Pengertian Gaya Bahasa1
-
Upload
silvester-jenahut -
Category
Documents
-
view
57 -
download
3
Transcript of Pengertian Gaya Bahasa1
PENGERTIAN GAYA BAHASA
1. Gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui
bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis
(pemakai bahasa) (Keraf, 2007:113).
2. Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan
efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda
atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata
penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan
konotasi tertentu (Dale[et al], 1971:220).
3. Gaya bahasa adalah cara mempergunakan bahasa secara imajinatif, bukan
dalam pengertian yang benar-benar secara kalamiah saja (Warriner [et al],
1977:602).
4. Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam
berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak dan
pembaca. Kata retorik berasal dari bahasa Yunani rhetor yang berarti orator
atau ahli pidato. Pada masa Yunani kuno retorik memang merupakan bagian
penting dari suatu pendidikan dan oleh karena itu aneka ragam gaya bahasa
sangat penting dan harus dikuasai benar-benar oleh orang-orang Yunani dan
Romawi yang telah memberi nama bagi aneka seni persuasi ini (Tarigan,
1985:5).
PENGETAHUAN TENTANG GAYA BAHASA MENURUT
KERAF
1. Sendi Gaya Bahasa
Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga sendi berikut:
1.1 Kejujuran
Kejujuran dalam bahasa berarti: kita mengikuti aturan-aturan,
kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa. Bahasa adalah alat
untuk kita bertemu dan bergaul. Sebab itu, ia harus digunakan pula
secara tepat dengan memperhatikan sendi kejujuran.
1.2 Sopan-santun
Yang dimaksud dengan sopan-santun adalah memberi penghargaan
atau menghormati orang yang diajak bicara, khususnya pendengar atau
pembaca. Rasa hormat dalam gaya bahasa dimanifestasikan melalui
”kejelasan” dan ”kesingkatan”. Menyampaikan sesuatu secara jelas
berarti tidak membuat pembaca atau pendengar memeras keringat untuk
mencari tahu apa yang ditulis atau dikatakan. ”Kejelasan” dengan
demikian akan diukur dalam beberapa butir kaidah berikut, yaitu:
a. kejelasan dalam struktur gramatikal kata dan kalimat;
b. kejelasan dalam korespondensi dengan fakta yang diungkapkan
melalui kata-kata atau kalimat tadi;
c. kejelasan dalam pengurutan ide secara logis;
d. kejelasan dalam penggunaan kiasan dan perbandingan.
”Kesingkatan” dapat dicapai melalui usaha untuk mempergunakan
kata-kata secara efisien, meniadakan penggunaan dua kata atau lebih
yang bersinonim secara longgar, menghindari tautologi; atau
mengadakan repetisi yang tidak perlu.
Di antara ”kejelasan” dan ”kesingkatan” sebagai ukuran sopan-santun,
syarat kejelasan masih jauh lebih penting daripada syarat kesingkatan.
1.3 Menarik
Sebuah gaya bahasa yang menarik dapat diukur melalui beberapa
komponen berikut: variasi, humor yang sehat, pengertian yang baik,
tenaga hidup (vitalitas), dan penuh daya khayal (imajinasi).
Penggunaan variasi akan menghindari monotoni dalam nada,
struktur, dan pilihan kata. Humor yang sehat berarti gaya bahasa itu
mengandung tenaga untuk menciptakan rasa gembira dan nikmat.
Vitalitas dan daya khayal adalah pembawaan yang berangsur-angsur
dikembangkan melalui pendidikan, latihan, dan pengalaman.
2. Jenis-jenis Gaya Bahasa
Keraf mengelempokkan jenis-jenis gaya bahasa dalam dua segi, yaitu:
2.1 Segi Nonbahasa
Pengikut Aristoteles menerima style sebagai hasil dari bermacam-
macam unsur. Pada dasarnya style dapat dibagi atas tujuh pokok sebagai
berikut:
2.1.1 Berdasarkan Pengarang : gaya yang disebut sesuai dengan nama
pengarang dikenal berdasarkan ciri pengenal yang digunakan
pengarang atau penulis dalam karangannya. Pengarang yang kuat
dapat mempengaruhi orang-orang sejamannya, atau pengikut-
pengikutnya, sehingga dapat membentuk sebuah aliran. Kita
mengenal gaya Chairil, gaya Takdir, dan sebagainya.
2.1.2 Berdasarkan Masa : gaya bahasa yang didasarkan pada masa
dikenal karena ciri-ciri tertentu yang berlangsung dalam suatu
kurun waktu tertentu. Misalnya ada gaya lama, gaya klasik, gaya
sastra modern, dan sebagainya.
2.1.3 Berdasarkan Medium : yang dimaksud dengan medium adalah
bahasa dalam arti alat komunikasi. Karena tiap bahasa, struktur
dan situasi sosial pemakainya memiliki corak tersendiri. Sebuah
karya yang ditulis dalam bahasa Jerman akan memiliki gaya yang
berlainan, bila ditulis dalam bahasa Indonesia, Prancis, atau
Jepang. Dengan demikian kita mengenal gaya Jerman, Inggris,
Prancis, Indonesia, dan sebagainya.
2.1.4 Berdasarkan Subyek : subyek yang menjadi pokok pembicaraan
dalam sebuah karangan dapat mempengaruhi pula gaya bahasa
sebuah karangan. Berdasarkan hal ini kita mengenal gaya filsafat,
ilmiah, (hukum, teknik, sastra, dsb), populer, didaktik, dan
sebagainya.
2.1.5 Berdasarkan Tempat : gaya ini mendapatkan namanya dari lokasi
geografis, karena ciri-ciri kedaerahan mempengaruhi ungkapan
atau ekspresi bahasanya. Ada gaya Jakarta, gaya Jogya, gaya
Medan, dan sebagainya.
2.1.6 Berdasarkan Hadirin : seperti halnya dengan subyek, maka
hadirin atau jenis pembaca juga mempengaruhi gaya yang
dipergunakan seorang pengarang. Ada gaya populer atau gaya
demagog yang cocok untuk rakyat banyak. Ada gaya sopan yang
cocok untuk lingkungan istana atau lingkungan yang terhormat.
Ada pula gaya intim (familiar) yang cocok untuk lingkungan
keluarga atau untuk orang yang akrab.
2.1.7 Berdasarkan Tujuan : gaya yang berdasarkan pada maksud yang
ingin disampaikan oleh pengarang. Ada gaya sentimental, gaya
sarkastik, gaya diplomatis, gaya agung atau luhur, gaya teknis
atau informasional, dan ada gaya humor.
2.2 Segi Bahasa
Dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan,
maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa
yang dipergunakan, yaitu:
2.2.1 Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata
Gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian
dalam menghadapi situasi-situasi tertentu. Dalam bahasa standar
(bahasa baku) dapatlah dibedakan: gaya bahasa resmi, gaya
bahasa tak resmi dan gaya bahasa percakapan.
2.2.1.1 Gaya Bahasa Resmi
Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya
yang lengkap, gaya yang dipergunakan dalam
kesempatan-kesempatan resmi, gaya yang dipergunakan
oleh mereka yang diharapkan mempergunakannya dengan
baik dan terpelihara. Misalnya: amanat kepresidenan,
berita negara, khotbah-khotbah mimbar, tajuk rencana,
pidato-pidato yang penting, artikel-artikel yang serius,
atau esei yang memuat subyek-subyek yang penting,
semuanya dibawakan dengan gaya bahasa resmi.
Contoh gaya bahasa resmi:
Bahwa sesunguhnya kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan
Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia
dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia
ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah yang mahakuasa dan
dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasarkan kepada: Ketuhanan yang mahaesa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
2.2.1.2 Gaya Bahasa tak Resmi
Gaya bahasa tak resmi juga merupakan gaya bahasa
yang dipergunakan dalam bahasa standar, khususnya
dalam kesempatan-kesempatan yang tidak formal atau
kurang formal. Singkatnya gaya bahasa tak resmi adalah
gaya bahasa yang umum dan normal bagi kaum
terpelajar. Misalnya: editorial, buku-buku pegangan,
artikel-artikel mingguan atau bulanan, dalam perkuliahan,
kolumnis, karya-karya tulis, dan sebagainya.
Contoh gaya bahasa tak resmi:
Sumpah Pemuda yang dicetuskan pada tanggal 28
Oktober 1928 adalah peristiwa nasional, yang
mengandung benih nasionalisme. Sumpah Pemuda
dicetuskan pada zaman penjajahan. Nasionalisme pada
zaman penjajahan mempunyai watak khusus yakni anti
penjajahan. Peringatan kepada Sumpah Pemuda
sewajarnya berupa usaha merealisasikan gagasan-
gagasan Sumpah Pemuda.
Generasi tahun 1948 adalah generasi pencetus
Sumpah Pemuda yang berjuang demi keinginan
bernegara. Generasi tahun 1945 berjuang untuk
melaksanakan gagasan kemerdekaan. Generasi tahun
1966 adalah generasi pembina dan pengembang nilai-
nilai nasional.
2.2.1.3 Gaya Bahasa Percakapan
Dalam gaya bahasa ini, pilihan katanya adalah kata-
kata populer dan kata-kata percakapan.
Contoh gaya bahasa percakapan yang diambil dari suatu
diskusi yang direkam dengan alat perekam dalam seminar
bahasa Indonesia tahun 1966 di Jakarta:
Pertanyaan yang pertama, di sini memang sengaja
saya tidak membedakan antara istilah jenis kata atau
word classes atau part of speech. Jadi ketiganya saya
artikan sama di sini. Maksud saya ialah kelas-kelas kata,
jadi penggolongan kata, dan hal itu bergantung kepada
dari mana kita melihat dan dasar apa yang kita pakai
untuk menggolongkan.
2.2.2 Gaya Bahasa Berdasarkan Nada
Gaya bahasa berdasarkan nada didasarkan pada sugesti
yang dipancarkan dari rangkaian kata-kata yang terdapat dalam
sebuah wacana. Sering kali sugesti ini akan lebih nyata kalau
diikuti dengan sugesti suara dari pembicara, bila sajian yang
dihadapi adalah bahasa lisan. Gaya bahasa dilihat dari sudut nada
yang terkandung dalam sebuah wacana , dibagi atas:
2.2.2.1 Gaya Sederhana
Gaya ini biasanya cocok untuk memberi instruksi,
perintah, pelajaran, perkuliahan, dan sejenisnya. Maka,
gaya ini cocok pula digunakan untuk menyampaikan
fakta atau pembuktian-pembuktian.
2.2.2.2 Gaya Mulia dan Bertenaga
2.2.2.3 Gaya Menengah
Sesuai dengan namanya, gaya ini penuh dengan
vitalitas dan energi, dan biasanya dipergunakan untuk
menggerakkan sesuatu. Menggerakkan sesuatu tidak
saja dengan mempergunakan tenaga dan vitalitas
pembicara, tetapi juga dapat mempergunakan nada
keagungan dan kemuliaan. Nada yang agung dan mulia
akan sanggup pula menggerakkan emosi setiap
pendengar. Misalnya: khotbah tentang kemanusiaan dan
keagamaan, kesusilaan, dan Ketuhanan.
2.2.2.4 Gaya Menengah
Gaya menengah adalah gaya yang diarahkan kepada
usaha untuk menimbulkan suasana senang dan damai.
Karena tujuannya adalah menciptakan suasana senang
dan damai, maka nadanya juga bersifat lemah lembut,
penuh kasih sayang, dan mengandung humor yang
sehat. Misalnya: pada kesempatan-kesempatan khusus
seperti pesta, pertemuan, dan rekreasi.
Jadi dalam sebuah pidato atau tulisan, seorang pembicara atau
penulis dapat mempergunakan bermacam-macam cara. Pada suatu
kesempatan ia berusaha untuk mengobar-ngobarkan emosi dengan
mempergunakan kata-kata yang bertenaga, tetapi pada kesempatan lain
ia berbicara dengan lemah-lembut. Pada suatu bagian dari pidato atau
tulisannya ia berbicara dengan gaya sederhana agar jelas persoalan
yang dikemukakannya, namun di bagian lain ia berusaha untuk
menyentuh emosi pembaca atau pendengar melalui nada yang agung
dan mulia.
2.2.3 Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat
2.2.4 Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Yang dimaksud dengan struktur kalimat di sini adalah
kalimat bagaimana tempat sebuah unsur kalimat yang
dipentingkan dalam kalimat tersebut. Ada kalimat yang bersifat
periodik, bila bagian yang terpenting atau gagasan yang
mendapat penekanan ditempatkan pada akhir kalimat. Ada
kalimat yang bersifat kendur, yaitu bila bagian kalimat yang
mendapat penekanan ditempatkan pada awal kalimat. Dan jenis
yang ketiga adalah kalimat berimbang, yaitu kalimat yang
mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang kedudukannya
sama tinggi atau sederajat. Gaya bahasa yang termasuk ke dalam
kategori ini, anatara lain: klimaks, antiklimaks, paralelisme,
antitesis, repetisi (epizeuksis, tautotes, anafora, epistrofa,
simploke, mesodiplosis, epanalepsis, anadiplosis).
2.2.5 Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya bahasa berdasarkan makna diukur dari langsung
tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai masih
mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada
penyimpangan. Bila acuan yang digunakan itu masih
mempertahankan makna dasar, maka bahasa itu masih bersifat
polos. Tetapi bila sudah ada perubahan makna, entah berupa
makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna
denotatifnya, maka acuan itu dianggap sudah memiliki gaya
sebagai yang dimaksudkan di sini.
Gaya bahasa berdasarkan ketidaklangsungan makna ini
biasanya disebut sebagai trope atau figure of speech, yaitu suatu
penyimpangan bahasa secara evaluatif atau secara emotif dari
bahasa biasa, entah dalam (1) ejaan, (2) pembentukkan kata, (3)
konstruksi (kalimat, klausa, frasa), atau (4) aplikasi sebuah
istilah, untuk memperoleh kejelasan, penekanan, hiasan, humor,
atau sesuatu efek yang lain. Dengan demikian trope atau figure of
speech memiliki bemacam-macam fungsi: menjelaskan,
memperkuat, menghidupkan obyek mati, menstimulasi asosiasi,
menimbulkan gelak tawa, atau untuk hiasan. Gaya bahasa
berdasarkan langsung tidaknya makna (trope atau figure of
speech) dibagi atas dua kelompok, yaitu:
2.2.5.1 Gaya bahasa retoris, yaitu gaya bahasa yang semata-
mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa
untuk mencapai efek tertentu. Yang termasuk ke dalam
gaya bahasa ini, antara lain: aliterasi, asonansi, anastrof,
apofasis atau preterisio, apostrof, asindeton,
polisindeton, kiasmus, elipsis, eufemismus, litotes,
histeron proteron, pleonasme, tautologi, perifrasis,
prolepsis atau antisipasi, erotesis atau pertanyaan
retoris, silepsis, zeugma, koreksio atau epanortesis,
hiperbol, paradoks, oksimoron.
2.2.5.2 Gaya bahasa kiasan, yaitu gaya bahasa yang merupakan
penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam
bidang makna, yang termasuk ke dalam gaya bahasa ini,
antara lain: persamaan atau simile, metafora, alegori,
parabel, fabel, personifikasi atau prosopopoeia, alusi,
eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia,
hipalase, ironi, sinisme, sarkasme, satire, inuendo,
antifrasis, pun atau paronomasia.
PENGETAHUAN TENTANG GAYA BAHASA MENURUT
TARIGAN
Pengklasifikasian gaya bahasa menurut Tarigan terbagi atas empat kelompok
yaitu:
1. Gaya Bahasa Perbandingan, yang termasuk ke dalam gaya bahasa ini antara
lain: perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis,
pleonasme, tautologi, perifrasis, antisipasi, atau prolepsis, koreksio atau
epanortesis.
2. Gaya Bahasa Pertentangan, yang termasuk ke dalam gaya bahasa ini antara
lain: hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, paralipsis, zeugma,
silepsis, satire, inuendo, antifrasis, paradoks, klimaks, antiklimaks, apostrof,
anastrof atau inversi, apofasis atau preterisio, histeron proteron, hipalase,
sinisme, sarkasme.
3. Gaya Bahasa Pertautan, yang termasuk dalam gaya bahasa ini antara lain:
metonimia, sinekdoke, alusi, eufemisme, eponim, epitet, antonomasia,
erotesis, paralelisme, elipsis, gradasi, asindeton, polisindeton.
4. Gaya Bahasa Perulangan, yang termasuk ke dalam gaya bahasa ini antara lain:
aliterasi, asonansi, antanaklasis, kiasmus, epizeuksis, tautotes, anafora,
epistrofa, simploke, mesodiplosis, epanalepsis, anadiplosis.