Pengertian Psikologi
-
Upload
rizman-aji -
Category
Documents
-
view
98 -
download
5
description
Transcript of Pengertian Psikologi
Pengertian Psikologi
Psikologi (dari bahasa Yunani Kuno: psyche = jiwa dan logos = kata) dalam arti bebas psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental. Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental
Sejarah Psikologi
Psikologi adalah ilmu yang tergolong muda (sekitar akhir 1800an.) Tetapi, manusia di sepanjang sejarah telah memperhatikan masalah psikologi. Seperti filsuf yunani terutama Plato dan Aristoteles. Setelah itu St. Augustine (354-430) dianggap tokoh besar dalam psikologi modern karena perhatiannya pada intropeksi dan keingintahuannya tentang fenomena psikologi. Descartes (1596-1650) mengajukan teori bahwa hewan adalah mesin yang dapat dipelajari sebagaimana mesin lainnya.
Ia juga memperkenalkan konsep kerja refleks. Banyak ahli filsafat terkenal lain dalam abad tujuh belas dan delapan belas—Leibnits, Hobbes, Locke, Kant, dan Hume—memberikan sumbangan dalam bidang psikologi. Pada waktu itu psikologi masih berbentuk wacana belum menjadi ilmu pengetahuan.
Sumber : Wikipedia.org/
Psikologi sebagai ilmu
Psikologi dapat disebut sebagai ilmu yang mandiri karena memenuhi syarat berikut: 1) secara sistematis psikologi dipelajari melalui penelitian-penelitian ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah, 2) memiliki struk¬tur keilmuan yang jelas, 3) memiliki objek formal dan material, 4) meng¬gunakan metode ilmiah seperti eksperimen, observasi, sejarah kasus (case history), pengetesan dan pengukuran (testing and measurement), 5) memiliki terminilogi khusus seperti bakat, motivasi, inteligensi, ke¬pri¬badian, 6) dan dapat diaplikasikan dalam berbagai adegan kehidupan. Kaitan psikologi dengan ilmu lain, psikologi dalam perkembangannya banyak dipengaruhi ilmu-ilmu lain misalnya filsafat, sosiologi, fisiologi, antropologi, biologi. Pengaruh ilmu tersebut terhadap psikologi dapat dalam bentuk landasan epistimologi dan metode yang digunakan. Psiko¬logi memberikan sum¬bangan terhadap pendidikan, karena subjek dan objek pendidikan adalah manusia (individu), psikologi memberikan wawasan bagaimana memahami perilaku individu dan proses pendidikan serta bagaimana membantu individu agar dapat berkembang optimal. Sejarah singkat psikologi, sejak zaman filsuf-filsuf besar seperti Socrates (469-399 SM) telah berkembang filsafat mental yang membahas secara jelas persoalan “jiwaraga”. Rene Descartes (1596-1650) menge¬mukakan bahwa manusia memiliki dimensi jiwa dan raga yang tidak dapat dipisahkan. Pada awal abad ke-19, psikologi mengalami kemajuan yang cukup pesat, Gustaf Tehodore Fechner (1801-1650) dan Ernest Heinrich Weber (1795-1878) menemukan suatu hukum penginderaan melalui eksperimen yang dipublikasikan pada tahun 1860 dalam buku Element of Pschology. Puncaknya adalah ketika Wilhem Wund (1832-1920) pada tahun 1879 mendirikan laboratorium psikologi pertama di Leipzig Jerman, dan peristiwa ini menandai psikologi sebagai ilmu mandiri. Tahun 1883 berdiri laboratorium serupa di Universitas John Hopkins. Tahun 1890 terbit buku The Principles of Psychologi karangan William James (1842-1910) yang setahun kemudian menjadi profesor psikologi dan sejak itu hampir semua universitas di Amerika memiliki fakultas yang mandiri. Di Indonesia perkembangan psikologi dimulai pada tahun 1953 yang di¬pelopori oleh Slamet Iman Santoso dengan mendirikan lembaga pen¬didikan psikologi pertama yang mandiri, pada tahun 1960 lembaga ter¬sebut sejajar dengan fakultas-fakultas lain di Universitas Indonesia, yang kemudian dikembangkan di UNPAD dan UGM. Belakangan ini kemajuan psikologi semakin pesat, ini terbukti dengan bermunculannya tokoh-tokoh baru, misalnya B.F. Skinner (pendekatan behavioristik), A. Maslow (teori aktualisasi diri) Roger Wolcott (teori belahan otak), Albert Bandura (teori pembelajaran sosial), Daniel Goleman (teori kecerdasan emosi), Howard Gardner (teori Multiple Intelligences), dan sebagainya. Konsep dasar perilaku: a) pengertian perilaku, perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling nampak sampai yang tidak tampak, dari yang dirasakan sampai yang paling tidak dirasakan. b) pandangan tentang perilaku, ada lima pendekatan utama tentang perilaku yaitu: (1) pen¬dekatan neurobiologik, pendekatan ini menitikberatkan pada hubungan antara perilaku dengan kejadian yang berlangsung dalam tubuh (otak dan saraf) karena perilaku diatur oleh kegiatan otak dan sistem saraf, (2) pendekatan behavioristik, pendekatan ini menitikberatkan pada perilaku yang nampak, perilaku dapat dibentuk dengan pembiasan dan pengu¬kuhan melalui pengkondisian stimulus, (3)
pendekatan kognitif, menurut pendekatan ini individu tidak hanya menerima stimulus yang pasif tetapi mengolah stimulus menjadi perilaku yang baru, (4) pandangan psiko¬analisis, menurut pandangan ini perilaku individu didorong oleh insting bawaan dan sebagian besar perilaku itu tidak disadari, (5) pandangan humanistik, perilaku individu bertujuan yang ditentukan oleh aspek internal individu. Individu mampu mengarahkan perilaku dan memberikan warna pada lingkungan. Jenis-jenis perilaku individu, a) perilaku sadar, perilaku yang melalui kerja otak dan pusat susunan saraf, b) perilaku tak sadar, perilaku yang spontan atau instingtif, c) perilaku tampak dan tidak tampak, d) perilaku sederhana dan kompleks, e) perilaku kognitif, afektif, konatif, dan psikomotor.Mekanisme perilaku, (1) dalam pandangan behavioristik, mekanisme perilaku individu adalah:
W ------ S ------ r ------ O ------ e ------ R ------W
Keterangan : W = world (lingkunngan) e = effectorS = stimulus R = responr = receptor W = lingkunganO = organisme(2) dalam pandangan humanistik, perilaku merupakan siklus dari: (i) dorongan timbul, (ii) aktivitas dilakukan, (iii) tujuan dihayati, (iv) kebutuhan terpenuhi/rasa puas.
Dinamika perilaku individu, ditentukan dan dipengaruhi oleh:a) Penga¬matan atau penginderaan (sensation), adalah proses belajar mengenal segala sesuatu yang berada di lingkungan sekitar dengan meng¬gunakan alat indera peng¬lihat¬an (mata), pendengaran (telinga), pengecap (lidah), pembau (hidung), dan perabaan (kulit, termasuk otot).b) Persepsi (perception), adalah menafsirkan stimulus yang telah ada di otak atau pengertian individu tentang situasi atau penga¬laman. Ciri umum persepsi ter¬kait dengan dimensi ruang dan waktu, terstruktur, menye¬luruh, dan pe¬nuh arti. Persepsi bersifat subjektif dan dipengaruhi oleh perhatian selek¬tif, ciri-ciri rangsangan, nilai dan kebutuhan individu, serta penga¬laman.c) Berpikir (reasoning), adalah aktivitas yang bersifat ideasional untuk menemukan hu¬bung¬an antara bagian-bagian pengetahuan. Berpikir ber¬tujuan untuk mem¬bentuk pengertian, mem¬bentuk pendapat, dan menarik kesimpulan. Proses berpikir kreatif terdiri dari: persiapan, inkubasi, ilumi¬nasi, dan veri¬fikasi. Jenis berpikir ada dua, yaitu berpikir tingkat rendah dan tingkat tinggi.Lanjutan dinamika perilaku individu, d) Inteligensi, dapat diartikan se¬bagai (i) kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir rasional, (ii) kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru, (iii) kemampuan memecahkan simbol-simbol tertentu. Inteligensi tidak sama dengan IQ karena IQ hanya rasio yang diperoleh dengan meng¬gunakan tes tertentu yang tidak atau belum tentu menggambarkan kemampuan individu yang lebih kompleks. Teori tentang inteligensi di¬antaranya G-Theory (general theory) dan S-Theory (specific theory). Inteligensi dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. Sikap (Attitude), adalah evaluasi positif-negatif-ambivalen individu ter¬hadap objek, peris¬tiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap
merupakan pe¬rasa¬an, ke¬yakinan, dan kecenderungan perilaku yang relatif menetap. Unsur-unsur sikap meliputi kognisi, afeksi, dan kecenderungan bertindak. Faktor-faktor yang mem¬pengaruhi terbentukanya sikap adalah penga¬laman khusus, komunikasi dengan orang lain, adanya model, iklan dan opini, lembaga-lembaga sosial dan lembaga keagamaan. Konsep dasar motif dan motivasi,a) Motif (motive) adalah keadaan kompleks dalam diri individu yang mengarahkan perilaku pada satu tujuan atau insentif, atau faktor penggerak perilaku, atau konstruk teoritik ten¬tang terjadinya perilaku. Motif dapat dikelompokkan menjadi primer (dorongan fisiologis, dorongan umum) dan sekunder. Woodwort dan Marquis me¬nge¬lompokkan motif menjadi tiga, yaitu motif organis, motif darurat, dan motif obyektif. Indikator motif terdiri atas: durasi, frekuensi, persistensi, devosi, ketabahan, aspirasi, kualifikasi prestasi, dan sikap. Upaya untuk meningkatkan motivasi diantaranya menciptakan situasi kompetisi yang sehat, membuat tujuan antara, menginformasikan tujuan dengan jelas, memberikan ganjaran, dan tersedianya kesempatan untuk sukses.b) Konflik (conflict), terjadi ketika ada dua atau lebih motif yang saling ber¬tentangan sehingga individu berada dalam situasi petentangan batin, kebingungan, dan keragu-raguan. Jenis konflik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) approach-approach conflict, (2) avoidance-avoidance con¬flict, dan (3) approach-avoidance conflict.c) Frustrasi (frustration) adalah suatu keadaan kecewa dalam diri individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya kepuasan atau tujuan. Sumber frustrasi menurut Sarlito Wirawan adalah lingkungan, pribadi, dan frustrasi konflik. Bentuk reaksi individu terhadap frustrasi adalah marah, bertindak secara ekplosif, introversi, merasa tidak berdaya, regresi, fiksasi, represi, pembentukan reaksi, rasionalisasi, proyeksi, kompensasi, dan sublimasi.
Konsep perkembangan individu,a) perkembangan (development) ada¬lah proses perubahan yang dialamai individu menuju tingkat kedewasaan yang berlangsung secara sistematis, progresif, berkesinambungan, integratif baik fisik maupun mental;b) pertumbuhan (growth) adalah perubahan secara kuantitatif pada aspek jasmani yang terkait dengan perubahan ukuran;c) kematangan (maturity) adalah titik kulminasi dari suatu fase dan sebagai titik tolak dari kesiapan aspek tertentu men¬jalankan fungsinya.
Lanjutan konsep dasar perkembangan individu,a) perkembangan merupakan hasil pertumbuhan, kematangan, dan belajar. Perkembangan menganut prinsip-prinsip berikut ini. 1) perkembangan berlangsung se¬pan¬jang hayat, 2) ada perbedaan irama dan tempo perkembangan, 3) dalam batas tertentu perkembangan dapat dipercepat, 4) perkembangan dipengaruhi oleh faktor bawaan, lingkungan, dan kematangan, 5) untuk aspek tertentu perkembangan wanita lebih cepat daripada pria, 6) individu yang normal mengalami semua fase perkembangan.b) Fase per¬kem¬bangan secara umum adalah 1) masa prenatal, 2) masa bayi, 3) masa anak, 4) masa remaja, 5) masa dewasa, dan 6) masa tua.c) Aspek perkembangan terdiri dari perkembangan kognitif, sosial, bahasa, moral, emosi, fisik, dan penghayatan keagamaan.
Konsep dasar kepribadian,a) pengertian kepribadian, istilah ke¬pribadian merupakan terjemahan dari bahasa inggris “personality”. Secara etimologis, kata personality berasal dari bahasa latin “persona” yang berarti topeng. Menurut Gordon W Allport “personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical system, that determines his unique adjusment to his environment”,b) Faktor yang mempengaruhi kepribadian adalah pembawaan dan pengalaman (umum dan khusus).Lanjutan konsep dasar kepribadian,a) meskipun kepribadian itu unik tetapi ada beberapa ahli yang berusaha menggolongkan kepribadian, misalnya Hipocrates dan Gelanus yang membagi tipologi kepribadian menjadi empat tipe yaitu: 1) kholeris, 2) melankolis, 3) plagmatis, dan sanguinis. Kretschmer meninjau tipologi kepribadian berdasarkan segi konstitusi dan temparamen. Berdasarkan konstitusi jasmani manusia digolongkan menjadi tipe piknis, leptosom, atletis dan displatis. Sedang¬kan berdasarkan temperamen kejiwaan, manusia digolongkan menjadi schizophrenia dan depresif. Berdasarkan orientasi nilai, Spranger mengemukakan enam tipologi manusia, yaitu tipe teoritik, ekonomi, estetis, agama, moral, dan kekuasaan.b) Pengukuran kepribadian dapat ditempuh dengan cara observasi, inventori, dan teknik proyektif.Konsep dasar belajar,a) Pengertian belajar, Cronbach mengartikan “learning is shown by an change individual behaviour as a result of experiences”. Belajar juga dapat diartikan sebagai “proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh sesuatu yang baru sebagai hasil dari pengalaman. Ciri perubahan perilaku hasil belajar adalah aktif, positif, dan berorientasi tujuan.b) Prinsip-prinsip belajar, beberapa perinsip belajar adalah 1) memiliki tujuan dan disadari, 2) adanya penerimaan informasi, 3) terjadinya proses internalisasi, dan 4) perubahan bersifat relatif permanent.c) Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, faktor di luar individu yang mempengaruhi belajar adalah faktor non-sosial dan faktor sosial. Sedangkan faktor dalam diri individu yang mempengaruhi belajar adalah faktor fisiologis dan psikologis.
Kaitan psikologi dengan ilmu lainnya
Serge moscovici seorang psikolog sosial perancis menyatakan bahwa psikologi sosial adalah jembatan diantara cabang-cabang pengetahuan sosial lainnya. Sebab psikologi sosial mengakui pentingnya memandang individu dalam suatu system sosial yang lebih luas dan karena itu menarik kedalamnya sosiologi, ilmu politik, antropologi, dan ekonomi. Psikologi sosial mengakui aktifitas manusia yang rentangnya luas dan pengaruh budaya serta perilaku manusia dimasa lampau. Dalam mengambil fokus ini psikologi sosial beririsan dengan filsafat, sejarah, seni dan musik. Selain itu psikologi sosial memiliki perspektif luas dengan berusaha memahami relevansi dari proses internal dari aktivitas manusia terhadap perilaku sosial. Dalam hal ini psikologi sosial misalnya mungkin mempertanyakan bagaimana keadaan orang setelah menyaksikan suatu kejadian menakutkan akan mempengaruhi arousal secara fisiologis, seperti tekanan darah dan serangan jantung. Karena perspektif ini, maka dibahas tentang persepsi, kognisi dan respon fisiologis.
Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa cirikhas dari psikologi sosial adalah memfokuskan pada individu daripada kelompok atau unit.sementara ahli ilmu sosial yang lain mempergunakan analisis kemasyarakatan yakni mempergunakan faktor-faktor secara luas untuk menjelaskan perilaku sosial. Misalnya sosiologi lebih tertarik pada struktur dan fungsi kelompok. Kelompok itu dapat kecil (keluarga), atau moderat (perkumpulan mahasiswa, klub sepakbola), atau luas (suatu masyarakat).
Sementara bidang studi lain dari psikologi yang tertarik pada keunikan dari perilaku individu adalah psikologi kerpibadian. Pendekatan psikologi kepribadian adalah membandingkan masing-masing orang. Sementara pendekatan psikologi sosial adalah mengidentifikasikan respon (cara bereaksi) dari sebagian besar atau kebanyakan orang dalam suatu situasi dan meneliti bagaimana situasi itu mempengaruhi respon tersebut.
Marilah kita bandingkan ketiga pendekatan tersebut dengan menggunakan contoh yang spesifik untuk menganalisis terjadinya tindak kekerasan. Pendekatan kemasyarakatan cenderung menunjukkan adanya kaitan antara tingkat kejahatan yang tinggi dengan kemiskinan, urbanisasi yang cepat, dan industrialisasi dalam suatu masyarakat. Untuk membuktikan kesimpulan ini, mereka menunjukkan beberapa fakta tertentu : orang yang miskin lebih sering melakukan kejahatan; kejahatan lebih banyak timbul di daerah kumuh ketimbang di lingkungan elit; kriminalitas meningkat pada masa resesi ekonomi dan menurun di saat kondisi ekonomi membaik.
Sementara pendekatan individual dalam bidang psikologi yang lain (psikologi kepribadian, perkembangan dan klinis) cenderung menjelaskan kriminalitas berdasarkan karakteristik dan pengalaman criminal individu yang unik. Pendekatan ini akan mempelajari perbedaan individual yang menyebabkan sebagian orang melakukan tindak criminal, yang tidak dilakukan oleh orang lain dengan latar belakang yang sama, untuk itu, biasanya mereka memusatkan pada latar belakang individu, misalnya bagaimana perkembangan orang itu? Disiplin apakah yang diterapkan orang tuanya? Mungkin orang tua yang kasar cenderung menumbuhkan anak belajar berperilaku kasar?. Penelitian dapat dilakukan dengan membandingkan latar belakang keluarga anak yang nakal dengan yang tidak nakal. Jadi analisis semacam ini memusatkan pada bagaimana dalam situasi yang sama orang dapat melakukan perilaku yang berbeda karena pengalaman masa lalu yang unik.
Sebaliknya psikologi sosial lebih berpusat pada usaha memahami bagaimana seseorang bereaksi terhadap situasi sosial yang terjadi. Psikologi sosial mempelajari
perasaan subyektif yang biasanya muncul dalam situasi sosial tertentu, dan bagaimana perasaan itu mempengaruhi perilaku. Situasi interpersonal apa yang menimbulkan perasaan marah, dan meningkatkan atau menurunkan kemungkinan munculnya perilaku agresi? Sebagai contoh, salah satu prinsip dasar psikologi sosial adalah bahwa situasi frustasi akan membuat orang marah, yang memperbesar kemungkinan timbulnya mereka melakukan perilaku agresi. Akibat situasi yang menimbulkan frustasi ini merupakan penjelasan alternative mengenai sebab timbulnya kejahatan. Hubungan itu tidak hanya menjelaskan mengapa perilaku agresif terjadi dalam situasi tertentu, tetapi juga menjelaskan mengapa faktor ekonomi dan kemasyarakatan menimbulkan kejahatan. Misalnya, orang miskin berduyun-duyun dating ke kota akan mengalami frustasi; mereka ternyata sulit mencari pekerjaan, mereka tidka dapat membeli apa yang mereka inginkan, tidak dapat hidup layak seperti yang mereka bayangkan. Dan frustasi ini merupakan sebab utama munculnya sebagian besar perilaku criminal. Psikologi sosial biasanya juga menyangkut perasaan-perasaan subyektif yang ditimbulkan situasi interpersonal, yang kemudian mempengaruhi perilaku individu. Dalam contoh ini situasi frustasi menimbulkan kemarahan, yang kemudian menyebabkan timbulnya perilaku agresif.
Kesimpulan : pada dasarnya psikologi sosial sangat berhubungan dengan ilmu sosial lain nya, dimana psikologi sosial merupakan bagian dari semua cabang ilmu sosial lainnya!
.
Tujuan : Setelah mempelajari Bab ini, diharapkan Anda dapat : 1. Mendefinisikan psikologi dan psikologi pendidikan 2. Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan individu, indikator-indikator motivasi, bentuk- bentuk konflik, bentuk-bentuk perilaku salah-suai dan taksonomi perilaku individu.
3. Menjelaskan psikologi pendidikan sebagai ilmu, arti penting psikologi pendidikan bagi
guru, peranan dan pengaruh pendidikan terhadap perubahan dan perkembangan perilaku
individu.
4. Menguraikan mekanisme pembentukan perilaku menurut pandangan behaviorisme dan holistik. B. Pokok Bahasan 1. Pengertian Psikologi Pendidikan. 2. Perilaku Individu. 3. Taksonomi Perilaku Individu. 4. Pengaruh Pendidikan terhadap Perubahan Perilaku dan Pribadi Individu. C. Intisari Bacaan 1. Pengertian Psikologi Pendidikan
Secara etimologis, psikologi berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa atau nafas
hidup, dan “logos” atau ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut seolah-olah psikologi
merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Jika kita mengacu pada
salah satu syarat ilmu yakni adanya obyek yang dipelajari, maka tidaklah tepat jika kita
mengartikan psikologi sebagai ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa,
karena jiwa merupakan sesuatu yang bersifat abstrak dan tidak bisa diamati secara
langsung.
Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan
dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya dapat diartikan
sebagaisuatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Psikologi terbagi ke dalam dua bagian yaitu psikologi umum (general phsychology) yang mengkaji perilaku pada umumnya dan psikologi khusus yang mengkaji perilaku individu dalam situasi khusus, diantaranya :
Psikologi Perkembangan; mengkaji perilaku individu yang berada dalam proses perkembangan mulai dari masa konsepsi sampai dengan akhir hayat. Psikologi Kepribadian; mengkaji perilaku individu khusus dilihat dari aspek – aspek kepribadiannya.
Psikologi Klinis; mengkaji perilaku individu untuk keperluan penyembuhan (klinis)
Psikologi Abnormal; mengkaji perilaku individu yang tergolong abnormal.
Psikologi Industri; mengkaji perilaku individu dalam kaitannya dengan dunia
industri. Psikologi Pendidikan; mengkaji perilaku individu dalam situasi pendidikan
Disamping jenis – jenis psikologi yang disebutkan di atas, masih terdapat berbagai jenis
psikologi lainnya, bahkan sangat mungkin ke depannya akan semakin terus berkembang,
sejalan dengan perkembangan kehidupan yang semakin dinamis dan kompleks.
Psikologi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu ilmu karena didalamnya telah memiliki kriteria persyaratan suatu ilmu, yakni : Ontologis; obyek dari psikologi pendidikan adalah perilaku-perilaku individu yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan pendidikan, seperti peserta didik, pendidik, administrator, orang tua peserta didik dan masyarakat pendidikan. Epistemologis;teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan dalil – dalil psikologi pendidikan dihasilkan berdasarkan upaya sistematis melalui berbagai studi longitudinal maupun studi cross sectional, baik secara pendekatan kualitatif maupun pendekatan kuantitatif. Aksiologis; manfaat dari psikologi pendidikan terutama sekali berkenaan dengan pencapaian efisiensi dan efektivitas proses pendidikan.
Dengan demikian, psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai salah satu cabang
psikologi yang secara khusus mengkaji perilaku individu dalam konteks situasi
pendidikan dengan tujuan untuk menemukan berbagai fakta, generalisasi dan teori-teori
psikologi berkaitan dengan pendidikan, yang diperoleh melalui metode ilmiah tertentu,
dalam rangka pencapaian efektivitas proses pendidikan.
Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Sumbangsih psikologi terhadap
pendidikan sangatlah besar. Kegiatan pendidikan, khususnya pada pendidikan formal,
seperti pengembangan kurikulum, Proses Belajar Mengajar, sistem evaluasi, dan layanan
Bimbingan dan Konseling merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang di
dalamnya membutuhkan psikologi.
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang di dalamnya melibatkan banyak orang,
diantaranya peserta didik, pendidik, adminsitrator, masyarakat dan orang tua peserta
didik. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien,
maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami
tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif.
Guru dalam menjalankan perannya sebagai pembimbing, pendidik dan pelatih bagi para
peserta didiknya, tentunya dituntut memahami tentang berbagai aspek perilaku dirinya
maupun perilaku orang-orang yang terkait dengan tugasnya,--terutama perilaku peserta
didik dengan segala aspeknya--, sehingga dapat menjalankan tugas dan perannya secara
efektif, yang pada gilirannya dapat memberikan kontribusi nyata bagi pencapaian tujuan
pendidikan di sekolah.
Di sinilah arti penting Psikologi Pendidikan, dengan memahami psikologi pendidikan,
seorang guru melalui pertimbangan-pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat : (a)
merumuskan tujuan pembelajaran, (b) memilih strategi atau metode pembelajaran, (c)
memilih alat bantu dan media pembelajaran yang tepat, (d) memberikan bimbingan atau
bahkan memberikan konseling kepada peserta didiknya, (e) memfasilitasi dan
memotivasi belajar peserta didik, (f) menciptakan iklim belajar yang kondusif, (g)
berinteraksi secara bijak dengan peserta didiknya, (h) menilai hasil pembelajaran, dan (i)
dapat mengadministrasikan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Selain itu, dengan memahami Psikologi Pendidikan para guru juga dapat memahami dan
mengembangkan diri-pribadinya untuk menjadi seorang guru yang efektif dan patut
diteladani.
Penguasaan guru tentang psikologi pendidikan merupakan salah satu kompetensi yang
harus dikuasai guru, yakni kompetensi pedagogik. Muhibbin Syah (2003) mengatakan
bahwa diantara pengetahuan-pengetahuan yang perlu dikuasai guru dan calon guru adalah
pengetahuan psikologi terapan yang erat kaitannya dengan proses belajar mengajar
peserta didik.
2. Perilaku Individu
Salah satu tugas utama guru adalah berusaha mengembangkan perilaku peserta didiknya.
Dalam hal ini, Abin Syamsuddin Makmun (2003) menyebutkan bahwa tugas guru antara
lain sebagai pengubah perilaku peserta didik (behavioral changes). Oleh karena itu itu,
agar perilaku peserta didik dapat berkembang optimal, tentu saja seorang guru
seyogyanya dapat memahami tentang bagaimana proses dan mekanisme terbentuknya
perilaku para peserta didiknya. Untuk memahami perilaku individu dapat dilihat dari dua
pendekatan, yang saling bertolak belakang, yaitu: (1)behaviorisme dan (2)holistik atau
humanisme. Kedua pendekatan ini memiliki implikasi yang luas terhadap proses
pendidikan, baik untuk kepentingan pembelajaran, pengelolaan kelas, pembimbingan
serta berbagai kegiatan pendidikan lainnya. Di bawah ini akan diuraikan mekanisme
pembentukan perilaku dilihat dari kedua pendekatan tersebut dengan merujuk pada
tulisan Abin Syamsuddin Makmun (2003).
a.Mekanisme Pembentukan Perilaku Menurut Aliran Behaviorisme
Behaviorisme memandang bahwa pola-pola perilaku itu dapat dibentuk melalui proses
pembiasaan dan penguatan (reinforcement) dengan mengkondisikan atau menciptakan
stimulus-stimulus (rangsangan) tertentu dalam lingkungan
Behaviorisme menjelaskan mekanisme proses terjadi dan berlangsungnya perilaku individu dapat digambarkan dalam bagan berikut : S = stimulus (rangsangan); R = Respons (perilaku, aktivitas) dan O=organisme (individu/manusia).
Karena stimulus datang dari lingkungan (W = world) dan R juga ditujukan kepadanya,
maka mekanisme terjadi dan berlangsungnya dapat dilengkapkan seperti tampak dalam
bagan berikut ini :
Yang dimaksud dengan lingkungan (W = world) di sini dapat dibagi ke dalam dua jenis yaitu : (1)Lingkungan objektif (umgebung=segala sesuatu yang ada di sekitar individu dan secara potensial dapat melahirkan S). (2)Lingkungan efektif (umwelt=segala sesuatu yang aktual merangsang organisme karena sesuai dengan pribadinya sehingga menimbulkan kesadaran tertentu pada diri organisme dan ia meresponsnya) Perilaku yang berlangsung seperti dilukiskan dalam bagan di atas biasa disebut dengan perilaku spontan.
Contoh : seorang mahasiswa sedang mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan di
ruangan kelas yang terasa panas, secara spontan mahasiswa tersebut mengipas- ngipaskan
buku untuk meredam kegerahannya.
Ruangan kelas yang panas merupakan lingkungan (W) dan menjadi stimulus (S) bagi
mahasiswa tersebut (O), secara spontan mengipaskan-ngipaskan buku merupakan respons
(R) yang dilakukan mahasiswa. Merasakan ruangan tidak terasa gerah (W) setelah
mengipas-ngipaskan buku.
Sedangkan perilaku sadar dapat digambarkan sebagai berikut:
Contoh : ketika sedang mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan di ruangan kelas
yang terasa agak gelap karena waktu sudah sore hari ditambah cuaca mendung, ada
seorang mahasiswa yang sadar kemudian dia berjalan ke depan dan meminta ijin kepada
dosen untuk menyalakan lampu neon yang ada di ruangan kelas, sehingga di kelas terasa
terang dan mahasiswa lebih nyaman dalam mengikuti perkuliahan.
Ruangan kelas yang gelap, waktu sore hari, dan cuaca mendung merupakan lingkungan (W), ada mahasiswa yang sadar akan keadaan di sekelilingnya (Ow), -
Berdasarkan bagan di atas tampak bahwa terjadinya perilaku individu diawali dari adanya
kebutuhan. Setiap individu, demi mempertahankan kelangsungan dan meningkatkan
kualitas hidupnya, akan merasakan adanya kekurangan-kekurangan atau kebutuhan-
kebutuhan tertentu dalam dirinya. Dalam hal ini, Maslow mengungkapkan jenis-jenis
kebutuhan-individu secara hierarkis, yaitu: (1) kebutuhan fisiologikal, seperti : sandang,
pangan dan papan; (2) kebutuhan keamanan, tidak dalam arti fisik, akan tetapi juga
mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan kasih sayang atau penerimaan; (4)
kebutuhan prestise atau harga diri, yang pada umumnya tercermin dalam berbagai
simbol-simbol status; dan (5) kebutuhan aktualisasi diri. Tingkatan kebutuhan tersebut
dapat diragakan seperti tampak dalam gambar berikut ini :
Sementara itu, Stranger (Nana Syaodih Sukmadinata,2005) mengetengahkan empat jenis kebutuhan individu, yaitu: (1)Kebutuhan berprestasi (need for achievement), yaitu kebutuhan
untuk
berkompetisi, baik dengan dirinya atau dengan orang lain dalam mencapai prestasi yang
tertinggi.
(2)Kebutuhan berkuasa (need for power), yaitu kebutuhan untuk mencari dan memiliki kekuasaan dan pengaruh terhadap orang lain. (3)Kebutuhan untuk membentuk ikatan (need for affiliation), yaitu kebutuhan untuk mengikat diri dalam kelompok, membentuk keluarga, organisasi ataupun persahabatan. (4)Kebutuhan takut akan kegagalan (need for fear of failure), yaitu kebutuhan untuk menghindar diri dari kegagalan atau sesuatu yang menghambat perkembangannya.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut selanjutnya menjadi dorongan (motivasi) yang merupakan
kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan
entusiasmenya dalam melaksanakan suatu aktivitas, baik yang bersumber dari dalam diri
individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Jika kebutuhan yang serupa muncul kembali maka pola mekanisme perilaku itu akan
dilakukan pengulangan (sterotype behavior), sehingga membentuk suatu siklus, yang
dapat digambarkan sebagai berikut :
Berkaitan dengan motif individu, untuk keperluan studi psikologis, motif individu dapat dikelompokkan ke dalam 2 golongan, yaitu : 1.Motif primer (basic motive dan emergency motive); menunjukkan kepada motif yang tidak pelajari, dikenal dengan istilahdrive, seperti : dorongan untuk makan, minum, melarikan diri, menyerang, menyelamatkan diri dan sejenisnya. 2.Motif sekunder; menunjukkan kepada motif yang berkembang dalam individu
karena pengalaman dan dipelajari, seperti : takut yang dipelajari, motif-motif sosial (ingin
diterima, konformitas dan sebagainya), motif-motif obyektif dan interest (eksplorasi,
manipulasi. minat), maksud dan aspirasi serta motif berprestasi.
Untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari indikator-indikatornya, yaitu : (1)
durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4) ketabahan,
keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan; (5) devosi dan
pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan
kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang
dicapai dari kegiatan yang dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Dalam diri individu akan didapati sekian banyak motif yang mengarah kepada tujuan
tertentu. Dengan beragamnya motif yang terdapat dalam individu, adakalanya individu
harus berhadapan dengan motif yang saling bertentangan atau biasa disebut
konflik. Bentuk-bentuk konflik tersebut diantaranya adalah : 1.Approach-approach conflict; jika individu dihadapkan pada dua motif atau lebih dan semua alternatif motif sama-sama kuat, dikehendaki serta bersifat positif. 2.Avoidance-avoidance conflict; jika individu dihadapkan pada dua motif atau lebih dan semua alternatif motif sama-sama kuat namun tidak dikehendaki dan bersifat negatif. 3.Approach-avoidance conflict; jika individu dihadapkan pada dua motif atau lebih, yang satu positif dan dikehendaki dan yang lainnya motif negatif serta tidak dikehendaki namun sama kuatnya.
Jika seorang individu dihadapkan pada bentuk-bentuk motif seperti dikemukakan di atas
tentunya dia akan mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan dan sangat mungkin
menjadi perang batin yang berkepanjangan.
Dalam pandangan holistik, disebutkan bahwa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam dirinya, setiap aktivitas yang dilakukan individu akan mengarah pada tujuan
tertentu. Dalam hal ini, terdapat dua kemungkinan, tercapai atau tidak tercapai tujuan
tersebut. Jika tercapai tentunya individu merasa puas dan memperoleh keseimbangan diri
(homeostatis). Namun sebaliknya, jika tujuan tersebut tidak tercapai dan kebutuhannya
tidak terpenuhi maka dia akan kecewa atau dalam psikologi disebut
frustrasi. Reaksi individu terhadap frustrasi akan beragam bentuk perilakunya, bergantung kepada akal sehatnya (reasoning, inteligensi). Jika akal sehatnyaberani mengahadapi kenyataan maka dia akan lebih dapat menyesuaikan diri secara sehat dan rasional (well adjustment). Namun,
jika akal sehatnya tidak berfungsi
sebagaimana mestinya, perilakunya lebih dikendalikan oleh sifat emosinalnya, maka dia
akan mengalami penyesuaian diri yang keliru (maladjusment).
Bentuk perilaku salah suai (maldjustment), diantaranya : (1) agresi marah; (2) kecemasan
tak berdaya; (3) regresi (kemunduran perilaku); (4) fiksasi; (5) represi (menekan
perasaan); (6) rasionalisasi (mencari alasan); (7) proyeksi (melemparkan kesalahan
kepada lingkungan); (8) sublimasi (menyalurkan hasrat dorongan pada obyek yang
sejenis); (9) kompensasi (menutupi kegagalan atau kelemahan dengan sukses di bidang
lain); (10) berfantasi (dalam angan-angannya, seakan-akan ia dapat mencapai tujuan yang
didambakannya).
Di sinilah peran guru untuk sedapat mungkin membantu para peserta didiknya agar
terhindar dari konflik yang berkepanjangan dan rasa frustasi yang dapat menimbulkan
perilaku salah-suai. Sekaligus juga dapat memberikan bimbingan untuk mengatasinya
apabila peserta didik mengalami konflik yang berkepanjangan dan frustrasi.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan dikemukakan contoh terbentuknya perilaku berdasarkan pendekatan holistik. Contoh 1 :
Karena gagal mengikuti mengikuti testing pada salah satu Fakultas di Perguruan Tinggi
ternama melalui jalur UMPTN (frustration), dan setelah mempertimbangkan segala
sesuatunya (moralitas), secara sukarela Arjuna memutuskan untuk melanjutkan pada
salah program studi yang ada di FKIP UNIKU (sublimasi).
Ketika mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan yang merupakan salah satu mata
kuliah yang wajib diikuti para mahasiswa, sejak awal dia sudah menyadari bahwa dia
kekurangan pengetahuan, sikap dan keterampilannya dalam bidang Psikologi Pendidikan
sehingga dia menyadari Psikologi Pendidikan merupakan kebutuhan bagi dirinya (need
felt) dalam rangka mencapai tujuan-tujuannya (goals/incentives).
Untuk tujuan jangka pendeknya, dengan berbekal kesadaran diri bahwa dia memiliki
potensi dalam bidang psikologi pendidikan, dia berharap dapat memperoleh kemampuan
baru berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan yang berhubungan dengan psikologi
pendidikan, yang diperolehnya dari setiap pertemuan tatap muka dengan dosen.
Tujuan jangka menengah, pada akhir semester dia berharap lulus mata kuliah Psikologi
Pendidikan dengan mendapatkan nilai A (kebutuhan harga diri). Selain itu, nanti pada
saat mengikuti Program Praktek Lapangan (PPL), dia berharap dapat melaksanakannya
dengan sebaik-baiknya. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai untuk jangka panjang, dia
benar-benar berharap dapat menjadi guru yang efektif dan kompeten.
Keinginan dan tujuan untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam bidang
psikologi pendidikan, memperoleh kesuksesan belajar dengan mendapatkan nilai A,
memperoleh kesuksesan dalam mengikuti Program Praktek Lapangan (PPL), keinginan
menjadi guru yang efektif dan kompeten kemudian berkembang menjadi dorongan yang
kuat dalam dirinya (motivasi intrinsik)
Pada saat mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan dia senantiasa aktif bertanya dan
mengemukakan pendapatnya tentang materi yang disampaikan, membaca dan mengkaji
buku-buku psikologi pendidikan yang diwajibkan dan dianjurkan oleh dosen. Setiap
tugas yang diberikan diselesaikan dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu. Dia juga
sangat menyukai diskusi tentang psikologi pendidikan dengan teman-temannya di luar
kelas (perilaku instrumental).
Berkat aktivitas dan kesungguhannya dalam mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan,
dia memperoleh pengetahuan yang luas, sikap yang positif dan memiliki keterampilan
yang bisa dibanggakan dalam menerapkan prinsip-prinsip psikologi. Pada akhir semester,
dia memperoleh nilai terbaik di kelasnya, pada saat PPL dia termasuk mahasiswa
praktikan yang disukai oleh peserta didiknya, bahkan kepala sekolahnya meminta dia
untuk menjadi guru di sekolah menjadi tempat prakteknya.
Setelah dia selesai kuliah dia menjadi guru di sebuah sekolah, para peserta didik sangat
menyenangi dia karena dia sangat dekat dan akrab dengan peserta didiknya. Begitu juga,
rekan-rekan seprofesinya sangat hormat dan kagum atas kinerjanya sebagai guru. Pada
saat mengikuti lomba pemilihan guru berprestasi tingkat kabupaten, dia berhasil meraih
sebagai juara pertama.
Dia sangat mensyukuri atas segala keberhasilannya, baik ketika selama menjadi
mahasiswa maupun setelah menjadi guru (homeostatis). Bagi dirinya, Perkuliahan
Psikologi Pendidikan telah mendasari dia menjadi seorang yang sukses.
Contoh 2 :
Astrajingga rekan seangkatan Arjuna. Dia bercita-cita menjadi seorang ekonom, karena
gagal mengikuti mengikuti testing pada Fakultas Ekonomi di Perguruan Tinggi ternama
melalui jalur UMPTN (frustration), kemudian dia dipaksa orang tuanya untuk
melanjutkan pada salah satu program studi di FKIP UNIKU (motivasi
ekstrinsik/substitusi), sehingga selama kuliah, dia belum menemukan apa tujuan kuliahnya
Dia tidak begitu berminat mengikuti perkuliahan mata kuliah kependidikan, termasuk mata kuliah Psikologi Pendidikan (kurang merasakan adanya kebutuhan dan kekurangan motivasi). Pikirannya selalu terganggu bahwa seolah-olah dia
sedang kuliah pada Fakutas Ekonomi di Perguruan Tinggi yang diidam-idamkannya dan
dia merasa seolah-olah bakal menjadi Ekonom (fantasi). Dia sering tidak masuk kuliah,
sekalipun dia masuk kuliah hanya sebatas takut dimarahi oleh dosen yang bersangkutan
dan takut dinyatakan tidak lulus (kebutuhan rasa aman). Tugas-tugas yang diberikan
dosen pun jarang dikerjakan, kalaupun dikerjakan hanya alakadarnya dan selalu telat
disetorkan. Dia dihadapkan pada perang batin antara terus melanjutkan studi yang tidak
sesuai dengan cita-citanya atau keluar dari kuliah dengan resiko orang tua akan marah
besar terhadap dirinya (conflict).
Selama satu semester mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan, dia hanya
memperoleh sebagian kecil saja pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi
pendidikan dan pada akhirnya dia dinyatakan tidak lulus dan terpaksa harus mengikuti
remedial. Sambil menangis (regresi), dia menyalahkan dosen bahwa dosennya tidak
becus mengajar (proyeksi).
3. Taksonomi Perilaku Individu
Kalau perilaku individu mencakup segala pernyataan hidup, betapa banyak kata yang
harus dipergunakan untuk mendeskripsikannya. Untuk keperluan studi tentang perilaku
kiranya perlu ada sistematika pengelompokan berdasarkan kerangka berfikir tertentu
(taksonomi).Dalam konteks pendidikan, Bloom mengungkapkan tiga kawasan (domain)
perilaku individu beserta sub kawasan dari masing-masing kawasan, yakni :
a. Kawasan Kognitif; yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar. 1)Pengetahuan (knowledge);
Pengetahuan merupakan aspek kognitif yang paling rendah tetapi paling mendasar.
Dengan pengetahuan individu dapat mengenal dan mengingat kembali suatu objek, ide
prosedur, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, atau kesimpulan.
Dilihat dari objek yang diketahui (isi) pengetahuan dapat digolongkan sebagai berikut :
a)Mengetahui sesuatu secara khusus; terdiri dari : Mengetahui terminologi yaitu berhubungan dengan mengenal atau mengingat kembali istilah atau konsep tertentu yang dinyatakan dalam bentuk simbol, baik berbentuk verbal maupun non verbal. Mengetahui fakta tertentu yaitu mengenal atau mengingat kembali
tanggal, peristiwa, orang tempat, sumber informasi, kejadian masa lalu, kebudayaan
masyarakat tertentu, dan ciri-ciri yang tampak dari keadaan alam tertentu.
b) Mengetahui tentang cara untuk memproses atau melakukan sesuatu. Mengetahui kebiasaan atau cara mengetengahkan ide atau pengalaman Dia tidak begitu berminat mengikuti perkuliahan mata kuliah kependidikan, termasuk mata kuliah Psikologi Pendidikan (kurang merasakan adanya kebutuhan dan kekurangan motivasi). Pikirannya selalu terganggu bahwa seolah-olah dia
sedang kuliah pada Fakutas Ekonomi di Perguruan Tinggi yang diidam-idamkannya dan
dia merasa seolah-olah bakal menjadi Ekonom (fantasi). Dia sering tidak masuk kuliah,
sekalipun dia masuk kuliah hanya sebatas takut dimarahi oleh dosen yang bersangkutan
dan takut dinyatakan tidak lulus (kebutuhan rasa aman). Tugas-tugas yang diberikan
dosen pun jarang dikerjakan, kalaupun dikerjakan hanya alakadarnya dan selalu telat
disetorkan. Dia dihadapkan pada perang batin antara terus melanjutkan studi yang tidak
sesuai dengan cita-citanya atau keluar dari kuliah dengan resiko orang tua akan marah
besar terhadap dirinya (conflict).
Selama satu semester mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan, dia hanya
memperoleh sebagian kecil saja pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang psikologi
pendidikan dan pada akhirnya dia dinyatakan tidak lulus dan terpaksa harus mengikuti
remedial. Sambil menangis (regresi), dia menyalahkan dosen bahwa dosennya tidak
becus mengajar (proyeksi).
3. Taksonomi Perilaku Individu
Kalau perilaku individu mencakup segala pernyataan hidup, betapa banyak kata yang
harus dipergunakan untuk mendeskripsikannya. Untuk keperluan studi tentang perilaku
kiranya perlu ada sistematika pengelompokan berdasarkan kerangka berfikir tertentu
(taksonomi).Dalam konteks pendidikan, Bloom mengungkapkan tiga kawasan (domain)
perilaku individu beserta sub kawasan dari masing-masing kawasan, yakni :
a. Kawasan Kognitif; yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar. 1)Pengetahuan (knowledge);
Pengetahuan merupakan aspek kognitif yang paling rendah tetapi paling mendasar.
Dengan pengetahuan individu dapat mengenal dan mengingat kembali suatu objek, ide
prosedur, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori, atau kesimpulan.
Dilihat dari objek yang diketahui (isi) pengetahuan dapat digolongkan sebagai berikut :
a)Mengetahui sesuatu secara khusus; terdiri dari : Mengetahui terminologi yaitu berhubungan dengan mengenal atau mengingat kembali istilah atau konsep tertentu yang dinyatakan dalam bentuk simbol, baik berbentuk verbal maupun non verbal. Mengetahui fakta tertentu yaitu mengenal atau mengingat kembali
tanggal, peristiwa, orang tempat, sumber informasi, kejadian masa lalu, kebudayaan
masyarakat tertentu, dan ciri-ciri yang tampak dari keadaan alam tertentu.
b) Mengetahui tentang cara untuk memproses atau melakukan sesuatu. Mengetahui kebiasaan atau cara mengetengahkan ide atau pengalaman 3)Penerapan (application)
Menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan
dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang dikatakan menguasai kemampuan
ini jika
ia dapat memberi contoh,
menggunakan,
mengklasifikasikan, memanfaatkan, menyelesaikan dan mengidentifikasi hal-hal yang
sama. Contoh, dulu ketika pertama kali diperkenalkan kereta api kepada petani di
Amerika, mereka berusaha untuk memberi nama yang cocok bagi alat angkutan tersebut.
Satu-satunya alat transportasi yang sudah dikenal pada waktu itu adalah kuda. Bagi
mereka, ingat kuda ingat transportasi. Dengan pemahaman demikian, maka mereka
memberi nama pada kereta api tersebut denganiro n
horse (kuda besi). Hal ini menunjukkan bagaimana mereka menerapkan konsep terhadap sebuah temuan baru. 4)Penguraian (analysis);
Menentukan bagian-bagian dari suatu masalah dan menunjukkan hubungan antar-bagian
tersebut, melihat penyebab-penyebab dari suatu peristiwa atau memberi argumen-
argumen yang menyokong suatu pernyataan.
Secara rinci Bloom mengemukakan tiga jenis kemampuan analisis, yaitu : a) Menganalisis unsur : Kemampuan melihat asumsi-asumsi yang tidak dinyatakan secara eksplisit pada suatu pernyataan Kemampuan untuk membedakan fakta dengan hipotesa. Kemampuan untuk membedakan pernyataan faktual dengan pernyataan normatif. Kemampuan untuk mengidentifikasi motif-motif dan membedakan mekanisme perilaku antara individu dan kelompok. Kemampuan untuk memisahkan kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang mendukungnya. b) Menganalisis hubungan Kemampuan untuk melihat secara komprehensif interrelasi antar ide dengan ide. Kemampuan untuk mengenal unsur-unsur khusus yang membenarkan suatu pernyataan. Kemampuan untuk mengenal fakta atau asumsi yang esensial yang mendasari suatu pendapat atau tesis atau argumen-argumen yang mendukungnya. Kemampuan untuk memastikan konsistensinya hipotesis dengan informasi atau asumsi yang ada Kemampuan untuk menganalisis hubungan di antara pernyataan dan
argumen guna membedakan mana pernyataan yang relevan mana yang tidak. Kemampuan untuk mendeteksi hal-hal yang tidak logis di dalam suatu argumen. Kemampuan untuk mengenal hubungan kausal dan unsur-unsur yang penting dan yang tidak penting di dalam perhitungan historis. c) Menganalisis prinsip-prinsip organisasi Kemampuan untuk menguraikan antara bahan dan alat Kemampuan untuk mengenal bentuk dan pola karya seni dalam rangka memahami maknanya. Kemampuan untuk mengetahui maksud dari pengarang suatu karya tulis, sudut pandang atau ciri berfikirnya dan perasaan yang dapat diperoleh dalam karyanya. Kemampuan untuk melihat teknik yang digunakan dalam meyusun suatu materi yang bersifat persuasif seperti advertensi dan propaganda. 5)Memadukan (synthesis)
Menggabungkan, meramu, atau merangkai berbagai informasi menjadi satu kesimpulan
atau menjadi suatu hal yang baru. Kemampuan berfikir induktif dan konvergen
merupakan ciri kemampuan ini. Contoh: memilih nada dan irama dan kemudian
manggabungkannya sehingga menjadi gubahan musik yang baru, memberi nama yang
sesuai bagi suatu temuan baru, menciptakan logo organisasi.
6)Penilaian (evaluation)
Mempertimbangkan, menilai dan mengambil keputusan benar-salah, baik-buruk, atau
bermanfaat – tak bermanfaat berdasarkan kriteria-kriteria tertentu baik kualitatif maupun
kuantitatif. Terdapat dua kriteria pembenaran yang digunakan, yaitu :
a) Pembenaran berdasarkan kriteria internal; yang dilakukan dengan memperhatikan
konsistensi atau kecermatan susunan secara logis unsur- unsur yang ada di dalam objek
yang diamati.
b) Pembenaran berdasarkan kriteria eksternal; yang dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria
yang bersumber di luar objek yang diamati., misalnya kesesuaiannya dengan aspirasi
umum atau kecocokannya dengan kebutuhan pemakai.
b. Kawasan Afektif; yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. 1)Penerimaan (receiving/attending) Kawasan penerimaan diperinci ke dalam tiga tahap, yaitu : a)Kesiapan untuk menerima (awareness), yaitu adanya kesiapan untuk
berinteraksi dengan stimulus (fenomena atau objek yang akan dipelajari), yang ditandai
dengan kehadiran dan usaha untuk memberi perhatian pada stimulus yang bersangkutan.
b)Kemauan untuk menerima (willingness to receive), yaitu usaha untuk mengalokasikan perhatian pada stimulus yang bersangkutan. c)Mengkhususkan perhatian (controlled or selected attention). Mungkin perhatian itu hanya tertuju pada warna, suara atau kata-kata tertentu saja. 2)Sambutan (responding) Mengadakan aksi terhadap stimulus, yang meliputi proses sebagai berikut : a)Kesiapan menanggapi (acquiescene of responding). Contoh : mengajukan pertanyaan, menempelkan gambar dari tokoh yang disenangi pada tembok kamar yang bersangkutan, atau mentaati peraturan lalu lintas. b)Kemauan menanggapi (willingness to respond), yaitu usaha untuk melihat hal-hal khusus di dalam bagian yang diperhatikan. Misalnya pada desain atau warna saja. c)Kepuasan menanggapi (satisfaction in response), yaitu adanya aksi atau
kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk memuaskan keinginan mengetahui.
Contoh kegiatan yang tampak dari kepuasan menanggapi ini adalah bertanya, membuat
coretan atau gambar, memotret dari objek yang menjadi pusat perhatiannya, dan
sebagainya.
3)Penghargaan (valuing)
Pada tahap ini sudah mulai timbul proses internalisasi untuk memiliki dan menghayati
nilai dari stimulus yang dihadapi. Penilaian terbagi atas empat tahap sebagai berikut :
a)Menerima nilai (acceptance of value), yaitu kelanjutan dari usaha memuaskan diri untuk menanggapi secara lebih intensif. b)Menyeleksi nilai yang lebih disenangi (preference for a value) yang dinyatakan dalam usaha untuk mencari contoh yang dapat memuaskan perilaku menikmati, misalnya lukisan yang memiliki yang memuaskan.
c) Komitmen yaitu kesetujuan terhadap suatu nilai dengan alasan-alasan tertentu yang muncul
dari rangkaian pengalaman. Komitmen ini dinyatakan dengan rasa senang, kagum,
terpesona. Kagum atas keberanian seseorang, menunjukkan komitmen terhadap nilai
keberanian yang dihargainya.
4)Pengorganisasian (organization) b. Kawasan Afektif; yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. 1)Penerimaan (receiving/attending) Kawasan penerimaan diperinci ke dalam tiga tahap, yaitu :
a)Kesiapan untuk menerima (awareness), yaitu adanya kesiapan untuk
berinteraksi dengan stimulus (fenomena atau objek yang akan dipelajari), yang ditandai
dengan kehadiran dan usaha untuk memberi perhatian pada stimulus yang bersangkutan.
b)Kemauan untuk menerima (willingness to receive), yaitu usaha untuk mengalokasikan perhatian pada stimulus yang bersangkutan. c)Mengkhususkan perhatian (controlled or selected attention). Mungkin perhatian itu hanya tertuju pada warna, suara atau kata-kata tertentu saja. 2)Sambutan (responding) Mengadakan aksi terhadap stimulus, yang meliputi proses sebagai berikut : a)Kesiapan menanggapi (acquiescene of responding). Contoh : mengajukan pertanyaan, menempelkan gambar dari tokoh yang disenangi pada tembok kamar yang bersangkutan, atau mentaati peraturan lalu lintas. b)Kemauan menanggapi (willingness to respond), yaitu usaha untuk melihat hal-hal khusus di dalam bagian yang diperhatikan. Misalnya pada desain atau warna saja. c)Kepuasan menanggapi (satisfaction in response), yaitu adanya aksi atau
kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk memuaskan keinginan mengetahui.
Contoh kegiatan yang tampak dari kepuasan menanggapi ini adalah bertanya, membuat
coretan atau gambar, memotret dari objek yang menjadi pusat perhatiannya, dan
sebagainya.
3)Penghargaan (valuing)
Pada tahap ini sudah mulai timbul proses internalisasi untuk memiliki dan menghayati
nilai dari stimulus yang dihadapi. Penilaian terbagi atas empat tahap sebagai berikut :
a)Menerima nilai (acceptance of value), yaitu kelanjutan dari usaha memuaskan diri untuk menanggapi secara lebih intensif. b)Menyeleksi nilai yang lebih disenangi (preference for a value) yang dinyatakan dalam usaha untuk mencari contoh yang dapat memuaskan perilaku menikmati, misalnya lukisan yang memiliki yang memuaskan.
c) Komitmen yaitu kesetujuan terhadap suatu nilai dengan alasan-alasan tertentu yang muncul
dari rangkaian pengalaman. Komitmen ini dinyatakan dengan rasa senang, kagum,
terpesona. Kagum atas keberanian seseorang, menunjukkan komitmen terhadap nilai
keberanian yang dihargainya.
4)Pengorganisasian (organization)
Pada tahap ini yang bersangkutan tidak hanya menginternalisasi satu nilai tertentu seperti
pada tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai yang relevan untuk disusun
menjadi satu sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan, yakni :
a) Konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang lain, atau menemukan asumsi-asumsi yang mendasari suatu moral atau kebiasaan.
b) Pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun perangkat nilai dalam suatu sistem
berdasarkan tingkat preferensinya. Dalam sistem nilai ini yang bersangkutan
menempatkan nilai yang paling disukai pada tingkat yang amat penting, menyusul
kemudian nilai yang dirasakan agak penting, dan seterusnya menurut urutan
kepentingan.atau kesenangan dari diri yang bersangkutan.
5)Karakterisasi (characterization).
Karakterisasi yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem nilai
Kalau pada tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat disusun, maka
susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya mudah berubah-
ubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap karakterisasi, sistem itu selalu konsisten.
Proses ini terdiri atas dua tahap, yaitu :
a) Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari suatu sudut pandang tertentu. b) Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang memberi corak tersendiri pada kepribadian diri yang bersangkutan. c.Kawasan Psikomotor; yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari : (a) kesiapan (set); (b) peniruan (imitation); (c) membiasakan (habitual); (d) menyesuaikan (adaptation) dan (e) menciptakan (origination)
1) Kesiapan yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri tentang keterampilan
tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk melaporkan kehadirannya, mempersiapkan
alat, menyesuaikan diri dengan situasi, menjawab pertanyaan.
2) Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuai dengan contoh yang diamatinya
walaupun belum mengerti hakikat atau makna dari keterampilan itu. Seperti anak yang
baru belajar bahasa meniru kata-kata orang tanpa mengerti artinya.
3) Membiasakan yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan tanpa harus
melihat contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah polanya
Pada tahap ini yang bersangkutan tidak hanya menginternalisasi satu nilai tertentu seperti
pada tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai yang relevan untuk disusun
menjadi satu sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan, yakni :
a) Konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang lain, atau menemukan asumsi-asumsi yang mendasari suatu moral atau kebiasaan.
b) Pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun perangkat nilai dalam suatu sistem
berdasarkan tingkat preferensinya. Dalam sistem nilai ini yang bersangkutan
menempatkan nilai yang paling disukai pada tingkat yang amat penting, menyusul
kemudian nilai yang dirasakan agak penting, dan seterusnya menurut urutan
kepentingan.atau kesenangan dari diri yang bersangkutan.
5)Karakterisasi (characterization).
Karakterisasi yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem nilai
Kalau pada tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat disusun, maka
susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya mudah berubah-
ubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap karakterisasi, sistem itu selalu konsisten.
Proses ini terdiri atas dua tahap, yaitu :
a) Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari suatu sudut pandang tertentu. b) Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang memberi corak tersendiri pada kepribadian diri yang bersangkutan. c.Kawasan Psikomotor; yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari : (a) kesiapan (set); (b) peniruan (imitation); (c) membiasakan (habitual); (d) menyesuaikan (adaptation) dan (e) menciptakan (origination)
1) Kesiapan yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri tentang keterampilan
tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk melaporkan kehadirannya, mempersiapkan
alat, menyesuaikan diri dengan situasi, menjawab pertanyaan.
2) Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuai dengan contoh yang diamatinya
walaupun belum mengerti hakikat atau makna dari keterampilan itu. Seperti anak yang
baru belajar bahasa meniru kata-kata orang tanpa mengerti artinya.
3) Membiasakan yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan tanpa harus melihat contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah polanya
Pada tahap ini yang bersangkutan tidak hanya menginternalisasi satu nilai tertentu seperti
pada tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai yang relevan untuk disusun
menjadi satu sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan, yakni :
a) Konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang lain, atau menemukan asumsi-asumsi yang mendasari suatu moral atau kebiasaan.
b) Pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun perangkat nilai dalam suatu sistem
berdasarkan tingkat preferensinya. Dalam sistem nilai ini yang bersangkutan
menempatkan nilai yang paling disukai pada tingkat yang amat penting, menyusul
kemudian nilai yang dirasakan agak penting, dan seterusnya menurut urutan
kepentingan.atau kesenangan dari diri yang bersangkutan.
5)Karakterisasi (characterization).
Karakterisasi yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem nilai
Kalau pada tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat disusun, maka
susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya mudah berubah-
ubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap karakterisasi, sistem itu selalu konsisten.
Proses ini terdiri atas dua tahap, yaitu :
a) Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari suatu sudut pandang tertentu. b) Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang memberi corak tersendiri pada kepribadian diri yang bersangkutan. c.Kawasan Psikomotor; yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari : (a) kesiapan (set); (b) peniruan (imitation); (c) membiasakan (habitual); (d) menyesuaikan (adaptation) dan (e) menciptakan (origination)
1) Kesiapan yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri tentang keterampilan
tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk melaporkan kehadirannya, mempersiapkan
alat, menyesuaikan diri dengan situasi, menjawab pertanyaan.
2) Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuai dengan contoh yang diamatinya
walaupun belum mengerti hakikat atau makna dari keterampilan itu. Seperti anak yang
baru belajar bahasa meniru kata-kata orang tanpa mengerti artinya.
3) Membiasakan yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan tanpa harus melihat contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah polanya
Pada tahap ini yang bersangkutan tidak hanya menginternalisasi satu nilai tertentu seperti
pada tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai yang relevan untuk disusun
menjadi satu sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan, yakni :
a) Konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang lain, atau menemukan asumsi-asumsi yang mendasari suatu moral atau kebiasaan.
b) Pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun perangkat nilai dalam suatu sistem
berdasarkan tingkat preferensinya. Dalam sistem nilai ini yang bersangkutan
menempatkan nilai yang paling disukai pada tingkat yang amat penting, menyusul
kemudian nilai yang dirasakan agak penting, dan seterusnya menurut urutan
kepentingan.atau kesenangan dari diri yang bersangkutan.
5)Karakterisasi (characterization).
Karakterisasi yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem nilai
Kalau pada tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat disusun, maka
susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya mudah berubah-
ubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap karakterisasi, sistem itu selalu konsisten.
Proses ini terdiri atas dua tahap, yaitu :
a) Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari suatu sudut pandang tertentu. b) Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang memberi corak tersendiri pada kepribadian diri yang bersangkutan. c.Kawasan Psikomotor; yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari : (a) kesiapan (set); (b) peniruan (imitation); (c) membiasakan (habitual); (d) menyesuaikan (adaptation) dan (e) menciptakan (origination)
1) Kesiapan yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri tentang keterampilan
tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk melaporkan kehadirannya, mempersiapkan
alat, menyesuaikan diri dengan situasi, menjawab pertanyaan.
2) Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuai dengan contoh yang diamatinya
walaupun belum mengerti hakikat atau makna dari keterampilan itu. Seperti anak yang
baru belajar bahasa meniru kata-kata orang tanpa mengerti artinya.
3) Membiasakan yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan tanpa harus melihat contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah polanya
Pada tahap ini yang bersangkutan tidak hanya menginternalisasi satu nilai tertentu seperti
pada tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai yang relevan untuk disusun
menjadi satu sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan, yakni :
a) Konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang lain, atau menemukan asumsi-asumsi yang mendasari suatu moral atau kebiasaan.
b) Pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun perangkat nilai dalam suatu sistem
berdasarkan tingkat preferensinya. Dalam sistem nilai ini yang bersangkutan
menempatkan nilai yang paling disukai pada tingkat yang amat penting, menyusul
kemudian nilai yang dirasakan agak penting, dan seterusnya menurut urutan
kepentingan.atau kesenangan dari diri yang bersangkutan.
5)Karakterisasi (characterization).
Karakterisasi yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem nilai
Kalau pada tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat disusun, maka
susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya mudah berubah-
ubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap karakterisasi, sistem itu selalu konsisten.
Proses ini terdiri atas dua tahap, yaitu :
a) Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari suatu sudut pandang tertentu. b) Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang memberi corak tersendiri pada kepribadian diri yang bersangkutan. c.Kawasan Psikomotor; yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari : (a) kesiapan (set); (b) peniruan (imitation); (c) membiasakan (habitual); (d) menyesuaikan (adaptation) dan (e)
menciptakan (origination)
1) Kesiapan yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri tentang keterampilan
tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk melaporkan kehadirannya, mempersiapkan
alat, menyesuaikan diri dengan situasi, menjawab pertanyaan.
2) Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuai dengan contoh yang diamatinya
walaupun belum mengerti hakikat atau makna dari keterampilan itu. Seperti anak yang
baru belajar bahasa meniru kata-kata orang tanpa mengerti artinya.
3) Membiasakan yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan tanpa harus melihat contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah polanya
Pada tahap ini yang bersangkutan tidak hanya menginternalisasi satu nilai tertentu seperti
pada tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai yang relevan untuk disusun
menjadi satu sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan, yakni :
a) Konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang lain, atau menemukan asumsi-asumsi yang mendasari suatu moral atau kebiasaan.
b) Pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun perangkat nilai dalam suatu sistem
berdasarkan tingkat preferensinya. Dalam sistem nilai ini yang bersangkutan
menempatkan nilai yang paling disukai pada tingkat yang amat penting, menyusul
kemudian nilai yang dirasakan agak penting, dan seterusnya menurut urutan
kepentingan.atau kesenangan dari diri yang bersangkutan.
5)Karakterisasi (characterization).
Karakterisasi yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem nilai
Kalau pada tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat disusun, maka
susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya mudah berubah-
ubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap karakterisasi, sistem itu selalu konsisten.
Proses ini terdiri atas dua tahap, yaitu :
a) Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari suatu sudut pandang tertentu. b) Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang memberi corak tersendiri pada kepribadian diri yang bersangkutan. c.Kawasan Psikomotor; yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular
system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari : (a) kesiapan (set); (b) peniruan (imitation); (c) membiasakan (habitual); (d) menyesuaikan (adaptation) dan (e) menciptakan (origination)
1) Kesiapan yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri tentang keterampilan
tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk melaporkan kehadirannya, mempersiapkan
alat, menyesuaikan diri dengan situasi, menjawab pertanyaan.
2) Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuai dengan contoh yang diamatinya
walaupun belum mengerti hakikat atau makna dari keterampilan itu. Seperti anak yang
baru belajar bahasa meniru kata-kata orang tanpa mengerti artinya.
3) Membiasakan yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan tanpa harus melihat contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah polanya
Pada tahap ini yang bersangkutan tidak hanya menginternalisasi satu nilai tertentu seperti
pada tahap komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai yang relevan untuk disusun
menjadi satu sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan, yakni :
a) Konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya orang lain, atau menemukan asumsi-asumsi yang mendasari suatu moral atau kebiasaan.
b) Pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun perangkat nilai dalam suatu sistem
berdasarkan tingkat preferensinya. Dalam sistem nilai ini yang bersangkutan
menempatkan nilai yang paling disukai pada tingkat yang amat penting, menyusul
kemudian nilai yang dirasakan agak penting, dan seterusnya menurut urutan
kepentingan.atau kesenangan dari diri yang bersangkutan.
5)Karakterisasi (characterization).
Karakterisasi yaitu kemampuan untuk menghayati atau mempribadikan sistem nilai
Kalau pada tahap pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat disusun, maka
susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya mudah berubah-
ubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap karakterisasi, sistem itu selalu konsisten.
Proses ini terdiri atas dua tahap, yaitu :
a) Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari suatu sudut pandang tertentu. b) Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu yang memberi corak tersendiri pada kepribadian diri yang bersangkutan.
c.Kawasan Psikomotor; yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari : (a) kesiapan (set); (b) peniruan (imitation); (c) membiasakan (habitual); (d) menyesuaikan (adaptation) dan (e) menciptakan (origination)
1) Kesiapan yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri tentang keterampilan
tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk melaporkan kehadirannya, mempersiapkan
alat, menyesuaikan diri dengan situasi, menjawab pertanyaan.
2) Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuai dengan contoh yang diamatinya
walaupun belum mengerti hakikat atau makna dari keterampilan itu. Seperti anak yang
baru belajar bahasa meniru kata-kata orang tanpa mengerti artinya.
3) Membiasakan yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan tanpa harus melihat contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah polanya4) Adaptasi yaitu seseorang sudah mampu melakukan modifikasi untuk disesuaikan dengan kebutuhan atau situasi tempat keterampilan itu dilaksanakan. 5) Menciptakan (origination) di mana seseorang sudah mampu menciptakan sendiri suatu karya. Sementara itu, Abin Syamsuddin Makmun( 2003) memerinci sub kawasan ini dengan tahapan yang berbeda, yaitu : 1)Gerakan refleks (reflex movements). Basis semua perilaku bergerak atau respons terhadap stimulus tanpa sadar, misalnya : melompat, menunduk, berjalan, dan sebagainya. 2)Gerakan dasar biasa (Basic fundamental movements) yaitu gerakan yang muncul tanpa latihan tapi dapat diperhalus melalui praktik, yang terpola dan dapat ditebak. 3)Gerakan Persepsi (Perceptual abilities) yaitu gerakan sudah lebih meningkat karena dibantu kemampuan perseptual. 4)Gerakan fisik (Physical Abilities) yaitu gerakan yang menunjukkan daya tahan (endurance), kekuatan (strength), kelenturan (flexibility) dan kegesitan. 5)Gerakan terampil (skilled movements) yaitu dapat mengontrol
berbagai
tingkatan gerak secara terampil, tangkas, dan cekatan dalam melakukan gerakan yang
sulit dan rumit (kompleks).
6)Gerakan indah dan kreatif (Non-discursive communication)ya itu
mengkomunikasikan perasan melalui gerakan, baik dalam bentuk gerak estetik: gerakan-
gerakan terampil yang efisien dan indah maupun gerak kreatif: gerakan- gerakan pada
tingkat tertinggi untuk mengkomunikasikan peran.
4. Peranan dan Pengaruh Pendidikan terhadap Perubahan dan Perkembangan Perilaku
Pendidikan memang sejak zaman dahulu kala menjadi salah satu bentuk usaha manusia
dalam rangka mempertahankan keberlangsungan eksistensi kehidupan maupun budaya
manusia itu sendiri.
Bagi kalangan behaviorisme, pendidikan dipahami sebagai sebagai alat pembentukan
watak, alat pelatihan keterampilan, alat mengasah otak, serta media untuk meningkatkan
keterampilan. Sementara kalangan humanisme, pendidikan lebih diyakini sebagai suatu
media atau wahana untuk menanamkan nilai-nilai moral dan ajaran keagamaan, atau
sebagai wahana untuk memanusiakan manusia, serta wahana untuk pembebasan manusia.
Penyelenggaraan pendidikan selanjutnya menjadi kewajiban kemanusiaan dalam rangka
mempertahankan kehidupannya. Melihat begitu pentingnya pendidikan bagi umat
manusia, banyak peradaban manusia yang “mewajibkan” masyarakatnya untuk tetap
menjaga keberlangsungan pendidikan.
Yang menjadi persoalan, sejauhmanakah pendidikan dapat mempengaruhi perubahan dan
perkembangan perilaku individu. Bagaimana pula kontribusi individu itu sendiri terhadap
perubahan dan perkembangan perilakunya.
Dengan menggunakan konsep dasar psikologis, khususnya dalam pandangan
behaviorisme, pendidikan pada hakekatnya merupakan usahaconditioning (penciptaan
seperangkat stimulus) yang diharapkan dapat menghasilkan pola-pola perilaku
(seperangkat respons) tertentu, yang dimanifestasikan dalam bentuk perubahan dan
perkembangan perilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Seberapa besar tingkat atau derajat perubahan dan perkembangan perilaku yang dicapai
melalui usaha – usahaconditioning dikenal dengan istilah prestasi belajar atau hasil
belajar(achievement ).Dengan demikian, menurut pandangan behaviorisme, arah dan
kualifikasi perubahan dan perkembangan perilaku akan sangat bergantung pada faktor S
(conditioning).
Sementara itu, dalam pandangan humanisme bahwa justru organisme atau individu itu
sendiri yang memegang peranan penting dalam suatu proses belajar atau proses
pendidikannya. Pada dasarnya individu sejak lahir sudah dibekali potensi-potensi
tertentu, terutama potensi intelektual, selanjutnya dengan bantuan atau tanpa bantuan
orang lain, individu yang bersangkutan berupaya aktif mengembangkan segenap potensi
yang dimilikinya melalui interaksi dengan lingkungannya, termasuk lingkungan sekolah.
Sehingga potensi yang semula masih bersifat laten (terpendam) dapat diaktualisasikan
menjadi prestasi.
Jika kita amati dari kedua pandangan tersebut tampak ada hal yang kontras. Menurut
pandangan behaviorisme hasil belajar individu merupakan hasil reaktif dari lingkungan.
Sedangkan dalam pandangan humanisme, hasil belajar individu merupakan hasil dari
upaya aktif dan pro-aktifnya terhadap lingkungan. Dengan adanya perbedaan pandangan
tersebut menyebabkan pula terjadinya perbedaan-perbedaan dalam pendekatan dan teknis
proses pendidikan. Walaupun demikian, harus diakui bahwa kedua pandangan tersebut
memiliki peranan penting dan memberikan kontribusi terhadap perubahan dan
perkembangan pribadi atau perilaku individu.
Secara skematik, pengaruh fungsional pendidikan terhadap perubahan dan perkembangan perilaku, dapat dijelaskan dalam bagan berikut ini : P= person (pribadi, perilaku)
f = function (fungsi)
S=stimulus (pendidikan/belajar) O=organisme
Contoh :
Untuk memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan tentang Psikologi Pendidikan (P), seorang mahasiswa (O) dengan segala karakteristiknya (kondisi fisik, bakat, mina
motivasi, hasil belajar sebelumnya serta karakteristik lainnya) mengikuti kegiatan belajar
Psikologi Pendidikan. Melalui interaksi belajar mengajar yang disepakati dengan Dosen,
dia memperoleh sejumlah pengalaman belajar, misalnya melalui: diskusi dengan teman,
membaca dan mengkaji buku-buku yang relevan, mengobservasi perilaku di kelas,
bahkan melakukan penelitian, maka pada akhirnya, dia mendapatkan pengetahuan, sikap
dan memiliki keterampilan baru tentang psikologi pendidikan, baik untuk kepentingan
diri-pribadi sehari-hari maupun dalam rangka mempersiapkan diri untuk menjadi guru
kelak di kemudian hari.
Dengan demikian, kiranya bisa dipahami bahwa perubahan perilaku atau diperolehnya
kemampuan individu, disamping dihasilkan melalui kegiatan pendidikan (belajar) juga
dipengaruhi oleh faktor internal dari individu itu sendiri.
D. Latihan Soal : Pilihan Ganda : Pilihlah salah satu jawaban yang menurut Anda paling tepat, dengan cara memberikan tanda silang (X) ! 2. Psikologi pendidikan dapat diartikan sebagai : 1) Ilmu Jiwa 2) Ilmu yang mempelajari tentang perilaku peserta didik . 3) Ilmu yang mempelajari perilaku individu dalam situasi pendidikan. 4) a, b, dan c benar 3.Beberapa persyaratan ilmu yang sudah dipenuhi oleh Psikologi Pendidikan,kecuali : a.Memiliki obyek yang jelas yaitu perilaku individu yang terlibat dalam pendidikan. b.Konsep dan teori Psikologi Pendidikan diperoleh berdasarkan upaya yang sistematis, baik melalui pendekatan kuantitatif maupun kualitatif. c.Menjadi pedoman bagi para pendidik dalam mengembangkan proses pendidikan. d.Memberikan manfaat untuk kepentingan efektivitas dan efisiensi pendidikan. 4. Arti penting Psikologi Pendidikan bagi guru adalah :
a. Guru dapat menjalankan peran tugas dan fungsinya secara efektif dan efisienb. Guru dapat merencanakan pembelajaran dengan sebaik-baiknyac. Guru dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif.d. Guru dapat menilai peserta didiknya secara efisien.
5. Mekanisme terbentuknya perilaku sadar menurut pandangan Behaviorisme 6.Di bawah ini merupakan jenis-jenis kebutuhan individu yang dikemukakan oleh Maslow, kecuali:
a. Kebutuhan akan prestasi.
b. Kebutuhan akan harga diri.
c. Kebutuhan akan rasa aman.
d. Kebutuhan akan aktualisasi diri.
7. Konflik yang dialami jika individu dihadapkan pada dua motif atau lebih dan semua alternatif motif sama-sama kuat namun tidak dikehendaki dan bersifat negatif.
a. Approach- avoidance conflict
b. Approach-approach conflict
c. Avoidance-avoidance conflict
d. a, b , dan c benar 8. Di bawah ini merupakan indikator untuk mengetahui tingkat motivasi individu.
a. durasi, frekuensi dan persistensi kegiatan. b. ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan. c. tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan dan arah sikap terhadap sasaran kegiatan. d. a, b, dan c benar 9. Reaksi frustasi individu atas kegagalan dalam mencapai tujuan dan tidak terpenuhinya kebutuhan individu dengan cara mencari kambing hitam.
a. agresi
b. regresi
c. fiksasi
d. proyeksi
10. Di bawah ini merupakan kemampuan yang berkaitan dengan perilaku kawasan afektif.
a. evaluasi
b. Non-discursive communication
c. characterization by value or value complex
d. a, b dan c benar
11. Dapat menyimpulkan, menghubungkan, menggabungkan merupakan indikator atau kata kerja operasional untuk mengukur perubahan perilaku dalam aspek :
a. application
b. analysis
c. synthesis
d. evaluation
Uraian 1. Jelaskan peranan dan pengaruh pendidikan terhadap perubahan dan perkembangan perilaku individu ! 2. Uraikan dan berikan gambaran secara skematik tentang mekanisme pembentukan perilaku dan pribadi individu menurut aliran holistik !