagungan manusia. Bahwa terdapat kemungkinan di mana dalam perkembangan keilmuan yang tidak terduga, manusia (ilmuwan) dapat mengetahui dan memiliki sesuatu yang sudah ditunjukkan dalam kesadaran eti keilmuannya itu. Kesadaran mana memungkinkan manusia (ilmuwan) dapat menilai apakah perkembangan keilmuannya dapat membantu mewujudkan perkembangan manusia secara lebih utuh, walaupun ia sendiri tidak mengenal persis titik akhir yang sesungguhnya dari perkembangan tersebut.Sejarah menunjukkan bahwa perkembangan dunia keilmuan semakin melangkah maju dengan usaha-usaha efektif guna dapat memerangi "ketidakberesan" dalam kehidupan, termasuk dalam dunia keilmuan. Bahkan, sejarah makin menunjukkan pula bahwa perkembangan dunia keilmuan makin menyingkap adanya orientasi atau arah baru pemikiran untuk makin menyadari akan keselamatan manusia. Konsekuensinya, penting bagi seorang ilmuwan untuk memiliki kepekaan yang besar terhadap etika keilmuan untuk mengatasi konsekuensi-konsekuensi etis dalam dunia keilmuan itu sendiri. Kesadaran etis mana, di dasarkan pada kenyataan bahwa dialah orang satu-satunya yang bertanggung jawab sepenuhnya serta patut dimintai pertanggunganjawabannya atas segala hal yang diakibatkan oleh kemajuan dunia keilmuan, baik terhadap moralitas manusia, maupun orientasi perilakunya.Integritas kepribadian (hal 219..).