Pengertian Prinsip & Bentuk Korupsi

download Pengertian Prinsip & Bentuk Korupsi

of 33

Transcript of Pengertian Prinsip & Bentuk Korupsi

Pengertian, prinsip & bentuk korupsi

Kelompok 2 dan 4 Kelas III B

DASAR PERATURANUU No.31 Tahun 1999 j.o UU No.20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

AnalisisPengertian korupsiBerdasarkan UU No.31 Tahun 1999 j.o UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa yang dimaksud dengan : Tindak korupsi (pasal 2 ayat 1) adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Tindak korupsi (pasal 3) adalah setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

AnalisisKorupsi dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. 1. Keuangan Negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :

a. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;b. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.

Analisis

2. Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat. Selain kedua merugikan keuangan negara dann perekonomian negara, menurut UU No.20 Tahun 2001 bahwa tindak pidana korupsi juga melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.

Analisis

Prinsip korupsi

tindak pidana meliputi perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi secara melawan hukum dalam pengertian formil dan materiil. Dengan perumusan tersebut, pengertian melawan hukum dalam tindak pidana korupsi dapat pula mencakup perbuatan-perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus dituntut dan dipidana. Dalam UU No.31 Tahun 1999, tindak pidana korupsi dirumuskan secara tegas sebagai tindak pidana formil. Hal ini sangat penting untuk pembuktian. Dengan rumusan secara formil yang dianut dalam Undangundang tersebut, meskipun hasil korupsi telah dikembalikan kepada negara, pelaku tindak pidana korupsi tetap diajukan ke pengadilan dan tetap dipidana.

AnalisisTindak pidana korupsi juga berlaku bagi pegawai negeri sipil yang terdiri atas : a. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Kepegawaian; b. pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana; c. orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah; d. orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; atau e. orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat. Yang dimaksud dengan fasilitas adalah perlakuan istimewa yang diberikan dalam berbagai bentuk, misalnya bunga pinjaman yang tidak wajar, harga yang tidak wajar, pemberian izin yang eksklusif, termasuk keringanan bea masuk atau pajak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Analisis

Bentuk korupsiDalam UU No.31 Tahun 1999 j.o UU No.20 Tahun 2001 disebutkan bentuk-bentuk tindak pidana korupsi (unsur-unsur) yaitu : Pasal 2 Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Pasal 3 Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Analisis Pasal 5 a. Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji seperti yang disebutkan di atas juga termasuk tindak pidana korupsi.

Analisis

Pasal 6 a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. Bagi hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji seperti yang disebutkan di atas juga termasuk tindak pidana korupsi.

Analisis Pasal 7 a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang; b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

Analisisc. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c. Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang seperti yang disebutkan di atas juga termasuk tindak pidana korupsi.

Analisis Pasal 8 pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

Pasal 9 pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftardaftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.

Analisis Pasal 10 pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja : a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut. Pasal 11 pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Analisis Pasal 12 a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;

Analisis Pasal 12

e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

Analisis Pasal 12

h. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; Atau i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

Pasal 12 A tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)

Analisis Pasal 12 B j.o Pasal 12 C

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan : a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. Pasal 13 Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut.

Korelasi

UU No.31 Tahun 1999 UU No.20 Tahun 2001

UU No.31 Tahun 1999 diterbitkan sebagai pengganti UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Kemudian diterbitkan UU No.20 Tahun 2001 sebagai perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 karena terdapat berbagai interpretasi atau penafsiran yang berkembang di masyarakat khususnya mengenai penerapan Undangundang tersebut terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum UU No.31 Tahun 1999 diundangkan. Hal ini disebabkan Pasal 44 Undang-undang tersebut menyatakan bahwa UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan tidak berlaku sejak UU No.31 Tahun 1999 diundangkan, sehingga timbul suatu anggapan adanya kekosongan hukum untuk memproses tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum berlakunya UU No. 31 Tahun 1999. Kedua Undang-undang di atas mengatur tindak pidana korupsi khususnya bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara. Bahkan dalam UU No.20 Tahun 2001 juga mengatur tentang Gratifikasi yang merupakan suatu pemberian hadiah yang dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Korelasi

UU No. 8 Tahun 1974 - UU No. 43 Tahun 1999 PP 42 Tahun 2004 SK MenPAN No. 63/ Kep/Menpan/7/2003

Tindak pidana korupsi di pegawai negeri merupakan salah satu pelanggaran yang berkaitan terhadap Sumpah, Kode Etik dan Peraturan Disiplin sebagaimana disebutkan dalam UU No.8 Tahun 1974 j.o UU No.43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. PP No.42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil menyebutkan bahwa PNS harus menjunjung tinggi nilai-nilai dasar yang salah satunya adalah mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat daripada kepentingan pribadi atau golongan. Tindak pidana korupsi timbul karena ingin memenuhi keinginan pribadi maupun golongan, sehingga lupa akan tugas sebagai PNS. Dalam SK MenPAN No. 63/ Kep/Menpan/7/2003 tentang Pedoman Pelayanan Publik, bahwa hakekat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur negara sebagai abdi masyarakat. Pelayanan yang diberikan harus dilakukan dengan ikhlas, namun pada kenyataannya masih ada paktek gratifikasi di lingkungan PNS.

KorelasiIsu-isu etika & prinsip-prinsip moral birokrasi pemerintah (dr.sonny keraf-2003)

Kasus mafia pajak Gayus merupakan tindak pidana korupsi di DJP yang merugikan keuangan negara dari sektor penerimaan negara atas pajak. Tindak pidana korupsi bertentangan dengan semua prinsip-prinsip moral birokrasi pemerintah yaitu : i. Profesionalisme bahwa PNS yang tidak profesional akan bertindak tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sehingga cenderung melakukan tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. ii. Integritas Moral yang Tinggi PNS yang tidak memegang teguh peran dan tugasnya dalam memberikan pelayanan publik, akan mudah terpengaruh oleh hal-hal yang dapat merusak citra PNS seperti tindak korupsi. iii. Tanggung jawab terhadap kepentingan publik mengutamakan untuk kepentingan publik adalah segala-galanya bagi PNS, bukan untuk memperkaya diri melalui korupsi

Korelasiiv. Berpihak kepada kebenaran dan kejujuran ketidakjujuran PNS merupakan indikasi awal bahwa PNS tersebut melakukan tindak korupsi. v. Betindak secara adil bersedia memberikan pelayanan dengan baik bagi pihak penerima pelayanan yang memberikan semacam suap terlebih dahulu, namun bagi yang tidak memberikan suap maka pelayanan akan dipersulit. vi. Jangan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan korupsi dilakukan dengan melakukan segala tindakan yang sudah jelas melanggar ketentuan, namun karena keinginan yang kuat maka segala sesuatu yang dianggap menghalang-halangi akan tetap diterobos. vii. Jangan lakukan pada orang lain, apa yang Anda sendiri tidak mau dilakukan pada Anda PNS yang melakukan tindak korupsi tidak akan memikirkan bagaimana perasaan orang lain atas tindakan yang dilakukan dan bagaimana perasaan diri pribadi atas tindak korupsi yang dilakukan oleh orang lain.

KorelasiSebagaimana diatur dalam PP No.53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, tindak korupsi mengacu pada kewajiban dan larangan bagi PNS khususnya dari sisi larangan seperti : - Menyalahgunakan wewenang. - Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara. - Menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya.

Aturan Disiplin PNS

Karena korupsi masuk dalam ranah tindak pidana, maka pada Pasal 6 dari peraturan tersebut disebutkan bahwa PNS yang melanggar ketentuan disiplin PNS dijatuhi hukuman disiplin dan apabila perbuatan tersebut terdapat unsur pidana maka terhadap PNS tersebut tidak tertutup kemungkinan dapat dikenakan hukuman pidana.

Korelasi KSPK

Kepribadian II (Nilai Kemenkeu,BC ESPRIT,Kamus Kompetensi Kemenkeu)

Nilai-nilai Kemenkeu (Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan, dan Kesempurnaan). sebagai moto untuk diterapkan pada kinerja PNS dalam mencapai tujuan dari organisasi pada Kementerian Keuangan. Adanya praktek korupsi di lingkungan Kementerian Keuangan tersebut akan menghambat tercapainya tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu penanaman Nilai Kemenkeu pada PNS sangat penting untuk menghindari dari korupsi, mengingat bahwa di Kementerian Keuangan merupakan lahan basah untuk korupsi disamping telah dilakukannya remunerasi. Kompetensi PNS Kemenkeu seperti Integritas, Fokus pada pemangku kepentingan, dan perbaikan terus-menerus, merupakan kelompok kemampuan untuk penyelesaian tugas. sebagai PNS di Kementerian Keuangan hendaknya menjunjung tinggi integritas dalam menjalankan dan mengutamakan fungsi pelayanan publik, serta memperbaiki kinerja-kinerja ke arah yang lebih baik dalam rangka mencapai kesempurnaan. Sebaliknya PNS jangan melakukan korupsi dalam mementingkan kepentingan pribadi melalui pelayanan publik yang kemudian menjadi suatu kebiasaan dari korupsi kecil-kecilan hingga korupsi yang lebih besar.

Korelasi KSPK BC ESPRIT (Bermartabat, Compliane dan cepat, Efektif dan efisien, Standar, Profesional, Responsif, Integritas dan Improvement, dan Transparan). merupakan tata nilai dan budaya organisasi dari DJBC sebagai landasan orientasi, sikap, dan cara kerja dari pegawai dalam tugas pelaksanaan dan pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai. Pegawai Bea Cukai yang melakukan korupsi menunjukkan bahwa ia tidak memiliki integritas dengan memanfaatkan keadaan di tengah semakin kompleksnya kepabeanan maupun cukai sehingga membuat DJBC dinilai jelek oleh masyarakat. Misalnya pemeriksaan barang akan dibuat lancar jika Importir memberikan ceperan.

Korelasi KSPK

kepribadian III (ESQ)

PNS hendaknya memiliki dan menyeimbangkan 3 kecerdasan yaitu intelektual, emosi, dan spiritual. Pada materi tentang ESQ telah dijelaskan hasil yang didapatkan dari manusia yang menggunakan satu jenis kecerdasan hingga tiga kecerdasan. Salah satunya adalah manusia yang hanya memiliki kecerdasan intelektual dan emosional, sehingga hasil yang didapatkan adalah seorang koruptor. Tindak pidana korupsi oleh PNS ditimbulkan karena mereka hanya memiliki sisi intelektual dan emosional saja. Padahal kecerdasan spiritual sangatlah penting peranannya yang justru mereka abaikan. Mereka hanya mementingkan kesenangan sesaat dengan melakukan korupsi tanpa memikirkan kembali bagaimana akibat yang ditimbulkan atas tindak korupsi tersebut. Jadi keinginan untuk korupsi timbul karena mereka tidak atau kurang dalam memahami aspek spiritualitas dimana mereka sudah menutup dan mematikan hatinya sehingga diri mereka tidak akan bisa mencegah untuk tidak melakukannya.

Korelasi KSPK

ETIKET

PNS yang melakukan tindak pidana korupsi menunjukkan bahwa ia dinilai tidak bermoral karena merugikan negara dan masyarakat. Dengan demikian PNS tersebut telah melanggar norma moral yang menghendaki agar seseorang tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik seperti korupsi. Norma moral berkaitan dengan etika, jadi pelanggaran norma moral seperti korupsi berarti juga pelanggaran terhadap etika. Oleh karena itu korupsi lebih sesuai apabila dikaitkan dengan etika daripada dengan etiket. Etiket (menurut Bertens) mengacu pada norma kelaziman dimana hanya berlaku pada kondisi atau tempat tertentu sehingga bersifat relatif. Namun korupsi juga berkaitan dengan etiket karena merupakan tindakan yang telah dilakukan, walaupun dalam batinnya menolak untuk melakukannya karena bukan kepribadiannya.

Korelasi KSPK

MANAJEMEN STRES Lingkungan kerja yang sudah tercemar oleh korupsi para PNS menjadi suatu tantangan tersendiri bagi PNS baru maupun PNS lama yang masih bersih dari korupsi. Mereka harus menghadapi dan mengatasi tantangan tersebut disamping harus melaksanakan tugas sebagai PNS. Hanya ada 2 pilihan yaitu menghindari atau mengikuti untuk korupsi. PNS yang berusaha untuk menghindar dan tidak ikut terjun dalam tindak korupsi menunjukkan bahwa ia berhasil mengatasi stres. Sedangkan apabila PNS meniru melakukan korupsi, berarti ia tidak bisa mengatasi stres sehingga membuat ia terhanyut dalam lingkungan tersebut. Jadi lingkungan dimana pun PNS ditempatkan apakah termasuk lingkungan yang bersih dari praktek korupsi ataupun yang sudah terbiasa korupsi, tidak akan mempengaruhi diri seorang PNS untuk juga melakukan korupsi jika ia mampu menghadapi tantangan misalnya dengan mengalihkan keinginan untuk korupsi kepada keinginan untuk kerja lembur.

RangkumanDalam UU No.31 Tahun 1999 j.o UU No.20 Tahun 2001 dijelaskan bahwa tindak pidana korupsi merupakan perbuatan dalam rangka memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi secara melawan hukum dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Selain itu, korupsi juga melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Subyek tindak pidana korupsi juga meliputi pegawai negeri yang salah satunya adalah pegawai negeri yang diatur dalam UU No.8 Tahun 1974 j.o UU No.43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang mana disebutkan salah satu macam pegawai negeri adalah pegawai negeri sipil. Terkait dengan tindak pidana korupsi adalah praktek gratifikasi sebagaimana disebutkan pada pasal 12B j.o 12C UU No.20 Tahun 2001 bahwa setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Gratifikasi yang dimaksud adalah pemberian berupa uang, hadiah, atau dalam bentuk apapun dari siapapun kepada kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara agar melakukan sesuatu yang menyimpang dari wewenang dan peraturan yang diinginkan oleh pemberi gratifikasi.

Merancang SimulasiMenjadi PNS di Kementerian Keuangan

Mewujudkan

perilaku anti korupsi dengan membentuk diri pribadi yang kuat dengan memegang teguh prinsip-prinsip sebagai seorang PNS yang sebenarnya dan memantapkan niat dalam melaksanakan tugas secara ikhlas sebagai aparatur negara dan masyarakat dengan tidak memikirkan berapa imbalan yang akan didapatkan.

Bertindak & Mengubah Perilaku1. Sesama PNS di Kementerian Keuangana. Tidak mengikuti ajakan atau pengaruh PNS lain untuk melakukan tindak korupsi. b. Tidak ikut menikmati hasil yang nyata-nyata dari tindak korupsi.

Bertindak & Mengubah Perilaku2. Di lingkungan masyarakata. Tidak melakukan pemerasan kepada pengguna jasa atas pelayanan yang diberikan. b. Tidak menerima suap dari pengguna jasa dengan maksud agar memperlancar prosedur dalam mendapatkan pelayanan.

~ TERIMA KASIH ~